Tabel 1 Daya tahan Brucella abortus pada berbagai kondisi lingkungan (Crawford et al. 1990). Terkena sinar matahari langsung Tanah : tanah kering

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel 1 Daya tahan Brucella abortus pada berbagai kondisi lingkungan (Crawford et al. 1990). Terkena sinar matahari langsung Tanah : tanah kering"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Belu Letak Geografis, Topografi dan Iklim. Kabupaten Belu adalah salah satu kabupaten dari lima kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan Timor di bagian paling timur dan berbatasan langsung dengan Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Dalam posisi astronomis, wilayah Kabupaten Belu terletak antara koordinat 124º BT 125º BT dan 08º LS 09º LS. Kabupaten Belu secara geografis meliputi wilayah dengan-batas-batas sebagai berikut: - Sebelah utara :: berbatasan dengan Selat Ombai - Sebelah selatan :: berbatasan dengan Laut Timor - Sebelah timur :: berbatasan dengan wilayah RDTL - Sebelah barat :: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) (Bappeda Kab. Belu 2009) Secara administratif, Kabupaten Belu yang memiliki luas wilayah mencapai 2.240,05 km 2, terbagi atas 24 kecamatan serta 208 desa hasil pemekaran ke-2. Keadaan topografi Kabupaten Belu bervariasi antara ketinggian 0 sampai dengan m.dpal (meter di atas permukaan laut). Variasi ketinggian rendah (0-150 m.dpal) mendominasi wilayah bagian selatan dan sebagian kecil di bagian utara. Sementara pada bagian tengah wilayah ini terdiri dari area dengan dataran sedang ( m.dpal). Dataran tinggi di Kabupaten Belu ini hanya menempati kawasan pada bagian timur yang berbatasan langsung dengan RDTL. Zona-zona dataran rendah di bagian selatan ini sebagian besar digunakan sebagai areal pertanian dan kawasan cagar alam hutan mangrove (Bappeda Kab. Belu 2009). Secara umum Kabupaten Belu beriklim tropis, dengan musim hujan yang sangat pendek (Desember Maret) dan musim kemarau yang panjang (April Nopember). Temperatur di Kabupaten Belu suhu rata-rata berkisar 27,6º C dengan interval 21,5º - 33,7º C. Temperatur terendah 21,5º C yang terjadi pada bulan Agustus dengan temperatur tertinggi 33,7º C yang terjadi pada bulan Nopember (Bappeda Kab. Belu 2009). Komposisi penggunaan lahan wilayah Kabupaten Belu saat ini secara garis besar terbagi atas dua kelompok utama jenis penggunaan, yaitu

2 5 penggunaan lahan basah/sawah dan penggunaan lahan kering. Penggunaan lahan basah antara lain terdiri dari irigasi teknis setengah teknis, irigasi sederhana, irigasi desa dan sawah tadah hujan. Dari seluruh lahan basah yang ada, komposisi terbesar ditunjukan oleh irigasi setengah teknis dengan prosentase hanya mencapai 1,29% dari luas lahan keseluruhan Kabupaten Belu. Sedangkan untuk penggunaan lahan kering meliputi 11 jenis penggunaan, mulai dari penggunaan lahan pekarangan untuk wilayah terbangun, tegalan/kebun, ladang, padang rumput, rawa, tambak, kolam/empang, tanah kosong, hutan rakyat, hutan negara serta penggunaan lainnya (Bappeda Kab. Belu 2009). Kabupaten Kupang Letak Geografis, Topografi dan Iklim. Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang terletak paling selatan di Indonesia. Secara geografis Kabupaten Kupang terletak pada 121 o 30 BT- 214 o 11 BT dan 9 o 19 LS 10 o 57 LS dengan batas-batas wilayah : - Sebelah utara :: berbatasan dengan Laut Sawu dan Selat Ombai - Sebelah selatan :: berbatasan dengan Samudera Hindia - Sebelah timur :: berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Ambeno (Timor Leste) - Sebelah barat :: berbatasan dengan Kabupaten Rote Ndao dan Laut Sawu (KPDE Kab. Kupang 2007) Luas wilayah Kabupaten Kupang ,28 km 2 yang terdiri dari wilayah daratan seluas 7.178,28 km2 dan wilayah laut seluas km 2 dengan garis pantai ± 492,4 km. Topografi kabupaten ini bergunung-gunung dan berbukit dengan derajat kemiringan sampai 45 o. Permukaan tanah kritis dan gundul sehingga peka terhadap erosi, namun pada hamparan dataran rendah merupakan lahan yang subur dan luas dimana biasanya penduduk terkonsentrasi disana (KPDE Kab. Kupang 2007). Kabupaten Kupang umumnya beriklim tropis dan kering yang juga cenderung dipengaruhi oleh angin. Musim hujan sangat pendek yaitu 3-5 bulan, sedangkan lama musim kemarau 7-8 bulan. Kabupaten ini dikategorikan sebagai daerah semi arid karena curah hujan yang relatif rendah dan keadaan vegetasi yang didominasi savana dan stepa. Kondisi iklim tersebut mempengaruhi pola bercocok tanam dan bertani masyarakat, dimana 3% atau sekitar ha dari

