BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam"

Transkripsi

1 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori tentang Konsep Kewaktuan Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya, bentuk ini diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda dalam setiap bahasa. Pembahasan mengenai bentuk kewaktuan ini kebanyakan diperoleh dari sumber-sumber asing terutama dari sumber dengan bahasa yang mengungkapkannya secara gramatikal bahasa Inggris. Para ahli menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam hal konsep kewaktuan (aspek, kala, dan aksionalitas). Oleh karena itu, penulis akan memaparkan penggunaan istilah-istilah yang berkaitan dengan masalah kewaktuan oleh sejumlah

2 12 ahli bahasa. Penulis juga menggunakan beberapa kamus, seperti Kamus Inggris- Indonesia (1996), Kamus Linguistik (2001), dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), untuk membantu pemahaman beberapa istilah. Dalam membicarakan waktu, Benveniste (1979: 69 74) dalam Hoed (1989: 2) membedakan tiga pengertian, yaitu 1. waktu fisis (temps physique), yakni waktu yang secara alamiah kita alami yang sifatnya sinambung, linear, tidak terhingga, dan tidak dapat kita alami lagi; 2. waktu kronis (temps chronique), yakni waktu yang dipikirkan kembali atau dikonseptualisasi oleh manusia berdasarkan sejumlah peristiwa yang ditetapkan secara konvensional oleh suatu masyarakat sebagai titik acuan dalam waktu fisis; dan 3. waktu kebahasaan (temps linguistique), yakni waktu yang dilibatkan dalam tuturan kita dalam sistem bahasa yang kita pakai. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa sebenarnya manusia hanya mengalami waktu fisis yang terus berjalan tanpa dapat dikembalikan lagi. Akan tetapi, dengan mengonseptualisasinya dalam waktu kronis manusia dapat mengetahui sejarah, masa kini, dan hari esok. Untuk mengungkapkan apa yang disebut waktu fisis dan kronis tersebut, digunakanlah bahasa sebagai alat sehingga muncullah waktu kebahasaan yang dikaitkan dengan saat penuturan atau saat pengujaran.

3 13 Setiap bahasa di dunia ini mempunyai kategori yang berkaitan dengan waktu kebahasaan karena kategori ini bersifat universal. Artinya, setiap bahasa mempunyai unsur yang digunakan untuk mengungkap waktu yang terlibat dalam pengujaran. Pada bahasa-bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, kategori ini diungkapkan secara gramatikal. Akan tetapi, ada pula bahasa yang menggunakan bentuk-bentuk leksikal untuk mengungkapnya, termasuk bahasa Indonesia. Contoh: (2) I eat fried rice Saya makan nasi goreng (3) I have eaten fried rice Saya sudah makan nasi goreng Berikut ini adalah penjelasan beberapa ahli bahasa mengenai masalah kewaktuan yang terlibat dalam bahasa (waktu kebahasaan) Bernard Comrie (1985) Pembahasan Comrie mengenai kewaktuan dituangkan dalam dua bukunya, yakni Tense (1985) dan Aspect (1985). Tense (kala) yang diungkapkan Comrie (1985: 9) merupakan bentuk gramatikal yang menempatkan peristiwa dalam waktu. Hal ini berarti bentuk kala terintegrasi dalam sistem suatu bahasa. Bentuk kala dalam bahasa Inggris terwujud dalam tataran morfosintaksis. Verba yang menjadi predikat mengalami perubahan bentuk dasar seperti mendapat tambahan afiks tertentu sehingga mengungkap makna kewaktuan. Contoh: (4) I write a novel. (kini) (5) I wrote a novel. (lampau)

4 14 Tidak semua bahasa mempunyai kategori kala dalam sistem bahasanya. Pada bahasa tak berkala, pengungkapan peristiwa dalam waktu dapat dilakukan dengan merujuk pada bentuk leksikal tertentu. Kalimat contoh di bawah ini menunjukkan bahwa kala lampau dipahami berdasarkan nomina waktu kemarin, bukan berdasarkan kategori gramatikal pada verba. Contoh: (6) Kemarin Adi mengajak Dimas ke Puncak. Comrie (1985: 3) merumuskan aspek sebagai different ways of viewing the internal tempoal constituency of a situation. Aspek merupakan bentuk lain dari unsur internal kewaktuan dalam suatu situasi atau peristiwa. Unsur-unsur internal kewaktuan yang dimksud adalah masalah pungtual dan duratif, telis, dan atelis, serta statif dan dinamis. Selain dibahas pada tataran morfosintaktis, kategori aspek juga dijelaskan dalam bentuk makna aspektual. Hal ini berarti kategori aspek yang diungkapkan Comrie (1985: 6) merujuk pada hal yang bersifat semantis. Dalam bahasa Inggris, (7) John was singing dan (8) John is singing berbeda dalam hal tense (kala). Sementara itu, (9) John was singing dan (10) John sang berbeda dalam segi aspek. Kalimat contoh (7) berbentuk lampau (past) yang ditandai dengan verba bantu (auxilary verb) bentuk lampau was. Sementara itu, kalimat contoh (8) berbentuk kini (present) yang ditandai dengan verba bantu is. Selain itu, keduanya sama-sama mengungkap aspek progresif, yakni aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung. Hal ini ditandai dengan verba dengan akhiran ing.

5 15 Di lain pihak, kalimat contoh (9) dan (10) sama-sama berbentuk lampau, tetapi makna aspektual yang dapat dipahami dari kedua kalimat tersebut berbeda. Kalimat contoh (9) mengungkap aspek progresif melalui verba berakhiran ing, sementara kalimat contoh (10) yang berbentuk kala lampau mengungkap aspek perfektif, yakni aspek yang menyatakan perbuatan selesai Benny H. Hoed (1992) Dalam penelitiannya Kala dalam Novel: Fungsi dan Penerjemahannya, Hoed (1992) menggunakan bahasa Perancis, sebagai bahasa yang mengungkap masalah kewaktuan secara gramatikal, untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hoed (1992: 29) merumuskan beberapa istilah yang terkait dengan masalah kewaktuan. Ia membedakan antara konsep waktu, waktu kebahasaan, Sistem Rujukan Waktu (SRW), dan kala. Konsep waktu menerangkan bagaimana manusia menempatkan dirinya dalam waktu. Waktu kebahasaan menggambarkan bagaimana bahasa memandang waktu atau bagaimana konsep waktu dijelaskan dari segi bahasa dan diwujudkan dalam SRW. SRW adalah suatu kerangka yang dimaksudkan sebagai rujukan semantis guna membandingkan dua bahasa yang terlibat dalam kegiatan penerjemahan. SRW secara konkret diwujudkan dengan kala. Jadi, kala merupakan perwujudan dari SRW dan merupakan alat pengungkap waktu kebahasaan. Dari perumusan Hoed (1992: 29) tersebut, dapat diketahui bahwa fokus penelitiannya adalah mengenai kategori kala yang merupakan perwujudan dari

6 16 sebuah kerangka semantis SRW. Istilah kala dapat dikatakan sebagai padanan dari apa yang dikenal sebagai tense dalam bahasa Inggris 3. Kala yang dimaksud Hoed (1992: 33 34) adalah alat kebahasaan yang digunakan untuk menempatkan peristiwa dalam waktu. Hoed menggunakan istilah bahasa berkala dan bahasa tanpa kala. Bahasa-bahasa seperti bahasa Inggris dan Perancis merupakan contoh bahasa berkala, sementara bahasa Indonesia merupakan contoh dari bahasa tanpa kala. Berdasarkan penjelasan tersebut, bukan berarti bahwa bahasa tanpa kala tidak dapat menempatkan peristiwa dalam waktu. Bahasa tanpa kala menempatkan peristiwa dalam waktu dengan alat kebahasaan lain. Bahasa yang disebut Hoed (1992: 33 34) sebagai bahasa berkala, seperti bahasa Perancis dan bahasa Inggris, mengungkapkan kala secara gramatikal (tenses). Sementara itu, bahasa yang disebutnya sebagai bahasa tanpa kala, seperti bahasa Indonesia, menggunakan bentuk leksikal tertentu dan hubungan antarkalimat sampai antarwacana untuk menyatakan kala John Lyons (1995) Lyons (1995) mengungkap tiga istilah yang berkaitan dengan masalah kewaktuan dalam bahasa, yakni kala, modus, dan aspek. Lyons (1995: 298) menyebutkan kategori kala berhubungan dengan waktu yang diungkapkan dengan kontras gramatikal yang semantis. Kontras gramatikal dalam hal ini yaitu past, 3 Penjelasan mengenai kala yang dirumuskan oleh Hoed (1992) akan diberikan pada subbab selanjutnya.

7 17 present, dan future ( lampau, kini, dan mendatang ). Banyak ahli yang menyangka tiga bentuk gramatikal tersebut merupakan ciri bahasa yang universal. Tetapi Lyons (1995: 298) menyatakan tidak demikian halnya. Kala tidak terdapat dalam semua bahasa. Contoh: (11) I jumped from the rooftop saya lompat dari atap Bentuk kala pada contoh di atas adalah simple past tense. Hal ini ditandai dengan verba infleksi jumped (V-ed) yang mengungkap makna kala lampau. Peristiwa jumped lompat terjadi pada suatu waktu sebelum waktu pengujaran sebagai titik acuan. Makna lampau merupakan kategori semantis yang diketahui berdasarkan bentuk yang terwujud secara morfologis, yakni verba infleksi jumped. Selanjutnya, istilah lain yang dikaitkan dengan masalah kewaktuan adalah modus. Lyons (1995: 300) menerangkan modus sebagai hal yang berkenaan dengan sikap pembicara terhadap apa yang diutarakannya. Modus diungkapkan dalam bentuk modal yang mengungkap keharusan, kemungkinan, kepastian, keraguan, dan sebagainya, yang berkaitan dengan sikap pembicara. Bentuk ini sesungguhnya tidak berkaitan langsung dengan masalah kewaktuan. Akan tetapi, keberadaannya sering dikaitkan dan dipersilangkan dengan kala. Ada ahli bahasa yang menganggap bentuk kala tertentu terkadang mengungkap makna modus. Akan tetapi, hal ini terjadi pada kasus khusus dan berbeda dengan hal yang penulis teliti sehingga tidak akan dibicarakan lebih lanjut.

8 18 Istilah lain yang diungkap Lyons (1995) dalam hal kewaktuan adalah aspek. Lyons (1995: 307) secara umum menjelaskan aspek sebagai alat untuk mengungkapkan keselesaian suatu peristiwa. Aspek dapat mengungkap apakah sebuah peristiwa sudah, sedang, atau belum berlangsung. Istilah-istilah yang terkait dengan aspek menurut Lyons (1995) antara lain perfektif, imperfektif, habituatuf, progresif, statif, duratif, dan pungtual (momentan). Penjelasan lebih lanjut mengenai aspek menurut Lyons akan diberikan pada subbab selanjutnya. Lyons tidak membedakan antara aspek dan aksional. Dalam Nurhayati (1999: 13 14), Lyons (1977) menyebut Aktionsart hanya bermakna kind of action yakni sejenis aksi. Ia tidak menggunakan istilah Aktionsart melainkan aspectual character (karakter aspektual) atau character (karakter) saja. Lyons mengartikannya sebagai bagian makna verba yang secara lazim mengacu ke jenis-jenis situasi tertentu. Penggunaan aspek secara umum diungkapkan secara gramatikal sementara konsep karakter aspektual diungkapkan secara leksikal Carl Bache (1997) Carl Bache, linguis asal Jerman, secara konsisten membedakan antara kala, aspek, dan aksionalitas. Dalam bukunya, The Study of Aspect, Tense, and Action, Bache (1997) menyebutkan kala (tense), aspek (aspect), dan aksional (action) sebagai kategori gramatikal yang mengungkapkan makna temporal (temporality), keaspekan

9 19 (aspectuality), dan keaksionalan (actionality) di dalam metabahasa. Unsur metabahasa yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu linguistik. Perbedaan antara aspek dan aksional terdapat dalam tataran semantik. Istilah aksional berasal dari bahasa Jerman Aktionsart. Istilah tersebut dapat diartikan sebagai manner of action 4, yakni dapat dikatakan pula sebagai karakteristik aksi yang terdapat dalam predikatnya. Menurut Bache (1985: 11) dalam Nurhayati (1999: 42), Aktionsart tidak sama dengan makna aktual verba, tetapi mengacu pada perbedaan jenis tindakan atau jenis situasi. Unsur-usur yang terdapat dalam karakteristik verba yang berkaitan dengan kewakuan seperti statif dan duratif, telis dan atelis, serta duratif dan momentan, dikaji oleh Bache sebagai kategori aksional yang mengungkap keaksionalan. Semetara itu, ahli bahasa lain, seperti Comrie (1985) dan Lyons (1995) menelaahnya sebagai bagian dari aspek. Setelah menguraikan pandapat beberapa ahli bahasa, penulis menemukan beberapa istilah yang berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam bahasa. Terdapat kategori kala, yakni kategori yang berkaitan dengan penempatan peristiwa dalam waktu (kini, lampau, dan mendatang); kategori modus yang berkaitan dengan sikap pembicara (harus, ragu, boleh, dan sebagainya); kategori aspek yang berkaitan 4 Dalam Routledge Dictionary of Language and Linguistics, Aktionsart didefinisikan sebagai, German term meaning manner of action ; itu is used by some linguist (esp. German and Slavinic) to denote the lexicalization of semantic distinction in verbal meaning, as opossed to aspect. (hlm. 14)

10 20 dengan keselesaian suatu peristiwa (sudah, akan, atau sedang berlangsung); serta aksional yang pembahasannya bertumpang tindih dengan kategori aspek. Untuk memperkecil pembahasan, penulis memfokuskan penelitian ini pada kategori kala dan aspek. Penulis tidak akan membahas modus karena kategori ini tidak berkaitan dengan penelian. Sementara itu, aksional juga tidak akan dibahas karena unsur-unsur yang terdapat di dalamnya juga dibahas dalam kategori aspek. Dengan demikian, pembahasan pada subbab selanjutnya adalah pemaparan lebih dalam atas kategori kala dan aspek. 2.2 Teori tentang Kala Telah disebutkan sejak awal bahwa dalam bahasa Indonesia tidak terdapat makna temporal (kala) dalam sistem verbanya. Hal ini diungkapkan Gonda (1954) dalam Hoed (1992: 88). Akan tetapi, Gonda menambahkan bahwa terdapat bentukbentuk tertentu yang dapat memberi tambahan makna kewaktuan pada suatu peristiwa. Dalam penelitian ini, kategori kala juga turut diuraikan dalam teori karena berkaitan dengan bahasa Inggris yang mempunyai sistem gramatikal kala di dalamnya. Uraian ini diberikan untuk menganalisis bentuk kala yang muncul dalam data bahasa Inggris. Lyons (1995: 298) menyebutkan ciri hakiki kategori kala adalah bahwa hal itu menghubungkan waktu perbuatan, kejadian, atau peristiwa bahasa yang diacu dalam kalimat dengan waktu ujaran. Kategori kala tidak harus terdapat dalam

11 21 suatu bahasa karena setiap bahasa mempunyai cara yang berbeda-beda untuk mengungkap kewaktuan. Comrie (1985: 13) menyebut kala sebagai kategori deiktis karena merujuk pada hal di luar bahasa, yakni waktu. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa perujukan waktu tersebut dilakukan secara arbitrer karena kita tidak pernah tahu dengan pasti bagian yang merupakan titik awal atau pun akhir dari waktu. Kita baru dapat menentukan sebuah peristiwa yang diujarkan mengungkap kala kini, lampau atau mendatang setelah mengetahui titik yang menjadi rujukan (pusat deiktis). Kala kini (present) merupakan bentuk yang biasanya dijadikan sebagai pusat deiktis. Berikut adalah garis waktu yang biasa digunakan untuk menentukan kala. Lampau Kini Mendatang (past) (present) (future) Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis menggunakan rumusan Comrie mengenai bentuk kala mutlak (absolute tense). Terdapat tiga kala mutlak yang dirumuskan Comrie (1985: 36), yakni present tense, past tense, dan future tense. a. Present tense (kala kini) merupakan bentuk yang mengungkap peristiwa yang berlangsung pada pusat deiktis dalam garis waktu. Dalam bahasa inggris, bentuk present tense ditandai denggan verba bentuk dasar (base) atau verba dengan akhiran s/-es.. Dalam banyak bahasa, termasuk bahasa Inggris, present tense juga digunakan untuk mengungkap hal yang menjadi kebiasaan (aspek habituatif). Misalnya pada kalimat (12) John goes to work at eight o clock in the morning

12 22 (everyday). Pergi ke kantor setap pukul delapan pagi merupakan kebiasaan yang dilakukan John setiap hari. Tanpa menuliskan keterangan everyday pun kebiasaan tersebut dapat dipahami. b. Past tense (kala lampau) merupakan bentuk kala yang menempatkan peristiwa dalam waktu sebelum waktu kini. Dalam garis waktu, kala lampau terletak di sebelah kiri pusat deiktis. Bentuk ini ditandai oleh verba bentuk lampau atau verba dengan akhiran d/-ed. Contoh: (13) John went to the cinema yesterday John pergi ke bioskop kemarin. Peristiwa pergi ke bioskop telah terjadi pada suatu waktu sebelum kini. Bentuk past tense mutlak seperti ini juga mengungkap aspek perfektif karena peristiwa tersebut sudah selesai terjadi di waktu sebelum waktu kini. Hal ini menunjukkan kaitan antara kategori kala dan aspek. Menurut Smith (1991: 137), beberapa bahasa seperti bahasa Melayu termasuk bahasa Indonesia serta bahasa Hebrew klasik tidak mempunyai kategori gramatikal untuk mengungkapkan kala. Dalam bahasa-bahasa tersebut, waktu kebahasaan diungkapkan secara langsung dalam bentuk penggunaan adverbia waktu atau secara tidak langsung melalui sudut pandang aspektual. Contoh: (14) Mula-mula kugunakan kekuatanku untuk bersenang-senang. (SMD, hlm.4) Contoh di atas merupakan contoh kalimat dalam bahasa Indonesia yang penulis ambil dari data. Kalimat tersebut mengungkapkan aspek inkoatif, yakni aspek

13 23 yang menggambarkan perbuatan mulai. Dalam kalimat (14) aspek inkoatif diungkapkan melalui bentuk leksikal mula-mula. Aspek ini menunjukkan perbuatan yang berlangsung pada waktu sebelum kini. Dalam garis waktu, peristiwa yang diungkapkan dalam kalimat contoh (14) tersebut berada di sebelah kiri pusat deiktis sehingga mengandung kala lampau. c. Future tense (kala mendatang) merupakan bentuk kala yang menempatkan peristiwa dalam waktu setelah waktu kini. Dalam garis waktu, kala mendatang terletak di sebelah kanan pusat deiktis. Bentuk ini ditandai dengan verba bantu will. Sebenarnya, bentuk kala ini masih menimbulkan perdebatan. Comrie (1985: 45) menyatakan tidak ada bahasa yang mengungkap futur tense secara benar-benar gramatikal. Bentuk ini ditandai oleh bentuk leksikal will. Verba dalam kala ini tetap berbentuk verba dasar. Contoh: (15) I will go to Anyer next week saya akan pergi ke Anyer pekan depan. (16) They will have an exam tomorrow mereka akan mengikuti ujian besok. Setelah menguraikan hal-hal yang terkait dengan kategori kala, penulis memahami kategori kala sebagai kategori yang menghubungkan waktu perbuatan, kejadian, atau peristiwa bahasa yang diacu dalam kalimat dengan waktu ujaran. Kategori ini mengungkap apakah suatu peristiwa terjadi pada waktu lampau, kini, atau mendatang (past, present, atau future), dengan waktu ujaran sebagai tolok ukur pusat deiktis.

14 24 Kategori kala tidak harus selalu diungkapkan secara gramatikal dalam bahasa. Dalam hal ini bahasa Indonesia yang tidak mempunyai sistem kala tidak harus memaksakan munculnya ungkapan kewaktuan pada saat menerjemahkan bahasa berkala, seperti bahasa Inggris. Akan tetapi, bentuk kewaktuan lampau, kini, dan mendatang dapat dipahami dengan mengaitkan unsur-unsur lain yang muncul, seperti nomina waktu. Pada bagian analisis, penulis akan mencari bentuk-bentuk kewaktuan yang muncul dalam bahasa Indonesia. Pada data berbahasa inggris, kategori kala tentu dapat diidentifikasi secara gramatikal. Bentuk kewaktuan ini memang tidak harus muncul dalam bahasa Indonesia, tetapi dapat dipahami berdasarkan konteks Unsur yang dijadikan tolok ukur dalam menentukan unsur kala dalam bahasa Indonesia adalah verba dan waktu pengujaran. Berbeda dengan bentuk wacana lisan, waktu pengujaran pada wacana tertulis seperti buku cerita yang penulis gunakan sebagai data ditandai pada saat dibaca. Kala kini menunjukkan perbuatan yang diungkapkan melalui verba terjadi pada waktu pengujaran. Kala lampau menunjukkan perbuatan terjadi sebelum pengujaran. Kala mendatang menyatakan perbuatan akan berlangsung dalam waktu mendatang. Pada bentuk-bentuk tertentu, makna kala hanya dipahami berdasarkan konteks yang terbangun dalam cerita. Bentuk yang sama tidak berarti mengungkap makna yang sama, tergantung konteksnya.

15 Teori tentang Aspek Istilah aspek, menurut Lyons (1995: 2980, pertama kali diungkapkan untuk mengacu pada perbedaan perfektif dan imperfektif dan infleksi verba dalam bahasa Rusia dan bahasa-bahasa Slavonika lainnya. Smith (1991: 22) mengemukakan bahwa kategori aspek merupakan kategori yang bersifat universal. Sistem aspek yang berlaku pada bahasa-bahasa yang ada tidak terlalu jauh berbeda. The concepts of aspect play a role in all languages, so far as we know. And the aspect system of different languages are strkingly similar...they also vary in subtle and not-sosubtle ways. Dalam setiap bahasa, kategori aspek berkaitan dengan masalah perfektif dan imperfektif. Di dalamnya, juga terkandung unsur temporal seperti progresif, duratif, pungtual, dan sebagainya. Lyons (1995: 307) secara umum menjelaskan aspek sebagai alat untuk mengungkapkan keselesaian suatu peristiwa. Dalam bahasa Indonesia, masalah perfektif dan imperfektif atau selesai dan belum/tidak selesai biasanya dipahami berdasarkan konteks kalimat meski kadang-kadang juga diungkapkan dalam bentuk leksikal tertentu. Contoh: (17) Masalah itu pun terpecahkan (SMD, hlm 9). Dalam kalimat contoh tersebut, aspek perfektif diketahui berdasarkan konteks verba berprefiks ter- yang menyatakan perbuatan telah selesai dan berarti dapat dipecahkan. Oleh karena bersifat universal, kategori aspek juga dibicarakan dalam bahasa Indonesia. Montolalu (2001) menganggap kategori aspek bahasa Indonesia dapat

16 26 diukur dalam tataran wacana. Kategori aspek yang diungkapkan Montolalu merupakan kategori semantis yang disebut sebagai makna aspektual. Montolalu (2001: 296) menyimpulkan tiga makna aspektual yang dijumpai dalam wacana bahasa Indonesia. (1) makna aspektual perfektif; (2) makna aspektual imperfektif; dan (3) makna aspektual yang netral. Sudut pandang perfektif berinteraksi dengan situasi yang bertitik akhir, sementara sudut pandang imperfektif berinteraksi dengan situasi yang tidak bertitik akhir alamiah. Sudut pandang netral tidak berinteraksi dengan titik akhir. Berdasarkan penelitian Montolalu (2001: 3), diketahui bahwa pengungkapan makna perfektif dilakukan melalui verba berafiks me-i, me-kan, di-i, di-kan, memperi, memper-kan, diper-i, diper-kan, ter- dan frase verbal dengan pemarkah sudah, telah, habis, setelah, selesai, baru. Pengungkapan makna imperfektif diungkapkan melalui verba berafiks ber- dan frase verbal bermarkah sedang, tengah, lagi, masih, terus, sering, selalu. Akan tetapi, pada umumnya, untuk menyatakan konsep kewaktuan dalam bahasa Indonesia dipakai alat-alat kebahasaan seperti (a) nomina waktu; (b) adverbia waktu; (c) bentuk leksikal tertentu; (d) afiks; atau (e) verba. Dalam Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, Kridalaksana (2005: 53) menyebutkan beberapa afiks pembentuk verba yang berperan dalam mengungkap makna aspektual. Misalnya, sufiks i pada menanami dan menyirami yang membentuk verba bermakna repetitif. Selain itu, ada prefiks ter- yang bermakna perfektif pada terinjak dan terjatuh.

17 27 Di samping afiks pembentuk verba, alat kebahasaan lain yang muncul untuk mengungkap waktu kebahasaan adalah nomina waktu. Kridalaksana (2005: 72) menyebutkan beberapa nomina yang berfungsi sebagai penunjuk waktu, seperti pagi, petang, waktu, zaman, tahun, hari, sore dan minggu. Kridalaksana (2005: 85) juga memaparkan adverbia sebagai penanda aspek, yakni lagi, masih, pernah, sudah, telah, mulai. Akan tetapi, ia menambahkan catatan bahwa terdapat beberapa aspek yang tidak diungkapkan oleh adverbia melainkan diungkapkan oleh alat kebahasaan lainya. Samsuri dalam bukunya Tata Kalimat Bahasa Indonesia (1985) menyinggung masalah aspek sebagai bagian yang menjadi pemadu dalam kalimat yang menjelaskan predikatnya. Di samping keterangan waktu, Samsuri (1985: 416) menjelaskan, bahasa Indonesia menggunakan sejumlah kata yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan, atau hal sesuatu, atau singkatnya proposisi yang dinyatakan oleh kalimat, dalam keadaan selesai, tengah berlangsung, atau akan berlaku. Hal ini berbeda dengan pengertian kala (tense) pada bahasa Inggris karena dalam bahasa Indonesia keadaan itu tidak dinyatakan dengan menggunakan bentuk gramatikal melainkan dengan pemakaian partikel yang ditempatkan sebelum konstruksi dasar. Oleh karena partikel itu menunjukkan semacam aspek dari peristiwa, keadaan, atau hal yang dimaksudkan dalam kalimat, Samsuri menyebut partikel tersebut sebagai aspek. Contoh: (18) Adik telah membaca buku itu

18 28 (19) Kami akan pergi ke Anyer. Selain yang berkaitan dengan makna aspektual perfektif dan imperfektif, penulis membahas beberapa makna aspektual yang muncul dalam bahasa Indonesia. Berikut ini beberapa makna aspektual yang akan dibahas pada bagian analisis. 1. Aspek frekuentatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berulang berkali-kali (kekerapannya). Contoh: (20) Kami sering memancing di danau UI. (21) Mahasiswa angkatan 2004 jarang datang ke kampus. 2. Aspek habituatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan yang menjadi kebiasaan. Contoh: (22) Biasanya, jalanan ibukota menjadi lebih padat pada hari Senin. (23) Ibu senantiasa menyiapkan sarapan yang bergizi untuk kami. 3. Aspek inkoatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan mulai. Contoh: (24) Masyarakat mulai bersiap menghadapi kenaikan harga BBM. 4. Aspek kontinuatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berlangsung berkesinambungan. Bentuk ini muncul pada verba yang bersifat statif. Contoh: (25) Ia menjadi dosen sejak tahun1960 sampai sekarang. 5. Aspek progresif, yakni aspek yang menuatakan perbuatan sedang berlangsung. Bentuk ini muncul pada verba yang bersifat dinamis. Contoh: (26) Para pegawai tengah berkutat dengan tugasnya masing-masing.

19 29 6. Aspek momentan, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berlangsung sebentar. Contoh: (27) Ia menoleh sesaat kemudian menghilang. 7. Aspek repetitif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berulang. Contoh: (28) Mereka melempari kami dengan batu. Bentuk-bentuk aspek yang diuraikan di atas sebenarnya merupakan penjabaran dari dua bentuk aspek yang utama, yakni aspek perfektif dan imperfektif. Aspek momentan dapat digolongkan sebagai bagian dari aspek perfektif. Aspek ini menyatakan peristiwa sudah selesai. Sementara itu, aspek frekuentatif, habituatif, inkoatif, kontinuatif, progresif, dan repetitif dapat dikatakan pula sebagai aspek imperfektif. Aspek-aspek ini tidak mengungkapkan peristiwa yang selesai. Dalam rumusan Comrie (1985: 25), terungkap bahwa aspek habituatif, kontinuatif, dan progresif memang bagian dari aspek imperfektif. Penulis memahami kategori aspek sebagai makna keselesaian suatu peristiwa yang diungkapkan dalam predikat. Aspek dapat mengungkap apakah peristiwa sudah selesai, belum selesai, sedang berlangsung, selalu berlangsung, atau baru saja berlangsung. Dalam bahasa Indonesia, kategori aspek dapat dipahami secara semantis berdasarkan bentuk-bentuk leksikal yang ada. Aspek juga dapat dipahami dengan melihat unsur-unsur yang muncul dalam wacana. Oleh karena itu, makna aspektual harus dipahami berdasarkan konteks wacananya. Pengungkapan bentuk-bentuk ini dalam bahasa Indonesia merupakan fokus penelitan yang penulis lakukan.

20 Teori tentang Terjemahan Teori mengenai penerjemahan juga penulis gunakan untuk mendukung penelitian ini. Konsep-konsep penerjemahan Larson (1989), Moeliono (1989) dan Widyamartaya (2006) akan digunakan dalam penelitian ini. Ketiganya membicarakan masalah-masalah yang muncul dalam bidang terjemahan di Indonesia. Di dalamnya terdapat pula tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penerjemahan di Indonesia, tidak hanya masalahnya, tetapi juga konsep-konsepnya serta aturan-aturan yang digunakan dalam kaitannya dengan penerjemahan aspek ke dalam bahasa Indonesia. Moeliono (1989: 55) menyebutkan bahwa kita dapat menggolongkan kegiatan terjemahan ke dalam tiga kelompok besar. Pertama ialah terjemahan yang dilakukan kata demi kata, dengan tujuan tidak menyimpang sedikit pun dari ciri-ciri lahiriah bahasa. Terjemahan macam ini disebut sebagai terjemahan harfiah. Penerjemahan harfiah mutlak, menurut Larson (1989: 16), adalah penerjemahan yang dilakukan baris per baris (interlinear). Penerjemahan jenis ini sangat berguna untuk studi bahasa sumber. Akan tetapi, penerjemahan harfiah tidak cukup membantu pembaca bahasa sasaran yang ingin mengetahui makna teks sumber. Penerjemahan harfiah hampir tidak mempunyai nilai komunikasi. Kelompok kedua adalah terjemahan yang bentuk bahasanya tidak terikat pada naskah sumbernya, tetapi tujuannya ialah mengungkapkan intisari dari ide atau maksud yang terkandung dalam naskah asli. Terjemahan jenis ini biasanya paling mudah dipahami orang karena di dalamnya telah terjalin tafsiran penerjemah.

21 31 Terjemahan seperti itu juga dapat disebut sebagai terjemahan bebas. Larson (1989: 18) menyatakan, Sebuah terjemahan disebut terlalu bebas jika dalam penerjemahan itu ditambahkan informasi lain yang tidak ada dalam teks sumber atau jika kenyataan latar historisdan teks bahasa sumber diubah. Kelompok ketiga ialah terjemahan yang mengarah pada kesepadanan atau ekuivalensi antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Terjemahan seperti itu tidak termasuk terjemahan harfiah karena tidak didasarkan pada terjemahan kata demi kata. Akan tetapi, terjemahan macam itu tidak pula disebut sebagai terjemahan yang bebas karena dalam hal bentuknya masih terikat dengan ciri lahiriah naskah sumber. Terjemahan yang seperti itu dapat disebut sebagai terjemahan idiomatik. Terjemahan yang idiomatik dapat dianggap ada di tengah kedua ekstrem, antara terjemahan yang harfiah dan terjemahan bebas (1989: 56). Sasaran dari kegiatan penerjemahan adalah menyampaikan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dengan demikian, idealnya, penerjemahan yang dilakukan adalah penerjemahan idiomatis. Akan tetapi, penerjemahan menurut Larson (1989) seringkali merupakan gabungan antara pengalihan harfiah satuan leksikal dan terjemahan idiomatis makna teks itu. Sesungguhnya, tidak mudah membuat penerjemahan idiomatis secara konsisten. Widyamartaya (2006: 56) menuliskan rambu-rambu yang harus diketahui penerjemah dalam hal penerjemahan tenses. Tidak seperti pada bahasa Inggris, bahasa Indonesia tidak mempunyai konsep verbal concord, yakni persesuaian bentuk

22 32 kata kerja dengan subjeknya, dan juga tidak ada tenses, yaitu persesuaian bentuk kata kerja sesuai dengan waktunya: waktu sekarang, lampau, atau akan datang. Oleh karena itu, penerjemahan bentuk tenses bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dapat disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan bahasa Indonesia untuk mengungkapnya. Kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk lampau tidak harus selalu diimbangi dengan kata telah atau sudah pada terjemahannya karena dalam bahasa Indonesia ada verba tertentu yang telah mencakup makna aspek tertentu. Misalnya, kalimat last week, I went to the cinema dapat diterjemahkan menjadi minggu lalu, saya pergi ke bioskop tanpa harus menambah kata telah atau sudah sebelum kata pergi. Keterangan waktu minggu lalu sudah cukup mejelaskan peristiwa pergi sudah terjadi dan waktunya sudah lewat sehingga penerjemah tidak perlu mengutak-atik verbanya lagi. Hal ini juga berlaku pada penerjemahan tenses lainnya, seperti perfect tense, progressive tense, future tense, dan juga kombinasinya. Bentuk tenses yang sudah dikombinasi memang lebih kompleks. Misalnya, gabungan antara past tense dengan perfect tense; progressive tense dengan perfect tense; atau bahkan gabungan tiga tenses sekaligus. Dalam hal ini, penerjemah harus menghasilkan terjemahan seluwes-luwesnya dengan menghindari ungkapan kaku, seperti sudah sedang, akan sedang, telah akan, sudah akan sedang. Konsep waktu dalam bahasa Indonesia dapat dimengerti melalui konteks kalimatnya.

23 33 Dalam kaitannya dengan terjemahan, penyampaian makna adalah hal yang utama. Segala bentuk kemudahan hendaknya dibuat agar pembaca dapat mengerti produk terjemahan dengan baik. Jikalau terpaksa terjadi perombakan, penghilangan, ataupun penambahan bagian-bagian tertentu, hal itu dibenarkan dalam mencapai kemudahan pengertian. Oleh karena itu, pekerjaan menerjemah akan melibatkan apa yang disebut dengan competence (kompetensi) dan performance (perwujudan). Casson (1981) dalam Herlina (1988: 16) menguraikan pengertian competence dan performance sebagai berikut. Competence is the ability or capacity of the speaker to produce and understand the sentences that are syntactically, semantically, and phonologically acceptble; it is distinct from performance which is the speaker s actual use of his knowledge in the production and interpretation of sentences. (kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan pembicara untuk menghasilkan dan memahami kalimat yang dapat diterima secara sintaktis, semantis, dan fonologis; sedangkan perwujudan adalah penggunaan pengetahuan tersebut oleh pembicara dalam menghasilkan dan menafsirkan kalimat). Sebagai contoh, ungkapan jika menegur seseorang Selamat pagi, Bu! Mau ke mana? seringkali salah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sehingga menjadi, Good morning, Ma am! Where are you going? Seharusnya, dalam bahasa Inggris ungkapan tersebut menjadi Good morning, Ma am! How are you? Dalam contoh tersebut, kesalahan terjadi karena performance bahasa Inggris dan bahasa Indonesia berbeda. Kebudayaan Inggris dengan kebudayaan Indonesia berbeda. Penerjemahan tersebut dilihat berdasarkan konteks atau situasi menyampaikan salam atau menegur dan bukan dalam konteks menanyakan arah tujuan seseorang.

24 34 Menurut Larson (1989: 15), kategori terjemahan yang lebih baik adalah terjemahan idiomatik. Penerjemah tidak menerjemahkan bentuk, melainkan makna. Akan tetapi, terdapat bentuk kalimat yang sudah dapat dipahami melalui terjemahan harfiah saja. Memang cukup sulit membuat suatu bentuk terjemahan dengan satu tipe tertentu secara konsisten. Selain itu, kombinasi bentuk terjemahan akan membuat pembaca lebih mendapatkan variasi bentuk bacaan. Pada buku-buku bacaan tertentu, tenses dalam bahasa Inggris dapat terwujud dengan cukup rumit. Atas dasar masalah tenses yang rumit ini, penulis menggunakan buku cerita anak sebagai sumber data. Dalam cerita anak, kompleksitas tenses dihindari karena berkaitan dengan kemampuan bahasa anak-anak sehingga data ini dapat mempermudah penelitian penulis. Dalam kaitannya dengan teori terjemahan, penulis menilai bentuk terjemahan dalam SMD adalah kombinasi antara penerjemahan harfiah dan idiomatis. Penerjemahan idiomatis terdapat pada kalimat yang jika diterjemahkan secara harfiah tidak memiliki nilai komunikasi terhadap pembaca sasarannya. Akan tetapi, penulis tetap memaparkan terjemahan harfiah atas setiap kalimat yang ada dalam data. Hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan pemunculan bentuk kategori aspek dan kala yang menjadi fokus penelitian ini.

Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia

Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia NISA ANDINI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap masalah kewaktuan. Terdapat bahasa yang mempunyai sistem yang mengungkap masalah kewaktuan secara

Lebih terperinci

IHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI)

IHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI) IHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI) Pada beberapa bahasa aspek, temporalitas, dan modalitas merupakan subbahasan semantik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan tidak terlepas dari kehidupan manusia. Tidak hanya bagi pemelajar asing, tapi juga masyarakat umum. Namun, mereka terkadang tidak menyadari bahwa cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak zaman dahulu, bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Bahasa senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi kesulitan dan kesalahan. Hal itu terjadi akibat siswa tersebut masih menggunakan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses penerjemahan bahasa sumber terhadap bahasa sasaran bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang penerjemah dikatakan berhasil menerjemahkan

Lebih terperinci

ASPEK, ADVERBIA WAKTU, DAN KALA DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA (Aspect, Adverb of Time, and Tenses in English and Indonesian)

ASPEK, ADVERBIA WAKTU, DAN KALA DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA (Aspect, Adverb of Time, and Tenses in English and Indonesian) SAWERIGADING Volume 15 No. 3, Desember 2009 Halaman 329 335 ASPEK, ADVERBIA WAKTU, DAN KALA DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA (Aspect, Adverb of Time, and Tenses in English and Indonesian) Mansur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berkomunikasi antar manusia dibutuhkan bahasa yang disepakati oleh pengguna bahasa itu sendiri. Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, dan sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. Makna dan fungsi..., Nurhayati, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 7 PENUTUP. Makna dan fungsi..., Nurhayati, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 7 PENUTUP 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan dalam BAB 4 6, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pemarkah temporal dalam novel detektif klasik berbahasa Inggris dapat mengungkapkan

Lebih terperinci

Marilah kita lihat contoh berikut :

Marilah kita lihat contoh berikut : Sekarang kita menginjak ke tahapan penting kedua pelajaran kita. Dalam pelajaran IV ini, kita akan mempelajari pengungkapan kalimat yang TIDAK menggunakan AKAN, SUDAH, SEDANG. Kalimat yang kita buat disini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

I. MATERI : TENSES Tenses yaitu bentuk kata kerja Bahasa Inggris yang perubahannya berkaitan dengan waktu.

I. MATERI : TENSES Tenses yaitu bentuk kata kerja Bahasa Inggris yang perubahannya berkaitan dengan waktu. I. MATERI : TENSES Tenses yaitu bentuk kata kerja Bahasa Inggris yang perubahannya berkaitan dengan waktu. Misal: Verb 1 (infinitive), Verb 2, dan Verb 3. Contoh penggunaan tenses : 1. Saya belajar di

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,

Lebih terperinci

BAB VI KESALAHAN KESALAHAN SISWA DALAM MEMBUAT KALIMAT SEDERHANA

BAB VI KESALAHAN KESALAHAN SISWA DALAM MEMBUAT KALIMAT SEDERHANA 108 BAB VI KESALAHAN KESALAHAN SISWA DALAM MEMBUAT KALIMAT SEDERHANA 6.1 Kalimat Sederhana Siswa sekolah dasar dalam mempelajari bahasa Inggris selain mendengarkan, dan berbicara, siswa juga dituntut untuk

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan Negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari dompet merupakan benda yang sangat penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap penting dan dapat diletakkan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fenomena bahasa yang terkadang membuat permasalahan dan menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah penggunaan kata it sebagai

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia.

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Bab 5 Ringkasan Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Tetapi perbedaan struktur kalimat antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sering menjadi kendala bagi pemelajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari satu pihak ke pihak lainnya. Melalui

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN ANALISIS GRAMMAR

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN ANALISIS GRAMMAR Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 9 No. 3 Oktober 2014 43 PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN ANALISIS GRAMMAR Rionaldo Putra 1), Indah Fitri Astuti 2), Awang Harsa K 3) 1,2,3) Program Studi Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kata kerja bantu modal atau modal memiliki fungsi sebagai pengungkap sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana pembicara menyatakan sikapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah dikodratkan oleh penciptanya untuk hidup berkomunikasi, salah satu bentuk komunikasi adalah dengan bahasa. Bahasa merupakan ungkapan manusia yang

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Kebutuhan akan bahasa sudah jauh sebelum manusia mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya dalam bentuk cerita (sumber: wikipedia.com). Penulis novel disebut novelis. Kata novel

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni sebagai alat utama berkomunikasi. Seorang pemakai bahasa dalam penyampaian suatu hal, menginginkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan sesama manusia. Dalam berinteraksi juga dibutuhkan. bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal diluar bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan sesama manusia. Dalam berinteraksi juga dibutuhkan. bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal diluar bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat pemersatu antara manusia satu dengan manusia yang lain. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya juga butuh interaksi dengan sesama manusia. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbedaan bahasa sudah tidak lagi menjadi hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia. Tuntutan mendapatkan informasi inilah yang memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis.

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis. Menulis esai dalam bahasa Inggris membutuhkan kemampuan dalam memilih kata dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA

METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA Bagaimana belajar bahasa kedua dilihat dari kemunculan metode yang dikategorikan sebagai metode tradisional? 7/19/11 Tadkiroatun Musfiroh 1 LIMA DIMENSI METODE BELAJAR

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinonimi adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun, memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata atau padanan kata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena itu jika kita berbicara tentang kapan lahirnya sebuah bahasa, maka jawabannya adalah sejak manusia ada.

Lebih terperinci

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi EKUIVALENSI LEKSIKAL DALAM WACANA NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI DEE LESTARI: SUATU KAJIAN WACANA Ayu Ashari Abstrak. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemunculan ekuivalensi leksikal dalam wacana

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN. karena novel merupakan suatu upaya komunikasi kebahasaan karena teks novel

BAB III KESIMPULAN. karena novel merupakan suatu upaya komunikasi kebahasaan karena teks novel BAB III KESIMPULAN Skripsi ini membandingkan antara penataan informasi pada bahasa Prancis sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai BSa yag bersumber dari dua novel berbahasa Prancis dan terjemahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

fonologi morfologi linguistik sintaksis semantik

fonologi morfologi linguistik sintaksis semantik Linguistik Terapan Objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah, yakni manusia yang berfungsi sebagai sistem komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; keseharian manusia, yang dipakai sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. Untuk mengerti kemanusiaan orang harus mengerti nature (sifat) dari bahasa yang membuat manusia

Lebih terperinci

Cakrawala, ISSN , Volume 3, November KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd.

Cakrawala, ISSN , Volume 3, November KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd. Cakrawala, ISSN 1858-449, Volume 3, November 2008 KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd. Abstrak Bahasa Jawa dan bahasa Arab sangat terlihat

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech. Selain nomina, ajektiva, pronomina, verba, preposisi, konjungsi, dan interjeksi, adverbia

Lebih terperinci

ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH. Nanda Dwi Astri

ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH. Nanda Dwi Astri Telangkai Bahasa dan Sastra, Juli 2014, 87-100 Copyright 2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1978-8266 Tahun ke-8, No 2 ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teks hukum merupakan jenis teks yang bersifat sangat formal dan sangat terstruktur. Teks hukum ini sangat beragam macamnya, yang paling mudah kita kenali adalah surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan warna kulit, ras, agama, bangsa dan negara. Bahasa merupakan perwujudan suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

NAHROWI SPEAKING THERAPY. Cara Jitu Bisa Ngomong Inggris. Penerbit Self Publishing

NAHROWI SPEAKING THERAPY. Cara Jitu Bisa Ngomong Inggris. Penerbit Self Publishing NAHROWI SPEAKING THERAPY Cara Jitu Bisa Ngomong Inggris Penerbit Self Publishing Speaking Therapy Oleh: Nahrowi Copyright 2013 by (Nahrowi) Penerbit : Self Publishing Desain Sampul : (nulisbuku.com) Diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada contoh (1) di atas, terlihat bahwa verba يقرأ /yaqra?u/ merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada contoh (1) di atas, terlihat bahwa verba يقرأ /yaqra?u/ merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kata dapat digolongkan ke dalam kelas atau kategori yang masing-masing mempunyai fungsi dalam kalimat. Bahasa Indonesia mempunyai empat kategori utama yaitu verba,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat terlepas dari bahasa karena bahasa adalah alat yang dipakainya untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan,

Lebih terperinci

Bentuk ini juga berlaku untuk BISA DI, HARUS DI, MUNGKIN DI, BOLEH DI

Bentuk ini juga berlaku untuk BISA DI, HARUS DI, MUNGKIN DI, BOLEH DI Pelajaran VII ini adalah tahapan penting ketiga, yang akan membawa kita bisa berbahasa Inggris dengan baik dan benar. Jika kita dapat melewatkan pelajaran VII atau tahapan penting ketiga ini dengan betul-betul

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

Lesson 72: Present Perfect Simple. Pelajaran 72: Present Perfect Simple

Lesson 72: Present Perfect Simple. Pelajaran 72: Present Perfect Simple Lesson 72: Present Perfect Simple Pelajaran 72: Present Perfect Simple Reading (Membaca) I have been to that cinema before. (Saya sudah ke bioskop itu sebelumnya.) He has studied English. (Dia sudah belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang dipelajari banyak negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Seiring perkembangan zaman dan era globalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk sosial, dorongan untuk berkomunikasi muncul dari keinginan manusia untuk dapat berinteraksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk

1. PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001:21). Manusia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan suatu pesan dari seseorang ke orang lain. Berbahasa yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan suatu pesan dari seseorang ke orang lain. Berbahasa yang baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan dari seseorang ke orang lain. Berbahasa yang baik dan benar ialah berbahasa sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap

Lebih terperinci

Jurnal Sastra Indonesia

Jurnal Sastra Indonesia JSI 2 (1) (2013) Jurnal Sastra Indonesia http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi ANALISIS KONTRASTIF BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ARAB BERDASARKAN KALA, JUMLAH, DAN PERSONA Miftahur Rohim, Suprapti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009 ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat sarjanah S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Suatu masalah dapat dipecahkan secara lebih efisien dan efektif apabila pemecahannya menggunakan sebuah metode dan metodologi yang tepat Pengertian metodologi

Lebih terperinci

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN PELANGGARAN MAKSIM PADA SUBTITLE FILM THE QUEEN (KAJIAN TERJEMAHAN DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK) Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa baik secara lisan maupun secara tulis tidak terlepas dari penggunaan kata-kata yang menyusun suatu kalimat. Pada konteks bahasa lisan hal ini dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci