TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat
|
|
- Hartanti Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan mempunyai dua dimensi. Pertama, suatu proses mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya melalui pendayagunaan aset material lokal guna mendukung kemandirian melalui organisasi. Kedua, adalah proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi agar suatu komunitas mempunyai kemampuan menentukan pilihan hidupnya melalui proses dialog (Hikmat, 2001). Dengan demikian, strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pengembangan organisasi melalui kegiatan mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran akan potensinya, memperkuat daya dan potensi yang dimiliki, dan menciptakan iklim untuk berkembang. Pendekatan kelompok seperti POPA merupakan salah satu strategi untuk memberdayakan masyarakat. POPA merupakan wahana untuk memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat kecil yang lemah, rentan, miskin dan marjinal secara sosio-ekonomi sehingga mereka dapat mandiri sekaligus berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat erat kaitannya partisipasi masyarakat. Esensi dari pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat berarti keterlibatan aktif masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan (Loekman, 1995). Proses penguatan komunitas lokal, baik bagi individu, kelompok, organisasi sosial tidak luput dari peran aktif masyarakat. Secara eksplisit, Undang Undang no. 22 tahun 1999 menjelaskan perlunya partisipasi masyarakat yang mencakup keikutsertaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemilikan, masyarakat sebagai pemegang saham dalam pembangunan. Peran serta masyarakat dan pemberdayaan masyarakat tersebut sebagai implementasi dari pelaksanaan desentralisasi kepada masyarakat. Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat berarti menempatkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam peran yang bukan saja sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pengupaya, penilai sekaligus pemelihara hasil-hasil yang telah dicapai.
2 5 Menurut Sumaryadi (2005) tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu mengembangkan manusia yang otentik dan integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil dan memberdayakan kelompokkelompok masyarakat kecil yang lemah, rentan, miskin dan marjinal secara sosio-ekonomi sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, sekaligus berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Tujuan tersebut memberikan acuan bahwa pemberdayaan juga merupakan upaya penguatan kapasitas kelompok-kelompok kecil termasuk di dalamnya adalah POPA. Dengan demikian, pemberdayaan POPA mencakup penguatan kemampuan baik dalam aspek sosial maupun ekonomi, sehingga anggota-anggotanya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan dapat berperan aktif dalam pengembangan masyarakat. Menurut Karsidi (2001), pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan berbagai upaya: 1) Memulai dengan tindakan mikro. Proses pembelajaran masyarakat dimulai dengan tindakan mikro, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro-makro terus menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat. 2) Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Yang dimaksud dengan produk strategis (unggulan) di sini tidak hanya produksi yang ada di masyarakat, tetapi juga unggulan dalam hal bahan baku dan teknis produksinya, serta memiliki keterkaitan sektoral tinggi. 3) Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masyarakat dalam skala besar disamping keragaman model yang didasarkan atas keunggulan antara kawasan satu dengan lainnya. 4) Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pengembangan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, sosial ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri.
3 6 5) Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. 6) Pengembangan kesadaran. Yang diperlukan adalah tindakan yang berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. 7) Membangun jejaring ekonomi strategis. Jejaring strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasanketerbatasan yang dimiliki kelompok masyarakat satu dengan lainnya. 8) Kontrol kebijakan. Pemerintah benar-benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat. Kekuasaan pemerintah harus dikontrol oleh masyarakat. 9) Menerapkan model pembangunan berkelanjutan. Setiap peristiwa pembangunan harus mampu secara terus menerus mengkonversi daya dukung lingkungan. Berdasarkan strategi pemberdayaan sebagaimana dikemukakan, pemberdayaan POPA dapat dilakukan dengan membangun kesadaran masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupan, menguatkan kelembagaan, meningkatkan pengetahuan anggota-anggotanya dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya dan pengembangan jejaring. Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat dikatakan berhasil apabila mencapai indikator keberhasilan yang menurut Sumodiningrat (1998) adalah: (1) Berkurangnya jumlah masyarakat miskin; (2) Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh masyarakat miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada; (3) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; (4) Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai oleh makin berkembangnya usaha produktif kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok dan makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain dalam masyarakat. Begitu juga Prijono (1996) yang mengatakan bahwa masyarakat berdaya bila mampu meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha dan pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip
4 7 gotong royong, keswadayaan dan partisipasi. Dua pendapat tersebut memberikan acuan bahwa keberhasilan pemberdayaan POPA dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan sosial anggota-anggotanya yang dicapai melalui peningkatan SDM, peningkatan kemandirian kelompok, peningkatan pendapatan dan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap kesejahteraan masyarakat miskin. Organisasi Sosial Secara sederhana, organisasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang saling menyatukan diri untuk melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan. Barnard sebagaimana dikutip oleh Sumardhi (1996) menyatakan bahwa organisasi adalah sistem kerjasama diantara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Dari definisi ini maka unsur pokok suatu organisasi mencakup adanya sekelompok orang, adanya kerjasama dan ada tujuan yang ingin dicapai bersama. Pengertian organisasi secara lebih luas dikemukakan oleh Siagian sebagaimana dikutip Sumardhi (1996) yang menyatakan bahwa organisasi adalah bentuk persekutuan dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarki, dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau beberapa orang yang disebut pimpinan dan seseorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan. Pengertian ini menjadi acuan bahwa dalam organisasi, selain terdapat unsur kelompok, kerjasama dan tujuan bersama, juga terdapat hirarki dalam pola hubungan antar anggota. Pola hirarki ini menunjukkan peran dimana ada pimpinan dan bawahan. Organisasi sosial merupakan kumpulan orang-orang dalam masyarakat yang mengelola suatu kegiatan tertentu, Siagian sebagaimana dikutif Ruwiyanto, (1994). Organisasi tersebut pada dasarnya memiliki tujuan dan terdapat unsurunsur yang mengatur perilaku masyarakat yang terlibat didalamnya, artinya setiap organisasi mempunyai suatu sistem hubungan, nilai-nilai atau norma, sistem peraturan-peraturan untuk memenuhi kebutuhan individu. Organisasi sosial mengandung sistem norma yang mengatur hubungan antar manusia.
5 8 Norma tersebut berupa aturan-aturan yang mengikat secara formal terhadap tugas, hak dan kewajiban sekelompok orang. Pada dasarnya, organisasi merupakan wadah atau alat untuk mencapai tujuan. Sumardhi (1996) menyatakan bahwa organisasi hanya merupakan wadah mencapai tujuan dan bukan merupakan tujuan. Dalam organisasi sosial, organisasi dimaksudkan sebagi alat untuk menyelenggarakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sebagai wadah atau alat untuk mencapai tujuan, sebuah organisasi bersifat dinamis. Organisasi dapat berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Organisasi dapat dikembangkan, diperluas dan ditingkatkan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat. Pengertian organisasi dan organisasi sosial sebagaimana dikemukakan menunjukkan bahwa POPA merupakan suatu organisasi. Unsur-unsur organisasi dalam POPA dapat dilihat dari adanya (1) Sekelompok orang, yaitu kelompok orangtua yang memiliki anak tunarungu; (2) Adanya kerjasama antar sekelompok anggota untuk mencapai tujuan, yaitu kesejahteraan keluarga dan anak tunarungu; (3) Ada hirarki dalam hubungan antar anggota, yaitu pengurus sebagai pimpinan dan anggota sebagai bawahan; (4) Adanya aturan formal yang mengatur tugas, hak dan kewajiban anggota. Organisasi Sosial sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat dapat berarti membuat masyarakat lebih berdaya melalui proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi serta mendayagunakan potensi lokal agar mencapai kemandirian. Untuk mencapai keberdayaan secara lebih efektif dapat dilakukan melalui organisasi. Dalam konteks ini, organisasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk proses motivasi dan mendayagunakan potensi agar masyarakat dapat mencapai kemandirian. Organisasi dapat digolongkan ke dalam sektor-sektor sosial di tingkat lokalitas, yaitu : (1) Sektor publik, (2) Sektor Participatory; mencakup organisasi non pemerintah yang tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela, kelembagaan ini aktif berdasarkan tujuan sesuai dengan minat para
6 9 pendukungnya; (3) Sektor private, yang berorientasi kepada upaya mencari keuntungan, misalnya dalam bidang jasa, perdagangan dan industri. POPA merupakan organisasi partisipatory, yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat berdasarkan tujuan dan minat anggota-anggotanya. Sebagai organisasi partisipatory, POPA dapat dijadikan media yang efektif dalam pemberdayaan masyarakat. Vitayala (1986) mengemukakan bahwa pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses adopsi, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Demikian juga Soekanto (2005) menyatakan bahwa dalam kelompok terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong berdasarkan kesamaan nasib, kepentingan, dan tujuan sehingga hubungan antara anggota bertambah erat. Dengan demikian, pengembangan POPA sebagai wadah kelompok masyarakat mempunyai makna strategis untuk memberdayakan masyarakat karena memungkinkan terjadinya proses perubahan, peningkatan kemampuan dan kerjasama melalui interaksi sosial yang saling mempengaruhi diantara anggota-anggotanya. Kesejahteraan Sosial Keluarga Anak Tunarungu Kesejahteraan sosial berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dalam Suharto (2005) adalah : Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Definisi tersebut menyebutkan sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial yang berarti menuntut kegiatan-kegiatan tertentu baik yang bernilai materi maupun bernilai spiritual dalam sebuah kondisi yang aman, adanya jaminan keselamatan, penghormatan terhadap norma kesusilaan, serta terjaminnya ketentraman baik lahir maupun batin sehingga terbentuk sebuah tatanan untuk mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, yaitu
7 10 pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhankebutuhan jasmani antara lain sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Kebutuhan-kebutuhan rohani berupa agama, keyakinan, kepercayaan, dan pendidikan, sedangkan kebutuhan sosial berupa hubungan yang sehat antar masyarakat, solidaritas, hormat menghormati, dan tenggang rasa. Di samping itu dituntut pula pemenuhan rasa aman, keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin. Kesejahteraan sosial adalah sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat, PBB sebagaimana dikutif Suharto (2005b). Berdasarkan penjelasan tersebut kesejahteraan sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, sedangkan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Secara operasional, BKKBN sebagaimana dikutif Suharto, (2005b) memberikan indikator kesejahteraan dalam hal sandang, pangan dan papan. Indikator kesejahteraan dari segi pangan, sebuah keluarga yang sejahtera apabila dapat makan lebih dari dua kali sehari dan mampu menyediakan lauk pauk berupa ikan atau daging atau telur lebih dari sekali dalam seminggu. Indikator dalam hal sandang adalah apabila sebuah keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/bersekolah, dan bepergian, serta minimal satu tahun sekali mendapatkan satu stel baju baru. Dalam hal papan, keluarga sejahtera minimal memiliki lantai seluas 8 m 2 tiap anggota, dan sebagian besar lantai bukan dari tanah. Sedangkan indikator kesehatan adalah apabila ada anggota keluarga yang sakit dapat dibawa ke sarana/petugas kesehatan, dan dapat bertahan minimal tiga bulan tidak sakit. Sebuah keluarga sudah memenuhi standar sejahtera secara rohani apabila dalam keluarga tersebut sudah merasakan suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia. Dalam mencapai tujuan usaha kesejahteraan sosial tersebut diperlukan adanya pertolongan/pelayanan sosial dalam hal ini pelayanan tersebut diberikan oleh profesi pekerjaan sosial. Pemberdayaan masyarakat dalam praktek pekerjaan sosial memandang kelayan sebagai mitra kolaboratif, artinya sebagai
8 11 sumber tetapi juga sebagai potensi yang dianggap patologis. Kerja sama kolaboratif ini disebut juga sebagai aktualisasi pemberdayaan. Guna mencapai kehidupan yang lebih baik, Payne (1997) mengemukakan bahwa intinya suatu proses pemberdayaan untuk membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menemukan tindakan yang dilakukan masyarakat melalui peningkatan kemampuan dan percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki masyarakat, antara lain melalui transper daya dari lingkungan. Oleh karenanya konsep pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat akan dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jejaring kerja dan keadilan, sehingga pemberdayaan dasarnya diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Anak tunarungu adalah Anak yang pendengarannya sampai batas yang menghambat pengertiannya akan pembicaraan melalui telinga saja dengan atau tanpa penggunaan alat bantu dengar, Frisina sebagaimana dikutif Subagya, (2005). Untuk kepentingan pendidikan anak tunarungu diartikan sebagai anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walapun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Kurikulum Pendidikan Nasional, 1994). Tunarungu merupakan orang yang mengalami hambatan berkomunikasi secara verbal disebabkan oleh kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya. Ketidakmampuan berkomunikasi dan tidak berfungsinya daya pendengaran ini menyebabkan mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan perlakuan khusus agar dapat menyesuaikan diri secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Karenanya, mereka membutuhkan perlakuan khusus pula. Untuk membantu tunarungu mengembangkan diri, diperlukan cara-cara yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kebutuhan akan perlakuan khusus ini seringkali tidak dapat dipenuhi di dalam keluarga, sehingga upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan tunarungu menjadi hal penting dilakukan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengembangkan kelompok orangtua yang memiliki anggota tunarungu.
9 12 Masalah tunarungu berkaitan dengan ketidakmampuan anak memperoleh hak-haknya sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan dan Konvensi Internasional tentang hak-hak orang cacat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menyediakan aksesibilitas yang memungkinkan mereka mengembangkan diri, sehingga dapat hidup secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Kemiskinan Timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk yang hidup dibawa garis kemiskinan. Faktor peningkatan ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya indeks pengeluaran makanan dan non makanan yang digunakan sebagai standar garis kemiskinan dari BPS, sebagai akibat depresiasi nilai rupiah terhadap nilai dolar. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apapun dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu upaya strategis nasional dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan, keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kemiskinan pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang terjadi terus menerus dan kemiskinan sementara (transient poverty) yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang dikatagorikan sebagai fakir miskin termasuk katagori kemiskinan kronis, yang membutuhkan penanganan yang sungguh-sungguh, terpadu secara lintas sektor dan berkelanjutan. Kemiskinan suatu masyarakat dapat ditinjau dari aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis, Ellis sebagaimana dikutif Suharto, (2005). Kemiskinan secara ekonomi didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang diperlukan untuk memenuhi hajat hidup dan meningkatkan kesejahteraan seseorang. Kemiskinan secara politik yaitu aksesibiltas seseorang terhadap kekuasaan
10 13 (power). Kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas dapat diartikan sebagai kemiskinan secara sosial-psikologis. Dari aspek psikologis, kepribadian seperti merasa tidak berguna, putus asa, rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain merupakan budaya yang menimbulkan kemiskinan. Hal ini seperti diungkapkan Lewis sebagaimana dikutif Mubyarto (1995), yang mengatakan bahwa orang yang memiliki kepribadian inferior dan dependen tidak akan memiliki kepribadian yang kuat, kurang bisa mengontrol diri, mudah implusif, tidak berorientasi pada masa depan. Lewis menyarankan untuk menghilangkan budaya kemiskinan tersebut dengan menyatukan mereka dalam suatu organisasi. Berdasarkan konsep sebagaimana telah dikemukakan maka untuk memberdayakan keluarga miskin dapat dilakukan dengan mengembangkan organisasi. Salah satu organisasi tersebut adalah POPA. Melalui POPA, keluarga dan anak tunarungu yang mengalami perasaan rendah diri dan merasa tidak mempunyai kemampuan untuk hidup sejajar dangan kelompok masyarakat lainnya serta dihadapkan pada situasi kerentanan akibat tidak mempunyai aset yang memadai memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya baik dalam memecahkan masalah maupun memenuhi kebutuhan sosial dan ekonominya.
11 14 Kerangka Pemikiran Kegiatan POPA yang tidak berkesinambungan, kurangnya kerjasama antar anggota, kurangnya dana untuk mendukung operasional organisasi, keberadaannya belum diketahui masyarakat dan belum mendapat dukungan pemerintah mengindikasikan bahwa dalam organisasi POPA terdapat masalahmasalah yang perlu dipecahkan. Permasalahan tersebut terkait dengan kapasitas POPA dalam menjalankan aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan, yang mencakup kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana. Oleh karena itu, kajian ini difokuskan pada kapasitas POPA dan permasalahan yang menghambat atau mendukung perkembangannya. Strategi pemberdayaan POPA dilakukan dengan memperkuat organisasi secara internal melalui penguatan kelompok dan pengembangan usaha. Pengembangan usaha dilakukan untuk memecahkan masalah pendanaan dan meningkatkan kondisi ekonomi. Untuk mendukung kegiatan dan keberlanjutannya, juga perlu dukungan eksternal berupa pengembangan jejaring dan peningkatan partisipasi masyarakat. Dalam menyusun strategi, dilakukan identifikasi sumber-sumber dari luar POPA yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan. Identifikasi tersebut mencakup peluang-peluang dukungan dari masyarakat dan dukungan dari pemerintah. Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah POPA mandiri secara organisasi yang berdampak pada meningkatnya kondisi ekonomi dan sosial anggota-anggotanya. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
12 15 Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan POPA Permasalahan POPA 1) Masalah psikologis, sosial dan ekonomi anggota 2) Masalah keorganisasian : - Kegiatan kurang berkesinambungan - Keberadaan tidak diketahui masyarakat - Kurang dukungan Pemerintah dan masyarakat - Kurangnya sarana prasarana Kapasitas POPA 1) SDM Pengurus dan anggota 2) Kepemimpinan 3) Kerjasama antar anggota. 4) Manajemen 5) Dana Strategi pemberdayaan POPA 1) Pemecahan masalah psikologis anggota 2) Penguatan Kelompok 3) Pengembangan usaha ekonomi produktif 4) Pengembangan Jejaring 5) Peningkatan partisipasi masyarakat Dukungan Pemerintah Lokal POPA Mandiri: 1) Organisasi 2) Ekonomi 3) Sosial
PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU
PEMBERDAYAAN PERSATUAN ORANGTUA PEDULI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (POPA) DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA ANAK TUNARUNGU (Studi Kasus Di Kelurahan Sebengkok, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi
Lebih terperinciVISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN
VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012
1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem
Lebih terperinciV BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1
Lebih terperinciBAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN
BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,
Lebih terperinciPP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat
Lebih terperinci- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciBAPPEDA KAB. LAMONGAN
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten
Lebih terperinciBAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH
BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,
27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinci7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga
Lebih terperinci- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam
Lebih terperinciPELATIHAN PENDAMPING SOSIAL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN FASILITASIPROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA DI BBPPKS REGIONAL II BANDUNG
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Kesejahteraan sosial merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu baik yang bersifat kebutuhan jasmani, rohani maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 visi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan
Lebih terperinciPENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG
30 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Kota Tangerang Selatan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan
Lebih terperinciBAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN
BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 4.1 VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)
Lebih terperinciVISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK
VISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN 2016-2021 H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK VISI TERWUJUDNYA MASYARAKAT KABUPATEN PEKALONGAN YANG BERKARAKTER, MANDIRI, BERAKHLAQ,
Lebih terperinciBAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, khususnya dalam Pasal 1, angka 12 disebutkankan
Lebih terperinciKERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kerangka Berpikir
43 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Untuk menjelaskan kerangka penelitian ini, dimulai dari alasan penelitian ini dilakukan, kemudian mencoba mencari jawaban secara deduktif
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan
Lebih terperinciSALINAN WALIKOTA LANGSA,
SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.
BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA I. UMUM Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk
Lebih terperinci: PEMBINAAN WILAYAH TINGKAT DESA
11 PEMBINAAN WILAYAH TINGKAT DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : PEMBINAAN WILAYAH TINGKAT DESA : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Untuk menanamkan pemahaman
Lebih terperinciProgram Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan
Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,
Lebih terperinciPENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL
I. UMUM PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan
Lebih terperinciBAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH
BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH III.1. VISI Visi merupakan gambaran masa depan yang ideal yang didambakan untuk diwujudkan. Ideal yang dimaksud memiliki makna lebih baik, lebih maju, dan
Lebih terperinciP E N D A H U L U A N
P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN II - 1 II - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM II-11 BAB II LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN II-15 BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciPP 27/1994, PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Copyright 2000 BPHN PP 27/1994, PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA *33818 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1994 (27/1994)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2016-2021 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Strategi Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos yang mengambil dari kata strator yang berarti militer dan ag yang berati memimpin.
Lebih terperinciVISI DAN MISI CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI PEMALANG PERIODE
VISI DAN MISI CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI PEMALANG PERIODE 2016-2021 VISI : TERWUJUDNYA PEMALANG HEBAT YANG BERDAULAT, BERJATIDIRI, MANDIRI DAN SEJAHTERA MISI : 1. Menjunjung tinggi kedaulatan
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi SKPD Dengan mempertimbangkan visi Kepala Daerah serta guna mengatasi permasalahan sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian,
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan umum sebagai mana tercantum dalam Undang-Undang 1945 alinea ke 4. Kesejahteraan
Lebih terperinciBAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati
BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha
Lebih terperinciPROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINANDI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa kemiskinan
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018, adalah rencana pelaksanaan tahap ketiga (2013-2018) dari Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciMENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1
MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
- 107 - BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disegala bidang. Mengingat semakin meningkatnya migrasi dari desa ke kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini di Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang. Mengingat semakin meningkatnya migrasi dari desa ke kota karena di kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menurut data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2009 tercatat 32,53
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapantahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan, guna pemanfaatan dan pengalokasian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai masyarakat yang terjadi di Indonesia saat ini sangat rumit dan beragam, seperti keadaan ekonomi yang sulit, supremasi hukum yang terabaikan,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciTABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIK
BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu
Lebih terperinciKONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes Pendahuluan Visi GKBN ( Gerakan Keluarga Berencana Nasional ) Mewujudkan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan pedesaan adalah bagian dari usaha peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran ke depan Kabupaten Wonosobo pada kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk periode RPJMD Tahun 2016-2021. Gambaran tentang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional
Lebih terperinciGUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciFILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017
FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Oleh Prof. Dr. H. Deden Mulyana, SE., MSi. Disampaikan Pada: DIKLAT KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI 12 JULI 2017 FILOSOFI KULIAH KERJA NYATA Bagian integral dari proses
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah
PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinci