PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI"

Transkripsi

1

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Disain dan Pengujian Metering Device untuk Unit Pemupuk Butiran Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2011 Abdul Azis S NIM F

3 ABSTRACT Abdul Azis S. Design and Testing of Metering Device for Variable Rate Granular Fertilizer Applicator). Supervised by RADITE P.A SETIAWAN and I DEWA MADE SUBRATA. Uniform rate of fertilizer applicator (URA) practice is disregarding the productive potential of the various areas within the field. Thus, some area is less fertilized and other is over fertilized. It is also an important issue recently that nitrogen from fertilizers may be subjected to lost into atmosphere or enters streams through surface or subsurface drainage (leaching). The place with overfertilization will be a potential source of pollution in the form of ammonia (NH 3 ), nitrite (NO 2 ) and nitrate (NO 3 ) which may hazard people health. Therefore, a contemporary issue is how to give an effective dose at the accurate position and right time for optimum growth of crops while preserving the environment without causing economic losses. Variable rate of fertilizer applicator (VRA) is a solution to overcome the negative impact of URA. It can control the appropriate of fertilizer dosage and location of application in the field. The objective of this research is to design a metering device for variable rate granular fertilizer applicator. In this research, the metering device was equipped with two rotor, which could be operated as single rotor or double rotor. The dose of granular fertilizer could be controlled by the rotation of the rotor. The rotation of the rotor was controlled using digital PID algorithm. The result of variable rate fertilizer testing of the metering device using single rotor indicated that the rate of urea, SP- 36 and NPK are 0.84, 0.96 and 1.2 g/rotation respectively. The testing using double rotor indicated that the rate of urea, SP-36 and NPK are 1.14, 2.22 and 2.1 g/rotation respectively. All results showed that the prototype of metering device can control fertilizer dose of urea, SP-36 and NPK fertilizer precisely. Keyword: granular applicator, metering device, PID controller, variable rate.

4 RINGKASAN ABDUL AZIS S. Disain dan Pengujian Metering Device untuk Unit Pemupuk Butiran Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator). Dibimbing oleh RADITE P. A SETIAWAN dan I DEWA MADE SUBRATA. Teknologi perlakuan seragam atau URT (Uniform Rate Technology) memberikan perlakuan yang sama terhadap lahan pertanian tanpa memperhatikan kondisi tanah baik sifat kimia maupun sifat fisik dan struktur tanah. Perlakuan seragam dalam kegiatan pemupukan meliputi perlakuan dosis, waktu dan lokasi. Perlakuan dosis pupuk seragam tidak memperhatikan produktivitas lahan. Sehingga menyebabkan respon penerimaaan dosis pupuk akan berbeda-beda. Akan terdapat tanaman yang menerima dosis pupuk kurang dari yang dibutuhkan dan terdapat pula tanaman yang akan menerima dosis melebihi dosis yang dibutuhkan. Pemupukan yang kurang dari dosis yang dibutuhkan tanaman mengakibatkan pemenuhan kebutuhan tanaman akan unsur hara tidak tercapai sehingga pertumbuhan tanaman tidak akan optimal. Sedangkan kelebihan dosis akan berdampak buruk bagi lingkungan dan tanaman. Unsur nitrogen dari pupuk sebagian akan terlepas ke atmosfir dan sebagian lagi akan mengalir dipermukaan tanah atau dibawah permukaan tanah sehingga lahan yang overdosis akan berpotensi menjadi sumber polusi dalam bentuk amoniak (NH 3 ), nitrit (NO 2 ) dan nitrat (NO 3 ) yang berbahaya bagi kesehatan manusia (FAO, 2000 dalam Radite, 2001). Salah satu teknologi yang dapat diterapkan untuk menggantikan teknologi URT khususnya pada perlakuan pemupukan adalah teknologi perlakuan tidak seragam atau VRT (Variable-Rate Technology). VRT akan mampu menghasilkan perlakuan yang tepat berdasarkan kebutuhan tanaman. Perlakuan yang tepat mencakup tepat waktu, tepat dosis dan tepat lokasi. Perlakuan tepat dosis memerlukan peralatan VRA (Variable Rate Applicator) yang dapat mengontrol dosis penggunaan pupuk dan pestisida. VRA memerlukan metering device yang dapat mengontrol dosis pupuk yang digunakan. Tujuan penelitian adalah untuk mendisain sebuah metering device yang dapat mengontrol jumlah penjatahan pupuk granular yang dosisnya dapat dikontrol secara elektronik, menguji respon kontrol dari prototipe metering device dan menguji kinerja prototipe metering device dengan menggunakan 3 jenis pupuk pada berbagai dosis pemupukan. Prosedur penelitian mencakup; 1) Studi pustaka, 2) Inventarisasi alat dan bahan serta pembuatan rangkaian pendukung, 3) Perancangan dan pemrograman mikrokontroller, 4) Kalibrasi motor, 5) Identifikasi sistem, 6) Pengujian dengan stair-step response, 7) Pengujian dengan pupuk granular, 8) Pengolahan data. Hasil kalibrasi kecepatan putar motor menunjukkan hubungan antara tegangan input motor dengan kecepatan putar motor adalah linier dengan R 2 = dengan persamaan korelasi y = 162.9x Semakin besar tegangan input yang diberikan, maka semakin besar kecepatan putar motor. Nilai K, T dan d yang diperoleh dari pengeplotan menggunakan model g( t) 1 e K ( t d ) T untuk xi

5 t > d dan g(t) = 0 untuk t < d (Radite, 2010). Hasil pengeplotan menggunakan metode least square diperoleh nilai K = 1.82, T = dan d = Hasil pengujian dengan stair-step response menunjukkan bahwa pengujian dengan kontrol PID memberikan respon yang cukup baik, dimana kecepatan putaran motor mendekati nilai set-point yang dikehendaki Pengujian metering device dengan satu rotor memberikan laju aliran pupuk urea, SP-36 dan NPK untuk set-point 400, 800, 1200, 1600 dan 2000 rpm berturut turut sebesar 5.546, 12.11, 17.84, dan g/s; 7.54, 15.2, 22.09, dan g/s; 8.4, 16.25, 24.62, dan 40.5 g/s sedangkan pengujian metering device dengan dua rotor memberikan laju aliran pupuk, SP-36 dan NPK untuk setpoint 400, 800, 1200, 1600 dan 2000 rpm berturut-turut sebesar 7.846, 15.46, 23.04, dan g/s; 23.33, 39.24, 54.34, dan g/s; 22.92, 38.48, 51.34, dan g/s. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa kenaikan laju keluaran pupuk proporsional dengan kenaikan putaran rotor. Dengan demikian dosisi pupuk dapat dikontrol melalui pengontrolan putaran rotor. Prototipe sistem Metering device yang dihasilkan dapat mengontrol keluaran pupuk urea, SP-36 dan NPK secara presisi dengan variasi kecepatan motor antara 400 sampai 2000 rpm. Kata kunci: Kontrol PID, Laju aliran pupuk, Perlakuan seragam, Tepat dosis xii

6 DISAIN DAN PENGUJIAN METERING DEVICE UNTUK UNIT PEMUPUK BUTIRAN LAJU VARIABEL (VARIABLE RATE GRANULAR FERTILIZER APPLICATOR) ABDUL AZIS S Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 xiii

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si xiv

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Desain dan Pengujian Metering Device untuk Unit Pemupuk Butiran Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator) berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan November 2010 di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, Bogor. Penelitian ini dibiayai dari program IM-HERE Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Radite P.A Setiawan, M.Agr selaku pembimbing pertama atas segala bimbingan, arahan dan masukannya selama proses penelitian berlangsung hingga penulisan tesis ini selesai dan Bapak Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr selaku pembimbing kedua atas segala koreksi, bimbingan dan arahannya dalam menyusun tesis ini serta Bapak Dr. Ir. I Wayan Astika, MS sebagai dosen penguji luar komisi. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Radite P.A Setiawan, M.Agr selaku ketua peneliti pada Program IM-HERE tahun 2010 atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis menjadi bagian dalam penelitian. Teman-teman TMP 2008 atas dukungan dan semangatnya. Staf, laboran dan teknisi laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Fateta IPB. Kedua orang tua Bapak H. Samaila HS dan Ibu Hj. Yasseng atas segala pengorbanan yang tak ternilai yang diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2011 Abdul Azis S xv

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkep pada tanggal 09 Desember Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara, putra dari pasangan H. Samaila HS dan Hj. Yasseng. Penulis menyelesaikan sekolah menengah di SMU Negeri 1 Pangkep dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin (UNHAS) melalui jalus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Teknik Pertanian dan lulus sebagai Sarjana Teknik Pertanian pada tahun Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten berbagai mata kuliah, diantaranya: tahun 2003/2004 menjadi asisten Biologi Dasar, 2004/2005 menjadi asisten mata kuliah elektronika, ekonomi teknik dan teknik kontrol dan instrumentasi dan 2005/2006 menjadi asisten teknik kontrol dan instrumentasi, Pertengahan Agustus 2008 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB. xvi

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xvii DAFTAR GAMBAR... xix DAFTAR LAMPIRAN... xxii I. PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Tujuan Kegunaan...4 II. TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Sifat Fisik dan Mekanis Pupuk Granular Aplikasi Pupuk Granular Pertanian presisi (Precision farming) Metering Device dan Hopper Motor DC dan Motor Servo Rotary Encoder Mikrokontroller dan Smart Peripheral Controller (SPC) EMS 30A H-Bridge Pengendalian Kecepatan Motor Proporsional Integral Derivatif (PID) Kontrol Proporsional (Proportional Control) Kontrol Proporsional Integral (Proportional Integral Control) Kontrol PID (Proportional Integral Derivative Control)...24 III.METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Tahapan Penelitian Studi Pustaka Inventarisasi Peralatan dan Pembuatan Rangkaian Pendukung...28 xvii

11 3.3.3 Pendekatan Disain Fungsional Pendekatan Disain Struktural Perancangan dan Pemrograman Mikrokontroller Kalibrasi Kecepatan Motor dengan PWM Pengujian dengan Loop Terbuka Pengujian dengan Stair-Step Response Pengujian dengan Pupuk Granular Persamaan-Persamaan Kontrol...37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Rancangan Metering Device Rotor Casing Rotor Hopper Kalibrasi Motor DC Servo Pengujian Karakteristik Pupuk Granular Identifikasi Sistem Pengujian dengan Stair-Step Response Pengujian Stair-Step Response tanpa Kontrol PID Penalaan Stair-Step Response dengan Kontrol PID Pengujian dengan Pupuk Granular Pengujian dengan Kontrol PID Pengujian Tanpa Kontrol Dosis Pemupukan...60 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...61 DAFTAR PUSTAKA...62 LAMPIRAN...64 xviii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 (a) Metering device tipe auger dan (b). Mekanisme penyaluran bahan...12 Gambar 2 Metering device tipe edge-cell...12 Gambar 3 Metering device tipe belt Gambar 4 Metering device tipe positif feed fluted roll...13 Gambar 5 Bentuk dari sebuah metering device...14 Gambar 6 Prinsip kerja rotary encoder...16 Gambar 7 SPC motor controlller dan mikrokontroller DT-51 minimum system...19 Gambar 8 EMS 30A H-Bridge...20 Gambar 9 Bentuk tegangan PWM dan tegangan ekivalen liniernya...22 Gambar 10 Diagram blok kontrol proporsional (kontrol P)...22 Gambar 11 Diagram blok kontrol Integral (kontrol I)...23 Gambar 12 Diagram blok kontrol proporsional-integral (P-I)...24 Gambar 13 Diagram blok konrol PID...24 Gambar 14 Bagan alir tahapan penelitian...27 Gambar 15 Gambar metering device akhir...30 Gambar 16 Dimensi dan ukuran hopper...31 Gambar 17 Sistem pengendalian motor DC dengan loop terbuka...34 Gambar 18 Grafik penentuan nilai K, T dan d...34 Gambar 19 Diagram skematik pengontrolan motor DC dengan control PID...36 Gambar 20 Hasil rancangan rotor...39 Gambar 21 Hasil rancangan metering device...40 Gambar 22 Hasil rancangan casing rotor...40 Gambar 23 Lubang masukan pupuk ke rotor...41 Gambar 24 Pemasangan rotor pada casing rotor...41 Gambar 25 Hasil rancangan hopper...42 Gambar 26 Metering device dan hopper...42 Gambar 27 Grafik hubungan antara tegangan input motor (volt) dengan kecepatan putar (RPM)...43 Gambar 28 Grafik hubungan nilai PWM dengan tegangan input motor (volt)...43 Gambar 29 Grafik pengujian identifikasi sistem...45 Gambar 30 Grafik pengujian stair-step response tanpa kontrol PID...46 Gambar 31 Grafik penalaan Stair-step response dengan konstanta Zeigler-Nichols Gambar 32 Grafik hasil penalaan PID dengan konstanta PID masing-masing 800; 10,000 dan 30, Gambar 33 Grafik hasil penalaan PID dengan konstanta PID masing-masing 400; 5,000 dan 15, Gambar 34 Grafik hasil penalaan PID dengan konstanta PID masing-masing 500; 5,000 dan 30, xix

13 Gambar 35 Grafik hasil penalaan konstanta PID masing-masing 500; 15,000 dan 20, Gambar 36 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk (kanan)...51 Gambar 37 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk SP-36 (kanan)...52 Gambar 38 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk NPK (kanan)...53 Gambar 39 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk urea(kanan)...55 Gambar 40 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk SP-36 (kanan)...55 Gambar 41 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk NPK (kanan)...55 Gambar 42 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk urea (kanan)...57 Gambar 43 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk SP-36 (kanan)...57 Gambar 44 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk NPK (kanan)...58 Gambar 45 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk urea (kanan)...59 Gambar 46 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk SP-36 (kanan)...59 Gambar 47 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK (kiri), grafik hubungan putaran motor dengan kecepatan aliran pupuk NPK (kanan)...60 xx

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Karakteristik pupuk Amonium Sulfat ((NH 4 ) 2 SO 4 )...5 Tabel 2 Karakteristik fisik pupuk NPK...6 Tabel 3 Karakteristik fisik dan kimia pupuk TSP...6 Tabel 4 Rekomendasi umum pemupukan nitrogen pada tanaman padi sawah...7 Tabel 5 Rekomendasi pemupukan P pada tanaman padi sawah...7 Tabel 6 Rekomendasi pemupukan P pada tanaman padi sawah...8 Tabel 7 Anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan menggunakan pupuk tunggal....9 Tabel 8 Tabel kebenaran dari modul H-Bridge...21 Tabel 9 Kriteria Zeighler dan Nichols...34 Tabel 10 Distribusi ukuran dan massa jenis pupuk urea, SP-36 dan NPK...44 xxi

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Perhitungan volume metering device teoritis...64 Lampiran 2 Perhitungan dosis pemupukan urea...66 Lampiran 3 Perhitungan dosis pemupukan SP Lampiran 4 Perhitungan dosis pemupukan NPK...68 Lampiran 5 Bagan alir sistem pengontrolan...69 Lampiran 6 Tabel hasil kalibrasi kecepatan motor DC...71 Lampiran 7 Tabel kombinasi konstanta P, I dan D untuk penalaan PID...72 Lampiran 8 Tabel hasil pengujian distribusi ukuran pupuk NPK, SP-36 dan urea Lampiran 9 Tabel hasil pengukuran massa dan volume pupuk granular Lampiran 10 Tabel hasil identifikasi sistem...75 Lampiran 11 Tabel hasil pengujian metering device dengan satu rotor...77 Lampiran 12 Tabel hasil pengujian metering device dengan dua rotor Lampiran 13 Bahasa program kontrol dengan PID...79 Lampiran 14 Bahasa program pembacaan putaran motor...89 xxii

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sistem pertanian di Indonesia masih menerapkan teknologi perlakuan seragam atau URT (Uniform Rate Technology). Teknologi ini memberikan perlakuan yang sama terhadap lahan pertanian tanpa memperhatikan kondisi tanah baik sifat kimia seperti kandungan hara/nutrisi dan ph tanah maupun sifat fisik seperti tekstur dan struktur tanah. Perlakuan budidaya pertanian meliputi pengolahan tanah, penanaman dan pemeliharaan (pemupukan dan pengendalian hama). Teknologi ini banyak digunakan karena murah dan mudah dilakukan bahkan relatif tidak memerlukan aplikasi peralatan tertentu. Teknologi perlakuan seragam dalam kegiatan pemupukan meliputi dosis, waktu dan lokasi. Perlakuan dosis pupuk seragam tidak memperhatikan produktivitas lahan. Sehingga menyebabkan respon penerimaaan dosis pupuk akan berbeda-beda. Akan terdapat tanaman yang menerima dosis pupuk kurang dari yang dibutuhkan dan terdapat pula tanaman yang akan menerima dosis melebihi dosis yang dibutuhkan. Pemupukan yang kurang dari dosis yang dibutuhkan tanaman mengakibatkan pemenuhan kebutuhan tanaman akan unsur hara tidak tercapai sehingga pertumbuhan tanaman tidak akan optimal. Perlakuan ini tentunya tidak akan berhasil untuk mencapai tingkat produksi yang optimal. Sedangkan kelebihan dosis akan berdampak buruk bagi lingkungan dan tanaman. Unsur nitrogen dari pupuk sebagian akan terlepas ke atmosfir dan sebagian lagi akan mengalir dipermukaan tanah atau dibawah permukaan tanah sehingga lahan yang overdosis akan berpotensi menjadi sumber polusi dalam bentuk amoniak (NH 3 ), nitrit (NO 2 ) dan nitrat (NO 3 ) yang berbahaya bagi kesehatan manusia (FAO, 2000 dalam Radite, 2001). Menurut Reijntjes at al. (1992) penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat menggangu kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan dekomposisi bahan organik sehingga menyebabakan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang lebih rendah dalam menghasilkan panen. Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk mineral Nitrogen yang menyebabkan pengasaman dan menurunkan ph tanah. Selain itu, 1

17 penggunaan pupuk buatan di negara maju dan negara berkembang memberikan andil pada resiko global yang muncul dari pelepasan nitrogen oksida pada atmosfer dan lapisan di atasnya. Pada lapisan stratosfer, N 2 O akan menipiskan lapisan ozon dengan menyerap gelombang sinar infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca) dan mengganggu kestabilan iklim. Menurut Sutedjo (2008), akibat yang dapat ditimbulkan dari pemupukan dengan dosis yang berlebihan antara lain kematian tanaman yang dibudidayakan, timbulnya gejala-gejala penyakit pada tanaman yang masih muda, kerusakan fisik tanah dan tidak ekonomis. Sedangkan menurut Tan Kim (1994), penggunaan unsur P yang berlebihan akan sangat berbahaya bagi tanah dan lingkungan, karena sebagian besar akan terlarut ke dalam sungai atau danau. Jika akumulasi unsur P dan ion nitrat sangat besar pada danau akan menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang tidak diinginkan menjadi tidak terkendali. Proses ini sering disebut dengan proses eutrophication. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan untuk menggantikan teknologi URT adalah teknologi perlakuan tidak seragam atau VRT (Variable Rate Technology). Teknologi ini merupakan salah satu bagian dari sistem pertanian presisi (precision farming) yang sekarang ini menjadi sistem pertanian yang banyak dikembangkan di negara maju. Tekonolgi VRT akan mampu menghasilkan perlakuan yang tepat berdasarkan kebutuhan tanaman. Perlakuan yang tepat mencakup tiga hal penting, yaitu memberikan aplikasi yang tepat waktu, tepat dosis dan tepat lokasi. Aplikasi tepat waktu memerlukan analisi tanah dan tanaman dalam menentukan jenis dan kadar unsur hara yang terkandung dalam tanaman serta jenis dan kadar unsur hara yang terkandung dalam tanah yang masih mampu diserap oleh tanaman sehingga kedua data ini dapat menjadi dasar penentuan dosis yang harus diberikan. Aplikasi tepat lokasi memerlukan teknologi DGPS (Differential Global Position System) dan GIS (Geographic Information Sistem) yang berfungsi sebagai navigator dalam menentukan posisi mesin saat bekerja di atas lahan dan memetakan lahan berdasarkan hasil uji kandungan hara. Sedangkan tepat dosis memerlukan peralatan VRA (Variable Rate Aplicator) yang dapat mengontrol dosis penggunaan pupuk dan pestisida. 2

18 Dalam penelitian ini, teknologi VRT akan diterapkan dalam kasus pemupukan dan akan didesain untuk aplikasi pengontrolan dosis pupuk granular (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator). Untuk itu, diperlukan sebuah metering device yang dapat digunakan untuk mengatur keluaran pupuk granular yang digunakan. 1.2 Rumusan Masalah Penggunaan sistem pertanian URT terutama dalam pemupukan tidak mampu memberikan aplikasi pemupukan yang tepat berdasarkan waktu, dosis dan lokasi sehingga hasil pemupukan tidak akan memberikan hasil yang optimal dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi tanaman, lingkungan dan manusia. Pemupukan dengan dosis berlebihan atau overdosis dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air tanah, meracuni mikroorganisme tanah, dan memberikan andil pada resiko pemanasan global (global warming) yang muncul dari pelepasan nitrogen oksida pada atmosfer dan lapisan di atasnya. Selain itu, menyebabkan pemupukan tidak efektif dan efisien. Sistem VRT merupakan salah satu pilihan teknologi untuk menggantikan sistem URT. Teknologi VRT dalam aplikasi pemupukan harus dilengkapi dengan DGPS dan VRA. VRA memerlukan komponen yang dapat mengontrol dosis pupuk yang digunakan. salah satu komponen yang dapat digunakan adalah metering device. Oleh karena itu. Penelitian ini penting dilakukan untuk memperoleh sebuah metering device yang dapat dikontrol secara elektronik dan dapat diaplikasikan untuk mengontrol dosis pupuk granular. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mendesain sebuah metering device yang dapat mengontrol jumlah penjatahan pupuk granular yang dosisnya dapat dikontrol secara elektronik 2. Menguji respon kontrol dari prototipe metering device 3. Menguji kinerja prototipe metering device dengan menggunakan 3 jenis pupuk pada berbagai dosis pemupukan 3

19 1.3.2 Kegunaan Metering device ini dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi Variable Rate Granular Applicator setelah dilengkapi peralatan pendeteksi posisi di lahan (DGPS) dan sensor pendeteksi kandungan unsur hara tanah dan tanaman serta merupakan peralatan yang penting bagi aplikasi pertanian presisi (Precision Farming) di Indonesia. 4

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk dan Pemupukan Sifat Fisik dan Mekanis Pupuk Granular Pupuk Urea Pupuk urea terbuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua zat ini melahirkan pupuk urea dengan kandungan N hingga mencapai 46%. Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dari udara. Oleh karena itu, urea mudah larut dalam air dan mudah diserap oleh tanaman. Kalau diberikan ke tanah, pupuk ini akan mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida. Padahal kedua zat ini berupa gas yang mudah menguap. Sifat lainnya ialah mudah tercuci oleh air dan mudah terbakar oleh sinar matahari (Marsono dan Pinus Lingga, 2008). Karakteristik pupuk Amonium Sulfat ((NH 4 ) 2 SO 4 ) menurut Honeywell International Inc (2008) seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik pupuk Amonium Sulfat ((NH 4 ) 2 SO 4 ) Kandungan kimia % Pupuk NPK Nitrogen Sulfur Asam bebas (H 2 SO 4 ) Kadar air 21 min 24 min 0.1 max 1.0 max Rumus kimia (NH 4 ) 2 SO 4 Berat molekul Angle of repose Pupuk NPK merupakan salah satu pupuk majemuk yang mengandung unsur Nitrogen (N), Posfor (P) dan Kalium (K) dengan kadar yang beragam. Jenis dan kadar unsur yang dikandungnya berdasarkan negara asalnya. Seperti amafoska I ( ) dari Amerika Serikat, nitrofoska I ( ) dari Jerman, compound fertilizer ( ) dari Jepang dan NPK Holland ( ) 35 o 5

21 dari Belanda (Lingga Pinus dan Marsono, 2008). Beberapa sifat fisik dari pupuk NPK seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik fisik pupuk NPK Karakteristik fisik Bulk density Kg/m Angle of repose Degree 32 o color Pupuk TSP Red/pink Sumber : Zakłady Chemiczne Police SA Pupuk TSP (triplesuperfosfat) merupakan pengganti DS saat hubungan Indonesia dengan Belanda kurang baik. TSP didatangkan dari Amerika Serikat. Kadar P 2 O % dan umumnya berwarna abu-abu. Bentuknya berupa butiran (granulated) dan memiliki sifat larut dalam air serta reaksi fisiologinya netral (Lingga Pinus dan Marsono, 2008). Karakteristik fisik dan kimia pupuk TSP seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik fisik dan kimia pupuk TSP Sifat kimia % Phospat (P 2 O 5 ) 48.1 H 2 O 1.0 Sulfur 3.2 Besi (Fe 2 O 3 ) 1.7 Aluminium (Al 2 O 3 ) 1.6 Magnesium (MgO) 0.9 ph 2.7 Asam sitrat 2.0 Bulk density 1100 kg/m 3 Indeks keseragaman 55 Angle of repose Aplikasi Pupuk Granular 31 o 33 o Perhitungan kebutuhan pupuk urea seperti ditunjukkan pada Tabel 4 didasarkan pada tingkat produktivitas padi sawah. Pada tingkat produktivitas rendah (<5 t/ha) dibutuhkan urea 200 kg/ha. Pada tingkat produktivitas sedang (5-6 t/ha) dibutuhkan urea kg/ha. Sedangkan pada tingkat produktivitas tinggi (>6 t/ha) dibutuhkan urea kg/ha. Pada daerah yang memiliki data 6

22 produktivitas padi dengan perlakuan tanpa pemupukan N, kebutuhan pupuk urea dapat dihitung dengan menggunakan Tabel 1. Misalnya, apabila tanaman padi di suatu lokasi menghasilkan gabah sebanyak 3 t/ha tanpa pemupukan N, sedangkan target hasil adalah 6 t/ha, maka tambahan pupuk urea yang diperlukan adalah sekitar 325 kg tanpa penggunaan bagan warna daun (BWD) dan 250 kg dengan BWD (Deptan, 2007). Status P dan K tanah dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Dari masing-masing kelas status P dan K tanah sawah telah dibuatkan rekomendasi pemupukan P (dalam bentuk SP-36) dan K (dalam bentuk KCl). Tabel 5 dan 6 memuat rekomendasi umum pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah (Deptan, 2007). Tabel 4 Rekomendasi umum pemupukan nitrogen pada tanaman padi sawah Target kenaikan rekomendasi Rekomendasi Teknologi yang (kg/ha)produksi dari tanpa (kg/ha) digunakan pupuk N N Urea Konvensional ,5 t/ha Menggunakan BWD Menggunakan BWD + 2 t pupuk kandang/ha ,0 t/ha Konvensional Menggunakan BWD Menggunakan BWD + 2 t pupuk kandang/ha Konvensional ,5 t/ha Menggunakan BWD Menggunakan BWD + 2 t pupuk kandang/ha Tabel 5 Rekomendasi pemupukan P pada tanaman padi sawah Kelas status hara P tanah Kadar hara P tanah terekstrak HCl 25% Takaran rekomendasi (kg SP-36/ha) (mg P2O5/100 g) Rendah < Sedang Tinggi >

23 Tabel 6 Rekomendasi pemupukan P pada tanaman padi sawah Kelas status hara K tanah Kadar hara K tanah terekstrak HCl 25% (mg K2O/100 g) Takaran rekomendasi pemupukan K (kg KCl/ha) Rendah Sedang Tinggi < > Hasil penelitian dari PT Pusri menunjukkan bahwa tanah dengan tanaman padi yang kadar hara fosfatnya (P) rendah harus dipupuk 100 kg SP-36 per ha, yang kadar hara P-nya sedang dipupuk 75 kg SP-36 per ha dan yang P-nya tinggi dipupuk dengan 50 kg SP-36 per ha. jadi dosis SP-36 untuk lahan sawah berbedabeda, tergantung kandungan hara P dalam tanah. Tanah yang kadar hara kaliumnya (K) rendah, dipupuk 100 kg KCl per ha, sedang kadar K-nya sedang sampai tinggi, cukup dipupuk 50 kg KCl per ha. Table 7 menunjukkan dosis anjuran pupuk SP-36 dan KCl untuk padi sawah berdasarkan status hara fosfat (P) dan kalium (K) pada lahan sawah. Untuk hara N tidak dilakukan pembuatan peta status hara N karena umumnya kadar N tanah di Indonesian rendah, sehingga secara umum harus dipupuk kg urea per ha. Hara N, P dan K yang ditambahkan ke dalam tanah harus dalam jumlah yang tepat. Jenis tanah, tingkat ketersediaan hara dalam tanah, kondisi iklim, varietas padi sawah yang ditanam dan cara pemberian pupuk akan sangat menentukan ketetapan jenis dan dosis pupuk yang harus ditambahkan. Untuk menghasilkan padi sawah sebanyak 3 t/ha, dibutuhkan hara sekitar 54 kg N, 60 kg P2O5 dan 55 kg K2O/ha/musim (Djaenuddin et al dalam BPPT-Sulbar, 2009). Sebagai pembanding, hasil penelitian Idris et al. (2002) dalam BPPT- Sulbar (2009) menunjukkan bahwa pemupukan 90 kg N, 72 kg P2O5 dan 50 kg K2O/ha/musim menghasilkan gabah kering giling (GKG) 5.4 t/ha/musim. Kelebihan atau kekurangan hara tersebut akan mempengaruhi efisiensi hara akibat terganggunya absorbsi hara dalam tanah dan metabolisme tanaman 8

24 Tabel 7 Anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan menggunakan pupuk tunggal. Kelas status hara tanah Anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi P K Urea SP-36 KCl Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah sedang Tinggi Rendah sedang Tinggi Pertanian presisi (Precision farming) Menurut Searcy (1997) pertanian presisi (precision farming) merupakan salah satu cara penggunaan informasi lahan untuk mengatur input produksi secara tepat. Cara ini digunakan untuk mengetahui karakteristik tanah dan tanaman dan untuk mengoptimalkan input produksi sampai pada porsi yang terkecil. Filosopi dari pertanian presisi adalah bahwa input produksi seperti pupuk, pestisida dan lainnya harus diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan sesuai dengan lokasi yang membutuhkan. Menurut Arnholt, et al. (2001) bahwa pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang didesain untuk memberikan data dan informasi bagi petani sehingga dapat membantu dalam membuat suatu keputusan-keputusan pengolahan tanah berdasarkan lokasi. Dengan informasi ini, pertanian dapat menjadi lebih efisien, memungkinkan penggunaan biaya yang lebih kecil dan lebih menguntungkan. Terdapat dua metode untuk mengaplikasikan pertanian presisi atau pertanian yang berorientasi lokasi (site-specific farming). Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan dapat digunakan untuk saling melengkapi atau dapat dikombinasikan (Morgan, 1999 dalam Radite, 2001). Metode pertama, map-based mencakup beberapa tahap: pembuatan grid sampling sebuah lahan, analisis laboratorium terhadap sampel tanah, penentuan peta berdasarkan lokasi pada peralatan dan terakhir penggunaan peta yang telah dibuat untuk mengontrol variable-rate applicator. Pembuatan sampel dan penentuan posisi menggunakan DGPS (differential global positioning system). DGPS ini digunakan untuk 9

25 menentukan lokasi pemupukan. Metode kedua adalah sensor-based. Sensor yang digunakan adalah yang bersifat real-time dan menggunakan kontrol berumpan balik untuk mengukur kandungan hara. Signal kandungan hara tanah atau karaktristik pemanenan digunakan untuk mengontrol variable-rate aplicator. Metode kedua tidak memerlukan sebuah GPS. Pertanian presisi telah mejadi perhatian akhir-akhir ini karena berpotensi untuk meningkatkan hasil panen dan mengurangi input produksi. Pengurangan input seperti nitrat tidak hanya mengurangi biaya produksi tetapi juga meminimalisir pengaruh buruk terhadap lingkungan seperti kandungan nitrat dalam air tanah (Ehsani et al. 1999). Tetapi, pertanian presisi memerlukan data tentang tanah dan hasil panen sangat banyak sehingga memerlukan biaya yang mahal, waktu yang lama dan membosankan. Kenyataannya, dengan menggunakan sensor, data tanah dan tanaman secara cepat dan murah dapat diperoleh dan pengetahuan tentang hubungan antara parameter jenis tanah, tanaman, lingkungan dan panen yang menjadi faktor utama di dalam penerapan teknik pertanian presisi. Ehsani et al. (1999) dan Upadyaya (1993) menyimpulkan bahwa teknik optik adalah sangat mungkin untuk menentukan kandungan nitrat dalam tanah dengan cepat. Penelitian Ehsani et al. (1999) mempelajari kemungkinan penggunaan spektrum near-infrared untuk menentukan kandungan nitrat dalam tanah. Pengujian dilakukan di laboratorium dan di lahan menggunakan dua jenis tanah untuk mendemonstrasikan spectrum NIR yang sesuai untuk mengukur kandungan nitrat dalam tanah. Hasilnya menunjukkan bahwa pengukuran kandungan nitrat tanah bisa dilakukan dengan menggunakan spektrum NIR pada selang nm, tetapi kalibrasi site-specific diperlukan untuk memetakan variasi nitrat pada daerah yang luas. Variable-rate technology (VRT) dan sistem aplikasi yang terintegrasi memberikan pengertian bahwa aplikasi pemupukan diberikan hanya dalam jumlah atau dosis tertentu berdasarkan lokasi yang membutuhkan. Secara argonomi, sistem variable-rate memberikan pengertian bahwa terget pemupukan didasarkan atas hasil pengujian tanah dan berhubungan dengan sistem informasi kandungan hara tanah. Secara ekonomi, sistem variable rate berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pemupukan pada suatu areal pertanian. Pendekatan 10

26 lingkungan, sistem varible-rate membantu untuk mencegah pemupukan yang berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya masalah lingkungan (Wollenhaupt, et al, 1993 dalam Radite, 2001) Menurut survei yang dilakukan oleh Arnholt, et al. (2001) di Ohio menunjukkan bahwa penerapan pertanian presisi (precision farming) merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan keuntungan petani. Komponen sistem pertanian presisi yang banyak diterapkan adalah grid soil sampling dan VRT. Aplikasi VRT untuk pupuk Phospor (P) dan Potasium (K) digunakan lebih dari 60% kelompok tani, sedangkan hanya sekitar 15% kelompok tani yang menggunakan VRT untuk pupuk Nitrogen (N) dan hanya sedikit petani yang menggunakannya untuk pupuk mikro. Tidak ada petani yang menggunakan VRT untuk pestisida dan penanaman biji-bijian. 2.3 Metering Device dan Hopper Terdapat banyak jenis metering device yang telah dikembangkan untuk memperoleh aksi pengukuran (metering) yang konsisten dan seragam. Alat-alat tersebut umumnya dijalankan oleh ground wheel. Metering akan berhenti ketika ground wheel berhenti atau terangkat dari permukaan tanah. Metering device secara umum digolongkan kedalam dua jenis, yaitu aliran positif (positive flow) dan aliran grafitasi (gravity flow). Auger-type metering device seperti pada Gambar 1a memiliki sebuah pipa close-fitting auger dan auger (ulir) memiliki perpindahan per putaran yang relatif besar. Loose-fitting atau floating-auger seperti ditunjukkan pada Gambar 1b secara luas digunakan dalam penanganan hasil pertanian. Diameter dalam dari tabung adalah sekitar 12.5 mm lebih besar dibandingkan dengan diameter ulir (auger). Daerah diantara dua ulir digunakan untuk memindahkan bahan ke ujung hopper, dimana ujung hopper berada pada ujung tabung atau menjatuhkan melalui pembuka outlet. Edge-cell metering device ditunjukkan pada Gambar 2. Jarak pemasangan roda metering diharapkan berada disepanjang hopper dan digerakkan dengan sebuah poros. Lebar rotor berkisar antara 6 mm 32 mm dan bekerja dengan kisaran kecepatan berbeda. Laju pengeluaran dari rotor dikendalikan dengan merubah kecepatan rotor. 11

27

28

29

30 Berdasarkan cara merangkainya, motor DC dengan koil medan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu jenis seri, jenis shunt dan jenis gabungan. Motor DC jenis seri yang terbuat dari sedikit lilitan kawat besar yang dihubungkan seri dengan jangkar. Jenis motor DC ini mempunyai karakteristik torsi awal dan variasi kecepatan yang tinggi. Ini berarti bahwa motor dapat memulai menggerakkan beban yang sangat berat, tetapi kecepatan akan bertambah bila beban turun. Motor DC dapat membangkit torsi awal yang besar karena arus yang sama melewati jangkar juga melewati medan. Jadi jangkar membutuhkan arus yang lebih banyak (untuk membangkitkan torsi lebih besar) dan arus ini juga melewati medan (untuk menambah kekuatan medan). Oleh karena itu motor DC berputar cepat dengan beban ringan dan berputar lambat pada saat beban ditambahkan. Sifat istimewa dari motor DC seri adalah kemampuannya untuk memulai pergerakan pada beban yang berat. Motor DC jenis shunt, kumparan medan shunt dibuat dengan banyak lilitan kawat kecil, sehingga akan memiliki tahanan yang tinggi. Motor shunt memiliki rangkaian jangkar dan medan yang dihubungkan secara paralel yang akan memberikan kekuatan medan dan kecepatan motor yang sangat konstan. Motor shunt digunakan pada suatu sistem yang memerlukan pengaturan kecepatan yang baik (konstan). Dengan menambah rheostat yang dipasang seri dengan rangkaian medan shunt, kecepatan motor dapat dikontrol di atas kecepatan dasar. Kecepatan motor akan berbanding terbalik dengan arus medan. Ini berarti motor shunt akan berputar cepat dengan arus medan rendah, dan bertambah pada saat arus ditambahkan. Motor DC jenis gabungan (compound) menggunakan lilitan seri dan lilitan shunt yang umumnya dihubungkan dengan medan-medannya. Hubungan dua lilitan ini menghasilkan karakteristik pada motor medan shunt dan motor medan seri. Kecepatan motor tersebut bervariasi lebih sedikit dibandingakn motor shunt, tetapi tidak sebanyak motor seri. Motor seri jenis gabungan juga mempunyai torsi yang agak besar, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan motor shunt, tetapi sedikit lebih kecil dibandingkan dengan motor seri. Keistimewaan dari cara penggabungan ini membuat motor jenis ini akan memberikan variasi penggunaan yang luas (Joni dan Budi, 2006) 15

31 2.5 Rotary Encoder Untuk pengukurann posisi putaran yang lebih presisi dapat menggunakan rotary/shaft encoder. Secara umum prinsip kerja rotay encoder dapat di ilustrasikan seperti pada Gambar 6. Dua buah sensor optis (Channel A/Ā dan Channel B/ B) pendeteksi hitam dan putih digunakan sebagai acuan untuk menentukan arah gerakan, searah jarum jam (clock-wise, CW) atau berlawanan arah jarum jam (counter clock-wise, CCW). Sedangkan jumlah pulsa (baik A atau B) dapat dihitung (menggunakan prinsip counter) sebagai banyak langkah yang ditempuh. Dengan demikian arah gerakan dan posisi dapat dideteksi dengan baik oleh rotary encoder (Pitowarno Endra, 2006). Gambar 6 Prinsip kerja rotary encoder Biasanya encoder ini dipasang segaris dengan poros (shaft) motor. Gear box, sendi atau bagian berputar lainnya. Bebarapa tipe encoder memiliki poros berlubang (hollow shaft encoder) yang didesain untuk sistem sambungan langsung ke poros obyek yang dideteksi. 2.6 Mikrokontroller dan Smart Peripheral Controller (SPC) DT-51 merupakan development tools yang terdiri dari 2 bagian erintegrasi yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Komponen utama perangkat keras DT51 ialah mikrokontroler 89C51 yang merupakan salah satu turunann keluarga MCS-51 Intel dan telah menjadi salah satu standar industri dunia. Selain mikrokontroler, DT51 dilengkapi pula dengan EEPROM yang memungkinkan DT51 bekerja dalam mode stand-alone (bekerja sendiri tanpa komputer). Selain komponen-komponen tersebut masih banyak fungsi-fungsi lain pada DT51, antara lain : timer, counter, RS-232 serial port, Programmable peripheral interface (PPI), serta LCD port. Perangkat lunak DT51 terdiri dari Downloader DT-51L dan Debugger DT51D. Downloader berfungsi untuk mentransfer user program dari PC (Portable Computer) ke DT51, sedangkan debugger akan membantu user 16

32 untuk melacak kesalahan program. Mikrokontroler 89C51 adalah komponen utama dari DT51. Instruksi dan pin out 89C51 kompatibel dengan standar industri MCS C51 mempunyai spesifikasi standar sebagai berikut : o CPU 8 bit yang dioptimasi untuk aplikasi kontrol o 4 Kbytes flash programmable and erasable read only memory (PEROM) o 128 bytes internal RAM o 2 buah 16 bit Timer / Counter o Serial Port yang dapat diprogram o 5 sumber interupt dengan 2 level prioritas o On-chip oscillator o 32 jalur input output yang dapat diprogram o 64K program memori o 64K data memori Smart peripheral motor controller / SPC motor controller merupakan sebuah modul pengendali motor DC dan motor stepper yang mampu digunakan untuk mengendalikan kecepatan dan arah putaran 4 buah motor DC atau 2 buah motor stepper. Modul ini dilengkapi dengan pengendali PID (proportional integral differential) untuk kendali motor DC yang bisa diatur (tuning) sendiri oleh pengguna. Selain itu modul SPC motor controller ini juga dilengkapi dengan kemampuan microstepping untuk motor stepper sehingga gerakan motor stepper dapat lebih mulus dan tidak patah-patah tanpa mengurangi kemampuan torsi motor stepper. Spesifikasi SPC motor controller sebagai berikut : o Daya diperoleh dari sumber catu daya dengan tegangan 9 12 Volt. o Mampu digunakan untuk mengendalikan kecepatan dan arah putaran 4 motor DC atau 2 buah motor stepper. o Umpan balik speed encoder (frekuensi maksimum 10 khz). o Mampu mendeteksi perubahan kecepatan dengan ketelitian hingga 0,1RPS (rotation per second) atau 6 RPM (rotation per minute). o Kendali motor DC dapat dilakukan secara close loop PID maupun open loop. o Parameter PID, toleransi kesalahan, dan waktu sampling dapat diatur. 17

33 o Mendukung tipe step (untuk motor stepper): fullstep, halfstep, microstep4, microstep8, microstep16, dan microstep32. o Kecepatan motor stepper sampai dengan 255 PPS (pulse per second). o Gerak motor stepper dengan ketelitian sampai dengan 0,1º (tergantung tipe step dan ketelitian motor stepper). o Tersedia antarmuka UART RS232/TTL, I2C, dan Lebar Pulsa. o Pin input/output kompatibel dengan level tegangan TTL dan CMOS. o Kompatibel dengan modul-modul EMS H-Bridge. o Terdapat 4 set output PWM (pulse width modulation) 8-bit dengan frekuensi 600 Hz. o Terdapat 4 kanal ADC 8-bit dengan tegangan referensi 5 Volt dan sampling rate maksimum 25 khz. o Terdapat 4 pin general purpose input/output (GP I/O). Jika modul SPC motor controller digunakan untuk mengendalikan motor DC, selain antarmuka UART dan IC, terdapat antarmuka lebar pulsa yang dapat digunakan untuk mengendalikan kecepatan dan arah putaran motor DC. Pada modul SPC motor controller terdapat 4 jalur input lebar pulsa, dimana tiap jalur dapat mengendalikan 1 motor DC. Tiap jalur dapat menerima pulsa (pulsa positif / logika High) dengan lebar 2 ms 22 ms, dengan frekuensi maksimum 40 Hz. Motor akan berhenti jika pulsa yang diberikan memiliki lebar 12 ms. Jika pulsa yang diberikan (misal: pada jalur 1) memiliki lebar 2 ms, maka motor DC (yang terhubung pada output ke-1) akan dikendalikan agar berputar pada kecepatan maksimumnya searah dengan jarum jam (dengan kendali PID). Sebaliknya, jika pulsa yang diberikan memiliki lebar 22 ms, maka motor DC (yang terhubung pada output ke-1) akan dikendalikan agar berputar pada kecepatan maksimumnya berlawanan arah dengan jarum jam. Mulai lebar pulsa 2 ms sampai dengan 12 ms, setpoint kecepatan akan berubah secara linier mulai dari kecepatan maksimum sampai dengan berhenti total. Demikian juga, mulai lebar pulsa 12 ms sampai dengan 22 ms, setpoint kecepatan akan berubah secara linier mulai dari berhenti total sampai dengan kecepatan maksimum, tetapi pada arah putaran motor sebaliknya. Kecepatan maksimum putaran motor diatur melalui parameter <maxspeed> melalui 18

34

35

36

37 Gambar 9 Bentuk tegangan PWM dan tegangan ekivalen liniernya Terdapat banyak jenis driver/kontrol yang dapat digunakan untuk mengontrol kecepatan motor DC seperti resistive type, transistor copper, modulasi lebar pulsa (PWM) dan sebagainya. Tetapi PWM lebih banyak digunakan dengan berbagai alasan. Driver PWM bekerja menggunakan gelombang persegi dengan variabel rasio on/off dan rata-rata waktu dapat divariasi antara 0 100%. (Radite, 2001) 2.9 Proporsional Integral Derivatif (PID) Kontrol Proporsional (Proportional Control) Kontrol proporsional merupakan metode pengontrolan yang dapat membandingkan nilai keluaran kontrol dengan nilai kesalahan secara proporsional. Artinya, elemen pengoreksi dari sebuah sistem kontrol akan menerima sebuah sinyal yang proporsional dengan nilai koreksi yang dikehendaki (Bolton W, 2004) r + - e Kp u H(s) y Gambar 10 Diagram blok kontrol proporsional (kontrol P) Gambar 10 menunjukkan bahwa r adalah input, e adalah error, u adalah sinyal keluaran kontroller dan Kp adalah konstanta proporsional. Kp berlaku sebagai gain (penguat) saja tanpa memberian efek dinamik kepada kinerja kontroler. Jika dinyatakan dalam suatu persamaan, maka diperoleh: u K P e..(3) 22

38 Menurut Pitowarno Endra (2006), penggunaan kontrol P memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik. Walaupun dalam aplikasi dasar sederhana, kontrol P mampu untuk mencapai konvergensi meskipun error keadaan tenangnya (steady-state error) relatif besar Kontrol Proporsional Integral (Proportional Integral Control) Menurut Bolton W (2004), kontrol integral merupakan kecepatan perubahan keluaran kontrol I yang proporsional dengan kesalahan masukan dari sinyal e. menurut Pitowarno Endra (2006) bahwa kontrol integral berfungsi untuk menurunkan steady-state error yang dihasilkan oleh kontrol proporsional, sehingga kontrol I selalu dikombinasikan dengan kontrol P. ( ) = ( )...(4) Ki adalah konstanta Integral, sehingga, ( ) =...(5) Jika e(t) mendekati konstan maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga diharapkan dapat memperbaiki kesalahan, jika e(t) mendekati nol maka efek kontrol I semakin kecil. Kontrol I dapat memperbaiki respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyeabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi dapat menyebabkan keluaran akan berosilasi (Pitowarno Endra, 2006) r + - e Ki/s u H(s) y Gambar 11 Diagram blok kontrol Integral (kontrol I) Dengan sifat dasar kontrol P yang cenderung konvergen dan I yang dapat memperbaiki respon steady-state maka kombinasi P-I dapat memberikan hasil yang lebih baik. Dalam diagram blok dapat dinyatakan seperti pada Gambar 12, Sehingga persamaan keluaran ontrolnya dapat dinyatakan dalam, =. ( ) + (6) 23

39 Kp r + - e Ki/s + + u H(s) y Gambar 12 Diagram blok kontrol proporsional-integral (P-I) Kontrol PID (Proportional Integral Derivative Control) Menurut Pitowarno Endra (2006), kontrol PID merupakan kombinasi dari kontrol proporsional (P), integral (I) dan Derivative (D) sehingga akan diperoleh kontrol yang dapat menghasilkan respon yang terbaik. Kp r + e(t) - Kp Ki/s + + u H(s) c Gambar 13 Diagram blok konrol PID Sistem umpan balik (feedback) didesain untuk menghasilkan sebuah kemampuan untuk melakukan koreksi terhadap proses yang dikontrol sehingga diperoleh sebuah variable proses (output) yang terukur (c) mendekati sebuah nilai yang diinginkan (r) atau nilai set-point seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13. Hampir semua keluaran kontrol berumpan balik ditentukan oleh nilai error antara set-point dan nilai variabel proses yang terukur. Error terjadi ketika terjadi perubahan pada set-point secara sengaja atau ketika terjadi perubahan variabel proses akibat terjadinya perubahan beban proses secara tiba-tiba. Error e(t) adalah perbedaan antara set-point SP(t) dan hasil pengkuran PV(t) dan dapat dituliskan e(t) = SP(t) PV(t). Algoritma PID digunakan untuk sistem kontrol loop tertutup dan juga menjadi dasar untuk banyak algoritma kontrol tingkat lanjut. PID di dalam kontroller digunakan untuk mengatur beberapa variabel proses sehingga mendekati nilai set-point. Secara teori, keluaran kontrol C(t) dapat ditulis sebagai berikut: ( ) = ( ) + ( ) + ( ) + (7) 24

40 Bentuk khusus algoritma PID dikenel dengan istilah posisional PID kontrol karena signal kontrol dihitung berdasarkan referensi dari data sebelumnya (Co). jika variabel proses berubah-ubah secara cepat terhadap waktu seperti yang sering terjadi pada metering granular fertilizer, persamaan 7 tidak dapat digunakan karena derivative error (de(t)/dt) akan menjadi variabel yang kacau dan menyebabkan performa sistem menjadi buruk. Oleh karena itu, dalam aplikasi biasanya lebih sering menggunakan penurunan variabel proses PV(t) daripada error e(t), sehingga dapat dituliskan dalam persamaan ( ) = ( ) + ( ) ( ) +..(8) Dalam persamaan 8 melibatkan tiga konstanta yang dapat diatur nilainya dan ditambahkan secara bersamaan untuk menghasilkan keluaran kontrol C(t). dalam persamaan ini, Kp adalah konstanta proporsional, K I adalah konstanta integral dan K D adalah konstanta derivative. Jika error yang dihasilkan besar atau error berubah-ubah secara cepat maka kontroller akan berusaha untuk membuat koreksi dengan menghasilkan sebuah nilai keluaran yang besar. Sebaliknya jika variabel proses sudah sama dengan set-point untuk beberapa waktu maka kontroller akan berhenti dengan sendirinya. Jika T S adalah interval sampel, maka persamaan PID untuk kecepatan kontrol dapat di tulis dalam bentuk persamaan 9 (Tham, 1999 dalam Radite P.A.S, 2001): ( ) = ( 1) [ ( ) ( 1)] + ( ) ( ) ( ) ( )...(9) 25

41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai November 2010 di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan antara lain: 1. Hardware : o laptop o DT-51 minimum system o Smart Peripheral Motor Controller (SPC motor controller) o EMC 30 A H-Bridge o Motor DC servo o Optic rotary encoder o Kabel USB to RS232 o Timbangan digital 2. Software: o MicroC-51 o DT-51 windows downloader 3. Prototipe: o Metering device o Hopper 4. Alat bantu: o Wadah o Rangkaian elektronika pendukung o Stop watch 3.3 Tahapan Penelitian Secara umum, prosedur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahapan, yaitu pemrograman mikrokontroller, pengujian awal, desain hopper dan pengujian akhir, seperti ditunjukkan pada Gambar

42 Mulai Studi pustaka Inventarisasi peralatan dan pembuatan rangkaian pendukung Perancangan dan pemrograman mikrokontrol Disain metering device dan hopper Pengujian dengan loop terbuka Identifikasi sistem: K, T, d Menentukan konstanta PID Kp, Ki, Kd Pengujian dengan beban: 1. Pengujian modul pada metering device 2. Pengujian dengan pupuk granular tanpa kontrol dan dengan kontrol Pengujian tanpa beban: 1. Pengujian dengan loop tertutup 2. Tuning: Kp, Ki, Kd 3. Pengujian dengan stair-step response Pengolahan data Selesai Gambar 14 Bagan alir tahapan penelitian Studi Pustaka Pada tahap ini dilakukan pengumpulan berbagai informasi baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan lingkup penelitian yang akan dilakukan, seperti: Karakteristik pupuk granular dan cara pengaplikasiannya Jenis dan mekanisme sistem metering device dan hopper Jenis dan komponen-komponen sistem pengendalian 27

43 3.3.2 Inventarisasi Peralatan dan Pembuatan Rangkaian Pendukung Peralatan yang akan digunakan terdiri dari peralatan utama dan peralatan pendukung. Peralatan utama seperti modul SPC motor controller, modul DT-51 minimum system, modul EMS 30A H-Bridge. Sedangkan peralatan pendukung seperti power supply dan peralatan bengkel. Pembuatan rangkaian pendukung antara lain rangkaian optic rotary encoder dan sistem pensaklaran Pendekatan Disain Fungsional Pengembangan perancangan sistem pengendalian pemupukan diawali dengan melakukan pendekatan disain fungsional. Prototipe alat yang akan dibuat diharapkan mampu melakukan pengendalian keluaran pupuk sesuai yang dikehendaki dan harus dapat diaplikasikan untuk pupuk granular seperti urea, SP- 36 dan NPK. Untuk memperoleh sistem yang dapat melakukan kerja seperti di atas, maka diperlukan tiga unit komponen utama, yaitu 1) Unit penjatah pupuk granular, 2) Unit pengendalian dan 3) Unit pemrosesan data Unit penjatah pupuk granular. Unit penjatah pupuk granular berfungsi untuk menjatah pupuk granular sesuai dengan kebutuhan. Komponen-komponen yang digunakan antara lain: Motor DC jenis servo berfungsi untuk menggerakkan metering device Metering device berfungsi untuk mengatur penjatahan pupuk granular sesuai dengan kebutuhan. Fungsi ini diperoleh dengan mengatur kecepatan putaran motor DC Hopper berfungsi untuk menampung pupuk granular sebelum masuk ke metering device Unit pengendalian. Unit pengendalian berfungsi untuk mengendalikan sistem sesuai dengan tujuan pengendalian yang dikehendaki, unit ini terdiri dari: DT-51 minimum system merupakan development tools yang terdiri dari 2 bagian terintegrasi yaitu perangkat keras dan perangkat lunak yang berfungsi untuk mengontrol arah dan putaran motor DC Modul SPC motor controller merupakan sebuah modul pengendali motor DC dan motor stepper yang mampu digunakan untuk mengendalikan kecepatan 28

44 dan arah putaran 4 buah motor DC atau 2 buah motor stepper. Modul ini dilengkapi dengan pengendali PID (Proportional Integral Differential) untuk kendali motor DC yang bisa diatur (tuning) sendiri oleh pengguna EMS 30A H-Bridge merupakan driver H-Bridge berbasis VNH3SP30 yang berfungsi sebagai driver motor DC. Rangkaian Rotary encoder berfungsi untuk mengukur kecepatan putar (RPM) motor DC Unit pemrosesan data. Unit pemrosesan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah laptop yang berfungsi untuk mengirim program ke modul microkontroller DT-51 minsys, menerima, memproses dan menampilkan data kecepatan putar motor dari hasil pengujian Pendekatan Disain Struktural Pendekatan disain struktural digunakan untuk menentukan bentuk dan dimensi dari metering device dan hopper yang akan dibuat. Metering device dan hopper harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat karena akan diaplikasikan dengan pupuk granular yang memiliki keasaman yang tinggi. Oleh karena itu, bahan yang digunakan untuk membuat metering device dan hopper adalah akrilik Rotor Rotor dirancang dengan menggunakan bahan akrilik setebal 5 mm. Panjang rotor yang dirancang adalah 20 mm yang diperoleh dari empat susunan akrilik. Rotor memiliki 6 alur pupuk. Dimensi dan ukuran rancangan rotor ditunjukkan pada Gambar 15. Ukuran diameter luar rotor 5.8 cm dan diameter dalam 3.26 cm. rotor yang dirancang sebanyak dua buah dengan bentuk dan ukuran yang sama. Kedua rotor tidak dipasang dalam satu garis tetapi bergeser sekitar setengah dari sudut rotor, sehingga mempunyai fase tunda sekitar 30 o. Hal ini bertujuan untuk mengurangi puncak torsi dari motor dan fluktuasi keluaran pupuk ketika kedua rotor dioperasikan bersamaan. Dalam pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan satu rotor dan dua rotor sekaligus dengan cara menutup atau membuka sekat yang terpasang di atas lubang rotor. Berdasarkan hasil 29

45 Gambar 15 Gambar metering device akhir (10S WDS) Q = N m

46

47 prioritas, On-chip oscillator, 32 jalur input output yang dapat diprogram, 64K memori program, 64K memori data. SPC motor controller memiliki spesifikasi Mampu digunakan untuk mengendalikan kecepatan dan arah putaran 4 motor DC atau 2 buah motor stepper, umpan balik speed encoder (frekuensi maksimum 10 khz), mampu mendeteksi perubahan kecepatan dengan ketelitian hingga 0,1 RPS (rotation per second) atau 6 RPM (rotation per minute), kendali motor DC dapat dilakukan secara close loop PID maupun open loop, parameter PID, toleransi kesalahan, dan waktu sampling dapat diatur, tersedia antarmuka UART RS232/TTL, I2C, dan lebar pulsa, pin Input/Output kompatibel dengan level tegangan TTL dan CMOS, kompatibel dengan modul-modul EMS H-Bridge, terdapat 4 set output PWM (Pulse Width Modulation) 8-bit dengan frekuensi 600 Hz, terdapat 4 kanal ADC 8-bit dengan tegangan referensi 5 Volt dan sampling rate maksimum 25 khz, terdapat 4 pin General Purpose Input/Output (GP I/O). Spesifikasi dari EMS 30 A H-Bridge adalah terdiri dari 1 driver full H- Bridge, mampu melewatkan arus kontinyu 30 A, range tegangan output untuk beban: 5,5 V sampai 36 V (IC VNH2SP30 hanya sampai 16 V), input kompatibel dengan level tegangan TTL dan CMOS, jalur catu daya input (VCC) terpisah dari jalur catu daya untuk beban (V Mot), frekuensi PWM sampai dengan 20 KHz, kompatibel dengan SPC Gamepad Interface serta mendukung sistem mikrokontroler Perancangan dan Pemrograman Mikrokontroller Perancangan dan pemrograman mikrokontroller meliputi pemilihan bahasa pemrograman, penulisan, kompilasi dan proses download program ke modul mikrokontroller. Bahasa pemrograman yang akan digunakan adalah bahasa C. Pemilihan bahasa C didasarkan oleh beberapa keunggulan yang dimiliki, diantaranya merupakan bahasa yang powerful, fleksibel dan portable sehingga dapat dijalankan dibeberapa sistem operasi yang berbeda (Joni I. M dan Raharjo. B, 2006). Algoritma program seperti ditunjukkan pada lampiran 5. Kode-kode bahasa C ditulis dalam sebuah editor dalam program notepad. Program yang dihasilkan pada tahap ini masih berekstensi.c. dan dinamakan source code. Dengan menggunakan compiler microc-51, source code akan diubah menjadi 32

48 object code dengan ekstensi.obj. Hasil kerja compiler akan dilanjutkan ke sebuah linker dan menghasilkan file dengan ekstensi.bin atau.hex. Kedua file ini yang selanjutnya dapat didownloadkan ke modul mikrokontroller Kalibrasi Kecepatan Motor dengan PWM Kalibrasi kecepatan motor dilakukan tanpa beban untuk melihat hubungan antara nilai PWM dengan putaran motor dan hubungan antara tegangan input motor dengan putaran motor. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan perintah PWM. Nilai PWM yang digunakan berkisar antara 0% sampai 100% atau PWM 0 sampai 255 dengan interval 10 satuan PWM. Tegangan catu daya yang digunakan adalah volt. Tegangan input motor adalah tegangan yang keluar dari pin V-mot EMS 30A H-Bridge. Mula-mula motor dijalankan dengan PWM 10, kemudian tegangan V-mot dari EMS 30 H-Bridge diukur dengan menggunakan voltmeter digital sedangkan putaran motor diukur dengan menggunakan tachometer. Prosedur ini dilakukan untuk nilai PWM 20 sampai PWM 255. Hasil kalibrasi kemudian diplotkan kedalam suatu grafik hubungan antara PWM dengan putaran motor dan tegangan input motor dengan putaran motor. Kemudian dilakukan analisis regresi Pengujian dengan Loop Terbuka Setelah pembuatan program selesai, kemudian dilakukan pengujian sistem kontrol dengan menggunakan motor DC. Pengujian awal dilakukan tanpa beban untuk menguji kinerja sistem kontrol yang telah dibuat. Pengujian awal dilakukan dengan menggunakan pengendalian sistem loop terbuka, skema sistem pengendalian dengan loop terbuka ditunjukkan pada Gambar 17. Kecepatan putaran motor DC dikendalikan dengan menggunakan set-point PWM (Pulse Width Modulation). Nilai PWM yang digunakan adalah 50, 100, 150, 200 dan 250. Hasil pengujian merupakan sebuah sinyal tangga dengan ukuran yang dinyatakan sebagai persentase perubahan K. Selanjutnya diamati respon keluaran yang dikontrol yaitu kecepatan putaran motor, sebagai persentase terhadap jangkauan skala penuh terhadap masukan. Grafik yang menggambarkan relasi antara variabel terhadap waktu diplotkan seperti ditunjukkan pada Gambar 18. Garis tangen digambarkan untuk mendapatkan gradien maksimum dari grafik 33

49 yang digambarkan. Waktu antara titik mulainya sinyal uji dan titik dimana garis tangen ini memotong sumbu waktu disebut sebagai jeda/ketertinggalan (d). Nilai dari gradien maksimum adalah T, yang dinyatakan sebagai persentase perubahan nilai variabel yang ditentukan per menit. Data pengujian yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menentukan atau mengidentifikasi parameterparameter sistem yaitu gain (K), time constant (T) dan dead time (d). ketiga parameter ini selanjutnya digunakan untuk menentukan konstanta PID awal yang akan digunakan. Set-point DT-51 SPC motor kontroller EMS 30A H-bridge Motor DC keluaran Gambar 17 Sistem pengendalian motor DC dengan loop terbuka Nilai terukur (K) Nilai akhir 63 % Nilai awal d Gambar 18 Grafik penentuan nilai K, T dan d Penentuan nilai konstanta PID awal dilakukan dengan menggunakan metode Zeighler dan Nichols. Nilai konstanta K, T dan d yang diperoleh dari pengujian loop terbuka akan digunakan untuk menentukan nilai Kp, Ki dan Kd dengan memasukkan kepersamaan Zeighler dan Nichols pada tabel 6. Tabel 9 Kriteria Zeighler dan Nichols Tipe pengontrol Kp Ki Kd T P PI PID K/dT 0.9K/dT 1.2K/dT 3.3T 2T 0.5T Sumber: Bolton W,

50 3.3.8 Pengujian dengan Stair-Step Response Pengujian dengan stair-step response dilakukan untuk melihat performa dan respon sistem dalam mengikuti step set-point yang diberikan, baik step naik maupun turun. Pengujian stair-step response dilakukan tanpa menggunakan beban pupuk. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua perlakuan, yaitu pengujian tanpa kontrol PID dan pengujian dengan kontrol PID Pengujian tanpa Kontrol PID Pengujian tanpa kontrol PID dilakukan dengan menggunakan kontrol loop terbuka (open loop control). Artinya tidak ada umpan balik (feedback) keluaran terhadap masukan sehingga tidak ada koreksi terhadap kesalahan (error) yang terjadi. Pengujian dialakukan dengan menggunakan set-point kecepatan putar motor, yaitu; 400, 800, 1200, 1600, 2000, 0, 2000, 1600, 1200, 800, 400 dan 0 rpm. Putaran motor diukur oleh optic speed encoder yang selanjutnya dibaca oleh SPC motor controller. Hasil pembacaan putaran motor kemudian dikirim ke laptop melalui jalur komunikasi serial RS232 kemudian ditampilkan melalui program hyperterminal, Pengujian dengan Kontrol PID Pengujian dengan kontrol PID dilakukan sebagai proses penalaan (tuning.) Penalaan digunakan untuk menggambarkan metode-metode yang digunakan serta untuk memilih pengaturan pengontrol terbaik untuk mendapatkan unjuk kerja tertentu (Bolton, W. 2004). Penalaan dilakukan melalui pengujian sistem dengan loop tertutup seperti pada Gambar 20, periode sampling diatur 60 ms dan frekuensi sampling 16.7 Hz. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 11 nilai set-point masing-masing 400, 800, 1200, 1600, 2000, 0, 2000, 1600, 1200, 800, 400 rpm, kemudian dilakukan pengujian sistem dengan beberapa kombinasi nilai P, I dan D tiap kombinasi PID dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Kecepatan putar motor diukur dengan menggunakan optic speed encoder kemudian dibaca oleh SPC motor kontroller hasil pembacaan putaran motor ditampilkan menggunakan program hyperterminal melalui komunikasi serial RS232 antara mikrokontroller DT-51 minimum system dengan komputer. Nilai 35

51 konstanta PID yang digunakan untuk pengontrolan sistem adalah menghasilkan keluaran paling mendekati nilai set-poin. yang G P (S) + - Σ. + + kontrol PWM Σ ( ) motor Gambar 19 Diagram skematik pengontrolan motor DC dengan control PID Pengujian dengan Pupuk Granular Pengujian dengan Kontrol PID Pengujian dengan kontrol PID dibagi dalam dua kali pengujian, yaitu pengujian metering device dengan menggunakan satu rotor dan menggunakan dua rotor. Kedua pengujian ini dilakukan pada masing-masing pupuk granular. Nilai konstanta PID yang digunakan adalah berturut-turut 500; 15,000 dan 20,000, sedangkan periode sampling diatur sebesar 60 ms. Nilai set-point yang digunakan adalah 400, 800, 1200, 1600 dan 2000 rpm. Masing-masing nilai set-point dijalankan selama 5, 10, 15, 20 dan 25 menit dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali untuk masing-masing nilai set-point dan waktu pengujian. Pupuk yang keluar dari metering device ditampung dalam suatu wadah dan berat pupuk yang keluar ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Kecepatan putar motor untuk masing-masing perlakuan diukur dengan menggunakan optic speed encoder kemudian ditampilkan menggunakan program hyperterminal melalui komunikasi serial RS Pengujian tanpa Kontrol PID Pengujian dengan tanpa kontrol PID mengunakan dua perlakuan, yaitu pengujian metering device dengan menggunakan satu rotor dan menggunakan dua rotor. Kedua pengujian ini dilakukan pada masing-masing pupuk granular. Pengujian tanpa kontrol dilakukan dengan menggunakan kontrol loop terbuka 36

52 (open loop control). Artinya tidak melibatkan rutin-rutin PID dan tidak ada umpan balik (feedback) keluaran terhadap masukan. Nilai set-point yang digunakan dalam pengujian tanpa kontrol adalah PWM 50, 100, 150, 200 dan 250. Nilai ini setara dengan 751, 1637, 1947, 2139 dan 2203 rpm. Sedangkan periode sampling diatur sebesar 60 ms. Masing-masing nilai set-point dijalankan selama 5, 10, 15, 20 dan 25 menit dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali untuk masingmasing nilai set-point dan waktu pengujian. Pupuk yang keluar dari metering device ditampung dalam suatu wadah dan berat pupuk yang keluar ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Kecepatan putar motor untuk masingmasing perlakuan diukur dengan menggunakan optic speed encoder kemudian ditampilkan menggunakan program hyperterminal melalui komunikasi serial RS232 antara mikrokontroller DT-51 minsys dengan laptop. 3.4 Persamaan-Persamaan Kontrol Perhitungan nilai PWM Kecepatan maksimum putaran motor diatur melalui parameter <maxspeed> melalui antarmuka yang lain. Untuk lebar pulsa antara 2 ms sampai dengan 12 ms, setpoint kecepatan yang diberikan ke kendali motor sebesar: = (12) Untuk lebar pulsa antara 12 ms sampai dengan 22 ms, setpoint kecepatan yang diberikan ke kendali motor sebesar : =..(13) Perhitungan Ketelitian Optic Speed Encoder Ketelitian encoder minimum yang diperlukan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: hole = ( ) (14) hole pada persamaan di atas merupakan ketelitian encoder minimum yang diperlukan. MinSpeed adalah kecepatan minimum (dalam satuan RPS) yang ingin dibaca 37

53 3.4.3 Persamaan Kontrol PID e(t) = SP(t) PV(t) C(t) dt d(c(t)) dt = K e(t) + K e(t)dt + K de(t) dt = K d(e(t)) dt + K e(t) + K d e(t) dt C(t) C(t 1) dt = K e(t) e(t 1) dt + K e(t) + K d (SP(t) PV(t)) dt C(t) C(t 1) = K dt e(t) e(t 1) + K e(t) + K dt [ PV(t) + 2PV(t 1) PV(t 2)] dt C(t) = C(t 1) + K [e(t) e(t 1)] + K Te(t) K PV(t) 2PV(t 1) + PV(t 2) dt C(t) = C(t 1) + Kp [e(t) e(t 1) ] + K_I Te(t) K_D/T [PV(t) 2PV(t 1) + PV(t 2) ]..(15) 38

54

55

56

57 Gambar 25 Hasil rancangan hopper Gambar 26 Metering device dan hopper 4.2 Kalibrasi Motor DC Servo Hasil kalibrasi putaran motor seperti ditunjukkan pada Gambar 27. Berdasarkan grafik tersebut, tegangan input motor berkorelasi linier dengan 42

58 Kecepatan (RPM) y = 162.9x R² = Tegangan (volt) Kecepatan putar (RPM) y = x x x R² = PWM

59 4.3 Pengujian Karakteristik Pupuk Granular Pengujian karakteristik pupuk granular dilakukan untuk mengetahui sebaran ukuran pupuk urea, SP-36 dan NPK serta untuk mengetahui massa jenis pupuk tersebut. Karakteristik pupuk granuler hasil pengujian ditunjukkan pada tabel 10. Ketiga jenis pupuk ini memiliki nilai bulk density masing-masing g/cm 3, g/cm 3 dan g/cm 3. Demikian juga distribusi keseragaman ukuran berbeda-beda dimana urea memiliki distribusi ukuran paling seragam sebesar 75.7% dengan ukuran mm, sedangkan pupuk SP-36 dan NPK memiliki distribusi ukuran masing-masing 22.27% dan 57.40% dengan ukuran masing-masing mm dan mm. Tabel 10 Distribusi ukuran dan massa jenis pupuk urea, SP-36 dan NPK Jenis Distribusi ukuran partikel pupuk (%) Massa jenis pupuk >4.76 mm mm mm <1.4mm (g/cm 3) Urea SP-36 NPK Identifikasi Sistem Perancangan sebuah pengontrol untuk suatu aplikasi tertentu meliputi langkah-langkah pemilihan mode kontrol yang akan digunakan serta pengaturan mode control. Ini berarti penentuan apakah control proporsional, proporsional plus derivatif, proporsional plus integral atau proporsional plus integral plus derivatif yang akan digunakan, dan pemilihan nilai K P, K I, dan K D yang bersesuain. Langkah ini akan menentukan bagaimana sistem akan bereaksi terhadap sebuah gangguan atau perubahan nilai pengaturan, seberapa cepat sistem menanggapi perubahan yang terjadi, berapa lama waktu yang dibutuhkan untk mencapai keadaan tunak setelah terajadi gangguan atau perubahan nilai pengaturan, serta apakan terdapat error keadaan tunak atau tidak (Bolton, W. 2004) Metode yang digunakan untuk menentukan konstanta proporsional (P), Integral (I) dan diferensial (D) adalah metode Ziegler-Nichols. Metode ini berdasarkan pada pengujian sistem dengan loop terbuka sehingga tidak ada aksi kontrol. Pengujian sistem dilakukan menggunakan perintah PWM dengan lima kali step yaitu PWM 50, 100, 150, 200 dan 250 dengan periode sampling 60 ms 44

60 g( t) 1 e K ( t d ) T Gain K - T g(t) 1- e g( t) 0 t<d Waktu (s) t d t>d PWM 50 PWM 100 PWM 150 PWM 200 PWM 250 Model

61 Putaran motor (rpm) Pengukuran Diharapkan Waktu (s)

Disain dan Pengujian Metering Device untuk Alat Penjatah Pupuk Granular Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator)

Disain dan Pengujian Metering Device untuk Alat Penjatah Pupuk Granular Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator) Technical Paper Disain dan Pengujian Metering Device untuk Alat Penjatah Pupuk Granular Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator) Design and Testing of Metering Device for Variable Rate

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID

PERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID PERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID Endra 1 ; Nazar Nazwan 2 ; Dwi Baskoro 3 ; Filian Demi Kusumah 4 1 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Mikrokontroller AVR Mikrokontroller adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan serta keluaran serta dapat di read dan write dengan cara khusus. Mikrokontroller

Lebih terperinci

SISTEM PENGATURAN MOTOR DC MENGGUNAKAN PROPOTIONAL IINTEGRAL DEREVATIVE (PID) KONTROLER

SISTEM PENGATURAN MOTOR DC MENGGUNAKAN PROPOTIONAL IINTEGRAL DEREVATIVE (PID) KONTROLER SISTEM PENGATURAN MOTOR DC MENGGUNAKAN PROPOTIONAL IINTEGRAL DEREVATIVE (PID) KONTROLER Nursalim Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana Jl. Adisucipto-Penfui Kupang,

Lebih terperinci

DT-51 Application Note

DT-51 Application Note DT-51 Application Note AN116 DC Motor Speed Control using PID Oleh: Tim IE, Yosef S. Tobing, dan Welly Purnomo (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) Sistem kontrol dengan metode PID (Proportional Integral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sudah menjadi trend saat ini bahwa pengendali suatu alat sudah banyak yang diaplikasikan secara otomatis, hal ini merupakan salah satu penerapan dari perkembangan teknologi dalam

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik robot. Sedangkan untuk pembuatan perangkat

Lebih terperinci

PENGONTROL PID BERBASIS PENGONTROL MIKRO UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT BERODA. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik. Universitas Kristen Maranatha

PENGONTROL PID BERBASIS PENGONTROL MIKRO UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT BERODA. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik. Universitas Kristen Maranatha PENGONTROL PID BERBASIS PENGONTROL MIKRO UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT BERODA Hendrik Albert Schweidzer Timisela Jl. Babakan Jeruk Gg. Barokah No. 25, 40164, 081322194212 Email: has_timisela@linuxmail.org Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jenis Jenis Motor DC Motor DC merupakan jenis motor yang paling sering digunakan di dalam dunia robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

Lebih terperinci

SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560

SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560 1 SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560 Adityan Ilmawan Putra, Pembimbing 1: Purwanto, Pembimbing 2: Bambang Siswojo.

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Brilliant Adhi Prabowo Pusat Penelitian Informatika, LIPI brilliant@informatika.lipi.go.id Abstrak Motor dc lebih sering digunakan

Lebih terperinci

(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC)

(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC) (Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC) Latar Belakang Tujuan Tugas Akhir merancang sistem pengendalian kecepatan pada mobil listrik 2 1 Mulai No Uji sistem Studi literatur Marancang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PENYATAAN... INTISARI... ABSTRACT... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PENYATAAN... INTISARI... ABSTRACT... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PENYATAAN... INTISARI... ABSTRACT... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i iii iv

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN :

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Rancang Bangun Dan Pengujian Alat Penjatah (Metering Device ) Tipe Edge Cell Untuk Penyaluran Pupuk

Lebih terperinci

Kendali Perancangan Kontroler PID dengan Metode Root Locus Mencari PD Kontroler Mencari PI dan PID kontroler...

Kendali Perancangan Kontroler PID dengan Metode Root Locus Mencari PD Kontroler Mencari PI dan PID kontroler... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii HALAMAN MOTTO... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Sensor Ultrasonik HCSR04. Gambar 2.2 Cara Kerja Sensor Ultrasonik.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Sensor Ultrasonik HCSR04. Gambar 2.2 Cara Kerja Sensor Ultrasonik. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem. Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari sensor

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik robot. Sedangkan untuk pembuatan perangkat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

Rancang Bangun Pengatur Tegangan Otomatis pada Generator Ac 1 Fasa Menggunakan Kendali PID (Proportional Integral Derivative)

Rancang Bangun Pengatur Tegangan Otomatis pada Generator Ac 1 Fasa Menggunakan Kendali PID (Proportional Integral Derivative) Rancang Bangun Pengatur Tegangan Otomatis pada Generator Ac 1 Fasa Menggunakan Kendali PID (Proportional Integral Derivative) Koko Joni* 1, Achmad Fiqhi Ibadillah 2, Achmad Faidi 3 1,2,3 Teknik Elektro,

Lebih terperinci

AKHIR TUGAS OLEH: JURUSAN. Untuk

AKHIR TUGAS OLEH: JURUSAN. Untuk PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SIRKULASI UDARA OTOMATIS MELALUI DETEKSI KADAR CO DAN CO2 BERLEBIH DALAM RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA8535 LAPORAN PROYEK TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Ektraktor Madu Menggunakan Kontroler PID

Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Ektraktor Madu Menggunakan Kontroler PID 1 Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Ektraktor Madu Menggunakan Kontroler PID Rievqi Alghoffary, Pembimbing 1: Purwanto, Pembimbing 2: Bambang siswoyo. Abstrak Pengontrolan kecepatan pada alat

Lebih terperinci

IV. PERANCANGAN SISTEM

IV. PERANCANGAN SISTEM SISTEM PENGATURAN KECEPATAN PUTARAN MOTOR PADA MESIN PEMUTAR GERABAH MENGGUNAKAN KONTROLER PROPORSIONAL INTEGRAL DEFERENSIAL (PID) BERBASIS MIKROKONTROLER Oleh: Pribadhi Hidayat Sastro. NIM 8163373 Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK

BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK 21 BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK 3.1 Gambaran umum Perancangan sistem pada Odometer digital terbagi dua yaitu perancangan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perancangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAKSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAKSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAKSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman DAFTAR LAMPIRAN... xviii DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat. Mulai. Tinjauan pustaka

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat. Mulai. Tinjauan pustaka 59 BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1. Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat Mulai Tinjauan pustaka Simulasi dan perancangan alat untuk pengendali kecepatan motor DC dengan kontroler PID analog

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN SENSOR ENCODER DENGAN KENDALI PI

PENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN SENSOR ENCODER DENGAN KENDALI PI PENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN SENSOR ENCODER DENGAN KENDALI PI Jumiyatun Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tadolako E-mail: jum@untad.ac.id ABSTRACT Digital control system

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai BAB II DASAR TEORI 2.1 Arduino Uno R3 Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 39 BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik Eskalator. Sedangkan untuk pembuatan

Lebih terperinci

Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC Pada Alat Penyiram Tanaman Menggunakan Kontoler PID

Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC Pada Alat Penyiram Tanaman Menggunakan Kontoler PID Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC Pada Alat Penyiram Tanaman Menggunakan Kontoler PID 1 Ahmad Akhyar, Pembimbing 1: Purwanto, Pembimbing 2: Erni Yudaningtyas. Abstrak Alat penyiram tanaman yang sekarang

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN KENDALI MOTOR DC. Perancangan kendali motor DC dalam skripsi ini meliputi perancangan motor

BAB 3 PERANCANGAN KENDALI MOTOR DC. Perancangan kendali motor DC dalam skripsi ini meliputi perancangan motor BAB 3 PERANCANGAN KENDALI MOTOR DC Perancangan kendali motor DC dalam skripsi ini meliputi perancangan motor DC, perancangan blok kendali, perancangan kendali PID, perancangan perangkat lunak, dan perancangan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS 3.1. Spesifikasi Perancangan Perangkat Keras Secara sederhana, perangkat keras pada tugas akhir ini berhubungan dengan rancang bangun robot tangan. Sumbu

Lebih terperinci

II. PERANCANGAN SISTEM

II. PERANCANGAN SISTEM Sistem Pengaturan Intensitas Cahaya Dengan Perekayasaan Kondisi Lingkungan Pada Rumah Kaca Alfido, Ir. Purwanto, MT., M.Aziz muslim, ST., MT.,Ph.D. Teknik Elektro Universitas Brawijaya Jalan M.T Haryono

Lebih terperinci

BAB III RANGKAIAN PENGENDALI DAN PROGRAM PENGENDALI SIMULATOR MESIN PEMBEGKOK

BAB III RANGKAIAN PENGENDALI DAN PROGRAM PENGENDALI SIMULATOR MESIN PEMBEGKOK BAB III RANGKAIAN PENGENDALI DAN PROGRAM PENGENDALI SIMULATOR MESIN PEMBEGKOK Pada bab ini dibahas tentang perangkat mekanik simulator mesin pembengkok, konstruksi motor DC servo, konstruksi motor stepper,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar dan Laboratorium Pemodelan Jurusan Fisika Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Januari 2015. Perancangan dan pengerjaan perangkat keras (hardware) dan laporan

Lebih terperinci

PENGONTROLAN DAN MONITORING KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN RADIO FREKUENSI

PENGONTROLAN DAN MONITORING KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN RADIO FREKUENSI PENGONTROLAN DAN MONITORING KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN RADIO FREKUENSI Ali Basrah Pulungan *, Aswardi, Megia Dugusra Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang Email: *) alibpft@gmail.com

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... DAFTAR ISI COVER...i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vi KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pengerjaan tugas akhir ini bertempat di laboratorium Terpadu Teknik Elektro

III. METODE PENELITIAN. Pengerjaan tugas akhir ini bertempat di laboratorium Terpadu Teknik Elektro III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini bertempat di laboratorium Terpadu Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung pada bulan Desember 2013 sampai

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari trainer kendali kecepatan motor DC menggunakan kendali PID dan

Lebih terperinci

YONI WIDHI PRIHANA DOSEN PEMBIMBING Dr.Muhammad Rivai, ST, MT. Ir. Siti Halimah Baki, MT.

YONI WIDHI PRIHANA DOSEN PEMBIMBING Dr.Muhammad Rivai, ST, MT. Ir. Siti Halimah Baki, MT. IMPLEMENTASI SENSOR KAPASITIF PADA SISTEM PENGERING GABAH OTOMATIS YONI WIDHI PRIHANA 2210100194 DOSEN PEMBIMBING Dr.Muhammad Rivai, ST, MT. Ir. Siti Halimah Baki, MT. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini membahas perencanaan dan pembuatan dari alat yang akan dibuat yaitu Perencanaan dan Pembuatan Pengendali Suhu Ruangan Berdasarkan Jumlah Orang ini memiliki 4 tahapan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Matakuliah : Teknik Interface dan Peripheral Kode : TKC-210 Teori : 2 sks Praktikum : 1 sks Deskripsi Matakuliah Standar Kompetensi Program Studi : Di kuliah

Lebih terperinci

Perancangan Alat Fermentasi Kakao Otomatis Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno

Perancangan Alat Fermentasi Kakao Otomatis Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno 1 Perancangan Alat Fermentasi Kakao Otomatis Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno Anggara Truna Negara, Pembimbing 1: Retnowati, Pembimbing 2: Rahmadwati. Abstrak Perancangan alat fermentasi kakao otomatis

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource,

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource, BAB II DASAR TEORI 2.1 ARDUINO Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai bidang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros 46 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penggerak Poros Ulir Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros ulir sebagai pengubah gaya puntir motor menjadi gaya dorong pada meja kerja

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PEMASANGAN MOTOR DC PADA SEKUTER DENGAN PENGENDALI PULSE WIDTH MODULATION

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PEMASANGAN MOTOR DC PADA SEKUTER DENGAN PENGENDALI PULSE WIDTH MODULATION NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PEMASANGAN MOTOR DC PADA SEKUTER DENGAN PENGENDALI PULSE WIDTH MODULATION Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi S-1 Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV Pengujian Alat dan Analisa BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4. Tujuan Pengujian Pada bab ini dibahas mengenai pengujian yang dilakukan terhadap rangkaian sensor, rangkaian pembalik arah putaran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN... i ABSTRAKSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN... xv BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggerakan belt conveyor, pengangkat beban, ataupun sebagai mesin

BAB I PENDAHULUAN. menggerakan belt conveyor, pengangkat beban, ataupun sebagai mesin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Motor DC atau motor arus searah yaitu motor yang sering digunakan di dunia industri, biasanya motor DC ini digunakan sebagai penggerak seperti untuk menggerakan

Lebih terperinci

Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Pengaduk Adonan Dodol Menggunakan Kontroler PID

Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Pengaduk Adonan Dodol Menggunakan Kontroler PID Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Pengaduk Adonan Dodol Menggunakan Kontroler PID Arga Rifky Nugraha, Pembimbing 1: Rahmadwati, Pembimbing 2: Retnowati. 1 Abstrak Pengontrolan kecepatan pada

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SENSOR KAPASITIF DALAM SISTEM KONTROL KADAR ETANOL

IMPLEMENTASI SENSOR KAPASITIF DALAM SISTEM KONTROL KADAR ETANOL TE 091399 IMPLEMENTASI SENSOR KAPASITIF DALAM SISTEM KONTROL KADAR ETANOL Peter Chondro 2210100136 Dosen Pembimbing: Dr. M. Rivai, ST., MT. Suwito, ST., MT. Bidang Studi Elektronika Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB III ANALISA SISTEM

BAB III ANALISA SISTEM BAB III ANALISA SISTEM 3.1 Gambaran Sistem Umum Pembuka pintu otomatis merupakan sebuah alat yang berfungsi membuka pintu sebagai penganti pintu konvensional. Perancangan sistem pintu otomatis ini merupakan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Takeoff Unmanned Aerial Vehicle Quadrotor Berbasis Sensor Jarak Inframerah

Rancang Bangun Sistem Takeoff Unmanned Aerial Vehicle Quadrotor Berbasis Sensor Jarak Inframerah JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 F-50 Rancang Bangun Sistem Takeoff Unmanned Aerial Vehicle Quadrotor Berbasis Sensor Jarak Inframerah Bardo Wenang, Rudy Dikairono, ST., MT.,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM 42 BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM Pada bab ini dijelaskan pembuatan alat yang dibuat dalam proyek tugas akhir dengan judul rancang bangun sistem kontrol suhu dan kelembaban berbasis mirkrokontroler

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Blok Diagram Perangkat Keras Sistem perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh blok diagram berikut: Computer Parallel Port Serial Port ICSP Level

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1950-an, banyak dijumpai motor arus searah konvensional (MASK) sebagai penggerak mekanik. Hal demikian didasarkan atas anggapan bahwa MASK memiliki kemudahan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran alat, perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari alat peraga sistem kendali pendulum terbalik. 3.1.

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat keras untuk mengoperasikan rangkaian DC servo pada mesin CNC dan

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat keras untuk mengoperasikan rangkaian DC servo pada mesin CNC dan BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Sistem Spesifikasi pada sistem ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu spesifikasi perangkat keras untuk mengoperasikan rangkaian DC servo pada mesin CNC

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Arduino Mega 2560

BAB II DASAR TEORI Arduino Mega 2560 BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori penunjang yang diperlukan dalam merancang dan merealisasikan skripsi ini. Bab ini dimulai dari pengenalan singkat dari komponen elektronik utama

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KENDALI PID UNTUK KECEPATAN MOTOR DC BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA16 SKRIPSI

PERANCANGAN SISTEM KENDALI PID UNTUK KECEPATAN MOTOR DC BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA16 SKRIPSI PERANCANGAN SISTEM KENDALI PID UNTUK KECEPATAN MOTOR DC BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA16 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri Oleh Dedy Drian Nugroho

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Sistem Secara Umum Perancangan sistem yang dilakukan dengan membuat diagram blok yang menjelaskan alur dari sistem yang dibuat pada perancangan dan pembuatan

Lebih terperinci

KENDALI LENGAN ROBOT MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER AT89S51

KENDALI LENGAN ROBOT MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER AT89S51 KENDALI LENGAN ROBOT MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER AT89S51 Eko Patra Teguh Wibowo Departemen Elektronika, Akademi Angkatan Udara Jalan Laksda Adi Sutjipto Yogyakarta den_patra@yahoo.co.id ABSTRACT A robot

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dan perancangan tugas akhir dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

REALISASI PROTOTIPE KURSI RODA LISTRIK DENGAN PENGONTROL PID

REALISASI PROTOTIPE KURSI RODA LISTRIK DENGAN PENGONTROL PID REALISASI PROTOTIPE KURSI RODA LISTRIK DENGAN PENGONTROL PID Disusun Oleh: Samuel Natanto Herlendra 0422031 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. software arduino memiliki bahasa pemrograman C.

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. software arduino memiliki bahasa pemrograman C. BAB II DASAR TEORI 2.1 ARDUINO Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai bidang.

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI PADA SISTEM KONTROL LEVEL AIR DENGAN VARIASI BEBAN MENGGUNAKAN KONTROLER PID

UJI PERFORMANSI PADA SISTEM KONTROL LEVEL AIR DENGAN VARIASI BEBAN MENGGUNAKAN KONTROLER PID UJI PERFORMANSI PADA SISTEM KONTROL LEVEL AIR DENGAN VARIASI BEBAN MENGGUNAKAN KONTROLER PID Joko Prasetyo, Purwanto, Rahmadwati. Abstrak Pompa air di dunia industri sudah umum digunakan sebagai aktuator

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN BALL AND BEAM DENGAN MENGGUNAKAN PENGENDALI PID BERBASIS ARDUINO UNO. Else Orlanda Merti Wijaya.

PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN BALL AND BEAM DENGAN MENGGUNAKAN PENGENDALI PID BERBASIS ARDUINO UNO. Else Orlanda Merti Wijaya. PERANCANGAN SISTEM KESEIMBANGAN BALL AND BEAM DENGAN MENGGUNAKAN PENGENDALI PID BERBASIS ARDUINO UNO Else Orlanda Merti Wijaya S1 Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya e-mail : elsewijaya@mhs.unesa.ac.id

Lebih terperinci

Bab IV Pengujian dan Analisis

Bab IV Pengujian dan Analisis Bab IV Pengujian dan Analisis Setelah proses perancangan, dilakukan pengujian dan analisis untuk mengukur tingkat keberhasilan perancangan yang telah dilakukan. Pengujian dilakukan permodul, setelah modul-modul

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. : perangkat keras sistem : perangkat lunak sistem. xiii

DAFTAR ISTILAH. : perangkat keras sistem : perangkat lunak sistem. xiii DAFTAR ISTILAH USART : Jenis komunikasi antar mikrokontroler tipe serial yang menggunakan pin transmitter dan receiver. Membership function : Nilai keanggotaan masukan dan keluaran dari logika fuzzy. Noise

Lebih terperinci

STUDI PENGONTROL TEMPERATUR MOTOR DC UNTUK MEMPERTAHANKAN KESTABILAN KECEPATAN MOTOR BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S52 SKRIPSI

STUDI PENGONTROL TEMPERATUR MOTOR DC UNTUK MEMPERTAHANKAN KESTABILAN KECEPATAN MOTOR BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S52 SKRIPSI STUDI PENGONTROL TEMPERATUR MOTOR DC UNTUK MEMPERTAHANKAN KESTABILAN KECEPATAN MOTOR BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S52 SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

peralatan-peralatan industri maupun rumah tangga seperti pada fan, blower, pumps,

peralatan-peralatan industri maupun rumah tangga seperti pada fan, blower, pumps, 1.1 Latar Belakang Kebutuhan tenaga listrik meningkat mengikuti perkembangan kehidupan manusia dan pertumbuhan di segala sektor industri yang mengarah ke modernisasi. Dalam sebagian besar industri, sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DC. Jenis motor DC yang paling banyak digunakan untuk menggerakkan lengan -

BAB 1 PENDAHULUAN. DC. Jenis motor DC yang paling banyak digunakan untuk menggerakkan lengan - BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebanyakan mesin CNC (Computer Numerical Control) digerakkan oleh motor DC. Jenis motor DC yang paling banyak digunakan untuk menggerakkan lengan - lengan CNC adalah

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Jurnal Sistem Komputer Unikom Komputika Volume 1, No.1-2012 PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Usep Mohamad Ishaq 1), Sri Supatmi 2), Melvini Eka Mustika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... PERNYATAAN KEASLIAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... PERNYATAAN KEASLIAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... PERNYATAAN KEASLIAN... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iv v vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR SINGKATAN...

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 1.1 Metode Pengasapan Cold Smoking Ikan asap merupakan salah satu makanan khas dari Indonesia. Terdapat dua jenis pengasapan yang dapat dilakukan pada bahan makanan yaitu hot smoking

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengujian nya, sebagai pengatur kecepatan menghasilkan steady state error yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengujian nya, sebagai pengatur kecepatan menghasilkan steady state error yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mesin CNC (computer numerical controlled) adalah sebuah mesin yang diperintah oleh manusia untuk mengerjakan sesuatu yang telah di desain oleh computer. Mesin ini memiliki

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 54 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Dalam bab ini akan dibahas tentang pengujian berdasarkan perencanaan dari sistem yang dibuat. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari sistem mulai dari blok-blok

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT

PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT Ripki Hamdi 1, Taufiq Nuzwir Nizar 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer Unikom, Bandung 1 qie.hamdi@gmail.com, 2 taufiq.nizar@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIS PENGATURAN FREKUENSI MOTOR AC BERBEBAN MENGGUNAKAN PID

PEMODELAN DINAMIS PENGATURAN FREKUENSI MOTOR AC BERBEBAN MENGGUNAKAN PID PEMODELAN DINAMIS PENGATURAN FREKUENSI MOTOR AC BERBEBAN MENGGUNAKAN PID Oleh : 1.Eka Agung Renata S 6907040019 2.Nurul Mahabbah 6907040023 LATAR BELAKANG Penggunaan motor AC 3 fasa saat ini banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI PLC (Programable Logic Control) adalah kontroler yang dapat diprogram. PLC didesian sebagai alat kontrol dengan banyak jalur input dan output. Pengontrolan dengan menggunakan PLC

Lebih terperinci

KONTROL PROPORSIONAL INTEGRAL DERIVATIF (PID) UNTUK MOTOR DC MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER

KONTROL PROPORSIONAL INTEGRAL DERIVATIF (PID) UNTUK MOTOR DC MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER KONTROL PROPORSIONAL INTEGRAL DERIVATIF (PID) UNTUK MOTOR DC MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Erwin Susanto Departemen Teknik Elektro, Institut Teknologi Telkom Bandung Email: ews@ittelkom.ac.id ABSTRACT

Lebih terperinci

PENGATURAN KECEPATAN DAN POSISI MOTOR AC 3 PHASA MENGGUNAKAN DT AVR LOW COST MICRO SYSTEM

PENGATURAN KECEPATAN DAN POSISI MOTOR AC 3 PHASA MENGGUNAKAN DT AVR LOW COST MICRO SYSTEM PENGATURAN KECEPATAN DAN POSISI MOTOR AC 3 PHASA MENGGUNAKAN DT AVR LOW COST MICRO SYSTEM Fandy Hartono 1 2203 100 067 Dr. Tri Arief Sardjono, ST. MT. 2-1970 02 12 1995 12 1001 1 Penulis, Mahasiswa S-1

Lebih terperinci

PENGATUR KADAR ALKOHOL DALAM LARUTAN

PENGATUR KADAR ALKOHOL DALAM LARUTAN Jurnal Teknik Komputer Unikom Komputika Volume 2, No.1-2013 PENGATUR KADAR ALKOHOL DALAM LARUTAN Syahrul 1), Sri Nurhayati 2), Giri Rakasiwi 3) 1,2,3) Jurusan Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. sederhana, ditunjukan pada blok diagram dibawah ini.

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. sederhana, ditunjukan pada blok diagram dibawah ini. BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Perangkat Keras Pada penelitian ini, menggunakan beberapa perangkat keras. Secara sederhana, ditunjukan pada blok diagram dibawah ini. Gambar 3.1 Blok Diagram Perangkat Keras

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. menjadi acuan dalam proses pembuatannya, sehingga kesalahan yang mungkin

BAB III PERANCANGAN ALAT. menjadi acuan dalam proses pembuatannya, sehingga kesalahan yang mungkin BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 Perancangan Dalam pembuatan suatu alat diperlikan adanya sebuah rancangan yang menjadi acuan dalam proses pembuatannya, sehingga kesalahan yang mungkin timbul dapat ditekan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN 37 BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN 3.1 Perancangan Dalam pembuatan suatu alat atau produk perlu adanya sebuah rancangan yang menjadi acuan dalam proses pembuatanya, sehingga kesalahan yang mungkin timbul

Lebih terperinci

ROBOT "AVOIDER" Robot Penghindar Halangan. St. Deddy Susilo

ROBOT AVOIDER Robot Penghindar Halangan. St. Deddy Susilo ROBOT "AVOIDER" Robot Penghindar Halangan St. Deddy Susilo Robot yang kami buat berbasis mikrokontroler keluarga MCS-51, dalam hal ini kami gunakan AT89S51 buatan ATMEL. Kelebihan tipe 89SXX daripada pendahulunya

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan membahas tentang perancangan sistem deteksi keberhasilan software QuickMark untuk mendeteksi QRCode pada objek yang bergerak di conveyor. Garis besar pengukuran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno. memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O,

BAB II DASAR TEORI. mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno. memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O, BAB II DASAR TEORI 2.1 Arduino Uno R3 Arduino Uno R3 adalah papan pengembangan mikrokontroler yang berbasis chip ATmega328P. Arduino Uno memiliki 14 digital pin input / output (atau biasa ditulis I/O,

Lebih terperinci

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 67 Telp & Fax. 5566 Malang 655 KODE PJ- PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dari bulan November 2014 s/d Desember Alat dan bahan yang digunakan dalam perancangan Catu Daya DC ini yaitu :

III. METODE PENELITIAN. dari bulan November 2014 s/d Desember Alat dan bahan yang digunakan dalam perancangan Catu Daya DC ini yaitu : III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di laboratorium Teknik Kendali Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Lampung yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 31 BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Air ditampung pada wadah yang nantinya akan dialirkan dengan menggunakan pompa. Pompa akan menglirkan air melalui saluran penghubung yang dibuat sedemikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini teknologi dan informasi semakin berkembang pesat, begitu juga teknologi robot. Robotika merupakan bidang teknologi yang mengalami banyak

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONTROL PID PADA PENDULUM TERBALIK MENGGUNAKAN PENGONTROL MIKRO AVR ATMEGA 16 ABSTRAK

IMPLEMENTASI KONTROL PID PADA PENDULUM TERBALIK MENGGUNAKAN PENGONTROL MIKRO AVR ATMEGA 16 ABSTRAK IMPLEMENTASI KONTROL PID PADA PENDULUM TERBALIK MENGGUNAKAN PENGONTROL MIKRO AVR ATMEGA 16 Disusun Oleh: Nama : Earline Ignacia Sutanto NRP : 0622012 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Sistem berikut: Secara umum sistem yang dibangun dijelaskan dalam diagram blok sistem 6 1 Baterai Sensor: - GPS 2 Sensor Suhu dan Kelembapan 4 Mikrokontroler

Lebih terperinci

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan 7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN Pendahuluan Pada praktek pertanian presisi peralatan digunakan untuk membawa dan mendistribusikan bahan cair dan padat. Pendistribusian bahan padat bisa berupa bibit

Lebih terperinci