PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET SKRIPSI NILASARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET SKRIPSI NILASARI"

Transkripsi

1 PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET SKRIPSI NILASARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN NILASARI. D Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Yuli Retnani M.Sc Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Sumiati M.Sc Pellet merupakan bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Kualitas pellet dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan perekat pada bahan baku pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler dalam bentuk pellet dengan berbagai bahan perekat dan lama penyimpanan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor A adalah jenis perekat yang digunakan yaitu A1=kontrol, A2=onggok 2%, A3=tepung ubi jalar 2%, A4=tepung garut=2% dan faktor B adalah lama penyimpanan yaitu B1=0 minggu, B2=2 minggu, B3=4 minggu dan B4=6 minggu. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis of varian (ANOVA), hasil yang signifikan diuji lanjut dengan menggunakan uji kontras orthogonal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis perekat yang digunakan sangat nyata (p<0,01) terhadap sudut tumpukan, kerapatan tumpukan dan PDI pada pellet dengan perekat onggok. Lama penyimpanan sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel, sudut tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan ketahanan benturan pellet dan PDI. Interaksi antara jenis perekat yang digunakan dan lama penyimpanan sangat nyata (p<0,01) terhadap PDI. Selama penyimpanan enam minggu tidak ditemukan serangga pada pellet tersebut. Jenis perekat yang paling baik dapat mempertahankan kualitas pellet adalah onggok, karena pellet dengan perekat onggok paling baik dalam mempertahankan kekuatan dan kekokohan fisik pellet setelah penyimpanan selama enam minggu. Pellet dengan perekat onggok memiliki nilai tertinggi pada sifat fisik kerapatan pemadatan tumpukan (0,639±0,01 gram/ml), kerapatan tumpukan (0,57±0.01 gram/ml), ketahanan benturan pellet (94,48±3,18 %) dan PDI (83,54±12,77 %). Kata kunci : perekat, tepung garut, tepung ubi jalar, onggok.

3 ABSTRACT The Influence of Usage of Sweet Potato, Garut and Onggok Flour on Physical Properties and Long Storage of Broiler Feed in Pellet Nilasari, Y. Retnani, Sumiati Pellet was agglomerated feeds formed by mixtures, compacting and forcing through die openings by any mechanical process. The purpose of this research was to study the effect of usage of garut, sweet potato and onggok flour as binder and storage period on physical quality of diet in pellet form. A Factorial Completely Randomize Design two factors and three replications was used in this experiment. Factor A was binder i.e. A1=control, A2= onggok 2%, A3= potato sweet flour 2%, A4= garut flour 2%, and factor B was storage periods i.e. B1=0 week, B2=2 weeks, B3=4 weeks, and B4=6 weeks. Data were analyzed using ANOVA and the significant difference was further analysed using orthogonal contrast test. The results showed that usage binders highly significantly affected (P<0.01) increase on angle of repose, loose bulk density and pellet durability index (PDI). Storage period highly significantly affected (P<0.01) increase on particle size, angle of repose, loose bulk density, compacted density, shatter test pellet and pellet durability index (PDI). Interaction the binders addition and storage period highly significantly effect (P<0.01) decrease on pellet durabilty index (PDI). There was not found insect in the pellet after six weeks storage period. It was concluded that pelleting using onggok as binder yielded the best quality of pellets in term of physical characteristics. Keyword : binder, garut flour, sweet potato flour, onggok.

4 PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET NILASARI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul : Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet Nama : Nilasari NRP : D Pembimbing Utama, Menyetujui, Pembimbing Anggota, (Dr.Ir Yuli Retnani M.Sc.) (Dr.Ir Sumiati M.Sc.) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc. Agr) NIP: Tanggal Ujian: 30 April 2012 Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1990 di Sukoharjo, Pringsewu, Lampung. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Y.Triyono dan Ibu Sukamti. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 1, Sukoharjo 1 dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjut tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 di Sekolah Menengah Pertama Xaverius, Pringsewu. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1, Pringsewu pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan mengikuti Program Kegiatan Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2009 yaitu PKM-Penelitian dan pada tahun 2010 yaitu PKM-Kewirausahaan. Penulis juga berkesempatan memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun ajaran 2011/2012 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Industri Pakan pada semester genap. Bogor, Mei 2012 Nilasari D

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet. Penulis melakukan penelitian di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2011 sampai November Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler bentuk pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok serta lama penyimpanan (0, 2, 4 dan 6 minggu) yang meliputi : ukuran partikel, berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan, pellet durability index (PDI) dan serangan serangga. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna untuk kalangan akademis maupun kalangan umum. Bogor, Mei 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Pakan Pellet... 3 Bahan Perekat... 3 Tepung Garut (Maranta arundinacea L)... 4 Tepung Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)... 5 Onggok... 5 Penyimpanan Pakan... 6 Sifat Fisik Pakan... 7 Berat Jenis... 7 Kerapatan Tumpukan... 8 Kerapatan Pemadatan Tumpukan... 8 Sudut Tumpukan... 8 Ketahanan Benturan... 9 Pellet Durability Index Serangan Serangga MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Metode Pembuatan Pellet Peubah yang diamati Kerapatan Tumpukan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Berat Jenis Sudut Tumpukan i ii v vi vii ix x

9 Ukuran Partikel Ketahanan Benturan Pellet Pellet Durability Index (PDI) Pemeriksaan Serangan Serangga HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Keadaan Umum Pellet Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Ukuran Partikel Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Berat Jenis Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Sudut Tumpukan Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Tumpukan Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Katahanan Benturan Pellet Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Pellet Durability Index Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor 1. Kandungan Nutrien Bahan Perekat Pellet Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Hasil Analisis Nutrien dan Energi Bruto Halaman 6. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Ukuran Partikel Pellet Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Berat Jenis Pellet Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Sudut Tumpukan Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Kerapatan Tumpukan Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Ketahanan Benturan Pellet Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Pellet Durability Index... 29

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tanaman Umbi Garut Serangga Hama Gudang Skema Pembuatan Pellet Alat Pengukur Sudut Tumpukan... 17

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Ukuran Partikel Sidik Ragam (ANOVA) untuk Berat Jenis Sidik Ragam (ANOVA) untuk Sudut Tumpukan Sidik Ragam (ANOVA) untuk Kerapatan Tumpukan Sidik Ragam (ANOVA) untuk Kerapatan Pemadatan Tumpukan Sidik Ragam (ANOVA) untuk Ketahanan Benturan Pellet Sidik Ragam (ANOVA) untuk Pellet Durability Index... 35

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik (Pfost, 1976). Perubahan kualitas fisik biasa terjadi selama proses pembuatan pellet, sehingga diperlukan bahan perekat untuk meningkatkan kualitas fisik pellet. Industri pakan pada umumnya menggunakan bahan perekat sintetis yang cukup mahal, seperti bentonit, CMC (carboxy methyl sellulosa) dan MgSO 4, oleh sebab itu diperlukan bahan perekat dengan harga yang lebih murah seperti bahan perekat alami. Penelitian sebelumnya oleh Rahmayeni (2002), digunakan bahan perekat alami yaitu onggok dan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan onggok sebagai perekat ke dalam ransum pada taraf 2% dapat membentuk pellet yang kompak dan tidak mudah hancur berdasarkan sifat fisiknya, sehingga penelitian ini membandingkan kualitas fisik pellet dengan bahan perekat lain, yaitu tepung ubi jalar dan tepung garut dengan taraf penggunaan sebanyak 2%. Ketiga bahan tersebut digunakan dalam penelitian ini karena memiliki kandungan pati yang cukup tinggi. Pati akan berpengaruh pada proses pencetakan pellet dengan menghasilkan gelatin yang bersifat sebagai perekat. Onggok merupakan limbah industri pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Tepung ubi jalar berasal dari ubi jalar yang telah melalui beberapa proses produksi untuk meningkatkan daya simpannya. Ubi jalar ini mudah didapatkan di berbagai daerah di Indonesia ini, terutama di Pulau Jawa. Tepung garut banyak ditemukan di daerah Yogyakarta. Tepung garut yang digunakan merupakan hasil endapan dari parutan ubi garut yang telah diberi air dan kemudian dikeringkan. oleh karena itu bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan perekat. Harga sebagai prinsip dasar terpenting dalam produksi pakan dalam memutuskan produksi ransum. Bahan pakan yang memiliki harga ekonomis tentunya dapat lebih membantu dalam produksi pakan. Penambahan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok dalam ransum tidak mengalami perubahan harga yang tinggi, karena ketiga bahan perekat tersebut memiliki harga yang murah. Harga tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok berturut-turut adalah Rp 3.500,00; Rp 4.000,00 dan Rp 3.000,00.

14 Kualitas pellet juga dapat menurun jika dilakukan penyimpanan, kerusakan dapat terjadi secara fisik, biologi, kimia, dan biokimia. Penurunan kualitas fisik pellet dapat diketahui dengan mengukur indikator sebagai berikut, ukuran partikel, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan dan Pellet Durability Index (PDI). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler dalam bentuk pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok serta lama penyimpanan (0, 2, 4 dan 6 minggu) berdasarkan sifat fisik yang meliputi: ukuran partikel, berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan, pellet durability index (PDI) dan serangan serangga. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Pellet Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Pellet memiliki ukuran partikel yang besar atau kasar, sehingga lebih mudah untuk menanganinya dan pada umumnya termasuk dalam salah satu tipe, yaitu pellet kasar atau pellet halus. Tipe pellet kasar adalah pellet yang diproduksi dengan mengkombinasikan roller dan die dalam proses pencetakannya, sedangkan tipe pellet halus adalah pellet yang mengandung molasses lebih dari 30% dan diproduksi dengan menggunakan auger dan die dalam proses pencetakannya. Proses pembuatan pellet terdiri dari beberapa komponen, sementara ada pilihan spesifikasi berdasarkan jenis komponennya. Jenis komponen tersebut adalah supply bin, pellet mill, cooler, elevating system, sifting device, crumbler, dan steam system (Pfost, 1976) Bahan Perekat Bahan perekat diperlukan dalam industri pakan, karena berperan sangat penting dalam menyusun berbagai partikel menjadi suatu ukuran tertentu. Komponen-komponen didalam pakan yang akan dibentuk menjadi pellet diikat oleh bahan perekat agar strukturnya tetap kompak (Raharjo, 1997). Retnani et al. (2011) menyatakan bahwa ransum berperekat tapioka, onggok dan bentonit berpengaruh pada sifat fisik crumble. Bahan perekat dapat meningkatkan kualitas pakan menjadi lebih baik, dan akan mempengaruhi bentuk pellet. Bahan perekat yang digunakan dalam proses pembuatan pellet dapat dicampurkan pada saat proses pemcampuran bahan baku pakan atau dengan membuat adonan terpisah dan pencampurannya dilakukan diakhir sebelum pencetakan (Wibowo, 1986). Tepung Pati Garut (Maranta arundinacea L) Tanaman garut (Maranta arundinacea L) dapat tumbuh maksimal di bawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum, sehingga tanaman ini potensial diusahakan di hutan rakyat, tanah pekarangan, maupun daerah-daerah penghijauan. Tanaman ini mampu tumbuh pada tanah yang miskin kesuburannya, meskipun untuk

16 produksi terbaik harus dipupuk. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan yang khusus serta hama dan penyakitnya relatif sedikit. Umbinya mulai dapat dimakan saat umur tanaman 3-4 bulan. Tanaman garut banyak dikenal di seluruh Indonesia dengan beberapa nama lokal seperti lerut (Pekalongan), angkrik (Betawi), patat (Sunda), sagu (Ciamis dan Tasikmalaya), tarigu (Banten), sagu Belanda (Padang, Ambon dan Aceh) atau larut, pirut, kirut (Jawa Timur).Tepung pati garut dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengganti atau substitusi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mie, roti kering, bubur bayi, makanan diet pengganti nasi, disamping digunakan di industri kimia, kosmetik, pupuk, gula cair dan obatobatan. Tetapi pemanfaatan tepung garut masih menghadapi beberapa kendala, terutama pemasaran dan kontinuitas pasokan bahan baku (Sukarsa, 2011). Ekstraksi pati garut dibuat dengan cara sebagai berikut, umbi garut dikupas dengan tangan untuk membersihkan umbi akar, kotoran dan sisik yang melekat pada umbi tersebut. Proses pengupasan dilakukan bersamaan dengan proses pencucian karena proses pencucian dengan air memudahkan pengupasan. Umbi garut diparut dengan menggunakan mesin parut. Tujuan pemarutan ini adalah untuk merusak jaringan umbi dan sel-sel umbi agar pati dapat keluar. Pada saat pemarutan, dilakukan penambahan air agar pati terekstrak keluar dari jaringannya. Kemudian dilakukan penambahan air dengan perbandingan bahan dan air adalah 1:3,5 untuk proses ekstraksi lebih lanjut. Hasil endapan yang dihasilkan kemudian dipisahkan dan di jemur hingga kering (Sugiyono et al., 2009). Umbi garut yang dipanen pada umur 6 bulan, 8 bulan dan 10 bulan memiliki karakteristik fisik yang berbeda. Pada umur panen 6 bulan setelah tanam, ujung umbi berbentuk lancip, warna umbi putih dan kulit ari berwarna putih kecoklatan. Tanaman yang berumur 8 bulan setelah tanam memiliki ujung umbi yang tumpul dan kulit ari umbi berwarna coklat muda, sedangkan pada umur 10 bulan setelah tanam, warna umbi mulai berubah menjadi kehijauan, namun kandungan patinya lebih tinggi. Kandungan pati umbi garut meningkat dengan bertambahnya umur tanam. Kadar pati pada umur panen 6-8 bulan setelah tanam berkisar antara 11,65%- 17,73%, sedangkan kadar pati pada umur panen 10 bulan setelah tanam adalah 28,43% (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2006). Gambar umbi garut dapat dilihat pada Gambar 1. 4

17 Gambar 1. Tanaman Umbi Garut Tepung Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Ubi jalar adalah salah satu umbi-umbian pangan lokal yang merupakan sumber karbohidrat. Agar dapat disimpan lebih lama, ubi jalar segar sering diolah menjadi sawut dan tepung. Pembuatan sawut dan tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana. Cara ini sekaligus berpeluang untuk pengembangan produk pangan bernilai gizi baik, mampu menunjang terciptanya nilai tambah pendapatan. Tepung ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Rendemen tepung ubi jalar yang berasal dari ubi jalar segar rata-rata mencapai 19,63% (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2011). Menurut Winarto et al. (1994), bahan pangan non beras yang berpotensi untuk dapat dikembangkan adalah ubi jalar, karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, serta kandungan vitamin A dan mineral Ca dan P pada ubi jalar tersebut. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya simpan ubi jalar adalah dengan mengolahnya menjadi tepung ubi jalar. Pemakaian tepung ubi jalar memiliki keuntungan sebagai berikut, harga yang murah, rasa yang lebih manis, dan nilai kalori yang labih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Onggok Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu (Manihot utilissima), karena kandungan proteinnya rendah (kurang dari 5%), limbah tersebut belum dimanfaatkan orang, namun dengan teknik fermentasi kandungan proteinnya dapat ditingkatkan. Onggok yang terfermentasi, dapat digunakan sebagai bahan baku 5

18 pakan unggas. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubikayu. Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 19,4 juta ton pada tahun Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. Onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%) (Tarmudji, 2004). Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Perekat Pellet (% BK) Komposisi Nutrisi Bahan Perekat Onggok Tepung Ubi Jalar Tepung Garut Pati (%) 69 65,06 63,97 Karbohidrat (%) 93,85 85,26 85,2 Protein Kasar (%) 5,23 5,5 0,7 Lemak Kasar (%) 0,71 0,54 0,2 Abu (%) 0,9 2,29 - Serat Kasar (%) 23,9 2,1 - Sumber : Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2012) Penyimpanan Pakan Bahan ransum yang sudah tercampur dengan rata, akan ada kemungkinan terjadinya interaksi yang sangat besar antara bahan dengan lingkungan yang buruk. Pembusukan, ketengikan, dan berjamur akan terjadi jika tempat penyimpanan ransum terlalu panas atau lembab. Kemasan pakan pun harus bersifat tidak beracun, sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, citarasa, dan perubahan-perubahan lainnya. Kemasan yang baik harus dapat melindungi ransum dari kontaminasi, memantapkan kadar air, mencegah masuknya bau dan gas, tahan terhadap benturan dan tekanan, melindungi bahan dari pengaruh sinar matahari, dan lain-lainnya. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan harus 6

19 diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada pakan. Penyimpanan ransum atau bahan yang salah akan menyebabkan penurunan mutu secara drastik, sehingga nilai manfaatnya pun berkurang atau bahkan dapat bersifat racun (Santoso, 1987). Bahan pengemas yang baik dan sedang dikembangkan dalam penggunaannya adalah plastik. Plastik banyak digunakan sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik dan bersifat termoplastik (Benning, 1983). Berdasarkan penelitian Wigati (2009), jenis kemasan berpengaruh terhadap kadar air, semakin lama bahan disimpan maka akan meningkatkan kadar air bahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan yang disimpan dalam kemasan plastik memiliki kadar air terendah dibandingkan dengan kemasan lain, yaitu kemasan plastik (8,43%-10,89%), karung goni (9,58%- 13,64%), karung plastik (9,58%-14%), dan kertas (9,58%-14,11%). Sifat Fisik Pakan Sutardi (1997) menyatakan bahwa, sifat fisik pakan sangat berkaitan erat dalam pengembangan teknologi pakan dalam hal proses absorbs, deteksi kandungan nutrient pakan, kecernaan dan pengadukan ransum. Ada enam sifat fisik yang memegang peranan penting dalam menentukan kualitas pakan, yaitu kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, ukuran partikel, berat jenis, daya ambang dan faktor higrokopis (Suadnyana, 1998) Berat Jenis Berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis selama pengemasan dan pengeluaran bahan/pakan dari salam silo ketika akan digiling atau dicampur. Berat jenis juga berperan dalam proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan bahan. Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati. Kerapatan tumpukan dan daya ambang partikel ditentukan dari berat jenisnya. Bahan yang memiliki berat jenis seragam dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut memiliki tingkat homogenitas yang tinggi (Khalil, 1999a) 7

20 Kerapatan Tumpukan Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, sebagaimana halnya berat jenis. Sifat ini juga memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu seperti misalnya dalam pengisian alat pencampur, elevator, dan juga silo. Pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama, tetapi terdapat perbedaan yang besar dalam kerapatan tumpukan (lebih dari 500 kg/m 3 ), maka bahan sulit dicampur serta mudah terpisah kembali. Selanjutnya, bahan yang mempunyai kerapatan tumpukan rendah (kurang dari 450 kg/m 3 ) membutuhkan waktu untuk mengalir lebih lama serta dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetris maupun gravimetris. Sedangkan, pakan dengan kerapatan tumpukan tinggi (lebih dari 1000 kg/m 3 ) bersifat sebaliknya. Oleh sebab itu, produsen lebih memilih bahan yang memiliki kerapatan tumpukan tinggi apabila melakukan pengiriman jarak jauh, karena biaya pengemasan dan penyimpanan bahan yang dikeluarkan lebih hemat (Suadnyana, 1998). Kerapatan Pemadatan Tumpukan Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan (seperti penggoyangan). Menurut Hoffman (1997), tingkat pemadatan serta densitas bahan sangat menetukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo, kontainer, dan kemasan. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan sangat berperan atau berpengaruh pada kapasitas silo, penyimpanan, dan pengemasan. Perbedaan cara pemadatan akan mempengaruhi pada nilai kerapatan pemadatan tumpukannya. Semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan bahan maka volume ruang yang ditempatinya menjadi lebih kecil dan sebaliknya. Sudut Tumpukan Sudut tumpukan merupakan sudut antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan, yang terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan (Khalil, 1999b). Semakin 8

21 bebas suatu partikel bergerak, maka sudut tumpukan yang terbentuk juga semakin kecil. Fasina dan Sokhansanj (1993) berpendapat bahwa sudut tumpukan mempengaruhi laju alir bahan terutama saat pengangkutan maupun pembongkaran dengan menggunakan alat mekanik seperti traktor, conveyor, dan sekop. Pengklasifikasian laju alir bahan berdasarkan sudut tumpukan adalah sudut tumpukan (sangat mudah mengalir), sudut tumpukan (mudah mengalir) dan sudut tumpukan (sulit mengalir). Geldart et al. (1990) menyatakan bahwa pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat dan produktif untuk menentukan laju aliran bahan. Pada bahan yang alirannya cepat, puncaknya sering datar sedangkan pada bahan yang alirannya lambat cenderung menumpuk di permukaan corong sehingga sering menyumbat saluran corong. Corong yang digunakan harus didesain dengan baik sehingga tidak terjadi penyumbatan pada saat bahan mengalir. Menurut Soesarsono (1998), bentuk corong pengeluaran dapat didesain berdasarkan nilai sudut tumpukan. Bahan padat dapat mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih kecil daripada sudut tumpukan bahan. Ketahanan Benturan Menurut Balagopalan et al. (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pellet, antara lain : 1. Komponen alamiah, terdiri dari pati, lemak dan serat. Pati, bila terkena panas dan tersedia cukup air di dalam pakan, maka dapat berfungsi sebagai perekat dan menghasilkan gelatin. Lemak, dapat berfungsi sebagai pelicin pada saluran pencetakan pellet sehingga proses pencetakan lebih lancar, yang dapat menghemat penggunaan energi. Serat, berfungsi sebagai kerangka pellet, dalam keadaan sedikit serat dalam pakan akan menghasilkan pellet yang kuat, sedangkan apabila seratnya tinggi maka pellet akan mudah rapuh. 2. Kondisi bahan dapat dilihat berdasarkan kandungan air bahan, ukuran partikel dan temperatur. Kandungan air, dapat menimbulkan proses gelatinasi selama pencetakan berlangsung. Air juga dapat berfungsi sebagai pelicin menggantikan fungsi lemak, namun kandungan air yang terlalu tinggi dapat berakibat merugikan hasil pencetakan. Ukuran partikel, partikel yang halus memegang 9

22 peranan penting dalam proses pembuatan pellet, karena semakin luas permukaan kontak antara partikel maka semakin kuat ikatan yang terbentuk antara partikel. Temperatur, dapat mempercepat terjadinya proses gelatinisasi. Hasil penelitian Suryani (2005) menunjukkan bahwa pada penyimpanan satu minggu dan penyemprotan air 6% ketahanan benturan pellet adalah sebesar 88,13%. Besarnya nilai ketahanan benturan tersebut menunjukkan kualitas yang baik pada pellet dalam mempertahankan keutuhan bentuk pellet. Pellet Durability Index Pellet yang baik adalah pellet yang memiliki index ketahanan (pellet durability index) yang baik sehingga dalam proses penanganan dan transportasi pellet tidak mengalami kerusakan secara fisik, tetap kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Dozier (2001) menyatakan bahwa standar spesifikasi pellet durability index (PDI) minimum adalah 80%. Daya tahan pellet dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan yaitu lemak, pati, protein, serta serat (Ginting,2009). Durability pellet juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel pellet. Makin kecil ukuran partikel pellet maka semakin menunjang kekerasan dan ketahanan pellet yang dihasilkan, karena semakin banyak pati yang diubah oleh uap panas menjadi perekat maka dapat membantu proses perekatan partikel-partikel dalam bahan baku. Ukuran partikel pellet yang semakin besar maka pellet akan semakin mudah pecah dan dapat meningkatkan persentase debu (Rasidi, 1997). Serangan Serangga Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang baik di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai jenis komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Serangga gudang umumnya mempunyai tandatanda spesifik sebagai berikut : a. Tubuhnya terdiri dari 3 bagian : kepala, dada dan perut. b. Tubuhnya tertutup kulit luar (external skeleton) 10

23 c. Serangga dewasa mempunyai 3 pasang kaki. Makhluk lain yang hamper sejenis dan mempunyai kaki lebih dari 3 pasang (laba-laba, kalajengking) tidak termasuk golongan serangga. d. Selama hidupnya mengalami perubahan bentuk (metamorfosis) Serangga tertentu seperti kutu buku tidak mengalami proses metamorfosis, dimana telur menetas menjadi serangga kecil yang bentuk tubuhnya sama dengan induknya. Apabila serangga kecil ketika menetas dari telurnya menyerupai bentuk dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap pupa ataupun tahap istirahat, maka serangga ini dikatakan mengalami metamorfosis gradual atau metamorfosis tidak sempurna. Pada umumnya serangga hama gudang yang penting tergolong kedalam 3 ordo, yaitu: 1. Coleoptera (kumbang) pada Gambar 2 memiliki ciri khas sayap depannya mengalami pengerasan seperti tanduk (disebut elytra). Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna. 2. Lepidoptera (moth = ngengat) mempunyai sayap depan dan belahan yang mempunyai ciri-ciri khas yang biasanya digunakan untuk membedakan spesies yang satu dengan yang lainnya. Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna. 3. Psocoptera (Psocid) dengan ciri khas yang sering tidak bersayap, antenna panjang dengan ruas yang banyak, ukuran badan sangat kecil dan transparan. Sering kali salah diidentifikasikan sebagai tungau (mite), mengalami metamorfosis tidak sempurna. (Syarief dan Halid, 1993). Gambar 2. Serangga Hama Gudang (Coleoptera) 11

24 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai bulan November 2011, bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan Bahan penelitian yang digunakan dalam pembuatan ransum ayam broiler adalah dedak padi, jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, MBM, CPO, DL- Methionin, CaCO 3, L-lysin, tepung garut, tepung ubi jalar, onggok, dan aquades. Alat Peralatan yang digunakan untuk produksi pakan antara lain adalah mesin giling (grinder), mesin pellet jenis farm feed pelleter. Peralatan untuk penyimpanan adalah plastik berkapasitas 1 kg, seal. Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan, gelas ukur 100 ml, pengaduk aquades, tisu, bak plastik, corong, karton manila, mistar, Vibrator Ball Mill, spidol, kertas label, kuas, jangka sorong, gelas ukur 100 ml, timbangan digital, hygrometer dan satu set alat pengukur sudut tumpukan. Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor (faktor A dan faktor B) dan 3 ulangan, yang terdiri dari : Faktor A : A1 = Pellet tanpa perekat (kontrol) A2 = Pellet dengan perekat onggok A3 = Pellet dengan perekat tepung ubi jalar A4 = Pellet dengan perekat tepung garut

25 Faktor B : 0 = Lama penyimpanan 0 minggu 2 = Lama penyimpanan 2 minggu 4 = Lama penyimpanan 4 minggu 6 = Lama penyimpanan 6 minggu Dalam metode analisis model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = μ + α i + β j +(αβ) ij + ε ijk Dimana : Yijk = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan ulangan ke k µ = Nilai rataan umum α i, β j (αβ) ij = Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A = Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B = Pengaruh interaksi dari faktor A dan faktor B ε ijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ 2 ). Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam ANOVA dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel dan Torrie, 1991). Metode Pembuatan Formula Ransum Ransum ayam broiler starter mengandung protein kasar 22% dan energi metabolis 3050 kkal/kg ransum (Leeson dan Summers, 2005). Formulasi ransum dibuat menggunakan metode trial and error (coba-coba). Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan dan formulasi ransum broiler starter dapat dilihat pada Tabel 2. 13

26 Tabel 2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Bahan Komposisi (%) Harga (Rp) Jagung 39, Bungkil Kedelai 27, Dedak Padi 18, Tepung Ikan MBM CPO 3, CaCO 3 0,5 750 L-Lysin 0, DL-Metionin 0, Total ,75 Kandungan Nutrien Berdasarkan Perhitungan Bahan Komposisi Energi Metabolis (kkal/kg) 3052,2 Protein Kasar (%) 22,2 Serat Kasar (%) 4,43 Kalsium (%) 1,14 Phospor tersedia (%) 0,55 Lysin (%) 1,50 Methionin (%) 0,58 Pembuatan Pellet Bahan-bahan yang telah disediakan ditimbang sesuai dengan formulasi ransum, kemudian dilakukan pencampuran terhadap bahan-bahan tersebut. Setelah bahan tercampur, ditambahkan bahan perekat yaitu tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok dengan taraf 2% dari berat ransum. Campuran bahan dengan perekat kemudian dicetak dengan mesin pellet yang memiliki ukuran diameter pellet sebesar 3 mm. Pellet kemudian dikondisikan sebelum dilakukan pengemasan. Pengemasan menggunakan plastik berkapasitas 1 kg. Pellet yang telah dikemas kemudian disimpan di ruang penyimpanan dan ditata rapih diatas pallet. Skema proses pembuatan pellet dapat dilihat pada Gambar 3. 14

27 Bahan-bahan baku ditimbang Penimbangan Pencampuran Bahan perekat 2% (Tepung ubi jalar, tepung garut, onggok) Pencetakan pellet Pengkondisian Pengemasan Uji fisik pakan pada minggu ke-0, ke-2, ke-4 dan ke-6 Gambar 3. Skema Pembuatan Pellet Peubah yang Diamati Pada penelitian ini, peubah yang diamati adalah ukuran partikel, sudut tumpukan, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan pellet, pellet durability index (PDI), dan serangan serangga. Analisa dilakukan pada minggu ke-0, minggu ke-2, minggu ke-4 dan minggu ke-6. Kerapatan Tumpukan, dihitung dengan mencurahkan bahan dengan bobot tertentu ke dalam gelas ukur (100 ml). Metode pemasukan bahan ke dalam gelas ukur sama setiap pengamatan, baik cara maupun ketinggian pencurahan. Pencurahan bahan dibantu corong plastik dan sendok teh, guna meminimumkan penyusutan volume curah akibat pengaruh daya berat bahan itu sendiri saat dicurahkan dan terjadinya guncangan pada gelas ukur perlu dihindari (Khalil, 1999a). Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus : 15

28 Kerapatan Tumpukan = Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Besarnya nilai kerapatan tumpukan sangat tergantung pada intensitas proses pemadatan penggetaran. Sebaiknya pemadatan dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 10 menit (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus : KPT = Berat Jenis, diukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan melihat perubahan volume aquades pada gelas ukur (100 ml) setelah memasukkan bahan-bahan yang massanya telah diketahui ke dalam gelas ukur tersebut kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat jalannya udara antar partikel ransum selama pengukuran. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan sesungguhnya (Khalil, 1999a). Berat jenis dihitung dengan rumus : Berat Jenis = Bobot bahan (gram) Perubahan volume aquades (ml) Sudut Tumpukan, pengukuran dilakukan dengan cara bahan dijatuhkan atau dicurahkan pada ketinggian 15 cm. Diameter tumpukan bahan maksimum setengah kali tinggi jatuhnya bahan. Sebagai alas bidang datar digunakan karton manila berwarna putih. Ketinggian tumpukan bahan harus selalu berada dibawah corong plastik. Pengukuran diameter dilakukan pada sisi yang sama pada semua pengamatan dengan bantuan mistar dan segitiga siku-siku. Sudut tumpukan bahan dinyatakan dengan satuan derajat dan dapat ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi tumpukan (t), sedangkan (n) adalah ketinggian tertentu untuk menjatuhkan bahan (Khalil, 1999b). Gambar alat pengukur sudut tumpukan dapat dilihat pada Gambar 4. Sudut Tumpukan (δ) = Cotg 2t d 16

29 Gambar 4. Alat Pengukur Sudut Tumpukan Ukuran Partikel, teknik yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel adalah dengan menggunakan vibrator ball mil nomor mesh 4, 8, 16, 30, 50, 100 dan 400. Bahan ditimbang sebanyak 500 gram lalu diletakkan pada bagian paling atas ayakan (sieve), lalu dilakukan penyaringan bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Nomor perjanjian adalah nomor yang diberikan pada mesh yang diurut dari bawah ke atas dengan urutan 1 sampai 7, sedangkan No. mesh (German sieve number) terkecil sampai terbesar diurutkan dari atas ke bawah (Tyler, 1959). Kadar kehalusan dapat diukur seperti pada Tabel 3 : 17

30 Tabel 3. Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan No mesh No. perjanjian Bobot pellet yang tertinggal (gram) % pellet tiap saringan Penampungan 0 Total 500 gram 100% berikut : Besarnya bahan yang tertampung dalam tiap mesh dirumuskan sebagai % bahan = berat bahan pada mesh (gram) Total bahan (gram) Kadar kehalusan dapat diketahui dengan mengalikan persentase bahan pada setiap mesh dengan nomor perjanjian. Perhitungan kadar kehalusan atau derajat kehalusan (Modulus of Finenes/MF) dirumuskan sebagai berikut : Kadar Kehalusan (KK) = (% bahan tiap mesh x No. perjanjian) 100 Ukuran partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut : Ukuran partikel rata-rata (UP) = 0,0041 x 2 KK x 2,54 cm x 10 mm Berdasarkan rumus diatas maka dapat diperoleh nilai ukuran partikel sebagai berikut : UP > 1,79 13,33 mm : kategori bahan kasar UP > 0,78 1,79 mm : kategori bahan sedang UP > 0,10 0,78 mm : kategori bahan halus 18

31 Ketahanan Benturan Pellet, diukur dengan cara menjatuhkan pellet dari ketinggian 1 meter pada lempeng besi setebal 2 mm. Pellet dijatuhkan secara bersamaan dengan berat 500 gram, lalu dilakukan penyaringan dengan vibrator ball mill german the sieve analisis dan dilakukan penimbangan (Balagopalan et al., 1988). Ukuran ketahanan pellet dirumuskan sebagai berikut : % Ketahanan benturan pellet = x 100% Pellet Durability Index (PDI), diukur dengan cara bahan sebanyak 500 gram dimasukkan kedalam sebuah kotak yang dilengkapi dengan alat pemutar (tumbling) yang diputar selama sepuluh menit dengan kecepatan 50rpm, kemudian disaring dengan menggunakan mesh yang berukuran 8 (German sieve number 8). Pellet yang tertinggal ditimbang kemudian dibandingkan dengan berat pellet sebelum diputar (berat pellet awal) (McEllhiney, 1994). % Durability = Berat pellet setelah diputar x 100% Berat pellet sebelum diputar Pemeriksaaan Serangan Serangga Serangga yang terdapat di dalam pellet dapat dilihat dengan mengayak pellet sebanyak 1 kg menggunakan saringan Vibrator balmill no.16 yang bertujuan agar serangga dapat lolos tapi pellet tidak, kemudian serangga dan larva yang lolos dihitung jumlahnya. Kemudian bahan yang telah diperiksa diberi kode, berikut kode pemeriksaan yang ada (Roza, 1998) : C/A = Aman, yaitu tidak terlihat dan tidak ditemukan adanya serangga dari bahan. C/R = Ringan, yaitu terlihat adanya serangga, maksimum 1-2 ekor/kg bahan. C/M = Medium, yaitu serangga terlihat sekitar 3-5 ekor/kg bahan. C/B = Berat, yaitu serangga jelas banyak ditemukan sekitar 6-10 ekor/kg bahan. C/SB = Sangat berat, yaitu serangga >10 ekor/kg bahan. 19

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan yang baik digunakan adalah pada suhu C, memiliki ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, terang dan bersih, bebas dari serangan tikus dan serangga, hal tersebut dikemukakan oleh Sofyan dan Abunawan (1974). Suhu ruang yang ideal untuk pertumbuhan serangga adalah berkisar antara C. Selama penyimpanan enam minggu dilakukan pengukuran terhadap suhu dan kelembaban ruang penyimpanan setiap hari pada waktu pagi (pukul ), siang hari (pukul ) dan sore (pukul ). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Pengamatan (minggu ke-) Waktu Pengukuran Suhu ( 0 ) 26,9 27,08 26,04 Pagi Rh (%) 69,5 75,5 80,71 Suhu ( 0 ) 27, ,66 Siang Rh (%) 64,5 72,14 69,29 Suhu ( 0 ) 29,15 28,29 27,8 Sore Rh (%) 61,5 70,79 69,57 Berdasarkan Tabel 6, kisaran suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yaitu 26, ,15 0 C dan 61,5%-80,71%. Kisaran suhu ruang penyimpanan tersebut termasuk pada suhu ideal untuk pertumbuhan serangga, karena suhu berkisar antara C.

33 Keadaan Umum Pellet Penyimpanan dilakukan untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal, antara lain serangan hama seperti serangga, tikus, mikroorganisme, dan kerusakan fisiologis (Syarief dan Halid, 1993). Bahan kemasan yang digunakan dalam penyimpanan adalah plastik. Plastik adalah jenis kemasan yang sering digunakan dalam pengemasan bahan pangan. Plastik dapat melindungi bahan dari udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Penggunaan plastik sebagai wadah pellet harus hati-hati pada saat proses pengangkutan atau penumpukan, karena plastik lebih rentan sobek dibandingkan dengan kemasan jenis karung plastik. Wigati (2009), menyatakan bahwa kemasan plastik dapat mempertahankan ransum dari serangan serangga hingga penyimpanan 8 minggu. Pellet yang telah dicetak sesuai dengan formulasi ransum yang telah ditentukan, kemudian dilakukan analisis proksimat pada minggu ke-0. Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung didalamnya. Selain itu, manfaat dari analisis proksimat adalah dasar untuk formulasi ransum dan bagian dari prosedur uji kecernaan. Hasil analisis proksimat dan energi bruto disajikan pada Tabel 5. 21

34 Tabel 7. Hasil Analisis Nutrien dan Energi Bruto Tepung Ubi Jalar, Tepung Garut dan Onggok Jenis Perekat Komponen Kontrol Onggok Tepung ubi jalar Tepung garut Kadar Air (%) 13,32 12,63 14,4 12,04 Abu (%) 9,81 9,33 9,21 8,74 Protein kasar (%) 22,1 18,42 19,68 20,03 Serat kasar (%) 8,47 9,13 8,55 8,3 Lemak kasar (%) 3,66 4,04 3,83 3,25 Beta-N (%) 42,64 46,45 44,33 47,64 EB (kkal/kg) Perbedaan kadar air dalam ransum karena perbedaan jenis perekat yang digunakan. Berdasarkan analisis proksimat diketahui bahwa pellet memiliki kadar air berkisar antara 12.04%-14,4%. Kadar air pellet berbeda pada setiap perlakuannya karena kemampuan penyerapan air oleh setiap bahan perekat berbeda. Kadar air pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar tidak sesuai dengan kadar air aman untuk penyimpanan yaitu 13%-14% (Syarief dan Halid, 1993). Pellet dengan bahan perekat onggok dapat menurunkan kadar air bahan, yaitu dari 13,32% menjadi 12,63%. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmayeni (2002), bahwa penambahan onggok menyebabkan penurunan kadar air pellet, hal ini diduga karena penambahan kadar onggok pada ransum menyebabkan air yang ada pada bahan ransum lebih mudah terserap. Air ini digunakan untuk merekatkan partikel bahan saat gelatinisasi di dalam mesin pellet. Wigati (2009), menyatakan bahwa pengemasan yang baik dengan menggunakan plastik dapat mempertahankan kadar air ransum selama penyimpanan delapan minggu, yaitu 9,78±2,18%. 22

35 Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Ukuran Partikel Ukuran partikel merupakan parameter yang berpengaruh terhadap sifat fisik dan proses produksi pellet. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel pellet., karena ukuran partikel pellet meningkat seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Ukuran Partikel Pellet (mm) Jenis perekat Lama penyimpanan (minggu) Rata-rata A1 6,32±0,22 6,65±0,19 6,90±0,02 7,17±0,05 6,76±0,36 A2 6,830,11 5,86±1,37 7,13±0,13 7,33±0,15 6,79±0,65 A3 6,56±0,41 6,510,17 6,690,08 7,080,31 6,71±0,26 A4 6,44±0,11 6,61±0,11 6,750±0,1 7,11±0,09 6,73±0,29 Rata-rata 5,54±0,22 A 6,41±0,37 A 6,86±0,20 B 7,17±0,11 B Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01) A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2% Tabel 6 menunjukkan bahwa ukuran partikel pada minggu ke-0 dan minggu ke-2 tidak berbeda nyata sehingga dapat diketahui bahwa ukuran partikel tidak mengalami peningkatan selama penyimpanan dua minggu. Peningkatan ukuran partikel terjadi pada penyimpanan minggu ke-4 dan minggu ke-6. Secara keseluruhan ukuran partikel pada keempat perlakuan dan penyimpanan selama enam minggu termasuk dalam kategori besar (kasar) karena ukuran partikel berada pada kisaran mm. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Berat Jenis Berat jenis pellet dengan penambahan bahan perekat dan penyimpanan selama enam minggu berkisar antara 1,27-1,29 gram/ml (Tabel 7). Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan (gram) dengan volume bahan (ml). Penambahan 23

36 bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok tidak berbeda nyata terhadap berat jenis pellet. Lama penyimpanan maupun interaksi antara kedua perlakuan juga tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian Agustina (2005) bahwa berat jenis antar perlakuan baik pada mash maupun pellet menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata karena ruang antar partikel dalam mash maupun pellet sudah terisi air selama proses pengurangan (pengencilan) ukuran partikel dan selama proses produksi berlangsung. Proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan diperlukan data mengenai berat jenis bahan, sehingga dalam proses pengemasannya tingkat ketelitian lebih tinggi. Berat jenis yang seragam memudahkan dalam proses pengemasan tersebut. Tabel 7. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Berat Jenis Pellet (gram/ml) Jenis perekat Lama penyimpanan (minggu) Rata-rata A1 1,29±0,04 1,27±0,04 1,32±0,07 1,27±0,04 1,29±0,02 A2 1,29±0,04 1,28±0,03 1,25±0 1,27±0,04 1,27±0,02 A3 1,32±0,07 1,27±0,04 1,27±0,04 1,27±0,04 1,28±0,03 A4 1,26±0,1 1,39±0,07 1,25±0 1,290,02 1,28±0,06 Rata-rata 1,29±0,02 61,27±0,06 1,27±0,03 1,28±0,01 Keterangan : A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2% Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Sudut Tumpukan Sudut tumpukan terbentuk jika bahan dicurahkan melalui sebuah corong terhadap suatu bidang datar dan bahan tersebut dapat bergerak bebas. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan bahan perekat pada pellet dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap sudut tumpukan. Pengukuran sudut tumpukan disajikan pada Tabel 8. Sudut tumpukan yang terbentuk pada perlakuan penambahan bahan perekat berkisar antara 18, ,51 0. Penambahan perekat onggok adalah bahan yang memiliki sudut tumpukan tertinggi kemudian diikuti oleh pellet tanpa perekat, pellet 24

37 dengan perekat tepung ubi jalar dan pellet dengan perekat tepung garut, sudut tumpukan masing-masing bahan secara berurutan adalah 22,51±3,58 0 ; 19,8±1,43 0 ; 19,64±4,39 0 ; dan 18,24±3,24 0. Hal ini menandakan bahwa dengan penamban bahan perekat onggok, maka sudut tumpukan yang terbentuk dapat lebih besar dibandingkan dengan perekat lain dan kontrol. Ukuran partikel berpengaruh terhadap besarnya sudut tumpukan bahan. Pellet dengan perekat onggok memiliki ukuran partikel tertinggi sehingga dapat menyebabkan bahan tersebut memiliki sudut tumpukan tertinggi pula. Tabel 8. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Sudut Tumpukan ( 0 ) Jenis perekat Lama penyimpanan (minggu) Rata-rata A1 20,7±5,34 20,69±5,01 17,69±4,02 20,13±2,6 19,8±1,43 A A2 24,1±3,95 26,07±1,33 17,71±1,46 22,16±2,23 22,51±3,58 B A3 14,96±0,11 23,63±0,38 16,84±2,36 23,12±1,41 19,64±4,39 A A4 15,48±1,38 20,29±0,88 15,47±1,98 21,71±1,83 18,24±3,24 A Rata-rata 18,81±4,38 A 22,67±2,71 B 16,93±1.05 A 21,78±1,25 B Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2% Sudut tumpukan berpengaruh terhadap kemudahan dalam pengangkutan pakan dan kecepatan aliran pellet. Lama penyimpanan juga berpengaruh terhadap besarnya sudut tumpukan pellet. Sudut tumpukan bertambah pada minggu ke-2 dan berkurang kembali pada minggu ke-4. Berdasarkan Tabel 8, bahan yang digunakan pada penelitian ini termasuk dalam kategori bahan yang sangat mudah mengalir karena sudut tumpukan yang terbentuk berkisar antara , sehingga dapat mempercepat proses pengangkutan maupun pembongkaran dalam industri pakan yang menggunakan alat mekanik dalam proses pengerjaannya. 25

TINJAUAN PUSTAKA Pellet Bahan Perekat Tepung Pati Garut ( Maranta arundinacea L

TINJAUAN PUSTAKA Pellet Bahan Perekat Tepung Pati Garut ( Maranta arundinacea L TINJAUAN PUSTAKA Pellet Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Pellet memiliki ukuran partikel yang besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2011. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, pengujian kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Maksimal 14,0. - Protein Kasar (%) 22 Lemak Kasar (%) Minimal 19,0. Maksimal 7,4. - Serat Kasar (%) - Kalsium (%) Maksimal 6,0

TINJAUAN PUSTAKA. Maksimal 14,0. - Protein Kasar (%) 22 Lemak Kasar (%) Minimal 19,0. Maksimal 7,4. - Serat Kasar (%) - Kalsium (%) Maksimal 6,0 TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler Amrullah (2004) menyatakan bahwa ayam broiler mampu mengubah pakan menjadi daging dalam waktu yang singkat. Selain itu, ayam broiler mampu menimbun lemak sebagai bentuk

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE SKRIPSI DIMAR WIGATI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1) : 18-24 (2013) ISSN : 2337-9294 UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO The Physical Characteristic and Storage Capacity of Wafer Complete

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam Pellet Terhadap Serat Kasar dan Kualitas Fisik Pellet dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG GARUT, UBI JALAR, DAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PEREKAT ALAMI PELET TERHADAP KUALITAS FISIK PAKAN DAN PERFORMA AYAM BROILER

PENGARUH TEPUNG GARUT, UBI JALAR, DAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PEREKAT ALAMI PELET TERHADAP KUALITAS FISIK PAKAN DAN PERFORMA AYAM BROILER PENGARUH TEPUNG GARUT, UBI JALAR, DAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PEREKAT ALAMI PELET TERHADAP KUALITAS FISIK PAKAN DAN PERFORMA AYAM BROILER SKRIPSI HANDRIO PURNOMO SIREGAR DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di Laboratorium Bioproses dan Pasca Panen dan Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY

PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang.

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. Rumput merupakan hijauan segar sebagai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN

KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN SKRIPSI YULIA AGUSTINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Komposisi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat yang mempunyai iklim tropis. Tanaman ini awalnya dikembangkan perusahaan besar dan kemudian

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Sabas Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di pengolahan pakan ternak unggas dan perikanan. Perusahaan ini didirikan pada bulan April

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk Crumble

Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk Crumble Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Yuli Retnani, Dimar Wigati, dan Abdul Djamil Hasjmy 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serangan

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK RANSUM AYAM BROILER BENTUK PELLET YANG DITAMBAHKAN PEREKAT ONGGOK MELALUI PROSES PENYEMPROTAN AIR

UJI SIFAT FISIK RANSUM AYAM BROILER BENTUK PELLET YANG DITAMBAHKAN PEREKAT ONGGOK MELALUI PROSES PENYEMPROTAN AIR UJI SIFAT FISIK RANSUM AYAM BROILER BENTUK PELLET YANG DITAMBAHKAN PEREKAT ONGGOK MELALUI PROSES PENYEMPROTAN AIR (The Physical Characteristic Test of Broiler Ration Pelleted That Added of Onggok as Binder

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Konsentrat Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan

Lebih terperinci

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Uji Sifat Fisik Ransum Ayam Broiler Bentuk Pellet yang Ditambahkan Perekat Onggok Melalui Proses Penyemprotan Air

Uji Sifat Fisik Ransum Ayam Broiler Bentuk Pellet yang Ditambahkan Perekat Onggok Melalui Proses Penyemprotan Air Uji Sifat Fisik Ransum Ayam Broiler Bentuk Pellet yang Ditambahkan Perekat Onggok Melalui Proses Penyemprotan Air (The physical characteristic test of broiler ration pelleted that added of as binder with

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. Lokasi pemeliharaan di kandang ayam A Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis kadar air,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemberian Tepung Daun Ubi Jalar Fermentasi dalam Ransum terhadap Massa Kalsium dan Protein Daging pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Tahapan Penelitian 1. Persiapan bahan III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga Mei 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan tanaman yang termasuk keluarga palma yang tumbuh baik di daerah tropis, di Nigeria disebut orbignya cohune. Awalnya tanaman ini dikembangkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Cara pengeringan Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Prinsip pengeringan adalah CEPAT agar penurunan kualitas dapat ditekan. Cara pengeringan 1. Sinar matahari. Untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) TINJAUAN PUSTAKA Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 1). Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan

Lebih terperinci

Pengaruh Taraf Penyemprotan Air dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Tahan Ransum Broiler Finisher Berbentuk Pellet

Pengaruh Taraf Penyemprotan Air dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Tahan Ransum Broiler Finisher Berbentuk Pellet Pengaruh Taraf Penyemprotan Air dan Terhadap Daya Tahan Ransum Broiler Finisher Berbentuk Pellet (The effect of different water spraying level and storage period on endurance of pellet broiler finisher)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI

PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI ARYONO PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan perilaku dan gaya hidup serta pola konsumsi ke produk perikanan. Adanya keterbatasan kemampuan

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di Laboratorium Daya dan Alat, Mesin Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci