FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PENANGKARAN MERAK HIJAU JAWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PENANGKARAN MERAK HIJAU JAWA"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PENANGKARAN MERAK HIJAU JAWA (Pavo muticus muticus) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN BURUNG TAMAN MINI INDONESIA INDAH (TMII) JAKARTA SKRIPSI DYAH AYU PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PENANGKARAN MERAK HIJAU JAWA (Pavo muticus muticus) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN BURUNG TAMAN MINI INDONESIA INDAH (TMII) JAKARTA DYAH AYU PURWANINGSIH E Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 RINGKASAN DYAH AYU PURWANINGSIH. Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau Jawa (Pavo muticus muticus) di Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di bawah bimbingan JARWADI BUDI HERNOWO dan BURHANUDDIN MASY UD. Kelangsungan hidup merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) pada saat ini sangat terancam, populasinya menurun tajam (dari status vulnurable ke endangered tahun 2010) akibat perburuan liar dan penyempitan habitat oleh kegiatan manusia. Penangkaran merupakan salah satu upaya pengelolaan merak hijau yang dapat menunjang kelestariannya di alam. Keberhasilan penangkaran dipengaruhi oleh pengetahuan terhadap kehidupan merak hijau jawa dan faktorfaktor pengelolaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penangkaran merak hijau jawa di Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TB TMII) dan Taman Margasatwa Ragunan (TMR) Jakarta. Penelitian ini dilaksanankan pada September sampai Desember 2010 Faktor-faktor yang mempengaruhi penangkaran merak hijau jawa dianalisis secara deskriptif meliputi ukuran kandang, pakan, habitat buatan, kesehatan, keberhasilan menetaskan telur, dan mengatasi gangguan. Untuk mengetahui tingkat daya tetas telur, morbiditas dan mortalitas dengan analisis kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ukuran kandang merak hijau jawa di TB TMII (panjang 6 m, lebar 4 m, tinggi 10 m) mencukupi. Ukuran kandang merak hijau jawa di TMR (panjang 4 m, lebar 4 m, tinggi 6 m) juga mencukupi. Jenis pakan baik kuantitas dan kualitas di TB TMII dan TMR mencukupi. Perbedaan yang paling menonjol dalam penangkaran di dua lokasi penelitian ini adalah dalam hal tingkat penetasan telur, morbiditas dan mortilitas. Di TB TMII jumlah telur yang menetas adalah 5 butir dari jumlah total telur 14 butir (dari 3 indukan) dengan persentase daya tetas telur 36,6 % sedangkan di TMR tidak ada telur yang menetas sama sekali dari 15 butir telur (dari 3 indukan) dengan persentase daya tetas telur 0%. Di TB TMII dua ekor merak hijau mati karena terserang penyakit pulorum dan masuk angin sedangkan di TMR tidak ada merak hijau yang mati maupun terserang penyakit. Tingkat keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di TB TMII dari segi reproduksi lebih berhasil karena ada penetesan telur merak hijau jawa sedangkan di TMR tidak ada telur yang menetas sama sekali. Tingkat keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di TB TMII dari segi morbiditas dan mortalitas tidak berhasil karena terdapat merak hijau jawa yang terserang penyakit dan mati sedangkan di TMR tidak ada merak hijau jawa yang terserang penyakit dan mati. Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di TB TMII dan TMR berdasarkan ukuran kandang, pakan, habitat buatan, kesehatan, keberhasilan menetaskan telur, dan mengatasi gangguan. Kata kunci : penangkaran, merak hijau jawa, keberhasilan penangkaran, taman margasatwa, taman burung

4 SUMMARY DYAH AYU PURWANINGSIH. Determinants of successful breeding Java Green Peafowl (Pavo muticus muticus) in Ragunan Wildlife Parks and Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Bird Park. Under supervision of JARWADI BUDI HERNOWO and BURHANUDDIN MASY'UD. The javan green peafowl has status as endangered bird, due to poaching and loosing of their habitat because human activities. The successfully of capty breeding is determine by knowledge of javan green peafowl life and also influenced by management activities. The aims of the study to determine the factors to influence the javan green peafowl successfully of capty breeding in Taman Mini Indonesia Indah Birds Park (TB TMII) and Ragunan Wildlife Park (TMR) Jakarta. The study was held in September until December The descriptive analysis was used to describe the factors influence to the javan green peafowl in captive breeding. Sucsh as size or cage, food, man made habitat, health of the bird, breeding success, mortality and morbidity. The result showed the size (length 6 m, width 4 m, height 10 m) in TB TMII and in TMR (length 4 m, width 4 m, height 6 m) both are enough. The food quality and quantity at both place are enough. The breeding success is quidifferent at TB TMII and TMR. The TB TMII has success of four new peachicks breed, but TMR was not. In TB TMII two javan green peafowl tail off because pulorum disease and colds while in TMR nothing javan green peafowl dead or diseased. The determine factor of success breeding of the javan green peafowl are cage size, food, man made habitat, health or the birds, breeding success, mortality and morbidity. Keywords: javan green peafowl, captive breeding, breeding success, wildlife park, birds park

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau Jawa (Pavo muticus muticus) di Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Dyah Ayu Purwaningsih NIM E

6 Judul skripsi Nama NIM : Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau Jawa (Pavo muticus muticus) di Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta : Dyah Ayu Purwaningsih : E Pembimbing I Menyetujui : Pembimbing II Dr. Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MscF NIP: Dr. Ir. Burhanuddin Masy ud, MS NIP: Mengetahui: Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Meng I. PENDAHULUAN Prof. Dr. Ir Sambas Basuni, MS NIP: Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau Jawa (Pavo muticus muticus) di Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke era penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyususnan karya tulis ini, sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pembaca. Akhirnya dengan kemampuan yang terbatas dan dengan segala kekurangan, penulis memiliki harapan, semoga karya kecil ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca, dunia pendidikan yang tak pernah lekang ditelan oleh waktu serta dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat sehingga dapat lebih bijak dalam pemanfaatan hutan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Bogor, Maret 2012 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di sebuah kota di Jawa Timur, Surabaya, pada tanggal 27 Agustus 1988 sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Heru Budiantoro, S.sos dan Ibu Titik Warsiti, S.sos. Jenjang pendidikan yang dilaluinya adalah di Sekolah Dasar Negeri 1 Penjaringan Sari Surabaya tahun 1994, SLTPN 2 Candi Sidoarjo tahun Penulis lulus dari SMA N 4 Sidoarjo tahun 2006 dan pada tahun yang sama masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama satu tahun penulis mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB IPB) dan memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, pada tahun kedua. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM KM) yakni sebagai anggota kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) tahun , anggota paduan suara Fahutan tahun , anggota biro infokom di Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) tahun 2007 dan bendahara Kelompok Pemerhati Burung (KPB) 2008 serta menjadi asisten praktikum komunikasi bisnis (KPM) tahun Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kampus yakni sebagai panitia Gebyar Nusantara divisi publikasi, dekorasi, dan dokumentasi tahun 2006, panitia Krisis Pendidikan divisi humas tahun 2006, panitia Gebyar HIMAKOVA divisi konsumsi tahun 2008, panitia diklat KPB divisi konsumsi dan sekretaris tahun 2009, dan panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) divisi konsumsi tahun Penulis juga aktif dalam kegiatan seni yakni juara 3 teater IPB ART Contest tahun Penulis juga pernah menjadi finalis Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMK) IPB yang lolos didanai Dikti tahun Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di BKPH Baturaden dan BKPH Cilacap tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2009, Magang di KPH Lawu Ds tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Alas Purwo pada tahun 2010.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, dukungan dan semangat, baik selama penyususnan proposal, penelitian di lapangan, hingga penyususnan karya tulis ini. Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Jarwadi Hernowo, MscF dan Dr. Ir. Burhanuddin Masy ud, MS sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, nasihat serta dukungan dalam penyususnan skripsi. 2. Kedua orang tuaku tercinta Heru Budiantoro, S.sos dan Titik Warsiti, S.sos yang telah memberikan dukungan, semangat, nasihat, harapan, dan doanya setiap waktu. 3. Bapak Widiabrata, Bapak Joko, dan seluruh pengelola Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah atas segala bantuan dan informasinya selama di lapangan. 4. Bapak Sunaryo dan seluruh pihak di Taman Marga Satwa Ragunan yang telah memberikan bantuannya di lapangan. 5. Sahabat tercinta Emy Junatan Muakhor, Sp yang telah memberikan seluruh doa, dukungan dan waktunya untuk menemani serta membantu saya selama penelitian. 6. Marolop Hasudungan, Rully Bangkit Nugraha, S.Hut dan Nanang Khairul Hadi, S.Hut untuk semua doa, semangat dan bantuannya. 7. Keluarga besar KSHE angkatan 43 yang selalu kompak dan membantu saya dalam penyususnan skripsi, seminar dan sidang terutama kepada Fenny Dwi Kasih, Erlina Yanti, Syafitri Hidayati, Ahmad Gozali, Ati Nurhayati, Nur Izzatil dan Asri Joni. 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian di lapangan dan dalam penulisan skripsi ini. Bogor, Maret 2012 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak Hijau Jawa Perilaku Merak Hijau Jawa Penggunaan/Pemanfaatan Merak Hijau Jawa Penangkaran Merak Hijau Jawa Gangguan Terhadap Merak Hijau Jawa... 8 BAB 3 KONDISI UMUM 3.1 Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Taman Margasatwa Ragunan BAB 4 METODA PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Alat Metode Pengambilan Data Analisis Data BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Margasatwa Ragunan BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 51

11 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 54

12 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Komponen Habitat Buatan di Kubah Barat Taman Burung TMII Tingkatan Vegetasi yang ada di dalam Kubah Barat TMII Beserta Peranannya Komposisi dan perbandingan bahan pakan kering dan basah untuk merak hijau jawa di penangkaran TB TMII Jenis Penyakit yang Menyerang Merak Hijau Jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII Tahun Penempatan merak hijau jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII Struktur Umur Merak Hijau Jawa yang Ada di Kubah Barat Taman Burung TMII Tahun Data merak hijau jawa yang bertelur dan banyaknya telur yang menetas di Taman Burung TMII Persentase daya tetas telur di Taman Burung TMII Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di Taman Burung TMII Komponen Habitat Buatan di TMR Tingkatan Vegetasi yang ada di dalam Kubah Barat TMII beserta peranannya Jenis dan komposisi makanan merak hijau jawa di TMR Jenis penyakit yang menyerang merak hijau jawa di TMR Pembagian umur merak hijau jawa di TMR bulan September 2010-Januari Data merak hijau jawa yang bertelur dan banyaknya telur yang menetas di Taman Margasatwa Ragunan Persentase daya tetas telur di TMR Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di Taman Margasatwa Ragunan... 43

13 18. Perbedaan kondisi penangkaran di TMII dan TMR Perbandingan keberhasilan penangkaran di TMII dan TMR... 49

14 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Bentuk kawat ram kandang dan pondasi bawah dinding kandang (a) Bebatuan sungai berukuran kecil yang menutupi lantai kandang persegi empat (b) Lantai kandang yang ditumbuhi rumput (c) Atap kandang yang berupa kawat ram Komposisi makanan merak hijau jawa Makanan tambahan Nampan plastik yang berisi makanan merak hijau jawa Kolam tempat minum merak hijau jawa Merak hijau jawa jantan menari untuk menarik perhatian merak hijau jawa betina Telur merak hijau jawa rata-rata berjumlah 4-6 butir Bentuk kandang merak hijau jawa Bebatuan sungai berukuran kecil yang menutupi lantai kandang persegi empat (a) Komposisi makanan merak hijau jawa (b) Vitamin yang dicampur ke makanan merak hijau jawa Kolam minum merak hijau jawa yang sedang diisi air Merak hijau jawa jantan sedang membentangkan bulu hiasnya di depan merak hijau jawa betina Telur-telur merak hijau jawa di beberapa kandang TMR.. 42

15 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Panduan wawancara dengan pihak pengelola.. 55

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan laporan International Red List-Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) tahun 2009 status merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) telah menaikkan dari vulnerable (VU atau rentan ) menjadi endangered (EN atau genting ). Dalam status perdagangan CITES ( Convention for the International Trade in Endangered Spesies of Fauna end Flora ) merak hijau jawa termasuk dalam Appendix II yaitu satwa yang langka dan dilindungi dalam perdagangannya dengan pengaturan kuota (jumlah terbatas) dan berupa hasil penangkaran F2. Kelangsungan hidup merak hijau pada saat ini sangat terancam. Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya populasi merak hijau antara lain berkurangnya habitat akibat penggunaan lahan dan kerusakan oleh manusia serta semakin besarnya tingkat perburuan liar baik untuk diambil meraknya, bulu maupun telurnya. Merak hijau memiliki keindahan bentuk tubuh dan warna bulu. Kelebihan ini menjadikan merak hijau banyak diburu untuk diperdagangkan. Penangkapan anakan merak hijau yang dapat digunakan sebagai binatang peliharaan juga merupakan salah satu ancaman keberadaan merak hijau. Para petani yang berada di tepi hutan jati di Jawa seringkali mencari telur merak hijau di hutan dan mengkonsumsinya. Petani juga menetaskan telur merak hijau pada induk ayam buras untuk dipelihara atau dijual ke pasar secara sembunyi-sembunyi atau untuk dikonsumsi dagingnya (Tarigan, 2001). Sebagian besar kebutuhan terhadap merak hijau untuk memenuhi permintaan pasar masih mengandalkan pada penangkapan dari alam. Perburuan yang terus berlangsung, terutama di Pulau Jawa, telah mengakibatkan populasi merak hijau merosot. Hal ini mendorong Bird Life International (2009) memasukkannya ke dalam status Endangered. Upaya konservasi baik secara in-situ (di dalam habitat alami) maupun eksitu (di luar habitat alami) harus segera dilakukan untuk menghindarkan merak hijau dari ancaman kepunahan. Penangkaran merupakan salah satu upaya

17 pengelolaan merak hijau di luar habitat alaminya yang dapat menunjang kelestariannya di alam. Keberhasilan kegiatan penangkaran merak hijau sangat ditentukan oleh pengetahuan mengenai cara hidup, pola perilaku, dan faktorfaktor lain. Melalui pengetahuan tersebut dapat memudahkan penentuan bentuk tindakan efektif yang diterapkan dalam penangkaran merak hijau. Berdasarkan pemikiran itu maka perlu dikaji praktek pengelolaan penangkaran merak hijau jawa di lokasi-lokasi penangkaran agar kelak dapat dijadikan dasar di dalam merumuskan upaya pengelolaannya secara optimal dengan efektif. 1.2 Tujuan 1. Mengidentifikasi pola pengelolaan penangkaran merak hijau jawa di Taman Margasatwa Ragunan (TMR) dan Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TB TMII). 2. Menganalisis tingkat keberhasilan penangkaran di TMR dan TB TMII dilihat dari reproduksi dan kondisi kesehatan dan/atau mortalitas (kematian). 3. Menganalisis faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di TMR dan TB TMII dilihat dari aspek pemberian pakan dan habitat (kandang) Kegunaan Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk menjadi sumber informasi terbaru tentang cara penangkaran merak hijau jawa yang baik dan benar sesuai dengan faktor-faktor yang mendukung dalam keberhasilan penangkaran merak hijau jawa tersebut.

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Klas Sub klas Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Aves : Neornithes : Galliformes : Galli : Phasianidae : Pavoninae : Pavo Spesies : Pavo muticus Linnaeus 1766 Merak hijau termasuk dalam Ordo Galliformes yang mempunyai salah satu ciri yaitu kaki yang kuat, banyak aktivitas yang tergantung pada kakinya. Aktivitas tersebut antara lain berjalan, mencari makan, bertengger dan sampai pada saat akan tidur merak duduk di atas dadanya dengan jari kaki mencengkeram cabang atau ranting pohon tidur mereka (Palita, 2002) Morfologi Morfologi merak hijau berbeda-beda menurut umur dan jenis kelaminnya, yakni dapat dilihat dari ukuran tubuh dan warna bulu pada merak hijau. a Merak jantan dewasa Sativaningsih (2005) menyatakan bahwa merak jantan dewasa mempunyai jambul tegak di atas kepalanya dan dagu berwarna hijau kebiruan, bulu hiasnya panjang berwarna campuran antara hijau emas dan hijau perunggu sehingga terlihat berkilau. Merak hijau jantan berukuran sangat lebih besar dengan panjang tubuh dapat mencapai 210 cm.

19 Menurut Hernowo (1995), merak jantan dewasa memiliki ciri-ciri yang khas yaitu adanya bulu hias yang tersusun dari lembar bulu yang besar, panjang dan kuat. Warnanya adalah campuran antara hijau emas dan hijau perunggu sehingga kelihatan berkilauan. Pada bagian permukaannya terdapat cincin oval (ocellus) yang besar dan komposisi warnanya banyak. Sub termal ocellus berwarna ungu dan dikelilingi oleh dua cincin yang berwarna hijau muda dan hijau tua yang merupakan lingkaran terakhir. Bulu yang terpanjang terletak di tengah dan tidak memiliki ocellus. b Merak betina dewasa Menurut Sativaningsih (2005), merak hijau betina dewasa mempunyai komposisi warna tubuh sama dengan jantan tetapi lebih lembut, tidak cerah, agak kusam, dan tidak mempunyai bulu hias. Merak hijau betina panjang tubuhnya berukuran 120 cm. Delacour (1977) menyatakan bahwa secara umum bulu merak hijau betina sama dengan merak jantan, hanya warnanya lebih lembut dan agak kusam. Kaki bersisik dan warnanya hitam abu-abu dan bertaji sama dengan merak jantan. Perbedaan yang nyata terletak pada bulu hias, dimana merak betina tidak mempunyai bulu hias. Bagian atas dari penutup ekor, berwarna perunggu kehijauan dengan warna kuning keputihan. c Merak anakan Anak merak hijau mempunyai warna coklat kusam berbintik hitam. Warnanya sama dengan betina dewasa, tetapi lebih buram. Bagian dagu dan kepala tertutup oleh bulu berwarna putih. Jambul mulai tumbuh setelah anak merak berumur dua minggu. Pada umur dua bulan, anak merak sudah mempunyai bentuk tubuh dan bulu yang sempurna menyerupai merak betina dewasa tetapi ukurannya lebih kecil (Delacour, 1997) Habitat dan pakan Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik komponen fisik maupun biotik yang merupakan kesatuan yang

20 digunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwa liar. Komponen habitat yang terpenting untuk kehidupan satwa liar terdiri dari makanan, pelindung dan air. Pelindung adalah bagian dari habitat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, beristirahat, atau tempat berkembangbiak. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan keadaan lingkungan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Habitat yang sesuai untuk satu jenis satwa belum tentu sesuai untuk jenis satwa yang lain karena tiap jenis satwa menghendaki kondisi habitat yang berbeda. Keseluruhan fungsi habitat itu ditentukan oleh interaksi sejumlah komponen habitat baik fisik ataupun biotik: topografi, air, dan tanah maupun komponen biologis ataupun biotik: satwa liar, vegetasi, dan penggunaan lahan oleh manusia. MacKinnon et al. (1992) menyatakan bahwa merak hijau mempunyai kebiasaan mengunjungi hutan terbuka dengan padang rumput, perkebunan teh dan berjalan-jalan di tanah. Hal ini dipertegas oleh King et al. (1975), bahwa habitat merak hijau adalah di hutan terbuka, hutan sekunder, pinggir sungai, dan tepi hutan. Dari pernyataan di atas terlihat bahwa merak hijau mempunyai kebiasaan mencari makan, berteduh dan berlindung di tempat-tempat terbuka dan juga lebih banyaknya fungsi habitat yang diperoleh merak hijau di daerah tersebut. Jenis makanan merak hijau kebanyakan berasal dari tumbuhan seperti beberapa jenis rumput. Bagian dari tumbuhan yang dimakan yaitu biji dan daun. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, merak juga memakan serangga dan belalang kecil. Palita (2002) menjelaskan selain makan rumput-rumputan dan herba, merak juga memakan tumbuh-tumbuhan seperti gondang, lo dan bendo serta beberapa jenis serangga seperti semut dan ulat. 2.2 Perilaku Merak Hijau Perilaku makan dan minum Menurut Mulyana (1988), Setiawan dan Setiadi (1992) dan Winarto (1993), aktivitas makan merak hijau dilakukan dalam dua periode, yaitu periode pagi hari dan sore hari. Aktivitas ini merupakan aktivitas makan primer, artinya makan merupakan aktivitas yang utama sedangkan perilaku atau aktivitas lainnya merupakan faktor pendukung saat melakukan aktivitas makan. Pada waktu istirahat merak juga melakukan aktivitas makan. Periode makan ini termasuk ke dalam aktivitas makan sekunder karena pada saat istirahat tersebut makan bukan merupakan aktivitas utama.

21 Menurut Winarto (1993), cara makan merak hijau di Taman Nasional Baluran adalah dengan mematuk makanan menggunakan paruhnya, sedangkan pemilihan makanan di permukaan tanah dilakukan dengan cara mengais menggunakan kedua tungkai kakinya. Menurut Supratman (1998) merak hijau umumnya minum setelah melakukan aktivitas makan. Setelah makan merak hijau berjalan menuju tempat-tempat sumber air. Cara minumnya dengan menjulurkan lehernya ke air secara berulang Perilaku istirahat dan tidur Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa merak hijau memilih tempat istirahat dan tidur pada pohon-pohon yang tidak terlalu lebat. Untuk mencapai tempat tersebut merak hijau terbang dari tanah secara tegak lurus dan kadang-kadang juga terbang dari satu pohon ke pohon lain. Menurut Winarto (1993) perilaku istirahat merak hijau terbagi kedalam dua periode, yaitu periode setelah makan di pagi hari sampai menjelang sore hari disebut istirahat yang merupakan istirahat sementara dan periode setelah aktivitas hariannya berakhir sampai sesaat sebelum aktivitas hariannya dimulai kembali yang disebut tidur yang merupakan istirahat total. Selama periode istirahat merak hijau melakukan berbagai aktivitas, antara lain menyelisik bulu, berteduh, mandi debu, makan, minum, dan aktivitas sosial. Aktivitas sosial ini dilakukan di permukaan tanah maupun di atas pohon. Sedangkan periode tidur, merak hijau tidak melakukan aktivitas lainnya Perilaku terhadap gangguan Merak hijau akan memberikan reaksi yang berbeda tergantung pada jarak sumber gangguan ketika mendapat gangguan dari manusia. Bila burung berada pada jarak yang jauh dari sumber bahaya maka dengan cepat lari menuju cover terdekat meskipun harus melewati daerah terbuka yang luas. Bila sumber gangguan pada jarak yang dekat, maka dengan cepat merak hijau akan melarikan diri Perilaku kawin Merak adalah satwa poligami dan tidak ada hubungan yang permanen antara merak hijau dewasa jantan dan betina (Hoogerwrf, 1970). Musim kawin merak hijau di Jawa Barat dan Jawa Timur berlangsung dari bulan Agustus sampai Oktober (MacKinnon, 1995). Hernowo (1995) menyebutkan bahwa perkawinan merak hijau dimulai dengan adanya Tarian Merak dan merak jantan memanggil merak betina dengan suara

22 ngeeeeeeeyaow, ngeeeeeeyaow... (seperti suara kucing) wee-waaoow, wee-waaoow... atau eewaaaoow,eewaaoow... Merak betina perlahan-lahan mendekati merak jantan. Merak hijau jantan menaikkan seluruh bulu hias dan didukung/ditopang oleh bulu-bulu ekornya yang kaku dan membentuk sebuah kipas. Sayapnya diturunkan dan melangkah mendekati betina. Selanjutnya merak jantan tersebut membalik secara tibatiba dengan memiringkan tubuhnya melirik ke arah merak betina. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang. Betina mengelilingi merak jantan berulang-ulang, sedangkan yang jantan sesekali mendekati betina sambil bulu hiasnya digetarkan. Merak betina yang menerima bujukan tersebut, segera mendekam dan merak jantan segera naik ke punggung merak betina dan perkawinan pun berlangsung. Jika merak betina tidak menyukai merak jantan, merak betina akan menjauhi merak jantan itu dan menuju pejantan lainnya dan pejantan baru mulai menari (Hernowo,1995) Perilaku bersarang Menurut Winarto (1993) merak betina yang telah dikawini segera memisahkan diri dari kelompoknya untuk mencari tempat bersarang dan bertelur. Tiap sarang ditemukan tiga sampai enam butir telur. Sarang merak hijau berada pada areal terbuka yang sangat sedikit ditumbuhi vegetasi pada tingkat pohon dan sapihan. Dengan kondisi areal yang terbuka, cahaya matahari dapat secara langsung menyinari lokasi sarang. Aktivitas mengerami telur hanya dilakukan oleh merak betina setiap hari (siang-malam). Dalam mengerami telurnya, betina hanya 2-3 hari sekali meninggalkan sarangnya selama beberapa jam untuk mencari makan Perilaku mandi debu Menurut Supratman (1998) merak hijau melakukan aktivitas mandi debu untuk merawat tubuhnya yaitu dalam merapikan bulu-bulu, mengeluarkan ektoparasit dan benda asing yang menempel pada tubuhnya. Mandi debu dilakukan dengan menggunakan cakarnya untuk menggaruk-garuk tanah gembur yang kering sambil tubuhnya mendekam di atas tanah, kaki dijulurkan ke belakang sambil mengepakkan sayapnya sehingga debu akan masuk ke dalam bulu tubuhnya.

23 2.3 Penggunaan/Pemanfaatan Merak Hijau Jawa Merak hijau jawa banyak dimanfaatkan sebagai burung hias dan juga dimanfaatkan bulu hiasnya sebagai aksesoris reog ponorogo. Satu reog ponorogo menggunakan sedikitnya helai bulu merak jawa hijau. Satu ekor merak jawa hijau diketahui memiliki sekitar 150 helai bulu (Hernowo, 2010), sehingga untuk membuat satu reog ponorogo memerlukan sekitar 9-10 ekor merak hijau Penangkaran Merak Hijau Jawa Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, terdapat beberapa penangkaran merak hijau jawa baik resmi maupun yang tidak resmi. Penangkaran yang resmi adalah penangkaran yang telah terdaftar oleh pemerintah. Beberapa lokasi penangkaran resmi merak hijau jawa yaitu Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Taman Margasatwa Ragunan, Taman Rekreasi Sengkaling Malang, Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo, dan beberapa lokasi lainya. 2.5 Gangguan terhadap Merak Hijau Jawa Populasi merak hijau terus berkurang, rusaknya habitat dan perburuan liar. Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya ataupun diperdagangkan sebagai binatang peliharaan. Untuk menghindari kepunahan burung langka ini dilindungi undang-undang. Di Pulau Jawa kini jumlah merak hijau diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor. Selain habitat dan perburuan liar, gangguan terhadap merak hijau jawa yaitu cuaca. Cuaca yang tidak pasti berpengaruh terhadap telur-telur merak hijau jawa yang sedang dierami oleh induknya. Jika cuaca lebih sering hujan, maka telur-telur tersebut sulit untuk menetas bahkan tidak bisa menetas karena suhu dan kelembabannya tidak sesuai.

24 BAB 3 KONDISI UMUM LOKASI PENGAMATAN 3.1 Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah Awalnya Taman Burung hanya memiliki satu kubah yang dibangun tahun 1975 dan diresmikan tanggal 19 Agustus 1976, namun kemudian dikembangkan menjadi sembilan kubah dan diresmikan pada tanggal 27 April Taman Burung terletak di bagian belakang kawasan TMII berdekatan dengan Pusat Peragaan IPTEK, menempati lahan seluas 6 hektar termasuk fasilitas umum berupa tempat parkir yang cukup luas dan rindang. Koleksi ditempatkan dalam sangkar-sangkar raksasa (kubah); kubah paling besar bergaristengah 68 meter dengan ketinggian 30 meter, sedang yang paling kecil bergaristengah 20 meter dengan ketinggian 9 meter. Di setiap pinggir kubah dibuat sangkar-sangkar yang menyimpan koleksi, sehingga dapat dinikmati dari dalam ataupun luar kubah. Sebuah museum yang menjadi pelengkap Taman Burung menyimpan riwayat berbagai jenis burung langka maupun yang sangat terbatas penyebarannya. Penataan koleksi berdasar zoogeografi atau pola sebaran binatang. Koleksi Taman dibagi menjadi dua belahan: barat dan timur, sesuai dengan Garis Wallace. Lingkungan vegetasinya pun mengikuti pola ini, di samping pemikiran pilihan jenis-jenis yang berguna dalam menghasilkan buah-buahan, biji, dan pucuk yang menjadi pakan burung. Taman Burung berfungsi juga sebagai loka-bina masyarakat perburungan, sehingga taman ini sering dijadikan ajang lomba burung, lomba bagi anak-anak dan siswa untuk mengenal lebih dalam mengenai burung, serta tempat penelitian bagi para mahasiswa. Dari segi penangkaran dan pelestarian, taman ini telah berhasil mengembangbiakkan lebih dari 100 jenis, di antaranya sekitar 30 jenis merupakan jenis-jenis yang dilindungi dan langka. Untuk menjaga kesehatan hewan koleksi, taman dilengkapi sarana karantina sebagai tempat memisahkan burung-burung yang sakit untuk mendapatkan perawatan. Koleksi burung yang ada di sini merupakan yang terlengkap di Indonesia, terdiri atas 312 jenis dengan jumlah mencapai ribuan ekor, baik yang berasal dari Indonesia Bagian Barat maupun Indonesia Bagian Timur, di samping sebagian

25 dari mancanegara. Elang Jawa, Elang Bondol, Cendrawasih, Jalak Bali, Maleo, Rangkong, Beo, Burung Onta, dan Onagadori merupakan beberapa koleksi yang menarik. Bagi keluarga yang membawa anak-anak dapat beristirahat sebentar di kolam ikan sebelum melanjutkan penjelajahan semua kubah. Di samping itu kafetaria menjual makanan dan minuman ringan, termasuk untuk ikan-ikan di kolam: bagi anak-anak dapat memberi makan ikan sepuasnya sambil menyaksikan angsa berenang. 3.2 Taman Margasatwa Ragunan Sejarah Planten En Dierentuin merupakan nama kebun binatang pertama di Jakarta yang kala itu bernama Batavia. Kebun binatang ini secara resmi dibuka pada tahun 1864 di daerah yang dikenal Cikini, Jakarta Pusat. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1949 namanya dirubah menjadi Kebun Binatang Cikini. Tempat di Cikini menjadi terlalu kecil dan tidak cocok untuk peragaan satwa. Sebuah tempat baru untuk kebun binatang kemudian dicarikan. Pada tahun 1964 pemerintah DKI Jakarta menghibahkan tanah seluas 30 hektar di selatan pinggiran Jakarta, Ragunan, pasar minggu. Pada tanggal 22 Juni 1966 dibuka kebun binatang baru dengan nama Taman Margasatwa. Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kota Jakarta yang ke 477, melalui Keputusan Gubernur Nomor DIII-2138/d/2/74 tanggal 19 Juni 1974, namanya berubah menjadi Kebun Binatang Ragunan Jakarta. Pada mulanya Kebun Binatang Ragunan Jakarta hanya memiliki areal seluas ± 30 Ha, yang terletak di atas sebagian tanah milik Kebun Percobaan Departemen Pertanian. Pada saat ini luas areal Kebun Binatang Ragunan Jakarta diperluas hingga mencapai 200 Ha Letak dan luas Kebun Binatang ragunan Jakarta terletak ± 15 Km dari pusat kota Jakarta pada ketinggian 50 mdpl. Kebun Binatang Ragunan terletak pada posisi antara i BT dan i LS. Ketinggian 50 mdpl dan berjarak 20 km dari pusat kota Jakarta. Secara administratif Kebun Binatang Ragunan termasuk ke dalam

26 wilayah kelurahan Ragunan, kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Adapun atas-batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Barat dibatasi oleh jalan Kavling POLRI Dan Jati Padang 2. Sebelah Timur dibatasi oleh jalan Jati Padang 3. Sebelah Utara dibatasi oleh jalan Harsono RM, dan 4. Sebelah Selatan dibatasi oleh jalan Sagu. Luas keseluruhan Kebun Binatang Ragunan saat ini adalah 135 ha. Tata guna lahan KBR ( Kebun Binatang Ragunan) meliputi lahan yang telah terbangun 52 %, kantor dan kandang 32 ha, taman 15 ha, danau 7 ha, lapangan parkir 5 ha dan saluran air 10 ha ( Noprianto, 2004) Kondisi fisik Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidth dan ferguson (1951), daerah Pasar Minggu termasuk dalam tipe iklim B dengan nilai Q 26,7. Kebun Binatang Ragunan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 50 mdpl dan memiliki kemiringan sedangkan suhu harian di kebun binatang Ragunan berkisar antara 25,5 0 28,50dan kelembaban udara sebesar 85 % serta curah hujan 2291 mm per tahun. Jenis tanah di Kebun Binatang Ragunan Jakarta termasuk jenis tanah latosol merah. Tanah jenis ini memiliki sifat sebagai berikut: ph masam pada seluruh profil, kandungan bahan organik dan kadar nitrogen lapisan atas sedang yang semakin rendah pada lapisan yang semakin bawah, kadar pospat di seluruh profil rendah dan kadar kalsium di semua lapisan sangat rendah Kondisi vegetasi Taman Margasatwa Ragunan Jakarta memiliki flora yang merupakan jenis yang ada sebelumnya seperti hutan wisata yang bersifat alami, jenis-jenis vegetasi yang terdapat di Kebun binatang Ragunan adalah : Pohon Buah-buahan, Peneduh, Obat-obatan dan jenis Rumput yang masing-masing terdiri atas 2 Ordo, 56 Famili, 968 Spesies dengan jumlah spesies keseluruhan pohon (Kamelia. 2004). Vegetasi di kebun Binatang Ragunan Jakarta merupakan vegetasi tanaman yang dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Pohon berbunga yang didominasi oleh pohon Tenguli (Cassia fistula) dan flamboyan (Delonix regia).

27 2. Tanaman peneduh yang didominasi oleh kormis (Acacia auriculiformis) dan jeunjing (Albizzia falcata). 3. Tanaman buah-buahan yang didominasi oleh jambu monyet (Anacardium occidentale) dan rambutan (Nepheleum lapaceum). 4. Tanaman obat-obatan dan industri yang didominasi oleh salopat serat (Xylopia glauca) dan kemenyan (Styrax benzoe). 5. Tanaman hias yang dibuat dengan bentuk taman yang terdapat di hampir seluruh sudut kebun binatang Kondisi sarana dan prasarana Daftar sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh pengelola. No. Zona Jenis Sarana Yang Disediakan : 1. Pintu Gerbang utara Sarana parkir, loket, pos keamanan. stasiun monorail, terminal kendaraan terbuka, telepon umum, kios-kios, kantin dan taman / view fungsi Taman Margasatwa. 2. Pintu Gerbang Barat Sarana parkir, loket, pos keamanan. terminal kendaraan terbuka, telepon umum, kios-kios, kantin dan taman. 3. Pintu gerbang Timur Sarana parkir, loket, pos keamanan. stasiun monorail, terminal kendaraan terbuka, telepon umum, kios-kios, kantin dan taman. 4. Gerbang Keluar Barat Daya Loket dan pos keamanan 5. Introduction Area Fasilitas pelayanan, pos keamanan, halte, pos bagian, pos antara, perkantoran TMR, pusat informasi, perpustakaan, ruang data, mushola, gudang, telepon umum, kios-kios, kantin, genzet dan taman bermain anak. 6. Rekreasi Utama Pos keamanan, halte / pos bagian, pos antara, peragaan satwa tertutup/terbuka, ruang keterampilan satwa, panggung terbuka, ruang P3K, kantin dan taman / ruang terbuka. 7. Rekreasi Sekunder (Rekreasi Satwa Campuran) Ruang peragaan satwa tertutup / terbuka, halte / pos bagian / loket, telepon umum, kantin dan taman / ruang terbuka. 8. Rekreasi Tersier Pedestrian, pos antara / loket, ruang P3K, peragaan satwa khusus, kantin, rumah pompa air dan taman / ruang terbuka.

28 9. Rekreasi AirPeragaan satwa air, telepon umum, kantin, ruang terbuka / taman pancing. 10. Rekreasi Spesial : - Children Zoo - Open Zoo - Taman Buah Children play ground, halte / pos bagian / loket, ruang P3K, telepon umum, kios-kios, kantin, taman dan ruang terbuka hewan jinak. Halte / pos bagian / loket, ruang peragaan satwa terbuka/satwa khusus, taman bermain / ruang terbuka hewan jinak, mushola, ruang P3K, telepon umum, ruang pompa air dan kantin. Pos keamanan, loket, ruang p3k, rumah pompa air dan kebun buahbuahan. 11. Service Area Ruang karantina hewan/tumbuhan, klinik hewan / tumbuhan, ruang laboratorium, menara tinjau, gudang bengkel khusus, ruang pompa air, kandang binatang surplus, genzet. 12. Camping Ground (Fokus apresiasi) Taman, ruang terbuka/ perkemahan, ruang P3K, ruang pompa air, pemandian alam, dll. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kebun Binatang Ragunan Jakarta cukup memadai. Kebutuhan mengenai sarana dan prasana yang bersifat mendesak atau tidak tercukupi dengan baik. Keberadaan MCK, mushola, rumah makan cukup mudah didapatkan di dalam lokasi kebun binatang. Selain itu terdapat taman yang tersedia tempa untuk beristirahat sejenak Aktivitas dan perilaku pengunjung Kebun Binatang Ragunan sebagai tempat rekreasi banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, baik dari daerah sekitar Jakarta maupun dari luar Jakarta dan dari berbagai kalangan. Selain itu dari berbagai negara seperti wisatawan-wisatawan yang sedang berlibur di Indonesia. Klasifikasi pengunjung Kebun Binatang Ragunan Jakarta dapat dilihat dari tujuan kunjungan ke tempat ini seperti kunjungan hanya untuk berekreasi atau ada kegiatan penelitian. Sifat kunjungan lebih banyak secara massal tetapi dapat juga secara personal ( Noprianto, 2004)

29 3.2.7 Permasalahan Permasalahan yang terjadi pada Taman Margasatwa Ragunan Jakarta merupakan masalah umum yang juga dialami oleh kebun binatang yang ada di Indonesia pada umumnya. Beberapa permasalahan yang sering menjadi kendala dalam pengelolaan satwaliar secara eks-situ di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta : 1. Pengunjung membludak (Booming) Salah satu indikator keberhasilan suatu kebun binatang dalam mempromosikan satwa dapat dilihat dari animo masyarakat yang datang berkunjung. Akan tetapi, ketika kunjungan tersebut melebihi ambang batas, maka akan berpengaruh terhadap satwa tersebut. Beberapa satwa mampu dengan cepat beradaptasi oleh kehadiran manusia, tetapi ada juga yang membutuhkan waktu lama dan dapat menyebabkan satwa tersebut stres bahkan mati. Berdasarkan keterangan dari beberapa jagawana setempat, pada saat lebaran, atau liburan sekolah tempat ini menjadi sangat ramai. Pengunjung bahkan ada yang membawa rombongan hingga menggunakan transportasi bus pariwisata hingga 5 unit. 2. Masalah sampah Sampah merupakan masalah lama yang telah turun temurun menjadi permasalahan utama lingkungan tertentu. Terlebih pada suatu lokasi yang menjadi pusat keramaian seperti Taman Margasatwa Ragunan. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya sampah-sampah bergelatakan diatas tanah dan jalan aspal. Ketika hujan maka sampah tersebut akan menempel dan terlihat sangat kotor. Hal ini merusak pemandangan dan dampak ekologi yang ditimbulkan adalah jenis vegetasi tumbuhan bawah akan tertutupi oleh sampah sampah yang sebagian besar terbuat dari plastik. Sampahsampah tersebut berasal dari pengunjung yang membuang sampah sembarangan. 3. Pencurian satwa Berdasarkan keterangan jagawana, pencurian terhadap satwa yang ada dalam penangkaran walaupun tidak signifikan akan tetapi merupakan ancaman serius terhadap keberadaan satwa.

30 4. Gangguan pengunjung Karakter beberapa pengunjung berbeda antara satu dan lainnya. Beberapa pengunjung hanya melihat, mengamati, atau sekadar memotret saja. Akan tetapi yang menjadi masalah apabila pengunjung berusaha untuk menggganngu satwa yang dapat berupa pengusiran, pelemparan, pemberian makanan tanpa seijin jagawana, dan sebagainya. Hal ini menjadi masalah karena apabila tidak terkontrol dengan baik maka akan berdampak buruk pada satwa tersebut. 5. Dana Keberlansungan suatu proses pengelolaan satwaliar secara eks-situ tidak terlepas dari permasalahan dana. Dana yang dikeluarkan untuk kegiatan pengelolaan ini amatlah tidak sedikit. Misalnya saja pakan satwa, kebersihan, medis, gaji karyawan dan sebagainya. Namun, proses pemandirian terhadap hasil yang diperoleh belum mampu untuk memenuhi biaya yang dikeluarkan. Untuk itu, dana internasional yang bergerak dalam upaya pelestarian terhadap keanekaragaman hayati khususnya satwaliar yang peduli terhadap kegiatan ini sangat diperlukan. 6. Introduksi satwa Proses introduksi satwa yang baru diterima baik dari masyarakat, PPS, ataupun lembaga lainnya untuk proses adaptasi terlebih dahulu membutuhkan waktu yang lama. Proses habituasi satwa akan membutuhkan tenaga, biaya yang mahal sehingga untuk jenis-jenis satwa yang mudah beradaptasi akan semakin sedikit biaya yang akan dikeluarkan. 7. Sumberdaya Manusia Berdasarkan data karyawan Kebun Binatang Ragunan per Oktober 2002 diketahui bahwa karyawan yang ada sebagian besar berpendidikan tingkat SLTA. Pengetahuan mengenai dasar ilmu konservasi, ekologi satwa, pengelolaan satwa pada dasarnya masih rendah. Sehingga dalam aktivitas hariannya banyak yang masih belum mengerti mengenai spesies, habitat, ekologi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja dilapangan baik dalam menentukan habitat, ekologi, penempatan spesies yang berbeda

31 pada satu tempat yang berbeda habitat dan laiinya amatlah beresiko tinggi untuk tingkat kesuksesan dari pengelolaan satwa secara eks-situ ini.

32 BAB 4 METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di dua tempat penangkaran yaitu, di kandang merak Taman Margasatwa Ragunan (TMR) dan di Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TB TMII) Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dari September sampai Desember Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pita ukur untuk mengukur ukuran kandang 2. Kamera 3. Tape recorder 4. Alat tulis menulis untuk mencatat data dan informasi 4.3 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian, sebagai berikut : a. Data primer Data primer yang diambil terdiri dari : 1) Perkandangan, meliputi: Bentuk, luas (ukuran kandang), komposisi habitat (tempat istirahat, tempat makan dan minum, tempat berjemur, tempat berteduh dan tempat mandi debu), tata letak dan pemeliharaan kandang. Data mengenai pekandangan ini dikumpulkan dalam tally sheet. 2) Makanan dan minuman, meliputi: Jumlah, jenis, komposisi, berat dan frekuensi pemberian. Data mengenai makanan dan minuman ini dikumpulkan dalam tally sheet makan dan minum merak. 3) Pengelolaan Reproduksi, meliputi: a. Pengadaan bibit yang terdiri dari kriteria bibit, asal bibit, jumlah bibit dan pengelolaan bibit.

33 b. Teknik menjodohkan, awal berbiak, lamanya mengeram, jumlah telur, daya tetas telur, perawatan dan penyapihan. Data mengenai reprodusi ini dikumpulkan dalam tally sheet perkawinan merak. 4) Penyakit, meliputi: Jenis penyakit, cara pengobatan dan pencegahan penyakit. 5) Perilaku (aktivitas harian di kandang), meliputi: Makan dan minum (merak tersebut akan mematuk makanan/minuman hingga selesai), istirahat dan tidur (dimulai dari merak tersebut berdiam diri, melipat kakinya dan badan mendekam kaki seolah tidak terlihat karena ditutupi oleh bulu badan, memejamkan mata hingga merak tersebut berdiri/bergerak kembali), bersarang, interaksi sosial (saling mendekati atau saling mengejar sesama merak hijau), kawin/sexual behavior (mulai dari merak jantan menari, mengeluarkan suara hingga merak jantan menunggangi merak betina), memelihara anak dan mandi debu. 6) Gangguan, meliputi: Jenis gangguan (predator dan pengunjung), besarnya gangguan, dan cara penanganan terhadap gangguan tersebut. Data mengenai gangguan dikumpulkan dalam tally sheet gangguan merak. 7) Ketenagakerjaan, meliputi: Jenis pekerjaan, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan pekerja, sistem upah dan lamanya kerja. b. Data sekunder Data sekunder yang diambil terdiri dari letak, CH, dan kelembaban Teknik pengumpulan data a Data Primer Data primer dalam studi ini diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lokasi penangkaran dengan metode ad libitum sampling, yaitu metode pengamatan dengan mengamati, mencatat serta mengamati dari setiap perilaku merak hijau dan bentuk fisik kandang. Pengamatan dilakukan

34 mulai pukul hingga dan dilanjutkan kembali dari pukul hingga pukul dengan pengulangan sebanyak 2 hari. Merak hijau yang diamati sebanyak 1 individu tiap jenis kelamin berdasarkan kelas umur. Jadi, total merak hijau jawa yang diamati adalah 5 ekor (anakan, betina remaja, betina dewasa, jantan remaja dan jantan dewasa untuk setiap kriteria jenis kelamin dalam kelas umur masing-masing). Data mengenai makanan dan minuman diperoleh dengan dua cara, yaitu observasi langsung dan wawancara. Observasi langsung dilakukan untuk mengetahui proses pengumpulan bahan makanan hingga pembagian makanan ke kandang merak hijau. Wawancara dilakukan untuk mengetahui sumber pakan dan latar belakang pembagian pakan (komposisi dan berat). Wawancara dilakukan dengan pengelola dan keeper. Data mengenai keadaan penyakit, reproduksi, gangguan, sejarah merak dan ketenagakerjaan dilakukan melalui wawancara. Daftar butir-butir panduan wawancara terlampir (Lampiran 1). b Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber pustaka serta lembaga atau instansi yang berkaitan dengan penelitian. 4.4 Analisis Data Analisis deskriptif Analisis data dilakukan pada setiap faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkaran merak hijau, seperti keberhasilan dalam berkembang biak (mulai dari proses kawin, pengeraman, penetasan, survive hidup, hingga habitat yang mendukung), tingkat mortalitas/kematian (di berbagai umur, ada tidaknya telur yang tidak menetas, kandungan pakan dan minum) dan tingkat penyakit/morbiditas (dilihat dari segi jenis, sumber dan banyak penyakit) yang rendah, pengelolaan (ada tidaknya perhatian khusus terhadap merak) dan kecilnya gangguan yang menyerang merak. Analisis deskriptif dilakukan dengan menguraikan semua data dan informasi yang diperoleh disertai dengan gambar (foto), menghubungkan satu faktor dengan faktor lain yang menunjukkan kesamaan dan faktor perbedaan serta keberhasilan pengelolaan penangkaran antara TMR dan TB TMII.

35 4.4.2 Analisis kuantitatif a Daya tetas telur DTT = telur yang menetas x 100 telur yang dihasilkan b Mortalitas M = merak mati x 100 merak hidup c. Penyakit M = merak sakit x 100 merak sehat c Keberhasilan Penangkaran: Keberhasilan penangkaran ditentukan dengan melihat 3 kriteria utama yakni reproduksi, kondisi kesehatan, dan tingkat mortalitas anakan. Kriteria untuk menentukan keberhasilan penangkaran merak hijau jawa adalah: 1. Berhasil : jika merak hijau jawa betina berhasil bertelur, menetaskan telurnya dan anak berhasil bertahan hidup minimal 3 bulan. 2. Cukup berhasil : jika merak hijau jawa betina berhasil bertelur dan menetaskan telurnya, tetapi anak tidak berhasil bertahan hidup hingga 3 bulan. 3. Kurang berhasil : jika merak hijau jawa betina berhasil bertelur tetapi telur-telurnya tidak ada yang menetas. 4. Tidak berhasil : tidak ada merak hijau jawa betina yang bertelur.

36 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah Kandang sebagai habitat buatan Kandang merupakan tempat hidup habitat buatan satwa di penangkaran (exsitu). Kandang harus disesuaikan dengan jenis satwa serta menyerupai kondisi habitat asli di alam. Sistem perkandangan yang digunakan di Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah adalah sistem kandang semi tertutup yaitu bagian depannya dipagari jeruji besi dan disekat dengan tembok atau kawat dan beratap. Atap kandang berupa kawat jeruji sama seperti dinding kandangnya (Gambar 1). Bentuk kandang terdiri dari dua macam yaitu bentuk kubah setengah lingkaran dan bentuk persegi empat yang berada di dalam kubah. Kubah tempat tangkar merak hijau jawa di Taman Burung TMII ini disebut dengan Kubah Barat. Ukuran kandang bentuk kubah setengah lingkaran adalah panjang diameter 68 m dan tinggi 30 m. Kubah ini memiliki beberapa sub-kandang berbentuk persegi empat. Terdapat koridor dengan dua pintu utama yang digunakan untuk masuk atau keluar pengunjung. Pintu-pintu masuk ke dalam sub-kandang terbuat dari besi. Ukuran kandang bentuk persegi empat adalah panjang 6 m, lebar 4 m, tinggi 10 m. Kandang berbentuk persegi empat ini terletak di dalam kubah setengah lingkaran. Terdapat 3 kandang persegi empat dengan masing-masing berisi 2 ekor merak hijau jawa. Bahan kandang berbentuk persegi empat terdiri dari besi bulat sebagai rangka bangunan (diameter 5 cm), sisi-sisinya ditutup dengan kawat ram dengan salah satu sisinya berdinding beton. Diameter kawat ram tersebut adalah 0,3 cm (3 mm) dengan jarak kotak antar kawat 5 x 5 cm. Pondasi bagian bawah kawat berupa adonan pasir dengan semen yang berbentuk balok dengan tinggi 20 cm, lebar 20 cm dan panjangnya mengitari kandang (Gambar 1).

37 Gambar 1 Bentuk kawat ram kandang dan pondasi bawah dinding kandang. Sebagai alas atau lantai kandang adalah tanah yang ditumbuhi oleh rumput dan sebagian ada tataan batu sungai berukuran kecil (Gambar 2 : a dan b). Sisi bagian atasnya juga ditutup dengan kawat ram yang ukurannya sama dengan ukuran dinding kandang (Gambar 2 : c). (a) (b) (c) Gambar 2 (a) Bebatuan sungai berukuran kecil yang menutupi lantai kandang persegi empat, (b) lantai kandang yang ditumbuhi rumput, dan (c) atap kandang yang berupa kawat ram.

38 Suatu kandang satwa tidak hanya dilihat dari bahan penyususn kandang tetapi juga komponen yang ada di dalamnya. Dalam satu kandang merak hijau jawa terdapat beberapa komponen habitat buatan yang berfungsi untuk mendukung keberhasilan penangkarannya. Taman Burung TMII mendesain kandang merak hijau jawa dan burung-burung lainnya sedemikian rupa sesuai dengan habitat alaminya. Komponen habitat buatan yang ada di Kubah Barat Taman Burung TMII antara lain tempat istirahat, tempat tidur, tempat makan, tempat minum, tempat berteduh, pasir, padang rumput dan semak (Tabel 1). Tabel 1 Komponen Habitat Buatan di Kubah Barat Taman Burung TMII No Jenis Kandang Komponen Habitat Keterangan Buatan 1. KB (3,7, dan 10) Tempat istirahat Ada 3 macam : batang pohon (1 buah), lantai kandang (pasir dan rerumputan) dan bambu yang digantung melintang (2 buah) Tempat tidur Tempat makan Tempat minum Tempat berteduh Pasir (untuk mandi debu) Padang rumput Semak Berupa bambu yang digantung melintang (juga digunakan sebagai tempat istirahat) berukuran panjang 3 meter, diameter 10 cm dan ketinggian dari lantai kandang 6 m. Di atasnya tedapat penutup berbahan seng dengan ukuran panjang 2 meter dan lebar 1 meter Berupa nampan plastik sebanyak 1 buah dengan ukuran panjang 45 sentimeter, lebar 30 sentimeter dan tinggi 5 sentimeter Berupa kolam dengan panjang 2 meter, lebar 1 meter dan dalam 30 sentimeter Berupa semak-semak dan bambu yang digantung dengan penutup diatasnya yang terbuat dari seng Hampir menutupi lantai kandang (seluas kurang lebih 2x4 meter dengan campuran bebatuan kecil) Sebagian menutupi lantai kandang (ratarata berukuran seluas 4x3 meter) Terletak di sisi ujung ruang kandang, rata-rata luas 2x2 meter 2. Kubah besar Tempat istirahat Ada 3 macam : tanaman yang ada di dalam kubah, lantai kubah dan kerangkakerangka besi yang ada di dalam kubah.

39 Tabel 1 (Lanjutan) No. Jenis Kandang Komponen Habitat Buatan Tempat tidur Tempat makan Tempat minum Tempat berteduh Pasir Padang rumput Keterangan Pepohonan yang ada di dalam kubah dengan ketinggian > 5 meter Berupa nampan plastik sebanyak 1 buah dengan ukuran panjang 45 sentimeter, lebar 30 sentimeter dan tinggi 5 sentimeter dan diletakkan di beberapa sudut halaman kubah Berupa kolam-kolam yang ada di dalam kubah dengan rata-rata ukuran panjang 3x3 meter dengan kedalaman kurang lebih 60 sentimeter Berupa pepohonan dan semak yang ada di dalam kubah. Pepohonan tersebut menyebar rata di dalam kubah dan kandang persegi. Ada 3 tempat, rata-rata berukuran 2x3 meter Hampir penutup lantai kubah berupa rerumputan Semak Ada 3 plot utama yang digunakan merak dengan rata-rata berukuran 2x3 meter Di dalam kandang merak hijau jawa di Kubah Barat TMII, baik kandang persegi maupun kubah besar, terdapat beberapa jenis vegetasi. Merak hijau jawa banyak menggunakan vegetasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka. Vegetasi-vegetasi yang ada di dalam kandang beraneka macam tingkatan dan berfungsi sebagai tempat istirahat, tempat tidur dan tempat berteduh bagi merak hijau jawa (Tabel 2). Tabel 2 Tingkatan Vegetasi yang ada di dalam Kubah Barat TMII beserta fungsinya bagi merak hijau jawa No Tingkat Nama Nama Fungsi Vegetasi Lokal Ilmiah 1. Pohon Sempur Dillenia exelsa Tempat istirahat dan tempat tidur Ayang-ayang Eleaocarpus glandiflorus Tempat berteduh Nyamplung Dillenia Tempat istirahat dan philippinensis tempat tidur Gondang Ficus sp Bisbul Dyospiros discolour Tempat berteduh dan Nagasari Messua ferrea tempat istirahat Kepel Stelechocarpus burahol

40 Tabel 2 (Lanjutan) No Tingkat Nama Nama Fungsi Vegetasi Lokal Ilmiah Salam Syzygium polyanthum Jeruk kingkit Triphesia trifolia Lengkeng Euphoria lungan Namnam Cynometra Tempat berteduh cauliflora Rukem Flacoutin rukam 2. Semak Drasenia Dracenia sp Tempat berteduh 3. Rumput Paitan Axonopus compressus Tempat istirahat dan tempat tidur Tempat istirahat, berjemur dan mencari makan Pakan dan minum Jenis-jenis makanan pokok (utama) yang diberikan kepada merak hijau jawa di Taman Burung TMII ada 2 (dua) jenis, yaitu pakan kering dan pakan segar/basah (Gambar 3 : a dan b). (a) (b) Gambar 3 Komposisi makanan merak hijau jawa : (a) kering, (b) segar Komposisi bahan penyususn dan perbandingannya serta berat total yang diberikan per pasang burung per hari seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi dan perbandingan bahan pakan kering dan basah untuk merak hijau jawa di penangkaran TB TMII Jrnis Pakan Komposisi Bahan Perbandingan Pakan Pakan kering 1. Jagung giling Beras merah Kacang hijau Gabah 2 14 Jumlah berat total 35 Pakan basah/segar 1. Tauge Kangkung 1 15 Jumlah berat total 30 Berat (gram/pasang/hari)

41 Selain pakan pokok, setiap satu minggu merak hijau diberi makanan tambahan berupa kalsium yang berasal dari cangkang/kulit kerang dan food-dog (Gambar 4 : a dan b). (a) (b) Gambar 4 Makanan tambahan : (a) cangkang kerang dan (b) food-dog Seluruh makanan disajikan dalam satu tempat berbentuk nampan atau baki terbuat dari plastik dengan ukuran panjang 45 sentimeter, lebar 30 sentimeter dan tinggi 5 sentimeter (Gambar 5). Gambar 5 Nampan plastik yang berisi makanan merak hijau jawa Air minum disediakan dalam kolam berukuran rata-rata panjang 2 meter, lebar 1 meter dan dalam 50 sentimeter (Gambar 6).

42 Gambar 6 Kolam tempat minum merak hijau jawa Penyakit Penyakit pulorum, tetelo, infeksi, dan gangguan saluran pencernaan pernah di jumpai di tempat penangkaran merak hijau jawa Taman Burung TMII. Jenis penyakit yang ditemukan menyerang merak hijau jawa selama penelitian adalah pulorum dan masuk angin (Tabel 4). Tabel 4 Jenis Penyakit yang Menyerang Merak Hijau Jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII Tahun No. Nama Penyakit Merak Hijau Jawa yang Terserang Keterangan Penyakit 1. Pulorum 1 ekor Betina dewasa berumur 3 tahun yang ada di kandang dalam kubah 2. Tetelo - 3. Infeksi - 4. Gangguan saluran pencernaan - 5. Masuk angin 1 ekor Anakan berumur 1 bulan yang di lepas di dalam kubah Populasi Jumlah merak Jumlah merak hijau jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII sebanyak 6 ekor. Selain ditempatkan di Kubah Barat, beberapa merak hijau jawa juga di tempatkan di kubah lama atau yang disebut Taman Konservasi (4 ekor), di penangkaran anakan (4 ekor) dan di Unit Karantina (1 ekor).

43 Sex ratio Merak hijau jawa yang berada di Kubah Barat terdiri dari 4 ekor betina dan 2 ekor jantan. Penempatan merak hijau jawa berdasarkan sex ratio di Kubah Barat Taman Burung TMII dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Penempatan merak hijau jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII Nomor Kandang Ukuran kandang (p x l x t) (m) Jumlah merak hijau jawa (ekor) KB 3 6 x 4 x 10 1 ekor jantan dan 1 ekor betina KB 7 6 x 4 x 10 2 ekor betina KB 10 6 x 4 x 10 1 ekor jantan dan 1 ekor betina Keterangan : KB = Kandang Burung Struktur umur Umur merak hijau jawa di Kubah Barat Taman Burung TMII tahun beraneka macam. Menurut hasil penelitian sampai dengan bulan Januari 2011, 3 ekor merak hijau jawa betina berumur 2 tahun, 1 ekor merak hijau jawa betina berumur 3 tahun, 2 merak hijau jawa jantan berumur 3 tahun dan 4 ekor anakan masih berumur 2 bulan (Tabel 6). Tabel 6 Struktur Umur Merak Hijau Jawa yang Ada di Kubah Barat Taman Burung TMII Tahun No. Struktur Umur Jumlah Merak Keterangan 1. Dewasa (>3 tahun) 3 ekor 1 ekor betina dan 2 ekor jantan 2. Remaja (1-3 tahun) 3 ekor Betina semua 3. Anakan (<1 tahun) 4 ekor Perilaku Perkawinan Perkawinan dimulai dengan terlebih dahulu terjadi penjodohan. Penjodohan atau pembentukan pasangan kawin merak hijau jawa jantan dengan merak hijau jawa betina di Kubah Barat Taman Burung TMII terjadi secara alami yakni merak dibiarkan memilih sendiri pasangannya. Merak hijau jawa betina memilih sendiri pasangannya, yaitu merak hijau jawa jantan menentukan sendiri yang ia sukai dan bersedia untuk dikawini. Proses perkawinan terjadi secara alami. Terdapat 2 ekor jantan di mana 1 ekor jantan mengawini 1 ekor betina dan 1 ekor jantan lain mengawini 2 ekor betina lain. Sebelum terjadi proses kawin, merak jantan membentangkan bulu hiasnya dan kemudian melakukan tarian untuk menarik

44 perhatian betina (Gambar 7). Musim kawin merak hijau jawa ini terjadi antara Agustus hingga November. Gambar 7 Merak hijau jawa jantan menari untuk menarik perhatian merak hijau jawa betina Bertelur Berdasarkan hasil penelitian, merak hijau jawa betina yang ada di Kubah Barat Taman Burung TMII ini bertelur antara September 2010 hingga Januari Sebelum bertelur, merak hijau tersebut menentukan lokasi sarang mereka berupa hamparan tanah berukuran kurang lebih 50 cm x 50 cm tanpa ditutupi rerumputan (gambar 8). Bila sudah saatnya untuk beretelur merak hijau jawa mengeluarkan dan mengumpulkan telur-telurnya pada satu lokasi. Ukuran ratarata telur merak hijau jawa di TB TMII panjang 8 cm dan dimeter 5 cm. Gambar 8 Telur merak hijau jawa rata-rata berjumlah 4-6 butir.

45 Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh sepasang merak hijau jawa di tempat ini adalah 4-6 butir (Tabel 7). Di Kubah Barat Taman Burung Taman Burung TMII terdapat 3 pasang merak hijau jawa yang kawin dan berhasil bertelur. Piyik yang berhasil hidup hingga dewasa umumnya adalah 2-3 ekor. Tabel 7 Data merak hijau jawa yang bertelur dan banyaknya telur yang menetas di Taman Burung TMII. No. Merak Hijau Jawa Jumlah Betina Telur Menetas Keterangan 1. Betina Menetas di sarang yang berada di dalam kubah 2. Betina Menetas di sarang yang berada di dalam kubah 3. Betina Jumlah 14 5 Persentase rata-rata daya tetas telur merak hijau jawa di Taman Burung TMII adalah 36,6 % (Tabel 8). Penetasan telur-telur tersebut terjadi secara alami, yaitu induk atau merak hijau jawa betina mengerami telur-telur mereka sendiri di lokasi mereka bertelur selama kurang lebih 28 hari. Tabel 8 Persentase daya tetas telur di Taman Burung TMII Merak Betina Jumlah Telur Menetas % Tetas Jumlah , Gangguan Selama penelitian berlangsung, gangguan yang terjadi pada merak hijau jawa di lokasi ini adalah pengunjung. Pengunjung membuat perilaku beberapa merak hijau jawa yang dilepas di dalam kubah besar menjadi tidak seperti di habitat alaminya yang peka terhadap manusian dari radius kurang lebih 5 meter. Mereka menjadi tidak begitu takut terhadap manusia yang jaraknya tidak jauh dari mereka. Bahkan, ada juga merak hijau yang biasa saja saat pengunjung melewatinya Pengelolaan Pakan Jenis pakan yang diberikan ada 2 macam yaitu pkan segar dan pakan kering. Pakan segar meliputi kangkung dan tauge, sedangkan pakan kering meliputi

46 jagung giling, beras merah, kacang hijau, dan gabah. Pakan tersebut ditakar oleh pengurus satwa yang telah diletakkan di nampan-nampan berukuran panjang 45 cm dan lebar 30 cm dan diberikan langsung kepada merak hijau jawa dengan diletakkan di dalam kandang. Pemberian pakan diberikian setiap pagi pukul WIB sebelum pintu pengunjuk dibuka. Setiap sore pukul WIB tempat pakan diambil lalu dicuci/dibersihkan dan kemudian digunakan lagi sebagai tempat pakan pada keesokan harinya. Sumber pakan biasanya dipasok dari KopkarBiotek LIPI Bogor, selaku pemegang kontrak. Pasokan dilakukan setiap 2 hari sekali untuk papaya dan jagung, pembelian sayur-sayuran dilakukan 2 hari, untuk pakan yang tahan lama seperti biji-bijian dan pakan lainnya dibeli seminggu sekali. Pakan tambahan yang diberikan berupa kerang tumbuk dan dogfood diberikan atau disiapkan setiap dua hari sekali. Pemberian vitamin dan antibiotik ini dilakukan secara ditaburkan pada pakan biji-bijian atau diolesi pada pakan buah-buahan Kubah Pengelolaan kubah dilakukan untuk menjaga keindahan dan kebersihan tempat hidup merak hijau jawa. Kubah tersebut berukuran cukup luas (panjang 6 m, lebar 4 m, dan tinggi 10 m), di dalamnya dilengkapi dengan beberapa fasilitas untuk menunjang hidup merak hijau jawa, sehingga mereka dapat hidup sesuai dengan habitat aslinya. Fasilitas tersebut meliputi pepohonan, semak-semak, kolam, tempat istirahat dan beberapa tempat tenggeran untuk menaruh pakan berupa buah-buahan dan jagung, serta beberapa rumah-rumahan untuk menaruh pakan yang berbentuk biji. Perawatan kubah dilakukan setiap hari dimulai dari pukul WIB. Pengelolaan yang dilakukan meliputi pembersihan sangkar-sangkar, baik yang ada di dalam maupun di luar kubah, serta membersihkan jalan dari feses, sampah organik maupun anorganik. Pembersihan jalan dilakukan dengan cara menyapu dan menyikat kemudian disiram air Pembiakan

47 Bagian ini berfungsi untuk mengawinkan atau mengembangbiakkan burung, menetaskan telur, merawat dan membesarkan anak (piyik). Perawatan anaknya (piyik) dilakukan dengan tujuan agar terhindar dari gangguan dari burung lain dan anak yang tidak dirawat induknya. Perawatan anakan ini juga dilakukan pada anak burung lain Kesehatan Semua kegiatan yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan burung dipusatkan pada bagian kesehatan. Bagian ini meliputi karantina dan klinik. Perawatan yang dilakukan karantina dan klinik meliputi sanitasi kandang, pemberian pakan, pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat. Karantina merupakan tempat untuk menampung burung-burung yang baru masuk agar menyesuaikan diri dengan pakan dan lingkungan Taman Burung sebelum dilepas ke kubah. Selain itu karantina juga berfungsi sebagai tempat untuk mencegah tersebarnya penyakit yang mungkin terbawa oleh burung dari tempat aslinya. Klinik merupakan tempat untuk menampung, merawat dan mengobati burung-burung yang sakit baik berasal dari kubah, penangkaran maupun karantina. Obat yang diberikan disuap langsung atau dicampurkan ke dalam pakan burung Faktor penentu keberhasilan penangkaran Dilihat dari segi habitat, populasi, perilaku, dan pengelolaan, keberhasilan penangkaran di Taman Burung TMII ini sudah mencukupi kriteria-kriteria keberhasilan penangkaran. Merak hijau jawa yang ada di lokasi ini hidup dan berkembang dengan baik. Dilihat dari segi penetasan telur, hampir semua telur merak hijau jawa menetas dan anakan tersebut hidup hingga dewasa. Pakan yang diberikan pun mencukupi gizi dan jumlah yang dibutuhkan merak hijau jawa. Hanya saja perilaku merak hijau jawa terhadap manusia (pengunjung) berbeda dengan perilaku alaminya. Mereka tidak begitu takut jika didekati oleh manusia, padahal di habitat alaminya mereka sangat peka jika ada manusia dan akan segera berlari untuk bersembunyi atau pun menghindar.

48 Tabel 9 Faktor-faktor penentu keberhasilan penangkaran merak hijau jawa di Taman Burung TMII. No. Kriteria penentu Keberhasilan Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai Keterangan 1. Habitat - Kandang Luasan sangat mencukupi untuk merak bergerak (minimal berukuran 2 m x 3 m x 4 m) dan komponen kandang sesuai dengan kebutuhan merak (terdapat tempat istirahat, tempat tidur, tempat makan, tempat minum, tempat berteduh, area pasir, padang rumput, dan semak) dimana ukuran dan jumlah komponen kandang juga mencukupi. - Pakan dan minum Jenis dan komposisinya sesuai dengan yang dibutuhkan merak hijau jawa. Jenis kering (pur burung, jagung giling, beras merah, kacang hijau, dan gabah) dengan komposisi 1:1 (kecuali gabah 2) total 35 gr/hari/sepasang merak. Jenis segar/basah (kangkung dan tauge) dengan komposisi 2:1. Kandungan protein dalam pakan tidak melebihi 50 %. - Penyakit Terdapat 1 ekor anakan merak hijau jawa yang mati karena kedinginan, 1 ekor anakan mati karena penyakit tetelo, dan 1 ekor merak hijau jawa betina remaja mati karena pulorum. 2. Populasi - Jumlah merak Jumlah merak hijau yang ada sesuai dengan luasan kandang merak hijau jawa yaitu satu kandang terdapat sepasang merak hijau jawa dan sisanya di lepas di dalam kubah besar. - Sex ratio Perbandingan jantan betina kurang sesuai dengan perbandingan merak hijau di alam (1 jantan : 4 betina) - Umur Perbandingan kelas umur sesuai dalam upaya pelestarian populasi merak hijau jawa (dewasa 3 ekor, remaja 3 ekor, anakan 4 ekor). 3. Perilaku - Reproduksi Musim kawin dan proses kawinnya sesuai seperti di alam (Agustus- November). Pemilihan pasangan

49 dilakukan oleh merak itu sendiri bukan di jodohkan. Tabel 5 (lanjutan) No. Kriteria penentu - Bertelur dan menetas Keberhasilan Kurang Sesuai sesuai Tidak sesuai Keterangan Dari 3 ekor merak hijau jawa betina yang bertelur, hanya 1 ekor merak hijau jawa betina yang tidak berhasil menetaskan telur-telurnya. Semua jumlah telur yang dihasilkan tiap indukan sesuai dengan jumlah telur merak hijau jawa di alam. - Gangguan Tidak ada gangguan yang menyerang merak hijau jawa 4. Pengelolaan - Pakan Pemberian pakan rutin (setiap hari dan satu hari satu kali pemberian pakan setiap pagi hari) tetapi kuantitas pakan kurang sesuai kebutuhan merak (berat pakan seharusnya 20% dari berat badan) meskipun merak tidak kelaparan. - Kandang/ kubah Kandang selalu dibersihkan dan dirawat setiap hari dari pagi hingga sore - Kesehatan Kesehatan merak dipantau setiap hari tanpa menunggu ada merak yang sakit terlebih dahulu 5.2 Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Margasatwa Ragunan Habitat Kandang Kandang-kandang yang ada di penangkaran TMR umunya berbentuk empat persegi panjang, ada juga yang berbentuk lain yaitu kubah (Gambar 9 a dan b). Ukuran kandang persegi panjang adalah panjang 5 m, lebar 4 m, tinggi 6 m.

50 (a) (b) Gambar 9 Bentuk kandang merak hijau jawa : (a) kubah dan (b) persegi Bahan kandang berbentuk persegi empat terdiri dari besi bulat sebagai rangka bangunan, sisi-sisinya ditutup dengan kawat ram dengan ukuran diameter kawat 0,3 cm (3 mm) dan jarak kotakan antar kawat 5 x 5 cm. Sebagai alas atau lantai kandang adalah tanah dan sebagian ada tataan batu berukuran kecil (Gambar 10). Sisi bagian atasnya juga ditutup dengan kawat ram. Sebagian atap kandang ditutupi oleh asbes. Gambar 10. Bebatuan sungai berukuran kecil yang menutupi lantai kandang persegi empat TMR mendesain kandang merak hijau jawa dan burung-burung lainnya sedemikian rupa sesuai dengan habitat alaminya. Komponen habitat buatan yang ada di tiap kandang merak hijau di TMR antara lain tempat istirahat, tempat tidur, tempat makan, tempat minum, tempat berteduh, dan pasir (Tabel 10). Tabel 10 Komponen Habitat Buatan di TMR No Jenis Kandang Komponen Habitat 1. Kandang berbentuk persegi panjang Buatan Tempat istirahat Keterangan Ada 3 macam : batang pohon (1 buah), lantai kandang (pasir dan rerumputan) dan bambu yang digantung melintang (2 buah) Tempat tidur Tempat makan Tempat minum Berupa bambu yang digantung melintang (juga digunakan sebagai tempat istirahat) berukuran panjang 3 meter, diameter 10 cm dan ketinggian dari lantai kandang 4,5 m Berupa nampan plastik sebanyak 1 buah dengan ukuran panjang 45 sentimeter, lebar 30 sentimeter dan tinggi 5 sentimeter Berupa kolam dengan panjang 2 meter,

51 lebar 1 meter dan dalam 30 sentimeter Tabel 10 (Lanjutan) No Jenis Kandang Komponen Habitat Buatan Tempat berteduh Keterangan Berupa ruang kandang dan bambu yang digantung dengan penutup atapnya yang terbuat dari asbes Pasir (untuk mandi debu) Setengan bagian dari lantai kandang Di dalam kandang merak hijau jawa di TMR terdapat beberapa jenis vegetasi. Merak hijau jawa banyak menggunakan vegetasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka. Vegetasi-vegetasi yang ada di dalam kandang beraneka macam tingkatan dan fungsinya bagi merak hijau jawa (Tabel 11). Tabel 11 Tingkatan Vegetasi yang ada di dalam Kubah Barat TMII beserta peranannya No Tingkat Vegetasi Nama Lokal Nama Ilmiah 1. Pohon Salam Syzygium polyanthum Fungsi Tempat istirahat Drasenia Dracenia sp Tempat berteduh Palm wregu Tempat berteduh Pakan dan minum Jenis-jenis makanan yang diberikan kepada merak hijau jawa di TMR ada 2 (dua) jenis, yaitu pakan kering dan pakan segar/basah (Gambar 11 a). Jumlah dan komposisi bahan penyusun pakan seperti Tabel 12. Tabel 12 Jenis dan komposisi makanan merak hijau jawa di TMR No. Bentuk Pakan Bahan Penyusun Berat (gr) 1. Kering Jagung giling 5 Gabah 5 Persentase (%) Jumlah Basah Tauge 5 15,51 Kangkung 4 10,81 Roti tawar 3 8,11 Tahu 5 15,51 Pepaya 20 54,05 Jumlah ,00 Keterangan Untuk sepasang/hari Untuk sepasang/hari Setiap satu minggu sekali merak hijau diberi makanan tambahan berupa vitamin yang dicampurkan ke dalam makanan (Gambar 11 b).

52 Gambar 11 (a) Komposisi makanan merak hijau jawa, dan (b) vitamin yang dicampur ke makanan merak hijau jawa Seluruh makanan disajikan dalam satu tempat berbentuk baki terbuat dari plastik dengan ukuran panjang 45 cm, lebar 30 cm dan tinggi 5 cm. Makanan tersebut diberikan satu kali per hari yaitu pukul dan dimakan sampai habis (tanpa sisa). Minum disediakan dalam kolam berukuran panjang 2 m, lebar 1 m dan dalam 50 cm. Air minum diganti apabila sudah hampir habis/ pun kotor, berkisar antara 1-2 hari dengan mengosongkan kolam (menguras satu per satu tiap kandang) kemudian mengisinya dengan air yang baru dengan mengalirkan air melalui selang yang disalurkan dari sebuah kran air yang berada di belakang kandang (Gambar 12). Gambar 12 Kolam minum merak hijau jawa yang sedang diisi air Perawatan kesehatan dan pengendalian Penyakit pulorum dan tetelo pernah dijumpai di tempat penangkaran merak hijau jawa Taman Margasatwa Ragunan. Selama penelitian dilakukan tidak ada penyakit yang menyerang merak hijau jawa (Tabel 13).

53 Tabel 13 Jenis Penyakit yang Menyerang Merak Hijau Jawa di TMR Tahun No. Nama Penyakit Merak Hijau Jawa yang Terserang Penyakit 1. Pulorum - 2. Tetelo - 3. Infeksi - 4. Gangguan saluran pencernaan - 5. Masuk angin - Keterangan Populasi Jumlah merak Jumlah merak hijau jawa di Taman Margasatwa Ragunan sebanyak 11 ekor. Sebanyak 6 ekor (3 pasang) merak hijau jawa terbagi ke dalam 3 kandang persegi dengan jumlah 1 pasang tiap kandangnya. Merak hijau jawa yang lain (5 ekor) berada di kandang yang berbentuk kubah Sex ratio Merak hijau jawa yang berada di kubah TMR terdiri dari 4 ekor betina dan 1 ekor jantan (sex ratio 1 : 4). Pada kandang berbentuk persegi berisikan 1 ekor betina dan 1 ekor jantan di tiap kandang (sex ratio 1 : 1) Umur Umur merak hijau jawa di Kubah barat Taman Margasatwa Ragunan beraneka macam. Menurut hasil penelitian sampai dengan bulan Januari 2011, rata-rata merak hijau jawa berumur 3 tahun. Pembagian umur merak hijau jawa di TMR disajikan pada tabel 14. Tabel 14 Pembagian umur merak hijau jawa di TMR bulan September Januari 2011 No. Umur Jumlah (ekor) Jantan Betina 1. 2 tahun tahun tahun tahun 1 - Total (ekor) 4 7 Keterangan Perilaku Reproduksi Proses penjodohan merak hijau jawa dengan merak hijau jawa betina di TMR dengan cara ditetapkan pengelola. Merak hijau jawa dipilihkan pasangannya

54 tanpa ada proses pengenalan terlebih dahulu. Proses perkawinan terjadi secara alami. Sebelum terjadi proses kawin, merak jantan membentangkan bulu hiasnya dan kemudian melakukan tarian untuk menarik perhatian betina (Gambar 13). Musim kawin merak hijau jawa ini terjadi antara bulan Agustus hingga bulan November. Gambar 13 Merak hijau jawa jantan sedang membentangkan bulu hiasnya di depan merak hijau jawa betina Bertelur Jumlah telur yang dihasilkan oleh sepasang merak hijau jawa di TMR adalah 3-10 butir (Gambar 14). Presentase penetasan telur secara secara alami 0% (tidak ada yang menetas). (a) (a) (b) Gambar 14 Telur-telur merak hijau jawa di beberapa kandang TMR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI UMUM LOKASI PENGAMATAN

BAB 3 KONDISI UMUM LOKASI PENGAMATAN BAB 3 KONDISI UMUM LOKASI PENGAMATAN 3.1 Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah Awalnya Taman Burung hanya memiliki satu kubah yang dibangun tahun 1975 dan diresmikan tanggal 19 Agustus 1976, namun kemudian

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah 5.1.1.1 Kandang sebagai habitat buatan Kandang merupakan tempat hidup habitat buatan satwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SIRKULASI PENGUNJUNG PEJALAN KAKI PADA TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SELATAN RAMZANI NASWAN

KAJIAN POLA SIRKULASI PENGUNJUNG PEJALAN KAKI PADA TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SELATAN RAMZANI NASWAN KAJIAN POLA SIRKULASI PENGUNJUNG PEJALAN KAKI PADA TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SELATAN RAMZANI NASWAN 28310918 JUDUL PENULISAN ILMIAH KAJIAN POLA SIRKULASI PEJALAN KAKI PADA TAMAN MARGASATWA RAGUNAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 26 BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 5.1 Konsep Pengembangan Ancol Ecopark Hingga saat ini Ancol Ecopark masih terus mengalami pengembangan dalam proses pembangunannya. Dalam pembentukan konsep awal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) Oleh: Sri Harteti 1 dan Kusumoantono 2 1 Widyaiswara Pusat Diklat SDM LHK 2 Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor Abstract Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

EKOLOGI PERILAKU MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO DAN TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR MARYANTI

EKOLOGI PERILAKU MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO DAN TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR MARYANTI EKOLOGI PERILAKU MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO DAN TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR MARYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) Oleh: Rizki Kurnia Tohir Rizki Amalia Adinda Putri Priyatna Windya Giri E34120028 E34120047 E34120074 DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aspek pariwisata, Kebun Binatang Ragunan belum memiliki kelas yang berkualitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aspek pariwisata, Kebun Binatang Ragunan belum memiliki kelas yang berkualitas. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu objek wisata di Jakarta yang banyak mendapat perhatian pengunjung adalah Kebun Binatang Ragunan. Kebun Binatang Ragunan didirikan pada tahun 1864 di Cikini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Butterfly : Bahasa Inggris: Kupu-kupu Kupu-kupu merupakan serangga yang tergolong ke dalam ordo Lepidoptera atau serangga bersayap sisik (lepis: sisik dan ptero:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Orangutan Sumatera Indonesia memiliki dua jenis orangutan, salah satunya adalah orangutan sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Administratif dan Geografis Secara geografis KHDTK Cikampek terletak di 06 0 25 00-06 0 25 48 LS dan 107 0 27 36-107 0 27 50 BT, kurang lebih 5 km sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali ABSTRAK Penelitian tentang aktivitas burung kuntul kecil (Egretta garzetta) dilakukan di Pulau Serangan antara bulan Mei dan Juni 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas harian burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

Kebun Binatang Mini ala Fakultas Kedokteran Hewan

Kebun Binatang Mini ala Fakultas Kedokteran Hewan Kebun Binatang Mini ala Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR NEWS Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga tak hanya memiliki fasilitas akademik yang menunjang kegiatan belajar mahasiswa, tetapi juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran besar dan memiliki warna sayap yang menarik sehingga sering diambil dari alam untuk dijadikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menyumbangkan ekosistem alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan konservasi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya alam. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang tinggi, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci