BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian akan disajikan. Adapun penjelasan masing-masing setiap variable akan Definisi Kolaborasi Perawat-Dokter
|
|
- Fanny Yuwono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab tinjauan kepustakaan ini, beberapa aspek yang relevan untuk penelitian akan disajikan. Adapun penjelasan masing-masing setiap variable akan diuraikan sebagai berikut: 2.1. Kolaborasi Perawat-Dokter Definisi Kolaborasi Perawat-Dokter Model Praktek Kolaborasi Perawat-Dokter 2.2. Kepuasan Kerja Dokter 2.3. Landasan Teori Konsep Kolaborasi Perawat-dokter Konsep Kepuasan Kerja dokter 2.4. Teori Keperawatan menurut Hildegard Peplau 2.5. Peran Perawat 2.6. Desain Dekriptif Korelasi 2.7. Kerangka Konsep 2.1. Kolaborasi Perawat-Dokter Definisi Kolaborasi Perawat-Dokter Kolaborasi perawat-dokter adalah perawat dan dokter bekerja bersamasama, berbagi tanggung jawab untuk memecahkan masalah dan membuat
2 keputusan dalam merumuskan dan melaksanakan rencana perawatan untuk pesien (Baggs, et al dalam Thomson, 2007). Kolaborasi perawat-dokter digambarkan sebagai suatu hubungan kerja sama yang dibangun berdasarkan rasa saling percaya, rasa hormat dan kekuasaan serta memahami pentingnya peran masing-masing anggota tim dan mampu bertindak dalam situasi kesehatan stres tinggi, kolegialiti dan komunikasi ( Messmer, 2008). Kolaborasi perawat-dokter tidak akan terjadi apabila pemberi pelayanan tidak mengetahui makna kolaborasi itu sendiri. Kolaborasi perawat-dokter tidak dapat didefenisikan atau dijelaskan dengan mudah, kebanyakan defenisi menggunakan prinsip perencanaan dan pengambilan keputusan bersama, berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian dan tujuan serta tanggung jawab bersama (ANA, 1980 dalam Sieggler & Whitney, 2000). Shortridge et al. (1986) dalam Siegler dan Whitney, (2000) menyebutkan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi. American Medical Assosiation (AMA), (1994) mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai berikut; Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup prektek mereka dengan berbagai nilai-nilai dan
3 saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat Model Praktek Kolaborasi Perawat-Dokter Menurut Burchell, Thomas, dan Smith (1983) dalam Siegler dan Whitney (2000) terdapat dua model praktek kolaborasi yaitu: 1. Model Praktek Kolaborasi, Tipe I Gambar pertama merupakan model praktik kolaborasi yang menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien. Dokter Registered Nurse Pemberi Pelayanan Lain Pasien Gambar 2.1. Model Praktik Kolaboratif, Tipe I (Burchell, Thomas, dan Smith, 1983 dalam Siegler dan Whitney, 2000) 2. Model Praktek Kolaborasi, Tipe II Gambar kedua lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerja sama, juga dengan pasien. Model ini tetap melingkar,
4 menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus. Dokter Registered Nurse PASIEN Pemberi Pelayanan Lain Gambar 2.2 Model Praktik Kolaborasi, Tipe II (Burchell, Thomas, dan Smith, 1983 dalam Siegler dan Whitney, 2000) Ruble dan Thomas (1976 dalam Siegler & Whitney, 2000) mengembangkan suatu ilustrasi yang dapat membantu interpretasi proses kolaborasi. Gambar ketiga menggambarkan grafik interaksi antara dua pribadi. Ordinat menyatakan tingkat seseorang memuaskan kebutuhannya sendiri; absis menyatakan tingkat orang tersebut memuaskan kebutuhan pihak lain. Kolaborasi terbentuk disaat seseorang berusaha memuaskan kebutuhannya sendiri dan kebutuhan pihak lain secara maksimal. Maka grafik ini dapat memperlihatkan apa yang sering tidak dapat dijelaskan dalam defenisi, bahwa proses kolaborasi membutuhkan sikap yang tegas dan kerjasama, bukan penyerahan seseorang untuk memuaskan pihak lain demi mempertahankan harmoni. Model ini sangat terbatas, meskipun dapat digambarkan interaksi potensial antara perawat dan dokter atau antara dua orang pribadi dalam suatu kelompok yang besar dan antar-
5 disiplin, tetapi grafik ini tidak dapat menggambarkan interaksi yang kompleks yang biasa berlangsung dalam kerja kelompok. Bersaing berkolaborasi Asertif Menyetujui Keasertifan Tidak asertif menghindari menunjuang Tidak kooperatif kooperatif Kekooperatifan Gambar 2.3. Ilustrasi Proses Kolaborasi (Ruble dan Thomas, 1976 dalam Siegler dan Whitney, 2000) Gardner (2005) menyebutkan kerjasama yang efektif antara keperawatan dan profesi kesehatan lainnya untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang tinggi, semakin penting dan tumbuh terus menerus. Kolaborasi adalah kemitraan yang kompleks. Ini adalah proses yang terjadi dari waktu ke waktu. Hal ini juga merupakan suatu hasil sintesis dari perspektif yang berbeda, sebuah solusi yang Integratif. Hal ini penting untuk mengingat bahwa konflik adalah bagian alami dari kolaborasi. Konflik ini memberikan kesempatan untuk memperdalam kesepakatan/ komitmen. Penggunaan strategi ketrampilan resolusi konflik dan kemampuan dapat efektif dalam meningkatkan keputusan kualitas dan tim komitmen. Gardner (2005) menawarkan sepuluh pelajaran untuk meningkatkan kolaborasi. Berfokus pada nilai kolaborasi dapat memotivasi perawatan kesehatan profesional untuk menerapkan pelajaran ini dalam praktek sehari-hari mereka:
6 1. Pelajaran 1 Mengenal diri sendiri (Know thyself). Ada banyak realitas secara bersamaan. Realitas setiap orang didasarkan pada pengembangan persepsi diri. Diperlukan untuk percaya diri dan orang lain untuk mengetahui model mental diri sendiri (bias, nilai-nilai dan tujuan). 2. Pelajaran 2 Belajar untuk menghargai dan mengelola keragaman (Learn to value and manage diversity). Perbedaan adalah aset penting untuk proses kolaboratif yang efektif dan hasil. 3. Pelajaran 3 Mengembangkan keterampilan resolusi konflik yang konstruktif (Develop constructive conflict resolution skills). Di paradigma kolaboratif, konflik dipandang alami dan sebagai sebuah kesempatan untuk memperdalam pemahaman dan kesepakatan. 4. Pelajaran 4 Gunakan kekuatan Anda untuk menciptakan situasi menang -menang (Use your power to create win-win situations) berbagi kekuasaan dan mengakui kekuatan dasar sesorang adalah bagian dari kolaborasi yang efektif. 5. Pelajaran 5 Menguasai keterampilan interpersonal dan proses (Master interpersonal and process skills). Kompetensi klinis, kerjasama, dan fleksibilitas yang paling sering diidentifikasi sebagai atribut penting untuk praktek kolaboratif efektif.
7 6. Pelajaran 6: Menyadari bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan (Recognize that collaboration is a journey). Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk kolaborasi efektif membutuhkan waktu dan latihan. Resolusi konflik, keunggulan klinik, menghargai penyelidikan, dan pengetahuan tentang proses kelompok adalah ketrampilan belajar seumur hidup. 7. Pelajaran 7 Pengaruh semua forum multidisiplin (Leverage all multidisciplinary forums). Menjadi baik hadir secara fisik dan mental dalam tim Forum, dapat memberikan kesempatan untuk menilai bagaimana dan Kapan menawarkan komunikasi kolaboratif untuk membangun kemitraan. 8. Pelajaran 8 Menghargai bahwa kolaborasi dapat terjadi secara spontan (Appreciate that collaboration can occur spontaneously). Kolaborasi adalah suatu kondisi yang saling mapan yang bisa terjadi secara spontan jika faktor-faktor yang tepat di tempat. 9. Pelajaran 9 Keseimbangan otonomi dan persatuan dalam hubungan kolaboratif (Balance autonomy and unity in collaborative relationships). Belajar dari keberhasilan dan kegagalan kolaborasi anda. Menjadi bagian dari sebuah tim yang eksklusif sama buruknya dengan bekerja dalam isolasi. Bersedia mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk keseimbangan dinamis.
8 10. Pelajaran 10 Mengingat bahwa kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan (Remember that collaboration is not required for all decisions). Kolaborasi tidak obat mujarab, atau itu diperlukan dalam segala situasi. Perubahan peran pada perawat dan dokter telah mengakibatkan ketegangan interdisipliner dan konflik antara perawat-dokter. Praktek kolaboratif yang kuat memberikan kepuasan untuk pelayanan yang berkualitas tinggi, hemat biaya perawatan pasien tetapi juga untuk profesional perawat dan dokter. Kerjasama dalam perawatan dimulai dengan visi bersama dan pelaksanaan visi ini kemudian mengarah pada kolaborasi. Eksekutif dan manajer bertanggung jawab mendukung dan memfasilitasi proses yang berkaitan dengan pelaksanaan visi ini. Secara khusus harus dipastikan bahwa sistem dalam organisasi tidak menimbulkan konflik antara pelayan kesehatan. Selain itu, mereka harus meningkatkan visi dan perubahan perilaku dengan kegiatan bersama perawat-dokter yang berpusat di sekitar kedua professional berbagi minat dalam perawatan pasien yang baik (LeTourneau, 2004). Untuk membangun komunikasi dan kolaborasi antara dokter dan perawat perlu dilakukan beberapa cara (LeTourneau, 2004) yaitu: 1. Melibatkan dokter dalam memberikan pendidikan berkelanjutan bagi perawat, keduanya dikelas secara resmi juga secara informal dalam pengaturan pekerjaan. 2. Kembangkan kelompok kolaboratif perawatan di mana perawat-dokter bertemu dan membahas perbaikan perawatan dalam bidang mereka.
9 3. Libatkan dokter dan perawat dalam melakukan analisis akar penyebab dan kegagalan, mode, dan efek. 4. Menunjuk perawat melayani di Komite-komite kunci staf medis seperti kredensial, kualitas, atau Komite Eksekutif medis. Tugas ini melambangkan bahwa Anda menghargai dan menghormati perawat. 5. Memiilih dokter dan pemimpin staf medis untuk duduk di Komite praktek Keperawatan Kepuasan Kerja Dokter Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya, dan sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya. Jadi kepuasan kerja berpangkal dari berbagai aspek kerja seperti upah, kesempatan promosi, supervisi, dan rekan sekerja. Dan sikap itu sendiri adalah kesiap-siagaan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman, dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi yang berhubungan dengannya (Gibson, dkk, 1997 dalam Nurhayani 2006). Menurut Gitosudarmo, dkk (1997) dalam Nurhayani (2006), kepuasan kerja adalah suatu pernyataan emosional yang positif, yang berasal dari perkiraan pekerjaan dan pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari karyawan dalam memandang pekerjaannya. Muchlas (1997) dalam Nurhayani (2006) mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap umum seorang terhadap pekerjaannya yang berupa perbedaan antara penghargaan yang diterima dengan penghargaan yang seharusnya diterima
10 menurut perhitungannya sendiri. Robbins (1996) dalam Nurhayani (2006) mengartikan kepuasan kerja sebagai tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Berdasarkan uraian beberapa ahli tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah adanya reaksi emosional positif seseorang dalam memandang pekerjaannya sebagai hasil interaksi daya lingkungan kerja (Nurhayani, 2006). Kepuasan kerja umumnya dipahami sebagai variabel sikap yang mencerminkan orang-orang yang menyukai pekerjaan mereka, dan secara positif berkaitan dengan kesehatan dan pekerjaan karyawan (Spector, 1997 dalam Leary, Wharton, & Quinlan, 2009). Untuk banyak dokter, kepuasan kerja bergantung pada hubungan yang baik dengan staf dan kolega, kontrol waktu, sumber daya yang memadai, dan otonomi klinis (Williams et al., 2003 dalam Leary, et al, 2009). Survei terhadap lebih dari dokter Swiss, Bovier dan Perneger (2003) dalam Leary, et al, (2009) menemukan bahwa perawatan pasien, hubungan profesional, stimulasi intelektual, dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kedokteran adalah prediktor kuat kepuasan sementara beban kerja, waktu tersedia untuk keluarga, teman atau rekreasi, beban administrasi, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan dan prestise adalah prediktor ketidakpuasan.
11 2.3. Landasan Teori Konsep kolaborasi perawat-dokter Kolaborasi menggambarkan suatu hubungan kerjasama yang dibangun berdasarkan rasa saling percaya, rasa hormat dan kekuasaan, serta memahami pentingnya peran masing-masing anggota tim dan mampu bertindak dalam situasi kesehatan stress tinggi, kolegialiti dan komunikasi (Messmer, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan McGrail, Morse, Glessner, dan Gardner (2008) ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi kolaborasi perawat dan dokter yaitu: 1) pemicu kolaborasi (Collaboration triggers), 2) perilaku fasilitatif (Facillitative behaviors), 3) dampak pada perawat dan dokter (Infact on the involved professional), 4) kompetensi kolaboratif (Collaborative competence). Ada dua tipe pemicu kolaborasi yaitu: krisis perawatan pasien (Patient care crises) dan krisis sikap (Affective crises). Krisis perawatan pasien (Patient care crises) adalah perubahan akut status pasien, perubahan yang dirasakan oleh perawat dan dokter sebagai mengancam kehidupan atau potensial berakibat buruk. Krisis sikap (Affective crises) adalah pengalaman emosi yang mendasari perawat dan dokter menjadi khawatir dan/atau kerentanan emosi. Pemicu krisis afek untuk perawat dan dokter berbeda. Perawat mengalami khawatir, cemas atau terlalu takut akan perkembangan pasien, sebaliknya pemicu krisis afek pada dokter paling sering mengalami rasa ketidakmampuan, ketidakpastian, atau perasaan yang kewalahan dan rasa tanggung jawab atas pasien.
12 Perilaku fasilitatif (Facillitative Behaviors): seorang dokter dianggap kolaboratif dengan menampilkan kualitas atau perilaku sebagai berikut: percaya dan menghargai rekan perawatnya, hadir secara fisik dan intelektual, merespon dengan cepat, membimbing, cerdik, fleksibel, mendukung dan baik. Kualitas fasilitatif keperawatan sebagian tumpang tindih dengan dokter, tetapi termasuk perilaku lebih kompleks yang memerlukan pertemuan secara simultan. Ini termasuk koordinasi perawatan, advokasi untuk dan pendukung pasien, keluarga dan rekan-rekan dokter mereka. Fasilitatif keperawatan dianggap sebagai seseorang yang berpengetahuan, berpengalaman, responsif dan lembut, sebagai pengambil inisiatif, membimbing dan menghormati kolega/ dokter dan memberikan waktunya. Dampak pada perawat dan dokter (Impact on the Involved Professional): dokter menggambarkan rasa syukur atau menghormati koleganya, Perawat mengalami kepuasan yang lebih dengan pekerjaan yang dilakukan bersama dengan baik, Kedua kelompok mencerminkan perasaan dihormati, dihargai dan dipahami. Kompetensi kolabaratif (Collaborative Competence): Kemungkinan pada tingkat tinggi, kolaborasi itu tidak terkait dengan usia, tahun dalam praktek, jenis kelamin atau profesi. Perilaku kolaborasi tingkat tinggi dapat diidentifikasi pada kedua perawat dan dokter. Kesetaraan pengalaman, keahlian atau pengetahuan bukanlah prasyarat untuk sukses dan tingginya kolaborasi. McGrail, Morse, Glessener, dan Gardner (2008) dalam penelitiannya juga berpendapat bahwa
13 Kompetensi Kolaboratif terletak dalam lingkungan pendidikan dan kelembagaan yang kompleks, dan kemampuan dan kesempatan untuk berkolaborasi. Struktur komponen yang juga berperan dalam tingginya kolaborasi adalah: Kedekatan fisik perawat dan dokter, berada di tempat/unit yang sama misalnya di ICU; kontinuitas dan stabilitas perawat dan dokter, seperti operasi, ruang pemulihan, ruang gawat darurat dan departemen rawat jalan; melihat dan menilai pasien bersama-sama. Sebagian elemen-elemen ini bukan hasil perencanaan kelembagaan yang disengaja, tetapi terjadi kebetulan (McGrail, Morse, Glessener, & Gardner, 2008) Penelitian ini menjelaskan secara mengejutkan bahwa kolaborasi terlepas dari jenis kelamin, usia, pengalaman, atau profesi. Thomas Jefferson University, Philadelphia, Pennsylvania, USA mengembangkan sebuah skala yang digunakan untuk mengukur kolaborasi perawat-dokter yaitu The Jefferson Scale of Atitudes toward Physician-Nurse Collaboration (JSAPNC). Skala ini digunakan untuk mengidentifikasi sikap perawat dan dokter terhadap kolaborasi perawat-dokter di rumah sakit. Ada empat faktor utama yang dibandingkan antara kelompok dokter dan perawat menggunakan JSAPNC yaitu: 1) Berbagi pendidikan dan kolaborasi (shared education and collaboration), 2) Merawat vs menyembuhkan (Caring vs curing), 3) Otonomi perawat (Nurse s autonomy) dan 4) Otoritas dokter (Physician s authority) (Ward, Schaal, Sullivan, Bowen, Erdmann, & Hajat, 2008). Nilai yang tinggi pada faktor berbagi pendidikan dan kolaborasi menunjukkan sebuah orientasi yang lebih besar ke arah pendidikan interdisiplinari dan kolaborasi interprofesional. Nilai yang tinggi pada faktor merawat lawan
14 menyembuhkan/caring lawan curing menunjukkan pandangan yang lebih positif akan kontribusi perawat terhadap aspek psikososial dan pendidikan pasien. Nilai yang tinggi pada faktor otonomi perawat menunjukkan persetujuan yg lebih terhadap keterlibatan perawat dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien dan kebijakan. Nilai yang lebih tinggi pada faktor otoritas dokter menunjukkan penolakan terhadap peran dominasi total dokter dalam aspek pelayanan pasien (Sterchi, 2007) Konsep Kepuasan Kerja Dokter Leary, Wharton, dan Quinlan (2009) menemukan dalam penelitiannya bahwa tingkat kepuasan dokter pria lebih tinggi dari dokter wanita, sementara itu mereka yang bekerja di Poliklinik lebih puas daripada di rumah sakit. Dokter wanita lebih puas berhubungan dengan pasien dan koleganya dibandingkan dokter pria. Sebagian besar dokter tidak puas dengan administrasi dan kendala waktu. Bertentangan dengan hubungan positif yang dilaporkan antara kepuasan kerja dokter dan tingginya kualitas perawatan interpersonal di Jepang, tidak terlihat kaitan antara kepuasan kerja dokter dan kualitas teknis perawatan. Ditemukan hubungan tidak signifikan secara statistik antara kepuasan kerja dokter dan kualitas perawatan diamati (Ozaki, Bito, Matsumura, Hayashino, Fukuhara, 2008). Scheurer, McKean, Miller, & Wetterneck (2009) menemukan bahwa Kepuasan Dokter di Amerika Serikat adalah relatif stabil, dengan sedikit penurunan terutama antara dokter perawatan primer (PCPs). Faktor mediasi utama yang terkait kepuasan dokter di rumah sakit (hospitalists) meliputi dua
15 faktor. Faktor-faktor dari dokter (usia dan spesialisasi), dan faktor-faktor dari pekerjaan (tuntutan pekerjaan, control pekerjaan, dukungan kolegial, pendapatan, dan insentif), dan faktor-faktor yang tampaknya tidak memiliki efek independen pada kepuasan adalah jenis kelamin dokter, cara bayar pasien, dan karakteristik pasien. Grembowski, Paschane, Diehr, Katon, Martin, dan Patrick (2005) melakukan penelitian untuk menentukan hubungan antara managed care, kepuasan kerja dokter, dan kualitas perawatan primer, dan untuk menentukan apakah kepuasan kerja dokter berhubungan dengan hasil perawatan primer pasien dengan gejala nyeri dan depresi. Mereka menemukan tiga temuan utama yaitu: Pertama, ditemukan bahwa kepuasan kerja dokter pada awalnya berhubungan dengan beberapa item tetapi tidak semua item ukuran kualitas perawatan primer pasien pada 6 bulan. Untuk pasien dengan rasa nyeri atau gejala depresi, kepuasan kerja dokter berkaitan dengan lebih besarnya kepercayaan pasien dan keyakinan terhadap dokter primari mereka, temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan kepercayaan pasien dapat mengurangi ketidak puasan kerja dokter. Di temukan bahwa kepuasan kerja dokter tidak terkait dengan indeks kualitas perawatan, menunjukkan bahwa pandangan dokter tentang pekerjaan mereka tidak berkaitan dengan interaksi pasien. Temuan kedua adalah bahwa kontrol managed care tidak memperhitungkan hubungan antara kepuasan kerja dokter dan kualitas perawatan primer pasien. Penemuan besar ketiga adalah bahwa kepuasan dokter primary pada awalnya tidak berkaitan dengan hasil kesehatan. Kepuasan kerja dokter
16 mungkin tidak memiliki hubungan sebab-akibat secara langsung dengan hasil kesehatan. Lichtenstein (1984) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dokter yaitu :1 ) tenaga perawat yang cakap dan terampil, 2) perawat harus mampu meyelesaikan tugas-tugas yang didelegasikan dokter dengan baik, 3) perawat harus mampu menyelesaikan tugas rutin klinis seperti mengukur tekanan darah, mengukur suhu, dan lain-lain. Seibolt dan Walker dalam Misener et al, ( 1996 ) mengatakan bahwa sikap perawat yang mampu dan mengerti apa yang seharusnya dikerjakan dan mengerjakannya tidak dalam keadaan terpaksa merupakan elemen kunci untuk membina hubungan dengan dokter. Jika hubungan tersebut berjalan dengan baik akan membuat pekerjaan lebih efektif dan efisien sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kepuasan terhadap pekerjaan yang akan dilakukan. Ward dan Lindeman (1979) dalam Siegler dan Whitney (2000) telah mengembangkan Physician s Perception of the Quality of Nursing Care untuk mengukur beberapa aspek kepuasan dokter sekaligus memberikan hasil menyeluruh kepuasan dokter atas pelayanan keperawatan. Kemudian mengembangkan instrument dengan tehnik quasi-delphi terdiri dari skala yang mengukur persepsi dokter tentang lima aspek perawatan: 1) perawatan fisik, 2) perawatan emosional, 3) hubungan perawat-dokter, 4) administrasi, dan 5) pengajaran dan persiapan untuk perawatan di rumah.
17 2.4. Teori Keperawatan menurut Hildegard Peplau Peplau membahas tahapan proses interpersonal, peran dalam situasi keperawatan dan metode untuk mempelajari keperawatan sebagai proses interpersonal. Menurut Peplau, bahwa keperawatan terapeutik adalah seni penyembuhan, membantu individu yang sakit atau membutuhkan perawatan kesehatan. Perawatan adalah proses interpersonal karena melibatkan interaksi antara dua atau lebih individu dengan tujuan bersama. Perawat dan pasien bekerja sama sehingga keduanya menjadi dewasa dan berpengetahuan dalam proses kerja. Model konsep dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh Peplau menjelaskan tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup 4 komponen sentral yaitu:1) pasien, 2) perawat, 3) masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit, 4) proses interpersonal. 1. Pasien Sistem dari yang berkembang terdiri dari karakteristik biokimia, fisiologis, interpersonal dan kebutuhan serta selalu berupaya memenuhi kebutuhannya dan mengintegrasikan belajar pengalaman. Pasien adalah subjek yang langsung dipengaruhi oleh adanya proses interpersonal. 2. Perawat Perawat berperan mengatur tujuan dan proses interaksi interpersonal dengan pasien yang bersifat partisipatif, sedangkan pasien mengendalikan isi yang menjadi tujuan. Hal ini berarti dalam hubungannya dengan pasien, perawat berperan sebagai mitra kerja, pendidik, narasumber, pengasuh pengganti,
18 pemimpin dan konselor sesuai dengan fase proses interpersonal. Pendidikan atau pematangan tujuan yang dimaksud untuk meningkatkan gerakan yang progresif dan kepribadian seseorang dalam berkreasi, membangun, menghasilkan pribadi dan cara hidup bermasyarakat. 3. Masalah Kecemasan yang terjadi akibat sakit/ Sumber Kesulitan Ansietas berat yang disebabkan oleh kesulitan mengintegrasikan pengalaman interpersonal yang lalu dengan yang sekarang, ansietas terjadi apabila komunikasi dengan orang lain mengancam keamanan psikologi dan biologi individu. Dalam model peplau ansietas merupakan konsep yang berperan penting karena berkaitan langsung dengan kondisi sakit. Dalam keadaan sakit biasanya tingkat ansietas meningkat. Oleh karena itu perawat pada saat ini harus mengkaji tingkat ansietas klien. Berkurangnya ansietas menunjukkan bahwa kondisi klien semakin membaik. 4. Proses Interpersonal Proses interpersonal didefinisikan sebagai proses interaksi secara simultan dengan orang lain dan saling pengaruh-mempengaruhi satu dengan lainnya, biasanya dengan tujuan untuk membina suatu hubungan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka proses interpersonal yang dimaksud antara perawat dan pasien ini menggambarkan metode transpormasi energi atau ansietas pasien oleh perawat yang terdiri dari 4 fase yaitu : fase orientase, fase identifikasi, fase eksplorasi, fase resolusi.
19 Fase orientasi Lebih difokuskan untuk membantu pasien menyadari ketersediaan bantuan dan rasa percaya terhadap kemampuan perawat untuk berperan serta secara efektif dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Tahap ini ditandai dimana perawat melakukan kontrak awal untuk membangun kepercayaan dan terjadi pengumpulan data. Dalam praktek kolaborasi Perawat-dokter perlu didukung adanya rasa saling percaya antara perawat dan dokter. Perawat diharapkan mempunyai kecakapan dan ketrampilan untuk mendapatkan kepercayaan dari dokter dan pasien, dengan menunjukkan kepedulian terhadap pasien, menanggapi semua keluhan pasien, melakukan komunikasi interpersonal yang baik kepada pasien dan dokter sehingga data-data pasien dapat terkumpul dengan baik dan bermanfaat bagi perawat maupun dokter dalam membuat perencanaan untuk pasien. Fase identifikasi Terjadi ketika perawat memfasilitasi ekspresi perilaku pasien dan memberikan asuhan keperawatan yang tanpa penolakan diri perawat memungkinkan pengalaman menderita sakit sebagai suatu kesempatan untuk mengorientasi kembali perasaan dan menguatkan bagian yang positif dan kepribadian pasien. Respon pasien pada fase identifikasi dapat berupa: 1) Partisipan mandiri dalam hubungannya dengan perawat. 2) Individu mandiri terpisah dari perawat. 3) Individu yang tak berdaya dan sangat tergantung pada perawat.
20 Dalam praktek kolaborasi perawat-dokter, perawat menyampaikan kepada dokter semua ekspresi prilaku pasien, bagian bagian positif dari perasaan dan kepribadian yang ditunjukkan oleh pasien. Fase eksplorasi Memungkinkan suatu situasi dimana pasien dapat merasakan nilai hubungan sesuai pandangan/ persepsinya terhadap situasi. Fase ini merupakan inti hubungan dalam proses interpersonal. Dalam fase ini perawat membantu pasien dalam memberikan gambaran kondisi pasien dan seluruh aspek yang terlibat didalamnya. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk membantu pasien dengan menjelaskan dan menggambarkan kondisi pasien, masalah-masalah yang dialami pasien. Fase resolusi Secara bertahap pasien melepaskan diri dari perawat. Resolusi ini memungkinkan penguatan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan menyalurkan energi kearah realisasi potensi. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk membantu pasien secara bertahap untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan membantu pasien untuk dapat terlepas dari bantuan perawat.
21 2.5. Peran Perawat Menurut Peplau, perawat mempunyai 6 peran yaitu: mitra kerja, narasumber (resources person), pendidik (teacher), kepemimpinan (leadership), pengasuh pengganti (surrogate), konselor (consellor). 1. Mitra kerja Perawat menghadapi pasien seperti tamu yang dikenalkan pada situasi baru. Sebagai mitra kerja, Hubungan P-K merupakan hubungan yang memerlukan kerja sama yang harmonis atas dasar kemitraan sehingga perlu dibina rasa saling percaya, saling mengasihi dan menghargai. 2. Nara sumber (resources person) Memberikan jawaban yang spesifik terhadap pertanyaan tentang masalah yang lebih luas dan selanjutnya mengarah pada area permasalahan yang memerlukan bantuan. perawat mampu memberikan informasi yang akurat, jelas dan rasional kepada pasien dalam suasana bersahabat dan akrab. 3. Pendidik (teacher) Merupakan kombinasi dari semua peran yang lain. Perawat harus berupaya memberikan pendidikan, pelatihan, dan bimbingan pada pasien/ keluarga terutama dalam megatasi masalah kesehatan. 4. Kepemimpinan (leadership) Mengembangkan hubungan yang demokratis sehingga merangsang individu untuk berperan. Perawat harus mampu memimpin pasien/keluarga untuk memecahkan masalah kesehatan melalui proses kerja sama dan partisipasi aktif pasien.
22 5. Pengasuh pengganti (surrogate) Membantu individu belajar tentang keunikan tiap manusia sehingga dapat mengatasi konflik interpersonal. Perawat merupakan individu yang dipercaya pasien untuk berperan sebagai orang tua, tokoh masyarakat atau rohaniawan guna membantu memenuhi kebutuhannya. 6. Konselor (consellor) Meningkatkan pengalaman individu menuju keadaan sehat yaitu kehidupan yang kreatif, konstruktif dan produktif. Perawat harus dapat memberikan bimbingan terhadap masalah pasien sehingga pemecahan masalah akan mudah dilakukan Desain Deskriptif Korelasi Penelitian deskriptif korelasi adalah untuk menggambarkan hubungan antara variabel, selanjutnya menyimpulkan hubungan sebab dan akibat (Polit dan Beck, 2008) Kerangka Konsep Peneliti ingin meneliti sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dan meneliti hubungan antara sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis. Berdasarkan tinjauan kepustakaan maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
23 KERANGKA KONSEP Variabel bebas Variabel terikat Sikap Dokter Spesialis tentang Kolaborasi Perawat- Dokter 1. Berbagi pendidikan dan Kolaborasi 2. Merawat VS menyembuhkan 3. Autonomi Perawat 4. Autoriti dokter (Hojat, et al, 1999) Kepuasan Kerja Dokter Spesialis 1. Kecakapan & ketrampilan Perawat 2. Mampu menyelesaikan tugas yg didelegasikan 3. Mampu menyelesaikan tugas rutin klinis 4. Kepribadian & keramahan perawat 5. Kemampuan pearawat dalam berkomunikasi (Lictenstein, 1984, Seibolt & Walker, 1996) Sikap Ners tentang Kolaborasi Perawat-Dokter 1. Berbagi pendidikan dan Kolaborasi 2. Merawat VS menyembuhkan 3. Autonomi Perawat 4. Autoriti dokter (Hojat, et al, 1999)
BAB 1 PENDAHULUAN. Kolaborasi perawat-dokter adalah ide yang berulang kali dibahas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolaborasi perawat-dokter adalah ide yang berulang kali dibahas dikalangan pelayan kesehatan khususnya keperawatan. Namun pelaksanaan praktik kolaborasi perawat-dokter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut
Lebih terperinciTeori peplau. Kelompok 2 Afif D Alba. Suntara Resi Novia
Teori peplau Kelompok 2 Afif D Alba Ditte Suntara Resi Novia Ayu Biografi hildegard. E. Peplau Lahir di Reading, Pennsilvania (1909) Lulus dari Hospital School of Nursing di Pottstown, Pennsilvania pada
Lebih terperinci. Riwayat Hildegard E.Peplau
. Riwayat Hildegard E.Peplau Hildegard peplau( Hilda) di lahirkan di reading pennisylvia merupakan keluarga imigran dari jerman. Dia merupakan anak kedua dari 6 bersaudara. Ayahnya seorang pekerja keras
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Praktik Kolaboratif Definisi praktik kolaboratif menurut Jones (2000) dalam Rumanti (2009) adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang mempertimbangkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi Kolaborasi Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
Lebih terperinciMODEL KEPERAWATAN MENURUT HILDEGARD PEPLAU. Di susun Oleh: Romadhon Abdi P Teguh Budimulia
MODEL KEPERAWATAN MENURUT HILDEGARD PEPLAU Di susun Oleh: Romadhon Abdi P Teguh Budimulia 1. Riwayat Keluarga Hildegard peplau( Hilda) di lahirkan di reading pennisylvia merupakan keluarga imigran dari
Lebih terperinci1. Bab II Landasan Teori
1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensive Care Unit Intensive care unit (ICU) merupakan suatu area yang sangat spesifik dan canggih di rumah sakit dimana desain, staf, lokasi, perlengkapan dan peralatan, didedikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pelayanan kesehatan dihadapkan pada paradigma baru dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pelayanan kesehatan dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan terbaik kepada pasien. Untuk itu perlu terus menerus diadakan peningkatan kualitas
Lebih terperinciKomunikasi dengan tenaga kesehatan lain. Lilik s
Komunikasi dengan tenaga kesehatan lain Lilik s Perbedaan peran antar profesi Peluang melakukan kolaborasi berbagi, mengisi dan memberi masukan dalam tim menciptakan iklim kerja yang saling memuaskan dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Pengertian Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien/klien adalah dalam melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Motivasi Perawat 1. Definisi Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) mengemukakan, motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin. Tim pelayanan kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin. Tim pelayanan kesehatan merupakan sekelompok
Lebih terperinciSTANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA -Tahun 2005- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pengurus Pusat PPNI, Sekretariat: Jl.Mandala Raya No.15 Patra Kuningan Jakarta Tlp: 62-21-8315069 Fax: 62-21-8315070
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tim pelayanan kesehatan merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan keahlian berbeda. Tim akan berjalan dengan baik bila setiap
Lebih terperinciMateri 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team
Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan imbalan yang berdampak pada
Lebih terperinciKONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA
KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada tahun 1950-an. Weiss (1947) menggambarkan beda perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum
Lebih terperinciPendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik
Pendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik Sugiarsih.,S.Kep.,Ns.,MPH Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada PERKONAS Poltekkes Kemenkes, Jakarta 22-24 Maret 2017
Lebih terperinciBAB I DEFINISI BAB II A. DEFINISI
A. DEFINISI BAB I DEFINISI Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered Care PCC) adalah istilah yang saling terkait, yang mengandung aspek pasien merupakan pusat pelayanan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat sekarang ini dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Konsep Caring Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain. Caring dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciBAB... METODE PENUGASAN DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN
BAB... METODE PENUGASAN DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN Setelah mempelajari bagian ini diharapkan mahasiswa mampu: 1) Menyebutkan macam metode penugasan asuhan keperawatan 2) Menjelaskan metode fungsional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Pengertian Peran 1.1 Peran Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN orang meninggal pertahun akibat medication error. Medication error
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang The Bussiness Case for Medication Safety memperkirakan sekitar 7.000 orang meninggal pertahun akibat medication error. Medication error adalah jenis medical error yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja 2.1.1 Defenisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang
Lebih terperinciKeperawatan sebagai Terapi pada Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan sebagai Terapi pada Keperawatan Medikal Bedah Ratna Sitorus Disampaikan pada Seminar HIPMEBI, di RS Persahabatan Jakarta, 11 Februari 2017 Pembahasan 1. Pengertian terapi keperawatan 2. Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini yang paling dibutuhkan dalam dunia kesehatan adalah kerja sama tim antar sesama profesi kesehatan. Keselamatan dan kualitas pelayanan kesehatan bergantung
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kinerja Karyawan 2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu tertentu, dimana dengan
Lebih terperinciTELAAH KOMPETENSI DIII KEPERAWATAN
TELAAH DIII KEPERAWATAN PARAMETER DESKRIPTOR a Mampu melakukan. dengan metode. menunjukka n hasil. dalam kondisi Unsurunsur Deskripsi Kemampuan kerja pada bidang terkait (profil) Cara kerja Tingkatan kualitas
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Dosen 1.1 Definisi Dosen Menurut Undang-undang Nomor 14 (2005 dalam Dikti, 2010) mengenai Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres kerja adalah respon psikologis individu terhadap tuntutan di tempat kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasi tuntutan tersebut.
Lebih terperinciPEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King
PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King Imogene M. King mengawali teori ini melalui studi literatur dalam keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa
Lebih terperinci: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas
Nama : Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : 19671215 200003 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas : Keperawatan Komunitas : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas LAPORAN WHO (2002)
Lebih terperinciSTRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )
STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta ) Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah tindakan yang dilakukan orang untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Hal ini adalah keinginan untuk melakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik, yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus, yang difungsikan oleh berbagai kesatuan personil terlatih dan terdidik dalam
Lebih terperinciKOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI
KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI Pembangunan kesehatan Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal Upaya pelayanan/asuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya (Permenkes RI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlepas dari sejarah kehidupan bangsa. Setelah Indonesia merdeka pelayanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia tidak terlepas dari sejarah kehidupan bangsa. Setelah Indonesia merdeka pelayanan kesehatan masyarakat dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma dalam keperawatan, dari konsep keperawatan individu menjadi keperawatan paripurna serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran, menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi sekarang ini persaingan semakin ketat di setiap aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi sekarang ini persaingan semakin ketat di setiap aspek kehidupan, salah satunya persaingan di dunia usaha terlebih usaha dalam bidang
Lebih terperinciPERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai
1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai
Lebih terperinciPENGAWASAN/PENGENDALIAN
PENGAWASAN/PENGENDALIAN PENGAWASAN/PENGENDALIAN Pengertian Pengendalian menurut Fayol adalah memeriksa apakah segala sesuatu terjadi sesuai perencanaan, instruksi, dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan,
Lebih terperinciKONFLIK DAN NEGOSIASI
BAB XI KONFLIK DAN NEGOSIASI Konflik Definisi Konflik Proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara negatif mempengaruhi atau akan secara negatif mempengaruhi sesuatu yang menjadi
Lebih terperinciKerangka Kompetensi Kepemimpinan Klinik
Kerangka Kompetensi Kepemimpinan Klinik The Medical Leadership Competency Framework (MLCF) Dibuat atas dasar konsep kepemimpinan bersama di mana kepemimpinan tidak terbatas hanya pada pemimpin saja, dan
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI A. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini peningkatan produktifitas dan kualitas
Lebih terperinciMETODE PENUGASAN TIM DALAM ASUHAN KEPERAWATAN. Oleh : Windy Rakhmawati, S.Kp, M.Kep.
METODE PENUGASAN TIM DALAM ASUHAN KEPERAWATAN Oleh : Windy Rakhmawati, S.Kp, M.Kep. Prinsip pemilihan metode penugasan adalah : jumlah tenaga, kualifikasi staf dan klasifikasi pasien. Adapun jenis-jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORETIS
BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki
Lebih terperinciTeam Building & Manajeman Konflik
Team Building & Manajeman Konflik www.kahlilpooh.wordpress.com SEMUA TENTANG PASKIBRA, PASKIBRAKA & OSIS KOTA MAGELANG PERSAHABATAN, YANG MERUPAKAN IKATAN SUCI, AKAN LEBIH SAKRAL DENGAN ADANYA KESULITAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali dan
Lebih terperinciTEORI / KONSEP YG TERKAIT DGN MANAJEMEN KEPERAWATAN
TEORI / KONSEP YG TERKAIT DGN MANAJEMEN KEPERAWATAN Sumijatun Beberapa Teori Penting yg terkait dgn Man. Keperawatan : Teori Boulding Paradigma Keperawatan Model Konseptual Keperawatan 9 teori penting
Lebih terperinciPENGANTAR MANAJEMEN KEPERAWATAN. Sumijatun
PENGANTAR MANAJEMEN KEPERAWATAN Sumijatun Beberapa Teori Penting yg terkait dgn Man. Keperawatan : Teori Boulding Paradigma Keperawatan Model Konseptual Keperawatan 9 teori penting dlm man kep : Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres adalah kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan karena adaptasi seseorang pada lingkungan. Stres kerja didefinisikan sebagai respon emosional dan fisik yang
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Teori
BAB II Tinjauan Teori 2.1 Teori 2.1.1 Keperawatan Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan professional. Selain itu pelayanan keperawatan menjadi salah satu faktor penentu mutu dan citra
Lebih terperinciC A R E E R H O G A N D E V E L O P TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR. Laporan untuk: Sam Poole ID: HC Tanggal: 23 Februari 2017
S E L E C T D E V E L O P L E A D H O G A N D E V E L O P C A R E E R TIPS- TIPS PENGEMBANGAN UNTUK MANAJEMEN KARIR Laporan untuk: Sam Poole ID: HC560419 Tanggal: 23 Februari 2017 2 0 0 9 H O G A N A S
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemantapan, kemapanan, kesejahteraan, dan kepuasan. Bekerja bukan hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia hidup dan bekerja menginginkan suatu kemantapan, kemapanan, kesejahteraan, dan kepuasan. Bekerja bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi penyedia pelayanan kesehatan yang cukup kompleks. Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit merupakan institusi pelayanan
Lebih terperinciSKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009
SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009 Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun Oleh
Lebih terperinciDisampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014
Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 1 Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah merupakan sintesa dari keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan teknikal tertentu yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan
Lebih terperinciPANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN
PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN 2014-2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah lembaga yang memberikan pelayanan klinik dengan badan dan
Lebih terperinciKONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA
KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA SEJARAH KEPERAWATAN JIWA DILUAR NEGERI Sblm th 1860 perawatan klien jiwa dgn costudial care (tertutup & isolatif) Th 1873 Linda Richards mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi setiap individu. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemberian pelayanan kesehatan menjadi prioritas utama bagi banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian pelayanan kesehatan menjadi prioritas utama bagi banyak Negara termasuk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan tenaga kerja yang handal merupakan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented (Hepler dan Strand, 1990). Perubahan paradigma tersebut mempengaruhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, pengaruh
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien 1. Pengertian Menurut Sabarguna (2004), kepuasan pasien adalah merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, tapi walaupun subyektif
Lebih terperinciBAB I 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Darurat dituntut untuk memiliki kecekatan, keterampilan dan kesiagaan setiap saat (Mahwidhi, 2010). Para perawat tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai menulis tentang fenomena yang terus-menerus tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa globalisasi ini, arus informasi dari satu tempat ke tempat lain semakin cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi arus globalisasi sumber daya manusia memegang peranan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi arus globalisasi sumber daya manusia memegang peranan yang sangat dominan dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Berhasil atau tidaknya perusahaan
Lebih terperinciManajemen Kinerja dan Kompensasi
Penempatan School of Communication Pegawai & Business Manajemen Kinerja dan Kompensasi Hari Keenam Bagian 2 Peran Manajer Lini Dalam Penilaian Kinerja Coaching, Monitoring dan Counselling Pengertian Coaching
Lebih terperinciIJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 1 - Januari 2016
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Bangsal Tjan Timur Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru (The Correlation Therapeutic Communication with Patient Satisfaction Level in Tjan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1 Interprofessional Education (IPE) a. Pengertian IPE Interprofessional education (IPE) adalah metode pembelajaran yang interaktif, berbasis kelompok, yang dilakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Interprofesional Education (IPE) a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE) The Interprofesional Education for Collaborative Patient-Centered
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi yang luas sehingga harus memiliki sumberdaya, baik modal
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu institusi atau organisasi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang luas dan menyeluruh, padat pakar dan padat modal. Rumah sakit melaksanakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 1. Pengetahuan 1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut World Health Organization (WHO, 2005). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Depkes,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan proses
Lebih terperinciFILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN KEGAWATAN & KEKRITISAN Oleh: Sri Setiyarini, SKp.
FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN KEGAWATAN & KEKRITISAN Oleh: Sri Setiyarini, SKp. Definisi Keperawatan Dawat Darurat: Pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu kqperawatan gawat darurat
Lebih terperinciMenjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari
Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karyawan merupakan satu-satunya aset yang tidak dapat digandakan oleh
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Karyawan merupakan satu-satunya aset yang tidak dapat digandakan oleh manusia lain karena tiap-tiap orang adalah makhluk unik yang diciptakan oleh Maha Pencipta dengan
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik dianggap sebagai hal yang merusak dan berbahaya. Namun para ilmuwan ahli perilaku telah mempelajari dan menyimpulkan bahwa tidak semua konflik bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada suatu organisasi atau perusahaan kualitas produk yang dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan menggunakan produk tersebut. Salah satu
Lebih terperinciFungsi PENGORGANISASIAN. Eni Widiastuti
Fungsi PENGORGANISASIAN Eni Widiastuti PENGERTIAN Pengorganisasian :langkah untuk menetapkan, menggolong-golongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang dan pendelegasian
Lebih terperinciMengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. PMK RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH TENTANG SURAT PENUGASAN KLINIS (SPK) TENAGA KEPERAWATAN NOMOR:.../RSNH/SK-DIR/XII/2013 DIREKTUR RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH Menimbang : 1. Bahwa setiap tenaga keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ruangan khusus untuk anak dengan penyakit kritis atau pediatric
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruangan khusus untuk anak dengan penyakit kritis atau pediatric intensive care unit (PICU) merupakan ruangan khusus yang ditujukan untuk anak yang menjalani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kompetisi di sektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang kita hadapi dibidang kesehatan, menimbulkan secercah harapan akan peluang meningkatnya pelayanan kesehatan. Hal ini juga berdampak dan menuntut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan,bekerja secara terus menerus untuk
Lebih terperinci