KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM"

Transkripsi

1 KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani ( ) Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pertimbangan Hakim dalam memutus perkara sengketa tanah akibat perbuatan melawan hukum dan mengkaji akibat hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska. Latar belakang, penempatan tanah tanpa alas hak yang sah, dimana seseorang bisa menempati, menggunakan dan menikmati hasil dari tanah yang dikuasai oleh orang lain dengan melanggar hukum. Pihak yang merasa dirugikan atas penempatan tanah tanpa hak dapat meminta bantuan kepada Hakim untuk membantu dalam penyelesaian sengketanya melalui proses sengketa di Pengadilan dengan didasarkan pada bukti-bukti kepemilikan tanah yang sah, baik itu berupa akta otentik maupun bukti lainnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Sifat penelitian ini deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan tentang Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara perdata Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska. dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang mengatur tentang penguasaan tanah, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Sumber data yang digunakan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska. Metode analisis data menggunakan deskriptif analitis. Hasil penelitian, Pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska., telah sesuai dengan unsur keadilan, karena Majelis Hakim dalam menjatukan putusan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan Penggugat. Tergugat I, II dan III telah menempati tanah dan bangunan tersebut tanpa hak, karena tanpa ada proses jual beli atau sewa menyewa. Pertimbangan Hakim dalam putusan Banding No. 78/Pdt/2010/PT.Smg menguatkan putusan Pengadilan Negeri, karena alasan Pemohon Kasasi merupakan alasan yang tidak tunduk pada pemeriksaan Kasasi, sehingga Hakim menolak permohonan Kasasi Tergugat. Pertimbangan Hakim dalam putusan Peninjauan Kembali No.156 PK/Pdt/2013 telah sesuai dengan Undang-Undang Mahkamah Agung, Hakim menolak permohonan Peninjauan Kembali karena permohonan Peninjauan Kembali oleh Tergugat tidak beralasan. Akibat hukum yang timbul atas putusan perkara No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska. bagi Tergugat yang tidak terima dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Upaya hukum tersebut sudah diajukan oleh Tergugat yang hasilnya Tergugat di pihak yang kalah dan harus melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap berupa mengosongkan tanah dan bangunan objek sengketa serta menyerahkan tanah dan objek sengketa kepada Penggugat. 1

2 A. PENDAHULUAN Tanah sebagai barang tidak bergerak merupakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan masyarakat dimana tanah memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Keberadaan tanah sendiri dari hari kehari dirasa semakin sempit mengingat kebutuhan masyarakat dan pemerintah terhadap tanah semakin meningkat baik tanah sebagai tempat tinggal maupun untuk tempat usaha bagi masyarakat. Bagi pemerintah, tanah juga diperlukan guna pembangunan sarana yang akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa setiap orang membutuhkan tanah, sehingga masyarakat akan melakukan upaya untuk memperoleh tanah. Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat baik dengan melalui peraturan yang sah atau bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Dalam memperoleh tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti permohonan hak atau pemindahan hak. Istilah hak selalu tidak dapat dipisahkan dengan istilah hukum. Sebagaimana diketahui bahwa hak itu adalah sebagai kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh hukum. Dapat dikatakan bahwa peralihan hak sebagai suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak atau barang atau benda bergerak. Dalam hal ini yang termasuk peralihan hak atas tanah tidak hanya meliputi jual beli tetapi juga dapat terjadi karena hibah, tukar menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang bermaksud memindahkan hak pemilikan tanah. 1 Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan sangat penting. Putusan Hakim diyakini mengandung keadilan dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga harus mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan. Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim atas sengketa yang diperiksa dan diadilinya. Hakim harus dapat mengolah dan memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan, baik dari bukti surat, saksi, persangkaan, pengakuan maupun sumpah yang terungkap dalam persidangan. Sehingga keputusan yang akan dijatuhkan dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme dan bersifat obyektif. Hakim memegang peranan penting dari awal sampai akhir pemeriksaan di Pengadilan. Berdasarkan Pasal 119 HIR atau 143 RBg Hakim berwenang untuk memberikan petunjuk kepada pihak yang mengajukan gugatannya ke Pengadilan dengan maksud agar sengketa tersebut menjadi jelas duduk sengketanya dan memudahkan Hakim memeriksa sengketa itu. 1 Ali Ahmad Chomzah Hukum Pertanahan I, Pemberian Hak atas Tanah Negara. Jakarta : Prestasi Pustaka. Hal 15 2

3 Dalam pemeriksaan sengketa, Hakim betul-betul harus bersikap bebas dan tidak memihak siapapun. Di dalam persidangan, Hakim juga harus mendengar keterangan kedua belah pihak dengan pembuktian masing-masing sehingga Hakim dapat menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Pertimbangan Hakim sangat dibutuhkan dalam menjatuhkan sebuah putusan diharapkan dapat menjadi solusi atas sebuah sengketa antara para pihak yang bersangkutan. Putusan Hakim diyakini mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga harus mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan. Hal ini yang menarik bagi penulis untuk mengkaji masalah perbuatan melawan hukum dengan mengambil judul KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah: 1. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutus perkara sengketa tanah akibat perbuatan melawan hukum Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska? 2. Bagaimana akibat hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska? B. LANDASAN TEORI Tinjauan Umum tentang Perkara Perdata Terjadinya perkara perdata dikarenakan adanya pelanggaran terhadap hak seseorang, seperti diatur dalam hukum perdata. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, seperti diatur dalam Undang-Undang atau karena wanprestasi, yaitu tidak memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan kontrak yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian yang timbul itu dapat berupa kerugian materil, misalnya kerusakan atas barang atau berupa kerugian imaterial, misalnya kehilangan hak menikmati barang atau pencemaran nama baik. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena kesengajaan atau karena kelalaian. Pada perkara perdata, inisiatif berperkara datang dari pihak yang dirugikan. Karena itu, pihak yang yang dirugikan mengajukan perkaranya ke Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian berupa pemulihan, penggantian kerugian, dan menghentikan perbuatan yang merugikan itu Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: PT Cipta Aditya Bakti, hal. 19-3

4 Tinjauan Umum tentang Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata Menurut Sudikno Mertokusumo, pemeriksaan sengketa perdata dapat terjadi apabila muncul suatu permasalahan yang menjadi dasar persengketaan tersebut. Pemeriksaan perdata di Pengadilan Negeri berawal dari adanya sebuah gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak yang terkait dalam sengketa perdata. Suatu sengketa agar dapat diperiksa dan diputus melalui persidangan di muka Pengadilan terlebih dulu harus mengajukan gugatan tersebut. Gugatan disebut sebagai tuntutan hak sebagai tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah eigenrichting atau tindakan menghakimi sendiri. Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain. 3 Gugatan merupakan bentuk tuntutan hak dari salah satu pihak yang bertujuan untuk memulihkan hak seseorang tersebut yang telah dirugikan oleh pihak lain. Gugatan atau tuntutan hak akan dikabulkan apabila telah menjalani suatu proses persidangan, oleh karena itu suatu gugatan yang diajukan harus berdasar atas hukum yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak yang menuntut haknya tersebut. 4 Proses pemeriksaan sengketa perdata sejak diajukannya gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan di Pengadilan Negeri tidak lepas dari peran hakim. Menurut sistem HIR (Herziene Inlandsch Reglement) dan RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) hakim adalah aktif, tidak hanya aktif mencari kebenaran yang sesungguhnya atas sengketa yang ditanganinya, tetapi juga harus aktif menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim memeriksa dan memutus sengketa perdata secara adil guna kembalinya hak pihak yang telah dirugikan oleh pihak lain. 5 Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim Riduan Syahrani, merumuskan bahwa Putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan pada sidang Pengadilan terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata. 6 Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut dengan terminologi Putusan Pengadilan sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa perdata. Bertolak pada ketentuan Pasal 184 HIR, Pasal 195 RBg, Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 3 Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, hal Abdulkadir Muhammad, 2000, Op.Cit, hal Ibid, hal Riduan Syahrani, 2004, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal

5 2009 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak ditemukan pengertian atau batasan terhadap Putusan Hakim. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas pada asasnya hanya menentukan hal-hal yang harus ada dan dimuat oleh Putusan Hakim. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa semua Putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Sementara menurut Lilik Mulyadi, menyebutkan bahwa: Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan sengketa perdata yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa. 7 Setiap putusan hakim yang berupa putusan akhir didahului dengan kepala putusan atau irah-irah yang berbunyi: DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Ini berarti bahwa setiap Hakim yang mengadili dan memutus suatu sengketa harus berlaku adil dengan mengingat tanggung jawab diri sendiri dan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Putusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap mempunyai kekuatan pasti. Dengan demikian mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan. Bagi pihak yang telah dinyatakan kalah dalam suatu sengketa, berkewajiban untuk melaksanakan putusan dengan kemauannya sendiri atau secara suka rela. Apabila pihak yang kalah itu tidak bersedia melaksanakan putusan secara suka rela, maka pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara paksa dengan bantuan alat negara. Tinjauan tentang Hak Atas Tanah Hak atas tanah sendiri diartikan sebagai hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya (baik perorangan secara sendiri-sendiri, kelompok orang secara bersamasama maupun badan hukum) untuk memakai dalam arti menguasai, menggunakan dan atau mengambil manfaat dari bidang tanah tertentu. 8 Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam UUPA (Pasal 1 ayat 2) memberi wewenang kepada negara untuk : 7 Lilik Mulyadi, 2009, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta: Djambatan, hal Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Group, hal

6 a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Yuridis normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska. Karena termasuk penelitian yuridis normatif, maka hanya mengedepankan data sekunder. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan tentang Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara perdata Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN. Ska. dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang mengatur tentang penguasaan tanah, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang yang diperoleh dari bahan pustaka, yang meliputi: 1. Bahan Hukum Primer yang terdiri dari : a. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska.; b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang berupa buku-buku ilmu pengetahuan hukum yang berhubungan dengan permasalahan atau bahasan pokok 3. Bahan Hukum Tersier yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang terdiri dari : a. Kamus Umum Bahasa Indonesia b. Kamus Bahasa Inggris-Indonesia c. Kamus Hukum 6

7 Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum. 9 Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen pada Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dalam perkara Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian, 10 dengan menggunakan pendekatan analitis dengan tujuan melihat suatu fenomena kasus yang telah diputus oleh pengadilan dengan cara melihat analisis yang dilakukan oleh ahli hukum yang dapat digunakan oleh hakim dalam pertimbangan putusannya. 11 D. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Sengketa Tanah Akibat Perbuatan Melawan Hukum Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh Hakim atas sengketa tanah akibat perbuatan melawan hukum yang diperiksa dan diadilinya. Hakim dalam memutus perkara sengketa tanah Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska terlebih dahulu mengolah dan memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan, baik dari bukti surat, saksi, persangkaan, pengakuan maupun sumpah yang terungkap dalam persidangan, sehingga keputusan Hakim yang ditetapkan dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme dan bersifat obyektif. Setelah pemeriksaan selesai, Majalis Hakim melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan ditetapkan. Pemeriksaan atas perkara sengketa tanah oleh Majalis Hakim dianggap telah selesai karena telah melalui tahap jawaban dari Tergugat, replik dari Penggugat, duplik dari Tergugat, pembuktian dan kesimpulan yang diajukan oleh para pihak, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 178 HIR/189 RBG. Dalam pertimbangannya inti dari putusan Hakim adalah: 1. Mengabulkan gugatan Pennggugat untuk sebagian. 9 Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm Ibid. 11 Ibid,. hlm

8 2. Menyatakan secara hukum tanah dan bangunan objek sengketa adalah sah milik Penggugat. 3. Menyatakan secara hukum bahwa penghunian yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III adalah perbuatan melawan hukum. 4. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III maupun siapa saja yang mendapat hak darinya untuk mengosongkan tanah dan bangunan objek sengketa tersebut. Pertimbangan Majelis Hakim bahwa objek sengketa berupa sebidang tanah dan bangunan adalah milik Penggugat yang berasal dari hasil warisan dari orang tua Penggugat, sebagaimana pembagian hak bersama yang dibuat dihadapan Notaris. Menurut pendapat penulis jika bandingkan dengan KUH-Perdata, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sudah sesuai karena Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan berdasarkan alat bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan. Penggugat berhasil membuktikan dalil gugatannya yaitu dengan mencantumkan bukti sertifikat Hak Milik No. 767 seluas ± 212 m², atas nama Penggugat yang berasal dari warisan orang tuanya sebagaimana pemberian hak bersama yang dibuat dihadapan Notaris PPAT. Pertimbangan Hakim yang memutuskan bahwa Tergugat dalam menghuni tanah dan bangunan obyek sengketa tidak dilandasi dengan hak yang sah yakni tidak ijin dari pemilik, maka perbuatan para Tergugat dalam menghuni tanah dan bangunan objek sengketa tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Menurut pendapat penulis telah sesuai Pasal 1365 KUH-Perdata yang karena perbuatan para Tergugat telah merugikan penggugat baik secara materiil maupun immateriil. Tergugat menghuni tanah dan bangunan objek sengketa tidak dilandasi dengan hak yang sah. Para Tergugat tidak dapat membuktikan dirinya bahwa dirinya mempunyai hak yang sah untuk menghuni tanah dan bangunan objek sengketa. Perbuatan para Tergugat telah bertentangan dengan hak dan kewajiban orang lain. Maka dari itu perbuatan para Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum. Tindakan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III, dalam menghuni tanah dan bangunan tanpa seijin dari pemilik, merupakan perbuatan yang dapat merugikan orang lain, sehingga sudah sepantasnya tindakan Tergugat I, II dan III ini dinyatakan sebagai perbuatan yang melawan hukum, hal ini sebagaimana pendapat Abdulkadir Muhammad (2008), pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, seperti diatur dalam Undang-Undang atau 8

9 karena wanprestasi, yaitu tidak memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan kontrak yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian yang timbul itu dapat berupa kerugian materil, misalnya kerusakan atas barang atau berupa kerugian imaterial, misalnya kehilangan hak menikmati barang atau pencemaran nama baik. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena kesengajaan atau karena kelalaian. Pertimbangan Hakim yang menyatakan bahwa Penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya, sebaliknya para Tergugat tidak berhasil membuktikan dalil bantahannya. Menurut pendapat penulis jika dibandingkan dengan Pasal 164 HIR, Pasal 1866 KUH-Perdata dan pembuktian Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta telah sesuai, karena Penggugat dapat membuktikan dalil-dalil gugatanya dengan mengajukan bukti tertulis dan saksi. Putusan Hakim No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska. tersebut diperkuat dalam putusan Banding No. 78/Pdt/2010/PT Smg. dan putusan Kasasi No K/Pdt/2010. serta diperkuat dengan putusan Peninjauan Kembali No. 156 PK/Pdt/2013. yang diuraikan sebagai berikut: 1. Pertimbangan Putusan Banding No.78/Pdt/2010/PT Smg Berdasarkan putusan perkara No. 78/Pdt/2010/PT Smg. di atas Hakim Pengadilan Tinggi dalam pertimbangan hukumnya berdasarkan berkas bukti-bukti dari kedua belah pihak yang berhubungan dengan perkara ini. Setelah dipelajari dengan seksama oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi ternyata Majelis tidak menemukan hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan / dapat membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama sehingga putusan Pengadilan Negeri Surakarta tanggal 22 Oktober 2009 No. 91/Pdt.G/PN.Ska. yang dimohonkan banding tersebut dapat dikuatkan. Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi dalam putusan No. 78/Pdt/2010/PT Smg. jika dibandingkan dengan Pasal 164 HIR, dan Pasal 1866 KUH-Perdata sudah sesuai, karena Hakim Pengadilan Tinggi dalam pertimbangan hukumnya berdasarkan berkas bukti-bukti dari kedua belah pihak yang berperkara, dan bukti tersebut berdasarkan Pasal 164 HIR dan Pasal 1866 KUH-Perdata yang mengatur tentang alat-alat bukti. 2. Pertimbangan Putusan Kasasi No.2141 K/Pdt/2010 Keberatan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti atau Majalis Hakim di tingkat pertama dalam hal ini Pengadilan Negeri Surakarta yang memeriksa buktibukti perkara, tidak salah menerapkan hukum, mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat Kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan (1) adanya kesalahan penerapan hukum, (2) adanya pelanggaran hukum yang berlaku, 9

10 (3) adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No.5 tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan Undang-Undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh para Pemohon Kasasi tersebut harus ditolak. Pertimbangan Mahkamah Agung di atas jika dibandingkan dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang- Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Pasal 30 ayat (1) telah sesuai, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya. Keberatan Pemohon Kasasi tersebut diatas merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan. Alasan tersebut diatas merupakan alasan kasasi yang dianggap tidak tunduk pada pemeriksaan Kasasi. 3. Pertimbangan Putusan Peninjauan Kembali No.156 PK/Pdt/2013 Pertimbangan Mahkamah Agung yang menyatakan menolak permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan berkas-berkas perkara dari kedua belah pihak yang faktanya terbukti tidak ada kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam menerapkan hukum. Pertimbangan Mahkamah Agung di atas jika dibandingkan dengan Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung telah sesuai, karena permohonan Peninjauan Kembali oleh pemohon tidak beralasan, maka harus ditolak. Permohonan Peninjauan Kembali tersebut berarti tidak sesuai dengan syarat alasan Peninjauan Kembali 10

11 yang diatur oleh Pasal 67 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Akibat Hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska Akibat hukum yang muncul setelah Putusan No.91/Pdt.G/2009/PN.Ska dibacakan, maka putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan mempunyai akibat terhadap para pihak yang bersengketa. Akibat dari putusan tersebut adalah pihak yang kalah harus mau melaksanakan isi putusan dengan sukarela. Dalam hal ini pihak yang kalah adalah Tergugat, apabila pihak Tergugat tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri dapat melakukan upaya hukum. Akibat hukum terhadap putusan kepada para pihak yang berperkara adalah pelaksanaan putusan. Semua orang bila mana sudah ada suatu putusan berkekuatan hukum tetap, wajib melaksanakan putusan tersebut, kalau tidak ada lagi upaya hukum lain. Apabila pihak yang kalah (Tergugat) tidak mau melaksanakan isi putusan, maka pihak yang menang (Penggugat) dapat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan pelaksanaan putusan secara paksa (eksekusi). Suatu isi putusan harus dilaksanakan karena mahkota Pengadilan adalah pelaksanaan isi putusan. Berdasarkan pertimbangan Hakim dalam memutuskan Perkara No.91/Pdt.G/2009/PN.Ska. adalah: 1. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III maupun siapa saja yang mendapat hak darinya untuk mengosongkan tanah dan bangunan obyek sengketa tersebut. 2. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk membayar denda keterlambatan penyerahan tanah dan bangunan objek sengketa tersebut kepada Penggugat sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) tiap hari terhitung sejak putusan ini memperoleh kekuatan hukum tetap sampai dengan penyerahan tanah dan bangunan objek sengketa tersebut kepada Penggugat. 3. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III secara tanggung renteng membayar biaya perkara yang hingga kini sebesar Rp ,- (enam ratus enam ribu rupiah). Berdasarkan isi putusan tersebut, maka Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III harus melaksanakan isi putusan yaitu mengosongkan tanah dan bangunan objek sengketa, apabila terlambat menyerahkan tanah dan bangunan obyek sengketa, maka Tergugat I, II dan III harus 11

12 membayar denda kepada Penggugat sebesar Rp ,- (seratus ribu rupiah) tiap harinya. Jika Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III tidak mau melaksanakan isi putusan tersebut, maka pihak Penggugat dapat meminta Kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan eksekusi, dengan cara memanggil Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk melaksanakan isi putusan dalam waktu 8 hari. Apabila tidak dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan Negeri memberikan surat perintah dan penetapan untuk menyita barang-barak bergerak milik Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III yang diatur dalam pasal 196 dan 197 ayat (1) HIR. E. PENUTUP Kesimpulan 1. Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara sengketa tanah akibat perbuatan melawan hukum nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska Pertimbangan Hakim dalam memutuskan putusan No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska., telah sesuai dengan unsur keadilan, karena Majelis Hakim dalam menjatukan putusan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan Penggugat. Hakim berkesimpulan bahwa Tergugat I, II dan III telah menempati tanah dan bangunan tersebut tanpa hak, karena tanpa ada proses jual beli atau sewa menyewa. Pertimbangan Hakim dalam putusan Banding No. 78/Pdt/2010/PT.Smg. telah sesuai dengan Undang-Undang, karena tidak ada hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan. Sehingga hakim menguatkan putusan Pengadilan Negeri. Pertimbangan Hakim dalam putusan Kasasi No.2141 K/Pdt/2010. telah sesuai dengan Undang-Undang Mahkamah Agung yang mengatur syarat pemeriksaan Kasasi, karena alasan Pemohon Kasasi merupakan alasan yang tidak tunduk pada pemeriksaan Kasasi. Sehingga Hakim menolak permohonan Kasasi Tergugat. Pertimbangan Hakim dalam putusan Peninjauan Kembali No.156 PK/Pdt/2013 telah sesuai dengan Undang-Undang Mahkamah Agung, Hakim menolak permohonan Peninjauan Kembali karena permohonan Peninjauan Kembali oleh Tergugat tidak beralasan. 2. Akibat Hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska Akibat hukum yang timbul atas putusan perkara No. 91/Pdt.G/2009/PN.Ska. terhadap para pihak yang bersengketa menurut pendapat penulis adalah dalam pelaksanaan putusan, yaitu bagi Tergugat yang tidak terima dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Upaya hukum tersebut sudah diajukan oleh Tergugat yang hasilnya Tergugat di pihak yang kalah dan harus melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap berupa mengosongkan tanah dan bangunan objek sengketa serta menyerahkan tanah dan objek sengketa kepada Penggugat. 12

13 Apabila para Tergugat tidak mau melaksanakan isi putusan dengan sukarela maka upaya huk um yang dapat ditempuh oleh Penggugat adalah dapat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan eksekusi seperti yang diatur di dalam Pasal 196 dan 197 ayat (1) HIR. Saran 1. Mengingat pihak Tergugat tidak bisa membuktikan dalil bantahannya dan terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum, hendaknya secara legowo mematuhi dan melaksanakan isi putusan secara sukarela untuk mengosongkan dan menyerahkan tanah dan bangunan yang menjadi objek sengketa, serta membayar kerugian materiil selama menempati tanah dan bangunan yang bukan miliknya, dalam hal ini adalah milik sah Penggugat atas tanah dan bangunan yang menjadi objek sengketa berdasarkan Sertifikat Hak Milik yang diperoleh dari warisan orang tua Penggugat. 2. Hendaknya jangan sekali-kali menempati tanah dan bangunan yang bukan miliknya tanpa seijin dari pemilik yang sah, karena hal ini merupakan perbuatan melanggar hukum yang bisa dikenakan sanksi hukum. 13

14 DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti.=, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: PT Cipta Aditya Bakti. Ali Ahmad Chomzah Hukum Pertanahan I, Pemberian Hak atas Tanah Negara. Jakarta : Prestasi Pustaka. Lilik Mulyadi, 2009, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta: Djambatan. Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Riduan Syahrani, 2004, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti. Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Group. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor : 91/Pdt.G/2009/PN. Ska. Putusan Banding No.78/Pdt/2010/PT Smg. Putusan Kasasi No.2141 K/Pdt/2010. Putusan Peninjauan Kembali No.156 PK/Pdt/

15 15

TINJAUAN YURIDIS SENGETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi PutusanNo.91/Pdt.G/2009/PN.Ska) NASKAH PUBLIKASI

TINJAUAN YURIDIS SENGETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi PutusanNo.91/Pdt.G/2009/PN.Ska) NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS SENGETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi PutusanNo.91/Pdt.G/2009/PN.Ska) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO. Judul : KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh Disusun oleh : Rani Permata Sari NPM : 13101115 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG GUGATAN PERALIHAN DAN PENGUASAAN HAK. MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan

KAJIAN TENTANG GUGATAN PERALIHAN DAN PENGUASAAN HAK. MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan KAJIAN TENTANG GUGATAN PERALIHAN DAN PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3082 K/Pdt/2011) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

ANDHIKA SURYA PRATAMA NIM

ANDHIKA SURYA PRATAMA NIM KAJIAN TENTANG GUGATAN TERHADAP PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 822 K/Pdt/2015) JURNAL PENELITIAN Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

ELIZA FITRIA

ELIZA FITRIA EKSEKUSI RIIL TERHADAP PUTUSAN HAKIM YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI BATUSANGKAR KLAS II (STUDI KASUS PERKARA PERDATA NO. 02/Pdt.G/2007/PN.BS) SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bidang ilmu hukum adalah hukum perdata yaitu serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1 54 BAB IV KEKUATAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURWOREJO NO. 0272/Pdt.G/2011/PA.Pwr. DENGAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO. 224/ Pdt.G/2011/PTA.Smg. TENTANG CERAI TALAK A. Kekuatan Yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : Premanti NPM : 11102114 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

A.Latar Belakang Masalah

A.Latar Belakang Masalah A.Latar Belakang Masalah Setiap manusia hidup mempunyai kepentingan. Guna terpenuhinya kepentingan tersebut maka diperlukan adanya interaksi sosial. Atas interaksi sosial tersebut akan muncul hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI A. Pengertian Eksekusi Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 820 K/PDT/2013) Oleh: Lina Liling Fakultas Hukum Universitas Slamet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA WARIS TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN (Studi Kasus Putusan No 97 /Pdt.G//2014/PN.Skt)

PENYELESAIAN PERKARA WARIS TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN (Studi Kasus Putusan No 97 /Pdt.G//2014/PN.Skt) PENYELESAIAN PERKARA WARIS TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN (Studi Kasus Putusan No 97 /Pdt.G//2014/PN.Skt) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Hukum Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Suatu perkara perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada Pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. 1 Untuk mendapatkan pemecahan atau

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 407 K/Pdt/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam

P U T U S A N Nomor : 407 K/Pdt/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam P U T U S A N Nomor : 407 K/Pdt/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG M E L A W A N

P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG M E L A W A N P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

hal 0 dari 11 halaman

hal 0 dari 11 halaman hal 0 dari 11 halaman I. PENGERTIAN PENGGUNAAN LEMBAGA PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) OLEH Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI (H. SUWARDI, SH, MH) Subekti menyebut, putusan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan, oleh karena itu diharapkan segala tindakan dan perbuatan harus berdasarkan atas hukum.

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Banyak permasalahan yang berlatar belakang pada sengketa perdata yang disebabkan oleh karena salah satu pihak merasa dirugikan akibat hak-haknya dilanggar oleh

Lebih terperinci

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan KESIMPULAN Kesimpulan yg dibuat oleh para pihak ttg jalannya persidangan sebelum dijatuhkan Putusan. Kesimpulan bersifat Fakultatif, artinya boleh diajukan, boleh tidak Sebaiknya dimasukan point yg menguntungkan

Lebih terperinci

Kata kunci : Pembuktian, Perbuatan Melawan Hukum, Akta Notaris.

Kata kunci : Pembuktian, Perbuatan Melawan Hukum, Akta Notaris. AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI OTENTIK DALAM PERKARA PERBUATAN MELAWAN HUKUM ( Study Putusan Nomor : 35/Pdt.G/2014/PN.Ska. ) Oleh : Rosiana Dewi (13100087) Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI. (Studi Kasus Pada Putusan Mahkmah Agung. Nomor: 1996 K/Pdt/2012)

TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI. (Studi Kasus Pada Putusan Mahkmah Agung. Nomor: 1996 K/Pdt/2012) TINJAUAN YURIDIS PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI (Studi Kasus Pada Putusan Mahkmah Agung Nomor: 1996 K/Pdt/2012) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 793 K/Pdt/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 1170 K/Pdt/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut

Lebih terperinci

JAMINAN. Oleh : C

JAMINAN. Oleh : C NASKAH PUBLIKASII SKRIPSI PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA (Study Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT A. Dasar Hukum Hakim dalam Penerapan Pencabutan Cerai Gugat Pengadilan

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting. Dimana tanah dalam kehidupan manusia sama sekali tidak bisa dipisahkan atau dilepas. Dan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai konsep dasar ilmu sosial bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya membutuhkan bantuan dari orang lain, maka terciptalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam praktik sehari-hari, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan

Lebih terperinci

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN A. Pendahuluan Pokok bahasan III ini mengandung sub-sub pokok bahasan tentang putusan, upaya hukum terhadap putusan dan pelaksanaan putusan. Penguasaan materi pada

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara permohonan dan perkara gugatan. Dalam perkara gugatan sekurangkurangnya ada dua pihak yang

Lebih terperinci

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD 4.1. POSISI KASUS 4.1.1. Para Pihak Para pihak yang berperkara dalam kasus gugatan perdata ini diantaranya adalah: 1) Penggugat Pihak yang menjadi Penggugat dalam

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERKARA. sebidang tanah dengan luas 600 M² yang terletak di Kelurahan Sidomulyo

BAB III GAMBARAN UMUM PERKARA. sebidang tanah dengan luas 600 M² yang terletak di Kelurahan Sidomulyo BAB III GAMBARAN UMUM PERKARA A. Duduk Perkara Tergugat I (Titin) dengan persetujuan suaminya Tergugat II (Ang Tie), telah memberi kuasa kepada Tergugat III (Omar Wijaya), untuk menjual sebidang tanah

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga karena dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum. Tugas dan pekerjaan notaris sebagai

Lebih terperinci

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang kalah dalam suatu perkara untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris merupakan proses berpindahnya hak milik dari orang meninggal kepada ahli warisnya yang hidup, baik peninggalan berupa harta maupun hakhak syariah. 1 Pewaris

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Banten yang mengadili perkara tertentu pada tingkat banding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad).

BAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Putusan dalam persidangan perdata adalah puncak dari suatu proses pencarian kebenaran hukum yang dilakukan hakim berdasarkan prinsip-prinsip dan asas-asas

Lebih terperinci

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan Pembuktian merupakan bagian dari tahapan pemeriksaan perkara dalam persidangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

Makalah Rakernas

Makalah Rakernas Makalah Rakernas 2011 1 TENTANG PENINJAUAN KEMBALI Oleh : H. A. Kadir Mappong (Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidan Yudisial) Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dimaksudkan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 521/Pdt/2013/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n

P U T U S A N Nomor 521/Pdt/2013/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n P U T U S A N Nomor 521/Pdt/2013/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada peradilan tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 112/PDT/2012/PT-MDN

P U T U S A N NOMOR : 112/PDT/2012/PT-MDN P U T U S A N NOMOR : 112/PDT/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------- Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata pada tingkat banding telah

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor : 64/Pdt.G/2012/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA Tempat Pendaftaran : BAGAN PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA Pengadilan Agama Brebes Jl. A.Yani No.92 Telp/ fax (0283) 671442 Waktu Pendaftaran : Hari Senin s.d. Jum'at Jam 08.00 s.d 14.00 wib PADA PENGADILAN

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N No. 2135 K/Pdt/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G Memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci