Pandangan tentang kemiskinan sangat beragam, berubah dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada awalnya pendekatan yang terpusat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pandangan tentang kemiskinan sangat beragam, berubah dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada awalnya pendekatan yang terpusat"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan Pandangan tentang kemiskinan sangat beragam, berubah dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada awalnya pendekatan yang terpusat pada kondisi atau keadaan dengan variabel sosial dan ekonomi mendominasi konsepsi kemiskinan, sehingga kemiskinan dipandang sebagai individual poverty. Kegagalan-kegalan pendekatan dalam memecahkan problema kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan individual dan tumbuhnya kesadaran tentang persamaan hak manusia menimbulkan perubahan dalam cara pandang terhadap kemiskinan. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau kelompok orang. Friedman (1997) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial ini meliputi modal yang produktif atau aset ( misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber-sumber keuangan (pendapatan, kredit yang memadai), organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan dan tujuan bersama ( partai politik, koperasi, kelompok usaha, kelompok simpan pinjam), network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan keterampilan, dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan. Dari definisi ini dapat dikemukakan bahwa kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan aspek-aspek material seperti keterbatasan kepemilikan tanah, perumahan, pendapatan, tetapi juga mencakup aspek non material seperti rendahnya pengetahuan dan keterampilan, pekerjaan yang layak dan keterbatasan informasi untuk memajukan kehidupan. Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK) dan Lembaga Penelitian SMERU (2001) menjelaskan tentang dimensi kemiskinan, yaitu: 1. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari dimensi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan non material seperti pendidikan rendah, kesehatan buruk dan kekurangan transportasi.

2 9 2. Kemiskinan didefinisikan dari dimensi kurang atau tidak memiliki aset seperti tanah, rumah, peralatan, uang, dan kredit yang memadai. 3. Kemiskianan non material meliputi kebebasan untuk menyampaikan aspirasi, hak memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak. Kemiskinan disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Tansey dan Zigley (1991) mengemukakan bahwa ada tiga penyebab utama kemiskinan, yaitu: 1. Defisiensi modal manusia (human capital deficiencies), yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan keterampilan, sehingga kurang memberikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang memadai. 2. Kurangnya permintaan terhadap tenaga kerja (insufficient demand for labour), sehingga menyebabkan meningkatnya pengangguran. Pengangguran menyebabkan orang tidak mempunyai pendapatan, daya beli rendah dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. 3. Deskriminasi (discrimination), berupa perlakuan tidak adil dalam aksesibilitas terhadap sumberdaya bagi golongan tertentu dan adanya dominasi pihak tertentu terhadap sumberdaya tersebut. Dalam anggota KUSP Gotong Royong, selain kondisi defisiensi modal manusia dan permintaan terhadap tenaga kerja yang kurang memberikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dengan tingkat pendapatan memadai, faktor diskriminasi merupakan faktor penyebab penting terhadap kemiskinan yang terjadi. Sebagian besar anggota KUSP bekerja sebagai buruh, tukang dan serabutan atau sektor informal. Akses terhadap sumberdaya finansial ke lembagalembaga keuangan bagi para buruh atau sektor informal sering terhambat oleh penilaian kualifikasi perbankan yang didasarkan pada karakter, jaminan, kemampuan untuk mengembalikan pinjaman, modal dan kondisi ekonomi. Ketidakadilan dalam akses ke sumberdaya finansial ini menyebabkan keterbatasan atau ketiadaan kepemilikan modal, sehingga kesempatan untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui usaha juga terbatas.

3 10 Pemberdayaan Masyarakat Secara sederhana pemberdayaan masyarakat berarti membuat masyarakat berdaya atau mempunyai kekuatan. Kekuatan itu mencakup aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, intelektual (meningkatnya kualitas sumber daya manusia) dan komitmen bersama masyarakat untuk mencapai tujuan. Kemampuan berdaya mempunyai arti sama dengan kemandirian masyarakat (Jamasy, 2004). Dengan demikian pemberdayaan merupakan upaya memperkuat kemandirian masyarakat secara ekonomi, sosial dan politik dengan tujuan mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan hidup baik praktis (ekonomi) maupun strategis (kemampuan melakukan pilihan dan kontrol). Kerangka pikir dalam pemberdayaan masyarakat menurut Jamasy (2004) setidaknya memuat tiga tujuan, pertama, menciptakan iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, memperkuat potensi yang dimiliki, misalnya peningkatan derajat kesehatan, peningkatan akses terhadap sumber-sumber kamajuan (modal, teknologi, pasar, dan lain-lain). Ketiga, mencegah persaingan tidak seimbang, menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya pemberdayaan adalah membuka kesempatan kepada masyarakat untuk menggali dan mengelola potensi yang dimiliki untuk kemandiriannya. Upaya membuka kesempatan untuk mewujudkan potensi dan kemampuan yang dimiliki mengandung konsekuensi untuk melibatkan elemen-elemen masyarakat, karena pada dasarnya setiap elemen atau komponen masyarakat memiliki potensi atau kemampuan untuk melakukan sesuatu. Keutuhan potensi akan terlihat manakala diantara elemen itu mengintegrasikan diri dan bekerjasama untuk mencapai kemandirian. Salah satu wadah untuk mewujudkan potensi dan sekaligus sebagai wujud dari integrasi dan kerjasama diantara elemen-elemen masyarakat adalah melalui Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong yang dikelola masyarakat. Dalam kelompok usaha simpan pinjam Gotong Royong, warga masyarakat dari berbagai latar belakang sosial ekonomi bekerja sama menyelenggarakan pelayanan simpanan, pinjaman dan jaminan sosial untuk memenuhi kebutuhan modal bagi anggota-anggotanya.

4 11 Ife (1991) mengemukkan bahwa empowerment means providing people with the resources, apportunities, knowledge and skill to increase their own future, and participate in and the effective life of their community. Mengacu pada pendapat Ife, pemberdayaan berarti menyediakan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kehidupan dimasa datang agar lebih baik dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Sejalan dengan pendapat Ife, Friedman (1992) mengkaitkan pemberdayaan masyarakat dengan kemampuan golongan miskin untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber jaringan sosial, organisasi sosial, informasi, alat produksi, pengetahuan dan keterampilan serta sumber keuangan yang menjadi dasar kekuasaan dalam suatu sistem. Akses yang dimaksud digunakan untuk mencapai kemandirian dalam pengambilan keputusan. Kedua pendapat mengisaratkan bahwa tujuan pemberdayaan adalah kemandirian atau keswadayaan masyarakat. Aspek penting untuk mencapai keswadayaan adalah dengan pemberian kesempatan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan dan kemudahan dalam mengakses sumberdaya. Salah satunya adalah akses terhadap sumber daya finansial. Modal usaha untuk masyarakat miskin merupakan aspek penting dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Salah satu kelemahan ekonomi rakyat adalah masalah ketersediaan dana (financial avalability), pembentukan modal (capital formation) dan akses terhadap sumberdaya finansial. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan sistem pelayanan keuangan yang dapat menjangkau masyarakat lapisan bawah yang dibarengi dengan penyiapan masyarakat untuk memanfaatkan, mengupayakan, menilai sekaligus memelihara keberlanjutannya (Zainuddin, 1997). Hal ini dapat direalisasikan dengan pengembangan kelompok simpan pinjam dalam masyarakat. Pengembangan Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong merupakan strategi untuk memberikan akses terhadap sumberdaya finansial kepada masyarakat lapisan bawah dalam mengembangkan sosial dan ekonominya. Keberadaan kelompok menurut Supriyanto (1997) akan memberikan manfaat lebih besar bagi anggotanya karena dapat dipakai untuk meningkatkan kemampuan berusaha, mengembangkan pengetahuan dan sistem nilai yang

5 12 mendukung kehidupan usaha, menyuburkan moralitas usaha yang baik, tidak dipakai untuk menghindar dari suatu tanggung jawab yang seharusnya menjadi beban anggota, dan meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih luas seperti usaha, kerumahtanggaan, kemasyarakatan dan sebagainya. Dalam konteks pengembangan masyarakat, pengembangan Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong merupakan strategi pemberdayaan yang bukan hanya mencakup pengembangan aksesibilitas terhadap sumberdaya finansial bagi masyarakat miskin dan sektor informal, tetapi juga pengembangan dalam kehidupan ketetanggaan. Melalui kegiatan Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong, masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memelihara kebersamaan dalam komunitas. Pengembangan kehidupan ketetanggaan (neighborhood development) sebagaimana dikemukakan Chandler yang dikutip Peterman (2000) adalah means to decentralize some haousing outhority responsibilities and create a bit more stability in the resident population (memberikan desentralisasi kepada rumah tangga untuk bertanggung jawab dan menciptakan stabilitas dalam masyarakat). Sebagai stategi pemberdayaan kehidupan ketetanggaan, Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong merupakan wahana bagi warga masyarakat untuk merealisasikan tanggung jawab sosial dan menciptakan stabilitas dalam kehidupan bersama. Tanggung jawab sosial dan pemeliharaan stabilitas kehidupan bersama tercermin dari saling bantu antara masyarakat yang kuat terhadap yang lemah dengan bersama-sama menyimpan uang kemudian dipinjamkan kepada anggota yang membutuhkan modal serta saling komunikasi antar anggota dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi. Tanggung jawab dan menciptakan stabilitas dalam masyarakat secara lebih luas dicapai melalui kegiatan-kegiatan rutin kelompok yang terintegrasi dengan kegiatan-kegiatan RT atau RW. Pengintegrasian kegiatan kelompok dengan kegiatan RT atau RW memungkinkan anggota masyarakat untuk memecahkan masalah yang bukan hanya mencakup masalah ekonomi, tetapi juga masalah kemasyarakatan lain secara bersama-sama.

6 13 Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gunardi dkk. (1994) memberikan batasan tentang kelompok simpan pinjam sebagai sekumpulan orang dalam suatu ikatan yang bersepakat untuk menyimpan uang sehingga tercipta modal, kemudian dipinjamkan diantara orang-orang dalam ikatan itu dengan tingkat bunga tertentu untuk memenuhi tujuan-tujuan produktif dan kesejahteraan. Batasan ini memberikan kejelasan bahwa kelompok simpan pinjam menekankan pada unsur manusia sebagai kelompok, dengan kegiatan utamanya membentuk modal untuk dipinjamkan kepada anggota-anggota kelompok. Kriteria dasar dalam penyaluran pinjaman adalah usaha produktif dan kesejahteraan. Dalam KUSP Gotong Royong, unsur manusia sebagai kelompok terlihat dari jumlah anggota yang cukup besar (78 orang) yang terikat dalam suatu komunitas. Keanggotaan dalam KUSP bukan semata-mata didasari oleh motif pemenuhan kebutuhan ekonomi untuk memperoleh modal usaha, tetapi juga motif sosial untuk memelihara kebersamaan dan solidaritas sosial dalam komunitas. Kebersamaan dan solidaritas sosial ini tampak dari kegiatan saling bantu melalui penghimpunan simpanan bersama-sama kemudian dipinjamkan kepada anggota yang mebutuhkannya, saling berkomunikasi melalui pertemuan rutin dan juga diselenggarakannya jaminan sosial kematian dan bantuan perawatan kesehatan. Kelompok Usaha Simpan Pinjam dikatagorikan sebagai lembaga rotating saving and credit associations yaitu lembaga yang menyediakan fasilitas menabung secara periodik dan memberikan kredit bagi anggota-anggotanya (Nugroho, 1997). Sedangkan Chaniago (1982) menyatakan bahwa kelompok usaha simpan pinjam adalah lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat dalam lingkup terbatas, sehingga usahanya memiliki karakter khas, merupakan usaha yang didasarkan pada kepercayaan. Lingkup terbatas mengandung artian bahwa penghimpunan dan pengelolaan dana berasal dari, oleh dan untuk anggota-anggotanya, sedangkan karakter khas karena sifat intimitas anggota dan musyawarah dalam pemecahan masalah merupakan ciri utama lembaga ini.

7 14 Dalam masyarakat modern, jalinan kelompok simpan pinjam dengan pelaku ekonomi yang lebih kuat melalui kemitraan usaha yang saling menguntungkan merupakan strategi untuk menciptakan iklim yang menunjang dan peluang untuk lebih maju (Sumodiningrat, 1997). Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun kelompok usaha simpan pinjam memiliki lingkup terbatas bukan berarti menutup diri dari kerjasama dengan pihak lain. Agar lembaga ini dapat berkembang, pengembangan jejaring dengan pihak lain dan institusi keuangan formal profesional sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan permodalan, teknis maupun manajerial, sehingga pelayanan simpanan dan pinjaman akan menjangkau semua anggota yang membutuhkannya. Berger sebagaimana dikutip Nugoho (1997) menyatakan bahwa kelompokkelompok seperti KUSP dapat berfungsi sebagai lembaga perantara (mediating structure), yaitu lembaga sosial yang memiliki posisi diantara wilayah kehidupan individu yang bersifat privat dan lembaga-lembaga makro yang berhubungan dengan kehidupan publik. Pendapat tersebut menegaskan bahwa programprogram kredit mikro untuk kalangan lapisan bawah baik dari lembaga perbankan maupun pemerintah dapat disalurkan melalui kelompok usaha simpan pinjam. Jaminan (collateral) dalam penyaluran kredit berupa liabilitas kelompok melalui kewajiban anggota secara kolektif untuk tetap berusaha, berpendapatan kemudian menabung bersama sebagai usaha untuk mencicil pinjaman. Dalam hal ini, peranan kelompok sebagai perantara finansial, dengan tugas mendistribusikan kredit dan memobilisasi tabungan termasuk pencatatan dan administrasi, sehingga secara tidak langsung kelompok telah menjalankan fungsi perbankan dalam skala kecil. Dalam kelompok usaha simpan pinjam, masyarakat berperan sebagai pemilik dan penilik lembaga keuangan (Zainuddin, 1997). Sebagai pemilik, anggota dan pengurus adalah pihak yang mengambil keputusan dan merumuskan program lembaga. Sebagai penilik, mereka yang mengontrol pengelolaannya. Dengan partisipasi ini, Sumodiningrat, (1997) menyatakan bahwa pemupukan modal yang merupakan kunci dari pengembangan kelompok simpan pinjam muncul dari dalam sendiri, yakni dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk dinikmati masyarakat, sehingga dapat tumbuh dan bekembang secara alamiah.

8 15 Kelompok usaha simpan pinjam sebagai lembaga pelayanan keuangan masyarakat mempunyai ciri sosial dan ciri ekonomi (Sumodiningrat 1997). Ciri sosial dan ekonomoni ini tercermin dari adanya kebersamaan dalam pengelolaan lembaga. Kebersamaan diawali dari saling mengenal (hubungan sosial), saling membantu sebagai cerminan dari kewajiban sosial, yang meningkat menjadi hubungan ekonomi berupa saling membantu dengan prinsip ekonomi dan adanya kewajiban ekonomi, yakni mengembalikan dengan imbalan yang memadai. Ciri sosial dan ekonomi juga ditunjukkan dari tujuan kelompok. Tujuan dari kelompok simpan pinjam menurut Gunardi, dkk (1994) mencakup lima tujuan dasar, yaitu: menciptakan modal bersama, menyediakan pinjaman yang murah, cepat dan terarah, mengembangkan sikap bijaksana dalam menggunakan uang, mempererat persaudaraan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Dari tujuan ini terlihat bahwa KUSP bukan saja bertujuan memenuhi kebutuhan secara ekonomi, tetapi juga sosial untuk mempererat persaudaraan dan menumbuhkan kepercayaan diri. Pengembangan Keswadayaan Kelompok Verhagen (1996) mengatakan bahwa keswadayaan (self-help) is any voluntary action undertaken by an individual or group of person which aims at the satisfaction of individual or collective needs or aspirations (keswadayaan adalah aktivitas sukarela dari individu atau kelompok yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan atau aspirasi baik secara individu atau kelompok). Lebih lanjut Verhagen mengemukakan bahwa substansi keswadayaan, adalah penggunaan sumber-sumber dari dirinya sendiri. Menurut Hubeis (1992) keswadayaan adalah perwujudan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan pilihan yang terbaik. Sejalan dengan pendapat tersebut, Badan Pengembangan Swadaya Masyarakat (1986), memberikan batasan keswadayaan sebagai sikap yang bersumber pada kepercayaan diri dan juga kemampuan memahami kelemahan dan kekuatan diri sendiri, memperhitungkan kesempatan dan ancaman lingkungan, memilih

9 16 berbagai alternatif yang tersedia untuk mengatasi persoalan dan mengembangkan kehidupan secara serasi dan berkesinambungan. Batasan-batasan sebagaimana dikemukakan memberikan acuan bahwa keswadayaan kelompok usaha simpan pinjam menunjuk pada kemampuan pengurus dan anggota untuk menentukan pilihan terbaik bagi pemecahan masalah dan pengembangan pelayanan keuangan yang berkelanjutan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia, sehingga memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan dan aspirasi anggota-anggotanya. Pengembangan keswadayaan adalah usaha yang terencana untuk memudahkan lahirnya organisasi swadaya dan memperkuat jalannya fungsi-fungsi organisasi (Verhagen, 1996). Ini berarti bahwa upaya mengembangkan keswadayaan KUSP berfokus pada perbaikan dan pengembangan fungsi-fungsi KUSP, melalui aktivitas yang terencana dengan tujuan mewujudkan KUSP yang swadaya. Pengembangan keswadayaan kelompok usaha simpan pinjam tidak berarti mengesampingkan potensi dan sumberdaya dari luar lembaga. Kerjasama dan jejaring melalui kemitraan usaha dengan pihak luar merupakan faktor penting untuk mendukung efektifitas pengembangan keswadayaan. Perlunya kerjasama dalam pengembangan keswadayaan ini ditekankan oleh Cartwright dan Zander (1988) yang berpendapat bahwa kemandirian tidak berarti anti terhadap kerjasama atau menolak saling keterkaitan dan saling ketergantungan. Keswadayaan justeru menekankan perlunya kerjasama yang disertai dengan tumbuhnya kemampuan untuk memecahkan masalah, menyalurkan aspirasi, berkreatifitas, keberanian menghadapi resiko, keuletan, sikap dan kemampuan berwira usaha, dan. prakarsa untuk bertindak atas dasar kekuatan sendiri dalam kebersamaan (collective selfreliance). Dalam konteks kelembagaan, keswadayaan Kelompok Usaha Simpan Pinjam akan terwujud setelah terjadi kesepakatan diantara anggota untuk membagi resiko, biaya dan keuntungan berdasarkan kepatutan dan pemimpin organisasi bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan anggotaanggotanya (Verhagen, 1996). Untuk mengembangkan keswadayaan kelompok, Verhagen mengemukakan delapan instrumen pengembangan keswadayaan.

10 17 Instrumen 1. Identifikasi Penduduk dan Kelompok Sasaran Proses ini meliputi identifikasi orang-orang sebagai kelompok atau individu yang menjadi sasaran pengembangan. Identifikasi dilakukan dengan mendorong mereka untuk mengidentifikasikan diri dan didasarkan pada kriteria spesifik yang ada di lokasi dan ditentukan dari perspektif mereka sendiri. Dalam KUSP, kelompok sasaran telah jelas, yaitu pengurus dan anggota. Oleh karena itu, isntrumen ini dilakukan dengan mengidentifikasi partisipan dan perannya dalam mendukung pengembangan, meliputi : a. Pengurus yang berperan sebagai penanggungjawab utama pengelolaan KUSP. b. Anggota yang berperan sebagai pemilik dan penerima pelayanan keuangan dan pendukung aktivitas KUSP dalam opersional sehari-hari. c. Mitra kerja seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kantor pelayanan Koperasi dan UKM, bank, koperasi dan BPR yang berperan dalam pengembangan kapasitas pengurus, pengembangan administrasi, manajemen dan pengembangan permodalan. Instrumen 2. Pengkajian dan Perencanaan Partisipatif Pengkajian partisipatif menunjuk pada hasil diagnosa partisipasi aktif dari partisipan, pandangan dan pemikiran mereka terhadap pengembangan, dan tingkat sosial ekonomi. Untuk melakukan kajian tersebut, dilakukan identifikasi aktivitas ekonomi, meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan dan tingkat sosial ekonomi. Perencanaan partisipatif adalah penerapan dari kajian partisipatif dan keterlibatan partisipan dalam assessmen dan penentuan rencana aksi. Assessmen ini mencakup dimensi ekonomi, sosial, politik, dan operasional. Penerapan instrumen pengkajian dan perencanaan partisipatif dalam KUSP Gotong Royong dilakukan melalui analisis terhadap tingkat partisipasi pengurus dan anggota dalam administrasi, manajemen dan pengembangan aset, memahami pandangan dan pemikiran mereka terhadap pengembangan kelompok, dan menganalisis faktor-faktor yang mendukung atau menghambat partisipasi. Langkah berikutnya adalah identifikasi sumber-sumber atau aktivitas yang dapat mendukung pengembangan. Selanjutnya secara bersama-sama melakukan

11 18 penentuan kebutuhan atau masalah (assessment) yang akan menjadi fokus untuk dipecahkan atau dikembangkan. Langkah terakhir dari tahap ini adalah menyusun program aksi dengan melibatkan partisipan. Instrumen 3. Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan ini merupakan proses transmisi pengetahuan dan keterampilan dari orang yang telah cukup pengetahuan kepada yang kurang pengetahuan, dari yang terampil kepada yang tidak terampil. Dalam pengembangan keswadayaan, pendidikan dan pelatihan menunjuk pada kesediaan orang yang telah memiliki cukup kemampuan untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan dan pelatihan disini bertujuan untuk menciptakan situasi pembelajaran melalui komunikasi dan transfer keterampilan secara dua arah (yang telah mampu dengan yang belum mampu). Pada pengembangan keswadayaan Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong instrumen pendidikan dan pelatihan ini diterapkan melalui penyelenggaraan rapat rutin, diskusi dan musyawarah untuk membahas permasalahan dan pengelolaan kelompok. Pengurus yang telah memiliki kemampuan administrasi dan manajemen mentranfer pengalamannya kepada pengurus lain dan anggota, sehingga tercipta saling belajar dan saling memberi pengalaman. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengurus dalam hal administrasi, manajemen, pengembangan aset dan pengelolaan lembaga keuangan, dilibatkan partisipan dari profesional lembaga keuangan formal atau aparat Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Badan PMD), Kantor Pelayanan Koperasi dan UKM. Proses pendidikan dan pelatihan dilakukan secara dua arah, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan sesuai dengan kondisi spesifik dari kelompok. Instrumen 4. Mobilisasi Sumberdaya Mobilisasi sumberdaya merupakan proses pemanfaatan dan penggerakan sumberdaya ke dalam operasional kelompok. Sumberdaya ini dapat berupa

12 19 sumberdaya alam, finansial, atau non material seperti keterampilan kewirausahaan dan daya tawar. Penerapan instrumen mobilisasi sumberdaya dalam Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong dilakukan melalui penggerakan anggota untuk melakukan simpanan dan pinjaman. Simpanan yang dilakukan meliputi simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan di luar simpanan pokok dan simpanan wajib, sehingga aset kelompok dapat berkembang dari dalam kelompok. Instrumen 5. Konsultasi Manajemen Konsultasi manajemen merupakan proses pemberian bantuan berupa nasehat (advice) agar dapat menggunakan sumberdaya secara efisien. Konsultasi manajemen ini meliputi manajemen sumberdaya finansial, manajemen pengembangan sumberdaya manusia, manajemen konflik, dan teknik-teknik manajemen. Konsultasi manajemen diperlukan pada saat penyusunan rencana, mengalami masalah finansial, timbul masalah dalam operasional atau ketika kelompok membutuhkan nasehat atau bantuan. Dalam Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong, konsultasi manajemen perlu dilakukan dengan melibatkan profesional dari lembaga keuangan formal atau konsultan manajemen. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pengetahuan dan keterampilan pengurus yang kurang berpengalaman dalam mengelola lembaga keuangan baik dalam hal administrasi, manajemen maupun dalam pengembangan aset. Instrumen 6. Membangun Jejaring dengan Pihak Ketiga Proses ini meliputi membangun jejaring dengan sektor swasta seperti bank, pedagang dan pemerintah. Pengembangan jejaring dalam Kelompok Usaha Simpan Pinjam dapat dilakukan melalui kerjasama dengan koperasi, bank atau BPR dalam bentuk kemitraan usaha yang saling menguntungkan. Kelompok Usaha Simpan Pinjam menjadi lembaga mediasi dalam penyaluran kredit mikro dari lembaga keuangan kepada masyarakat. Dalam kemitraan tersebut, kelompok usaha simpan pinjam juga melaksanakan fungsi administrasi, sehingga secara tidak langsung juga menjalankan fungsi perbankan.

13 20 Instrumen 7. Perluasan dan Pengembangan Gerakan Perluasan dan pengembangan gerakan merupakan upaya membangun jejaring (networking) dalam sistem pertalian (linkage system) baik vertikal maupun horisontal, dan distribusi adminitrasi dan fungsi ekonomi antar tingkatan (level) yang berbeda. Perluasan dan pengembangan gerakan ini dilakukan dengan melibatkan lebih banyak lapisan sosial dan perluasan jangkauan geografis. Dalam pengembangan keswadayaan Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong, perluasan dan pengembangan gerakan dilakukan dengan memperluas keanggotaan dari berbagai lapisan baik di tingkat RT, RW atau kelurahan. Pengembangan gerakan juga dilakukan dengan membangun pertalian dengan program-program pengembangan masyarakat, program pengembangan ekonomi masyarakat, program pengembangan koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) dari dinas-dinas pemerintah, sehingga memungkinkan memperoleh dukungan bagi pengembangan kemampuan pengurus melalui kerjasama dalam pendidikan dan pelatihan dan kemudahan dalam memperoleh kredit bagi pengembangan modal usaha. Instrumen 8. Monitoring dan Evaluasi Monitoring sebagai bagian dari pengembangan sistem dapat didefinisikan sebagai suatu periode untuk meninjau kembali aktivitas-aktivitas dalam setiap tahapan, keefektifan dalam penyusunan rencana operasional dan mengkaji tujuan spesifik kelompok. Evaluasi merupakan proses penilaian secara sistematis tentang relevansi, keefektifan, dan dampak dari aktivitas dalam setiap tahapan kegiatan. Monitoring dan evaluasi dalam kelompok usaha simpan pinjam dilakukan secara bersama-sama antara pengurus, anggota dan partisipan dari pihak luar yang terlibat dalam pengembangan. Indikator keberhasilan penerapan delapan instrumen pengembangan keswadayaan ini adalah membaiknya kinerja organisasi (organizational performance), yang dapat dilihat dari tiga komponen penting yaitu kemandirian administrasi (administrative autonomy), kemandirian manajerial (managerial autonomy) dan kemandirian finansial (financial autonomy). Administrasi

14 21 menunjuk pada kapasitas pemimpin dan anggota untuk menentukan tujuan organisasi dan usaha-usaha yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen didefinisikan sebagai kapasitas untuk mengelola operasional lembaga sehari-hari. Aset menunjuk pada kapasitas lembaga dalam aspek finansial yang merupakan pendukung keberlanjutan aktivitas lembaga. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan. Administrasi merupakan proses pengambilan keputusan atau penentuan tujuan. Manajemen adalah implementasi dari aktivitas pencapaian tujuan. Aset merupakan sumberdaya yang dimobilisasi untuk mencapai tujuan. Pada akhirnya, hasil dari pengembangan keswadayaan kelompok usaha simpan pinjam ini adalah terbangun kemandirian (self-relience). Kemandirian adalah suatu keadaan di mana kelompok telah mencapai ketidaktergantungan dengan bantuan pihak lain untuk memberikan keamanan bagi kepentingan anggota-anggotanya. Implikasi dari kemandirian ini adalah kapasitas organisasi dan produktifitas kelompok digunakan untuk merancang strategi yang mampu memberikan kontribusi secara efektif dalam menciptakan kondisi kehidupan anggota yang lebih baik dan memelihara status kemandiriannya. Dalam Kelompok Usaha Simpan Pinjam Gotong Royong hasil akhir dari pengembangan keswadayaan ini adalah keswadayaan dalam menyelenggarakan pelayanan simpanan, pinjaman dan jaminan sosial. Proses pengembangan keswadayaan lembaga Model Verhagen secara lebih ringkas terlihat pada Gambar 1. Lembaga Pengembangan Keswadayaan Instrumen pengembangan keswadayaan organisasi swadaya Kemandirian (Self-reliance) Sumber: Verhagen (1996) Gambar 1 Model Pengembangan Keswadayaan Lembaga.

15 22 Kerangka Pemikiran Analisis terhadap keswadayaan organisasi dalam kajian ini mencakup aspek administrasi, yaitu proses penentuan tujuan dan penyusunan rencana kerja tahunan. Aspek manajemen, yaitu pelaksanaan pelayanan simpanan, pinjaman dan jaminan sosial. Aspek aset, yaitu pelaksanaan pengelolaan aset. Kinerja KUSP merupakan manifestasi dari kapasitas dan sinergi pelaku kelembagaan. Pelaku kelembagaan dalam KUSP terdiri dari pengurus dan anggota, sehingga kinerja KUSP dalam administrasi, manajemen, dan aset ditentukan oleh kapasitas pengurus, dan anggota dalam melaksanakan administrasi, manajemen, dan pengembangan aset tersebut. Unsur-unsur kapasitas untuk mendukung keswadayaan lembaga yang harus dimiliki pengurus sebagai pengelola inti dari KUSP meliputi pengetahuan dan keterampilan dalam administrasi, manajemen dan pengembangan aset serta kemampuan membangun kerjasama baik kerjasama dalam kelompok maupun pengembangan jejaring dengan pihak luar. Hal ini sesuai dengan pendapat Eade sebagaimana dikutip oleh Nasdian (2005) yang menyatakan bahwa bahwa pengembangan kapasitas mencakup pengembangan pendidikan, pelatihan dan keterampilan, membangun kerja kelompok dan pengembangan jejaring. Permasalahan yang ada pada KUSP Gotong Royong menunjukan bahwa pelayanan yang dilaksanakan tidak berkembang sesuai dengan kebutuhan pinjaman anggota. Meskipun sumberdaya berupa modal sosial dan institusi keuangan formal terdapat di sekitar RW IV Kwaluhan, tetapi tidak dimanfaatkan untuk peningkatan kapasitas pelayanan. Faktor penting yang mendorong perilaku pengurus untuk mempertahankan atau meningkatkan pelayanan adalah motivasi. Motivasi menurut Gray dan Starke sebagaimana dikutip oleh Pandjaitan, dkk (2005) menunjuk pada proses yang menimbulkan antusiasme dan kemantapan untuk melakukan tindakan tertentu. Orang akan termotivasi untuk menghasilkan aktivitas jika mereka dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadinya. Berdasarkan pengertian itu, kebutuhan-kebutuhan pribadi dari pengurus berpengaruh terhadap antusiasme untuk melakukan perubahan tindakan dalam meningkatkan pelayanan KUSP. Berdasarkan konsepsi kapasitas dan motivasi ini,

16 23 analisis terhadap kapasitas pengurus mencakup aspek pengetahuan dan keterampilan dalam administrasi, manajemen dan pengembangan aset serta motivasi dari pengurus dalam pengelolaan KUSP. Dalam kerangka kemandirian ekonomi rakyat, peran anggota kelompok dalam lembaga keuangan adalah sebagai pemilik dan juga penilik ( Zainuddin, 1997). Konsekuensi dari peran tersebut adalah pelibatan partisipasi anggota dalam pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan pemeliharaan capaian-capaiannya. Partisipasi anggota dalam KUSP menurut Verhagen (1996), mencakup partisipasi dalam proses pengambilan keputusan (participate in the decision making process), dalam manajemen dan pelaksanaan kegiatan (participate in the management and implementation of activity) dan dalam memobilisasi sumbersumber keuangan (participate in the mobilization of financial resouce). Berdasarkan batasan tersebut, analisis terhadap partisipasi anggota mencakup aspek partisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang tercermin pada keterlibatan dalam penentuan tujuan dan perencanaan, partisipasi dalam manajemen yaitu keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan pelayanan KUSP dan partisipasi dalam mobilisasi sumber-sumber keuangan meliputi partisipasi dalam menabung dan meminjam. Pengembangan keswadayaan KUSP menekankan perlunya kerjasama dengan berbagai pihak lain baik pemerintah maupun swasta. Verhagen (1996) mengemukakan tentang perlunya mengaitkan lembaga dengan pelaku ekonomi lain yaitu sektor pemerintah dan swasta. Kemitraan usaha baik dengan pemerintah maupun dengan swasta menjadi hal penting dalam pengembangan keswadayaan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan. Dalam aspek kemitraan ini, identifikasi masalah meliputi pihak-pihak yang diharapkan menjadi mitra usaha, bentukbentuk kemitraan yang diharapkan, faktor penghambat dan pendukung pengembangan kemitraan usaha. Keswadayaan KUSP akan tercermin dari pelayanan keuangan yang diberikan kepada anggota-anggota sesuai dengan kebutuhannya. Dalam KUSP Gotong Royong, pelayanan keuangan yang diselenggarakan adalah menerima simpanan anggota, memberikan pinjaman kepada anggota-anggotanya dan menyelenggarakan jaminan sosial untuk membantu perawatan kesehatan dan

17 24 membantu pembiayaan anggota atau keluarganya yang meninggal dunia. Oleh karena itu, indikator keberhasilan pengembangan keswadayaan KUSP adalah kemampuan memberikan pelayanan keuangan untuk memenuhi kebutuhan simpanan, pinjaman dan jaminan sosial anggota-anggotanya. Kerangka analisis kajian disajikan melalui bagan pada Gambar 2. Kapasitas Pengurus Motivasi Pengetahuan Keterampilan Partisipasi Anggota: Partisipasi dalam perencanaan Partisipasi dalam pelaksanaan pelayanan Partisipasi dalam pengembangan aset Kemitraan Usaha: Pemerintah, Swasta Keswadayaan KUSP: Administrasi Manajemen Aset Strategi Pengembangan keswadayaan KUSP: - Identifikasi partisipan - Kajian dan Perencanaan partisipatif - Pendidikan dan Pelatihan administrasi dan manajemen - Mobilisasi sumberdaya - Konsultasi manajemen - Pengembangan jejaring - Perluasan dan pengembangan gerakan - Monitoring dan evaluasi KUSP Mandiri Gambar 2 Bagan Kerangka Pemikiran Kajian

Komisi Pembimbing : Dr. Er. I. r. Pudji SUPRIYONO

Komisi Pembimbing : Dr. Er. I. r. Pudji SUPRIYONO PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM SEBAGAI STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Kasus di RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah) Komisi Pembimbing

Lebih terperinci

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM PROGRAM PENGEMBANGAN KESWADAYAAN KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM Latar Belakang Dalam rangka memberikan akses terhadap sumberdaya finansial bagi masyarakat miskin dan sektor informal, pengembangan keswadayaan

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian METODE KAJIAN Tipe Dan Aras Kajian Tipe Kajian Tipe kajian dalam kajian ini adalah tipe evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif yaitu menentukan efektivitas tindakan dan intervensi manusia (program, kebijakan,

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Nasdian, Fredian Tony, 2005 Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program

Nasdian, Fredian Tony, 2005 Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program DAFTAR PUSTAKA Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia dan Lembaga Penelitian Smeru, 2001, Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta, Lembaga Penelitian Smeru. Bantacut T, Sutrisno dan Dewi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MAROBO, SALASSA, SUKAMAJU DAN BONE-BONE MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan mempunyai dua dimensi. Pertama, suatu proses mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos

TINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Strategi Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos yang mengambil dari kata strator yang berarti militer dan ag yang berati memimpin.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi

Lebih terperinci

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk: PERENCANAAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS YANG INDEPENDEN PADA SEKTOR RELAWAN Pada tahun 1992, Dewan Perencanaan Sosial Halton bekerjasama dengan organisasi perencanaan sosial yang lain menciptakan Jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian yang dihadapi dan sedang dijalani pada saat ini, ada sekelompok kecil masyarakat dalam kedudukan ekonomi yang kuat dan menguasai sebagian besar kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar Tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan sasaran strategis yang menunjukkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Pembangunan Desa adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah desa, dalam rangka memajukan desa dan meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat desa. Dana pembangunan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang BAB II KAJIAN TEORI A. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang kebijakan nasional promosi kesehatan dan keputusan Menteri Kesehatan No. 114/MenKes/SK/VII

Lebih terperinci

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 132 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Disampaikan Pada Gladi Manajemen Pemerintahan Desa Bagi Kepala Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian Tahun 2011 Di Lingkungan Kabupaten Sleman, 19-20 Desember 2011 Cholisin : Staf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN, RUKUN WARGA DAN RUKUN TETANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

Brief Note. Edisi 19, Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan

Brief Note. Edisi 19, Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan Brief Note Edisi 19, 2016 Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan Pengantar Riza Primahendra Dalam perspektif pembangunan, semua

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

BAB III Tahapan Pendampingan KTH BAB III Tahapan Pendampingan KTH Teknik Pendampingan KTH 15 Pelaksanaan kegiatan pendampingan KTH sangat tergantung pada kondisi KTH, kebutuhan dan permasalahan riil yang dihadapi oleh KTH dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1 PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA: PENDEKATAN COMMUNITY LEARNING AND PARTICIPATORY PROCESS (CLAPP) Oleh Utami Dewi 1 Desa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan hanya dikarenakan sebagian

Lebih terperinci

KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL

KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Jakarta, 9 Maret 1994 KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENAGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Pendahuluan Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 lalu, membawa dampak yang sangat besar terhadap hampir semua lapisan masyarakat. Angka kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang.

II. KERANGKA KAJIAN. a Industri skala mikro / rumah tangga adalah suatu perusahaan manufaktur yang mempekerjakan tenaga kerja 1-4 orang. II. KERANGKA KAJIAN 2.1 Usaha Mikro dan Usaha Kecil Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 27 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi dan Ekonomi Rakyat Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, dalam hal ini berarti bahwa koperasi harus memegang peran aktif untuk mewujudkan tercapainya

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, BAB 1 PENDAHULUAN Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN. identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin

X. KESIMPULAN DAN SARAN. identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil kajian mengenai analisis identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJM 2015 2019 sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI Dalam rangka mendapatkan strategi pengembangan KBU PKBM Mitra Mandiri dalam upaya pemberdayaan masyarakat, sebagaimana tujuan dari kajian

Lebih terperinci