DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH : WAHYU HIDAYAT F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH : WAHYU HIDAYAT F"

Transkripsi

1 DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH : WAHYU HIDAYAT F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1

2 DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : WAHYU HIDAYAT F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

3 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : WAHYU HIDAYAT F Dilahirkan di Pati Pada tanggal : 16 Maret 1983 Disetujui, Bogor, Oktober 006 Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, Magr Dosen Pembimbing Akademik Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian 3

4 Wahyu Hidayat. F Desain Subsoil Getar Dengan Pemupuk Mekanis Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr. RINGKASAN Bajak subsoil merupakan alat pengolah tanah yang fungsinya untuk memotong tanah lebih dalam dibandingkan dengan bajak biasa dan membelah lapisan keras dari tanah. Tanah padat menghalangi drainase, aerasi dan menghambat penyebaran nutrisi pada tanah. Oleh karena itu dalam membelah lapisan keras ini membutuhkan tenaga yang cukup besar. Draft yang besar dikurangi dengan cara penggetaran. Mekanisme penggetarannya dengan memanfaatkan putaran PTO dirubah menjadi gerakan translasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendesain bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan sayap berpenggetar depan yang digandengkan dengan alat pemupuk mekanis, dan melakukan uji fungsional prototipe bajak subsoil getar di lahan percobaan Dapartemen Teknik Pertanian, IPB. Penggunaan subsoiler berbentuk lengkung parabolik dapat meningkatkan kapasitas lapang, membutuhkan daya traktor yang lebih kecil dan mampu mengurangi slip roda hingga 43.4% dibandingkan dengan bajak konvensional yang berbentuk lurus (Tupper, 1997). Pengoperasian subsoiler berbentuk parabolik membutuhkan bahan bakar per hektar 30.% lebih sedikit dari bajak konvensional, dan bekerja 5 cm lebih dalam. Bila dibandingkan dengan bajak konvensional biasa, bajak subsoil parabolik mempunyai tahanan tarik kecil, memiliki gaya angkat tanah yang paling besar dan menghasilkan slip traktor lebih kecil ( Smith dan Willford, 1988 ). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 006 sampai dengan bulan Agustus 006. Desain pembuatan prototipe dilaksanakan di Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji performansi lapang dilaksanakan di kebun tebu PG Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah; 1). Satu unit bajak subsoil getar hasil rancangan, ). Satu unit traktor roda empat bertenaga 70 hp, 3). Peralatan pengukuran pengoperasian bajak subsoil, 4). Alat pengukur profil tanah, 5). Penetrometer. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah plat besi, besi silinder pejal, bearing, besi siku dan alat pemupuk mekanis. Bagian utama prototipe subsoil getar yaitu; 1). Bilah bajak parabolik, ). Rangka tarik, 3). Bagian penggetar, 4). Bagian pemupuk mekanis. Prototipe subsoil getar hanya bagian sayapnya yang bergetar. Tujuan dari penggetaran sayap dan pemilihan bilah bajak parabolik adalah penurunan tahanan tarik dengan meminimalkan penerusan getaran ke traktor. Prototipe subsoil getar ini memiliki bobot sekitar 76 kg. Gerakan sayap penggetar diperoleh dari putaran PTO. Putaran PTO di transmisikan ke sebuah gearbox. Gearbox mengubah arah putaran, yang kemudian di transmisikan ke poros engkol. Poros engkol menggerakkan batang getar kemudian menggerakkan sayap ke atas dan ke bawah. 4

5 Mekanisme penggetaran memakai sistem empat batang penghubung, tipe engkol dan lengan ayun. Jarak engkol 3.5 cm, mengakibatkan sudut angkat maksimum sayap penggetar bagian kanan adalah 0 o dan minimum adalah 5 o. Sedangkan pada bagian kiri sudut angkat sayap maksimum adalah 1 o dan minimum 3 o. Jadi amplitudo yang terjadi pada sayap penggetar bagian kanan 7 cm dan bagian kiri 6.5 cm. Hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, slip roda pada opersi bajak subsoil digetarkan ratarata 17.3 %. Slip roda pada opersi bajak subsoil tidak digetarkan rata-rata 3.8 %. Hasil pengujian tahanan tarik yang terjadi pada saat pengolahan lahan sebesar kn pada saat mengalami penggetaran. Tahanan tarik tanpa penggetaran sebesar kn, sehingga penurunan tahanan tarik yang terjadi diakibatkan oleh adanya getaran pada subsoil yaitu 30.0 %, pada kedalaman olah rata-rata 37 cm. Kedalaman rata-rata 41 cm, saat pengujian di PG. Jatitujuh. Prototipe subsoiler getar ini secara keseluruhan sudah berfungsi dengan baik, Prototipe subsoiler getar perlu diperkuat bagian engkolnya, dan perlu dibuat mekanisme pelindung untuk komponen-komponen yang berada pada sayap penggetar. 5

6 RIWAYAT HIDUP Wahyu Hidayat, dilahirkan di Pati tanggal 16 Maret Anak ke-4 dari pasangan Bapak Abdullah dan Ibu Chotibah. Tahun 1990 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Aisyiah Bustanul Atfal Sekarjalak, kemudian menyelesaikan pendidikan dasar di SD Sekarjalak I pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN I Margoyoso pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 PATI dan menyelesaikanya pada tahun 00. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI tahun 00 di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis mengambil sub program studi Teknik Mesin Budidaya Pertanian pada tahun 004. Selama kuliah di IPB penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kampus. Penulis juga aktif dalam organisasi dan kepanitiaan antara lain pelatihan traktor, pelatihan hidroponik dan field trip teknik pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis menjabat asisten dosen pada mata kuliah Menggambar Teknik (006), serta Alat dan Mesin Budidaya Pertanian (006). Tahun 005 Penulis melakukan praktek lapang di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh (anak perusahaan dari PT RNI holding company), Majalengka, Jawa Barat dengan judul; Manajemen Alat dan Mesin Pertanian di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh. Pada bulan Oktober 006 penulis dinyatakan lulus setelah menyelesaikan skripsi berjudul Desain Subsoil Getar Dengan Pemupuk Mekanis Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering dibawah bimbingan Dr. Ir. Radite P.A.S. M.Agr. 7

7 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul skripsi Desain Subsoil Getar Dengan Pemupuk Mekanis Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Penulis mengucapkan terima kasih atas tersusunnya makalah sidang ini kepada : 1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr., selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan.. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc, selaku dosen penguji. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS, selaku dosen penguji. 4. Bapak dan ibu serta saudara-saudaraku tercinta yang terus memberikan dorongan baik moril maupun materil. 5. Diah Anggraini yang selalu memberikan semangat dan kebahagiaan, TEP ers 39, Alcapone crew dan Blobo ers atas dukungan dan bantuannya. 6. PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atas kesempatan yang telah diberikan untuk berkarya dan bantuan biaya selama penelitian. 7. Pak Abas, Pak Parma, Mas Bandi yang telah membantu dalam penelitian di bengkel. Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan oleh penulis. Bogor, Oktober 006 Penulis 8

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. PENGOLAHAN TANAH... 4 B. BAJAK SUBSOIL... 4 C. SIFAT-SIFAT TANAH... 7 D. DESAIN... 8 III. ANALISA RANCANGAN... 9 A. RANCAGAN FUNGSIONAL... 9 B. RANCANGAN STRUKTURAL Rangka dan Tiga Titik Gandeng Mekanisme Penggetaran Komponen Pendukung... 4 IV. METODE PENELITIAN... 7 A. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN... 7 B. ALAT DAN BAHAN... 7 C. METODE PENELITIAN... 8 D. UJI FUNGSIONAL BAJAK SUBSOIL GETAR E. PENGAMATAN KONDISI TANAH F. PENGUJIAN TERHADAP BAJAK SUBSOIL GETAR

9 Halaman V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN AWAL BAJAK SUBSOIL GETAR B. MODIFIKASI BAJAK SUBSOILER GETAR Rangka dan Konstruksi Penggandengan Mekanisme Penggetaran Pemupuk mekanis... 4 C. HASIL PENGUJIAN DI LAPANGAN Kondisi Tanah Hasil Pengujian Terhadap Bajak Getar VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DARTAR GAMBAR Halaman 1. Mekanisme penggetaran (Norton, Robert L. 199) Rencana skema mekanisme penggetaran pada subsoil getar Ilustrasi bajak subsoil (Shippen et al.,1980) Ilustrasi bajak getar (Kawamura et al., 1986) Skema gaya pada hollow square bawah Skema gaya pada hollow square atas Skema gaya pada hollow square rangka utama Mekanisme four bar linkage pada bagian tiga titik gandeng traktor (Shippen, et al, 1980) Skema gerakan pada rangkaian empat batang penghubung Desain bilah bajak Skema gaya pada bilah bajak Skema mekanisme penggetaran Skema gaya dan perhitungan titik kerja gaya pada sayap penggetar Skema pin penahan Mekanisme Crank and Rocker pada bajak getar Skema posisi gerakan pada mekanisme penggetar Skema engkol Skema gaya pada pasak Skema gaya baut flens Tahapan penelitian Desain bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan sayap: (a) sayap dan sepatunya bergetar, (b) sayap bergetar Prototipe sepatu dan sayap yang digetarkan Prototipe awal subsoiler getar Prototipe subsoiler getar setelah dimodifikasi Gearbox penggetar Gearbox pemupuk

11 Halaman 7. Poros Engkol Batang Getar Sayap penggetar Bilah bajak sebelum modifikasi Bilah bajak sesudah modifikasi Bagian dalam dari pemupuk Desain kotak (hopper) pupuk Lima komponen utama subsoiler getar Tahanan penetrasi pada setiap kedalaman pengukuran Profil tanah di kebun percobaan Lewikopo, IPB Pegujian dilahan PG. Jati tujuh Grafik profil tanah (a), (c), (e) sebelum diolah dan (b), (d), (f) sesudah diolah di lahan ratoon PG. Jatitujuh Lahan ratoon PG. Jatitujuh (a) sebelum diolah (b) setelah diolah

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data pengukuran slip roda kiri dan slip roda kanan pada saat penggetaran Data pengukuran slip roda kiri dan kanan pada saat tanpa getaran Data profilmeter di lahan Leuwikopo Data pengukuran profil tanah di PG. Jati Tujuh, Majalengka Data pengukuran berat alat dan kedalaman Gambar piktorial Tampak samping Tampak depan Tiga titik gandeng Chissel Gearbox Dudukan Pemegang pipa Batang getar Penggeser Penguat Sepatu penggetar Dudukan bearing Poros pemegang pipa saluran Rangka Rangka penggeser Flens Spline

13 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bajak subsoil adalah salah satu alat pengolahan tanah primer. Bajak subsoil berfungsi memotong lapisan keras tanah yang terbentuk akibat pemadatan oleh lalu lintas peralatan pengolahan tanah dan pengerasan karena pengaruh iklim. Lapisan tanah keras sangat tidak diinginkan pada lahan kering, karena cenderung menghambat laju penyerapan nutrisi, memperburuk drainase, dan aerasi tanah juga terhambat. Kegiatan pengolahan tanah menggunakan subsoiler merupakan kegiatan pengolahan tanah yang membutuhkan tenaga besar. Pada perkebunan tebu, operasi subsoiler dilakukan sebelum penanaman planecane. Pemakaian subsoiler pada tahap ini intensitasnya sangat rendah. Kendala dalam pengolahan tanah menggunakan subsoiler adalah draftnya besar maka kapasitas lapang rendah dan traktor dengan tenaga besar (minimal 110 hp) yang mampu mengoperasikannya. Salah satu cara untuk menurunkan tahanan tarik adalah dengan penggetaran. Penggetaran dilakukan dengan memanfaatkan putaran poros PTO traktor. Prototipe bajak getar menggunakan dua bilah bajak subsoil dengan penggetaran bilah chisel, telah dilakukan oleh Mulyana (001) dan Taufik (001). Hasil pengujian prototipe bajak getar dengan penggetaran bilah chisel di Kebun percobaan IPB di Leuwikopo dengan menggunakan traktor 7 hp dapat menurunkan draft sampai dengan 50% dan mampu mengolah pada kedalaman 3 cm. Hasil penurunan tahanan tarik yang didapat cukup baik, namun kendala yang terdapat pada bajak subsoil getar ini adalah getaran yang diteruskan ke badan traktor akibat penggetaran subsoiler cukup besar. Biwanto (004) melakukan penelitian lanjutan, yaitu desain bajak getar tipe lengkung prabolik dengan penggetaran sayap prototipe-1. Pada prototipe- 1, hanya bagian sayap yang digetarkan sedangkan bilah bajak tidak digetarkan Hal ini dimaksudkan agar getaran yang diteruskan ke rangka dapat diminimalkan. Rizkianda (005) melakukan pengujian lapang bajak getar prototipe-1 untuk mengukur tahanan tarik saat pengoperasian dengan getaran 14

14 dan tanpa getaran. Hasil pengujian di Kebun percobaan IPB di Leuwikopo dengan menggunakan traktor 7 hp menunjukkan bahwa tahanan tarik pembajakan dapat diturunkan sebesar 35.% pada penggetaran dengan amplitudo 7.3 cm dan sebesar 31.% pada penggetaran dengan amplitudo 6.4 cm. Penggetaran dapat menurunkan slip roda sekitar 33% dan kedalaman pengolahan mencapai 40 cm. Berdasarkan pengujian lapang di PG. Subang bajak getar prototipe 1 mampu bekerja pada kedalaman 40 cm, namun saat dilakukan pengujian lapang di PG. Jatitujuh hanya mampu bekerja pada kedalaman 5 cm. Karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan desain bajak subsoil getar prototipe- agar dapat bekerja pada kedalaman 35 cm di PG Jatittujuh. Bajak subsoil lengkung parabolik dengan penggetaran sayap prototipe ini juga akan digandengkan dengan alat pemupuk mekanis, sesuai dengan permintaan PG. Jatitujuh. Adanya tambahan kontruksi bagian pemupuk maka batang getar diletakkan didepan. Hal ini dimaksudkan agar penggetar dapat bergerak bebas, tidak terganggu lubang pupuk yang diletakkan tepat dibelakang chisel. Mekanisme penggetaran pada subsoiler memakai sistem Grashof crank-rocker mechanism. Ilustrasi gambar mekanisme dan rancangan gambar desain penggetaran dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar. Penggandengan alat pemupuk mekanis pada subsoiler diharapkan dapat mengefektifkan pemakaian traktor karena ada penggabungan operasi subsoiling dan operasi pemupukan secara bersamaan, dan zat hara yang terkandung dalam pupuk dapat dimasukkan ke tanah pada kedalaman 40 cm sehingga tidak mudah hilang karena erosi maupun penguapan. Gambar 1. Mekanisme penggetaran tipe engkol dan lengan ayun (Norton,199). 15

15 Gambar. Rencana skema mekanisme penggetaran pada subsoil getar. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat prototipe dan melakukan pengujian fungsional bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan sayap berpenggetar depan yang digandengkan dengan alat pemupuk mekanis. 16

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENGOLAHAN TANAH Pengolahan tanah merupakan salah satu cara untuk menyediakan tempat perakaran bagi tanaman (Gill dan Van den Berg, 1968). Pengolahan tanah adalah sebuah rangkaian proses budidaya yang mencakup penyiapan lahan serta mempertahankan kondisi terbaik dari lahan tersebut. Secara umum tahapan pengolahan tanah terbagi menjadi tiga tahapan yaitu: pengolahan tanah primer, pengolahan tanah sekunder, pengolahan tanah tersier. Pengolahan tanah primer adalah pengolahan tanah yang paling awal, yang bertujuan menurunkan kekuatan tanah, menutup sisa-sisa tanaman dan menyusun kembali agregat tanah. Kegiatan pengolahan tanah primer misalnya, pembajakan dan subsoiling. Pengolahan tanah sekuder merupakan kelanjutan dari pengolahan tanah primer yang bertujuan untuk mempersiapkan kondisi lahan sampai siap tanam. Kegiatan tanah sekunder misalnya penggemburan, penggaruan, pelumpuran dan sebagainya. Sedangkan pengolahan tanah tersier adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan kondisi terbaik dari tanah yang telah diolah, contohnya pembuatan kairan. B. BAJAK SUBSOIL Bajak subsoil terdiri dari satu atau lebih bilah bajak yang akan menghancurkan lapisan kedap air. Tenaga tarik yang diperlukan oleh alat ini sangat besar sehingga untuk mengurangi tahanan tarik atau untuk meningkatkan efisiensi maka dibuat modifikasi pada alat yang ada. Ilustrasi dari bajak subsoil dapat dilihat pada gambar 3; 1). Top link attachment point merupakan titik gandeng bagian atas untuk digandengkan pada traktor, ). Attachment point merupakan titik gandeng bagian bawah yaitu kiri dan kanan, 3). Beam, 4). Subsoiler leg, 5). Steel blade merupakan bagian subsoiler leg yang akan memotong tanah, 6). Renewable steel point merupakan komponen yang dapat diganti ganti dan merupakan titik pertama yang akan menembus dan membelah tanah. 17

17 Gambar 3. Ilustrasi bajak subsoil (Shippen et al.,1980). 1. Bilah Bajak Parabolik Penelitian tentang bentuk bajak subsoiler telah dilakukan di laboratorium mesin pengolahan tanah nasional pada tahun 1950 (Nicholes dan Reaves, 1958). Penurunan draft 7% 0% lebih kecil pada bilah bajak parabolik daripada bilah bajak yang lurus sehingga penggunaan bilah bajak parabolik dapat meningkatkan kapasitas lapang, membutuhkan daya traktor yang lebih kecil dan mengurangi slip roda (Tupper, 1997).. Draft Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya daya traktor pada waktu beroperasi adalah draft. Penentuan alat dan mesin pertanian secara tepat yang dioperasikan pada tanah dengan jenis tanah serta kondisi tanah tertentu merupakan syarat untuk berhasilnya usaha mekanisasi pertanian, terutama dalam penggunaan tenaga yang optimal. Faktor bentuk dari bajak yang mempengaruhi besarnya draft yaitu lebar bajak, panjang bajak, kelengkungan, ketajaman bajak dan gesekan tanah dengan alat. Cara gerak alat yang berpengaruh terhadap draft adalah kedalaman, lebar pengolahan, sudut angkat dan kecepatan maju (Gill dan Vanden Berg, 1968). 18

18 3. Penggunaan Getaran pada Alat Pengolahan Tanah Jack dan Tramontini (1955) melakukan percobaan dengan mendesain bajak yang digoyangkan pada arah depan dan belakang melalui putaran poros engkols dengan putaran dari sebuah motor. Sulastri (000) melakukan penelitian tentang rancang bangun dan uji unjuk kerja mekanisme penggetar dalam usaha menurunkan draft pengolahan tanah pada bajak chisel. Parameter untuk mengoperasikan alat pengolah tanah yang menggunakan getaran meliputi kecepatan maju, frekuensi getar, amplitudo getar, bentuk pisau, sudut angkat dan karakteristik fisik tanah. Penelitian menunjukkan bahwa efek dari alat pengolah tanah yang menggunakan getaran dengan kombinasi yang sesuai dengan parameter diatas, maka tahanan tarik yang diperlukan dapat diturunkan menjadi 50% 70% jika dibandingkan dari alat yang sama tanpa getaran. Efek penggunaaan parameter diatas tidak tetap, tetapi secara umum telah ditemukan bahwa penurunan tahanan tarik akan meningkat jika terjadi peningkatan kecepatan getar atau frekuensi getar, dan akan menurun jika terjadi peningkatan kecepatan maju (Verma, 1969 dalam Kepner et al., 197). Gambar 4. Ilustrasi bajak getar (Kawamura et al., 1986) 19

19 Menurut Gill dan Vanden Berg, (1968) gaya tarik yang dibutuhkan untuk menarik taji berosilasi, lebih rendah daripada taji yang kaku. Hal tersebut disebabkan: 1. Getaran mempengaruhi keseimbangan gaya-gaya pada suatu volume tanah. Gaya-gaya gesekan berubah arahnya dan gaya normal menurun.. Getaran mengurangi sudut gesekan tanah dengan logam. 3. Getaran mengurangi kekerasan tanah. C. SIFAT-SIFAT TANAH 1. Kadar Air Das (1993), menyatakan bahwa kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air sangat berkaitan dengan kelas drainase tanah, yaitu mudah tidaknya air hilang dari dalam tanah. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno 1987).. Kerapatan Isi Tanah Metode pengukuran kerapatan isi tanah tergantung dari massa suatu tanah yang sudah diketahui volumenya terlebih dahulu (Davies et al. 1993). Kerapatan isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Kerapatan isi tanah menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno 1987). 3. Struktur Tanah Menurut Hardjowigeno (1995), struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemampuan (ketahanan) yang berbeda-beda. Faktorfaktor yang mempengaruhi struktur tanah diantaranya adalah bentuk, ukuran, dan komposisi mineral dari butiran tanah serta sifat fisik dan komposisi air tanah (Das, 1993). Tanah yang berstruktur baik (granuler atau remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah (Hardjowigeno 1987). 0

20 4. Tahanan Penetrasi Tanah Kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja, atau dikatakan juga sebagai kemampuan suatu tanah untuk mempertahankan diri dari deformasi atau regangan (Mandang dan Nishimura, 1991). Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah. Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut), yaitu suatu indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Indeks kerucut tanah menunjukkan tingkat kekerasan tanah dan untuk mengetahui ada tidaknya lapisan kedap pada kedalaman tertentu. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air dan jenis tanah. Devies et al (1993), menyatakan bahwa tahanan penetrasi tanah sangat tergantung pada kadar air tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada areal lahan yang sama pada hari yang sama. D. DESAIN Menurut Harsokoesoemo (1999) perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya. Perancangan itu sendiri terdiri dari serangkaian kegiatan yang berurutan, oleh karena itu perancangan kemudian disebut sebagai proses perancangan yang mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan tersebut. 1

21 III. ANALISA RANCANGAN A. RANCANGAN FUNGSIONAL Perancangan subsoiler getar dilengkapi dengan pemupuk mekanis. Subsoiler getar terdiri dari beberapa bagian; 1). Bilah bajak parabolik, ). Mekanisme penggetaran sayap yang berada di depan bilah bajak, 3). Pemupuk mekanis, 4). Mekanisme pemegang bilah bajak, 5). Rangka tarik. 1. Bilah Bajak Parabolik Bentuk bajak parabolik digunakan dalam perancangan karena tahanan tarik yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan bilah bajak yang berbentuk lurus. Bagian bawah bilah bajak terdapat lubang poros sebagai engsel yang dihubungkan dengan sepatu penggetar. Bagian atas bilah bajak terdapat lubang poros sebagai pin pengunci. Mekanisme pengunci dan pengikatan ini digunakan untuk mempermudah perbaikan jika terjadi kerusakan. Jika suatu saat terjadi kerusakan pada salah satu bagian maka perbaikan hanya dilakukan pada bagian tersebut, tanpa harus membongkar seluruh bagian bilah bajak.. Mekanisme Penggetar Sayap Sistim transmisi berfungsi sebagai penyalur tenaga putar dari PTO ke penggetar dan ke pengaduk pupuk. Mekanisme penggetar mengubah gerak rotasi PTO menjadi gerak translasi naik turun yang diterima oleh batang penggetar dan dilanjutkan ke sayap penggetar sehingga diharapkan dapat mengurangi tahanan tarik yang terjadi. Bagian-bagian dari mekanisme penggetar adalah spline, gearbox, penggerak poros engkol, batang getar, sayap penggetar. Rasio transmisi yang dipakai pada gearbox penggetar adalah 1:1, artinya kecepatan putar pada PTO sama dengan kecepatan putar yang keluar dari poros gearbox. Sistim transmisi pada penggetaran memakai mekanisme poros engkol yang mempunyai jarak engkol sejauh 35 mm. Amplitudo yang

22 diharapkan dari poros engkol yang akan disalurkan ke sepatu penggetar adalah sekitar 7.3 cm. 3. Pemupuk Mekanis Penyaluran tenaga dari PTO ke pengaduk pupuk direduksi oleh gearbox untuk mengurangi putaran. Putaran rendah yang dihasilkan oleh gearbox disalurkan ke pengaduk menggunakan rantai dan sproket. 4. Mekanisme Pemegang Bilah Bajak Bilah bajak parabolik yang digunakan pada subsoil getar tidak dipasangkan pada rangka, tetapi dipasangkan pada rangka penggeser. Bilah bajak menggunakan pengunci berupa pin. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penggantian bilah bajak. 5. Rangka Tarik Rangka tarik menggunakan desain penelitian terdahulu oleh Iwin Biwanto tahun 004. Ukuran rangka tarik disesuaikan dengan traktor yang digunakan untuk menariknya. Jenis traktor yang digunakan adalah traktor dengan daya 110 hp. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan rangka tarik antara lain; 1). Ketika bajak ditarik oleh traktor, jarak clearance (jarak antar ujung bajak dengan tanah) sebesar 15 cm, ). Pada saat pengolahan maupun tidak, posisi joint spline berada pada jangkauan universal joint. B. RANCANGAN STRUKTURAL Tujuan dari rancangan struktural adalah untuk mengetahui ukuran dan bahan yang akan digunakan serta gaya dan beban yang bekerja. Bagian-bagian penting dari subsoiler terdiri dari beberapa bagian; 1). Bilah bajak parabolik, ). Mekanisme penggetaran sayap yang berada di depan bilah bajak, 3). Sistim pengaduk pupuk, 4). Mekanisme pemegang bilah bajak, 5). Rangka tarik. Rangka terdiri dari beberapa bagian diantaranya adalah pipa kotak, besi siku dan mekanisme penggandengan berupa tiga titik gandeng. Mekanisme penggetar komponen-komponen penyusunannya adalah spline, poros penggerak engkol, bagian engkol, batang getar dan sepatu penggetar. 3

23 Tingkat tahanan tarik yang diperlukan untuk bajak subsoil menurut Smith dan Wilkes (1977) adalah N per cm kedalaman. Asumsi tahanan tarik yang digunakan sebesar 10 N per cm. Sehingga dengan kedalaman yang direncanakan adalah 40 cm maka terjadi gaya pada subsoiler leg sebesar 8400 N. Nilai ini digunakan sebagai dasar acuan dalam perhitungan desain. Beban tersebar merata pada bilah bajak sepanjang kedalaman 40 cm, sehingga resultan gaya diasumsikan berada pada jarak 13.5 cm dari dasar atau sepertiga dari kedalaman pengolahan. 1. Rangka dan Tiga Titik Gandeng a. Konstruksi Rangka Bahan utama pada rangka adalah Hollow Square dengan ukuran 100 x 100 x 8mm dan besi siku 100 x 100 x 10 mm. Beban terbesar terjadi pada rangka geser berada pada ujung pipa berjarak 465 mm dari penahannya. Besar beban yang bekerja dapat dianalisis sebagai berikut (Nash, 1957) 465 Permukaan Tanah F a F=1000kg 400 Gambar 5. Skema gaya pada hollow square bawah Beban Lentur pada Hollow Square Bawah Bahan yang digunakan adalahs 45 C (σ B = 58 kg/mm ) Fa kgf 465 4

24 S 3 B a f S f 4 4 h h o 1 I... (1) 1 Fp l c... () I kgf / mm <σ a Beban Puntir pada Hollow Square Bawah Tegangan geser yang dijinkan τ a (kgf/mm ) dihitung berdasarkan batas kelelahan puntir yang besarnya adalah 18% dari σ B. Kt T cr (karena ditahan pada dua sisi)... (3) J b. t tb J (4) kgf/mm a T kgf.mm Kt =.5 c r = kgf / mm kgf mm a max / Besarnya beban puntir maksimum yang terjadi pada pipa kotak lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan, jadi ukuran ini dianggap memenuhi syarat. 5

25 F b 465 Permukaan Tanah F=1000kg Gambar 6. Skema gaya pada hollow square atas Fb kgf 465 Jadi Fa > Fb (Pipa hollow square dianggap memenuhi syarat) memenuhi syarat. Beban pada Rangka 475 F a Permukaan Tanah F=1000kg Gambar 7. Skema gaya pada hollow square rangka utama 6

26 Bahan yang digunakan adalah hollow square S 45 C (σ B = 58 kg/mm ) Fa kgf 475 S 3 B a 17 f S I 1 f kgf / mm <σ a b. Mekanisme Penggandengan Mekanisme penggandengan yang digunakan pada bajak ini adalah tiga titik gandeng. Mekanisme tiga titik gandeng terdiri dari dua lower link yaitu kanan dan kiri dan satu upper link. Pembuatan mekanisme penggandeng ini sangat tergantung pada ukuran-ukuran dari komponen penggandeng pada traktor yang akan dipakai untuk menarik bajak. Ukuran-ukuran ini diantaranya adalah panjang lengan upper link dan lower link, lebar regang dari lower link, jarak vertikal titik gandeng atas dan bawah, dan jarak titik gandeng bawah dari tanah. Mekanisme penggandengan ini menentukan dalam hal jarak angkat maksimal ujung bawah chisel dengan tanah dan menentukan kedalaman pengolahan tanah. Mekanisme tiga titik gandeng pada traktor menggunakan empat batang hubung, sehingga pergerakannya dapat disimulasikan melalui perhitungan. Dari simulasi ini maka ditentukan jarak antar lower link adalah mm dan jarak antara lower link dengan upper link adalah 475 mm. Mekanisme pengangkat yang digunakan pada komponen pengandengan alat ini adalah empat batang penghubung (four bar linkage). Pergerakanya dapat disimulasikan melalui perhitungan. Dari simulasi ini maka ditentukan jarak antar lower link dan jarak antar lower link dengan upper link. Mekanisme empat batang penghubung pada mekanisme pengangkat dapat dilihat pada Gambar 8. 7

27 Gambar 8. Mekanisme four bar linkage pada bagian tiga titik gandeng traktor (Shippen, et al, 1980) O b θ A 1 3 β a θ 3 c s B ψ d 4 β λ D Gambar 9. Skema gerakan pada rangkaian empat batang penghubung Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis gerakan empat batang penghubung yaitu: s a b ab cos.(5) b sin. (6) s 1 sin 1 c s d cos (7) cs c sin 1 sin. (8) d 3. (9) (10) 8

28 . Mekanisme Penggetaran Komponen utamanya adalah spline dan poros penggerak engkol, gearbox, bagian engkol, sayap penggetar dan bilah bajak. Spline berputar sesuai dengan putaran PTO traktor yang dihubungkan langsung dengan universal joint. Jarak engkol sebesar 35 mm, sehingga amplitudo getaran yang dihasilkan pada sayap adalah 7.5 mm. Bilah bajak yang dipakai adalah berbentuk parabolik, dimaksudkan agar meminimalkan draft yang terjadi. a. Desain Bilah Bajak Sudut lengkung bilah bajak parabolik menurut Payne dan Tanner (1959) yaitu antara 0 o sampai 50 o. Sedangkan pada bilah bajak kali ini digunakan sudut lengkung antara 5 o sampai 60 o dengan h sebesar 40 cm. Hal ini seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Biwanto (004). 1 h Gambar 10. Desain bilah bajak 9

29 b. Ukuran Bilah Bajak b 465 Permukaan Tanah F=64kg F=1000kg 650 Gambar 11. Skema gaya pada bilah bajak Bilah bajak yang digunakan memiliki ukaran panjang (b) sebesar 50 mm dan tebal (l) sebesar 5 mm. Perhitungan beban yang bekerja pada bilah bajak adalah sebagai berikut (Sularso dan Kiyokatsu, 1997): t b J 3 3 b. t t. b...(11) b I t...(1) 1 σ B = 58 kgf/mm (S 45 C) Sf 1 = 5.6 Kt =.5 (tumbukan ringan) Sf = 1 (tanpa pasak) Km =.5 (tumbukan ringan) B a kgf/mm...(13) Sf Sf 1 max a...(14) 30

30 K m M c...(15) l K m M c.. (16) J b t C r mm...(17) Beban Lentur pada Bilah Bajak b = 50mm t = 5mm M = = kgf.mm T = 10 x 1000 = kgf.mm b t b 1 7.8kgf / 3 mm kgf / mm max kgf / mm a c. Spline dan Poros Penggerak Poros Engkol Gaya yang berpengaruh pada poros-poros ini adalah gaya angkat tanah pada sayap penggetar. Skema mekanisme penggetaran dapat dilihat pada gambar 1. 31

31 Bagian Engkol ω, T Batang Penggetar R 1 F 1 F ω 4, T 4 Sayap Penggetar R Gambar 1. Skema mekanisme penggetaran R 1= R = Gambar 13. Skema gaya dan perhitungan titik kerja gaya pada sayap penggetar 3

32 Tabel 1. Perhitungan gaya yang bekerja pada sayap penggetar Bagian X Luas (cm) R(cm) F(kg) x x x x x Total 16.5 T. ω = T 4. ω 4...(18) 4 R R 4 sin. sin (19) Beban pembajakan spesifik sebesar 1 kg.cm, luas penampang sayap sebesar cm, jarak R 1 = 4.98 cm dan R = 7.64 seperti pada gambar diatas, maka didapatkan Torsi terbesar terjadi pada jarak engkol 3.5 cm yaitu sebesar kg.mm Perencanan poros adalah sebagai berikut (Sularso dan Kiyokatsu, 1997) : 1. Momen puntir (M) M = (R 1 *F 1 +R *F ) = (4.98* *155.1) = kg.mm. Bahan yang digunakan adalah S 45 C, maka kekuatan tarik (τ B ) bernilai 58 kgf/mm, faktor keselamatan karena kelelahan puntir (Sf 1 ) = 6 dan faktor keselamatan pemberian alur pasak (Sf ) =, maka tegangan yang diijinkan adalah : B a 4.83 kgf/mm Sf Sf 1 Faktor koreksi terhadap momen puntir (k t ) = 3 (dengan anggapan kejutan dan tumbukan besar). Karena poros ini akan dikenai beban lentur maka perlu diambil faktor C b =.3, sehingga diameter poros dapat dihitung sebagai berikut : 5.1 k 1 C b M d a mm Diambil diameter poros sebesar 38 mm. 33

33 d. Pin Penahan Bilah Bajak Perhitungan ukuran poros pin penahan didekati dengan menggunakan rumus tegangan geser (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). Beban yang diterima berupa beban lentur. Bahan yang dipilih adalah S 45 C, maka kekuatan tarik (τ B ) bernilai 58 kgf/mm. d 4 F a f s...(0) Dimana, F a = Gaya aksial (kg) d = diameter poros (mm) τ = Tegangan geser (kg/mm ) f s = faktor keselamatan Fa Gambar 14. Skema pin penahan bilah bajak Hasil dari penguraian gaya diperoleh F a = 0.5 ( bobot bajak + bobot pupuk ) = 0.5 x ( ) = kgf, f s = 6, τ = kgf/mm. d 4 F a f s = 19.4 mm; Sehingga dipilih 5 mm. e. Bagian Engkol Mekanisme penggetaran yang digunakan adalah mekanisme empat batang penghubung dengan sistem engkol dan lengan ayun (Crank and Rocker). Amplitudo getaran pada sayap penggetar ditentukan oleh bagian engkolyang berfungsi sebagai engkol. 34

34 Keterangan: 1. Poros engkol 5. Sayap penggetar. Engkol 6. Pin 3. Batang getar 7. Pisau pembelah 4. Bilah bajak Gambar 15. Mekanisme crank and rocker pada bajak getar Mekanisme empat batang penghubung terdiri dari batang 1 yang merupakan batang tetap atau batang tidak bergerak (bilah bajak), batang yang biasanya berfungsi sebagai penggerak dengan gerakan putaran penuh (bagian engkol), batang 3 berfungsi menghubungkan batang dengan batang 4 (batang getar) dan batang 4 adalah batang yang digerakkan (sayap penggetar). Bentuk lintasan gerak dari batang 4 sangat tergantung pada gerak batang dan posisi serta ukuran dari batang-batang lainnya. Jarak engkol (batang ) pada rancangan yaitu 3.5 cm maka jarak lengan getar (batang 3) sebesar 79 cm, jarak sayap penggetar (batang 4) sebesar 6 cm dan jarak batang tetap sebesar Sudut angkat yang terjadi pada sayap penggetar sebelah kanan ketika engkol berada pada posisi maksimum adalah 5 o dan besarnya pada saat posisi engkol minimum adalah 0 o. 35

35 R θ R3 R4 1 Gambar 16. Skema posisi gerakan pada mekanisme penggetar Sudut angkat yang terjadi pada sayap penggetar sebelah kiri ketika engkol berada pada posisi maksimum adalah 3 o dan besarnya pada saat minimum adalah 1 o. Amplitudo A = R 4 ( sinα max sinα min )...(1) Dimana, A : Amplitudo getar R 4 : Panjang lengan yang digerakkan (BD) 6 cm α max : Sudut angkat maksimum (Derajat) α min : Sudut angkat minimum (Derajat) Jarak engkol 3.5 cm Penggetar bagian kanan - α max = 0 o - α min = 5 o A = 6 (sin0 o sin5 o ) = 6.6 cm Penggetar bagian kiri - α max = 1 o - α min = 3 o A = 6 (sin1 o sin3 o ) = 7.9 cm Amplitudo yang direncanakan = 7.3 cm 36

36 Gambar 17. Skema engkol 3. Komponen Pendukung a. Perencanaan Pasak Perencanaan pasak yang sesuai untuk penyaluran daya 7.35 kw pada rpm 540 (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). b Ft h Gambar 18. skema gaya pada pasak Bahan pasak S 45 C, dicelup dingin, dilunakkan (σ B = 70 kgf/mm, Sf 1 =6, Sf =3) B Tegangan geser yang diijinkan a 3. 9 kgf/mm Sf Sf P d T n ()

37 T Pd n (3) 1 Ft T ds /...(4) F k...(5) b. l F p...(6) lx t.. atau.. ) ( 1 t Maka dengan memasukkan nilai T Ft 5 38 / 697 Ukuran pasak : kgf.mm 540 kg Penampang pasak : 10 x 8 Kedalaman alur pasak poros t 1 = 4 mm Pd = 7.35 kw N 1 = 540 rpm d s = 38 mm Kedalaman alur pasak pada naf t 1 = 4 mm Tekanan permukaan yang diijinkan p a = 8 (kg/mm ) 697 k 10 l 697 p 4 l l = l k = 3 b ds l k ds jadi l 1 18 mm jadi l mm , 0.5<0.6<0.35, baik , 0.75<0.84<1.5, baik 38 Ukuran pasak : 10 x 8 Panjang pasak yang aktif : 3 mm Bahan pasak S 45 C, dicelup dingin dan dilunakkan. 38

38 b. Kekuatan Baut pada Flens Joint berbentuk flens yang dihubungkan pada spline menggunakan mekanisme baut. Jumlah baut sebanyak 6 yang berfungsi menahan beban 7.35 kw pada 540 rpm. F t r Baut Φ8mm Gambar 19. Skema gaya baut flens Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sularso dan Kiyokatsu, 1997) : P = T. ω.(7) T = 6 F t. R...(8) P = 7350 W n = 540 rpm r = 37.5 mm τ a = 3 kg/mm 7350 T.16 kg.mm F 3 t kg F t 1.9kg / mm A < τa 39

39 IV. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 006 sampai dengan bulan Agustus 006. Desain pembuatan prototipe dilaksanakan di Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor. Uji performansi lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus 006 di kebun tebu PG Jatitujuh Majalengka. B. ALAT DAN BAHAN Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : 1. Alat untuk pembuatan prototipe subsoiler, antara lain: las listrik, las LPG, gerinda tangan, gerinda duduk, bor tangan, bor duduk, mesin bubut, penggaris, kunci pas, kunci ring, tang obeng.. Satu unit bajak subsoil getar hasil rancangan. 3. Satu unit traktor roda empat, bertenaga 70 hp. 4. Peralatan pengukuran pengoperasian bajak subsoil, kecepatan maju dan kedalaman pengolahan terdiri dari: Stop watch Tachometer digital Pita ukur (5 m dan 50 m) Patok Penggaris stainless steel (60 cm dan 100 cm) 5. Alat pengukur profil tanah. 6. Penetrometer Bahan Penelitian: Bahan penelitian yang digunakan terdiri dari material konstruksi plat besi, besi silinder pejal, bearing, besi siku, gearbox, universal joint, pemupuk mekanis dan sebagainya. 40

40 C. METODE PENELITIAN Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pendekatan rancangan fungsional dan pendekatan rancangan struktural. Mulai Data dan informasi penunjang Identifikasi masalah Perumusan dan penyempurnaan konsep desain setelah ditambah dengan alat pemupuk mekanis Analisis/perhitungan: kekuatan bahan serta kontruksinya, kecepatan maju, frekuensi getar, amplitudo getar,kedalaman olah, slip, profil tanah, tahanan penetrasi dan karakteristik fisik tanah Pembuatan model Uji fungsional Berhasil Tidak Ya1 Pembuatan prototipe alat Uji fungsional Modifikasi Tidak Berhasil Ya Uji kinerja Selesai Mulai Gambar 0. Tahapan penelitian 41

41 1. Identifikasi Masalah Masalah yang sudah teridentifikasi di lapangan yaitu kurangnya aplikasi subsoiler sebelum penanaman planecane mengakibatkan lapisan hardpan belum terbelah sehingga dapat menghambat perkembangan akar tebu. Aplikasi subsoiler dirangkaikan dengan alat pemupuk supaya pupuk bisa masuk ke dalam tanah. Diperlukan data pendukung yang lain, yaitu: kondisi topografi areal kebun tebu, kondisi tanah berupa sifat fisik dan mekanik tanah. Kondisi topografi areal kebun tebu PG Jati Tujuh landai bergelombang dengan ketinggian 3 50 meter di atas permukaan laut.. Penyempurnaan Ide dan Perumusan Konsep Desain. Melakukan analisis dari permasalahan yang ada dan pengumpulan ide-ide pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait. Perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep desain fungsional maupun desain struktural yang dilengkapi dengan gambar sketsa, analisis teknik, prasyarat dan sistem yang mendukung efektifitas operasional di lapangan. Pemilihan konsep terbaik untuk dilanjutkan ke tahap analisis desain dan pembuatan gambar kerja. Konsep mekanisme yang direncanakan disajikan pada gambar 1. (a) Gambar 1. Desain bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan sayap: (a) sayap dan sepatunya bergetar, (b) sayap bergetar. (b) 4

42 3. Analisis Desain dan Pembuatan Gambar Teknik Konsep. 4. Pembuatan Model Pembuatan model dimaksudkan untuk melihat apakah mekanisme penyelesaian masalah tersebut sudah berfungsi dengan baik atau tidak. Jika terjadi kesalahan penyelesaian mudah dikoreksi dan meminimumkan biaya pembuatan prototipe. Jika model sudah berfungsi maka dilanjutkan dengan pembuatan prototipe. 5. Uji Fungsional Uji fungsional dilakukan pada prototipe untuk mengetahui dan memastikan tiap-tiap bagian dapat berfungsi dengan baik. 6. Modifikasi Prototipe. Penyempurnaan desain subsoiler sehingga berfungsi dengan baik dan dapat bekerja secara efektif di lapangan. 7. Pengujian Kinerja di Lapangan Pengujian yang akan dilakukan antara lain: kecepatan maju saat mengolah tanah, kapasitas lapang, kedalaman olah, slip, profil sebelum maupun sesudah pengolahan dan tahanan penetrasi. D. UJI FUNGSIONAL BAJAK SUBSOILER GETAR Pengujian awal untuk pengecekan konstruksi penggetar penggerak poros dilakukan dengan menggunakan motor listrik sebagai sumber putaran. Dua bagian penting yang harus diperhatikan yaitu transmisi penggetar dan cabang transmisi untuk menggerakkan pemupuk. Transmisi pemupuk mekanis menggunakan rantai sproket yang dihubungkan dengan spline dari PTO. Pengujian awal dilakukan untuk memeriksa fungsi penjatah dan agitator pupuk menggunakan motor listrik. Uji fungsional transmisi penggetar yaitu poros engkol diputar secara manual. Amplitudo getar yang sesungguhnya diukur dengan cara sudut yang terjadi pada sayap saat titik mati bawah (TMB) dan pada saat turun maksimum sampai titik mati atas (TMA). Pengujian kedua dilakukan mengecek kedua fungsi sekaligus, dengan menggabungkan antara poros pemupuk mekanis dan poros penggetar. Motor 43

43 listrik dan dihubungkan dengan poros transmisi utama menggunakan universal joint. Pada pengujian ini dilihat apakah mekanisme getar dan mekanisme pemupuk mekanis yang dirancang sudah berfungsi dengan baik, dan bagian-bagian mana saja yang masih perlu perbaikan. Pengujian ketiga dilakukan di lahan percobaan, bajak sudah terpasang pada traktor dan dilakukan operasi pengolahan tanah. Pengamatan yang dilakukan diantaranya adalah pengamatan kadar air tanah, tahanan penetrasi tanah kedalaman olah, kecepatan dan slip roda. E. PENGAMATAN KONDISI TANAH 1. Kadar Air Kadar air tanah merupakan jumlah air yang terdapat dalam poripori tanah dalam suatu massa tanah tertentu dan dapat berubah-ubah pada setiap kedalaman. Kadar air tanah merupakan bagian dari tanah yang tidak stabil, mudah bergerak dan berpindah tempat setiap saat. Kadar air tanah dapat diukur dengan cara sebagai berikut : Tanah pada lahan pengujian diambil pada delapan titik pengukuran secara acak. Sample (wadah+tutup) ditimbang kemudian contoh tanah (sample+sample tanah) ditimbang. Contoh tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 110 o C selama lebih dari 4 jam. Kemudian contoh tanah yang sudah dikeringkan (sample+tanah kering) ditimbang. Kadar air dan kerapatan isi tanah untuk seluruh tanah dihitung. Kadar air tanah dihitung dengan rumus : mtb m tk KA (9) m tk Dimana : KA = kadar air basis kering (%) m tb = massa tanah basah (g) m tk = massa tanah kering (g) 44

44 . Tahanan Penetrasi Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer yang dilengkapi dengan penampang kerucut. Luas penampang kerucut yang digunakan adalah cm dan sudut kerucut 30 o. Pengukuran dilakukan pada empat titik kedalaman yaitu 5, 15, 5, 35 cm. 98Fp CI...(30) A k Dimana : CI = Tahanan penetrasi (kpa) F p = Gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan massa penetrometer (kgf) A k = Luas penampang (cm ) F. PENGUJIAN TERHADAP BAJAK SUBSOIL GETAR 1. Pengukuran Amplitudo Getar Amplitudo diukur sebelum pengujian dilapangan. Pengujian amplitudo dilakukan dengan cara menghitung jarak tegak lurus antara posisi sayap penggetar naik maksimum dan posisi sayap penggetar turun maksimum. Poros engkol diputar sebanyak satu kali putaran untuk menggetarkan sayap penggetar supaya bergerak naik turun.. Pengukuran Kecepatan Maju Pengolahan Bersamaan dengan pengukuran tahanan tarik traktor, kecepatan maju pengolahan diukur dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak tertentu dengan menggunakan stopwatch. Kecepatan maju pengolahan dihitung menggunakan rumus : s v...(31) t Dimana : v = kecepatan maju pengolahan (m/detik) s = jarak tempuh (10 m) t = waktu tempuh (detik) 3. Pengukuran Slip Roda Traksi Slip yang terjadi pada roda traksi traktor dapat diketahui dari pengurangan jarak tempuh traktor pada saat beroperasi dengan beban 45

45 dibandingkan dengan tanpa beban pada jumlah putaran roda traksi yang sama. J n J b S (3) J b Dimana : S = slip roda traksi (%) J n = jarak tempuh tanpa beban dalam 5 putaran (m) J b = jarak tempuh beban dalam 5 putaran (m) 4. Pengukuran Kedalaman Pengolahan Pengukuran kedalaman pengolahan aktual didekati dengan cara memasukkan penggaris ukur (ukuran penggaris 60 cm) secara tegak ke dalam alur pengolahan sehingga ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Pengukuran kedalaman pengolahan ini dilakukan pada masing-masing lintasan. 46

46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN AWAL BAJAK SUBSOIL GETAR Bagian-bagian dari prototipe subsoil getar berpemupuk mempunyai 4 bagian utama, yaitu 1). Bilah bajak parabolik, ). Rangka tarik, 3). Bagian penggetar, 4). Bagian pemupuk mekanis. Subsoiler berpemupuk ini bilah bajak tidak bergerak sedangkan sayapnya yang bergerak keatas dan kebawah yang dalam pengoperasiannya menggunakan PTO traktor. Penggetaran hanya terjadi pada sayap agar mengurangi impuls getaran ke rangka traktor. Prototipe bajak getar berpemupuk ini memiliki bobot sekitar 76.3 kg. Bagian-bagian dari mekanisme penggetaran antara lain gearbox, mekanisme engkol, lengan penggetar dan sayap penggetar. Pengoperasian bajak getar ini hanya sesuai pada lahan kering pekebunan tebu yang memakai jarak PKP (pohon ke pohon) 135 cm, hal ini sesuai dengan desain jarak antar bilah bajak. Pemasangan subsoiler getar pada traktor dilakukan seperti pada pemasangan implemen yang lainnya. Penggandengkan subsoiler getar dengan traktor menggunakan mekanisme tiga titik gandeng. Putaran PTO pada 540 rpm ini menghasilkan gerakan naik turun sayap, seiring dengan masuknya bilah bajak subsoil ke tanah. Gambar. Prototipe sepatu dan sayap yang digetarkan 47

47 Mekanisme penyaluran tenaga dari PTO ke transmisi utama subsoiler getar menggunakan universal joint. UnIversal joint dihubungkan ke spline, kemudian tenaganya akan digunakan untuk memutar poros engkol dan ke poros agitator pemupuk. Antara spline dan poros penggetar terdapat gearbox yang berfungsi merubah putaran menjadi tegak lurus dari sebelumnya menuju bagian engkol yang akhirnya akan menggerakkan sepatu sayap. Pada desain awal bajak subsoiler getar prototipe ini sepatu dan sayap tergabung menjadi satu dan digetarkan bersama-sama. Kendala-kendala yang terjadi saat pengujian di lapangan, adalah setelah bajak dibenamkan lalu digetarkan, maka yang terjadi adalah bilah bajak tidak masuk ke tanah dan kedalaman olah justru semakin berkurang. Hal ini dikarenakan pisau pembelah pada sepatu yang digetarkan tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Pisau pembelah menyatu pada sepatu dan sayap yang ikut bergetar, sehingga saat memotong tanah sudut kemiringan pisau pembelah berubahubah dan mengakibatkan tanah tidak bisa terpotong rata. Getaran yang diteruskan ke rangka alat pemupuk maupun ke traktor juga sangat besar. Gambar 3. Prototipe awal subsoiler getar B. MODIFIKASI BAJAK SUBSOILER GETAR Hasil modifikasi subsoiler getar yaitu sepatu chisel dalam keadaan diam dan yang digetarkan hanya sayapnya saja. Prototipe bajak subsoil getar berpemupuk setelah dimodifikasi dapat dilihat pada gambar 4. 48

48 Keterangan : 1. Hopper 5. Saluran pemupuk. Tiga titik gandeng 6. Batang getar 3. Rangka pemupuk 7. Sayap penggetar 4. Bilah bajak 8. Rangka penopang bilah bajak Gambar 4. Prototipe subsoiler getar setelah dimodifikasi 1. Rangka dan Konstruksi Penggandengan Rangka utama terbuat dari besi siku yang berukuran 100 x 100 mm dengan tebal 8 mm. Besi siku ini kemudian ditangkupkan dengan cara dilas sehingga membentuk pipa kotak berukuran 100 x 100 x 8 mm. Rangka utama dan kontruksi tiga titik gandeng sama seperti pada penelitian sebelumnya (Biwanto, 004). Pada kedua ujung pipa rangka subsoil terdapat penutup berupa plat dengan ketebalan 15 mm. Plat besi ini sebagai tempat menempelnya bilah bajak dengan sistem pasak. Tujuan dari sistem pasak adalah mempermudah saat penggantian bilah bajak tidak perlu melakukan pembongkaran secara keseluruhan. Bentuk pasak berupa poros dengan diameter 3 mm dan panjang 80 mm. Pada perancangan struktural, perhitungan untuk pipa penggeser bagian atas tidak dilakukan karena dianggap telah memenuhi syarat karena gaya yang bekerja pada pipa penggeser bagian atas lebih kecil dibandingkan bagian bawah. 49

49 . Mekanisme Penggetaran Mekanisme penggetar terdiri dari beberapa komponen diantaranya spline, gearbox, poros engkol, batang getar, sayap penggetar dan bilah bajak. a. Spline Spline merupakan bagian pertama yang menerima gaya secara langsung dari putaran PTO. Pada bagian spline ini terdapat pengunci spline yang berfungsi sebagai pengunci antara spline dan universal joint. Gaya yang diterima oleh spline kemudian disalurkan ke gearbox kemudian menuju ke poros engkol. Fungsi dari gearbox adalah untuk merubah putaran secara tegak lurus dengan tidak mengurangi putaran rpm. Spline dibuat dari as dengan diameter 38 mm kemudian dibubut sesuai dengan ukuran-ukuran pada universal joint. Pada ujung spline dan poros engkol dibuat alur spi untuk mengunci poros dengan gearbox. Ukuran spi adalah 10 x 8 mm dengan panjang 40 mm. Sedangkan antara poros engkol dan engkolnya terdapat spi dengan ukuran 10 x 8 mm dengan panjang 30 mm. Penyambungan antara poros gearbox dan poros engkol menggunakan flens yang terbuat dari plat berbentuk lingkaran dengan diameter 150 mm tebal 10 mm sebanyak buah yang masing-masing plat terdapat 6 lubang dengan diameter 10 mm untuk tempat baut yang digunakan sebagai pengunci diantara keduanya. b. Gearbox Pemakaian gearbox pada bajak getar adalah untuk merubah arah putaran poros menjadi tegak lurus terhadap sumber putaran. Ada dua gearbox pada bajak getar yaitu pada alat pemupuk dan pada sistem penggetaran. Rasio transmisi gearbox pada sistem penggetaran adalah 1:1 Artinya putaran poros PTO sama dengan putaran poros yang keluar dari poros gearbox. Gearbox ini memiliki dimensi lebar 150 mm, tinggi 160 mm, dan panjang 190 mm. Terdapat tiga poros pada gearbox. Satu sebagai input putaran dari PTO dan dua sebagai output 50

50 menuju poros engkol yang mana masing-masing memiliki diameter 4 mm. Transmisi gearbox pada pemupuk terjadi reduksi putaran dari input PTO ke agitator pemupuk. Dimensi gearbox pemupuk adalah tinggi 10 mm, panjang 168 mm, lebar 135 mm. Keduanya terpasang pada rangka dengan mekanisme baut. Poros input Poros output Gambar 5. Gearbox penggetar Poros input Poros output Gambar 6. Gearbox pemupuk c. Poros Engkol dan Batang Getar Poros engkol terbuat dari as diameter 38 mm. Penggabungan poros engkol dengan bagian poros engkolnya menggunakan mekanisme spi dan baut agar mudah dalam penggantian. Bagian poros engkol terbuat dari plat dengan tebal 34 mm, diameter 10 mm dengan jarak engkol 35 mm. Poros dari bagian engkol berdiameter 5 mm panjang 60 mm yang akan disambungkan dengan batang getar. 51

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

KINERJA PENGGETARAN SAYAP PADA BAJAK SUBSOIL GETAR 1 (Performance of Wing Oscilation on Vibratory Subsoiler)

KINERJA PENGGETARAN SAYAP PADA BAJAK SUBSOIL GETAR 1 (Performance of Wing Oscilation on Vibratory Subsoiler) KINERJA PENGGETARAN SAYAP PADA BAJAK SUBSOIL GETAR 1 (Performance of Wing Oscilation on Vibratory Subsoiler) Radite P.A.S 2, Sigit O.S. 3, Dito W.H. 3, ABSTRAK Penggunaan getaran telah banyak diterapkan

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB.

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TRAKTOR TANGAN Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implemen (peralatan) pertanian. Traktor tangan ini digerakkan oleh motor penggerak dengan daya yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan :

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan : A. POROS UTAMA IV. ANALISIS TEKNIK Menurut Sularso dan K. Suga (1997), untuk menghitung besarnya diameter poros yang digunakan adalah dengan menentukan daya rencana Pd (kw) dengan rumus : Pd = fcp (kw)...

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR Oleh: GINA AGUSTINA F14102037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN RODA

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate IV. ANALISA PERANCANGAN Alat tanam jagung ini menggunakan aki sebagai sumber tenaga penggerak elektronika dan tenaga manusia sebagai penggerak alat. Alat ini direncanakan menggunakan jarak tanam 80 x 20

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN ELEMEN MESIN

TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN ELEMEN MESIN TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN ELEMEN MESIN Dosen : Subiyono, MP MESIN PENGUPAS SERABUT KELAPA SEMI OTOMATIS DISUSUN OLEH : NAMA : FICKY FRISTIAR NIM : 10503241009 KELAS : P1 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi

Lebih terperinci

ANALISIS RANCANGAN. penggetar. kopling. blade. motor listrik. beam

ANALISIS RANCANGAN. penggetar. kopling. blade. motor listrik. beam IV. ANALISIS RANCANGAN A. RANCANGAN FUNGSIONAL Ide rancangan penggetaran mole plow adalah mengaplikasikan forced vibrations pada kantilever beam dari mole plow. Beam mole plow terbuat dari baja S45C yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DRAINASE MOLE

II. TINJAUAN PUSTAKA DRAINASE MOLE II. TINJAUAN PUSTAKA A. DRAINASE MOLE Pembuatan saluran drainase merupakan salah satu kegiatan utama pada waktu menyiapkan suatu lahan pertanian. Tanaman membutuhkan cukup air untuk pertumbuhannya tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Gambaran Umum Mesin pemarut adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu atau serta mempermudah pekerjaan manusia dalam hal pemarutan. Sumber tenaga utama mesin pemarut adalah

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin. BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN A. Desain Mesin Desain konstruksi Mesin pengaduk reaktor biogas untuk mencampurkan material biogas dengan air sehingga dapat bercampur secara maksimal. Dalam proses

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA

Lebih terperinci

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Desrial 2, M. Faiz Syuaib, Kusnanto, dan Ronal Heri ABSTRAK Pemupukan merupakan salah satu usaha peningkatan produksi

Lebih terperinci

Hopper. Lempeng Panas. Pendisribusian Tenaga. Scrubber. Media Penampung Akhir

Hopper. Lempeng Panas. Pendisribusian Tenaga. Scrubber. Media Penampung Akhir IV. PENDEKATAN RANCANGAN dan ANALISIS TEKNIK 4.1. Rancangan Fungsional Rancangan fungsional merupakan penjelasan mengenai fungsi-fungsi yang ada, yang dilakukan oleh sistem atau dalam model pemisah ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 16 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah modifikasi alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian

Lebih terperinci

PERENCANAAN MESIN BENDING HEAT EXCHANGER VERTICAL PIPA TEMBAGA 3/8 IN

PERENCANAAN MESIN BENDING HEAT EXCHANGER VERTICAL PIPA TEMBAGA 3/8 IN PERENCANAAN MESIN BENDING HEAT EXCHANGER VERTICAL PIPA TEMBAGA 3/8 IN Dani Prabowo Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta E-mail: daniprabowo022@gmail.com Abstrak Perencanaan ini

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN 27 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan yang diperlukan untuk meneliti kinerja mesin pemupuk dosis variabel antara lain: rancangan fungsional dan rancangan struktural. Rancangan Fungsional Mesin pemupuk dosis

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Kriteria Perancangan Perancangan dynamometer tipe rem cakeram pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur torsi dari poros out-put suatu penggerak mula dimana besaran ini

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti

Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti (tanpa terjadi slip), dimana sumbu kedua poros tersebut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang digunakan untuk pembuatan mesin pemotong kerupuk rambak kulit adalah sistem transmisi. Berikut ini adalah pengertian-pengertian dari suatu sistem transmisi dan penjelasannya.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. = 280 mm = 50,8 mm. = 100 mm mm. = 400 gram gram

BAB III PERANCANGAN. = 280 mm = 50,8 mm. = 100 mm mm. = 400 gram gram BAB III PERANCANGAN 3.. Perencanaan Kapasitas Perajangan Kapasitas Perencanaan Putaran motor iameter piringan ( 3 ) iameter puli motor ( ) Tebal permukaan ( t ) Jumlah pisau pada piringan ( I ) iameter

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen Kondisi lahan di PG Jatitujuh setelah penebangan umumnya tertutup oleh serasah atau pucuk-pucuk tebu sisa pemanenan. Serasah tersebut

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mesin Gerinda Batu Akik Sebagian pengrajin batu akik menggunakan mesin gerinda untuk membentuk batu akik dengan sistem manual. Batu gerinda diputar dengan menggunakan

Lebih terperinci

POROS dengan BEBAN PUNTIR

POROS dengan BEBAN PUNTIR POROS dengan BEBAN PUNTIR jika diperkirakan akan terjadi pembebanan berupa lenturan, tarikan atau tekanan, misalnya jika sebuah sabuk, rantai atau roda gigi dipasangkan pada poros, maka kemungkinan adanya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapangan Leuwikopo jurusan Teknik Pertanian IPB. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Fisika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Prinsip Dasar Alat uji Bending 2.1.1. Definisi Alat Uji Bending Alat uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian kekuatan lengkung (bending)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian pengelasan secara umum a. Pengelasan Menurut Harsono,1991 Pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis aliran massa serasah

Lampiran 1 Analisis aliran massa serasah LAMPIRAN 84 85 Lampiran 1 Analisis aliran massa serasah 1. Aliran Massa Serasah Tebu 3 a. Bulk Density serasah tebu di lahan, ρ lahan = 7.71 kg/m b. Kecepatan maju mesin, Vmesin = 0.3 m/s c. Luas penampang

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL

TRANSMISI RANTAI ROL TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Keuntungan: Mampu meneruskan

Lebih terperinci

MODIFIKASI DZTCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: NARENDRAWIDYANTO F

MODIFIKASI DZTCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: NARENDRAWIDYANTO F MODIFIKASI DZTCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING Oleh: NARENDRAWIDYANTO F14103130 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR NARENDRA WIDYANTO. F141030130.

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA 3.1 Perancangan awal Perencanaan yang paling penting dalam suatu tahap pembuatan hovercraft adalah perancangan awal. Disini dipilih tipe penggerak tunggal untuk

Lebih terperinci

Gambar 41 Peragaan pengukuran tahanan pemotongan kulit tanaman tua. Cara memegang alat ukur pada saat menggiris kulit pohon karet tanaman muda terlihat pada Gambar 42. Bagian atas maupun bawah ring tidak

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG PADA MESIN PENYAPU JALAN. Oleh ANES KURNIA PUTRA F

RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG PADA MESIN PENYAPU JALAN. Oleh ANES KURNIA PUTRA F RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG PADA MESIN PENYAPU JALAN Oleh ANES KURNIA PUTRA F14104003 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR i RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG

Lebih terperinci

PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK

PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK PROS ID I NG 0 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea

Lebih terperinci

BAB VI POROS DAN PASAK

BAB VI POROS DAN PASAK BAB VI POROS DAN PASAK Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersamasama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar mesin sortasi buah manggis hasil rancangan dapat dilihat dalam Bak penampung mutu super Bak penampung mutu 1 Unit pengolahan citra Mangkuk dan sistem transportasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon Saat ini proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam penanaman. Pertama dengan cara Plant Cane dan kedua dengan Ratoon Cane. Plant Cane adalah tanaman tebu

Lebih terperinci

PERENCANAAN MESIN PENGADUK UDANG NAGET OTOMATIS

PERENCANAAN MESIN PENGADUK UDANG NAGET OTOMATIS PERENCANAAN MESIN PENGADUK UDANG NAGET OTOMATIS (1) Sobar Ihsan, (2) Muhammad Marsudi (1)(2) Prodi Teknik Mesin, Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Islam Kalimantan MAB Jln. Adhyaksa (Kayutangi)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor)

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) Radite P.A.S 2, Wawan Hermawan, Adhi Soembagijo 3 ABSTRAK Traktor tangan atau

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011 TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Mampu meneruskan daya besar

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR Sumardi 1* Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Km. 280 Buketrata Lhokseumawe 24301 Email: Sumardi63@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB III. Metode Rancang Bangun BAB III Metode Rancang Bangun 3.1 Diagram Alir Metode Rancang Bangun MULAI PENGUMPULAN DATA : DESAIN PEMILIHAN BAHAN PERHITUNGAN RANCANG BANGUN PROSES PERMESINAN (FABRIKASI) PERAKITAN PENGUJIAN ALAT HASIL

Lebih terperinci

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F14103101 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Perhitungan Sebelum mendesain mesin pemotong kerupuk hal utama yang harus diketahui adalah mencari tegangan geser kerupuk yang akan dipotong. Percobaan yang dilakukan

Lebih terperinci