ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR
|
|
- Veronika Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR. Reaktor air tekan (PWR) termasuk salah satu jenis reaktor daya berdasarkan teknologi teruji. Fitur keselamatan teknis (ESF) merupakan sistem yang penting untuk keselamatan dalam reaktor daya (PLTN). Sistem tersebut untuk mencegah dan mengendalikan kecelakaan dasar desain. ECCS (sistem pendinginan teras darurat) adalah salah satu dari ESF (fitur keselamatan teknis) yang digunakan untuk memitigasi kecelakaan (kerusakan teras). Tujuan dari makalah ini untuk membandingkan perkembangan desain ECCS terhadap penurunan CDF. Analisis dilakukan dengan menentukan satu jenis kejadian pemicu selanjutnya disusun rentetan kecelakaan dengan analisis pohon kejadian, sedangkan probabilitas kegagalan ECCS ditentukan dengan analisis pohon kegagalan. Data kegagalan komponen berdasarkan TECDOC 478 dan data generik. PWR generasi II, AP 1000, US EPR and US APWR digunakan sebagai bahan studi dalam kajian ini. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan teknologi ECCS sangat signifikan untuk mengurangi frekuensi kerusakan teras yaitu mempunyai faktor penurunan sebesar 3,40 x 10 4 untuk AP 1000, sebesar 1,19 x 10 3 untuk US EPR dan 2,42 x 10 3 untuk US APWR bila dibandingkan dengan PWR generasi II. Kata kunci: ECCS, Frekuensi Kerusakan Teras, PWR ABSTRACT ANALYSIS FOR ECCS DESIGN TO CORE DAMAGE FREQUENCY ON THE PWR. Pressurized water reactor (PWR) is one of power reactor type based on provent technology. Engineered safety features (ESF) is important system to safety for power reactor (NPP). This system is to prevent and control the design basis accident. ECCS (Emergency Core Cooling System) is as one of ESF (Engineered Safety Features) which is to mitigate accident (core damage). The objective of the paper is to compare ECCS design development against the CDF reducing. The analysis was carried out by determining a initiating event type. Furthermore, it is constructed accident sequence by using event tree analysis, while ECCS failure probability is determined by fault tree analysis. The component failure data is based on TECDOC 478 and generic data. PWR generation II, AP 1000, US EPR and US APWR are used as object of study for this assessment. The analysis results showed that the technology development of ECCS is very significant to reduce the core damage frequency. Reducing factor based PWR generation II is 3,40 x 10 4 for AP 1000, 1,19 x 10 3 for US EPR and 2,42 x 10 3 for US APWR. Keywords: ECCS, Core Damage Frequency, PWR 166
2 BAB I PENDAHULUAN Tingkat keselamatan suatu desain PLTN dipertimbangkan berdasarkan beberapa parameter antara lain tekanan maksimum sistem pendingin reaktor, temperatur maksimun bahan bakar, dan lain lainnya. Penyimpangan dari parameter tersebut akan mengarah pada suatu kondisi yang disebut dengan kerusakan teras. Maka dari itu, kondisi tersebut dapat digunakan sebagai parameter tingkat keselamatan dari suatu desain secara keseluruhan dengan mengacu pada nilai frekuensi kerusakan teras (CDF, Core Damage Frequency) yang digunakan sebagai angka referensi baik oleh pendesain, pemilik maupun badan regulasi. Kondisi kerusakan teras tersebut harus dianalisis secara deterministik maupun probabilistik [1]. Di dalam peraturan pemerintah No. 43 Tahun 2006 tentang perizinan reaktor nuklir [2] tidak secara ekspilisit mencantumkan mengenai CDF, namun pada pasal 12 disebutkan bahwa dalam mengajukan izin konstruksi, maka PIN (Pengusaha Instalasi Nuklir) harus menyampaikan laporan analisis keselamatan probabilistik untuk izin 167 reaktor daya komersial (PLTN). Dalam laporan tersebut salah satu parameter yang harus disampaikan adalah probabilitas kerusakan teras. Dalam peraturan tersebut juga dipersyaratkan bahwa PLTN yang dibangun di Indonesia harus berdasarkan teknologi teruji (proven technology). Pada saat ini, PLTN yang sedang dibangun atau dalam proses lisensi di dunia merupakan PLTN generasi III (III + ), dimana jenisnya adalah PWR dan BWR. Namun jika diperhitungkan jumlah secara kumulatif dari PLTN generasi II, maka jenis PWR mempunyai prosentasi yang lebih besar. Penentuan jenis PLTN yang dibangun tergantung dari beberapa aspek antara lain tingkat keselamatan, ekonomi, politik, dan lain lainnya. Namun jika mengacu secara statistik, maka salah satu jenis PLTN yang mempunyai peluang untuk dibangun di Indonesia adalah PWR (Pressurized Water Reactor). Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah penting untuk menganalisis frekuensi kerusakan teras untuk PWR. Mengacu pada NS R 1 [3] disebutkan bahwa dalam desain PLTN perlu diterapkan konsep pertahanan berlapis dalam fitur melekat (inherent
3 features), peralatan dan prosedur. Konsep tersebut terdiri atas 5 level yang bertujuan untuk 5 hal yaitu: mencegah operasi abnormal, mengendalikan operasi abnormal, mengendalikan kecelakaan di bawah dasar desain, mengendalikan kondisi kecelakaan parah serta memitigasi konsekuensi radiologi. Tahapan yang berhubungan dengan kerusakan teras adalah level ke 3, yang merupakan kecelakaan dasar desain. Sebagai implementasi untuk mencegah hal tersebut, maka desain PLTN harus mempunyai fitur keselamatan teknis (ESF, engineered safety features). ESF ini selain berfungsi untuk mencegah kerusakan teras, juga untuk memitigasi setelah terjadi kecelakaan dasar desain. ECCS (Emergency Core Cooling System) merupakan salah satu jenis ESF yang sangat berpengaruh terhadap kerusakan teras, maka keandalan desainnya sangat berpengaruh terhadap CDF. Dalam kajian sebelumnya [4] telah dilakukan analisis keandalan ECCS dengan menggunakan diagram blok keandalan (Reliability Block Diagram) yang hanya dapat merepresentasikan probabilitas kegagalan sistem secara independen serta tidak dapat menunjukkan kejadian dasar yang signifikan, sehingga dalam analisis tersebut belum dapat terlihat kontribusi desain terhadap kerusakan teras. Pada makalah ini dilakukan analisis kontribusi perkembangan teknologi ECCS terhadap frekuensi kerusakan teras secara probabilistik pada PWR, sehingga dapat diketahui perkembangan desain ECCS terhadap tingkat keselamatan tipe PWR. Analisis dilakukan analisis pohon kejadian dan analisis pohon kegagalan. Sebagai kasus kajian digunakan PWR generasi II dan III (III + ), dalam hal ini yang digunakan sebagai generasi III (III + ) adalah AP 1000 (Advanced Passive Pressurized Water Reactor 1000, US EPR (US Evolution Pressurized Reactor) dan US APWR (US Advanced Pressurized Water Reactor). PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DESAIN ECCS ECCS merupakan salah satu jenis dari ESF (Engineered Safety Features) yang ditujukan untuk memitigasi teras pada saat terjadi kecelakaan dasar desain untuk memenuhi 5 (lima) kriteria penerimaan [5]. Pertama, entalphi ratarata bahan bakar secara radial tidak melebihi batas yang ditentukan (tergantung dari desain reaktor dan burnup bahan bakar) untuk setiap lokasi aksial 168
4 pada setiap bahan bakar. Kriteria ini untuk menjamin bahwa integritas bahan bakar tetap dipertahankan dan dispersi energi bahan bakar tidak menuju pendingin. Kedua, temperatur kelongsong bahan bakar tidak melebihi batas yang ditentukan ( C). Kritera ini untuk menjamin bahwa tidak terjadi pelelehan dan embrittlement pada kelongsong. Ketiga, pelelehan pada posisi aksial untuk setiap bahan bakar dibatasi. Kenyataannya tidak diperbolehkan terjadi pelelehan atau maksimum 10 % pelelehan dari volume bahan bakar pada hot spot. Kriteria ini untuk menjamin bahwa tidak terjadi perubahan volume dan lepasan bahan radioaktif. Keempat, tekanan di dalam pendingin reaktor dan sistem uap tetap terjaga di bawah batas yang ditentukan (135 % dari nilai desain pada ATWS (Anticipated Transient Without Scram) dan 110% untuk kecelakaan dasar lainnya). Kriteria ini untuk menjamin bahwa integritas struktur reactor coolant boundary tetap dipertahankan. Kelima, perhitungan dosis untuk kecelakaan dasar desain di bawah batas yang ditentukan. Dalam PLTN generasi II konsep desain awal ECCS terdiri atas 3 subsistem yaitu: accumulator, injeksi tekanan tinggi dan injeksi tekanan rendah. Fungsi dari accumulator adalah untuk menginjeksi air borat ke dalam bejana reaktor pada saat tekanan turun dengan cepat. Sistem injeksi tekanan tinggi didesain untuk menginjeksikan pendingin ke reaktor pada saat tekanan dalam reaktor masih tinggi. Kondisi ini terjadi pada kejadian pecahnya pipa ukuran kecil. Sedangkan injeksi tekanan rendah bekerja untuk mengatasi kondisi teras pada saat tekanan reaktor menjadi rendah. Sistem ini untuk mengatasi pada saat terjadi kejadian pecahnya pipa ukuran besar. Namun dalam perkembangannya, desain tersebut mengalami modifikasi karena perbedaan prinsip kerja ataupun perkembangan teknologi. Perbedaan prinsip yang sangat signifikan adalah pada umumnya menggunakan sistem aktif diganti dengan sistem pasif seperti pada AP1000, sedangkan berdasarkan perkembangan teknologi beberapa sistem digabung seperti yang terdapat pada US EPR dan US APWR. Salah satu desain yang menggunakan sistem pasif pada ECCS yang terdapat pada AP 1000 sering disebut dengan PXS (Passive Core Cooling System) seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, juga terdiri atas 3 169
5 subsistem yaitu: accumulator, CMT (core makeup tank) dan pendinginan jangka panjang menggunakan IRWST (In Containment Refueling Water Storage Tank). Ke 3 sub sistem tersebut mempunyai fungsi yang identik dengan dengan ke 3 subsistem ECCS yang terdapat pada ECCS PWR generasi II, hanya tidak memerlukan bantuan pompa atau daya listrik AC dari luar. Accumulator merupakan tanki silinder dengan 85% berisi air borat serta ditekan dengan Nitrogen pada tekanan tertentu. Apabila tekanan dalam bejana reaktor atau sistem pendingin reaktor turun pada tekanan tersebut, maka katup cek akan membuka, sehingga air dalam tangki mengalir ke dalam bejana reaktor. Accumulator ini didesain seperti pada PWR generasi II yaitu untuk mengatasi kondisi LOCA ukuran besar yang menyebabkan penurunan tekanan secara cepat. CMT juga merupakan sebuah tanki yang langsung dihubungkan dengan sistem pendingin primer pada sisi dingin (cold leg) melalui jalur kesetimbangan tekanan secara terbuka. Jalur kesetimbangan menuju CMT bagian atas tanki, bila katup outlet tertutup, maka sistem dalam kondisi statik. Air dari sisi dingin pada sistem pendingin primer mempunyai temperatur yang lebih panas dari CMT, sehingga mempunyai gaya injeksi akibat ekspansi ke dalam CMT. Bila sisi dingin dipenuhi dengan uap, uap juga akan mempunyai gaya untuk menginjeksi. Fungsi dari sistem ini identik ECCS PWR generasi II injeksi tekanan tinggi yaitu untuk mengatasi pecahnya sistem primer dengan ukuran kecil. Gambar 1. ECCS sistem Pasif Pada AP 1000 [6] 170
6 IRWST (in containment refueling water storage tank) terletak di atas sistem pendingin primer yang akan mengalir secara gravitasi ke dalam bejana reaktor setelah sistem pendingin primer mengalami penurunan tekanan melalui bagian pipa yang pecah atau ADS (Automatic Depressurization System). Aliran dipicu melalui sinyal depressurization yang mengaktifkan katup squib yang terbuka. Katup squib adalah sederetan katup cek pada jalur injeksi. Perbedaan yang signifikan dengan sistem aktif adalah PXS tidak memerlukan pompa untuk menginjeksikan air ke dalam bejana reaktor. Desain ECCS yang berdasarkan sistem aktif juga mengalami perubahan, seperti yang terjadi pada US EPR dan US APWR, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2 dan 3. Perubahan tersebut tetap sesuai dengan ke 3 subsistem yang ada di ECCS PWR generasi II, tetapi beberapa bagian mengalami penggabungan fungsi. Pada US EPR dengan menghilangkan sistem injeksi tekanan tinggi, sedangkan US APWR menghilangkan sistem injeksi tekanan rendah yang digabung dengan fungsi accumulator. Kedua tipe PWR tersebut tetap mempertahankan adanya accumulator. Desain pada ke 2 tipe reaktor tersebut untuk meningkatkan keandalannya digunakan prinsip 4 jalur (train). Gambar 2. Sistem ECCS pada US EPR [7] 171
7 Gambar 3. Sistem ECCS pada US APWR [8] BAB II METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam analisis ini diawali dengan membuat pohon kejadian (event tree) dengan satu kejadian awal (initiating event) yang dipilih, selanjutnya disusun rentetan kecelakaan (accident sequence) dengan menekankan kriteria sukses (criteria success) dari sistem ECCS pada saat memitigasi. Dalam penyusunan rentetan kecelakaan yang diperhitungkan hanya ECCS. Nilai kegagalan setiap kejadian puncak (top event) dalam pohon kejadian ditentukan dengan membuat analisis pohon kegagalan (fault tree analysis) desain ECCS untuk PWR generasi II, AP1000, US EPR dan US APWR. Data kegagalan komponen yang digunakan berdasarkan TECDOC 478 serta beberapa data generik. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Dari perhitungan dan analisis menunjukkan bahwa secara umum kontribusi perkembangan desain ECCS pada PWR generasi III (III + ) menyebabkan CDF semakin kecil bila dibandingkan dengan PWR generasi II, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel tersebut tidak menunjukkan CDF secara absolut dari setiap tipe PWR, tetapi hanya untuk satu jenis kejadian awal serta faktor mitigasi hanya berdasarkan tindakan ECCS. Dalam penerapannya untuk menentukan CDF dengan memperhitungkan semua jenis kejadian awal dan semua tindakan mitigasi, sehingga faktor perbandingan tersebut kemungkinan juga akan mengecil, namun tidak akan mendekati
8 Tabel 1. Hasil Perbandingan CDF Terhadap PWR Generasi II Berdasarkan Kajian Desain ECCS Tipe PWR Faktor Perbandingan CDF terhadap PWR Generasi II AP ,40 x 10 4 US EPR 1,19 x 10 3 US APWR 2,42 x 10 3 Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa penurunan CDF untuk PWR berjenis sistem aktif (US EPR dan US APWR) mempunyai faktor yang relatif sama dan agak lebih besar bila dibandingkan PWR berjenis sistem pasif (AP 1000). Hasil perhitungan tersebut diperlukan beberapa koreksi karena tidak lengkapnya diagram sistem serta data kegagalan komponen yang menggunakan TECDOC 478. Namun demikian perhitungan tersebut mempunyai kecenderungan mirip dengan CDF yang diklaim oleh desainernya yaitu AP 1000 sebesar 5 x 10 7 /reaktor tahun, US EPR sebesar 1,28 x 10 6 /reaktor tahun dan US APWR sebesar 1,2 x 10 6 /reaktor tahun. Dari analisis ini juga menunjukkan bahwa untuk memperkecil CDF pada desain ECCS PWR generasi III (III+) lebih sederhana bila dibandingkan dengan PWR generasi II. Dalam PWR generasi II, pada saat kecelakan tindakan operator masih diperhitungkan atau sistemnya 173 mempunyai konfigurasi yang sangat kompleks. Dari analisis pohon kegagalan menunjukkan bahwa untuk PWR generasi III (III + ) sebagai kegagalan berpenyebab sama (common cause failure) dalam memitigasi pada saat kerusakan teras yaitu cadangan air dan suplai daya listrik untuk US EPR dan US APWR, sedangkan untuk AP 1000 hanya cadangan air. Pada US EPR dan US APWR untuk memperkecil kegagalan berpenyebab sama digunakan sistem listrik dengan menggunakan redundansi dan prinsip pemisahan yang sangat ketat. Sedangkan untuk mengatasi kegagalan berpenyebab sama untuk cadangan air pada generasi III (III + ) dipasang di dalam pengungkung yang disebut dengan IRWST atau RWSP. Hal ini merupakan perkembangan dari desain ECCS generasi II yang dipasang di luar pengungkung. Dalam memitigasi kerusakan teras, terlihat bahwa desain ECCS
9 berbeda untuk setiap tipe jenis PWR. Perbedaan tersebut berdasarkan perhitungan termohidrolik yang sangat cermat. Namun secara pendekatan kualitatif dapat dijelaskan sebagai berikut. Konsep desain dari ECCS terdiri atas 3 subsistem yaitu: accumulator, injeksi tekanan tinggi dan rendah. Accumulator dan injeksi tekanan tinggi digunakan untuk memitigasi pada saat tekanan masih tinggi, sehingga dalam desain US EPR injeksi tekanan tinggi dihilangkan, tetapi diganti dengan injeksi tekanan menengah. Diharapkan sistem dapat bekerja secara berurutan yaitu setelah tekanan agak menurun, injeksi tekanan menengah bekerja. Sebaliknya untuk desain pada US APWR berbeda yaitu accumulator dan injeksi tekanan tinggi bekerja secara bersamaan. Tetapi karena berdasarkan pengembangan desain accumulator, maka accumulator dapat berfungsi sebagai injeksi tekanan rendah. Namun pada umumnya sistem injeksi tekanan rendah berfungsi juga sebagai sistem pemindah panas sisa (RHR, residual heat removal), maka pada US APWR sistem RHR digabung dengan sistem penyemprot pengungkung (CS, Containment Spray) [9]. Persamaan desain ECCS untuk PWR generasi II, AP 1000, US APWR dan US EPR adalah accumulator diinjeksikan pada bagian sisi dingin (cold leg) sedangkan untuk bagian yang lain mengalami perbedaan yang signifikan. Pada PWR generasi II baik sistem injeksi tekanan tinggi maupun injeksi tekanan rendah diinjeksikan melalui sisi panas (hot leg) maupun sisi dingin, namun untuk sisi panas dan sisi dingin pada jalur (train) yang berbeda. Pada AP 1000, baik accumulator, CMT, maupun RWST diinjeksikan melalui nosel injeksi keselamatan. Dalam US APWR, sistem injeksi tekanan tinggi dinjeksikan melalui sisi panas. Sistem injeksi tekanan rendah pada US EPR diinjeksikan ke dalam sisi dingin dan sisi panas, sedangkan sistem injeksi tekanan menengah (medium) diinjeksikan melalui sisi dingin. Berdasarkan perubahan teknologi desain ini akan terlihat kontribusinya dalam menentukan frekuensi kerusakan teras. Tentu saja perubahan ini tidak hanya mempengaruhi dalam perhitungan secara deterministik (yang akan berpengaruh dalam penentuan kriteria sukses), tetapi juga mempengaruhi perhitungan secara probabilistik. Karena dalam perhitungan probabilistik mempertimbangkan baik keandalan komponen, sistem kendali maupun tindakan operator. Khususnya 174
10 dalam tindakan operator, pada kondisi kecelakaan akan mempengaruhi probabilitas kesalahan manusia untuk kerja sistem yang kompleks. Kekompleksan sistem tersebut juga harus dikaji mengenai faktor yang bersifat sebagai kegagalan berpenyebab sama (common cause failure). Analisis perkembangan desain ECCS dalam memperkecil CDF sebaiknya tidak hanya diperhitungkan secara probabilistik, tetapi hendaknya juga diperhitungkan secara deterministik. Hal ini disebabkan fenomena pada saat kecelakaan dasar desain khususnya LOCA mempunyai karakteristik yang sangat kompleks. Pada kondisi tertentu dapat terjadi ECCS mempunyai probabilitas atau frekuensi kegagalan yang kecil, tetapi tidak dapat menentukan temperatur puncak serta lamanya teras tidak tergenangi (uncovery) sehingga menimbulkan kerusakan teras. Untuk analisis atau penelitian lebih lanjut sebaiknya dapat ditentukan temperatur puncak atau lamanya teras tidak tergenangi sebagai fungsi frekuensi/probabilitas, sehingga dari analisis ini dapat diketahui distribusi frekuensi yang dapat menimbulkan kerusakan teras. BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan analisis ini disimpulkan bahwa kontribusi keandalan dan perkembangan teknologi ECCS sangat signifikan dalam memperkecil frekuensi kerusakan teras yaitu mempunyai faktor penurunan sebesar 3,40 x 10 4 untuk AP 1000, sebesar 1,19 x 10 3 untuk US EPR dan 2,42 x 10 3 untuk US APWR bila dibandingkan dengan PWR generasi II. DAFTAR PUSTAKA 1. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Safety Assessment and Verification for Nuclear Power Plants, NS G 1.2, IAEA, , Perizinan Reaktor Nuklir, Peraturan Pemerintah No.43 Tahun INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Safety of Nuclear Power Plants: Design, NS R 1, IAEA, D. T. Sony Tjahyani, Kajian Tingkat Keandalan ECCS pada PWR, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir, Jakarta,
11 5. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Accident Analysis for Nuclear Power Plants with Pressurized Water Reactor, SS 30, IAEA, , The Westinghouse AP1000 Advanced Nuclear Power Plant, Westinghouse, , Chapter 6: Engineered Safety Features, US EPR Final Safety Analysis Report Rev.0. 8., US APWR Overview, Mitsubishi Heavy Industries, D. T. Sony Tjahyani, Analisis Probabilistik Modifikasi Sistem Pemindah Panas Sisa (RHR) Pada PWR Maju, Prosiding Seminar Nasional ke 14 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir, Bandung, Tanya Jawab dan Diskusi 1. Nama Penanya : Haendra Subekti Pertanyaan: Apa yang dimaksud faktor penurunan CDF? Mohon diberikan contohnya, yaitu untuk reaktor generasi II menjadi generasi III. Jawaban: Yang dimaksud dengan faktor penurunan CDF adalah CDF dari PWR generasi III (III + ) dibandingkan dengan CDF PWR generasi II. Dalam hal ini PWR generasi III (III + ) adalah AP 1000, US APWR dan US EPR serta dalam perhitungan CDF hanya dibatasi pada kehandalan ECCS. 2. Nama Penanya : Yudi Pramono Pertanyaan: Dengan perkembangan teknologi ECCS, apakah saat ini perhitungan faktor pengurangan CDF tersebut sudah memenuhi kriteria proven technologi?. Jawaban: Saya kira sudah karena perkembangan teknologi ECCS telah membuktikan terhadap penurunan CDF. Artinya, kecelakaan dasar desain semakin kecil terjadinya. 176
ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN
ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN D. T. Sony Tjahyani, Andi Sofrany Ekariansyah Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan
Lebih terperinciANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000
ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 D. T. Sony Tjahyani Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 80, Serpong, Tangerang 15310 Telp/Fax:
Lebih terperinciDiterima editor 27 Agustus 2014 Disetujui untuk publikasi 30 September 2014
ANALISIS SKENARIO KEGAGALAN SISTEM UNTUK MENENTUKAN PROBABILITAS KECELAKAAN PARAH AP1000 D. T. Sony Tjahyani, Julwan Hendry Purba Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir E-mail: dtsony@batan.go.id;
Lebih terperinciAplikasi Sistem Keselamatan Pasif pada Reaktor Nuklir
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY 43 Aplikasi Sistem Keselamatan Pasif pada Reaktor Nuklir Nur Syamsi Syam, Anggoro Septilarso Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Jakarta n.syam@bapeten.go.id,
Lebih terperinciRISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK
RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didesain berdasarkan 3 (tiga) prinsip yaitu mampu dipadamkan dengan aman (safe shutdown), didinginkan serta mengungkung produk
Lebih terperinciDiterima editor 12 Maret 2012 Disetujui untuk publikasi 02 Mei 2012
VERIFIKASI KECELAKAAN HILANGNYA ALIRAN AIR UMPAN PADA REAKTOR DAYA PWR MAJU Andi Sofrany Ekariansyah, Surip Widodo, Susyadi, D.T. Sony Tjahyani, Hendro Tjahjono Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan
Lebih terperinciKESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA
YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008 KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA D.T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek,
Lebih terperinciREAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)
REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) RINGKASAN Reaktor Air Didih adalah salah satu tipe reaktor nuklir yang digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor tipe ini menggunakan
Lebih terperinciTINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR
TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR Oleh : Suharno Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR. Tinjauan sistem keselamatan
Lebih terperinciREACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION
REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION Puradwi I.W. Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Sistem P2TKN-BATAN NATIONAL BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Lebih terperinciSTUDI TEKNO-EKONOMI REAKTOR MAJU APWR- MITSUBISHI
STUDI TEKNO-EKONOMI REAKTOR MAJU APWR- MITSUBISHI Bandi Parapak, Sahala M. Lumbanraja Pusat Pengembangan Energi Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Kuningan Barat Jakarta Selatan Telp/Fax: (021) 5204243,
Lebih terperinciBADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2012
BATAN B.41 ANALISIS KECELAKAAN PARAH REAKTOR DAYA PRESSURIZED WATER REACTOR MAJU BELAJAR DARI KEJADIAN FUKUSHIMA MENGGUNAKAN RELAP/SCDAPSIM 1. Ir. Surip Widodo, M.IT 2. Dipl.Ing. (FH) Andi Sofrany Ekariansyah
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi
Lebih terperinciANALISIS PROBABILISTIK BANJIR EKSTERNAL TERHADAP DESAIN PWR GENERASI III +
ANALISIS ROBABILISTIK BANJIR EKSTERNAL TERHADA DESAIN WR GENERASI III + D. T. Sony Tjahyani usat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (TRKN)-BATAN Kawasan uspiptek Serpong Tangerang Selatan Telp./Faks.
Lebih terperinciBab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN
Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan
Lebih terperinciEVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA
EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir
Lebih terperinciAnalisis Pohon Kejadian (ETA)
Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis induktif : Suatu analisis diawali dengan kejadian awal dan diikuti dengan bekerja atau tidaknya sistem-sistem keselamatan/mitigasi Hal yang penting : Menghubungkan
Lebih terperinciAnalisis Keselamatan Probabilistik BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Diktat ini disusun sebagai pegangan peserta kursus pada pelatihan National Basic Professional Training Course On Nuclear Safety yang diselenggarakan oleh Pusdiklat BATAN. Untuk materi
Lebih terperinciPEMODELAN SISTEM PENDINGINAN SUNGKUP SECARA PASIF MENGGUNAKAN RELAP5.
PEMODELAN SISTEM PENDINGINAN SUNGKUP SECARA PASIF MENGGUNAKAN RELAP5 Andi Sofrany E, Susyadi, Surip Widodo Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Diterima editor 25 Juni 2012 Disetujui untuk
Lebih terperinciAnalisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis)
Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) D T Sony Tjahyani Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Lebih terperinciReactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Tujuan Keselamatan... 3 1.2. Fungsi Keselamatan Dasar... 3 1.3. Konsep Pertahanan Berlapis... 6 BAB II SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA PWR DAN BWR... 1 2.1. Pendahuluan...
Lebih terperinciREAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR)
REAKTOR AIR TEKAN (PRESSURIZED WATER REACTOR, PWR) RINGKASAN Dalam PLTN tipe Reaktor Air Tekan, air ringan digunakan sebagai pendingin dan medium pelambat neutron (moderator neutron). Teras reaktor diletakkan
Lebih terperinciBab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS
Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di
Lebih terperinciSTUDI SISTEM KESELAMATAN TEKNIS REAKTOR SMART
STUDI SISTEM KESELAMATAN TEKNIS REAKTOR SMART Siti Alimah 1, Erlan Dewita 1, Sriyono 2 1 Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN)-BATAN 2 Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN-BATAN) Jl.
Lebih terperinciKRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA
Kriteria Penerimaan Untuk Kecelakaan ISSN : 0854-2910 Budi Rohman P2STPIBN-BAPETEN KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi
Lebih terperinciKAJIAN PENERAPAN REAKTOR SMART DI INDONESIA
KAJIAN PENERAPAN REAKTOR SMART DI INDONESIA Yohanes Dwi Anggoro ¹, Sahala M. Lumbanraja², Rr. Arum Puni Rijanti S³ (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan Jakarta 12710 Telp/Fax : (021)5204243
Lebih terperinciLAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN
LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN I-101. Lampiran I berisi beberapa pertimbangan yang mungkin bermanfaat dalam melakukan analisis keselamatan untuk suatu reaktor penelitian. Pendekatan
Lebih terperinciREAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)
REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) RINGKASAN RBMK berasal dari bahasa Rusia "Reaktory Bolshoi Moshchnosti Kanalynye" (hi-power pressure-tube reactors: Reaktor pipa tekan berdaya
Lebih terperinciANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN
Lebih terperinciSTUDI UNJUK KERJA SISTEM PROTEKSI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE APR 1400
STUDI UNJUK KERJA SISTEM PROTEKSI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR TIPE APR 1400 Nafi Feridian, Sriyana Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fase merupakan keadaan dari suatu zat, dapat berupa padat, gas maupun cair. Dalam kehidupan sehari-hari selain aliran satu fase, kita juga temukan aliran multi fase.
Lebih terperinciREAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)
REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) RINGKASAN RBMK berasal dari bahasa Rusia "Reaktory Bolshoi Moshchnosti Kanalynye" (hi-power pressure-tube reactors: Reaktor pipa tekan berdaya
Lebih terperinciANALISIS KONDISI TERAS REAKTOR DAYA MAJU AP1000 PADA KECELAKAAN SMALL BREAK LOCA
ISSN 1411 240X Analisis Kondisi Teras Reaktor Daya Maju... ANALISIS KONDISI TERAS REAKTOR DAYA MAJU AP1000 PADA KECELAKAAN SMALL BREAK LOCA Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir, Kawasan Puspiptek,
Lebih terperinciDASAR ANALISIS KESELAMATAN
Modul 1 DASAR ANALISIS KESELAMATAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan (BARMiK) P2TKN BATAN anharra@centrin.net.id 20-10-03 antariksawan 1 Tujuan Mengetahui metodologi
Lebih terperinciSISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA
Sistem mpower dan Prospek Pemanfaatannya di Indonesia (Sudi Ariyanto) SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Sudi Ariyanto Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN Jalan Kuningan Barat,
Lebih terperinciREAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)
REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin
Lebih terperinciDAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR
DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN TENAGA NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2010 DAFTAR ISI SUB BIDANG OPERASI LEVEL 1 Kode Unit : KTL.PO.28.101.01 Judul Unit
Lebih terperinci2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU
No.535, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Desain Reaktor Daya. Ketentuan Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011
Lebih terperinciSISTEM KESELAMATAN REAKTOR CANDU DALAM PENANGGULANGAN KECELAKAAN PARAH
3258 SISTEM KESELAMATAN REAKTOR CANDU DALAM PENANGGULANGAN KECELAKAAN PARAH Tjipta Suhaemi Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Serpong ABSTRAK SISTEM KESELAMATAN REAKTOR CANDU DALAM PENANGGULANGAN
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan reaktor nuklir, baik reaktor daya (yang jika digunakan sebagai pembangkit listrik disebut pembangkit listrik tenaga nuklir, PLTN) dan reaktor riset (RR),
Lebih terperinciEVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA
EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA Oleh Andi Sofrany Ekariansyah Pusat Teknologi Reaktor Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR
Lebih terperinciKESIAPAN SDM SEBAGAI TSO DALAM ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK PADA PLTN PERTAMA DI INDONESIA
KESIAPAN SDM SEBAGAI TSO DALAM ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK PADA PLTN PERTAMA DI INDONESIA D. T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan Puspiptek-Serpong, Tangerang,
Lebih terperinciEVALUASI DESAIN TERAS REAKTOR DAYA TIPE PWR PERTAMA INDONESIA
EVALUASI DESAIN TERAS REAKTOR DAYA TIPE PWR PERTAMA INDONESIA Endiah Puji Hastuti Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN) -BATAN Gedung 80 Kawasan PUSPIPTEK, Serpong,Tangerang 15310 e-mail:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor nuklir membutuhkan suatu sistem pendingin yang sangat penting dalam aspek keselamatan pada saat pengoperasian reaktor. Pada umumnya suatu reaktor menggunakan
Lebih terperinciFORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA I. Kerangka Format
Lebih terperinciPRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA.
Presiding Presentasi Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir-V,. ISSN No.: 1410-0533 Serpong. 28 Juni 2000 * ID0200244 PRINSIP-PRINSIP DASAR MANAJEMEN KECELAKAAN REAKTOR DAYA Oleh : Aliq, Suharno, Anhar R.A.,
Lebih terperinciEKSPERIMEN AWAL ALIRAN SIRKULASI ALAMIAH PADA SIMULASI SISTEM KESELAMATAN PASIF
EKSPERIMEN AWAL ALIRAN SIRKULASI ALAMIAH PADA SIMULASI SISTEM KESELAMATAN PASIF Ainur Rosyidi, Sagino Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) - BATAN ABSTRAK EKSPERIMEN AWAL ALIRAN SIRKULASI
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang
Lebih terperinciREAKTOR PENDINGIN GAS MAJU
REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU RINGKASAN Reaktor Pendingin Gas Maju (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR) adalah reaktor berbahan bakar uranium dengan pengkayaan rendah, moderator grafit dan pendingin gas yang
Lebih terperinciKEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN
Lebih terperinciEVALUASI KURIKULUM STTN SEBAGAI PENGANALISIS KESELAMATAN PLTN DALAM MENDUKUNG KEGIATAN TSO
EVALUASI KURIKULUM STTN SEBAGAI PENGANALISIS KESELAMATAN PLTN DALAM MENDUKUNG KEGIATAN TSO D. T. Sony Tjahyani Pusat Teknologi dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan Puspiptek-Serpong, Tangerang, 15314 sonybatan@yahoo.com
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,
Lebih terperinciRISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR
RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RINGKASAN Meskipun terjadi kecelakaan kehilangan air pendingin ( Loss Of Coolant Accident, LOCA), seandainya bundel bahan bakar dapat
Lebih terperinciANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK
BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id
Lebih terperinci2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET
2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET KRITERIA DAN TANGGUNG-JAWAB PENGKAJIAN 201. Untuk suatu reaktor riset yang akan dibangun (atau mengalami suatu modifikasi
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA
KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Lebih terperinciKESIAPAN SDM SEBAGAI TSO DALAM ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK PADA PLTN PERTAMA DI INDONESIA
KESIAPAN SDM SEBAGAI TSO DALAM ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK PADA PLTN PERTAMA DI INDONESIA D. T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan Puspiptek-Serpong, Tangerang,
Lebih terperinciSTUDI PROSPEK PLTN DAYA KECIL NUSCALE DI INDONESIA
Studi Prospek PLTN Daya Kecil NUSCALE di Indonesia (Rr. Arum Puni Rijanti, Sahala M. Lumbanraja) STUDI PROSPEK PLTN DAYA KECIL NUSCALE DI INDONESIA Rr. Arum Puni Rijanti, Sahala M. Lumbanraja Pusat Pengembangan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN
Lebih terperinciSISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS
SISTEM PELAPORAN KEJADIAN DI RSG GAS A.Mariatmo, Edison, Jaja Sukmana ABSTRAK Sistem pelaporan kejadian di RSG GAS mengikuti sistem pelaporan kejadian untuk reaktor riset IRSRR yang dikeluarkan oleh IAEA,
Lebih terperinciREAKTOR AIR TEKAN TIPE RUSIA (VVER)
REAKTOR AIR TEKAN TIPE RUSIA (VVER) RINGKASAN Kepanjangan VVER dalam bahasa Rusia adalah VODO-VODYANOI ENERGETICHESKY REAKTOR VVER, Jika diartikan dalam bahasa Inggris adalah WATER-WATER POWER REACTOR
Lebih terperinciKAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA
KAJIAN PERPANJANGAN UMUR OPERASI REAKTOR RISET DI INDONESIA S. Nitiswati 1), Djoko H.N 1), Yudi Pramono 2) 1) Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN 2) Direktorat Pengaturan, Pengawasan Instalasi
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :
Lebih terperinciFORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN
Lebih terperinciREAKTOR PEMBIAK CEPAT
REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah energi merupakan salah satu hal yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Di Indonesia, ketergantungan kepada energi fosil masih cukup tinggi hampir 50 persen
Lebih terperinciREAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)
REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) RINGKASAN Setelah perang dunia kedua berakhir, Kanada mulai mengembangkan PLTN tipe reaktor air berat (air berat: D 2 O, D: deuterium) berbahan bakar uranium alam. Reaktor
Lebih terperinciKAJIAN TEKNIS SISTEM PENGAWASAN POTENSI PADAM TOTAL TERHADAP KESELAMATAN PLTN
KAJIAN TEKNIS SISTEM PENGAWASAN POTENSI PADAM TOTAL TERHADAP KESELAMATAN PLTN Akhmad Muktaf Haifani P2STIBN Bapeten Email untuk korespondensi: a.muktaf@bapeten.go.id ABTSRAK KAJIAN TEKNIS SISTEM PENGAWASAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pengembangan pemanfaatan energi nuklir dalam berbagai sektor saat ini kian pesat. Hal ini dikarenakan energi nuklir dapat menghasilkan daya dalam jumlah besar secara
Lebih terperinciMANAJEMEN KESELAMATAN PLTN PASCA KECELAKAAN FUKUSHIMA DAIICHI UNIT 1~4
MANAJEMEN KESELAMATAN PLTN PASCA KECELAKAAN FUKUSHIMA DAIICHI UNIT 1~4 Sahala M. Lumbanraja, Rr. Arum Puni Riyanti, Yohanes Dwi Anggoro Pusat Pengembangan Energi Nuklir-BATAN Jl. Kuningan Barat Mampang
Lebih terperinciPERHITUNGAN KEBOLEHJADIAN GAGAL SISTEM PEMINDAH PANAS SISA REAKTOR PLTN JENIS BWR. M Salman Suprawardhana Pusat Penelitian Nuklir Yogyakarta
PERHITUNGAN KEBOLEHJADIAN GAGAL SISTEM PEMINDAH PANAS SISA REAKTOR PLTN JENIS BWR M Salman Suprawardhana Pusat Penelitian Nuklir Yogyakarta D T Sony Tjahyani Fak. Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Lebih terperinciPARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL
LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL
Lebih terperinciBab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS
Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS 54. Konsep penghalang dan lapisan-lapisan proteksi yang menyusun pertahanan berlapis dan juga beberapa elemen penghalang dan lapisan yang umum dibahas di Bagian 2.
Lebih terperinciANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT
ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI Ainur Rosidi, G. Bambang Heru, Kiswanta Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ABSTRAK ANALISIS VISUAL PENDINGINAN
Lebih terperinci2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI
Lebih terperinciSTUDI BANDING TATA LETAK TIPE-T dan TIPE-I PLTN PWR
Studi Banding Tata Letak Tipe-T dan Tipe-I PLTN PWR (Eko Rudi I, Siti Alimah) STUDI BANDING TATA LETAK TIPE-T dan TIPE-I PLTN PWR Eko Rudi Iswanto, Siti Alimah Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) -
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL
SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 106, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERHITUNGAN LAJU ALIR PENDINGIN AIR SISI PRIMER PADA UNTAI UJI BETA UNTUK EKSPERIMEN SISTEM PASIF
PERHITUNGAN LAJU ALIR PENDINGIN AIR SISI PRIMER PADA UNTAI UJI BETA UNTUK EKSPERIMEN SISTEM PASIF Defri Sulaeman 1, Surip Widodo 2, Mulya Juarsa 1,2 1 Lab. Riset Engineering Development for Energy Conversion
Lebih terperinciPENELITIAN KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI DINGIN REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR
PENELITIAN KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI DINGIN REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR T 621.483 SET Abstrak Kecelakaan kehilangan pendingin (LOCA) merupakan kecelakaan besar yang dipostulasikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, sosial maupun peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu kecukupan persediaan energi secara berkelanjutan
Lebih terperinciKOMPARASI ASPEK EKONOMI TEKNIK SC (STEEL PLATE REINFORCED CONCRETE) DAN RC (REINFORCED CONCRETE) PADA KONSTRUKSI DINDING PENGUNGKUNG REAKTOR
KOMPARASI ASPEK EKONOMI TEKNIK SC (STEEL PLATE REINFORCED CONCRETE) DAN RC (REINFORCED CONCRETE) PADA KONSTRUKSI DINDING PENGUNGKUNG REAKTOR Yuliastuti, Sriyana Pusat Pengembangan Energi Nuklir BATAN Jl.
Lebih terperinciBadan Tenaga Nuklir Nasional 2012
BATAN B.38 ANALISIS KONSEKUENSI KECELAKAAN PARAH PRESSURIZED WATER REACTOR DENGAN BACKWARDS METHOD Dr. Ir. Pande Made Udiyani Dr. Jupiter Sitorus Pane, M.Sc Drs. Sri Kuntjoro Ir. Sugiyanto Ir. Suharno,
Lebih terperinciANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH
36 ISSN 0216-3128 Tjahyani, dkk. ANALISIS RISIKO PADA FIRST STAGE SEPARATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN MINYAK MENTAH D. T. Sony Tjahyani, Sugiyanto Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN-BATAN
Lebih terperinciSISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN
LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)
PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 KESELAMATAN NUKLIR M I S I Misi keselamatan nuklir adalah untuk melindungi personil, anggota masyarakat
Lebih terperinciFASILITAS UJI PL TN TIPE AP-600. (Masdin, Sahala M. Lumbanraja)/
Fasifitas Uji PL TN AP-600 (Masdin, Sahafa M. Lumbanraja) FASILITAS UJI PL TN TIPE AP-600 (Masdin, Sahala M. Lumbanraja)/ Abstrak FASILITAS UJI PLTN TIPE AP-600. Ciri khas yang menarik dari PLTN Maju ini
Lebih terperinci2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r
No.533, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Reaktor Nondaya. Keselamatan Desain. Persyaratan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN
Lebih terperinciCONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok
Lebih terperinciANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA. Mohammad Taufik *
ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA Mohammad Taufik * ABSTRAK ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA. Telah dilakukan simulasi untuk melakukan analisa keselamatan
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA - 2 - CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci