KAJIAN TERHADAP PENGARUH PENAMBAHAN LIOH PADA PWSCC KOMPONEN BEJANA TEKAN REAKTOR PWR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TERHADAP PENGARUH PENAMBAHAN LIOH PADA PWSCC KOMPONEN BEJANA TEKAN REAKTOR PWR"

Transkripsi

1 174 ISSN Sofia L., dkk. KAJIAN TERHADAP PENGARUH PENAMBAHAN LIOH PADA PWSCC KOMPONEN BEJANA TEKAN REAKTOR PWR Sofia L. Butarbutar, Geni Rina Sunaryo, Febrianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Gd. 80 Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang ABSTRAK KAJIAN TERHADAP PENGARUH PENAMBAHAN LiOH PADA PWSCC KOMPONEN BEJANA TEKAN REAKTOR PWR. Primary Water Stress Corrosion Cracking (PWSCC) merupakan salah satu jenis degradasi yang dapat mengurangi keandalan material Alloy 600 yang digunakan sebagai material salah satu komponen dalam bejana tekan. PWSCC dapat ditekan dengan cara mengendalikan kimia air pendingin primer melalui pengaturan ph yaitu menambahkan LiOH (lithium hidroksida). Lithium hidroksida ditambahkan ke dalam air pendingin primer untuk menjaga kestabilan ph karena adanya penurunan ph akibat penambahan asam borat yang dapat meningkatkan laju korosi. Tujuan utama yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh LiOH terhadap PWSCC. Metoda yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah kajian dari beberapa literatur. Pada kondisi saat ini, konsentrasi LiOH yang ditambahkan ke dalam pendingin primer untuk menjaga ph tetap 6,9-7,4 adalah sekitar 2,2 ppm. Konsentrasi LiOH harus dijaga, karena apabila melebihi 2,2 ppm dapat meningkatkan laju korosi Alloy 600. Oleh karena itu ph harus dikendalikan dengan mengkoordinasikan konsentrasi asam borat, lithium dan Enriched Boric Acid (EBA) yang akan mengurangi jumlah total boron dan lithium hidroksida yang ada dalam air pendingin reaktor. Konsentrasi lithium yang tinggi juga dapat mempengaruhi inisiasi retak PWSCC. Oleh karena itu untuk memperkecil kemungkinan terjadinya PWSCC perlu dikendalikan jumlah penambahan lithium selama operasi reaktor berlangsung. Kata kunci: PWR, lithium hidroksida, asam borat, ph, PWSCC, air pendingin primer ABSTRACT STUDY ON THE EFFECT OF LiOH ADDITION ON THE PWSCC OF PRESSURED VESSEL OF PWR REACTOR. Primary Water Stress Corrosion Cracking (PWSCC) is type of degradation that could decrease the reliability of Alloy 600 which is used as one of component material in pressure vessel. PWSCC can be supressed by controlling the primary coolant water chemistry through ph value setting by adding LiOH (lithium hydroxide). Lithium hydroxide is added into the primary cooling water to maintain a stable ph due to ph decreasing as a consequence of boric acid addition which can increase the rate of corrosion. The main purpose of which will be described in this paper is the signification influence of LiOH on PWSCC. The method used in this paper is a review of some literatures. In current conditions, the concentration of LiOH added to the primary coolant to maintain the ph remained 6.9 to 7.4 is around 2.2 ppm. LiOH concentration must be maintained, because if it exceeds 2.2 ppm, it can increase the rate of corrosion of Alloy 600. Therefore, the ph must be controlled by coordinating the concentration of boric acid, lithium and Enriched Boric Acid (EBA) that can reduce the quantity of boron and lithium hydroxide in reactor coolant. High concentration lithium may also affect the crack initiation PWSCC. Therefore, to minimize the possibility of PWSCC need to be controlled amount of addition of lithium during the reactor operation. Key words: PWR, lithium hydroxide, boric acid, ph, PWSCC, primary coolant water PENDAHULUAN B ejana tekan reaktor PWR merupakan komponen pressure boundary yang paling penting terkait perannya dalam keselamatan, yaitu sebagai penghalang lepasnya produk fisi. Oleh karena itu perlu dijaga integritas struktur materialnya agar sebuah reaktor dapat dioperasikan sesuai dengan umur desainnya. [1] Alloy 600 banyak digunakan sebagai material pada beberapa komponen PWR, antara lain: tube pembangkit panas, heater sleeves, control rod drive mechanisms (CRDM) nozzles, dan hot leg penetrations. Alloy 600 adalah paduan yang kandungan nikelnya tinggi, akan tetapi paduan ini rentan terhadap korosi Primary Water Stress Corrosion Cracking (PWSCC). Bejana tekan dan komponen-komponennya dioperasikan pada temperatur dan tekanan tinggi dalam air pendingin primer yang bersifat agresif yang bisa menimbulkan PWSCC. Salah satu cara untuk meminimasi terjadinya PWSCC adalah dengan mengontrol kimia

2 Sofia L., dkk. ISSN air, yaitu dengan menginjeksikan hidrogen, menambahkan lithium dan seng (Zn). [2] Pada kajian sebelumnya telah dibahas pengaruh penambahan hidrogen pada air pendingin primer, yaitu dapat menekan kandungan oksigen terlarut. [3] Berkurangnya kandungan oksigen terlarut akan menurunkan nilai Electrochemical Corrosion Potential (ECP) sehingga dapat menekan proses korosi. Lithium dalam bentuk LiOH ditambahkan untuk menaikkan nilai ph air pendingin yang turun akibat penambahan asam borat, sedangkan seng ditambahkan untuk menurunkan tingkat paparan radiasi yang disebabkan Cobalt-60 yang merupakan kontributor utama tingginya paparan radiasi pada reaktor nuklir Makalah ini bertujuan untuk memaparkan sejauh mana pengaruh kandungan lithium terhadap PWSCC serta koordinasi Li-B dalam mempertahankan nilai ph yang sesuai untuk mengendalikan laju korosi. TINJAUAN PUSTAKA PWSCC pada komponen bejana tekan reaktor PWSCC merupakan suatu kejadian korosi yang disebabkan tiga faktor yang ada secara bersamaan, yaitu: lingkungan, tegangan, dan material. Dengan mengeliminasi salah satu faktor tersebut secara prinsip dapat mencegah terjadinya PWSCC. [4] Untuk mengurangi dampak PWSCC, adalah penting untuk memahami perilaku korosi bahan dan pengendaliannya. Perilaku korosi sangat dipengaruhi oleh kombinasi dari kualitas air dan material. Alloy 600 dipilih sebagai material komponen bejana tekan reaktor karena memiliki ketahanan korosi general yang baik di lingkungan air temperatur tinggi, sehingga berdampak positif terhadap rendahnya produk korosi dalam air pendingin serta rendahnya laju penipisan dinding. Akan tetapi material ini rentan terhadap PWSCC. [5] PWSCC diketahui telah terjadi pada nosel CRDM yang terekspos pada lingkungan bertemperatur tinggi. Retak yang terjadi pada nosel CRDM, diakibatkan oleh PWSCC, dapat menyebabkan kebocoran air reaktor yang merambat ke permukaan luar reactor vessel head yang tidak terproteksi oleh baja tahan karat. Hal ini akan menyebabkan terdepositnya kristal asam borat pada penutup bagian atas bejana tekan reaktor dan mengakibatkan terjadinya korosi asam borat (Boric Acid Corrosion). [6] Kimia air primer reaktor PWR Air ringan digunakan sebagai pendingin primer pada reaktor tipe PWR yang merupakan media agresif jika terjadi kontak dengan material, terutama pada temperatur tinggi, sehingga harus dikendalikan karena dapat menyebabkan terjadinya korosi pada material struktur. Kimia air yang diaplikasikan pada PWR harus menjamin integritas dan keandalan untai primer termasuk elemen bahan bakar, karena pengelolaan kimia air merupakan salah satu opsi yang bisa dilakukan untuk menjaga integritas komponen setelah reaktor beroperasi. [7] Pendingin primer dikendalikan secara kimia dengan penambahan asam borat, LiOH dan hidrogen. Boron dalam bentuk asam borat ditambahkan sebagai chemical shim untuk mengendalikan neutron. Asam borat menyebabkan penurunan ph dan berdampak buruk terhadap integritas struktur dan keselamatan, sehingga perlu ditambahkan lithium untuk menaikkan ph. Hidrogen ditambahkan untuk menekan produk radiolisis terutama mengendalikan jumlah oksigen terlarut. Konsentrasi kimia air pendingin yang ditambahkan dalam pendingin reaktor bervariasi untuk setiap reaktor PWR dari berbagai negara seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 [8]. Tabel 1. Spesifikasi Kimia Air Pendingin Reaktor PWR [8] Indikator Satuan PWR Jepang Babcock & Wilcox VGB, FRG ph pada 25 0 C 4,2 10,5 4,6 8,5 - LiOH sbg 7 Li + ppm 0,2 2,2 0,2 2,0 0,2 2,0 Asam Borat sbg B ppm Hidrogen cc/kg * Oksigen, maks ppm 0,005-0,05 Klorida, maks ppm 0,05 0,10 0,20 Fluorida, maks ppm 0,05 0,10 Jumlah padatan yg ppm - 0,1 - tersuspensi Besi, maks ppm 0, Silika, maks ppm 0,5 - - Kekeruhan ppm 1,0 - - *) diukur dalam ppb

3 176 ISSN Sofia L., dkk. Fokus utama program kimia air adalah pengendalian ph. Untuk PWR yang beroperasi sekarang, ph pendingin dijaga pada rentang 6,9 7,4 selama operasi satu siklus. Nilai ph dikendalikan dengan menyesuaikan konsentrasi LiOH dan asam borat dalam air pendingin. Opsi yang paling banyak dipilih adalah modifikasi koordinasi kimia lithium dan boron, seperti tampak pada Gambar 1. serta akan menjadi pengotor pada sistem pendingin. Tentu hal ini sangat tidak diinginkan, karena adanya radiasi neutron akan mengaktivasi produk korosi tersebut menjadi bahan radioaktif yang dapat terendapkan di tempat-tempat yang tidak diinginkan sehingga dapat meningkatkan paparan radiasi bagi pekerja. Oleh karena itu nilai ph perlu dijaga pada rentang 6,9 7,4, karena ph yang netral sifat korosinya berkurang. Demikian juga dengan ph tinggi, laju korosi Alloy 600 cenderung meningkat, dikarenakan film oksida yang bersifat pelindung yang terdapat pada permukaan logam akan menjadi lebih mudah larut. Gambar 1. Skema pengendalian ph di Jepang [9] Gambar 1 menunjukkan skema pengendalian ph air pendingin primer PWR yang diterapkan di Jepang. Pada awal daur jumlah boron yang ditambahkan mencapai sekitar 1800 ppm, agar ph tetap pada batas yang diinginkan maka lithium ditambahkan sampai sekitar 3,5 ppm. Namun hal ini tidak lagi direkomendasikan karena dapat meningkatkan risiko terjadinya retak pada Alloy 600. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi lithium dan boron sampai konsentrasi lithium konstan sekitar 2,2 ppm. Pada akhir siklus, dimana konsentrasi boron semakin berkurang dan demikian juga dengan lithium yang dibutuhkan tidak menimbulkan masalah yang berarti. Pengaruh penambahan lithium dengan konsentrasi yang tinggi pada pendingin primer dapat menyebabkan korosi Zircaloy dan retak pada Inconel (Alloy 600) [10]. Inilah alasan utama untuk menjaga konsentrasi lithium, karena penambahan konsentrasi yang lebih sedikit dapat menurunkan ph air pendingin yang bisa memicu terjadinya perubahan bentuk oksida yang akan menyebabkan peningkatan dosis paparan radiasi pada instalasi nuklir tersebut. PEMBAHASAN Salah satu cara pengendalian konsentrasi O 2 terlarut dalam pendingin adalah dengan menambahkan suatu bahan kimia. Pada reaktor jenis PWR untuk mengatasi turunnya nilai ph air pendingin akibat penambahan asam borat, maka dilakukan penambahan LiOH sekitar 2,2 ppm agar reaktor dapat dioperasikan pada ph optimal. [11] Dampak yang diakibatkan oleh ph rendah diantaranya adalah mempercepat terjadinya proses korosi sehingga terbentuklah produk korosi berupa kerak seperti Fe 3 O 4 yang dapat mengganggu efektivitas pengambilan panas pada bahan bakar, Gambar 2. Pengaruh konsentrasi lithium [12] Pada Gambar 2 dapat dilihat pengaruh penambahan lithium terhadap paparan radiasi dan korosi yang diakibatkannya. Untuk paparan radiasi, semakin tinggi konsentrasi lithium yang ditambahkan ke dalam pendingin primer maka paparan radiasi yang terjadi akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan asam borat yang ditambahkan ke dalam pendingin primer yang berfungsi sebagai pengendali reaktivitas akan menurunkan ph dan berdampak pada percepatan laju korosi. Untuk mengatasinya maka Li dalam bentuk LiOH ditambahkan ke dalam pendingin sebagai pengendali ph pada rentang 6,9 7,4. Pada ph sekitar 6,9 produk korosi lebih cenderung terdeposit di luar teras sehingga meningkatkan paparan radiasi. Sebaliknya pengoperasian pada ph di atas 7,4 dapat menurunkan paparan radiasi. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa penambahan lithium kurang dari 3 ppm sangat signifikan dalam menurunkan paparan radiasi, dan penambahan lebih dari 3 ppm disisi lain akan cenderung stabil. Konsentrasi lithium menurunkan paparan radiasi tetapi meningkatkan risiko retak pada Alloy 600 dan korosi kelongsong bahan bakar. Pada penambahan lithium sekitar 4 5 ppm dapat meningkatkan risiko retak pada Alloy 600, sedangkan risiko korosi kelongsong bahan bakar meningkat apabila lithium yang ditambahkan lebih dari 5 ppm. Oleh karena itu, konsentrasi lithium perlu dijaga pada batas yang aman untuk integritas material di lingkungan air pendingin reaktor.

4 Sofia L., dkk. ISSN Mengingat konsentrasi lithium yang ditambahkan ke dalam pendingin primer tidak boleh lebih besar dari 2,2 ppm, sekalipun penambahan boron berbeda-beda selama daur bahan bakar, sehingga dikembangkan penggunaan asam borat diperkaya (Enriched Boric Acid, EBA). EBA merupakan perkayaan isotop B-10 (Natural Boric Acid, NBA) yang berperan dalam penyerapan neutron dari sekitar 19,2 % menjadi sekitar 65 %. Dengan menggunakan EBA maka mengurangi jumlah total boron dan lithium hidroksida dalam air pendingin reaktor. Konsentrasi lithium yang rendah pada pendingin primer lebih diinginkan karena dapat meminimasi potensial korosi kelongsong bahan bakar Zircaloy. [13] Gambar 3 menunjukkan perbedaan daur EBA dan NBA. Pada daur EBA, ph 6,9 7,4 lebih memungkinkan dapat dipertahankan dengan menggunakan konsentrasi lithium 2,2 ppm sepanjang daur bahan bakar dibanding menggunakan Non EBA yang dapat melampaui batas atas ph yang ditetapkan. Halangan utama dalam pengaplikasian EBA adalah masalah biaya. Gambar 3. Data kimia asam borat natural dan asam borat diperkaya [14] Pengaruh penambahan lithium terhadap PWSCC sendiri adalah dapat mempercepat waktu inisisasi. Hal ini disebabkan pada awal siklus operasi dibutuhkan asam borat yang sangat besar, sehingga untuk menjaga ph mendekati 7,4 maka ditambahkan lithium dengan konsentrasi cukup besar. Penambahan lithium yang dalam jumlah besar akan menaikkan ph air pendingin sehingga dapat merusak lapisan oksida yang terdapat pada permukaan logam yang bersifat protektif. Dengan rusaknya lapisan oksida tersebut maka akan terjadi inisiasi retak pada material tersebut. Tujuan koordinasi Li/B adalah untuk mendapatkan nilai ph 6,9 7,4 sehingga dapat mengatasi masalah terdeposisinya produk korosi pada bahan bakar dan korosi kelongsong bahan bakar. Koordinasi ini diperlukan karena pada awal operasi reaktor jumlah boron yang digunakan sekitar 1800 ppm dan lama kelamaan akan berkurang seiring waktu operasi, dan tentu jumlah lithium yang ditambahkan harus disesuaikan untuk mengatasi peningkatan ph akibat penambahan boron. ph tertinggi yang diijinkan adalah 7,4 dimana jumlah boron semakin berkurang sedang lithium dijaga pada konsentrasi konstan. Ini merupakan alasan pentingnya koordinasi Li/B sepanjang operasi satu siklus reaktor. KESIMPULAN Salah satu cara pengendalian kimia air adalah dengan menambahkan suatu bahan kimia untuk mengurangi terbentuknya produk radiolisis dan penyesuaian ph. Pada reaktor jenis PWR untuk mengatasi menurunnya nilai ph air pendingin akibat penambahan asam borat adalah dengan menambahkan LiOH sekitar 2,2 ppm. Nilai ph perlu dijaga pada rentang 6,9 7,4, karena apabila ph lebih kecil dari 6,9 akan meningkatkan paparan radiasi, sedangkan ph lebih dari 7,4 akan memperbesar risiko korosi pada kelongsong bahan bakar. Pada penambahan lithium sekitar 4 5 ppm dapat meningkatkan risiko retak pada Alloy 600, sedangkan risiko korosi kelongsong bahan bakar meningkat apabila lithium yang ditambahkan lebih dari 5 ppm. Tujuan koordinasi Li/B adalah untuk mendapatkan nilai ph 6,9 7,4 sehingga dapat mengatasi masalah terdeposisinya produk korosi, koordinasi ini diperlukan karena pada awal daur jumlah boron yang digunakan sekitar 1800 ppm dan lama kelamaan akan berkurang seiring waktu operasi, dan tentu jumlah lithium yang ditambahkan harus sesuai untuk mengatasi peningkatan ph akibat penambahan boron.. DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA-TECDOC-1120, Assessment and management of ageing of major nuclear power plant components important to safety: PWR pressure vessels, IAEA VIENNA OSKARSSON, M., Study on the Mechanisms for Corrosion and Hydriding of Zircaloy, Division Of Mechanical Metallurgy, Department of Materials Science and Engineering, Stockholm, Sweden, (2000) 3. BUTARBUTAR, S.L., SUNARYO, G.R., dan FEBRIANTO, Kajian Terhadap Pengaruh Penambahan Hidrogen Pada PWSCC Komponen Bejana Tekan Reaktor PWR. 4. KIM, Y.S., PARK, I.G., Power Engineering Research Institute, The Role Of Microstructural Variables in Primary Water Stress Corrosion Cracking of Inconel MATWEB, Special Metal of Inconel SHAH, V.N., WARE, A. G, and PORTER, A. M, Idaho National Engineering Laboratory,

5 178 ISSN Sofia L., dkk. "Assessment of Pressurized Water Reactor Control Rod Drive Mechanism Nozzle Cracking," NUREG/CR-6245, October MILLETT, P.J., WOOD, C.J., Recent Advances in Water Chemistry Control at US PWRs, Proceedings of 58th International Water Conference, Pittsburgh, October IAEA -Tecdoc, Reactor Water Chemistry Relevant To Coolant-Cladding Interaction, Vienna, (1987) 9. ISHIGURE, K., Power Cycle Chemistry in Nuclear Cycles: Technology Development and Importance of Fundamental Data, 14 th International Conference on the Properties of Water and Steam in Kyoto. 10. MOLANDER A, JENSSEN A, NORRING K, KÖNIG M and ANDERSSON P-O. Comparison of PWSCC initiation and crack growth data for Alloy 600. International Conference on Water Chemistry of Nuclear Reactor Systems. Berlin, September 15 18, JEONG, Y.H., Corrosion Characteristics and oxide microstructures of zircaloy-4 in aqueous alkali hydroxide solutions, Journal of Nuclear Materials 270 (1999) 12. RIESS, R., ET.AL, LCC-2 Annual Report, Sweden, December EPRI, Re-Evaluation of the Benefits of Implementing Enriched Boric Acid, TR STELLWAG & SCHNEIDER 2009, Enriched boric acid chemistry data. TANYA JAWAB Sriyono Apa fungsi LiOH dan asam Borat pada pendingin PWR? Selain berkaitan dengan vessel reaktor, apakah keua zat tersebut berpengaruh pada komponen yang lain seperti steam generator? Sofia loren butar-butar Fungi LiOH dan asam borat : Asam borat sebagai pengendali reaktivitas teras LiOH ditambahkan karena adanya penurunan ph akibat penambahan asam borat. Akibat dari penurunan ph adalah terjadinya korosi sehingga ditambahkan LiOH untuk menstabilkan ph air pendingin primer. Tergantung dari sistem air pendingin yang digunakan karena pada steam generator terdapat aliran air pendingin primer dan air pendingin sekunder. Pada aliran air pendingin primer terdapat produk korosi yang diakibatkan naiknya ph oleh asam borat.

Oleh : Febrianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir

Oleh : Febrianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir Kajian Parameter yang Mempengaruhi IGSCC (Inter Granular Stress Corrosion Cracking) pada Material Bejana Tekan Reaktor tipe PWR (Pressurized Water Reactor) Oleh : Febrianto Pusat Teknologi Reaktor dan

Lebih terperinci

SIMULASI UJI STRESS CORROSION CRACKING (SCC) MATERIAL SUS 304 PADA BERBAGAI SUHU

SIMULASI UJI STRESS CORROSION CRACKING (SCC) MATERIAL SUS 304 PADA BERBAGAI SUHU Sofia L Butarbutar, dkk. ISSN 0216-3128 213 SIMULASI UJI STRESS CORROSION CRACKING (SCC) MATERIAL SUS 304 PADA BERBAGAI SUHU Sofia L Butarbutar, Anni Rahmat, Febrianto Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Suhu dan KONSENTRASI KLORIDA Terhadap Aspek Korosi Material INCONEL 690 sebagai tube pembangkit uap REAKTOR PWR ABSTRAK

Analisis Pengaruh Suhu dan KONSENTRASI KLORIDA Terhadap Aspek Korosi Material INCONEL 690 sebagai tube pembangkit uap REAKTOR PWR ABSTRAK Analisis Pengaruh Suhu dan KONSENTRASI KLORIDA Terhadap Aspek Korosi Material INCONEL 690 sebagai tube pembangkit uap REAKTOR PWR Oleh Febrianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ABSTRAK ANALISIS

Lebih terperinci

KAJIAN KEHANDALAN MATERIAL KOMPONEN BAGIAN DALAM BEJANA TEKAN REAKTOR AIR BERTEKANAN

KAJIAN KEHANDALAN MATERIAL KOMPONEN BAGIAN DALAM BEJANA TEKAN REAKTOR AIR BERTEKANAN KAJIAN KEHANDALAN MATERIAL KOMPONEN BAGIAN DALAM BEJANA TEKAN REAKTOR AIR BERTEKANAN Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN, email.: nitis@batan.go.id Kawasan PUSPIPTEK Gd. No. 80 Setu, Tangerang

Lebih terperinci

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) RINGKASAN Reaktor Air Didih adalah salah satu tipe reaktor nuklir yang digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor tipe ini menggunakan

Lebih terperinci

FENOMENA KOROSI PADA SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR PENELITIAN

FENOMENA KOROSI PADA SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR PENELITIAN Sumijanto, dkk. ISSN 0216-3128 149 FENOMENA KOROSI PADA SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR PENELITIAN Sumijanto, Soedardjo S.A Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir BATAN, Serpong ABSTRAK FENOMENA

Lebih terperinci

AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA

AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA AKTIVITAS SDM UJI TAK RUSAK-PTRKN UNTUK MENYONGSONG PLTN PERTAMA DI INDONESIA SRI NITISWATI, ROZIQ HIMAWAN Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang 15310,

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN KOROSI PADA PIPA ALIRAN SISTEM PENDINGIN DI INSTALASI RADIOMETALURGI

PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN KOROSI PADA PIPA ALIRAN SISTEM PENDINGIN DI INSTALASI RADIOMETALURGI ISSN 1979-2409 Penerapan Pengelolaan (Treatment) AirUntuk Pencegahan Korosi Pada Pipa AliranSistem Pendingin Di Instalasi Radiometalurgi (Eric Johneri) PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN

Lebih terperinci

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 Akreditasi LIPI No. 751/AU3/P2MI-LIPI/08/2016 Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 JPEN Volume 19 Nomor 1 Hlm. 1-60 Jakarta Juni 2017 P-ISSN 1410-9816 E-ISSN 2502-9479 JPEN Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol.

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN PADA SAMBUNGAN NOSEL MASUK DAN KELUAR BEJANA TEKAN REAKTOR DENGAN MEH

ANALISIS TEGANGAN PADA SAMBUNGAN NOSEL MASUK DAN KELUAR BEJANA TEKAN REAKTOR DENGAN MEH Anni Rahmat, dkk. ISSN 0216-3128 179 ANALISIS TEGANGAN PADA SAMBUNGAN NOSEL MASUK DAN KELUAR BEJANA TEKAN REAKTOR DENGAN MEH Anni Rahmat, Roziq Himawan Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir, BATAN

Lebih terperinci

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) RINGKASAN Setelah perang dunia kedua berakhir, Kanada mulai mengembangkan PLTN tipe reaktor air berat (air berat: D 2 O, D: deuterium) berbahan bakar uranium alam. Reaktor

Lebih terperinci

MEKANISME REAKSI ASAM BORAT DENGAN PRODUK RADIOLISIS AKIBAT RADIASI SINAR- PADA TEMPERATUR 25 O C

MEKANISME REAKSI ASAM BORAT DENGAN PRODUK RADIOLISIS AKIBAT RADIASI SINAR- PADA TEMPERATUR 25 O C Mekanisme Reaksi Asam Borat dengan Produk Radiolisis MEKANISME REAKSI ASAM BORAT DENGAN PRODUK RADIOLISIS AKIBAT RADIASI SINAR- PADA TEMPERATUR 25 O C Geni Rina Sunaryo Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN TERMAL PADA DINDING BEJANA TEKAN REAKTOR PWR. Elfrida Saragi, Roziq Himawan Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - BATAN

ANALISIS TEGANGAN TERMAL PADA DINDING BEJANA TEKAN REAKTOR PWR. Elfrida Saragi, Roziq Himawan Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - BATAN ANALISIS TEGANGAN TERMAL PADA DINDING BEJANA TEKAN REAKTOR PWR Elfrida Saragi, Roziq Himawan Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir - BATAN ABSTRAK ANALISIS TEGANGAN TERMAL PADA DINDING BEJANA

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

PENGARUH KANDUNGAN Fe DAN Mo TERHADAP KETAHANAN KOROSI INGOT PADUAN ZIRLO-Mo DALAM MEDIA UAP AIR JENUH

PENGARUH KANDUNGAN Fe DAN Mo TERHADAP KETAHANAN KOROSI INGOT PADUAN ZIRLO-Mo DALAM MEDIA UAP AIR JENUH ISSN 0852-4777 Pengaruh Kandungan Fe dan Mo Terhadap Ketahanan Korosi Ingot Paduan Zirlo-Mo Dalam Media Uap Air Jenuh (Sungkono, Futichah) PENGARUH KANDUNGAN Fe DAN Mo TERHADAP KETAHANAN KOROSI INGOT PADUAN

Lebih terperinci

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR Air baku yang digunakan umumnya mengandung bermacam-macam senyawa pengotor seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, dan gas-gas. Penggunaan air tersebut secara langsung

Lebih terperinci

STUDI LAJU KOROSI PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr DALAM MEDIA UAP AIR JENUH PADA TEMPERATUR C

STUDI LAJU KOROSI PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr DALAM MEDIA UAP AIR JENUH PADA TEMPERATUR C J. Tek. Bhn. Nukl. Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 1 47 STUDI LAJU KOROSI PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr DALAM MEDIA UAP AIR JENUH PADA TEMPERATUR 250 300 C Sungkono Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN, Serpong ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi nuklir yang semakin berkembang dewasa ini telah banyak digunakan di Indonesia dalam berbagai bidang, diantaranya untuk pembangkit energi, industri, pertanian,

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR

RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR RINGKASAN Selama beropersinya reaktor nuklir, pelet bahan bakar mengalami iradiasi neutron pada suhu tinggi dan memproduksi produk fisi. Akibatnya pelet

Lebih terperinci

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE EDY SULISTYONO PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR ( PTBN ), BATAN e-mail: edysulis@batan.go.id ABSTRAK PENGARUH

Lebih terperinci

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

REAKTOR PEMBIAK CEPAT REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DEGRADASI GRAFIT OLEH AIR INGRESS PADA TERAS RGTT200K.

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DEGRADASI GRAFIT OLEH AIR INGRESS PADA TERAS RGTT200K. ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DEGRADASI GRAFIT OLEH AIR INGRESS PADA TERAS Sumijanto Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan PUSPIPTEK Gd 80 Serpong Tangsel 15310 Tlp: 021

Lebih terperinci

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM 3.1. Siklus Bahan Bakar Nuklir Siklus bahan bakar nuklir (nuclear fuel cycle) adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pemanfaatan

Lebih terperinci

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU RINGKASAN Reaktor Pendingin Gas Maju (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR) adalah reaktor berbahan bakar uranium dengan pengkayaan rendah, moderator grafit dan pendingin gas yang

Lebih terperinci

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN X STUDI LITERATUR PENGEMBANGAN NANOFLUIDA UNTUK APLIKASI PADA BIDANG TEKNIK DI INDONESIA

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN X STUDI LITERATUR PENGEMBANGAN NANOFLUIDA UNTUK APLIKASI PADA BIDANG TEKNIK DI INDONESIA Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN 2339-028X STUDI LITERATUR PENGEMBANGAN NANOFLUIDA UNTUK APLIKASI PADA BIDANG TEKNIK DI INDONESIA Anwar Ilmar Ramadhan 1*, Ery Diniardi 1, Cahyo Sutowo 1

Lebih terperinci

B 040. Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012

B 040. Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012 B 040 ANALISIS INTEGRITAS SISTIM PERPIPAAN PENDINGIN PRIMER REAKTOR AIR BERTEKANAN DALAM RANGKA PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN PERTAMA DI INDONESIA Roziq Himawan Geni Rina Sunaryo Sri Nitiswati Yoyok Dwi Setyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN di Bandung dan Reaktor Kartini yang berada di Yogyakarta. Ketiga reaktor

BAB I PENDAHULUAN di Bandung dan Reaktor Kartini yang berada di Yogyakarta. Ketiga reaktor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya teknologi dan peradabaan manusia, kebutuhan terhadap energi mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

RISET KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR PADA SAAT REAKTOR MENGALAMI FLUKTUASI DAYA

RISET KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR PADA SAAT REAKTOR MENGALAMI FLUKTUASI DAYA RISET KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR PADA SAAT REAKTOR MENGALAMI FLUKTUASI DAYA RINGKASAN Untuk meningkatkan nilai ekonomisnya, PLTN harus dapat mensuplai daya sesuai kebutuhan pada saat diperlukan. Oleh karena

Lebih terperinci

SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA

SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Sistem mpower dan Prospek Pemanfaatannya di Indonesia (Sudi Ariyanto) SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Sudi Ariyanto Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN Jalan Kuningan Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Skema pressurized water reactor (http://www.world-nuclear.org/, September 2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aliran multifase merupakan salah satu fenomena penting yang banyak ditemukan dalam kegiatan industri. Kita bisa menemukannya di dalam berbagai bidang industri seperti

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT Subiarto, Cahyo Hari Utomo Pusat Teknologi Limbah Radioaktif- BATAN ABSTRAK PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI

Lebih terperinci

MONITORING KETEBALAN PIPA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR G.A. SIWABESSY

MONITORING KETEBALAN PIPA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR G.A. SIWABESSY Roziq Himawan, dkk. ISSN 0216-3128 191 MONITORING KETEBALAN PIPA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR G.A. SIWABESSY Roziq Himawan, Suwoto, Sriyono PTRKN BATAN, E-mail : roziqh@batan.go.id ABSTRAK MONITORING

Lebih terperinci

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA

KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA S. Nitiswati 1), Djoko H.N 1), Yudi Pramono 2) 1) Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN 2) Direktorat Pengaturan, Pengawasan Instalasi

Lebih terperinci

REAKTOR NUKLIR. Sulistyani, M.Si.

REAKTOR NUKLIR. Sulistyani, M.Si. REAKTOR NUKLIR Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Reaktor Nuklir Reaktor Nuklir pertama kali dibuat oleh Fermi tahun 1942. Reaktor nuklir dikelompokkanmenjadi reaktor penelitian dan reaktor

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM TUNGKU AUTOCLAVE ME-24

PEMODELAN SISTEM TUNGKU AUTOCLAVE ME-24 No. 11 / Tahun VI. April 2013 ISSN 1979-2409 PEMODELAN SISTEM TUNGKU AUTOCLAVE ME-24 Sugeng Rianto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 65 Tangerang Selatan ABSTRAK PEMODELAN

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN

Lebih terperinci

ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304

ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304 ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN PEMBEBANAN ROTATING BENDING PADA MATERIAL SS 304 Oleh Alim Mardhi dan Roziq Himawan Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK ESTIMASI UMUR FATIK MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Kriteria Penerimaan Untuk Kecelakaan ISSN : 0854-2910 Budi Rohman P2STPIBN-BAPETEN KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi

Lebih terperinci

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI No. 12/ Tahun VI. Oktober 2013 ISSN 1979-2409 PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI Lilis Windaryati, Ngatijo dan Agus Sartono Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN

Lebih terperinci

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2010 DAFTAR ISI SUB BIDANG OPERASI LEVEL 1 Kode Unit : KTL.PO.28.101.01 Judul Unit

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur pada Korosi Baja (Steel) dalam Larutan Elektrolit Mengandung Karbon Dioksida (CO 2 )

Pengaruh Temperatur pada Korosi Baja (Steel) dalam Larutan Elektrolit Mengandung Karbon Dioksida (CO 2 ) Pengaruh Temperatur pada Korosi Baja (Steel) dalam Larutan Elektrolit Mengandung Karbon Dioksida (CO 2 ) Simon Sembiring Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI S u n a r d i Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didesain berdasarkan 3 (tiga) prinsip yaitu mampu dipadamkan dengan aman (safe shutdown), didinginkan serta mengungkung produk

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DISERTASI DOKTOR EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DISERTASI DOKTOR Pengembangan Komputasi Skala Besar Dan Pemodelan Reduksi Laju Korosi Baja Pada Sistem Transfer Panas Reaktor Berbasis Coolant Logam Cair Menggunakan Metode

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

STUDI JENIS PROBE EDDY CURRENT UNTUK INSPEKSI PEMBANGKIT UAP PWR ABSTRAK

STUDI JENIS PROBE EDDY CURRENT UNTUK INSPEKSI PEMBANGKIT UAP PWR ABSTRAK STUDI JENIS PROBE EDDY CURRENT UNTUK INSPEKSI PEMBANGKIT UAP PWR Mudi Haryanto, S. Nitiswati Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir BATAN ABSTRAK STUDI JENIS PROBE EDDY CURRENT UNTUK INSPEKSI PEMBANGKIT

Lebih terperinci

KETAHANAN KOROSI BAHAN STRUKTUR AlMg-2 DALAM MEDIA AIR PASCA PERLAKUAN PANAS DAN PENDINGINAN

KETAHANAN KOROSI BAHAN STRUKTUR AlMg-2 DALAM MEDIA AIR PASCA PERLAKUAN PANAS DAN PENDINGINAN KETAHANAN KOROSI BAHAN STRUKTUR AlMg-2 DALAM MEDIA AIR PASCA PERLAKUAN PANAS DAN PENDINGINAN Maman Kartaman A., Djoko Kisworo, Dedi Hariyadi, Sigit Pusbangtek Bahan Bakar Nuklir dan Daur Ulang BATAN, Serpong

Lebih terperinci

Observasi Pola Aliran Dua Fase Air-udara Berlawanan Arah pada Pipa Kompleks ABSTRAK

Observasi Pola Aliran Dua Fase Air-udara Berlawanan Arah pada Pipa Kompleks ABSTRAK Observasi Pola Aliran Dua Fase Air-udara Berlawanan Arah pada Pipa Kompleks Apip Badarudin 1,3,a, Indarto 2,b, Deendarlianto 2,c, Hermawan 2,d, Aji Saka 4,e, M. Fikri Haykal Syarif 5,f, Aditya Wicaksono

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER ISSN 979-409 PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER Yanlinastuti, Sutri Indaryati Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PENGUKURAN

Lebih terperinci

PENELITIAN KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI DINGIN REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR

PENELITIAN KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI DINGIN REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR PENELITIAN KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI DINGIN REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR T 621.483 SET Abstrak Kecelakaan kehilangan pendingin (LOCA) merupakan kecelakaan besar yang dipostulasikan

Lebih terperinci

MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI

MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI Tugas Akhir Diajukan sebagai syarat mengikuti sidang Sarjana Matematika Program Studi Matematika Institut Teknologi Bandung disusun oleh: Adwitha Yusuf 10103020

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RINGKASAN Meskipun terjadi kecelakaan kehilangan air pendingin ( Loss Of Coolant Accident, LOCA), seandainya bundel bahan bakar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN HIGH TEMPERATURE REACTOR 10 MW DITINJAU DARI NILAI SHUTDOWN MARGIN.

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN HIGH TEMPERATURE REACTOR 10 MW DITINJAU DARI NILAI SHUTDOWN MARGIN. EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN HIGH TEMPERATURE REACTOR 10 MW DITINJAU DARI NILAI SHUTDOWN MARGIN Rizki Budi Rahayu 1, Riyatun 1, Azizul Khakim 2 1 Prodi Fisika, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Lebih terperinci

STUDI PEMILIHAN MATERIAL UNTUK REAKTOR GAS TEMPERATUR TINGGI. Oleh Abdul Hafid Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir - BATAN

STUDI PEMILIHAN MATERIAL UNTUK REAKTOR GAS TEMPERATUR TINGGI. Oleh Abdul Hafid Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir - BATAN STUDI PEMILIHAN MATERIAL UNTUK REAKTOR GAS TEMPERATUR TINGGI Oleh Abdul Hafid Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir - BATAN ABSTRAK STUDI PEMILIHAN MATERIAL UNTUK REAKTOR GAS TEMPERATUR TINGGI.

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O

STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 18, No. 3, Juli 2015, hal 95-100 STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O Very Richardina 1*, Wahyu Setia Budi 1 dan Tri

Lebih terperinci

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Lecture Presentation NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY By : NANIK DWI NURHAYATI, S,Si, M.Si Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. Nur imam (2014110005) 2. Satria Diguna (2014110006) 3. Boni Marianto (2014110011) 4. Ulia Rahman (2014110014) 5. Wahyu Hidayatul

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEANDALAN PEMBANGKIT UAP

PENGUJIAN KEANDALAN PEMBANGKIT UAP PENGUJIAN KEANDALAN PEMBANGKIT UAP RINGKASAN Pengujian keandalan pembangkit uap telah dilakukan selama 6 tahun sejak tahun 1975 dan dilanjutkan pada tahun 1993 sampai 1997. Natrium Phosphat yang digunakan

Lebih terperinci

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION Puradwi I.W. Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Sistem P2TKN-BATAN NATIONAL BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU KOROSI PADA SUHU 150 ac UNTUK BAHAN STRUKTUR AIMg2 PASCA PERLAKUAN PANAS

PENENTUAN LAJU KOROSI PADA SUHU 150 ac UNTUK BAHAN STRUKTUR AIMg2 PASCA PERLAKUAN PANAS Hasil Hasil Penelitian EBN Tahun 2005 ISSN 0854-5561 PENENTUAN LAJU KOROSI PADA SUHU 150 ac UNTUK BAHAN STRUKTUR AIMg2 PASCA PERLAKUAN PANAS Maman Kartaman A, Sigit dan Dedi Hariadi ABSTRAK PENENTUAN LAJU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor nuklir membutuhkan suatu sistem pendingin yang sangat penting dalam aspek keselamatan pada saat pengoperasian reaktor. Pada umumnya suatu reaktor menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU KOROSI DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR KOROSI PADA PIPA SEKUNDER REAKTOR RSG-GAS

ANALISIS LAJU KOROSI DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR KOROSI PADA PIPA SEKUNDER REAKTOR RSG-GAS ANALISIS LAJU KOROSI DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR KOROSI PADA PIPA SEKUNDER REAKTOR RSG-GAS Febrianto, Geni Rina Sunaryo dan Sofia L. Butarbutar PTRKN-BATAN Gedung 80, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang,

Lebih terperinci

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian

Lebih terperinci

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS

SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS A.Mariatmo, Edison, Jaja Sukmana ABSTRAK Sistem pelaporan kejadian di RSG GAS mengikuti sistem pelaporan kejadian untuk reaktor riset IRSRR yang dikeluarkan oleh IAEA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Pengembangan TAHRMoPS Tc-99m merupakan salah satu radioisotop yang digunakan di aplikasi medis untuk keperluan teknik citra tomografi di kedokteran nuklir

Lebih terperinci

PENGARUH UNSUR GERMANIUM TERHADAP KETAHANAN KOROSI PADUAN Zr-Nb-Mo-Ge UNTUK MATERIAL KELONGSONG PERUSAHAAN LISTRIK TENAGA NUKLIR

PENGARUH UNSUR GERMANIUM TERHADAP KETAHANAN KOROSI PADUAN Zr-Nb-Mo-Ge UNTUK MATERIAL KELONGSONG PERUSAHAAN LISTRIK TENAGA NUKLIR Pengaruh Unsur Germanium Terhadap Ketahanan Korosi Paduan Zr-Nb-Mo-Ge untuk Material Kelongsong Perusahaan Listrik Tenaga Nuklir (B. Bandriyana) Akreditasi LIPI Nomor : 395/D/2012 Tanggal 24 April 2012

Lebih terperinci

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1 Dewi Prima Meiliasari, Zulfiandri, dan Taruniyati Handayani Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir ABSTRAK.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA KERING. Dewi Susilowati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA KERING. Dewi Susilowati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA KERING Dewi Susilowati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ABSTRAK PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA

Lebih terperinci

ANTI KOROSI BETON DI LINGKUNGAN LAUT

ANTI KOROSI BETON DI LINGKUNGAN LAUT ANTI KOROSI BETON DI LINGKUNGAN LAUT Pendahuluan : Banyak bangunan di lingkungan Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya terkena korosi terutama konstruksi beton di bawah duck beton dermaga Oil Jetty ( SPOJ

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 ISSN 1907 2635 Reaksi Termokimia Paduan AlFeNi dengan Bahan Bakar U 3Si 2 (Aslina Br.Ginting, M. Husna Al Hasa) REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 Aslina Br. Ginting dan M. Husna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai macam sektor industri di Indonesia terutama industri perkapalan. Tidak sedikit

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

ANALISA KERUSAKAN PADA ATAP ZINCOATING DI LINGKUNGAN ATMOSFER INDUSTRI

ANALISA KERUSAKAN PADA ATAP ZINCOATING DI LINGKUNGAN ATMOSFER INDUSTRI ANALISA KERUSAKAN PADA ATAP ZINCOATING DI LINGKUNGAN ATMOSFER INDUSTRI Moch. Syaiful Anwar, Cahya Sutowo, Andika Widya Pramono, Budi Priyono, Ronald Nasoetion Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek

Lebih terperinci

FITUR DAN ISU KESELAMATAN TERKAIT AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR)

FITUR DAN ISU KESELAMATAN TERKAIT AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR) 108 ISSN 0216-3128 Joko Supriyadi FITUR DAN ISU KESELAMATAN TERKAIT AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR) Joko Supriyadi Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir-BAPETEN Jl. Gajah Mada No. 8, Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ALIRAN DARI BAWAH KE ATAS (BOTTOM-UP) TERHADAP KARAKTERISTIK PENDINGINAN TERAS REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

PENGARUH PENAMBAHAN ALIRAN DARI BAWAH KE ATAS (BOTTOM-UP) TERHADAP KARAKTERISTIK PENDINGINAN TERAS REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG PENGARUH PENAMBAHAN ALIRAN DARI BAWAH KE ATAS (BOTTOM-UP) TERHADAP KARAKTERISTIK PENDINGINAN TERAS REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG V. Indriati Sri Wardhani vero@batan-bdg.go.id Pusat Teknologi Nuklir Bahan

Lebih terperinci

I HIBITOR POLIFOSFAT U TUK ME GE DALIKA KOROSI PADA PIPA SISTEM PE DISTRIBUSIA AIR

I HIBITOR POLIFOSFAT U TUK ME GE DALIKA KOROSI PADA PIPA SISTEM PE DISTRIBUSIA AIR I HIBITOR POLIFOSFAT U TUK ME GE DALIKA KOROSI PADA PIPA SISTEM PE DISTRIBUSIA AIR Komalasari, Zultiniar Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau, Jl. HR. Subrantas km. 12,5 Panam Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 27.000 MWe yang tersebar di Sumatera bagian

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETAHANAN KOROSI BAJA JIS S45C HASIL ELECTROPLATING NIKEL PADA APLIKASI MATERIAL CRYOGENIC

PENINGKATAN KETAHANAN KOROSI BAJA JIS S45C HASIL ELECTROPLATING NIKEL PADA APLIKASI MATERIAL CRYOGENIC PENINGKATAN KETAHANAN KOROSI BAJA JIS S45C HASIL ELECTROPLATING NIKEL PADA APLIKASI MATERIAL CRYOGENIC Mirza Pramudia 1 1 Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo, Madura Jl. Raya Telang, Po. Box 2 Kamal,

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM Ign. Djoko Irianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN) BATAN ABSTRAK PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI

Lebih terperinci