Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok"

Transkripsi

1 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi di Pulau Jawa. Kawasan ini berbentuk segi empat dengan topografi bervariasi dari dataran rendah sampai pegunungan dengan daerah tertinggi terletak di tengah kawasan yaitu Gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi dengan ketinggian m dpl. Secara geografis terletak pada LS dan BT dengan luas ± Ha Taman Nasional Baluran terletak di ujung timur Pulau Jawa dan secara administrasi pemerintahan masuk ke dalam wilayah Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo. Kawasan Taman Nasional Baluran dibatasi oleh Selat Madura di sebelah utara dan Selat Bali di sebelah timur. Dari selatan sampai ke barat berturutturut dibatasi oleh Dusun Pandean, Desa Wonorejo, Sungai Bajulmati, Sungai Klokoran, Dusun Karangtekok, dan Desa Sumberanyar. Taman Nasional Baluran memiliki keindahan alam yang masih asli dengan tipe-tipe vegetasi yang cukup lengkap seperti hutan pantai, mangrove, hutan payau, savana, hutan musim, hutan pegunungan dan curah, serta potensi perairan dengan habitat terumbu karang dan padang lamun. Di dalam kawasan konservasi ini terdapat 444 jenis flora yang tergolong dalam 87 familia. Jenis jenis tersebut terdiri dari 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove. Taman Nasional Baluran juga kaya akan keanekaragaman faunanya. Puluhan jenis diantaranya merupakan jenis langka dan dilindungi. Dari 120 jenis mamalia yang ada di pulau Jawa 47 jenis diantaranya ada di Taman Nasional Baluran dan 12 jenis diantaranya merupakan jenis langka dan dilindungi, juga terdapat jenis primata dimana satu jenis merupakan jenis yang dilindungi. Jenis mamalia besar seperti banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus sp), macan tutul (Panthera pardus) dan ajag (Cuon alpinus) menjadi ciri khas satwa penghuni savana Baluran. Sedangkan jenis-jenis primata yang terdapat di Taman Nasional Baluran adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung hitam (Trachypithecus auratus cristatus). Di dalam kawasan Taman Nasional Baluran juga hidup ± 155 jenis burung yang 38 jenis diantaranya merupakan jenis langka dan dilindungi. Jenis-jenis 2

3 burung tersebut antara lain merak (Pavo muticus), ayam hutan hijau dan ayam hutan merah, kangkareng (Anthracoceros convexus) dan rangkong (Buceros rhinoceros). Selain itu terdapat berbagai jenis reptilia, amphibia, ratusan jenis serangga serta berbagai flora dan fauna laut. Sebagaimana kita ketahui, masyarakat sekitar kawasan hutan pada umumnya tingkat sosial ekonominya relatif rendah, begitu pula dengan masyarakat desa sekitar kawasan Taman Nasional Baluran. Kondisi kehidupan masyarakat yang demikian ini untuk mencukupi kebutuhan hidupnya banyak bergantung pada potensi kawaan seperti mencari kayu bakar, perburuan liar, pencurian kayu pertukangan, penggembalaan liar dan pengambilan hasil hutan lainnya. Hal tersebut merupakan permasalahan yang sudah berlangsung dari generasi ke generasi. Rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan merupakan salah satu faktor pendorong masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan berupa flora maupun satwanya secara illegal untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Salah satu gangguan masyarakat terhadap kawasan antara lain perburuan liar. Tindakan preventif maupun represif telah dilakukan dalam penanganan masah ini. Hasil dari tindakan represif yang dilakukan adalah penangkapan dan penahanan serta penyitaan barang bukti. Apabila barang bukti berupa barang ataupun makhluk yang sudah mati, maka penanganannya lebih sederhana, namun apabila barang sitaan tersebut berupa makhluk hidup maka perlu penanganan lebih lanjut dalam upaya pelepasliarannya. Untuk individu yang belum dewasa, upaya rehabilitasi perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mempersiapkan anakan tersebut hingga siap untuk menghadapi hidupan liar. Evaluasi perlu dilakukan demi perbaikan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi satwa tersebut, sehingga satwa yang telah terehabilitasi dapat hidup normal dan bertahan dalam hidupan liar setelah pelepasliaran. Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan rehabilitasi satwa merak (Pavo muticus) hasil sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Karangtekok pada bulan Desember

4 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Anonimus (1991) mengemukakan bahwa di Indonesia terdapat 4 spesies suku ayam (Phasianidae) yang telah dilindungi oleh undang undang yaitu Merak (Pavo muticus), Kuao (Agrusianus argus), Merak kerdil (Polyplectron malacense) dan Beleang bulwar (Lophura bulweri). Merak dan Kuao merupakan burung yang mempunyai ukuran tubuh besar sedangkan merak kerdil dan Beleang belweri ukuran tubuhnya kecil. Burung merak dilindungi oleh Undang Undang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 66/Kpts/Um/2/1973 tanggal 14 Februari Klasifikasi merak hijau (Pavo muticus) menurut Grzimek (1972), sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Klas : Aves Sub Klas : Neornithes Ordo : Galliformes Sub ordo : Galli Famili : Phasianidae Sub famili : Pavoninae Genus : Pavo Spesies : Pavo muticus Linnaeus Morfologi Menurut Van Strien (1982), merak hijau mempunyai ukuran tubuh yang sangat besar, umumnya antara cm termasuk ekor. Selanjutnya Delacour (1977) menyebutkan ciri ciri merak hijau adalah sebagai berikut : 1. Merak hijau jantan Merak hijau jantan mempunyai jambul dan dagu yang warnanya hijau kebiru biruan. Bagian muka sekitar mata terdapat warna biru kehitaman serta warna kuning yang terang. Leher, dada dan punggung bagian depan warnanya merupakan 4

5 perpaduan antara hijau keemasan dan biru metalik sedangkan bagian punggung tersusun oleh bulu bulu menyerupai sisik berwarna hijau perunggu yang pada bagian pinggirnya terdapat warna hitam. Bulu pada sayap primer berwarna merah kecoklatan dan sayap sekunder berwarna hijau kebiruan lebih pekat dari bagian lainnya. Bagian perut tersusun atas bulu bulu yang halus dan warnanya lebih pucat dan bagian kaki tertutup oleh sisik berwarna hitam abu abu yang pada bagian belakangnya terdapat taji. Merak jantan mempunyai bulu hias yang akan tumbuh secara perlahan menjelang musim kawin dan rontok setelah musim kawin selesai yang biasanya bersamaan dengan datangnya awal musim penghujan. Bulu hias tersusun dari bulu bulu yang panjang dan kuat dengan warna campuran antara hijau emas dan hijau perunggu. Pada bagian ujung bulu hias terdapat bulatan khas menyerupai mata yang warnanya sangat bagus. Bulu hias bagian tengah ujungnya menyeruapi garpu dan tidak terdapat bulatan khas. Bulu ekor letaknya di bawah bulu hias warnanya coklat pucat kehitaman. Sewaktu burung merak jantan menari, bulu hias, bulu ekor dan bulu sayap akan nampak dengan jelas. 2. Merak betina Secara umum bulu merak hijau betina sama dengan bulu merak hijau jantan hanya warnanya lebih lembut dan agak kusam. Kaki bersisik warnanya hitam abu abu dan bertaji sama dengan merak jantan. Perbedaan yang nyata terletak pada bulu hias, merak betina tidak mempunyai bulu hias. 3. Anak merak hijau Anak merak hijau mempunyai warna coklat kusam berbintik hitam. Bagian dagu dan kepala tertutup oleh bulu berwarna putih. Jambul mulai tumbuh setelah anak merak berumur dua minggu. Pada umur dua bulan anak merak sudah mempunyai bentuk tubuh dan bulu yang sempurna menyerupai merak betina dewasa tetapi ukurannya lebih kecil. Perlakuan Selama Rehabilitasi Pada saat disita satwa merak tersebut berjumlah 6 ekor berumur kira kira 1 bulan dan 2 dalam keadaan mati. Selanjutnya anakan merak tersebut ditempatkan di kandang bekas rehabilitasi lutung hitam (Trachypithecus auratus cristatus) selama kurang lebih 1 bulan. Pakan yang diberikan berupa konsentrat, biji bijian dan serangga. Dengan frekuensi pemberian pakan 2-3 kali sehari. Selama pemeliharaan 5

6 di Karangtekok, 2 dari 4 ekor anakan merak tersebut mati hingga tersisa 2 anakan merak yang berjenis kelamin jantan dan betina. Pada saat merak berumur kurang lebih 2 bulan dengan ukuran tubuh yang semakin besar, kandang dirasa kekecilan untuk kedua anakan merak tersebut. Kecilnya kandang dan konstruksi yang tidak sesuai diduga merupakan salah satu penyebab cacatnya salah satu jari kaki merak (bengkok) karena terjepit kisi kisi kandang. Kemudian dicarikan alternatif pemeliharaan selanjutnya karena anakan merak tersebut belum siap untuk dilepasliarkan. Setelah melalui berbagai pertimbangan, kawasan Bekol dipilih menjadi lokasi pemeliharaan selanjutnya. Karena tidak tersedianya kandang untuk pemeliharaan dan keterbatasan dana, maka sehari hari kedua anakan merak tersebut dibiarkan lepas dan beraktivitas di sekitar kantor Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dengan pengawasan dari para petugas piket. Pakan masih diberikan karena anakan marak tersebut belum dapat mencari pakan sendiri yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya. Kondisi saat ini, anakan merak tersebut sudah dewasa, pertumbuhan bulu bulunya semakin panjang. Merak tersebut sangat jinak dan mudah ditangkap. Merak merak tersebut tidak segan segan mendekati para pengunjung dan hal tersebut dapat menjadi salah satu atraksi wisata di Bekol. 6

7 HASIL EVALUASI Mengevaluasi hasil rehabilitasi satwa merak hasil sitaan tersebut ada beberapa hal yang perlu dilakukan demi perbaikan kegiatan rehabilitasi satwa selanjutnya. Hal tersebut antara lain : a. Perlunya disiapkan kandang khusus untuk mengantisipasi adanya satwa sitaan lain. Kandang tersebut sebaiknya dibuat se-flexible mungkin sehingga dapat menampung satwa apa saja seperti lutung, monyet, kucing hutan, merak, ayam hutan dan lain lain. Konstruksi kandang perlu direncanakan dengan baik, begitu juga bahan bahan pembuatan kandang. Lokasi kandang juga harus se-strategis mungkin. Perlu dicari lokasi dengan pengawasan yang intensif tapi kurang dari gangguan manusia. Dapat dicari lokasi di sekitar kantor namun aman dari pengunjung. Kandang merupakan tempat berteduh dan berlindung satwa dari kehidupan alam yang belum siap untuk dihadapi. Dari pengamatan selama rehabilitasi merak di Bekol, anakan merak tersebut sempat mengalami shock karena sulit beradaptasi dengan kehidupan di luar kandang. Diperlukan kandang yang cukup luas dengan suasana kandang se-alami mungkin sehingga apabila secara perlahan lahan satwa tersebut dilepasliarkan, akan mengurangi tekanan psikologis yang mungkin terjadi. Satwa liar merupakan makhluk yang peka instingnya. Dengan sedikit tekanan psikologis dikhawatirkan satwa tersebut bisa shock dan kemudian mati. Selain melindungi dari hujan dan faktor alam lainnya, kandang juga berfungsi untuk melindungi dari orang orang yang dapat mengganggu, predator satwa, serta memudahkan pengawasan dan pengamatan pertumbuhannya. Pernah terjadi suatu ketika merak yang dilepas liarkan di sekitar kantor ditemukan sakit karena menelan karet. Hal tersebut sulit terawasi karena memang satwa sedang mulai beradaptasi untuk mencari pakan di alam. b. Perlunya penanggung jawab khusus untuk memelihara satwa yang sedang direhabilitasi. Penanggung jawab bertanggung jawab atas keselamatan, pakan dan hal hal lain yang merupakan kebutuhan satwa tersebut. Tanggung jawab tersebut besar, sehingga perlu ditunjuk 2 3 penanggung jawab serta dapat dibantu petugas yang lain. Akan lebih baik apabila penanggung jawab yang ditunjuk memiliki interest atau perhatian yang besar terhadap kegiatan 7

8 rehabilitasi dan seorang penyayang binatang. Selama rehabilitasi, penanggung jawab dapat membuat progress report untuk memantau dan mengevaluasi metode pemeliharaan. Hasil pengamatan selama rehabilitasi dapat digunakan sebagai acuan untuk kegiatan berikutnya. c. Memberi pengertian kepada pengunjung supaya tidak mengganggu atau memberi pakan satwa yang sedang di-rehabilitasi. Terkadang karena kekurangtahuan, para pengunjung memberi makan kepada satwa dengan jenis yang tidak seharusnya. Selain itu, dengan pemberian pakan, satwa tersebut menjadi terlalu jinak dan semakin lama semakin hilang sifat keliarannya. Hal tersebut tentu akan menyulitkan pada waktu pelepasliaran serta berpengaruh tidak baik bagi satwa itu sendiri. 8

9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil evaluasi disimpulkan bahwa hal hal yang perlu diperhatikan dalam upaya rehabilitasi satwa antara lain : kebutuhan kandang yang sesuai dan mencukupi kebutuhan satwa, pengawasan dan pengamatan perkembangan satwa yang intensif, serta perbaikan perilaku pengunjung yang kurang mendukung upaya kegiatan rehabilitasi. Saran Meskipun kegiatan rehabilitasi satwa memerlukan dana yang tidak sedikit, akan tetapi dengan upaya perbaikan sedikit demi sedikit diharapkan akan menuju suatu kondisi ideal. Sehingga pada akhirnya, kegiatan penyelamatan satwa dapat berjalan dengan baik karena kekayaan keanekaragaman hayati sangatlah berharga. 9

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E i PEMODELAN SPASIAL ARAH PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah, Letak dan Luas Kawasan Upaya penunjukan kawasan Baluran menjadi suaka margasatwa telah dirintis oleh Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928, rintisan tersebut

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2

SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2 SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2 1. Cermati teks negosiasi berikut! Terima Kasih Bu Mia Kamis pagi usai pelajaran olahraga, Bu Mia, guru Kimia masuk kelas

Lebih terperinci

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas

BAB II LANDASAN TEORI. komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang melandasi proses pengerjaan laporan kerja praktik ini. 2.1 Film Film adalah bagian dari karya cipta seni dan budaya yang merupakan

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu PO. BOX. 179 Telp./Fax Palembang

Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu PO. BOX. 179 Telp./Fax Palembang PENDEKATAN MODEL SISTEM DALAM KEBIJAKAN PENGELOLAAN POPULASI RUSA (Cervus timorensis Mul. & Schl. 1844) DI TAMAN NASIONAL BALURAN (System Model Approach in Management Policy of Deer (Cervus timorensis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I.

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005

Lebih terperinci

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN Ambar Kristiyanto NIM. 10615010011005 http://www.ppt-to-video.com Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu taman nasional tertua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik 1. Sejarah Penetapan Menurut Buku Informasi (2001), Taman Nasional Baluran ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan pengumuman Menteri Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem Tujuan Pembelajaran Mampu mengidentifikasi keanekaragaman hayati di Indonesia Mampu membedakan keanekaragaman

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak, Luas, Status dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran menyatu dengan Cagar Alam (CA) Pangandaran, merupakan semenanjung

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM KEMARAU TAMAN NASIONAL BALURAN

PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM KEMARAU TAMAN NASIONAL BALURAN LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM KEMARAU TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasinal Baluran

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada 4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah KPHL Model Gunung Rajabasa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada Besluit Residen Nomor 307 Tanggal 31 Maret 1941 seluas

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 1 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Telah diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

Suhadi Department of Biology, State University of Malang

Suhadi Department of Biology, State University of Malang Berk. Penel. Hayati: ( ), 00 sebaran tumbuhan bawah pada tumbuhan Acacia nilotica (l) Willd. ex Del. di savana bekol taman nasional baluran Suhadi Department of Biology, State University of Malang ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1348, 2014 KEMENHUT. Jumlah Satwa Buru. Penggolongan. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/Menhut-II/2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2 Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak SMK Hang Tuah 2 1. Perbedaan yang ditemukan antar kambing dalam satu kandang disebut... A. Evolusi B. Adaptasi C. Variasi D. Klasifikasi 2. Diantara individu

Lebih terperinci

MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan

MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan ANALISA PERKEMBANGAN KONDISI BANTENG (Bos javanicus) DI TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : Nama : Mochammad Yusuf Sabarno NIP : 710031517 TAMAN NASIONAL BALURAN 2007 ANALISA

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sejarah Perkembangan Puyuh Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan terhadap burung puyuh. Mula-mula ditujukan untuk hewan kesenangan dan untuk kontes

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Savana merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

HEWAN YANG LANGKA DAN DILINDUNGI DI INDONESIA 1. Orang Utan (Pongo pygmaeus)

HEWAN YANG LANGKA DAN DILINDUNGI DI INDONESIA 1. Orang Utan (Pongo pygmaeus) HEWAN YANG LANGKA DAN DILINDUNGI DI INDONESIA 1. Orang Utan (Pongo pygmaeus) - Habitat yang semakin sempit karena kawasan hutan hujan yang menjadi tempat tinggalnya dijadikan sebagai lahan kelapa sawit,

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, lebih dari 17.508 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Pariwisata sering dipersepsikan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN

PEMANTAUAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 TEKNOLOGI PERTANIAN PEMANTAUAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN MONITORING LANDCOVER CHANGE USING GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM APPLICATION

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Berawal dari Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Status Kawasan Kawasan ini ditunjuk berdasarkan Besluit Van Der Gouverneur General Van Netherlanch Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KAWASAN

IV. KONDISI UMUM KAWASAN 31 IV. KONDISI UMUM KAWASAN 4.1 Letak Geografis, Batas-batas Administratif dan Status Kawasan Secara geografis Cagar Alam Pulau Sempu (CAPS) berada di antara 112 0 40 45 112 0 42 45 BT dan 8 0 27 24 8

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan

BAB I PENDAHULUAN. Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan bumi, namun World Conservation Monitoring Center yang bermarkas di Inggris menempatkan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)

Lebih terperinci

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA Latar Belakang Di Indonesia terdapat sekitar 75 spesies burung pemangsa (raptor) diurnal (Ed Colijn, 2000). Semua jenis burung pemangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora maupun fauna. Salah satu famili dari flora yang menjadi ciri khas di Indonesia adalah Rafflesiaceae

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis 19 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal 22.249,31 ha secara geografis terletak diantara 105⁰ 02 42,01 s/d 105⁰ 13 42,09 BT dan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI Indonesia terdiri atas pulau-pulau sehingga disebut negara kepulauan. Jumlah pulau yang lebih dari 17.000 buah itu menandakan bahwa Indonesia merupakan suatu wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat.

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat. LOVEBIRD Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Aves Order : Psittaciformes Superfamily : Psittacoidea Family : Psittaculidae Subfamily : Agapornithinae Genus : Agapornis Species: 1. Agapornis Personatus

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci