Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia"

Transkripsi

1 Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia NISA ANDINI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008

2 Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia Skripsi diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Humaniora oleh NISA ANDINI NPM Program Studi Indonesia FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008

3 ii Skripsi ini telah diuji pada hari Kamis, tanggal 31 Juli PANITIA UJIAN Ketua, Pembimbing, Dewaki Kramadibrata, M. Hum. Dr. Felicia N. Utorodewo Panitera Pembaca I Niken Pramanik, M. Hum. Dewaki Kramadibrata, M. Hum. Pembaca II Dien Rovita, M. Hum. Disahkan pada hari..., tanggal..., oleh: Koordinator Program Studi Indonesia, Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Dewaki Kramadibrata, M. Hum Dr. Bambang Wibawarta

4 iii Seluruh isi skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Depok, 31 Juli 2008 Penulis, Nisa Andini NPM

5 Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. 103: 1 3) Untuk Mamah, untuk Mamah, untuk Mamah, dan untuk Ayah... Persembahan cinta untuk Emak, Mami, Nda, Ndy, Ichal, dan Mas...

6 KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur ke hadirat Allah Yang Mahakuasa, penulis akhirnya dapat merampungkan skripsi ini. Penelitian yang diuraikan dalam skripsi ini mengangkat hal yang berkaitan dengan kategori sekunder dalam bahasa Indonesia, yakni kategori yang berkaitan dengan bentuk kewaktuan. Penelitian mengenai kategori ini memang cukup jarang dilakukan. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, penulis berharap dapat membuka jalan bagi penelitian selanjutnya. Materi yang menjadi acuan dalam membuat makalah diperoleh dari bukubuku yang digunakan selama kuliah berlangsung dan juga referensi lain yang mendukung. Penulis juga menggunakan penelitian-penelitian terdahulu, seperti Hoed (1992), Nurhayati (1999), dan Montolalu (2001), untuk membantu pemahaman penulis. Dengan menjadikan bentuk kewaktuan sebagai topik penelitian, penulis berharap dapat menerapkan apa yang telah didapat dalam kuliah ke dalam penelitian ini. Demikianlah pengantar dari penulis, mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan wawasan dan informasi baru kepada para pembaca. Penulis, Nisa Andini

7 vi Ucapan Terima Kasih Segala puji bagi Allah SWT yang memberi.الحمدللهربالعلمين kekuatan kepada penulis hingga purnalah skripsi ini. Penulis tidak akan berhasil menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan TERIMA KASIH kepada 1. kedua orang tua penulis yang dengan caranya sendiri selalu mendukung dan memberi semangat moril dan materil. Skripsi ini adalah persembahan perdana Ananda untuk Ayah dan Mamah; 2. Ibu Felicia Cis Utorodewo, pembimbing, penasihat, dan pengayom bagi penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih banyak atas segala bimbingan, nasihat, dan ilmu yang sangat berguna bagi penulis. Terima kasih pula karena telah berkenan menerima penulis sebagai penguping selama dua semester tambahan untuk mata kuliah Morfologi dan Sintaksis. 3. para dosen Program Studi Indonesia FIB UI yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis. Penulis memberi testimoni khusus kepada Ibu Edwina dan Pak Syahrial sebagai pembimbing akademis penulis selama kuliah, terima kasih banyak. 4. Mami Cemut sebagai penasihat pribadi yang selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Terima kasih juga atas dukungan materil yang Mami berikan selama penulis kuliah. 5. rekan-rekan seperjuangan, IKSI 2004, serta rekan-rekan dari berbagai angkatan. Terima kasih atas tawa, canda, dan airmata yang terurai bersama. Khusus untuk Rafa, Anis, Nuri, Kusum, Deediy, Novi, Nene, Siti, Putri, Ati, Leni, Fenty, dan Ojab (maaf kalau ada yang terlewat), terima kasih untuk persahabatan dan malam-malam yang indah di Pondok Dewi Sri ; 6. Amir dan Ronal, teman-teman seperguruanku, yang jatuh bangun bersamaku. Akhirnya...;

8 vii 7. adik-adikku, Winda, Windy, Ichal, yang selalu memberi keceriaan dan keributan di sela-sela pengetikan skripsi; 8. untuk Masku, Edypusku, yang selalu setia mendampingi penulis di masamasa senang maupun sulit. Terima kasih banyak. (Aku harus bilang apa?) 9. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang juga turut membantu dan mendoakan penulis. Sahabat-sahabat alumni SMAN 2 Tangerang, rekan-rekan di program studi lain, terima kasih banyak atas doa dan dukungannya. JAZAKALLAH! Tangerang, Juli 2008

9 viii DAFTAR ISI Halaman Judul... i Kata Pengantar... v Ucapan Terima Kasih... vi Daftar Isi...viii Abstrak... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan Ruang Lingkup Metode Penulisan Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan... 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori tentang Konsep Kewaktuan Bernard Comrie (1985) Benny H. Hoed (1992) John Lyons (1995) Carl Bache (1997) Teori tentang Kala... 20

10 ix 2.3 Teori tentang Aspek Teori tentang Terjemahan BAB III PERWUJUDAN KONSEP KEWAKTUAN BAHASA INDONESIA DALAM BUKU CERITA DWIBAHASA SPIDERMAN SAVES THE DAY/SPIDREMAN MENYELAMATKAN DUNIA 3.1 Deskripsi Data Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Spiderman Saves the Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia (SMD) Perbandingan Pemunculan Kategori Aspek dan Kala antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris dalam SMD BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT SINGKAT

11 x ABSTRAK NISA ANDINI. Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia (di bawah bimbingan Dr. Felicia N. Utorodewo). Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Skripsi ini membahas bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia, yakni kategori aspek dan kala. Kategori aspek dan kala diungkapkan secara berbedabeda dalam setiap bahasa. Penulis memaparkan bentuk-bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris. Kedua bahasa tersebut mengungkap masalah kewaktuan dengan cara yang berbeda. Bahasa Indonesia biasanya mengungkap bentuk kewaktuan melalui bentuk-bentuk leksikal, sementara bahasa Inggris mempunyai sistem gramatikal untuk mengungkap masalah kewaktuan dalam bahasanya. Biasanya, verba pada predikatlah yang paling berperan dalam menentukan kategori aspek dan kala. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, masalah kewaktuan dapat dipahami berdasarkan konteks dalam wacana. Penulis menggunakan data berupa buku cerita dwibahasa yang berjudul Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia (2005). Melalui data ini, penulis memperlihatkan bentuk-bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bentuk-bentuk kewaktuan yang muncul dalam data berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia ternyata berbeda. Akan tetapi, hal ini tidak mempengaruhi tujuan penerjemahannya karena makna yang disampaikan tetap dapat dipahami oleh pembaca.

12 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap masalah kewaktuan. Terdapat bahasa yang mempunyai sistem yang mengungkap masalah kewaktuan secara gramatikal, seperti bahasa Inggris, Perancis, dan Arab. Ada pula bahasa yang tidak mempunyai sistem tersebut. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang tidak mempunyai sistem gramatikal untuk mengungkap masalah kewaktuan tersebut. Masalah kewaktuan yang dimaksud di sini adalah yang dalam bahasa Inggris terwujud sebagai present tense, past tense, present perfect tense, past perfect tense, present continuous tense, present perfect continuous tense

13 2 dan sebagainya 1. Bentuk-bentuk tersebut memang tidak terdapat dalam sistem bahasa Indonesia. Dalam berbagai kesempatan, penulis kerap menemukan buku-buku berbahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari buku-buku berbahasa asing yang mengungkap masalah kewaktuan secara gramatikal. Hal ini berarti bahwa saat menerjemahkan buku berbahasa asing tersebut ke dalam bahasa Indonesia, dapat terjadi sebuah peralihan bentuk kewaktuan tersebut dalam bahasa Indonesia. Bentuk perwujudan masalah kewaktuan dalam bahasa Indonesia inilah yang akan penulis paparkan. Sebagai contoh adalah kalimat I have been waiting for you for a year. Bentuk terjemahan bahasa Indonesia dari kalimat tersebut adalah saya telah menunggumu selama setahun. Akan tetapi, terjemahan tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya mewakili kalimat bahasa Inggrisnya. Terdapat masalah-masalah kewaktuan yang sulit untuk diterjemahan. Konsep waktu have been waiting tidak terealisasikan sepenuhnya karena jika diartikan ke bahasa Indonesia hanya terwakili oleh kata telah. Sebenarnya, bentuk have been waiting tersebut berarti telah dan masih akan terus menunggu sampai saat seseorang mengungkapkan kalimat tersebut (present perfect 1 Benny H. Hoed dalam disertasinya, Kala dalam Novel: Fungsi dan Penerjemahannya, menyebut konsep ini sebagai kala. Menurut Gonda (1954: 248) dalam Hoed (1992: 88), Verba dari rumpun yang disebutnya Indonesian languages tidak mengandung makna temporal (kala) maupun modalitas. Yang ada ternyata unsur-unsur leksikal yang memberi tambahan makna kewaktuan pada suatu peristiwa. Unsur leksikal ini juga mengandung makna keaspekan (sudah, belum), temporal, dan modalitas (hendak, mau).

14 3 progressive tense). Pekerjaan menunggu telah dilakukan sejak suatu waktu yang sudah lampau, tetapi masih berlangsung sampai saat diujarkan atau diungkapkan. Mengenai masalah kewaktuan, Samsuri (1985: 416) mengungkapkan bahwa bahasa Indonesia masih menggunakan latar belakang kewaktuan berupa kalimat. Kalimat yang dimaksud Samsuri adalah kalimat rapatan waktuan. Kalimat ini terbentuk dari dua kalimat pemadu yang salah satunya menyatakan peristiwa, tindakan, atau keadaan, yang dilatarbelakangi oleh kalimat lain sebagai waktu terjadinya hal-hal itu. Dua kalimat pemadu (atau lebih) ini dihubungkan oleh perapat waktuan seperti waktu, ketika, sejak, dan sesudah. Contoh: (1) Ia tiba di sekolah ketika bel berdering. (2) Bapak pergi sejak dua hari lalu. Seperti yang dingkapkan Gonda (1954: 248) dalam Hoed (1992: 88), verba dari rumpun yang disebutnya Indonesian languages tidak mengandung makna temporal (kala) maupun modalitas. Yang ada ternyata unsur-unsur leksikal yang memberi tambahan makna kewaktuan pada suatu peristiwa. Penulis ingin melihat bentuk-bentuk kewaktuan yang ada dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris. Masalah kewaktuan dalam bahasa Indonesia ini akan dilihat melalui buku cerita dwibahasa karena buku dwibahasa juga mengandung unsur terjemahan di dalamnya.

15 4 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini akan melihat bentuk-bentuk kewaktuan pada buku cerita dwibahasa, yakni buku cerita berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bisa terdapat transformasi bentuk dari bahasa Inggris yang mengungkap masalah kewaktuan secara gramatikal ke dalam bahasa Indonesia yang tidak demikian halnya. Masalah yang penulis coba pecahkan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk kewaktuan apa sajakah yang muncul dalam bahasa Indonesia berdasarkan buku cerita dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia? 2. Apakah bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris mewujudkan bentuk kewaktuan yang secara gramatikal terkadung dalam bahasa Inggris? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah ingin menjelaskan bentuk-bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris. Dalam penelitian ini, penulis akan mencari bentuk-bentuk kewaktuan yang ada dalam data buku cerita dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kemudian, penulis akan membandingkan bentuk-bentuk kewaktuan yang ada dalam kedua bahasa tersebut.

16 5 Untuk menjawab masalah penelitian yang telah disebutkan pada bagian 1.2, penulis akan mengungkapkan perbandingan bentuk-bentuk kewaktuan antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan cara pengungkapan kewaktuan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris yang mempunyai sistem gramatikal untuk mengungkap kewaktuan. Dengan demikian, penulis dapat melihat bentuk-bentuk kewaktuan apa saja yang muncul dalam bahasa Indonesia berdasarkan data yang digunakan. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk memaparkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan konsep kewaktuan dalam bahasa Indonesia. Penelitian mengenai konsep kewaktuan ini difokuskan pada penelitian mengenai perwujudan kategori kala dan aspek. Dalam hal ini, penulis akan membatasi penelitian sebagaimana yang telah dirumuskan dalam permasalahan penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis akan melihat dan memaparkan bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris melalui buku cerita dwibahasa. Buku cerita dwibahasa yang penulis gunakan berjudul Spiderman Saves the Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia selanjutnya juga disebut sebagai SMD. Cerita dalam buku tersebut merupakan adaptasi dari film yang sudah sangat terkenal, yakni Spiderman. Buku ini diadaptasi oleh Acton Figuera berdasarkan film oleh

17 6 David Koepp yang ceritanya berdasarkan pada komik Marvel. Versi bahasa Indonesianya diterjemahkan oleh Rosi L. Penulis memilih buku cerita dwibahasa sebagai sumber data karena buku ini mempunyai sifat naratif yang di dalamnya mengungkapkan peristiwa yang jalinmenjalin dalam hubungan waktu. Jalinan waktu tersebut mengaitkan sejumlah peristiwa yang membentuk jalan cerita. Dengan demikian, akan terdapat berbagai bentuk ungkapan kewaktuan baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia yang akan dianalisis. Adapun pertimbangan lain adalah buku ini menampilkan cerita dalam dwibahasa sehingga penulis dapat melihat perwujudan konsep kewaktuan secara langsung. Berdasarkan observasi penulis di perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), penulis juga belum menemukan penelitian yang menggunakan buku cerita dwibahasa sebagai sumber data. Dengan alasanalasan yang telah dikemukakan, penulis akhirnya menggunakan buku cerita dwibahasa ini sebagai data. 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian, menurut Nawawi dan Hadari (1992: 67), adalah cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian. Penelitian kali ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik deskriptif analitis. Metode

18 7 deskriptif merupakan prosedur atau cara pemecahan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diteliti. Adapun metode yang penulis gunakan dalam hal penyediaan data adalah metode simak. Disebut demikian karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa, dalam kaitannya dengan konsep kewaktuan, yang ada dalam buku cerita dwibahasa. Menurut Mahsun (2005: 90), Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Dalam Mahsun (2005: 90) juga disebutkan bahwa metode simak mempunyai teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Hal ini berarti, penulis dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau sekelompok informan, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam penelitian ini, penulis menyadap penggunaan bahasa yang digunakan dalam buku cerita dwibahasa sebagai informan, yakni dalam kaitannya dengan perwujudan konsep kewaktuan dalam bahasa Indonesia. Penulis melakukan beberapa langkah sebelum menentukan data penelitian. Data dipilih berdasarkan observasi dengan melihat buku-buku cerita anak dwibahasa yang beredar di toko-toko buku di Jakarta. Setelah melakukan observasi, penulis menentukan buku cerita SMD sebagai sumber data dengan alasan-alasan yang telah diungkapkan pada bagian 1.4. Dari data yang penulis peroleh tersebut, penulis menganalisisnya berdasarkan kerangka teori yang dirumuskan pada bab kedua.

19 8 Pada bagian analisis, penulis mencari bentuk-bentuk kewaktuan yang terdapat di dalam data. Kemudian, penulis memberi penomoran pada setiap kalimat yang ada serta memberi terjemahan harfiah di samping mencantumkan terjemahan yang terdapat dalam data. Terjemahan harfiah dicantumkan untuk membandingkan kemunculan bentuk kewaktuan serta untuk melihat tipe terjemahan yang terdapat dalam data. Analisis akan dilakukan dengan membandingkan bentuk-bentuk kewaktuan yang muncul pada bentuk bahasa Inggris, terjemahan harafiah, serta terjemahan yang terdapat dalam data. Kerangka teori didapatkan dari penelusuran pustaka dan juga melihat pada penelitian-penelitian terkait yang telah dilakukan sebelumnya. Teori-teori yang diperoleh akan digunakan untuk menganalisis data dari buku cerita SMD. Setelah melakukan analisis terhadap data yang diperoleh, penulis akan menarik sebuah kesimpulan yang merangkum semua hasil analisis data. Dengan demikian, penulis berharap agar semua masalah penelitian ini dapat dijawab secara tuntas. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian mengenai bentuk kewaktuan dalam hal kategori aspek dan kala dalam bahasa Indonesia masih sedikit terutama dalam tataran skripsi. Penelitian ini akan membuka pembicaraan mengenai konsep kewaktuan dalam bahasa Indonesia, terutama mengenai penanda kategori aspek dan kala, khususnya dalam tataran skripsi.

20 9 Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi dunia penerjemahan di Indonesia karena dapat pula dijadikan sebagai pedoman penerjemahan. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun dalam bentuk skripsi yang terdiri atas empat bab. Bab pertama merupakan bagian pendahuluan yang subbabnya terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup, metode penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bagian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pembaca mengenai penelitian yang penulis lakukan. Setelah memberikan garis besar penelitian pada bab pendahuluan, penulis akan menjelaskan kerangka teori yang penulis gunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Bab kedua merupakan uraian dari teori-teori yang digunakan dalam penelitian mengenai bentuk kewaktuan, baik yang terdapat dalam bahasa Indonesia maupun yang dibahas dalam linguistik umum. Melalui bab ini, penulis berharap agar pembaca mengetahui kerangka analisis dalam penelitian ini. Dalam bab ketiga, peneliti menganalisis data yang telah didapatkan dan mengaitkannya dengan teori mengenai bentuk kewaktuan, yakni kategori aspek dan kala. Penulis akan memaparkan kalimat-kalimat yang terdapat dalam data dan membuat terjemahan harafiah dari kalimat-kalimat tersebut. Dengan hal ini, pembaca diharapkan melihat uraian mengenai bentuk penanda kategori aspek dan kala yang penulis temukan dalam buku cerita anak terjemahan yang penulis jadikan sumber

21 10 data. Melalui terjemahan harafiah ini pula dapat terlihat perbandingan kategori aspek dan kala dalam bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Bab yang terakhir atau bab keempat berisi konklusi atas penelitian yang telah dilakukan. Bab terakhir ini juga merupakan rangkuman dari seluruh penelitian yang telah dilakukan. Melalui bab terakhir ini, pembaca dapat melihat apakah penulis telah menjawab permasalahan penelitian penulis dengan tuntas atau belum. Hal ini diharapkan dapat membuka peluang bagi penelitian selanjutnya.

22 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori tentang Konsep Kewaktuan Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya, bentuk ini diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda dalam setiap bahasa. Pembahasan mengenai bentuk kewaktuan ini kebanyakan diperoleh dari sumber-sumber asing terutama dari sumber dengan bahasa yang mengungkapkannya secara gramatikal bahasa Inggris. Para ahli menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam hal konsep kewaktuan (aspek, kala, dan aksionalitas). Oleh karena itu, penulis akan memaparkan penggunaan istilah-istilah yang berkaitan dengan masalah kewaktuan oleh sejumlah

23 12 ahli bahasa. Penulis juga menggunakan beberapa kamus, seperti Kamus Inggris- Indonesia (1996), Kamus Linguistik (2001), dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), untuk membantu pemahaman beberapa istilah. Dalam membicarakan waktu, Benveniste (1979: 69 74) dalam Hoed (1989: 2) membedakan tiga pengertian, yaitu 1. waktu fisis (temps physique), yakni waktu yang secara alamiah kita alami yang sifatnya sinambung, linear, tidak terhingga, dan tidak dapat kita alami lagi; 2. waktu kronis (temps chronique), yakni waktu yang dipikirkan kembali atau dikonseptualisasi oleh manusia berdasarkan sejumlah peristiwa yang ditetapkan secara konvensional oleh suatu masyarakat sebagai titik acuan dalam waktu fisis; dan 3. waktu kebahasaan (temps linguistique), yakni waktu yang dilibatkan dalam tuturan kita dalam sistem bahasa yang kita pakai. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa sebenarnya manusia hanya mengalami waktu fisis yang terus berjalan tanpa dapat dikembalikan lagi. Akan tetapi, dengan mengonseptualisasinya dalam waktu kronis manusia dapat mengetahui sejarah, masa kini, dan hari esok. Untuk mengungkapkan apa yang disebut waktu fisis dan kronis tersebut, digunakanlah bahasa sebagai alat sehingga muncullah waktu kebahasaan yang dikaitkan dengan saat penuturan atau saat pengujaran.

24 13 Setiap bahasa di dunia ini mempunyai kategori yang berkaitan dengan waktu kebahasaan karena kategori ini bersifat universal. Artinya, setiap bahasa mempunyai unsur yang digunakan untuk mengungkap waktu yang terlibat dalam pengujaran. Pada bahasa-bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, kategori ini diungkapkan secara gramatikal. Akan tetapi, ada pula bahasa yang menggunakan bentuk-bentuk leksikal untuk mengungkapnya, termasuk bahasa Indonesia. Contoh: (2) I eat fried rice Saya makan nasi goreng (3) I have eaten fried rice Saya sudah makan nasi goreng Berikut ini adalah penjelasan beberapa ahli bahasa mengenai masalah kewaktuan yang terlibat dalam bahasa (waktu kebahasaan) Bernard Comrie (1985) Pembahasan Comrie mengenai kewaktuan dituangkan dalam dua bukunya, yakni Tense (1985) dan Aspect (1985). Tense (kala) yang diungkapkan Comrie (1985: 9) merupakan bentuk gramatikal yang menempatkan peristiwa dalam waktu. Hal ini berarti bentuk kala terintegrasi dalam sistem suatu bahasa. Bentuk kala dalam bahasa Inggris terwujud dalam tataran morfosintaksis. Verba yang menjadi predikat mengalami perubahan bentuk dasar seperti mendapat tambahan afiks tertentu sehingga mengungkap makna kewaktuan. Contoh: (4) I write a novel. (kini) (5) I wrote a novel. (lampau)

25 14 Tidak semua bahasa mempunyai kategori kala dalam sistem bahasanya. Pada bahasa tak berkala, pengungkapan peristiwa dalam waktu dapat dilakukan dengan merujuk pada bentuk leksikal tertentu. Kalimat contoh di bawah ini menunjukkan bahwa kala lampau dipahami berdasarkan nomina waktu kemarin, bukan berdasarkan kategori gramatikal pada verba. Contoh: (6) Kemarin Adi mengajak Dimas ke Puncak. Comrie (1985: 3) merumuskan aspek sebagai different ways of viewing the internal tempoal constituency of a situation. Aspek merupakan bentuk lain dari unsur internal kewaktuan dalam suatu situasi atau peristiwa. Unsur-unsur internal kewaktuan yang dimksud adalah masalah pungtual dan duratif, telis, dan atelis, serta statif dan dinamis. Selain dibahas pada tataran morfosintaktis, kategori aspek juga dijelaskan dalam bentuk makna aspektual. Hal ini berarti kategori aspek yang diungkapkan Comrie (1985: 6) merujuk pada hal yang bersifat semantis. Dalam bahasa Inggris, (7) John was singing dan (8) John is singing berbeda dalam hal tense (kala). Sementara itu, (9) John was singing dan (10) John sang berbeda dalam segi aspek. Kalimat contoh (7) berbentuk lampau (past) yang ditandai dengan verba bantu (auxilary verb) bentuk lampau was. Sementara itu, kalimat contoh (8) berbentuk kini (present) yang ditandai dengan verba bantu is. Selain itu, keduanya sama-sama mengungkap aspek progresif, yakni aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung. Hal ini ditandai dengan verba dengan akhiran ing.

26 15 Di lain pihak, kalimat contoh (9) dan (10) sama-sama berbentuk lampau, tetapi makna aspektual yang dapat dipahami dari kedua kalimat tersebut berbeda. Kalimat contoh (9) mengungkap aspek progresif melalui verba berakhiran ing, sementara kalimat contoh (10) yang berbentuk kala lampau mengungkap aspek perfektif, yakni aspek yang menyatakan perbuatan selesai Benny H. Hoed (1992) Dalam penelitiannya Kala dalam Novel: Fungsi dan Penerjemahannya, Hoed (1992) menggunakan bahasa Perancis, sebagai bahasa yang mengungkap masalah kewaktuan secara gramatikal, untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hoed (1992: 29) merumuskan beberapa istilah yang terkait dengan masalah kewaktuan. Ia membedakan antara konsep waktu, waktu kebahasaan, Sistem Rujukan Waktu (SRW), dan kala. Konsep waktu menerangkan bagaimana manusia menempatkan dirinya dalam waktu. Waktu kebahasaan menggambarkan bagaimana bahasa memandang waktu atau bagaimana konsep waktu dijelaskan dari segi bahasa dan diwujudkan dalam SRW. SRW adalah suatu kerangka yang dimaksudkan sebagai rujukan semantis guna membandingkan dua bahasa yang terlibat dalam kegiatan penerjemahan. SRW secara konkret diwujudkan dengan kala. Jadi, kala merupakan perwujudan dari SRW dan merupakan alat pengungkap waktu kebahasaan. Dari perumusan Hoed (1992: 29) tersebut, dapat diketahui bahwa fokus penelitiannya adalah mengenai kategori kala yang merupakan perwujudan dari

27 16 sebuah kerangka semantis SRW. Istilah kala dapat dikatakan sebagai padanan dari apa yang dikenal sebagai tense dalam bahasa Inggris 3. Kala yang dimaksud Hoed (1992: 33 34) adalah alat kebahasaan yang digunakan untuk menempatkan peristiwa dalam waktu. Hoed menggunakan istilah bahasa berkala dan bahasa tanpa kala. Bahasa-bahasa seperti bahasa Inggris dan Perancis merupakan contoh bahasa berkala, sementara bahasa Indonesia merupakan contoh dari bahasa tanpa kala. Berdasarkan penjelasan tersebut, bukan berarti bahwa bahasa tanpa kala tidak dapat menempatkan peristiwa dalam waktu. Bahasa tanpa kala menempatkan peristiwa dalam waktu dengan alat kebahasaan lain. Bahasa yang disebut Hoed (1992: 33 34) sebagai bahasa berkala, seperti bahasa Perancis dan bahasa Inggris, mengungkapkan kala secara gramatikal (tenses). Sementara itu, bahasa yang disebutnya sebagai bahasa tanpa kala, seperti bahasa Indonesia, menggunakan bentuk leksikal tertentu dan hubungan antarkalimat sampai antarwacana untuk menyatakan kala John Lyons (1995) Lyons (1995) mengungkap tiga istilah yang berkaitan dengan masalah kewaktuan dalam bahasa, yakni kala, modus, dan aspek. Lyons (1995: 298) menyebutkan kategori kala berhubungan dengan waktu yang diungkapkan dengan kontras gramatikal yang semantis. Kontras gramatikal dalam hal ini yaitu past, 3 Penjelasan mengenai kala yang dirumuskan oleh Hoed (1992) akan diberikan pada subbab selanjutnya.

28 17 present, dan future ( lampau, kini, dan mendatang ). Banyak ahli yang menyangka tiga bentuk gramatikal tersebut merupakan ciri bahasa yang universal. Tetapi Lyons (1995: 298) menyatakan tidak demikian halnya. Kala tidak terdapat dalam semua bahasa. Contoh: (11) I jumped from the rooftop saya lompat dari atap Bentuk kala pada contoh di atas adalah simple past tense. Hal ini ditandai dengan verba infleksi jumped (V-ed) yang mengungkap makna kala lampau. Peristiwa jumped lompat terjadi pada suatu waktu sebelum waktu pengujaran sebagai titik acuan. Makna lampau merupakan kategori semantis yang diketahui berdasarkan bentuk yang terwujud secara morfologis, yakni verba infleksi jumped. Selanjutnya, istilah lain yang dikaitkan dengan masalah kewaktuan adalah modus. Lyons (1995: 300) menerangkan modus sebagai hal yang berkenaan dengan sikap pembicara terhadap apa yang diutarakannya. Modus diungkapkan dalam bentuk modal yang mengungkap keharusan, kemungkinan, kepastian, keraguan, dan sebagainya, yang berkaitan dengan sikap pembicara. Bentuk ini sesungguhnya tidak berkaitan langsung dengan masalah kewaktuan. Akan tetapi, keberadaannya sering dikaitkan dan dipersilangkan dengan kala. Ada ahli bahasa yang menganggap bentuk kala tertentu terkadang mengungkap makna modus. Akan tetapi, hal ini terjadi pada kasus khusus dan berbeda dengan hal yang penulis teliti sehingga tidak akan dibicarakan lebih lanjut.

29 18 Istilah lain yang diungkap Lyons (1995) dalam hal kewaktuan adalah aspek. Lyons (1995: 307) secara umum menjelaskan aspek sebagai alat untuk mengungkapkan keselesaian suatu peristiwa. Aspek dapat mengungkap apakah sebuah peristiwa sudah, sedang, atau belum berlangsung. Istilah-istilah yang terkait dengan aspek menurut Lyons (1995) antara lain perfektif, imperfektif, habituatuf, progresif, statif, duratif, dan pungtual (momentan). Penjelasan lebih lanjut mengenai aspek menurut Lyons akan diberikan pada subbab selanjutnya. Lyons tidak membedakan antara aspek dan aksional. Dalam Nurhayati (1999: 13 14), Lyons (1977) menyebut Aktionsart hanya bermakna kind of action yakni sejenis aksi. Ia tidak menggunakan istilah Aktionsart melainkan aspectual character (karakter aspektual) atau character (karakter) saja. Lyons mengartikannya sebagai bagian makna verba yang secara lazim mengacu ke jenis-jenis situasi tertentu. Penggunaan aspek secara umum diungkapkan secara gramatikal sementara konsep karakter aspektual diungkapkan secara leksikal Carl Bache (1997) Carl Bache, linguis asal Jerman, secara konsisten membedakan antara kala, aspek, dan aksionalitas. Dalam bukunya, The Study of Aspect, Tense, and Action, Bache (1997) menyebutkan kala (tense), aspek (aspect), dan aksional (action) sebagai kategori gramatikal yang mengungkapkan makna temporal (temporality), keaspekan

30 19 (aspectuality), dan keaksionalan (actionality) di dalam metabahasa. Unsur metabahasa yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu linguistik. Perbedaan antara aspek dan aksional terdapat dalam tataran semantik. Istilah aksional berasal dari bahasa Jerman Aktionsart. Istilah tersebut dapat diartikan sebagai manner of action 4, yakni dapat dikatakan pula sebagai karakteristik aksi yang terdapat dalam predikatnya. Menurut Bache (1985: 11) dalam Nurhayati (1999: 42), Aktionsart tidak sama dengan makna aktual verba, tetapi mengacu pada perbedaan jenis tindakan atau jenis situasi. Unsur-usur yang terdapat dalam karakteristik verba yang berkaitan dengan kewakuan seperti statif dan duratif, telis dan atelis, serta duratif dan momentan, dikaji oleh Bache sebagai kategori aksional yang mengungkap keaksionalan. Semetara itu, ahli bahasa lain, seperti Comrie (1985) dan Lyons (1995) menelaahnya sebagai bagian dari aspek. Setelah menguraikan pandapat beberapa ahli bahasa, penulis menemukan beberapa istilah yang berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam bahasa. Terdapat kategori kala, yakni kategori yang berkaitan dengan penempatan peristiwa dalam waktu (kini, lampau, dan mendatang); kategori modus yang berkaitan dengan sikap pembicara (harus, ragu, boleh, dan sebagainya); kategori aspek yang berkaitan 4 Dalam Routledge Dictionary of Language and Linguistics, Aktionsart didefinisikan sebagai, German term meaning manner of action ; itu is used by some linguist (esp. German and Slavinic) to denote the lexicalization of semantic distinction in verbal meaning, as opossed to aspect. (hlm. 14)

31 20 dengan keselesaian suatu peristiwa (sudah, akan, atau sedang berlangsung); serta aksional yang pembahasannya bertumpang tindih dengan kategori aspek. Untuk memperkecil pembahasan, penulis memfokuskan penelitian ini pada kategori kala dan aspek. Penulis tidak akan membahas modus karena kategori ini tidak berkaitan dengan penelian. Sementara itu, aksional juga tidak akan dibahas karena unsur-unsur yang terdapat di dalamnya juga dibahas dalam kategori aspek. Dengan demikian, pembahasan pada subbab selanjutnya adalah pemaparan lebih dalam atas kategori kala dan aspek. 2.2 Teori tentang Kala Telah disebutkan sejak awal bahwa dalam bahasa Indonesia tidak terdapat makna temporal (kala) dalam sistem verbanya. Hal ini diungkapkan Gonda (1954) dalam Hoed (1992: 88). Akan tetapi, Gonda menambahkan bahwa terdapat bentukbentuk tertentu yang dapat memberi tambahan makna kewaktuan pada suatu peristiwa. Dalam penelitian ini, kategori kala juga turut diuraikan dalam teori karena berkaitan dengan bahasa Inggris yang mempunyai sistem gramatikal kala di dalamnya. Uraian ini diberikan untuk menganalisis bentuk kala yang muncul dalam data bahasa Inggris. Lyons (1995: 298) menyebutkan ciri hakiki kategori kala adalah bahwa hal itu menghubungkan waktu perbuatan, kejadian, atau peristiwa bahasa yang diacu dalam kalimat dengan waktu ujaran. Kategori kala tidak harus terdapat dalam

32 21 suatu bahasa karena setiap bahasa mempunyai cara yang berbeda-beda untuk mengungkap kewaktuan. Comrie (1985: 13) menyebut kala sebagai kategori deiktis karena merujuk pada hal di luar bahasa, yakni waktu. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa perujukan waktu tersebut dilakukan secara arbitrer karena kita tidak pernah tahu dengan pasti bagian yang merupakan titik awal atau pun akhir dari waktu. Kita baru dapat menentukan sebuah peristiwa yang diujarkan mengungkap kala kini, lampau atau mendatang setelah mengetahui titik yang menjadi rujukan (pusat deiktis). Kala kini (present) merupakan bentuk yang biasanya dijadikan sebagai pusat deiktis. Berikut adalah garis waktu yang biasa digunakan untuk menentukan kala. Lampau Kini Mendatang (past) (present) (future) Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis menggunakan rumusan Comrie mengenai bentuk kala mutlak (absolute tense). Terdapat tiga kala mutlak yang dirumuskan Comrie (1985: 36), yakni present tense, past tense, dan future tense. a. Present tense (kala kini) merupakan bentuk yang mengungkap peristiwa yang berlangsung pada pusat deiktis dalam garis waktu. Dalam bahasa inggris, bentuk present tense ditandai denggan verba bentuk dasar (base) atau verba dengan akhiran s/-es.. Dalam banyak bahasa, termasuk bahasa Inggris, present tense juga digunakan untuk mengungkap hal yang menjadi kebiasaan (aspek habituatif). Misalnya pada kalimat (12) John goes to work at eight o clock in the morning

33 22 (everyday). Pergi ke kantor setap pukul delapan pagi merupakan kebiasaan yang dilakukan John setiap hari. Tanpa menuliskan keterangan everyday pun kebiasaan tersebut dapat dipahami. b. Past tense (kala lampau) merupakan bentuk kala yang menempatkan peristiwa dalam waktu sebelum waktu kini. Dalam garis waktu, kala lampau terletak di sebelah kiri pusat deiktis. Bentuk ini ditandai oleh verba bentuk lampau atau verba dengan akhiran d/-ed. Contoh: (13) John went to the cinema yesterday John pergi ke bioskop kemarin. Peristiwa pergi ke bioskop telah terjadi pada suatu waktu sebelum kini. Bentuk past tense mutlak seperti ini juga mengungkap aspek perfektif karena peristiwa tersebut sudah selesai terjadi di waktu sebelum waktu kini. Hal ini menunjukkan kaitan antara kategori kala dan aspek. Menurut Smith (1991: 137), beberapa bahasa seperti bahasa Melayu termasuk bahasa Indonesia serta bahasa Hebrew klasik tidak mempunyai kategori gramatikal untuk mengungkapkan kala. Dalam bahasa-bahasa tersebut, waktu kebahasaan diungkapkan secara langsung dalam bentuk penggunaan adverbia waktu atau secara tidak langsung melalui sudut pandang aspektual. Contoh: (14) Mula-mula kugunakan kekuatanku untuk bersenang-senang. (SMD, hlm.4) Contoh di atas merupakan contoh kalimat dalam bahasa Indonesia yang penulis ambil dari data. Kalimat tersebut mengungkapkan aspek inkoatif, yakni aspek

34 23 yang menggambarkan perbuatan mulai. Dalam kalimat (14) aspek inkoatif diungkapkan melalui bentuk leksikal mula-mula. Aspek ini menunjukkan perbuatan yang berlangsung pada waktu sebelum kini. Dalam garis waktu, peristiwa yang diungkapkan dalam kalimat contoh (14) tersebut berada di sebelah kiri pusat deiktis sehingga mengandung kala lampau. c. Future tense (kala mendatang) merupakan bentuk kala yang menempatkan peristiwa dalam waktu setelah waktu kini. Dalam garis waktu, kala mendatang terletak di sebelah kanan pusat deiktis. Bentuk ini ditandai dengan verba bantu will. Sebenarnya, bentuk kala ini masih menimbulkan perdebatan. Comrie (1985: 45) menyatakan tidak ada bahasa yang mengungkap futur tense secara benar-benar gramatikal. Bentuk ini ditandai oleh bentuk leksikal will. Verba dalam kala ini tetap berbentuk verba dasar. Contoh: (15) I will go to Anyer next week saya akan pergi ke Anyer pekan depan. (16) They will have an exam tomorrow mereka akan mengikuti ujian besok. Setelah menguraikan hal-hal yang terkait dengan kategori kala, penulis memahami kategori kala sebagai kategori yang menghubungkan waktu perbuatan, kejadian, atau peristiwa bahasa yang diacu dalam kalimat dengan waktu ujaran. Kategori ini mengungkap apakah suatu peristiwa terjadi pada waktu lampau, kini, atau mendatang (past, present, atau future), dengan waktu ujaran sebagai tolok ukur pusat deiktis.

35 24 Kategori kala tidak harus selalu diungkapkan secara gramatikal dalam bahasa. Dalam hal ini bahasa Indonesia yang tidak mempunyai sistem kala tidak harus memaksakan munculnya ungkapan kewaktuan pada saat menerjemahkan bahasa berkala, seperti bahasa Inggris. Akan tetapi, bentuk kewaktuan lampau, kini, dan mendatang dapat dipahami dengan mengaitkan unsur-unsur lain yang muncul, seperti nomina waktu. Pada bagian analisis, penulis akan mencari bentuk-bentuk kewaktuan yang muncul dalam bahasa Indonesia. Pada data berbahasa inggris, kategori kala tentu dapat diidentifikasi secara gramatikal. Bentuk kewaktuan ini memang tidak harus muncul dalam bahasa Indonesia, tetapi dapat dipahami berdasarkan konteks Unsur yang dijadikan tolok ukur dalam menentukan unsur kala dalam bahasa Indonesia adalah verba dan waktu pengujaran. Berbeda dengan bentuk wacana lisan, waktu pengujaran pada wacana tertulis seperti buku cerita yang penulis gunakan sebagai data ditandai pada saat dibaca. Kala kini menunjukkan perbuatan yang diungkapkan melalui verba terjadi pada waktu pengujaran. Kala lampau menunjukkan perbuatan terjadi sebelum pengujaran. Kala mendatang menyatakan perbuatan akan berlangsung dalam waktu mendatang. Pada bentuk-bentuk tertentu, makna kala hanya dipahami berdasarkan konteks yang terbangun dalam cerita. Bentuk yang sama tidak berarti mengungkap makna yang sama, tergantung konteksnya.

36 Teori tentang Aspek Istilah aspek, menurut Lyons (1995: 2980, pertama kali diungkapkan untuk mengacu pada perbedaan perfektif dan imperfektif dan infleksi verba dalam bahasa Rusia dan bahasa-bahasa Slavonika lainnya. Smith (1991: 22) mengemukakan bahwa kategori aspek merupakan kategori yang bersifat universal. Sistem aspek yang berlaku pada bahasa-bahasa yang ada tidak terlalu jauh berbeda. The concepts of aspect play a role in all languages, so far as we know. And the aspect system of different languages are strkingly similar...they also vary in subtle and not-sosubtle ways. Dalam setiap bahasa, kategori aspek berkaitan dengan masalah perfektif dan imperfektif. Di dalamnya, juga terkandung unsur temporal seperti progresif, duratif, pungtual, dan sebagainya. Lyons (1995: 307) secara umum menjelaskan aspek sebagai alat untuk mengungkapkan keselesaian suatu peristiwa. Dalam bahasa Indonesia, masalah perfektif dan imperfektif atau selesai dan belum/tidak selesai biasanya dipahami berdasarkan konteks kalimat meski kadang-kadang juga diungkapkan dalam bentuk leksikal tertentu. Contoh: (17) Masalah itu pun terpecahkan (SMD, hlm 9). Dalam kalimat contoh tersebut, aspek perfektif diketahui berdasarkan konteks verba berprefiks ter- yang menyatakan perbuatan telah selesai dan berarti dapat dipecahkan. Oleh karena bersifat universal, kategori aspek juga dibicarakan dalam bahasa Indonesia. Montolalu (2001) menganggap kategori aspek bahasa Indonesia dapat

37 26 diukur dalam tataran wacana. Kategori aspek yang diungkapkan Montolalu merupakan kategori semantis yang disebut sebagai makna aspektual. Montolalu (2001: 296) menyimpulkan tiga makna aspektual yang dijumpai dalam wacana bahasa Indonesia. (1) makna aspektual perfektif; (2) makna aspektual imperfektif; dan (3) makna aspektual yang netral. Sudut pandang perfektif berinteraksi dengan situasi yang bertitik akhir, sementara sudut pandang imperfektif berinteraksi dengan situasi yang tidak bertitik akhir alamiah. Sudut pandang netral tidak berinteraksi dengan titik akhir. Berdasarkan penelitian Montolalu (2001: 3), diketahui bahwa pengungkapan makna perfektif dilakukan melalui verba berafiks me-i, me-kan, di-i, di-kan, memperi, memper-kan, diper-i, diper-kan, ter- dan frase verbal dengan pemarkah sudah, telah, habis, setelah, selesai, baru. Pengungkapan makna imperfektif diungkapkan melalui verba berafiks ber- dan frase verbal bermarkah sedang, tengah, lagi, masih, terus, sering, selalu. Akan tetapi, pada umumnya, untuk menyatakan konsep kewaktuan dalam bahasa Indonesia dipakai alat-alat kebahasaan seperti (a) nomina waktu; (b) adverbia waktu; (c) bentuk leksikal tertentu; (d) afiks; atau (e) verba. Dalam Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, Kridalaksana (2005: 53) menyebutkan beberapa afiks pembentuk verba yang berperan dalam mengungkap makna aspektual. Misalnya, sufiks i pada menanami dan menyirami yang membentuk verba bermakna repetitif. Selain itu, ada prefiks ter- yang bermakna perfektif pada terinjak dan terjatuh.

38 27 Di samping afiks pembentuk verba, alat kebahasaan lain yang muncul untuk mengungkap waktu kebahasaan adalah nomina waktu. Kridalaksana (2005: 72) menyebutkan beberapa nomina yang berfungsi sebagai penunjuk waktu, seperti pagi, petang, waktu, zaman, tahun, hari, sore dan minggu. Kridalaksana (2005: 85) juga memaparkan adverbia sebagai penanda aspek, yakni lagi, masih, pernah, sudah, telah, mulai. Akan tetapi, ia menambahkan catatan bahwa terdapat beberapa aspek yang tidak diungkapkan oleh adverbia melainkan diungkapkan oleh alat kebahasaan lainya. Samsuri dalam bukunya Tata Kalimat Bahasa Indonesia (1985) menyinggung masalah aspek sebagai bagian yang menjadi pemadu dalam kalimat yang menjelaskan predikatnya. Di samping keterangan waktu, Samsuri (1985: 416) menjelaskan, bahasa Indonesia menggunakan sejumlah kata yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan, atau hal sesuatu, atau singkatnya proposisi yang dinyatakan oleh kalimat, dalam keadaan selesai, tengah berlangsung, atau akan berlaku. Hal ini berbeda dengan pengertian kala (tense) pada bahasa Inggris karena dalam bahasa Indonesia keadaan itu tidak dinyatakan dengan menggunakan bentuk gramatikal melainkan dengan pemakaian partikel yang ditempatkan sebelum konstruksi dasar. Oleh karena partikel itu menunjukkan semacam aspek dari peristiwa, keadaan, atau hal yang dimaksudkan dalam kalimat, Samsuri menyebut partikel tersebut sebagai aspek. Contoh: (18) Adik telah membaca buku itu

39 28 (19) Kami akan pergi ke Anyer. Selain yang berkaitan dengan makna aspektual perfektif dan imperfektif, penulis membahas beberapa makna aspektual yang muncul dalam bahasa Indonesia. Berikut ini beberapa makna aspektual yang akan dibahas pada bagian analisis. 1. Aspek frekuentatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berulang berkali-kali (kekerapannya). Contoh: (20) Kami sering memancing di danau UI. (21) Mahasiswa angkatan 2004 jarang datang ke kampus. 2. Aspek habituatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan yang menjadi kebiasaan. Contoh: (22) Biasanya, jalanan ibukota menjadi lebih padat pada hari Senin. (23) Ibu senantiasa menyiapkan sarapan yang bergizi untuk kami. 3. Aspek inkoatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan mulai. Contoh: (24) Masyarakat mulai bersiap menghadapi kenaikan harga BBM. 4. Aspek kontinuatif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berlangsung berkesinambungan. Bentuk ini muncul pada verba yang bersifat statif. Contoh: (25) Ia menjadi dosen sejak tahun1960 sampai sekarang. 5. Aspek progresif, yakni aspek yang menuatakan perbuatan sedang berlangsung. Bentuk ini muncul pada verba yang bersifat dinamis. Contoh: (26) Para pegawai tengah berkutat dengan tugasnya masing-masing.

40 29 6. Aspek momentan, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berlangsung sebentar. Contoh: (27) Ia menoleh sesaat kemudian menghilang. 7. Aspek repetitif, yakni aspek yang menggambarkan perbuatan berulang. Contoh: (28) Mereka melempari kami dengan batu. Bentuk-bentuk aspek yang diuraikan di atas sebenarnya merupakan penjabaran dari dua bentuk aspek yang utama, yakni aspek perfektif dan imperfektif. Aspek momentan dapat digolongkan sebagai bagian dari aspek perfektif. Aspek ini menyatakan peristiwa sudah selesai. Sementara itu, aspek frekuentatif, habituatif, inkoatif, kontinuatif, progresif, dan repetitif dapat dikatakan pula sebagai aspek imperfektif. Aspek-aspek ini tidak mengungkapkan peristiwa yang selesai. Dalam rumusan Comrie (1985: 25), terungkap bahwa aspek habituatif, kontinuatif, dan progresif memang bagian dari aspek imperfektif. Penulis memahami kategori aspek sebagai makna keselesaian suatu peristiwa yang diungkapkan dalam predikat. Aspek dapat mengungkap apakah peristiwa sudah selesai, belum selesai, sedang berlangsung, selalu berlangsung, atau baru saja berlangsung. Dalam bahasa Indonesia, kategori aspek dapat dipahami secara semantis berdasarkan bentuk-bentuk leksikal yang ada. Aspek juga dapat dipahami dengan melihat unsur-unsur yang muncul dalam wacana. Oleh karena itu, makna aspektual harus dipahami berdasarkan konteks wacananya. Pengungkapan bentuk-bentuk ini dalam bahasa Indonesia merupakan fokus penelitan yang penulis lakukan.

41 Teori tentang Terjemahan Teori mengenai penerjemahan juga penulis gunakan untuk mendukung penelitian ini. Konsep-konsep penerjemahan Larson (1989), Moeliono (1989) dan Widyamartaya (2006) akan digunakan dalam penelitian ini. Ketiganya membicarakan masalah-masalah yang muncul dalam bidang terjemahan di Indonesia. Di dalamnya terdapat pula tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penerjemahan di Indonesia, tidak hanya masalahnya, tetapi juga konsep-konsepnya serta aturan-aturan yang digunakan dalam kaitannya dengan penerjemahan aspek ke dalam bahasa Indonesia. Moeliono (1989: 55) menyebutkan bahwa kita dapat menggolongkan kegiatan terjemahan ke dalam tiga kelompok besar. Pertama ialah terjemahan yang dilakukan kata demi kata, dengan tujuan tidak menyimpang sedikit pun dari ciri-ciri lahiriah bahasa. Terjemahan macam ini disebut sebagai terjemahan harfiah. Penerjemahan harfiah mutlak, menurut Larson (1989: 16), adalah penerjemahan yang dilakukan baris per baris (interlinear). Penerjemahan jenis ini sangat berguna untuk studi bahasa sumber. Akan tetapi, penerjemahan harfiah tidak cukup membantu pembaca bahasa sasaran yang ingin mengetahui makna teks sumber. Penerjemahan harfiah hampir tidak mempunyai nilai komunikasi. Kelompok kedua adalah terjemahan yang bentuk bahasanya tidak terikat pada naskah sumbernya, tetapi tujuannya ialah mengungkapkan intisari dari ide atau maksud yang terkandung dalam naskah asli. Terjemahan jenis ini biasanya paling mudah dipahami orang karena di dalamnya telah terjalin tafsiran penerjemah.

42 31 Terjemahan seperti itu juga dapat disebut sebagai terjemahan bebas. Larson (1989: 18) menyatakan, Sebuah terjemahan disebut terlalu bebas jika dalam penerjemahan itu ditambahkan informasi lain yang tidak ada dalam teks sumber atau jika kenyataan latar historisdan teks bahasa sumber diubah. Kelompok ketiga ialah terjemahan yang mengarah pada kesepadanan atau ekuivalensi antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Terjemahan seperti itu tidak termasuk terjemahan harfiah karena tidak didasarkan pada terjemahan kata demi kata. Akan tetapi, terjemahan macam itu tidak pula disebut sebagai terjemahan yang bebas karena dalam hal bentuknya masih terikat dengan ciri lahiriah naskah sumber. Terjemahan yang seperti itu dapat disebut sebagai terjemahan idiomatik. Terjemahan yang idiomatik dapat dianggap ada di tengah kedua ekstrem, antara terjemahan yang harfiah dan terjemahan bebas (1989: 56). Sasaran dari kegiatan penerjemahan adalah menyampaikan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dengan demikian, idealnya, penerjemahan yang dilakukan adalah penerjemahan idiomatis. Akan tetapi, penerjemahan menurut Larson (1989) seringkali merupakan gabungan antara pengalihan harfiah satuan leksikal dan terjemahan idiomatis makna teks itu. Sesungguhnya, tidak mudah membuat penerjemahan idiomatis secara konsisten. Widyamartaya (2006: 56) menuliskan rambu-rambu yang harus diketahui penerjemah dalam hal penerjemahan tenses. Tidak seperti pada bahasa Inggris, bahasa Indonesia tidak mempunyai konsep verbal concord, yakni persesuaian bentuk

43 32 kata kerja dengan subjeknya, dan juga tidak ada tenses, yaitu persesuaian bentuk kata kerja sesuai dengan waktunya: waktu sekarang, lampau, atau akan datang. Oleh karena itu, penerjemahan bentuk tenses bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dapat disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan bahasa Indonesia untuk mengungkapnya. Kata kerja bahasa Inggris dalam bentuk lampau tidak harus selalu diimbangi dengan kata telah atau sudah pada terjemahannya karena dalam bahasa Indonesia ada verba tertentu yang telah mencakup makna aspek tertentu. Misalnya, kalimat last week, I went to the cinema dapat diterjemahkan menjadi minggu lalu, saya pergi ke bioskop tanpa harus menambah kata telah atau sudah sebelum kata pergi. Keterangan waktu minggu lalu sudah cukup mejelaskan peristiwa pergi sudah terjadi dan waktunya sudah lewat sehingga penerjemah tidak perlu mengutak-atik verbanya lagi. Hal ini juga berlaku pada penerjemahan tenses lainnya, seperti perfect tense, progressive tense, future tense, dan juga kombinasinya. Bentuk tenses yang sudah dikombinasi memang lebih kompleks. Misalnya, gabungan antara past tense dengan perfect tense; progressive tense dengan perfect tense; atau bahkan gabungan tiga tenses sekaligus. Dalam hal ini, penerjemah harus menghasilkan terjemahan seluwes-luwesnya dengan menghindari ungkapan kaku, seperti sudah sedang, akan sedang, telah akan, sudah akan sedang. Konsep waktu dalam bahasa Indonesia dapat dimengerti melalui konteks kalimatnya.

Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia

Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia Perwujudan Konsep Kewaktuan Bahasa Indonesia dalam Buku Cerita Dwibahasa Spiderman Saves The Day/Spiderman Menyelamatkan Dunia NISA ANDINI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Perwujudan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori tentang Konsep Kewaktuan Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan bentuk kewaktuan dalam bahasa Indonesia. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia mempunyai cara berbeda-beda untuk mengungkap masalah kewaktuan. Terdapat bahasa yang mempunyai sistem yang mengungkap masalah kewaktuan secara

Lebih terperinci

IHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI)

IHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI) IHWAL ASPEKTUALITAS, TEMPORALITAS, DAN MODALITAS DALAM BAHASA INDONESIA (Dra. Nuny Sulistiany Idris, M.Pd./FPBS UPI) Pada beberapa bahasa aspek, temporalitas, dan modalitas merupakan subbahasan semantik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan tidak terlepas dari kehidupan manusia. Tidak hanya bagi pemelajar asing, tapi juga masyarakat umum. Namun, mereka terkadang tidak menyadari bahwa cerita

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak zaman dahulu, bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Bahasa senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses penerjemahan bahasa sumber terhadap bahasa sasaran bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Seorang penerjemah dikatakan berhasil menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi kesulitan dan kesalahan. Hal itu terjadi akibat siswa tersebut masih menggunakan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan sesama manusia. Dalam berinteraksi juga dibutuhkan. bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal diluar bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan sesama manusia. Dalam berinteraksi juga dibutuhkan. bahwa bahasa berhubungan dengan hal-hal diluar bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat pemersatu antara manusia satu dengan manusia yang lain. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya juga butuh interaksi dengan sesama manusia. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan Negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia.

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Bab 5 Ringkasan Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Tetapi perbedaan struktur kalimat antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sering menjadi kendala bagi pemelajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya dalam bentuk cerita (sumber: wikipedia.com). Penulis novel disebut novelis. Kata novel

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. Makna dan fungsi..., Nurhayati, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 7 PENUTUP. Makna dan fungsi..., Nurhayati, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 7 PENUTUP 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan dalam BAB 4 6, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pemarkah temporal dalam novel detektif klasik berbahasa Inggris dapat mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang ditetapkan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Dengan demikian, suatu keharusan bagi seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berkomunikasi antar manusia dibutuhkan bahasa yang disepakati oleh pengguna bahasa itu sendiri. Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kata kerja bantu modal atau modal memiliki fungsi sebagai pengungkap sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana pembicara menyatakan sikapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Kebutuhan akan bahasa sudah jauh sebelum manusia mengenal

Lebih terperinci

ASPEK, ADVERBIA WAKTU, DAN KALA DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA (Aspect, Adverb of Time, and Tenses in English and Indonesian)

ASPEK, ADVERBIA WAKTU, DAN KALA DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA (Aspect, Adverb of Time, and Tenses in English and Indonesian) SAWERIGADING Volume 15 No. 3, Desember 2009 Halaman 329 335 ASPEK, ADVERBIA WAKTU, DAN KALA DALAM BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA (Aspect, Adverb of Time, and Tenses in English and Indonesian) Mansur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yakni sebagai alat utama berkomunikasi. Seorang pemakai bahasa dalam penyampaian suatu hal, menginginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

ABREVIASI DALAM JUDUL ACARA TELEVISI PADA KURUN WAKTU NURINA ROMADHONA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA

ABREVIASI DALAM JUDUL ACARA TELEVISI PADA KURUN WAKTU NURINA ROMADHONA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA ABREVIASI DALAM JUDUL ACARA TELEVISI PADA KURUN WAKTU 2000 2007 NURINA ROMADHONA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 ABREVIASI DALAM JUDUL ACARA TELEVISI PADA KURUN WAKTU 2000 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 menempatkan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesis berbasis teks, beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. linguistik (Austin & Sallabank, 2011). Melalui bahasa, seseorang dapat. dimaksudkan oleh penyampai pesan kepada orang tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, dan sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disesuaikan, dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat terlepas dari bahasa karena bahasa adalah alat yang dipakainya untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa baik secara lisan maupun secara tulis tidak terlepas dari penggunaan kata-kata yang menyusun suatu kalimat. Pada konteks bahasa lisan hal ini dikenal

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A ANALISIS MAKNA PADA STATUS BBM (BLACKBERRY MESSENGER) DI KALANGAN REMAJA: TINJAUAN SEMANTIK Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah aspek penting dalam interaksi manusia. Ini berarti komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari satu pihak ke pihak lainnya. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah dikodratkan oleh penciptanya untuk hidup berkomunikasi, salah satu bentuk komunikasi adalah dengan bahasa. Bahasa merupakan ungkapan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fenomena bahasa yang terkadang membuat permasalahan dan menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah penggunaan kata it sebagai

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009

ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009 ANALISIS RETORIKA TEKSTUAL WACANA PADA RUBRIK INDIKATOR HARIAN REPUBLIKA EDISI DESEMBER 2009 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat sarjanah S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. pada bab ini peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan dari pembahasan tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. pada bab ini peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan dari pembahasan tersebut. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah mengumpulkan dan menganalisis data pada pembahasan sebelumnya, pada bab ini peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan dari pembahasan tersebut. Selain menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam segala segi kehidupan, manusia tidak dapat terlepas dari bahasa. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu berhubungan dengan anggota masyarakat yang lain.

Lebih terperinci

ANALISIS KETERANGAN ASPEK PADA CERPEN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI BULAN DESEMBER 2012 (TINJAUAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS KETERANGAN ASPEK PADA CERPEN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI BULAN DESEMBER 2012 (TINJAUAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KETERANGAN ASPEK PADA CERPEN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI BULAN DESEMBER 2012 (TINJAUAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari dompet merupakan benda yang sangat penting guna menyimpan uang serta barang-barang berharga yang dianggap penting dan dapat diletakkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan warna kulit, ras, agama, bangsa dan negara. Bahasa merupakan perwujudan suatu konsep

Lebih terperinci

BAB VI KESALAHAN KESALAHAN SISWA DALAM MEMBUAT KALIMAT SEDERHANA

BAB VI KESALAHAN KESALAHAN SISWA DALAM MEMBUAT KALIMAT SEDERHANA 108 BAB VI KESALAHAN KESALAHAN SISWA DALAM MEMBUAT KALIMAT SEDERHANA 6.1 Kalimat Sederhana Siswa sekolah dasar dalam mempelajari bahasa Inggris selain mendengarkan, dan berbicara, siswa juga dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komunikasi merupakan aspek yang paling penting dan memegang peranan besar dalam kehidupan manusia. Komunikasi melalui bahasa memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk

1. PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001:21). Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis.

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis. Menulis esai dalam bahasa Inggris membutuhkan kemampuan dalam memilih kata dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi EKUIVALENSI LEKSIKAL DALAM WACANA NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI DEE LESTARI: SUATU KAJIAN WACANA Ayu Ashari Abstrak. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemunculan ekuivalensi leksikal dalam wacana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. upaya lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang, telah mendorong berbagai upaya lapisan

Lebih terperinci

Jurnal Sastra Indonesia

Jurnal Sastra Indonesia JSI 2 (1) (2013) Jurnal Sastra Indonesia http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi ANALISIS KONTRASTIF BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ARAB BERDASARKAN KALA, JUMLAH, DAN PERSONA Miftahur Rohim, Suprapti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,

Lebih terperinci

1. Kita harus melaporkan kejadian itu besok, tetapi mereka sekarang tidak berada di sini.

1. Kita harus melaporkan kejadian itu besok, tetapi mereka sekarang tidak berada di sini. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deiksis sebagai salah satu kajian pragmatik yang pemaknaan suatu bahasa harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemakaian bahasa yang tidak teratur dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

Cakrawala, ISSN , Volume 3, November KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd.

Cakrawala, ISSN , Volume 3, November KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd. Cakrawala, ISSN 1858-449, Volume 3, November 2008 KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd. Abstrak Bahasa Jawa dan bahasa Arab sangat terlihat

Lebih terperinci

ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH. Nanda Dwi Astri

ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH. Nanda Dwi Astri Telangkai Bahasa dan Sastra, Juli 2014, 87-100 Copyright 2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1978-8266 Tahun ke-8, No 2 ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain. Untuk mengerti kemanusiaan orang harus mengerti nature (sifat) dari bahasa yang membuat manusia

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis. Bahasa pada dasarnya adalah sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI

RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI Nama : Meka Sudesti NIM :1402408315 Kelas : 1F RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis ; (2) satuan-satuan sintaksis dan (3) hal

Lebih terperinci

Lesson 72: Present Perfect Simple. Pelajaran 72: Present Perfect Simple

Lesson 72: Present Perfect Simple. Pelajaran 72: Present Perfect Simple Lesson 72: Present Perfect Simple Pelajaran 72: Present Perfect Simple Reading (Membaca) I have been to that cinema before. (Saya sudah ke bioskop itu sebelumnya.) He has studied English. (Dia sudah belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

Kegiatan Sehari-hari

Kegiatan Sehari-hari Bab 1 Kegiatan Sehari-hari Kegiatan Sehari-hari 1 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini kamu diharapkan mampu: 1) membuat daftar kegiatan sehari-hari berdasarkan penjelasan guru; 2) menceritakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

Marilah kita lihat contoh berikut :

Marilah kita lihat contoh berikut : Sekarang kita menginjak ke tahapan penting kedua pelajaran kita. Dalam pelajaran IV ini, kita akan mempelajari pengungkapan kalimat yang TIDAK menggunakan AKAN, SUDAH, SEDANG. Kalimat yang kita buat disini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah memberi banyak definisi tentang penerjemahan, diantaranya: (1) bidang ilmu secara umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI

PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning.

BAB I PENDAHULUAN. Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning. Vehaar (1999: 14) mengemukakan bahwa semantik (Inggris: semantics) berarti teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA

METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA METODE TRADISIONAL BELAJAR BAHASA KEDUA Bagaimana belajar bahasa kedua dilihat dari kemunculan metode yang dikategorikan sebagai metode tradisional? 7/19/11 Tadkiroatun Musfiroh 1 LIMA DIMENSI METODE BELAJAR

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN ANALISIS GRAMMAR

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN ANALISIS GRAMMAR Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 9 No. 3 Oktober 2014 43 PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN ANALISIS GRAMMAR Rionaldo Putra 1), Indah Fitri Astuti 2), Awang Harsa K 3) 1,2,3) Program Studi Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech. Selain nomina, ajektiva, pronomina, verba, preposisi, konjungsi, dan interjeksi, adverbia

Lebih terperinci