ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH. Nanda Dwi Astri
|
|
- Liani Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Telangkai Bahasa dan Sastra, Juli 2014, Copyright 2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN Tahun ke-8, No 2 ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH Nanda Dwi Astri nandadwi_astri@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini membahas perilaku sintaksis aspektualitas bahasa Jawa desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak yang dilanjutkan dengan teknik sadap, teknik simak libat cakap, dan teknik catat. Pada pengkajian data digunakan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dengan teknik lanjutan berupa teknik ganti, teknik balik, dan teknik sisip. Dalam bahasa Jawa desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah ditemukan dua belas bentuk aspektualiser, yaitu uwes (sudah; telah; selesai), urung (belum), arek (akan), ijek (masih), entes (baru), tetep (tetap), lekas (mulai), terus-terusan (terus menerus), sedilut (sebentar; sejenak), kerep (selalu), biosone (biasanya), dan ujug-ujug (tiba-tiba). Kedua belas bentuk aspektualiser ini memiliki perilaku sintaksis masing-masing jika berkomposisi dengan bentuk temporalitas dan modalitas. Tinjauan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendapat Tadjudin karena pandangannya tentang aspek mempunyai persamaan dengan aspektualitas yang ditemukan dalam bahasa Jawa desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah. Dilihat dari segi aspektualitas, makna aspektualitas pada kedua belas aspektualiser tersebut memiliki makna masing-masing yang maknanya sama saja dalam pemakaian dengan verba pungtual/telik, verba aktivitas/atelik, verba statis/atelik, dan verba statif/atelik. Kata kunci: aspektualitas PENDAHULUAN Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2007:32). Bahasa merupakan hasil dari aktivitas manusia. Melalui bahasa akan terungkap yang ingin disampaikan pembicara kepada pendengar, penulis kepada pembaca, dan penyapa kepada yang disapa. Setiap bahasa pada dasarnya mengenal konsep waktu, tetapi cara pengungkapan waktu pada bahasa yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Ada bahasa yang mengungkapkan waktu secara morfologis dan ada pula yang mengungkapkan secara leksikal (Whorf dalam Mutia, 2006:1). Secara semantik, istilah yang digunakan untuk mengungkapkan waktu yang berhubungan dengan peristiwa, keadaan, dan proses dalam bahasa Indonesia adalah aspek. Aspek adalah cara memandang struktur temporal intern suatu situasi (Comrie dalam Djajasudarma, 1999:26). Dalam linguistik, aspek tergolong ke dalam tiga subkategori tata bahasa yang berurusan dengan semantik verba. Tiga semantik verba itu yakni aspektualitas, 87
2 Nanda Dwi Astri temporalitas, dan modalitas. Menurut Tadjuddin (2005:3), aspektualitas dan temporalitas mempelajari sifat-sifat keberlangsungan situasi (yaitu gejala luar bahasa yang berupa peristiwa, proses/aktivitas, keadaan) dilihat dari segi waktu yang menyertai keberlangsungan situasi tersebut, sedangkan modalitas mempelajari situasi dari sudut pandang bermacam-macam sikap pembicara terhadap situasi yang berlangsung. verba aspektualitas temporalitas modalitas Definisi aspektualitas: waktu bukan waktu are different ways of viewing the internal temporal constituency of the situation (Comrie, 1976:3) Dari defenisi tersebut, baik secara eksplisit maupun secara implisit, menggambarkan dua macam gejala luar bahasa berupa unsur waktu (time, temporal, moments) dan situasi (event, action, process, activity). Adapun unsur waktu, seperti yang terutama tampak pada defenisi Comrie adalah waktu internal, yang beragam sifatnya, sesuai dengan keragaman sifat situasi, yakni gejala luar bahasa, yang dalam bentuk bahasa diungkapkan melalui berbagai bentuk verba di dalam kalimat. Berdasarkan cirriciri tersebut dapat diperoleh, aspektualitas adalah subkategori semantik fungsional yang mempelajari bermacam-macam sifat unsur waktu internal situasi (peristiwa, proses, atau keadaan), yang secara lingual (dalam bentuk bahasa) terkandung di dalam semantik verba (Tadjudin, 2005:9). Berdasarkan definisi aspektualitas tadi diperoleh perbedaan antara dua subkategori tata bahasa, aspektualitas dan temporalitas. Pada temporalitas unsur waktu bersifat lokatif, mengacu pada waktu-waktu absolut (minggu lalu, kemarin, besok, lusa, tahun depan) dan/atau waktu relatif (dulu, sekarang, nanti, kelak) dan pada umumnya, berorientasi pada waktu ujaran (speech moment). Pada temporalitas, dengan demikian, situasi dapat berlangsung sebelum waktu ujaran (kemarin, minggu lalu, dulu, dsb.) atau bersamaan dengan waktu ujaran (hari ini, saat ini, sekarang, dsb.) atau sesudah waktu ujaran (besok, tahun depan, nanti, kelak, dsb.) (Tadjudin, 2005:9). Aspek diduga banyak terdapat pada bahasa-bahasa di dunia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa aspek merupakan gejala bahasa yang universal (Djajasudarma, 1999:25). Dalam bahasa Indonesia, aspekualitas tampak pada penggunaan kata sedang, sudah, telah, sering, selalu, jarang, baru, masih, dan sebagainya. Misalnya, (1) Kakak sudah pergi. Bahasa Jawa masih digunakan oleh masyarakat bersuku Jawa di desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah. Hal ini membuktikan bahwa eksistensi bahasa Jawa begitu tinggi, karena tidak di daerah asalnya saja bahasa Jawa berkembang, bahkan sampai keluar daerah asalnya pun masih tetap dijadikan sebagai sarana komunikasi sehari-hari. Bahasa Jawa juga mengenal aspektualitas, seperti yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Aspektualitas dalam bahasa Jawa dapat diungkapkan melalui adverbial seperti uwes sudah, eje masih, entes baru, dan lain-lain. Misal: (2) Bapak uwes lungo nang Jogja. Bapak sudah pergi ke Jogja 88
3 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014 Penelitian mengenai aspektualitas ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian yang ada sebelumnya karena fokus yang diteliti adalah bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa di desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah yang masih terus mempertahankan eksistensinya. Setiap bahasa di dunia memiliki sifat unik dan tidak semua masyarakatnya dapat mempertahankan eksistensinya, apa lagi jika masyarakat tersebut sudah keluar dari daerah asalnya. Hal inilah yang menjadi latar belakang peneliti tertarik untuk meneliti aspektualitas bahasa Jawa oleh penuturnya di desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah. Peneliti ingin mengungkapkan keunikan aspektualitas bahasa Jawa di desa yang masih mempertahankan eksistensi bahasa Jawa tersebut. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:(1)bagaimanakah perilaku sintaksis aspektualitas bahasa Jawa di desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah?(2)Bagaimanakah perilaku sintaksis aspektualitas yang gramatikal dalam bahasa Jawa di desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah? Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan perilaku sintaksis aspektualitas bahasa Jawa di desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah (2) Mendeskripsikan perilaku sintaksis aspektualitas yang gramatikal dalam bahasa Jawa di desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah. KAJIAN PUSTAKA Aspektualitas Aspektualitas adalah subkategori semantik fungsional yang mempelajari bermacam-macam sifat unsur waktu internal situasi (peristiwa, proses, atau keadaan), yang secara lingual (dalam bentuk bahasa) terkandung di dalam semantik verba (Tadjudin, 2005:9). Verhaar (1996:239) menyatakan bahwa aspek menunjukkan segi arti verba yang berkaitan dimulainya, berlangsungnya, terjadinya, diulang tidaknya, selesai tidaknya, atau ada tidaknya hasil dari keadaan atau tindakan tersebut. Dalam kaitannya dengan sintaksis, bentuk penanda aspek mempunyai ciri diantaranya cenderung bergabung dengan verba bantu. Misalnya, aspek sudah dapat mendahului atau mengikuti verba bantu akan atau harus. Aspek sedang dapat berperilaku sama dengan sudah, tetapi terbatas pada waktu verba bantu akan saja. Aspek sedang pada umumnya tidak dapat bergabung dengan harus. Dengan memperhatikan keserasian makna, baik sedang maupun sudah dapat digabungkan dengan bisa, boleh, suka, ingin dengan ketentuan harus mendahului kata tersebut. Jadi, sudah bisa, sudah boleh, sedang suka, sedang ingin berterima tetapi bisa sudah, boleh sudah, suka dengan, ingin sedang tidak berterima (Moeliono, 1997:129). Menurut Tadjudin (dalam Mutia, 2006:15), bentuk aspek secara sintaksis berupa pemarkah frase verbal telah, sudah, baru, habis, selesai, usai yang mengungkapkan makna perfektif, sedangkan makna imperfektif melalui pemarkah frase verbal kekontinuatifan terus, tetap, dan sebagainya, serta pemarkah frase verbal keiteratifan sering, selalu, dan sebagainya. Dari berbagai bahasa dikenal adanya berbagai macam aspek, antara lain: 1. Aspek kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung. 2. Aspek inseptif, yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai. 3. Aspek progesif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung. 89
4 Nanda Dwi Astri 4. Aspek repetitif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulangulang. 5. Aspek perfektif, yati aspek yang memyatakan perbuatan sudah selesai. 6. Aspek imperfektif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan yang berlangsung sebentar. 7. Aspek sesatif, yaitu yang menyatakan perbuatan berakhir. (Chaer, 1994: 259; bandingkan dengan Comrie dalam Sutarni, 1992: 7; Kridalaksana, 1993:10; Fokker, dalam Mutia,1972: 36) Dalam perilaku sintaksis aspektualitas dikenal adanya istilah aksionalitas, yaitu makna aspektualitas inheren verba. Makna aspektualitas inheren verba menggambarkan bermacam-macam sifat situasi yang secara inheren terkandung di dalam semantik verba. Tabel 1 Makna aspektualitas Inheren Verba Bahasa Indonesia subkelas verba Sifat-sifat situasi Dinamis Telik Duratif Homogen Pungtual (peristiwa sekilas) Aktivitas (proses) Statis statif (keadaan) Telik dikatakan tentang perbuatan yang jelas batas akhirnya atau tuntas, misalnya, menanam dan mengubah (Kridalaksana, 2008: 238), sedangkan atelik dikatakan tentang perbuatan yang tidak jelas selesainya atau tidak tuntas, misalnya, bertanam dan berubah (Kridalaksana, 2008: 22). Situasi telik adalah situasi yang unsur waktunya mengandung batas internal, contohnya: datang dan lempar, sedangkan situasi atelik adalah situasi yang unsur waktunya tidak mengandung batas internal, contoh: baca dan berlari (Tadjudin, 2005:160). Di dalam linguistik, aspek tergolong ke dalam tiga subkategori tata bahasa yang berurusan dengan semantik verba. Tiga semantik verba itu ialah aspektualitas, temporalitas, dan modalitas. Ketiga sub-kategori tata bahasa ini memiliki suatu keterkaitan satu sama lain. Aspektualitas dan Temporalitas Bertolak dari konsep/definisi aspektualitas di atas, perbedaan di antara keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada temporalitas unsur waktu bersifat lokatif, mengacu pada waktu-waktu absolut (minggu lalu, kemarin, besok, lusa, tahun depan) dan/atau waktu relatif (dulu, sekarang, nanti, kelak) dan, pada umumnya, berorientasi pada waktu ujaran (speech moment). Pada temporalitas, dengan demikian, situasi dapat berlangsung sebelum waktu ujaran (kemarin, minggu lalu, dulu, dsb.) atau bersamaan dengan waktu ujaran (hari ini, saat ini, sekarang, dsb.) atau sesudah waktu ujaran (besok, tahun depan, nanti, kelak, dsb.) (Tadjudin, 2005: 9). Pada kategori aspektualitas waktu bukan merupakan lokasi tempat berlangsungnya situasi, melainkan sebaliknya, situasi itu sendiri yang menjadi lokasi tempat hadirnya waktu. Jadi, waktu berada dalam situasi, bukan di luar situasi (Tadjudin, 2005: 10). Aspektualitas dalam bahasa Indonesia dapat diungkapkan melalui aspektualiser berupa adverbial durasi, seperti sekilas, sebentar, lama, terus-menerus, berkali-kali, sering, dsb. (Tadjudin, 2005: 13). 90
5 Aspektualitas dan Modalitas Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014 Mengenai perbedaan semantik aspektualitas dari modalitas, secara konseptual, para pengamat berbeda pendapat (Tadjudin, 1993: 28-29). Ada yang berpendapat bahwa aspektualitas menggambarkan pilihan objektif pengujar atas situasi yang diungkapkan oleh verba (predikat), sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa aspektualitas bersifat subjektif. Dalam hal ini penulis mengikuti pendapat Tadjudin pada pernyataan pertama. Dasar logika nya dapat dilihat dari kedua contoh berikut: Ia habis membaca buku ketika saya datang (perfektif) Ia tetap membaca buku ketika saya datang (imperfektif) Jika seseorang memilih menggunakan verba perfektif atau imperfektif, seperti pada kalimat pertama atau kedua, jelas bahwa sikap tersebut tidak ditentukan oleh keinginan subjektif orang itu, melainkan oleh fakta objektif berdasarkan gejala luar bahasa (gambaran dunia). Jika menurut fakta, perbuatan membaca itu berlangsung sampai rampung (tamat), ia mau tidak mau harus menggunakan bentuk perfektif, jika tidak demikian menurut fakta, ia pasti menggunakan bentuk imperfektif. Menurut Tadjudin (2005: 16) aspektualitas berbeda dengan modalitas. Modalitas menggambarkan pandangan atau sikap subjektif si pengujar. Sikap itu dalam bahasa Indonesia biasanya tampak pada penggunaan kata ingin, harap, mari, sudilah, dapat, boleh, mungkin, akan, harus, seharusnya, mesti, perlu, sepantasnya, pasti, tentu, barangkali, mungkin. (Bandingkan dengan pengungkap aspektualitas (aspektualiser) sudah, sedang, lama, sebentar, dsb). Titik Temu antara Aspektualitas dengan Temporalitas dan Modalitas Dalam bahasa Indonesia gejala titik temu itu tampaknya dapat diamati pada kata sudah, sepertinya, dalam kalimat Besok pukul dua belas saya sudah makan. Kata sudah di sini mengandung dua makna, yaitu makna aspektualitas, dalam hal ini aspektualitas kompletif (peristiwa makan berlangsung secara tuntas) dan makna modalitas (Tadjudin, 2005: 17), dalam hal ini modalitas kepastian (obligatif). Bahasa Jawa: Jawa Ngoko (ekspresi komunikasi arus bawah) Menurut pendapat umum, bahasa Jawa memiliki paling tidak tiga macam varietas, yakni: ngoko (kasar), madya (menengah), dan krama (halus)(dalam Purwoko, 2008:vi). Bahasa Jawa yang digunakan di desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah ini adalah bahasa Jawa Ngoko. Errington menegaskan dalam catatannya bahwa: ngoko adalah bahasa dasar yang dipakai orang Jawa sewaktu berpikir, sewaktu berbicara dengan kawan akrab dan bawahan, sewaktu marah. Ngoko adalah bentuk ekspresi verbal yang paling spontan dan wajar. Bahasa basis biasa menunjukkan kode linguistik yang biasa dipakai di ranah keluarga. Hal ini merupakan semacam vernacular (bahasa nonstandar) atau bentuk ujaran yang diwariskan oleh orang tua kepada anaknya sebagai media primer dalam komunikasi (lihat Petyt dalam Purwoko, 2008: 134). Penelitian mengenai aspektualitas ini sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Pertama, Syarifah Mutia, mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, dengan judul skripsinya Aspek dalam Bahasa Aceh: Tinjauan Sintaksis dan Semantik (2006). Dalam pengumpulan data digunakan studi pustaka yang dilanjutkan dengan teknik catat. Dalam skripsi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa posisi aspek dalam kalimat bahasa Aceh dapat berada di awal, di tengah, dan di akhir. Secara 91
6 Nanda Dwi Astri semantik, bentuk tersebut apabila dapat bergabung dengan verba dapat menyatakan makna aspek berupa peristiwa sudah selesai, masih berlangsung, berulang-ulang, dan menjadi kebiasaan. Dari keterangan di atas, jelaslah tampak perbedaan penelitian yang dilakukan masing-masing peneliti. Hal tersebut tentu saja berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis. Dalam hal ini penulis akan melakukan penelitian aspektualitas bahasa Jawa di desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah. METODOLOGI Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode simak (Sudaryanto, 1993:33). Metode simak merupakan metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini, penggunaan bahasa yang disimak adalah penggunaan bahasa Jawa pada masyarakat bersuku Jawa. Sesuai dengan jenis data, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik sadap. Teknik sadap dilakukan dengan menyadap pembicaraan pengguna bahasa Jawa dalam masyarakat bersuku Jawa. Selanjutnya, dengan teknik simak libat cakap, kegiatan ini dilakukan pertama-tama dengan berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak pembicaraan. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik catat. Teknik catat adalah mencatat data yang dikumpulkan dari penerapan hasil teknik sebelumnya (Sudaryanto, 1993: 33). Metode dan Teknik Analisis Data Metode yang digunakan dalam pengkajian data adalah metode agih, yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1995: 15). Teknik dasar yang dipakai adalah teknik bagi unsur langsung yang membagi satuan data lingualnya menjadi beberapa bagian, misalnya: (1) Pitek kae uwis mangan caceng wingi. Ayam itu sudah makan cacing semalam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Pitek kae // uwis mangan // caceng // wingi Untuk mengembangkan teknik bagi unsur langsung ini dipakai teknik lanjutan (Sudaryanto, 1993: 36) yang meliputi: (1) Teknik ganti; (2) Teknik balik; dan (3) Teknik sisip. Teknik ganti Teknik ganti, yaitu menggantikan unsur tertentu dengan satuan lingual unsur yang lain di luar satuan lingual yang bersangkutan. Misalnya, penggantian bentuk uwis pada (1) dengan arek akan menghasilkan kalimat (2) berikut: (2) a. Pitek kae uwis mangan caceng wingi. Ayam itu sudah makan cacing semalam b. Pitek kae uwis mangan caceng biyen. Ayam itu sudah makan cacing dahulu c. *Pitek kae arek mangan caceng wingi. Ayam itu akan makan cacing semalam Penggantian temporalitas wingi dengan biyen menghasilkan kalimat yang gramatikal pada kalimat (2a) dan (2b) sebab bentuk tersebut mempunyai distribusi yang 92
7 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014 sama. Namun, pada kalimat (2c) pemakaian partikel arek akan tidak gramatikal dalam konstruksi yang sama pada kalimat (2a), sebab ada pertentangan antara penggunaan partikel wingi semalam dengan arek akan. Teknik balik Teknik balik, yaitu mengubah letak satuan lingual yang ada. Teknik ini digunakan untuk mengetahui fungsi dan posisi penanda aspek dalam struktur kalimat. Misalnya, apabila satuan lingual pada kalimat (1) dipindahkan akan diperoleh kalimat (3) berikut: (3) a. Pitek kae uwis mangan caceng wingi. Ayam itu sudah makan cacing semalam b. *Pitek kae mangan caceng uwis wingi. Ayam itu makan cacing sudah semalam c. *Wingi pitek uwis kae mangan caceng. Semalam ayam sudah itu makan cacing Kalimat (3b) dan (3c) tidak berterima secara semantik dan sintaksis. Jadi, kalimat ini tidak berterima secara gramatikal. Teknik sisip Teknik sisip, yaitu menyisipkan unsur tertentu di antara unsur lingual yang ada atau di tengah unsur satuan lingual datanya. Unsur yang disisipkan merupakan bentuk aspek ejek masih, temporalitas sak iki sekarang, dan modalitas pasti pasti. Misalnya: (4) a. Yuyuk turu nang kamar. Kakak tidur di kamar b. Yuyuk pasti ejek turu nang kamar sak iki. Kakak pasti masih tidur di kamar sekarang TEMUAN DAN PEMBAHASAN Perilaku Sintaksis Aspektualitas Bahasa Jawa Desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah Pemakaian bersama Verba Pungtual/Telik Pemakaian pengungkap aspektualitas (aspektualiser) uwes (sudah; telah; selesai) dalam kalimat di desa Bandar Tengah adalah sebagai berikut: (1) a. Wawak uwes ngelempar selop nang jobo. Paman sudah lempar sandal di luar b. Wawak uwes ngelempar selop nang jobo wingi. Paman sudah lempar sandal di luar semalam c. Wingi wawak uwes ngelempar selop nang jobo. Semalam paman sudah lempar sandal di luar d. Wawak uwes ngelempar selop nang jobo sak iki. Paman sudah lempar sandal di luar sekarang 93
8 Nanda Dwi Astri e. Sak iki wawak uwes ngelempar selop nang jobo. Sekarang paman sudah lempar sandal di luar f. * Wawak uwes ngelempar selop nang jobo sesok. Paman sudah lempar sandal di luar besok g. *Sesok wawak uwes ngelempar selop nang jobo. Besok paman sudah pasti lempar sandal di luar Kalimat (1a) merupakan kalimat yang hanya masih dibubuhi aspektualisernya saja, tanpa ada bentuk temporalitas. Kalimat (1b) s/d (1g) di atas merupakan kalimat yang sudah berkomposisi dengan bentuk temporalitas dan bentuk aspektualitas. Bentuk temporalitas tersebut tampak dengan adanya pemakaian wingi, sak iki, dan sesok, sedangkan bentuk aspektualitas tersebut tampak dengan adanya pemakaian uwes. Kedua bentuk tersebut menerangkan verba pungtual/telik (lempar) yang menggambarkan peristiwa yang jelas batas akhirnya. Komposisi pemakaian uwes dengan bentuk temporalitas wingi dan sak iki pada kalimat dengan verba pungtual/telik merupakan kalimat yang gramatikal. Hal ini disebabkan adanya keserasian makna antara uwes dengan bentuk temporalitas wingi dan sak iki pada kalimat verba pungtual/telik. Berbeda halnya dengan komposisi uwes dengan temporalitas sesok yang tidak gramatikal pada kostruksi yang sama dalam kalimat tersebut, sebab adanya pertentangan makna antara keduanya, sesok menerangkan lokasi waktu yang akan datang, tidak sesuai dengan uwes yang menggambarkan peristiwa verba terjadi di masa lalu. Pemakaian bersama Verba Aktivitas/Atelik Pemakaian bersama Verba Aktivitas + Unsur Terikat Pemakaian aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai) dalam kalimat di desa Bandar Tengah adalah sebagai berikut: (2) a. Mbah lanang uwes mboco koran lawas Kakek sudah membaca koran lama b. Mbah lanang uwes mboco koran lawas wingi Kakek sudah membaca koran lama semalam c. Wingi mbah lanang uwes mboco koran lawas Semalam kakek sudah membaca koran lama d. Mbah lanang uwes mboco koran lawas sak iki Kakek sudah membaca koran lama sekarang e. Sak iki mbah lanang uwes mboco koran lawas Sekarang kakek sudah membaca koran lama f. *Mbah lanang uwes mboco koran lawas sesok Kakek sudah membaca koran lama besok g. *Sesok mbah lanang uwes mboco koran lawas Besok kakek sudah membaca koran lama Kalimat (2a) merupakan kalimat yang hanya masih dibubuhi aspektualitasnya saja, tanpa ada bentuk temporalitas. Kalimat (2b) s/d (2g) di atas merupakan kalimat yang sudah berkomposisi dengan bentuk temporalitas dan bentuk aspektualitas. Bentuk temporalitas tersebut tampak dengan adanya pemakaian wingi, sak iki, dan sesok, sedangkan bentuk aspektualitas tersebut tampak dengan adanya pemakaian uwes. Kedua bentuk tersebut menerangkan verba pungtual/telik (lempar) yang menggambarkan peristiwa yang jelas batas akhirnya. Komposisi pemakaian uwes dengan bentuk temporalitas wingi dan sak iki pada kalimat dengan verba aktivitas/atelik merupakan kalimat yang gramatikal. Hal ini disebabkan adanya keserasian makna antara uwes dengan bentuk temporalitas wingi dan sak iki pada kalimat verba aktivitas/atelik, berbeda halnya dengan komposisi aspektualitas uwes dengan temporalitas sesok yang tidak gramatikal pada kostruksi yang sama dalam kalimat tersebut, sebab adanya pertentangan 94
9 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014 makna antara keduanya, sesok menerangkan lokasi waktu yang akan datang, tidak sesuai dengan uwes yang menggambarkan peristiwa verba terjadi di masa lalu. Pemakaian bersama Verba Statis/Atelik Pemakaian aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai) dalam kalimat di desa Bandar Tengah adalah sebagai berikut: (3) a. Wak Iyem uwes jagong nang isor pokok kelopo. Tante Iyem sudah duduk di bawah pohon kelapa b. Wak Iyem uwes jagong nang isor pokok kelopo wingi. Tante Iyem sudah duduk di bawah pohon kelapa semalam c. Wingi wak Iyem uwes jagong nang isor pokok kelopo. Semalam tante Iyem sudah duduk di bawah pohon kelapa d. Wak Iyem uwes jagong nang isor pokok kelopo sak iki. Tante Iyem sudah duduk di bawah pohon kelapa sekarang e. Sak iki Wak Iyem uwes jagong nang isor pokok kelopo. Sekarang tante Iyem sudah duduk di bawah pohon kelapa f. *Wak Iyem uwes jagong nang isor pokok kelopo sesok. Tante Iyem sudah duduk di bawah pohon kelapa besok g. *Sesok wak Iyem uwes jagong nang isor pokok kelopo. Besok tante Iyem sudah duduk di bawah pohon kelapa Kalimat (3a) merupakan kalimat yang hanya masih dibubuhi aspektualitasnya saja, tanpa ada bentuk temporalitas. Kalimat (3b) s/d (3g) di atas merupakan kalimat yang sudah berkomposisi dengan bentuk temporalitas dan bentuk aspektualitas. Bentuk temporalitas tersebut tampak dengan adanya pemakaian wingi, sak iki, dan sesok, sedangkan bentuk aspektualitas tersebut tampak dengan adanya pemakaian aspektualitas uwes. Kedua bentuk tersebut menerangkan verba aktivitas/atelik (lempar) yang menggambarkan peristiwa yang jelas batas akhirnya. Komposisi pemakaian aspektualitas uwes dengan bentuk temporalitas wingi dan sak iki pada kalimat dengan verba tersebut merupakan kalimat yang gramatikal. Hal ini disebabkan adanya keserasian makna antara aspektualitas uwes dengan bentuk temporalitas wingi dan sak iki pada kalimat verba tersebut, berbeda halnya dengan komposisi aspektualitas uwes dengan temporalitas sesok yang tidak gramatikal pada kostruksi yang sama dalam kalimat tersebut, sebab adanya pertentangan makna antara keduanya, sesok menerangkan lokasi waktu yang akan datang, tidak sesuai dengan aspektualitas uwes yang menggambarkan peristiwa verba terjadi di masa lalu. Pemakaian bersama Verba Statif/Atelik Pemakaian aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai) dalam kalimat di desa Bandar Tengah adalah sebagai berikut: (4) a. Nde en uwes inget sopo uwong tuo ne. Dia sudah ingat siapa orang tuanya b. Nde en uwes inget sopo uwong tuo ne wingi. Dia sudah ingat siapa orang tuanya semalam c. Wingi nde en uwes inget sopo uwong tuo ne. Semalam dia sudah ingat siapa orang tuanya d. Nde en uwes inget sopo uwong tuo ne sak iki. Dia sudah ingat siapa orang tuanya sekarang e. Sak iki nde en uwes inget sopo uwong tuo ne. Sekarang dia sudah ingat siapa orang tuanya 95
10 Nanda Dwi Astri f. *Nde en uwes inget sopo uwong tuo ne sesok. Dia sudah ingat siapa orang tuanya besok g. *Sesok nde en uwes inget sopo uwong tuo ne. Besok dia sudah ingat siapa orang tuanya Kalimat (4a) merupakan kalimat yang hanya masih dibubuhi aspektualitasnya saja, tanpa ada bentuk temporalitas. Kalimat (4b) s/d (4g) di atas merupakan kalimat yang sudah berkomposisi dengan bentuk temporalitas dan bentuk aspektualitas. Bentuk temporalitas tersebut tampak dengan adanya pemakaian wingi, sak iki, dan sesok, sedangkan bentuk aspektualitas tersebut tampak dengan adanya pemakaian aspektualitas uwes. Kedua bentuk tersebut menerangkan verba statif/atelik (lempar) yang menggambarkan peristiwa yang jelas batas akhirnya. Komposisi pemakaian aspektualitas uwes dengan bentuk temporalitas wingi dan sak iki pada kalimat dengan verba statif/atelik merupakan kalimat yang gramatikal. Hal ini disebabkan adanya keserasian makna antara aspektualitas uwes dengan bentuk temporalitas wingi dan sak iki pada kalimat verba statif/atelik, berbeda halnya dengan komposisi aspektualitas uwes dengan temporalitas sesok yang tidak gramatikal pada kostruksi yang sama dalam kalimat tersebut, sebab adanya pertentangan makna antara keduanya, sesok menerangkan lokasi waktu yang akan datang, tidak sesuai dengan aspektualitas uwes yang menggambarkan peristiwa verba terjadi di masa lalu. Perilaku Sintaksis Aspektualitas yang Gramatikal dalam Bahasa Jawa Desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah Pada kalimat no 1 s/d 4 tampak bahwa perilaku sintaksis aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai) dalam kalimat bahasa Jawa desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah. Perbedaan penggunaan aspektualitas dalam bahasa Jawa tampak pada rincian berikut: Aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai), urung (belum), dan ar k (akan) Kalimat-kalimat yang tidak menggunakan satu pun di antara partikel aspektualitas tersebut semuanya gramatikal, hal itu menunjukkan bahwa semua subkelas verba netral dari aspektualitas, temporalitas, dan modalitas. Dalam konstruksi pemakaian kata besok pada kalimat-kalimat yang menggunakan partikel uwes (sudah; telah; selesai) dan urung (belum) semuanya tidak gramatikal, sedangkan yang menggunakan aspektualitas ar k (akan) gramatikal. Hal ini menunjukkan bahwa makna gramatikal ketiga aspektualitas yang disebut pertama berbeda dari yang disebut terakhir. Bahwa dalam konstruksi temporalitas wingi (kemarin), aspektualitas ar k (akan) tidak gramatikal, sedangkan dalam konstruksi yang lain (sesok dan sak iki) gramatikal, hal itu membuktikan bahwa aspektualitas tersebut hanya memiliki satu makna gramatikal, yaitu temporalitas, khususnya waktu mendatang. Dalam konstruksi temporalitas wingi (kemarin), aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai) dan urung (belum) gramatikal. Aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai) dan urung (belum) bermakna aspektualitas, hal itu ternyata pada ketidakgramatikalan pemakaiannya di dalam konstruksi di mana adverbial temporalitas terletak pada akhir kalimat (uwes (sudah; telah; selesai) dan urung (belum)); di sini adverbial temporalitas menerangkan predikat. Oleh karena itu, ketidakkolokatifan pemakaian uwes (sudah; telah; selesai) dengan sesok (besok) sebagai pemarkah waktu absolut mendatang, di satu pihak, dan urung (belum) dengan pemarkah waktu absolut lampau wingi (kemarin) dan sesok (besok), di lain pihak hal itu sepertinya yang menyebabkan kalimat menjadi tidak gramatikal (uwes (sudah; telah; selesai) bertentangan dengan sesok (besok) dan urung (belum) bertentangan dengan wingi (kemarin). 96
11 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014 Kenyataan bahwa, berbeda dari uwes (sudah; telah; selesai), aspektualitas urung (belum) tidak gramatikal dalam konstruksi penggunaan kalimat f, hal itu merupakan perwujudan daripada adanya perbedaan makna leksikal di antara aspektualitas itu dengan kedua aspektualitas lainnya. Uwes (sudah; telah; selesai) mengacu hanya pada satu lokasi waktu, yaitu lampau, di mana perbuatan (peristiwa/aktivitas/statis) atau keadaan (statif) terjadi dan dengan demikian berbeda dari urung (belum) tidak mengandung indikasi tentang kemungkinan terjadinya perbuatan/keadaan itu di waktu yang akan datang. Oleh karena itulah, maka penggunaannya bersama adverbial waktu lampau wingi (kemarin) adalah gramatikal karena kedua pihak memang lokatif. Sementara itu, urung (belum) mengacu pada dua lokasi waktu sekaligus; di satu pihak, waktu lampau di mana perbuatan/keadaan yang seharusnya terjadi tetapi dalam kenyataannya tidak terjadi, dan di lain pihak waktu nonlampau di mana perbuatan/keadaan yang tidak terjadi di waktu lampau itu diharapkan atau dipastikan bakal segera terjadi. Itulah sebabnya penggunaan dengan adverbial waktu lampau (wingi) dan mendatang (sesok) tidak gramatikal. Dengan demikian, semantik partikel urung (belum) adalah unik. Aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai) dan urung (belum) mengandung makna aspektualitas, hal itu terbukti pada kegramatikalan penggunaannya di dalam konstruksi di mana adverbia temporalitas yang terletak pada awal kalimat ternyata tidak mempengaruhi ketidakgramatikalan kalimat (kalimat c untuk urung (belum) dan kalimat g untuk uwes (sudah; telah; selesai)). Kenetralan adverbial temporalitas ini terjadi, sepertinya karena di sini adverbial tersebut menerangkan bukan hanya predikat kalimat, melainkan keseluruhan kalimat inti dengan berbagai kemungkinan makna aspektualitas di dalamnya atau dengan pendekatan lain, adverbial temporalitas di situ adalah topik (bagian kalimat yang menjadi kerangka untuk pernyataan yang mengikutinya) dan klausa yang ada di belakangnya adalah komen/sebutan (pernyataan yang mengikuti topik). Dilihat dari segi aspektualitas, makna pada aspektualitas tersebut memiliki makna yang sama; dalam pemakaian dengan verba pungtual/telik dan verba aktivitas/atelik plus adverbial terikat sama-sama mengungkapkan makna kompletif (situasi lengkap/tuntas) dan makna modalitas, dalam hal ini adalah modalitas obligatif yang bermakna kepastian. Aspektualitas ijek (masih), nt s (baru), dan tetep (tetap) Kalimat-kalimat yang tidak menggunakan satu pun di antara aspektualitas tersebut semuanya gramatikal. Hal itu menunjukkan bahwa semua subkelas verba netral dari aspektualitas dan temporalitas. Dalam hal ini terjadi titik temu antara aspektualitas dengan temporalitas, namun tidak terjadi titik temu dengan modalitas. Dalam konstruksi pemakaian kata sesok (besok) pada kalimat-kalimat yang menggunakan aspektualitas nt s (baru) dalam bahasa Jawa Desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah tidak gramatikal, sedangkan yang menggunakan aspektualitas ijek (masih) dan tetep (tetap) gramatikal, hal ini menunjukkan bahwa makna gramatikal aspektualitas nt s (baru) berbeda dengan aspektualitas ijek (masih) dan tetep (tetap). Pemakaian aspektualitas nt s (baru) tidak gramatikal dalam konstruksi yang sama atas penggunaan kata sesok (besok), sedangkan dalam konstruksi lain aspektualitas nt s (baru) bersama aspektualitas ijek (masih) dan tetep (tetap) yang berada pada kalimat dengan adverbia temporalitas wingi (kemarin) pada akhir kalimat gramatikal, hal itu berarti bahwa ketiga partikel tersebut merupakan aspektualiser yang netral dalam konstruksi penggunaan temporalitas wingi (kemarin) dalam kalimat. Dalam konstruksi pemakaian kata sak iki (sekarang) pada kalimat yang menggunakan aspektualitas nt s (baru) tidak gramatikal, sedangkan yang menggunakan aspektualitas ijek (masih) dan tetep (tetap) gramatikal. 97
12 Nanda Dwi Astri Aspektualitas ijek (masih) mengandung makna gramatikal dalam konstruksi penggunaan aspektualitas dalam kalimat yaitu menyatakan perbuatan yang terus berlangsung yang tergolong ke dalam jenis aspektualitas kontinuatif. Aspektualitas ini mengacu pada tiga lokasi waktu, yaitu waktu yang lampau, waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Aspektualitas nt s (baru) mengandung makna gramatikal dalam konstruksi penggunaan aspektualitas dalam kalimat yang menyatakan makna bahwa peristiwa atau kejadian tersebut baru dimulai yang tergolong ke dalam jenis aspektualitas inseptif. Aspektualitas ini hanya dapat memasuki bentuk temporalitas pada waktu yang lalu. aspektualitas tetep (tetap) mengandung makna gramatikal dalam konstruksi penggunaan aspektualitas dalam kalimat menyatakan perbuatan yang terus berlangsung. Aspektualitas ini dapat memasuki berbagai bentuk temporalitas baik waktu yang lalu, waktu sekarang, maupun waktu mendatang. Dilihat dari segi aspektualitas, makna aspektualitas pada ketiga aspektualitas tersebut memiliki makna masing-masing seperti yang sudah dipaparkan di atas yang makna nya sama saja dalam pemakaian dengan verba pungtual/telik, verba aktivitas/atelik, verba statis/atelik, dan verba statif/atelik. Aspektualitas lekas (mulai), terus-terusan (terus menerus), dan sedilut (sebentar; sejenak) Aspektualitas lekas (mulai), terus-terusan (terus menerus), dan sedilut (sebentar; sejenak) boleh dikatakan sebagai aspektualitas yang unik, sama halnya seperti aspektualitas ijek (masih) dan tetep (tetap), sebab aspektualitas ini sama-sama dapat mengacu pada tiga lokasi waktu, yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang tanpa mengubah makna aspektualitas yang dimilikinya. Dalam hal ini partikel lekas (mulai) menyatakan peristiwa atau kejadian baru mulai, tergolong dalam jenis aspektualitas inseptif. Aspektualitas terus-terusan (terus menerus) menyatakan perbuatan pada posisi predikat terjadi berulang-ulang, tergolong dalam jenis aspektualitas repetitif. Sedangkan aspektualitas sedilut (sebentar; sejenak) menyatakan bahwa perbuatan/peristiwa tersebut berlangsung hanya sebentar, tergolong pada jenis aspektualitas imperfektif. Aspektualitas kerep (selalu), biosone (biasanya), dan ujug-ujug (tiba-tiba) Kalimat-kalimat yang tidak menggunakan satu pun di antara aspektualitas tersebut semuanya gramatikal, hal itu menunjukkan bahwa semua subkelas verba netral dari aspektualitas dan temporalitas. Dalam hal ini terjadi titik temu antara aspektualitas dengan temporalitas, namun tidak terjadi titik temu dengan modalitas. Pada kalimat dengan pemakaian aspektualitas kerep (selalu) mengacu pada tiga lokasi dua lokasi waktu, yaitu waktu lampau dan waktu sekarang, artinya kalimat dengan pemakaian aspektualitas kerep (selalu) akan gramatikal jika bertemu dengan temporalitas kemarin dan, sedangkan jika bertemu dengan bentuk temporalitas sesok tidak gramatikal. Dalam segi aspektualitas, aspektualitas kerep (selalu) menyatakan bahwa suatu perbuatan yang terus berlangsung. Aspektualitas kerep (selalu) tergolong dalam jenis aspektualitas kontinuatif. Pertemuan aspektualitas biosone (biasanya) dengan temporalitas kemarin, sekarang, dan besok dalam kalimat tidak gramatikal walaupun bentuk temporalitas tersebut diletakkan di awal maupun di akhir kalimat, sebab aspektualitas ini tidak mengacu pada lokasi waktu yang bersifat lokatif, ia dapat berdiri sendiri tanpa ada nya unsur temporalitas yang mengikutinya. Aspektualitas biosone (biasanya) menyatakan bahwa verba yang diikutinya terjadi secara berulang. Aspektualitas ini tergolong dalam jenis aspektualitas repetitif. 98
13 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014 Aspektualitas ujug-ujug (tiba-tiba) mengandung makna gramatikal dalam konstruksi penggunaan aspektualitas dalam kalimat, yaitu menyatakan perbuattan atau kejadian baru mulai. Aspektualitas ini tergolong dalam jenis aspektualitas inseptif. Aspektualitas ini mengacu pada tiga lokasi waktu, yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang. Dalam penelitian aspektualitas dalam bahasa Jawa di desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah ini juga tidak ditemukan adanya pemakaian aspektualitas sedang. Jadi untuk menerangkan peristiwa yang sedang terjadi tidak perlu menggunakan aspektualitas sedang, tetapi cukup langsung saja ke bentuk verbanya. Misal: Yayuk mangan nang jero omah kakak makan di dalam rumah Kalimat di atas menerangkan peristiwa/kejadian yang sedang terjadi, namun dalam bahasa Jawa di Desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah tidak ditemukan adanya penggunaan aspektualitas sedang. KESIMPULAN Dalam bahasa Jawa desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah, perilaku sintaksis dapat ditandai dengan adanya penggunaan pengungkap aspektualitas uwes (sudah; telah; selesai), urung (belum), arek (akan), ijek (masih), entes (baru), tetep (tetap), lekas (mulai), terus-terusan (terus menerus), sedilut (sebentar; sejenak), kerep (selalu), biosone (biasanya), dan ujug-ujug (tiba-tiba) yang berkomposisi dengan temporalitas dan modalitas. Titik temu antara aspektualitas dengan temporalitas dan modalitas dapat diamati dari pemakaian partikel uwes (sudah; telah; selesai) dalam kalimat dengan adverbial temporalitas. Kata uwes (sudah; telah; selesai) di sini mengandung dua makna, yaitu makna aspektualitas, dalam hal ini aspektualitas kompletif (peristiwa yang berlangsung secara tuntas) dan makna modalitas, dalam hal ini modalitas kepastian (obligatif). Kegramatikalan perilaku sintaksis tampak dari adanya kesesuaian makna aspektualitas dengan penggunaan pengungkap aspektualitas dalam kalimat. Dari keseluruhan aspektualitas yang ada di desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah tampak adanya kenetralan letak adverbia temporalitas dan jenis verba yang digunakan. Agaknya karena di sini adverbial tersebut menerangkan bukan hanya predikat kalimat, melainkan keseluruhan kalimat inti dengan berbagai kemungkinan makna aspektualitas di dalamnya atau dengan pendekatan lain, adverbial temporalitas di situ adalah topik (bagian kalimat yang menjadi kerangka untuk pernyataan yang mengikutinya) dan klausa yang ada di belakangnya adalah komen/sebutan (pernyataan yang mengikuti topik). Keunikan aspektualitas dalam bahasa Jawa di desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah ini juga tampak dengan tidak ditemukannya pemakaian aspektualiser sedang. DAFTAR PUSTAKA Ayatrohaedi Dialektologi Sebuah pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Chaer, Abdul Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Comrie, Bernard Aspect. Cambridge: Cambridge University. 99
14 Nanda Dwi Astri DjajaSudarma, Fatimah.T Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama. Muslich, Masnur Garis-Garis Besar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh Malang. Parlaungan, dkk Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong Jaya. Poedjosoedarmo, Gloria, dkk Beberapa Masalah Sintaksis dalam Bahasa Jawa. Bandung: Terate. Purwoko, Herudjati Jawa Ngoko. Semarang:Indeks Ramlan, M Sintaksis. Yogyakarta: Karyono Samsuri Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga Sudaryanto Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Tadjuddin, Moh Aspektualitas dalam Kajian Linguistik. Bandung: Alumni. Verhaar, J.W.M Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Skripsi Mutia, Syarifah Aspek dalam Bahasa Aceh Tinjauan Sintaksis dan Semantik Medan. Sastra Indonesia USU Kamus Alwi, dkk Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pusta Kridalaksana, Harimurti Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 100
15 101
PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA
PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang
Lebih terperinciIHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI)
IHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI) Pada beberapa bahasa aspek, temporalitas, dan modalitas merupakan subbahasan semantik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan sesama manusia. Dalam berinteraksi juga dibutuhkan. bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal diluar bahasa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat pemersatu antara manusia satu dengan manusia yang lain. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya juga butuh interaksi dengan sesama manusia. Dalam
Lebih terperinciKATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak
KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam
Lebih terperinciANALISIS KETERANGAN ASPEK PADA CERPEN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI BULAN DESEMBER 2012 (TINJAUAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS KETERANGAN ASPEK PADA CERPEN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI BULAN DESEMBER 2012 (TINJAUAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi
Lebih terperinciSINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat
Lebih terperinciBAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS
Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciPERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.
Lebih terperinciTINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS
TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA Oleh Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK Berdasarkan observasi penulis saat melakukan kegiatan PPL. Anak terlihat cenderung pasif melakukan kegiatan
Lebih terperinciPENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciPENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.
1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. Dalam interaksi sosial masyarakat Jawa, lebih cenderung menggunakan komunikasi
Lebih terperinciASPEKTUALITAS BAHASA MELAYU DIALEK SAMBAS Haries Pribady, Sisilya Saman, Patriantoro
ASPEKTUALITAS BAHASA MELAYU DIALEK SAMBAS Haries Pribady, Sisilya Saman, Patriantoro Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP Untan, Pontianak e-mail: hariespribady@yahoo.com Abstrak: Aspektualitas
Lebih terperinciANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI
ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin
Lebih terperinciPEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA
PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA Himawatul Azmi Nur dan Prembayun Miji Lestari Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, FBS, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan
Lebih terperinciJurnal Sastra Indonesia
JSI 2 (1) (2013) Jurnal Sastra Indonesia http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi ANALISIS KONTRASTIF BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ARAB BERDASARKAN KALA, JUMLAH, DAN PERSONA Miftahur Rohim, Suprapti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam
Lebih terperinciKATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL
KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL Rahmi Harahap Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstract Research on the structural
Lebih terperinciEUFEMIA HOTEL PRODEO PADA BERITA KETIKA ANGIE CEK GIGI DAN NYALON DI HOTEL PRODEO
EUFEMIA HOTEL PRODEO PADA BERITA KETIKA ANGIE CEK GIGI DAN NYALON DI HOTEL PRODEO Idhoofiyatul Fatin Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.
Lebih terperinciPENGGUNAAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA PENYAMPAIAN CERITA PRIBADI ANAK KELAS V DI SD KUNTI ANDONG BOYOLALI
PENGGUNAAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA PENYAMPAIAN CERITA PRIBADI ANAK KELAS V DI SD KUNTI ANDONG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR FUNGSIONAL PADA PERIBAHASA INDONESIA: TINJAUAN SINTAKSIS
ANALISIS STRUKTUR FUNGSIONAL PADA PERIBAHASA INDONESIA: TINJAUAN SINTAKSIS NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Jenis makna konotatif yang terdapat dalam antologi cerkak majalah Djaka
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Jenis makna konotatif yang terdapat dalam antologi cerkak majalah Djaka
Lebih terperinciTATARAN LINGUISTIK (3):
TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal
Lebih terperinciBENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI
BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan ciri yang paling khas manusia yang membedakan dengan makhluk-makhluk lain. Dengan bahasa manusia dapat mengadakan komunikasi, sebab bahasa adalah alat
Lebih terperinciBASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)
BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan dan fungsi yang mendasar. Dengan bahasa manusia dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan dan fungsi yang mendasar. Dengan bahasa manusia dapat tumbuh, berkembang dan melakukan interaksi dengan lingkungan
Lebih terperinciTATARAN LINGUISTIK (3):
Nama : Hengki Firmansyah Nim : 1402408324 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi
Lebih terperinciBentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep
Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang
Lebih terperinciPERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS. Oleh. Suci Sundusiah
PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS Oleh Suci Sundusiah 1. Klausa sebagai Pembentuk Kalimat Majemuk Dalam kajian struktur bahasa Indonesia, kumpulan dua kluasa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2
54 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang interferensi gramatikal bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2 Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana
Lebih terperinciCampur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah
Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah Oleh: Dina Kurniawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa dinakurniawati131@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk
Lebih terperinciBAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS
BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti
Lebih terperinciSTRUKTUR FRASA NOMINA DALAM STIKER VULGAR
STRUKTUR FRASA NOMINA DALAM STIKER VULGAR Usulan Penelitian untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Diajukan Oleh: KARTIKA WAHYUNINGTYAS A310
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Ditemukan 58 kalimat yang menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PEMAKAIAN APOSISI DAN PERLUASAN UNSUR DALAM BERITA KRIMINAL SERGAP DI RCTI NASKAH PUBLIKASI ILMIAH
KARAKTERISTIK PEMAKAIAN APOSISI DAN PERLUASAN UNSUR DALAM BERITA KRIMINAL SERGAP DI RCTI NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun Oleh : ESTI NURUL IDAYANTI A 310 060 123 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciCakrawala, ISSN , Volume 3, November KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd.
Cakrawala, ISSN 1858-449, Volume 3, November 2008 KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd. Abstrak Bahasa Jawa dan bahasa Arab sangat terlihat
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. 1. Variasi kedaerahan bahasa Jawa yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian campur kode dalam tuturan yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Resti Wahyu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat komunikasi karena dengan bahasa kita dapat bertukar pendapat, gagasan dan ide yang kita
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui berbagai tahap penelitian, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Istilah-Istilah dalam Register Fotografi pada Majalah Digital Camera ini dapat
Lebih terperinciPEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat
Lebih terperinciPENGGUNAAN KATA DEK DALAM KABA KLASIK MINANGKABAU
PENGGUNAAN KATA DEK DALAM KABA KLASIK MINANGKABAU SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Budaya pada Jurusan Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan
191 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap verba berafiks bahasa Jawa dalam rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Proses
Lebih terperinciVARIASI BAHASA PADA SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) DALAM SURAT KABAR PADANG EKSPRES: TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK SKRIPSI
VARIASI BAHASA PADA SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) DALAM SURAT KABAR PADANG EKSPRES: TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Jurusan
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Bahasa, Sastra, Indonesia, dan Daerah DIAN TITISARI A
KARAKTERISTIK PENGGUNAAN BAHASA INDONESI SEBAGAI BAHASA IBU PADA ANAK USIA 2-6 TAHUN DI PERUMAHAN GRIYA MAYANG PERMAI, KECAMATAAN GATAK, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciKemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi
Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi
Lebih terperinciASPEKTUALITAS BAHASA BANJAR HULU
1 ASPEKTUALITAS BAHASA BANJAR HULU Oki Rasdana Hasnah Faizah AR Mangatur Sinaga Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT This research antitles Aspectuality
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi
Lebih terperinciBENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA KATA BODOH DALAM BAHASA INDONESIA Adhenda Madarina Idzni Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA KATA BODOH DALAM BAHASA INDONESIA Adhenda Madarina Idzni Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa merupakan sarana yang paling penting bagi
Lebih terperinciPEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK
PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) Oleh : Fitria Dwi Apriliawati pendidikan bahasa dan sastra jawa Fitria_Dwi97@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
Lebih terperinciANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah
ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia
Lebih terperinciPEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI
PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam
11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori tentang Konsep Kewaktuan Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya,
Lebih terperinciAnalisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo
Analisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo Oleh: Rinda Aprilia Eka Wati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Rindaapriliaekawati@gmail.com Abstrak: Penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian morfosemantik istilah-istilah pertukangan kayu di Desa Lebak Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan
Lebih terperincipada Fakultas Sastra Universitas Andalas
NAMA-NAMA PENGGEMAR GRUP BAND DI INDONESIA TINJAUAN MORFOLOGI SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra Universitas Andalas Oleh Muhammad Fadlan BP
Lebih terperinciPROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA
Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatiannya terhadap karya sastra tersebut. mempunyai ciri khas tersendiri pada setiap pengarangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak masyarakat menggunakan berbagai media untuk mengekspresikan bahasa yang mereka miliki. Masyarakat sebagai pemakai bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami
Lebih terperinciSTRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.
STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu. serta latar belakang suatu bangsa (Simatupang, 1999 : 8)
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam masyarakat sebagai alat komunikasi. Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan
Lebih terperinciPENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR
Penggunaan Frasa dan Klausa Bahasa Indonesia (Kunarto) 111 PENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR Kunarto UPT Dinas Pendidikan Kacamatan Deket Kabupaten Lamongan
Lebih terperinciBAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :
Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : 1402408239 BAB 6 SINTAKSIS Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Secara etimologi sintaksis berarti
Lebih terperinciRealisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa
REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai
Lebih terperinciCAMPUR KODE BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA JAWA PADA SIARAN RADIO JAMPI SAYAH DI RADIO SKB POP FM GOMBONG
CAMPUR KODE BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA JAWA PADA SIARAN RADIO JAMPI SAYAH DI RADIO SKB POP FM GOMBONG Oleh : Siti Masitoh program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa cungkringaja83@yahoo.com
Lebih terperinciANALISIS ASPEK MAKNA TUJUAN PADA SLOGAN LALU LINTAS DI KOTA SURAKARTA : TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
ANALISIS ASPEK MAKNA TUJUAN PADA SLOGAN LALU LINTAS DI KOTA SURAKARTA : TINJAUAN SEMANTIK NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciThema- Rhema dalam Bahasa Indonesia: Satu Tinjauan Tata Bahasa Fungsional. Oleh: Tatang Suparman NIP
Thema- Rhema dalam Bahasa Indonesia: Satu Tinjauan Tata Bahasa Fungsional Oleh: Tatang Suparman NIP 132206488 FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Thema-
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan. Seperti yang dinyatakan (Sumarlam, 2008:1) Sarana yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia tidak dapat lepas dari bahasa, tanpa bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi atau berhubungan dengan yang lainnya. Hal itu di sebabkan manusia merupakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang alih kode dan campur kode, sudah banyak diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud, gagasan atau suatu ide yang ditujukan
Lebih terperinciPENGGUNAAN DIKSI DALAM TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PADA HARI ULANG TAHUN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Mentari Ade Fitri
PENGGUNAAN DIKSI DALAM TEKS PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PADA HARI ULANG TAHUN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA Oleh : Mentari Ade Fitri ABSTRAK Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Interaksi dan segala
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,
654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat
Lebih terperinciKATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciKATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257
KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem
Lebih terperinci