IV. DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN
|
|
- Bambang Cahyadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 33 IV. DINAMIKA PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN 4.1. Kependudukan Provinsi Banten mempunyai luas 9.018,64 Km 2. Secara administrasi wilayah ini dibagi menjadi empat kabupaten dan empat kota dan terdiri dari 154 kecamatan serta desa/kelurahan. Wilayah Provinsi Banten berada pada batas astronomis BT dan LS, serta mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan nasional dan berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara. Batas wilayah Provinsi Banten adalah: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, sebelah selatan dengan Samudera Hindia dan, Sebelah barat dengan Selat Sunda. Informasi kependudukan sangat diperlukan bagi perencanaan dan evaluasi pembangunan. Hal ini dikarenakan paradigma pembangunan telah bergeser, yang semula pembangunan hanya bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi saat ini juga peningkatan kualitas SDM. Jumlah penduduk di suatu daerah, sebenarnya merupakan suatu aset dan potensi yang besar bagi pembangunan apabila penduduk tersebut berkualitas, sebaliknya apabila jumlah penduduk yang besar tersebut mempunyai kualitas yang rendah, maka akan menjadi beban bagi proses pembangunan yang dilaksanakan. Pada Gambar 4 ditunjukkan perkembangan jumlah penduduk Banten yang terus meningkat dari tahun 1961 sampai Kecenderungan penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun ini bukan hanya disebabkan pertambahan penduduk secara alamiah, tetapi juga tidak terlepas migran baru yang masuk yang disebabkan daya tarik Provinsi Banten. Daya tarik wilayah Banten, adanya daerah industri di sekitar Tangerang, Serang dan Cilegon, terutama industri pengolahan yang memberikan kontribusi 48,75 persen terhadap PDRB di provinsi ini. Penelitian Iskandar at. al., 2007 menyatakan, industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sumber daya (resource-based industries), industri manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di sekitar kota.
2 34 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon 500, * 1971* 1980* 1990* 2000* 2009** Sumber : Sensus Penduduk : *, Susenas : **. Gambar 4. Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun Penduduk Provinsi Banten yang termasuk kelompok penduduk muda, dengan kelompok usia 0-14 tahun sebanyak 29,93 persen, kelompok usia tahun sebanyak 53,66 persen, kelompok usia tahun sebanyak 11,81 persen dan kelompok 60 tahun keatas sebanyak 4,59 persen (Gambar 5) Sumber : BPS, 2011 (data diolah) Gambar 5. Piramida Penduduk Provinsi Banten Tahun 2010 Komposisi penduduk usia produktif yang sangat besar merupakan potensi sekaligus juga tantangan tersendiri bagi pemerintah. Penduduk usia produktif yang banyak, maka angkatan kerja juga menjadi tinggi. Angkatan kerja yang tinggi merupakan modal yang potensial untuk pembangunan daerah, jika
3 35 dilengkapi dengan keterampilan dan keahlian yang memadai atau berkualitas. Keberhasilan ekonomi China tidak terlepas dari SDM yang dimiliki. Penduduk yang struktur umurnya mengelompok di usia kerja dan mempunyai ketrampilan, serta adanya dukungan pemerintah yang cukup tanggap dalam merespon gejolak yang ada, yaitu dengan menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga mampu menggerakkan roda perekonomian (Manson dan Wang, 2005). Proses penciptaan lapangan pekerjaan sangat berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi angka pertumbuhan ekonomi maka semakin marak kegiatan perekonomian yang berarti semakin banyak pula tenaga kerja yang diperlukan untuk mengerakkan roda perekonomian. Untuk Provinsi Banten, gambaran tentang proporsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) dapat diketahui melalui angka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) seperti yang tercantum dalam Tabel 5. Dari tabel tersebut diperoleh bahwa TPAK Banten pada tahun 2009 adalah sebesar 63,74 persen, artinya porsi penduduk usia kerja (penduduk usia 10 tahun keatas) yang terlibat dalam kegiatan ekonomi di provinsi ini hanya 63,74 persen. Jika diamati menurut wilayah, pada tahun 2009 tampak bahwa penduduk Kota Tangerang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi mempunyai porsi paling tinggi dengan TPAK sebesar 68,51 persen. Sedangkan Kota Cilegon TPAK-nya masih dibawah 60 persen, yaitu sebesar 60,69 persen (Tabel 5). Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten Tahun Kabupaten/Kota Kab. Pandeglang 65,44 63,52 Kab. Lebak 67,62 67,69 Kab. Tangerang 65,89 62,12 Kab. Serang 60,14 60,78 Kota Tangerang 66,00 68,51 Kota Cilegon 59,99 60,09 Provinsi Banten 64,80 63,74 Pertumbuhan TPAK - 1,64 Sumber: BPS Provinsi Banten, 2009
4 36 Berkaitan dengan penduduk yang masuk dalam pasar kerja perlu dilihat juga komposisi pendidikan kepala rumah tangga (KRT). KRT yang pendidikannya lebih tinggi, biasanya akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan di sektor unggulan karena tenaga kerja yang berpendidikan biasanya produktivitasnya relatif lebih baik. KRT yang mampu menyelesaikan pendidikan SMP/sederajat keatas, didominasi oleh Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kabupaten Tangerang, dengan rata-rata sebesar 72 persen, 66 persen dan 55 persen, sedangkan Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak dibawah 50 persen (Gambar 6) Persen Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Tahun Sumber : BPS, 2009 (data diolah) Gambar 6. Persentase KRT Berpendidikan SMP/Sederajat Keatas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun Penduduk yang berbadan sehat relatif mampu melakukan kegiatan sehariharinya lebih baik dari pada yang sakit-sakitan, sehingga produktivitasnya akan lebih baik. Salah satu ukuran besarnya penduduk yang mengalami kesakitan dapat dilihat dengan indikator angka kesakitan. Setiap tahunnya hampir semua penduduk kabupaten/kota se Provinsi Banten mengalami kenaikan dalam angka kesakitannya. Terdapat empat kabupaten yang mulai menurun angka pesakitannya pada tahun 2009, yaitu: Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kota Cilegon dan Kabupaten Lebak (Gambar 7).
5 Persen Kab Pandeglang kab Lebak kab Tangerang Kab serang Kota Tangerang Kota Cilegon Tahun Sumber : BPS, 2011 (data diolah) Gambar 7. Persentase Angka Kesakitan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun Perkembangan pendidikan dan kesehatan tenaga kerja dan keluarganya di Provinsi Banten, sangat tergantung pada pembangunan ekonomi dari tahun awal terbentuknya provinsi ini. Pembangunan ekonomi dapat membentuk kegiatan ekonomi sehingga memungkinkan penduduk meningkatkan pendapatannya atas fungsinya sebagai tenaga kerja. Pendapatan penduduk akan semakin meningkat disaat perekonomian semakin membaik, sehingga rumah tangga dalam mengalokasikan pendapatannya untuk biaya pendidikan dan kesehatan menjadi lebih banyak Perkembangan Perekonomian Pembangunan ekonomi Provinsi Banten mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, selama periode 2002 sampai Pada tahun 2002 pertumbuhannya 4,11 persen dan terus meningkat menjadi 4,69 pada tahun 2009 (Gambar 8). 7 Persen Tahun Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah), 2009 Gambar 8. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Tahun
6 38 Jika dicermati lebih lanjut pada tingkat Kabupaten/Kota, terlihat bahwa Kota Tangerang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, yaitu 6,32 persen per tahun, sedangkan Kabupaten Tangerang rata-rata pertumbuhan ekonominya paling rendah hanya 3,95 persen per tahun (Tabel 6). Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota se Provinsi Banten Tahun Kabupaten/Kota Rata-rata Kab. Pandeglang 4,48 4,29 3,97 4,25 Kab. Lebak 4,90 4,06 4,10 4,35 Kab. Serang 6,48 5,51 4,40 5,46 Kab. Tangerang 4,71 3,95 3,18 3,95 Kota Tangerang 6,86 6,37 5,74 6,32 Kota Cilegon 6,25 5,63 5,44 5,77 Provinsi Banten 6,04 5,77 4,69 5,50 Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah) Pertumbubahan ekonomi Banten tidak terlepas dari peran sektor unggulan yaitu sektor industri. Sektor ini menyumbang lebih dari 40 persen PDRB Provinsi Banten. Sektor unggulan berikutnya adalah sektor perdagangan dan jasa (Gambar 9), namun melihat rata rata penyerapan tenaga kerja kedua sektor ini relatif sama dengan sektor yang bukan unggulan, yaitu sektor pertanian. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 9. JASA-JASA 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5. B A N G U N A N 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1. PERTANIAN 0% Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah) Gambar 9. Persentase Distribusi sembilan Sektor Kegiatan Ekonomi di Provinsi Banten Rata-rata PDRB perkapita Provinsi Banten tahun sebesar 10,11 juta per tahun (BPS Provinsi Banten, 2009). Gambar 10 menunjukkan bahwa dari 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, hanya ada dua daerah yang
7 39 memiliki rata-rata PDRB perkapita diatas nilai tersebut, yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon dengan nilai rata-rata masing-masing 15,19 juta rupiah dan 29,42 juta rupiah. Kedua kota ini merupakan daerah perindustrian, sehingga pendapatan perkapitanya besar. Sedangkan empat Kabupaten/Kota lainnya memiliki PDRB perkapita dibawah nilai rata-rata. Terlihat bahwa terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten (Gambar 10) Jutaan Rupiah pandeglang lebak kab.tangerang serang kot.tangerang cilegon tahun Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah) Gambar 10. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Perbedaan pendapatan penduduk antar kabupaten/kota juga menunjukan pola konsumsi yang berbeda pula. Kota Tangerang merupakan salah satu daerah yang pola konsusmsi non makanan lebih mendominasi dibanding konsumsi makanan yaitu sebesar 60,8 persen dibanding 39,2 persen. Kabupaten Tangerang juga merupakan daerah yang hampir sama pola konsumsinya dengan Kota tangerang, dan empat kabupaten/kota lainnya, pola konsumsinya masih didominasi oleh pengeluaran untuk konsumsi makanan (Tabel 7). Tabel 7. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Pengeluaran, Tahun 2009 Kabupaten/Kota Jenis Pengeluaran Makanan Non Makanan Kab. Pandeglang 66,7 33,3 Kab. Lebak 64,4 35,6 Kab. Tangerang 47,4 52,6 Kab. Serang 59,6 40,4 Kota Tangerang 39,2 60,8 Kota Cilegon 53,4 46,6 Provinsi Banten 49,4 50,6 Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah)
8 40 Ketimpangan masyarakat Kabupaten/Kota se Provinsi Banten dapat juga dilihat dengan indikator indeks gini rasio. Daerah yang rata rata ketimpangan paling besar dari tahun 2002 sampai dengan 2009 adalah Kabupaten Tangerang dengan ketimpangan individu sebesar 0,30. Ketimpangan ini sebenarnya sudah mulai menurun dibandingkan antara tahun 2002 (0,34) dan tahun 2009 (0,32). Ketimpangan individu terbesar pada tahun 2009 adalah Kota Tangerang, lalu Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon. Nilai indeks gini rasio yang besar di ketiga daerah tersebut, menunjukkan bahwa daerah tersebut terjadi kesenjangan pendapatan yang lebih besar dibandingkan tiga kabupaten/kota lainnya. Hanya Kabupaten Serang dan Kabupaten Lebak yang indeks gini rasionya mulai menurun pada tahun 2009 dibanding tahun 2008 (Gambar 11). Persen Tahun Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Sumber: BPS Provinsi Banten (data diolah), 2010 Gambar 11. Perkembangan Indeks Gini Rasio Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Kebijakan Pembangunan SDM Meningkatnya perekonomian (Gambar 8) masih belum dinikmati semua masyarakat Banten, dimana masih banyak penduduk yang tidak tertampung dalam kegiatan usaha ekonomi, atau masih banyak penggangguran (Tabel 3). Banyaknya pengangguran berdampak pada banyaknya rumah tangga miskin. Hasil survei sosial ekonomi nasional (BPS, 2009) menyatakan bahwa rumah tangga miskin sebagian besar pendapatannya digunakan untuk konsumsi makanan sedangkan pengeluaran untuk sektor bukan makanan proporsinya lebih kecil sehingga tidak semua rumah tangga di Banten mampu membiayai anaknya sekolah dan bahkan untuk medis.
9 41 Agar masyarakat dapat mendapatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mencukupinya. Banyaknya permintaan kedua fasilitas sosial di masyarakat maka perlu peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut. Hal ini sesuai dengan program pemerintah pusat yang sedang gencar penggalakkan bidang kesehatan dan pendidikan. Investasi dalam hal pendidikan mutlak dibutuhkan, sehingga pemerintah harus dapat membangun suatu sarana dan sistem pendidikan yang baik. Alokasi anggaran pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan merupakan wujud nyata dari investasi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Pengeluaran pembangunan pada sektor pendidikan dapat dialokasikan untuk penyediaan infrastruktur pendidikan dan menyelenggarakan pelayanan pendidikan kepada seluruh penduduk Indonesia secara merata. Anggaran pendidikan sebesar 20 persen merupakan wujud realisasi pemerintah untuk meningkatkan pendidikan. Bidang kesehatan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia, tanpa kesehatan masyarakat tidak dapat menghasilkan suatu produktivitas bagi negara. Negara sedang berkembang seperti Indonesia mengalami tahap perkembangan menengah, dimana pemerintah harus menyediakan lebih banyak sarana publik seperti kesehatan untuk meningkatkan produktivitas ekonomi. Sarana kesehatan dan jaminan kesehatan harus dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah melalui pengeluaran pemeritah. Menurut penelitian yang dilakukan Haryanto (2005) menunjukkan bahwa sektor kesehatan, tingkat persalinan yang ditolong tenaga medis dan persentase pengeluaran pemerintah untuk kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kematian balita. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan terbukti cukup besar pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja sektor tersebut. Mengingat besarnya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap peningkatan kinerja dari kesehatan maka perlu adanya upaya secara bertahap dari pemerintah untuk meningkatkan pengeluarannya pada sektor kesehatan. Kondisi umum pendidikan di Provinsi Banten ditandai oleh rendahnya kualitas SDM (SDM); sekitar 50 persen dari penduduk usia 10 tahun keatas hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) atau kurang (Gambar 12). Pada saat yang
10 42 sama, hanya 5 persen yang berpendidikan tinggi Tidak/Belum Tamat SD/MI/Sederajat SD/MI/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/SMK/Sederajat Universitas Sumber: BPS, 2009 Gambar 12. Persentase Penduduk Usia 10 tahun Keatas Berdasarkan Pendidikan pada Tahun 2009 Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 disebutkan bahwa pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus mengalokasikan 20 persen anggaran untuk bidang pendidikan. Namun pemerintah menghadapi kendala dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan, karena ada trade off dengan pengeluaran sektor lain yang erat kaitannya dengan pembangunan manusia, misalnya sektor kesehatan. Selama periode rata-rata pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan lebih dari 20 persen kecuali, pada tahun 2002 terdapat 3 Kabupaten/Kota yang masih dibawah 20 persen. Lonjakan yang terjadi pada tahun 2005 disebabkan oleh munculnya UU No. 23 Tahun 2003 yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen (Gambar 13) % pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan pandeglang lebak kab.tangerang serang kot.tangerang cilegon tahun Sumber: Departemen Keuangan, 2010 Gambar 13. Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota Tahun
11 43 Meningkatnya fasilitas bidang pendidikan dan kesehatan (Tabel 8 dan 9) diharapkan mampu meningkatkan pelayanan sosial untuk mewujudkan kebutuhan dasar sehingga menjadikan manusia yang berkualitas dari sisi pendidikan dan kesehatan, dan terwujudnya pembangunan manusia yang diharapkan. Tabel 8. Jumlah Sekolah Berdasarkan Jenjang Pendidikan Menurut Kabupaten/ Kota Tahun Kabupaten/Kota SD SMP SMU Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Provinsi Banten Pertumbuhan (%) 11,18 83,21 38,59 Sumber: BPS, 2009 Fasilitas jumlah SD sampai SMU yang berada di Provinsi Banten meningkat secara signifikan, pembangunan jumlah SMP untuk mencukupi kebutuhan lulusan SD yang ingin melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi cukup besar yaitu meningkat sebesar 83,21 persen (Tabel 8). Pembangunan fasilitas kesehatan yang ada juga mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 71,79 persen. Peningkatan kedua fasilitas tersebut merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan pendistribusian pendapatan secara tidak langsung. Tabel 9. Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas Menurut Kabupaten/Kota Tahun Kabupaten/Kota Rumah Sakit Puskesmas Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Provinsi Banten Pertumbuhan (%) 71,79 9,44 Sumber: BPS, 2009
12 Pencapaian Pembangunan Manusia Sampai dengan tahun 2009 tingkat pembangunan manusia regional cukup baik, seperti tampak berkurangnya kemiskinan dan membaiknya tingkat harapan hidup dan melek huruf (BPS, 2009). Pencapaian pembangunan manusia di Provinsi Banten, tidak terlepas dari peran tingkat Kabupaten/Kota, sebagai wilayah otonomi yang melakukan sebagian proses pembangunan dan swadaya masyarakat setempat. Hasil dari seluruh upaya pembangunan manusia dapat dilihat dari beberapa indikator yang ada. Angka harapan hidup dapat menggambarkan tingkat kesehatan yang telah dicapai masyarakat. Semakin baik tingkat kesehatan masyarakat diharapkan kesempatan untuk hidupnya cenderung semakin besar/lama. Sebaliknya tingkat kesehatan yang buruk akan cenderung memperpendek usia hidup. Indikator angka harapan hidup juga dapat digunakan untuk mengukur pembangunan di bidang kesehatan. Meningkatnya angka harapan hidup dapat berarti adanya perbaikan pembangunan di bidang kesehatan yang biasanya ditandai dengan membaiknya kondisi sosial ekonomi penduduk, membaiknya kesehatan, lingkungan dan lain sebagainya. Tabel 10. Angka Harapan Hidup dan Indeksnya Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun Kabupaten/Kota Angka Harapan Hidup Indeks Kab. Pandeglang 63,28 63,52 63,80 64,21 Kab. Lebak 63,14 63,21 63,57 63,68 Kab. Tangerang 65,44 65,61 67,40 67,69 Kab. Serang 62,65 63,08 62,75 63,46 Kota Tangerang 68,29 68,33 72,14 72,22 Kota Cilegon 68,49 68,53 72,48 72,56 Banten 64,60 64,75 66,00 66,25 Sumber: BPS, 2009 Angka harapan hidup Provinsi Banten pada tahun 2009 menunjukkan angka 64,75 meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 64,60. Artinya, bayi yang dilahirkan pada tahun 2009 mempunyai harapan hidup sampai berusia 64,75 tahun. Sedangkan indeks harapan hidup sebesar 66,25 pada tahun 2009
13 45 meningkat dari 66,00 pada tahun Rata-rata angka harapan hidup Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon memiliki harapan hidup yang lebih besar diatas rata-rata Provinsi Banten (Gambar 14) Kab Serang Kab Lebak Kab Pandeglang Banten Kab Tangerang Kota Tangerang Kota Cilegon Sumber: BPS, 2009 Gambar 14. Angka Harapan Hidup menurut Kabupaten/Kota di Banten, 2009 Indikator tingkat melek huruf dan rata-rata lama sekolah penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) dapat menggambarkan tingkat keberhasilan dan perkembangan pembangunan di bidang pendidikan. Dua indikator ini dipandang dapat mengukur tingkat pengetahuan masyarakat, sehingga digunakan dalam penghitungan IPM sebagai indikator derajat pendidikan masyarakat. Tabel 11. Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah dan Indeksnya Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun Kabupaten/Kota Angka Melek Huruf (%) Rata- Rata Lama Sekolah (Tahun) Indeks Pendidikan Kab. Pandeglang 96,29 96,30 6,38 6,44 78,37 78,51 Kab. Lebak 94,10 94,55 6,20 6,22 76,51 76,86 Kab. Tangerang 95,34 95,66 8,90 8,93 83,34 83,61 Kab. Serang 94,58 94,93 7,00 7,04 78,61 78,93 Kota Tangerang 98,34 98,35 9,82 9,95 87,39 87,69 Kota Cilegon 98,70 98,71 9,64 9,66 87,22 87,27 Banten 95,60 95,95 8,10 8,15 81,73 82,08 Sumber: BPS, 2009
14 46 Angka melek huruf diambil dari data kemampuan baca tulis, yang dipandang sebagai modal dasar yang perlu dimiliki setiap individu, agar mempunyai peluang yang sama untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan lainnya secara umum dapat digambarkan melalui rata-rata lama sekolah. Diharapkan dua indikator tersebut dapat menggambarkan kualitas pendidikan secara umum. Pada tahun 2009, angka melek huruf Provinsi Banten mencapai 95,95 persen meningkat dari 95,60 persen pada tahun Ini menunjukkan bahwa penduduk Banten sudah cukup baik dalam hal baca tulis mengingat untuk mencapai 100 persen angka melek huruf suatu wilayah sangat sulit karena ada sebagian penduduk usia tua yang tingkat pendidikannya sangat rendah bahkan ada yang belum sekolah sehingga mereka tidak mempunyai kemampuan baca tulis (Gambar 15). Banten Kota Cilegon Kota Tangerang Kab Serang Kab Tangerang Kab Lebak Kab Pandeglang Sumber: BPS, 2009 Gambar 15. Indeks Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun Kabupaten/Kota paling tinggi angka melek hurufnya pada tahun 2009 adalah Kota Cilegon yang mencapai 98,71 persen. Sedangkan Kabupaten/Kota paling rendah adalah Kabupaten Lebak yang mencapai 94,55 persen. Kondisi yang sama pada tahun 2008, yaitu paling tinggi adalah Kota Cilegon dan paling rendah Kabupaten Lebak. Rata-rata lama sekolah penduduk Banten pada tahun 2009 mencapai 8,15 tahun. Ini berarti rata-rata penduduk Banten bersekolah sampai kelas 3 SMP tapi belum sampai tamat SMP. Angka ini cukup meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 8,10 tahun. Kabupaten/Kota paling
15 47 tinggi rata-rata lama sekolahnya pada tahun 2009 adalah Kota Tangerang yang mencapai 9,95 tahun. Sedangkan Kabupaten/Kota terendah adalah Kabupaten Lebak yang mencapai 6,22 tahun. Berdasarkan kedua indikator pendidikan diatas, maka indeks pendidikan pada tahun 2009 Provinsi Banten mencapai 82,08, angka ini meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 81,73. Unsur dasar pembangunan manusia lainnya yang diakui secara luas adalah daya beli masyarakat. Komponen ini mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan beberapa variabel seperti keterampilan, kesempatan kerja dan pendapatan. Pengukuran komponen daya beli didekati dengan besarnya konsumsi perkapita yang telah disesuaikan. Pemakaian variabel konsumsi riil dimaksudkan untuk mengeliminir perbedaan dan perubahan harga (inflasi) yang terjadi, sehingga angka yang dihasilkan dapat dibandingkan antar daerah dan antar waktu Kab Pandeglang Kab Lebak Kab Tangerang Kab Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Banten Sumber: BPS, 2009 Gambar 16. Indeks Daya Beli menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun Daya beli masyarakat dapat menggambarkan tingkat kemampuan masyarakat untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan baik makanan maupun non makanan. Tapi angka ini bukan merupakan bukan angka riil pada tahun berjalan, melainkan pada tahun dasar penghitungan awal angka IPM yaitu pada tahun Tahun 2009 daya beli masyarakat meningkat 0,34 persen yaitu dari 625,52 ribu pada tahun 2008 menjadi 627,63 ribu pada tahun Ini berarti ada peningkatan daya beli masyarakat Banten namun masih cukup rendah. Sehingga diperlukan upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan daya beli
16 48 masyarakat sehingga akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Kabupaten/Kota paling tinggi daya beli masyarakatnya pada tahun 2009 adalah Kota Cilegon. Sedangkan Kabupaten/Kota paling rendah adalah Kabupaten Lebak. Nilai indeks daya beli Provinsi Banten pada tahun 2009 mencapai 61,85 meningkat dari tahun 2008 yang mencapai 61,36 (Tabel 12). Tabel 12. Daya Beli dan Indeksnya Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun Kabupaten/Kota Daya Beli Indeks Kab. Pandeglang 624,33 625,06 61,09 61,25 Kab. Lebak 625,08 627,49 61,26 61,82 Kab. Tangerang 631,19 632,77 62,67 63,04 Kab. Serang 628,50 630,08 62,05 62,42 Kota Tangerang 639,44 640,27 64,58 64,77 Kota Cilegon 641,75 641,88 65,11 65,14 Banten 625,52 627,63 61,36 61,85 Sumber: BPS, 2009 Angka IPM suatu daerah memperlihatkan jarak yang harus ditempuh untuk mencapai nilai ideal (100). Angka ini dapat diperbandingkan antar daerah di Indonesia. Tantangan bagi semua daerah adalah bagaimana menemukan cara yang tepat, dalam hal ini program pembangunan yang diterapkan masing-masing daerah. Tabel 13. IPM dan Rangking IPM Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun Kabupaten/Kota IPM Peringkat Kab. Pandeglang 67,75 67, Kab. Lebak 67,11 67, Kab. Tangerang 71,14 71, Kab. Serang 67,80 68, Kota Tangerang 74,70 74, Kota Cilegon 74,94 74, Banten 69,70 70, Sumber: BPS, 2009
17 49 Nilai IPM Provinsi Banten pada tahun 2009 sebesar 70,06 meningkat dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 69,70. Kabupaten/Kota paling besar nilai IPM pada tahun 2009 adalah Kota Cilegon. Ini menunjukkan Kota Cilegon merupakan wilayah yang sangat potensial dari sisi pembangunan manusianya. Kabupaten/Kota terendah adalah Kabupaten Lebak yang mencapai 67,45. Bila dilihat berdasarkan peringkat, pada dasarnya tidak terjadi perubahan posisi antar Kabupaten/Kota Kab Lebak Kab Pandeglang Kab Serang Banten Kab Tangerang Kota tangerang Kota Cilegon Sumber: BPS, 2009 Gambar 17. IPM Menurut Kabupaten/Kota di Banten, Tahun 2009 Klasifikasi tingkat pembangunan manusia yang direkomendasikann UNDP berdasar angka IPM, ada tiga yaitu: kelompok rendah, menengah atau tinggi. IPM Kabupaten/Kota dan IPM Provinsi Banten yang berkisaran antara 67,45 75,01 masuk dalam kelompok menengah. Pencapaian tersebut segera mendapatkan tantangan ketika mulai tahun 2004 rangking IPM Provinsi ini mulai menurun, akibatnya pada tahun 2009 IPM Provinsi Banten menduduki rangking 23 diantara Provinsi se Indonesia (Tabel 14). Tidak terjadi perubahan dibandingkan tahun Ini menunjukkan secara umum, peningkatan nilai IPM pada semua Provinsi relatif sama walaupun ada yang meningkat dan ada yang menurun (Tabel 14).
18 50 Tabel 14. Perkembangan IPM Regional Periode 2002, 2004 dan 2009 Provinsi IPM Rank IPM Rank IPM Rank NAD 66, , ,3 17 Sumatera Utara 68,8 7 71,4 7 73,8 8 Sumatera Barat 67,5 8 70,5 9 73,4 9 Riau 69,1 5 72,2 5 75,6 3 Jambi 67, , ,4 13 Sumatera Selatan 66, , ,6 10 Bengkulu 66, , ,5 12 Lampung 65, , ,9 21 Bangka Belitung 65, , ,5 11 Kepulauan Riau ,8 8 74,5 6 DKI Jakarta 75,6 1 75,8 1 77,3 1 Jawa Barat 65, , ,6 15 Jawa Tengah 66, , ,1 14 Yogyakarta 70,8 3 72,9 3 75,2 4 Jawa Timur 64, , ,0 18 Banten 66, , ,0 23 Bali 67,5 9 69, ,5 16 NTB 57, , ,6 32 NTT 60, , ,6 31 Kalimantan Barat 62, , ,7 28 Kalimantan Tengah 69,1 6 71,7 6 74,3 7 Kalimantan Selatan 64, , ,3 26 Kalimantan Timur 70,0 4 72,2 4 75,1 5 Sulawesi Utara 71,3 2 73,4 2 75,6 2 Sulawesi Tengah 64, , ,7 22 Sulawesi Selatan 65, , ,9 20 Sulawesi Tenggara 64, , ,5 25 Gorontalo 64, , ,7 24 Sulawesi Barat , ,1 27 Maluku 66, , ,9 19 Maluku Utara 65, , ,6 29 Irian Jaya Barat , ,5 30 Papua 60, , ,5 33 Sumber: BPS, UNDP, 2010 Gambar 18 juga memperlihatkan bahwa kemajuan IPM ternyata tidak didominasi oleh Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa atau Indonesia bagian barat saja, tetapi relatif menyebar. IPM tertinggi setelah DKI adalah Provinsi Sulawesi Utara dan diikuti oleh Riau, hal ini dimungkinkan diluar Jawapun mulai sadar pentingnya pembangunan manusia.
19 ipm DKI jak Riau Kaltim Kalteng Sumbar Babel Jambi jabar NAD Maluku Lampung Banten Sultnggara Sulbar Malut NTT Papua provinsi Gambar 18. Perkembangan Rangking IPM Provinsi se Indonesia Tahun 2009 Perkembangan IPM ditentukan oleh perkembangan indikator-indikator kompositnya. Kurun waktu sepuluh tahun umumnya indikator tersebut berkembang secara steady, kecuali indikator paritas daya beli (Gambar 11). Indikator ini seperti telah dibahas sebelumnya berkaitan langsung dengan income penduduk, yang dipengaruhi oleh kinerja perekonomian. Jika iklim perekonomian kondusif, maka akan tercipta perekonomian yang prospektif. Selanjutnya, diharapkan akan terbuka kesempatan bagi penduduk untuk meningkatkan pendapatannya, dan pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat. Kondusif tidaknya perekonomian yang dimaksud terutama ditentukan oleh perkembangan harga (inflasi). Inflasi tinggi akan langsung menurunkan daya beli masyarakat. Pengendalian terhadap laju inflasi menjadi sangat penting dalam hal menjaga dan menumbuhkan purchasing power parity masyarakat. Turunnya rangking IPM Banten sebagai akibat dari faktor daya beli masyarakat. Peran nilai PPP paling rendah, tetap mengalami peningkatan namun tidak secepat komponen lainnya. Bahkan indeks pendidikan yang direpresentasi oleh adult literacy rate (tingkat melek huruf dewasa) dan mean years schooling (rata-rata lama sekolah) menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Mengamati perkembangan purchasing power parity (Gambar 19), sampai dengan tahun 2009 mengalami pertumbuhan, tetapi sejak tahun 2006, peningkatannya lebih rendah
20 52 dibandingkan tahun lainnya. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Oktober 2005 merupakan salah satu penyebab terjadinya inflasi tahun Tingginya inflasi berpengaruh langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Inilah yang menyebabkan mengapa purchasing power parity tahun 2006 mengalami peningkatan namun tidak sebesar tahun sebelum dan sesudahnya Indeks AHH Indeks Pengetahuan Indeks PPP IPM Sumber: BPS, 2009 Gambar 19. Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode
21 53 V. FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SDM DI PROVINSI BANTEN Penelitian ini menggunakan model regresi data panel untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPM, yang berarti pula mempengaruhi pembangunan manusia. Model ini menggunakan data sekunder dari BPS dan Departemen Keuangan dan UNDP. Data yang dianalisis meliputi 6 wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten selama tahun Terdapat keterbatasan data pada kota baru hasil pemekaran (Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan), masih bergabung dengan kabupaten induknya. Hasil uji Hausman (Tabel 15), menghasilkan nilai Hausman-hitung 17,66. Dibandingkan dengan nilai X 2 Tabel maka H o diterima atau menolak H 1. Artinya, model yang tepat digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah FEM. Sehingga FEM merupakan model yang lebih baik dibandingkan dengan metode Pooled Ordinary Least Square (Pooled OLS) ataupun REM Hasil Uji Model Pengujian ada tidaknya autokorelasi pada model terpilih (FEM) dilakukan dengan Wooldridge Test for Serial Correlation in Panel Data Models (Drukker, 2003). Persamaan menunjukkan nilai peluang yang sama, yaitu 0,0000 yang berarti menolak hipotesis (tidak terdapat autokorelasi pada order pertama). Hal ini berarti bahwa FEM yang terpilih sebagai model terbaik di persamaan melanggar asumsi terbebas dari autokoreasi. Demikian juga dengan uji heteroskedastisitas di model terpilih dengan menggunakan Modified Wald Statistic (Greene, 2002). Nilai peluang sebesar 0,0000 di persamaan berarti menolak hipotesis adanya varian yang sama antar individu (homoskedastisitas). Sehingga dapat disimpulkan bahwa model FEM yang terpilih sebagai model terbaik untuk persamaan tersebut melanggar asumsi homoskedastisitas atau dengan kata lain model FEM tersebut mengandung heteroskedastisitas. Permasalahan heteroskedastisitas dan autokorelasi pada model mempengaruhi perkiraan nilai parameter yang tidak akan memenuhi sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimate). Oleh karena itu, agar nilai parameter dari model terpilih memenuhi sifat BLUE, maka dilakukan modifikasi model dengan menggunakan pendekatan Panel-Corrected Standard Error (PCSE) (Greene,
22 dan Hardin, 1995). Berdasarkan model PCSE ini berarti telah dilakukan koreksi atas permasalahan heteroskedastisitas, contemporaneously correlated across panel, and first order autokorelasi (ar1). Hasil perkiraan model dengan PCSE dari persamaan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IPM Variabel Koefisian Persamaan P-value PDRB Perkapita (INC) 0, ,000 Indeks Gini Rasio (GR) -2,29 0,480 Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan dan kesehatan (GOV) 0,03 0,012 Persentase KRT berpendidikan SMP/sederajat Keatas (EDU) 16,71 0,000 Angka Kesakitan (HLTH) 4,76 0,000 F-Test 474,47 0,000 R-Square 0,98 Hausman Test 17,66 0,001 Berdasarkan hasil perkiraan regresi data panel pada Tabel 15, semua indikator berpengaruh terhadap IPM, yang berarti pula semua faktor berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Walaupun tidak semua faktor berpengaruh secara signifikan terhadap IPM, akan tetapi tanda pada koefisien dapat menunjukkan arah hubungannya terhadap IPM. Peningkatan PDRB perkapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan, KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas dan angka kesakitan pada persamaan berpengaruh positif terhadap peningkatan IPM. Demikian juga dengan Indeks gini yang memiliki tanda koefisien negatif, namun tidak signifikan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan SDM Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pembangunan SDM Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan memiliki kontribusi dalam memajukan pendidikan melalui penyediaan infrastruktur maupun operasionalnya. Dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan IPM. Nilai koefisien
23 55 sebesar 0,030 memiliki arti peningkatan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 0,030 (ceteris paribus). Penelitian ini sejalan dengan Ramires, et. al (2000) dan Brata, 2004 temuan mereka juga menunjukkan peningkatan realisasi pengeluaran APBD akan berdampak pada peningkatkan IPM. Peningkatan realisasi pengeluaran APBD akan meningkatkan kemampuan pemerintah terutama pemerintah daerah dari segi pendanaan dalam rangka mengatasi masalah pengeluaran investasi publik di daerah seperti investasi infrastruktur, serta invetasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Sejak tahun 2005 pemerintah sudah mulai melakukan pengumpulan informasi penduduk miskin, dimana pada tahun itu akan dilakukan pengalihan subsidi atas bahan bakar minyak (BBM) dan sebagai informasi pada tahun selanjutnya. Pada tahun 2006 dan 2007, pemerintah melakukan langkah konsolidasi berbagai program bantuan untuk penduduk miskin dan hampir miskin. Program tersebut diwujudkan kedalam bantuan program bantuan dan perlindungan sosial, yang ditujukan untuk perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, pangan, sanitasi dan air bersih. Program ini diwujudkan dalam bentuk beras miskin (raskin), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), Jamkesda, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Melalui program bantuan dan perlindungan sosial diharapkan terjadi peningkatan pada tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk miskin dan hampir miskin. Bantuan langsung diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin dan memiliki kesempatan yang lebih untuk pengeluaran di bidang pendidikan dan kesehatan. Sedangkan untuk jangka panjang, melalui program PKH diharapkan terjadi perubahan pola pikir dan perilaku terhadap kesehatan dan pendidikan. Pemerintah juga menerapkan wajib pendidikan dasar 9 tahun bagi anak usia sekolah dan membangun sarana dan prasarana pendidikan terutama di wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan daerah bencana. Akses bagi anak usia sekolah untuk mengenyam pendidikan juga diperluas melalui BOS pada jenjang SD dan SLTP agar dapat membebaskan anak-anak dari pungutan sekolah terutama dari keluarga miskin. Berbagai beasiswa bagi siswa kurang mampu juga
24 56 disediakan pemerintah untuk tingkat SLTA hingga Perguruan Tinggi agar tetap dapat melanjutkan pendidikannya. Mengingat pentingnya peran pemerintah dalam meningkatkan SDM, yaitu dalam memfasilitasinya melalui anggaran dibidang pendidikan dan kesehatan dan beberapa program yang telah dijelaskan diatas terlihat bahwa di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang memiliki persentase anggaran diatas rata-rata se Provinsi Banten. Hasil pembangunan SDM dengan indikator IPM juga lebih tinggi dari rata-rata se Provinsi Banten. Jadi terlihat bahwa persentase anggaran bidang pendidikan dan kesehatan di dua kabupaten tersebut dapat meningkatkan pembangunan manusianya. Kabupaten Lebak, Serang dan Pandeglang merupakan Kabupaten yang sudah mulai meningkatkan anggaran bidang tersebut namun masih terlihat bahwa peningkatan IPM masih dibawah rata-rata. Satu-satunya kota yang anggaran dibawah rata rata namun IPMnya diatas rata rata adalah Kota Cilegon. Modal awal dari masing masing Kabupaten/Kota di Provinsi Banten ini memang berbeda, Kabupaten/Kota yang memiliki PDRB perkapita rendah, belum mampu meningkatkan pembangunan manusianya dibanding Kabupaten/Kota yang memiliki PDRB perkapita yang tinggi. Kabupaten Lebak, Serang dan Pandeglang merupakan Kabupaten yang PDRB perkapita dibawah rata rata (Gambar 20). Kabupaten/kota yang pengeluaran anggaran pendidikan dan kesehatan sudah diatas rata-rata, namun angka IPM masih rendah, maka perlu adanya evaluasi lebih lanjut terhadap pengalokasian belanja di daerah tersebut.
25 57 90 Cil 2 Ko Tg 2 Ko Tg 8 Ko Tg 3 Cil 7 Ko Tg 9 Cil 9 Cil 8 Ko Tg 6 85 Ka Tg 2 Ka Tg 6 Ka Tg 5 Ka Tg 4 Ka Tg 8 Ka Tg 7 Ka Tg 9 Ka Tg 3 IPM 80 Srg 6 Pdg 2 Srg 4 Srg 7 Srg 9 Srg 5 Srg 3 Pdg 8 Srg 8 Pdg 9 Pdg 6 Pdg 5 Lbk 5 Lbk 9 75 Srg 2 Lbk 7 Lbk 8 Lbk 6 Lbk 4 Pdg 3 Lbk 3 Lbk APBD_Pendidikan_Kesehatan Sumber: BPS, 2009 Gambar 20. IPM dan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan pendidikan Menurut Kabupaten/Kota Tahun Pengaruh PDRB Perkapita terhadap Pembangunan SDM Ketimpangan pendapatan menjadi masalah yang terus-menerus menjadi agenda dan sasaran kebijakan pembangunan yang disusun pemerintah. Pemerintah pada masa orde baru memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dibandingkan masalah distribusi pendapatan. Pemerintah mengandalkan trikle down effect sebagai strategi mencapai pemerataan. Pada akhirnya juga terjawab bahwa strategi menetes ke bawah tersebut kurang efektif. Dikaitkan dengan pembangunan manusia, indeks gini rasio dalam konteks penelitian ini lebih menilik aspek ekonominya. Ini perlu dipertegas mengingat distribusi pendapatan dipengaruhi juga oleh aspek sosial lainnya. Pengeluaran masyarakat terdeteksi oleh IPM melalui indikator PPP, melalui mekanisme
26 58 penurunan indeks gini rasio dan peningkatan pendapatan perkapita akan menurunkan IPM melalui indikator PPP. Dengan demikian, Indeks gini rasio berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia dan pendapatan perkapita berpengaruh positif. Besarnya pengaruh PDRB Perkapita terhadap IPM yang berarti pula berpengaruh terhadap pembangunan manusia dapat dilihat pada nilai koefisien parameternya. Persamaan menunjukkan bahwa peningkatan PDRB Perkapita memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan IPM. Nilai koefisien PDRB Perkapita sebesar 0,00014 pada model berarti peningkatan PDRB Perkapita sebesar 1 juta rupiah akan meningkatkan IPM sebesar 0,14 dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan peran penting PDRB Perkapita terhadap peningkatan IPM, yang menjadi salah satu indikator pembangunan Manusia. Dengan terlihat pentingnya PDRB perkapita ini maka sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya (Ramires, et.al. 2000) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi selalu menjadi modal awal dalam pembangunan manusia, dimana dengan semakin berkembangnya pembangunan ekonomi, maka akan tercipta lapangan pekerjaan, dan penduduk sebagai factor produksi akan mendapatkan penghasilan, sehingga semakin majunya perekonomian maka panghasilannya pun akan meningkat sehingga dalam mengalokasiakan pendapatannya dapat memilih sesuai dengan keinginannya. Hal ini sesuai dengan tujuan dari Pembangunan Manusia yaitu bebas dalam menentukan pilihan (UNDP, 2000) PDRB perkapita yang meningkat dan diikuti pembangunan manusia yang tinggi, terlihat pada beberapa kabupaten kota. Kota Tangerang dan Kota Cilegon adalah dua wilayah yang konsisten dalam melakukan peningkatan pembangunan manusia dari segi pendapatannya tersebut (Gambar 21).
27 59 90 Ko Tg 3 Ko Tg 9 Ko Tg 2 Ko Tg 7 Ko Tg 8 Ko Tg 4 Ko Tg 6 Cil 3 Cil 7 Cil 5 Cil 6 Cil 2 Cil 4 Cil 8 Cil 9 85 Ka Tg 9 Ka Tg 5 Ka Tg 3 Ka Tg 8 Ka Tg 6 Ka Tg 2 IPM 80 Srg 7 Pdg 9 Srg 8 Srg 9 Pdg 6 Lbk 8 Srg 5 Srg 4 Srg 3 Lbk 6 Srg 2 75 Lbk 3 Lbk PDRB_Perkapita Sumber: BPS, 2009 Gambar 21. IPM dan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota tahun Satu hal yang sering dikaitkan dengan pembangunan manusia adalah pertumbuhan ekonomi (Ramires, 1998). Para ahli ekonomi banyak mengamati sejauh mana hubungan dan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia. UNDP yang menyatakan bahwa hingga akhir tahun an, pembangunan manusia di Indonesia terutama ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk wilayah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota. Pertumbuhan PDRB akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Pada penelitian sebelumnya (Ramires, et.al 2000) menemukan adanya pengaruh yang sifgnifikan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Tetapi ada baiknya juga untuk mengetahui bagaimana kondisi yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
28 60 manusia pada era 2000-an di Provinsi Banten. Perkembangan IPM regional dan pendapatan regional domestik bruto (PDRB) relatif kurang seirama. Perkembangan PDRB yang tinggi tidak selalu diikuti oleh perkembangan IPM yang tinggi pula. Sebaliknya, pertumbuhan PDRB yang rendah belum tentu diikuti oleh perkembangan IPM yang rendah pula. Pada Tabel 16. tampak jelas bahwa DKI memiliki prestasi terbaik dalam menerjemahkan pertumbuhan ekonomi ke dalam pembangunan manusia, dengan hanya urutan 2 pada PDRB perkapita tetapi mencapai urutan 1 pada IPM. Provinsi Banten dengan PDRB perkapita menempati urutan 9, tetapi hanya menempati urutan rendah (23) pada IPM. Ini adalah bukti bahwa sumber perekonomian yang begitu besar yang dimiliki Provinsi Banten kurang dinikmati oleh sebagian besar rakyatnya. Tabel 16. Perkembangan PDRB Perkapita dan IPM Rank Tahun 2009 Provinsi PDRB perkapita (Rp) Ranking PDRB Perkapita Ranking IPM Kalimantan Timur , DKI Jakarta , Riau , Papua , Sumatera Selatan , Jawa Timur , Sumatera Utara , Jawa Barat , Banten , Jawa tengah , Indonesia ,18 Sumber : BPS, Pengaruh Indeks Gini Rasio Terhadap Pembangunan SDM Besarnya pengaruh ketimpangan terhadap IPM dapat dilihat pada nilai koefisien parameternya. Persamaan menunjukkan bahwa penurunan indeks gini rasio memiliki pengaruh terhadap peningkatan IPM, namun hanya mampu menjelaskan dengan tingkat kesalahan sebesar 50 persen. Nilai sebesar -2,29306 pada model berarti penurunan indeks gini rasio sebesar 0,1 akan meningkatkan
29 61 IPM sebesar 22,93 dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan peran penting indeks gini rasio terhadap peningkatan IPM, yang menjadi salah satu indikator pembangunan Manusia. Faktor ketimpangan pendapatan yang didekati dengan nilai indeks gini digunakan dalam estimasi persamaan faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia dengan pendekatan IPM. Walaupun koefisien dari indeks gini tidak signifikan pada tingkat 5 persen, tanda negatif pada koefisien menunjukkan bahwa penurunan ketimpangan pendapatan yang dinyatakan dengan peningkatan nilai indeks gini akan berpengaruh terhadap peningkatan IPM. Walaupun Indeks Gini yang membaik bukan berarti akan akan meningkatkan IPM. Namun dengan ditemukan bahwa ketimpangan berpengaruh terhadap peningkatan IPM ini, maka terlihat bahwa pengeluaran pendapatan oleh masyarakat Banten sudah merata dengan terlihat semakin menurunnya indeks gini rasio dan sejalan dengan pula dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Salah satu cara yang perlu dilakukan adalah bagaimana meningkatkan pemerataan pendapatan, menuju pendapatan yang tinggi. Harapan berhasilnya peningkatan tersebut maka masyarakat akan mempunyai peluang yang sama dalam mendapatkan pendidikan atau kesehatan yang sama (seiring semakin meningkatnya biaya kedua bidang tersebut). Semakin mampunyai pendapatan masyarakat akan mampu membayar fasilitas tersebut secara merata maka suatu wilayah akan memiliki SDM yang unggul secara bersama. SDM yang berpendapatan meningkat maka berbagai penyakit sosial seperti kriminalitas akan berkurang pula dan ini akan membuka peluang bagi Provinsi Banten untuk mendatangkan investasi dari luar, dengan melihat kondusifnya keamanan di Provinsi ini, dan akan mendapatkan perkembangan pembangunan ekonomi yang lebih baik Pengaruh KRT Berpendidikan SMP/Sederajat Keatas terhadap Pembangunan SDM Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan berbangsa dan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan ini hanya akan dapat dicapai melalui pendidikan, oleh karena itu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa: setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan
30 62 kemudian dalam ayat 2 ditegaskan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk mengaktualisasikan amanah UUD 1945 tersebut, maka pemerintah Indonesia mengatur penyelenggaraan pendidikan melalui undang-undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional (DIKNAS, 2010). Pendidikan di Indonesia diselenggarakan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang ditetapkan dalam UU No. 20 tahun Pendidikan nasional adalah pendidikan berdasarkan UUD dan Pancasila yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya. Dalam pengertian sehari-hari pendidikan adalah upaya sadar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, serta memperluas wawasan. Pada dasarnya pendidikan yang diupayakan bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat dan keluarga. Secara nasional pendidikan yang menekankan pengembangan SDM menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tingkat pencapaian program pembangunan pendidikan dalam meningkatkan taraf pendidikan masyarakat secara umum, biasa diukur melalui perubahan dan perkembangan yang berhasil dicapai masyarakat pada waktu tertentu. Hasil pembangunan pendidikan dapat dilihat melalui monitoring pencapaian pendidikan antara lain; angka partisipasi sekolah, angka buta huruf, dan rata-rata lama sekolah. Mengidentifikasi faktor penyebab suatu keadaan harus mempertimbangkan kemungkinan adanya rangkaian pengaruh antar variabel. Rendahnya taraf pendidikan penduduk di suatu daerah, misalnya kemungkinan terjadi karena rendahnya partisipasi sekolah. Partisipasi sekolah kemungkinan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain penilaian orang tua terhadap nilai pendidikan anak. Di lain pihak, rendahnya penilaian itu kemungkinan berkaitan dengan tipologi daerah dimana mayoritas penduduk bertempat tinggal; andaikan
31 63 saja, mayoritas penduduk berusaha sebagai petani di kawasan yang agak terpencil. Seorang anak bersekolah atau tidak bersekolah, berhasil atau gagal dipengaruhi oleh determinan sosial budaya dan ekonomi antara lain: faktor orang tua, pengaruh lingkungan, pembiayaan dan nilai pendidikan. Pendidikan tidak semata mata tugas dari pendidik atau yang lebih dikenal dengan istilah guru di sekolah/pergururan tinggi, tidah terlepas dari masaalah pendidikan adalah peran dari orang tua. Dikatakan bahwa selain guru ada yang lebih penting yaitu peran orang tua dan lingkungan. Peran orang tua adalah melakukan pengecekan ulang terhadap kegiatan anaknya disekolah dimana orang tua perlu membantu apabila terdapat kesulitan oleh anak dalam mengikuti kegiatan sekolah. Begitu juga dalam melakukan pilihan sekolah peran orang tua tidak dipungkiri lagi bahwa kemampuan dalam pilihan mengalokasikan pengeluaran rumah tangga perlu kebijakan dan menatap masa depan. Semua hal diatas perlu adanya pendidikan KRT yang semakin tinggi, sehingga dapat berfikir lebih bijaksana dalam menentukan pilihan pilihan. Maryama, dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh variabel sosial ekonomi teradap tingkat penerimaan kepala rumah tangga pada program wajib belajar 9 tahun menyatakan bahwa, tanggapan kepala rumah tangga yang berpendidikan lebih rendah akan merepon kurang dibanding kepala rumah tangga yang pendidikannya diatasnya. Salah satu Indikator yang digunakan dala penelitian ini adalah persentase Kepala Rumah Tangga yang ber berpendidikan SLTP/sederajat keatas. Angka yang diperoleh digunakan untuk mengetahui tingkat kualitas pendidikan penduduk dengan menggunakan pendidikan dasar menengah sebagai batasan minimal. Tingkat pendidikan yang digunakan dalam estimasi ini, sebagai suatu indikator semakin tinggi pendidikan KRT maka akan semakin lebih bijak dalam mengalokasikan pendapatannya untuk anggaran yang lebih penting untuk keluarga. Indikator pendidikan yang didekati dengan persentase KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas. Variabelnya signifikan pada tingkat α = 5 persen dalam mempengaruhi IPM, dengan nilai peluang koefisien sebesar 0,000. Nilai koefisien sebesar 16,71 memiliki arti peningkatan KRT berpendidikan SMP/sederajat keatas dari total KRT sebesar 1 persen akan dapat meningkatkan IPM sebesar 16,71 persen.
BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN
BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal,
Lebih terperinciIPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014
IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan
Lebih terperinciDINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur
57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara
Lebih terperinciBAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,
BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
Lebih terperinciBAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL
BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap
Lebih terperinci5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA
5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5.1 Determinan Ketahanan Pangan Regional Analisis data panel dilakukan untuk mengetahui determinan ketahanan pangan regional di 38 kabupaten/kota
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam
V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun
Lebih terperinci5.1 Hasil Kaitan Variabel Bebas dengan Tingkat Kemiskinan Kaitan Angka Melek Huruf dengan Tingkat Kemiskinan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Kaitan Variabel Bebas dengan Tingkat Kemiskinan 5.1.1 Kaitan Angka Melek Huruf dengan Tingkat Kemiskinan Jika dilihat berdasarkan Scatter-Plot data antara angka melek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinci5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA
86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan
Lebih terperinciBAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji heteroskedastisitas Berdasarkan hasil Uji Park, nilai probabilitas dari semua variable independen tidak signifikan pada tingkat 5 %. Keadaan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Lebih terperinciV. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa
72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah ialah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga
Lebih terperinciTIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1
1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi banten sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 111 Telp
Lebih terperinciVisi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT
Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dimaknai sebagai suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciMengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data
Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan
Lebih terperinciCATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,
CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).
Lebih terperinciindikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan
Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah selalu digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI BANTEN 2014
OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah
35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014
OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata
Lebih terperinciGAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014
GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan semua proses yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Pada intinya pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012
RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi
Lebih terperinciPOTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Tengah 2015 Palangka Raya, 16Desember 2015 DR. Ir. Sukardi, M.Si Kepala BPS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan suatu negara diarahkan pada upaya meningkatkan pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk melihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN
BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berlangsungnya pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, maka transformasi struktural dalam perekonomian merupakan suatu proses yang tidak terhindarkan.
Lebih terperinciDINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG
IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Disampaikan dalam Acara: Musrenbang RKPD Provinsi Kepulauan Riau 2015 Tanjung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak literatur ekonomi pembangunan yang membandingkan antara pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim
IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas
Lebih terperinciTINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN
No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciINDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014
12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a
Lebih terperinci