3 6 luas wilayah merupakan tanah sawah kering dan 97% atau sekitar ha merupakan tanah kering pekarangan atau tegalan. Kabupaten ini mempunyai lahan potensial untuk dijadikan padang penggembalaan seluas ha, yang memungkinkan untuk pengembangan peternakan (KPDE Kab. Kupang 2007). Kajian Biaya Manfaat Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Pada umumnya, penyakit yang terjadi pada populasi ternak piaraan (dan kadang-kadang pada hewan yang tidak dipelihara) dapat menurunkan jumlah dan/atau kualitas dari produk ternak tersebut yang digunakan untuk konsumsi manusia. Penyakit dapat meningkatkan biaya produksi menjadi dua kali. Pertama, karena sumber daya yang digunakan menjadi tidak efisien sebagai akibat dari produk yang dihasilkan memerlukan biaya tambahan. Kedua, yaitu biaya tambahan yang dikeluarkan oleh konsumen akibat rendahnya kualitas produk yang dikonsumsi. Ringkasnya, penyakit akan meningkatkan biaya (biaya produksi) dan menurunkan kualitas dari produk (Budiharta dan Suardana 2007). Menurut Morris (1997), efek penyakit terhadap produktivitas ternak antara lain : kematian premature, penurunan nilai ternak dan produk ternak yang dipotong, penurunan hasil dan produk ternak (seperti telur, susu), penurunan berat hidup dan penurunan konversi pakan (feed conversion). Kajian biaya manfaat merupakan suatu kajian ekonomi untuk menentukan program/proyek yang memberikan keuntungan yang layak, dengan membandingkan biaya dan manfaatnya (Gittinger 1986). Pada keadaan dimana sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan terbatas, maka penghitungan biaya dan manfaat dari berbagai alternatif program sangat diperlukan untuk menghindari pengorbanan sumber-sumber yang langka (Kadariah 1986). Kajian manfaat dari biaya suatu program pengendalian penyakit dapat digunakan sebagai alat untuk membuat keputusan dengan mengacu kepada adanya keterbatasan sumber daya yag dialokasikan (Budiharta dan Suardana 2007). Kajian ekonomi terhadap pengendalian penyakit hewan merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini dipengaruhi oleh keragaman penyakit, epidemiologi, kejadian penyakit dan kegiatan pencegahan dan pengendalian yang dilakukan. Untuk melakukan hal ini, diperlukan kombinasi pengetahuan tentang biologi dan kedokteran hewan dengan pertimbangan-pertimbangan finansial. Dengan demikian, pengetahuan mengenai kedua faktor tersebut, yaitu tentang ekonomi dan non ekonomi sangat diperlukan dalam kajian ekonomi ini (Tisdell 2006).

4 7 Menurut Gittinger (1986), semua kajian ekonomi terhadap suatu program/proyek menggunakan suatu asumsi. Harga merupakan gambaran dari nilai. Menurut Sudardjat (2004), dengan kajian ekonomi yang tepat, secara obyektif dapat memberikan gambaran besarnya biaya maupun tingkat keuntungan yang bisa diperoleh dari masing-masing program yang ditawarkan. Kajian ekonomi dapat juga dipakai sebagai dasar argumentasi untuk meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi pengambil keputusan dan bagi pihak pengolah dan penyedia dana. Menghitung keuntungan dari suatu proyek atau program pengendalian penyakit jauh lebih sulit dan lebih rumit dibandingkan dengan menghitung pembiayaannya. Hal ini disebabkan komponen keuntungan yang diperhitungkan terdiri dari kategori-kategori keuntungan finansial dan non finansial, serta keuntungan yang bersifat sosial dan keuntungan lain yang merupakan implikasi langsung dan tidak langsung dari keberhasilan program yang bersangkutan (Sudardjat 2004). Biaya (kerugian) ekonomi suatu penyakit hewan adalah suatu pertimbangan yang amat penting untuk membuat suatu program kontrol penyakit hewan. Perhitungan biaya ekonomi suatu penyakit hewan akan memperlihatkan suatu ukuran yang mana biaya kontrol suatu penyakit dapat diperbandingkan, sehingga dapat diidentifikasi program kontrol penyakit hewan yang paling efisien dan efektif dari segi pembiayaannya (Leksmono dan Holden 1994). Total biaya ekonomi dari suatu penyakit hewan dapat diukur sebagai jumlah dari kerugian output/hasil ditambah dengan biaya kontrol. Penurunan terhadap output merupakan suatu kerugian karena keuntungan yang diperoleh menjadi terbuang (tidak maksimal). Disisi lain, biaya untuk input menjadi meningkat dan biasanya terkait dengan biaya kontrol penyakit, seperti biaya untuk dokter hewan dan obat-obatan (Budiharta dan Suardana 2007). Brucellosis Brucellosis disebabkan oleh bakteri Brucella sp, Hampir semua hewan domestik dapat terinfeksi, kecuali kucing yang diketahui resisten terhadap infeksi brucella. Patogen utama pada sapi adalah genus Brucella abortus (Crawford et al. 1990). Pada sapi, brucellosis disebut juga penyakit Bang (Bang s disease), contagious abortion, infectious abortion dan enzootic abortion. Penyakit ini bersifat zoonosis. Pada manusia, penyakit ini disebut juga demam undulant

5 8 (undulant fever, malta atau mediterranean fever, maltese fever dan Bang s fever (Merchant dan Barner 2004). Sapi dapat terinfeksi oleh Brucella melitensis dan Brucella suis ketika merumput atau menggunakan secara bersama-sama peralatan kambing, domba atau babi yang terinfeksi (PAHO 2003). Brucella abortus Biovar 1 terdapat di seluruh dunia dan paling umum ditemukan diantara 7 Biovar yang terdapat di dunia (PAHO 2003). Geong (1999) mengatakan bahwa hanya Biovar 1 yang dapat dikultur dari sapi di Pulau Timor- NTT. Cairan higroma merupakan spesimen terbaik untuk mengisolasi dan menemukan Brucella abortus. Sapi seropositif mempunyai proporsi 24,1 kali lebih besar untuk menderita higroma dibandingkan sapi seronegatif (Geong 1999). Pada kondisi ideal, Brucella abortus dapat menetap pada material organik seperti feses, cairan abortus dan susu sampai 6 bulan dan dalam fetus yang diabortuskan dapat bertahan sampai 8 bulan. Bakteri tersebut sangat rentan terhadap pengawetan dan pengeringan serta cahaya langsung. Semua jenis desinfektan standar dapat merusak Brucella sp. (AHA 2005). Tabel 1 di bawah ini menyajikan daya tahan Brucella abortus pada berbagai kondisi lingkungan. Tabel 1 Daya tahan Brucella abortus pada berbagai kondisi lingkungan (Crawford et al. 1990). Kondisi lingkungan Daya tahan Terkena sinar matahari langsung Tanah : tanah kering 4 hari tanah lembab 66 hari tanah dingin hari Air : air minum hari air tercemar hari Fetus yang diabortuskan 180 hari Sumber utama infeksi adalah material abortus dari sapi betina abortus yang mencemari lingkungan via fetus, litter dan peralatan yang terkontaminasi. Ingesti pakan/makanan yang terkontaminasi merupakan rute utama penularan brucellosis. Penularan juga dapat terjadi melalui inhalasi debu yang mengandung kuman Brucella atau melalui kontak langsung. Brucella abortus paling sering ditemukan pada kelompok ternak yang bebas brucellosis melalui pemasukan sapi betina dan dara yang terinfeksi secara laten. Infeksi dapat juga berasal dari hewan lain yang telah terinfeksi (kuda, babi, kambing, domba, anjing) dan manusia yang terpapar (Blaha 1989).

6 9 Pada infeksi alam, masa inkubasi sulit ditentukan. Suatu penelitian menunjukkan bahwa masa inkubasi bervariasi dan tergantung tahap perkembangan fetus, masa inkubasi terpendek adalah pada hewan dengan usia kebuntingan tua. Jika betina terinfeksi secara oral pada saat masa kawin, masa inkubasi dapat mencapai 200 hari, sedangkan jika betina tersebut terinfeksi 6 bulan setelah masa kawin, maka masa inkubasi kira-kira 2 bulan. Masa inkubasi serologi (waktu dari terinfeksi sampai timbulnya antibodi) adalah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Masa inkubasi bervariasi tergantung dari virulensi, dosis bakteri, rute infeksi dan kepekaan hewan (PAHO 2003). Brucella masuk ke tubuh hewan dan berkembang biak mula-mula dalam limponodus regional dan kemudian dibawa oleh cairan limfe dan darah ke organ lainnya. Pada suatu percobaan, bakterimia terdeteksi 2 minggu pasca infeksi dan bakteri dapat diisolasi dalam aliran darah. Bakteri Brucella seringkali ditemukan dalam limponodus, uterus, mammae, limpa, hati dan pada organ genital sapi jantan (PAHO 2003). Penyebaran brucellosis terutama melalui mutasi ternak pembawa (carrier) dari daerah tertular ke daerah bebas. Penyebaran penyakit terjadi dengan cepat pada kawasan dengan sistem peternakan ekstensif. Sedangkan pada daerah dengan sistem peternakan intensif, penyebaran penyakit relatif lambat (Rompis 2002). Faktor yang berperan secara signifikan dalam penyebaran brucellosis adalah manajemen beternak, terutama dalam hal manajemen induk yang melahirkan dan lalu-lintas ternak (Makka 1989). Geong (1999) mengatakan bahwa lalulintas ternak yang seringkali tanpa didahului dengan tes terhadap brucellosis, mempunyai peranan yang signifikan dalam penyebaran brucellosis di daratan Pulau Timor. Transmisi Brucella abortus kemungkinan juga dipermudah oleh sistem peternakan di Pulau Timor yang bersifat ekstensif. Makka (1989) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan prevalensi brucellosis di antara kabupaten-kabupaten di Sulawesi Selatan. Infeksi brucellosis lebih sering pada sapi yang digembalakan di dataran tinggi daripada di dataran rendah. Hal ini kemungkinan karena perbedaan kepadatan populasi, jumlah sapi yang digembalakan di dataran tinggi lebih banyak daripada yang di dataran rendah, dimana sapi lebih sering ditambatkan dan dikandangkan. Menurut Crawford et al. (1990), terdapat hubungan antara kepadatan populasi dalam suatu kelompok ternak dan prevalensi penyakit, dimana kepadatan

7 10 populasi meningkatkan potensi kontak antara ternak yang sehat dengan ternak sakit. Gejala utama brucellosis pada betina bunting adalah abortus, stillbirth (anak mati sesaat setelah dilahirkan) atau kelemahan anak yang dilahirkan. Umumnya, abortus terjadi pada pertengahan kebuntingan, seringkali disertai retensi placenta, yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya metritis ataupun infertilitas permanen. Pada betina yang dinseminasi dengan semen yang terinfeksi, dapat menyebabkan estrus berulang. Pada betina yang tidak bunting, tidak memperlihatkan gejala klinis, dan jika terinfeksi sebelum kawin, seringkali tidak terjadi abortus. Pada pejantan, bakteri Brucella dapat terlokalisir di testis, yang menyebabkan kebengkakan testis, berkurangnya libido dan infertilitas. Kadangkala testis menjadi atropi, adhesi dan fibrosis. Dapat pula terjadi seminal vesikulitis, ampulitis, higroma dan arthritis. (PAHO 2003). Menurut Gul dan Khan (2007), terdapat banyak faktor yang mempengaruhi prevalensi brucellosis, yaitu kondisi iklim, geografi, spesies, jenis kelamin, umur hewan dan tes diagnosa yang digunakan. Berdasarkan penelitian Geong (1999), pada tahun 1996 seroprevalensi brucellosis di Kabupaten Kupang adalah 3,0% dan secara signifikan lebih rendah daripada di Kabupaten Belu dengan seroprevalensi 29,2%. Bersamaan dengan hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara gejala klinis yang ada dengan seropositif terhadap CFT atau RBT. Di Kupang, 2,3% dari jumlah RBT positif menunjukkan stillbirth (anak mati sesaat setelah dilahirkan), 9,1% infertil (terhitung sudah 4 tahun sampai saat survei dilakukan tidak memproduksi/ menghasilkan anak). Tidak ada laporan abortus pada sapi seropositif, sedangkan 2% dari sapi seronegatif dilaporkan abortus. Kabupaten Belu yang mempunyai seroprevalensi tinggi, sebanyak 32,9% sapi seropositif mengalami abortus, sedangkan sapi seronegatif yang mengalami abortus mencapai 9,1%, infertil mencapai 21,2%, stillbirth mencapai 11,8% dan yang menderita higroma mencapai 2% (Geong 1999). Di Belu, stillbirth, abortus dan higroma secara lebih signifikan dapat dideteksi pada sapi seropositif daripada sapi seronegatif. Sapi yang abortus 9,6 kali lebih besar kecenderungan hasil pemeriksaan serologinya positif daripada sapi yang tidak abortus. Sapi Bali di Belu 5,9 kali lebih cenderung mengalami abortus daripada sapi di Kupang. Sapi di Kupang 13,5 kali lebih cenderung dapat menghasilkan anak yang normal daripada sapi dari Belu (Geong 1999).

8 11 Pengendalian dan Pemberantasan Brucellosis di Kabupaten Belu dan Kabupaten Kupang Pada prinsipnya, tujuan dan sasaran program pemberantasan brucellosis pada sapi adalah memperbaiki lingkungan budi daya peternakan sehingga bebas dari brucellosis, meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi dan pada akhirnya untuk meningkatkan pendapatan petani peternak (Rompis 2002). Strategi pemberantasan brucellosis harus disesuaikan dengan kondisi sistem peternakan setempat. Di Indonesia, usaha peternakan sapi kebanyakan dalam skala kecil dan bersifat tradisional atau peternakan rakyat. Sistem manajemen peternakan seperti ini sangat mempengaruhi pola penularan penyakit (Rompis 2002). Menurut Ditkeswan (2001), daerah tertular brucellosis terbagi atas 2 kriteria yaitu daerah tertular ringan dan daerah tertular berat. Daerah tertular ringan yaitu daerah dengan prevalensi brucellosis 2% (dengan uji CFT), sedangkan daerah tertular berat yaitu daerah dengan prevalensi brucellosis > 2% (dengan uji CFT). Program pengendalian dan pemberantasan brucellosis di Kabupaten Kupang dan Belu dimulai sejak ditetapkannya Surat Keputusan Gubernur Nomor 13 Tahun 1993 tentang Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Brucellosis di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Disnak Prov. NTT 2008c). Pencegahan dan pemberantasan brucellosis di Provinsi NTT dilaksanakan melalui survei penyakit, vaksinasi, pengujian ternak, pemotongan bersyarat, pengaturan lalu lintas ternak dan identifikasi ternak (Gubernur Kepala Daerah Tk. I NTT 1993a). Kabupaten Belu merupakan daerah tertular berat (prevalensi brucellosis >2%) dan kegiatan pemberantasan dilakukan melalui vaksinasi menggunakan vaksin Brucella strain 19. Sapi yang positif terhadap uji RBT diberi cap S di pipi kiri dan dianjurkan untuk dipotong bersyarat. Pengeluaran ternak sapi bibit untuk sementara dihentikan sampai Brucellosis dapat dikendalikan. Pengeluaran ternak sapi potong dari Kabupaten Belu hanya diijinkan melalui Pelabuhan Wini dan Pelabuhan Atapupu (Gubernur Kepala Daerah Tk. I NTT 1993b). Data perkembangan prevalensi brucellosis di Kabupaten Belu tahun disajikan pada Tabel 2.

9 12 Tabel 2 Perkembangan prevalensi brucellosis di Kabupaten Belu Tahun Prevalensi , , , , , , , , , , ,62 11, * 14,5 Sumber : Disnak Prov. NTT *Lake PRMT 2010 Menurut Ditkeswan (2001), vaksinasi massal pada daerah tertular berat (prevalensi >2%), dilakukan serentak terhadap seluruh populasi selama 5 tahun berturut-turut. Vaksinasi tahun pertama dilakukan pada semua umur, pada tahun kedua dan seterusnya pada yang umur muda saja dan yang belum tervaksin pada tahun-tahun sebelumnya. Kemudian setelah tahun kelima dilakukan tes prevalensi, dan jika prevalensi sudah 2 % dilanjutkan dengan test and slaughter sampai tercapai status bebas. Hasil survei Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VI Denpasar di Kabupaten Belu pada tahun 2004, dari sampel yang diperiksa dan berasal dari 4 kecamatan (Sasitamean, Malaka Timur, Tasifeto Barat dan Kobalima) sebanyak 395 (7,79%) positif reaktor brucellosis secara CFT, yang mengindikasikan bahwa program vaksinasi telah mampu menekan penyebaran brucellosis di lapangan (Dartini et al. 2004). Vaksin Brucella abortus S19 merupakan jenis vaksin yang paling sering digunakan dalam pengendalian brucellosis dibandingkan jenis vaksin yang lain (OIE 2009). Jenis vaksin ini dapat memberikan kekebalan selama lebih dari 7 tahun (Pusvetma 2007). Pengendalian dengan vaksinasi massal bertujuan untuk menurunkan prevalensi penyakit serendah-rendahnya. Di negara Chili, prevalensi brucellosis turun dari 7% menjadi 3% dalam kurun waktu 10 tahun dengan proteksi 72,9%. Sedangkan di Argentina, prevalensi brucellosis turun dari 17% menjadi 13% dalam kurun waktu 10 tahun dengan proteksi 79,4% (Noor 2008). Kabupaten Kupang merupakan daerah tertular brucellosis dengan prevalensi 2% (tertular ringan), sehingga pengendalian brucellosis melalui

10 13 potong bersyarat (test and slaughter) terhadap ternak sapi yang positif terhadap uji RBT (ternak reaktor). Ternak reaktor diberikan penandaan cap S di pipi kiri (Disnak Prov. NTT 2008b). Gambar 1. Peta Administrasi Provinsi NTT Menurut Ditkeswan (2001), test and slaughter dilakukan dengan : (1) Tes RBT pada semua (100%) ternak sapi betina umur 12 bulan atau lebih dengan rincian : a) Tes pertama pada semua desa di unit lokasi sasaran. b) Tes kedua hanya pada desa-desa tertular/positif CFT dari test pertama saja. c) Tes ketiga pada tahun ke-2 dan hanya pada desa-desa yang positif CFT sebelumnya sampai tidak ditemukan reaktor brucellosis (bebas sementara/provisionally free). (2) Tes CFT pada semua sapi yang positif hasil tes RBT. (3) Pemotongan reaktor pada semua sapi yang positif CFT. Pada daerah tertular ringan (prevalensi 2%) jika tidak dilakukan pemberantasan sejak dini, maka dalam 10 tahun mendatang prevalensi akan naik menjadi > 10% bahkan sampai 50-80% (Ditkeswan 2001). Kegiatan pemotongan bersyarat terhadap reaktor brucellosis diharapkan dapat mengakibatkan penurunan jumlah reaktor/sumber infeksi dari kelompok ternak (minimal 1%), penurunan jumlah desa dengan kategori tertular secara bertahap,

11 14 perluasan wilayah bebas brucellosis, peningkatan jumlah kelahiran hidup dan penurunan jumlah sapi abortus, higroma dan infertil (Disnak Prov. NTT 2008b). Pemasukan ternak sapi ke wilayah NTT harus disertai surat keterangan uji brucellosis negatif. Pengeluaran ternak sapi bibit harus disertai dengan surat keterangan uji brucellosis negatif (Gubernur Kepala Daerah Tk. I NTT 1993a). Ternak sapi bibit yang dikeluarkan melalui Pelabuhan Laut harus dilakukan tindak karantina minimal 40 hari dan dilakukan uji RBT sebanyak 2 kali, yaitu pertama di holding ground pemerintah/swasta dan di karantina pelabuhan pengeluaran ternak. Ternak bibit yang positif uji brucellosis tahap I atau tahap II diberi cap S di pipi kiri dan dianjurkan untuk dipotong bersyarat (Gubernur Kepala Daerah Tk. I NTT 1993b). Data perkembangan prevalensi brucellosis di Kabupaten Kupang tahun disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perkembangan prevalensi brucellosis di Kabupaten Kupang Tahun Prevalensi (%) , , , , , , , , * 2,0 Sumber : Disnak Prov. NTT *Perwitasari 2010 Noor (2008) mengatakan bahwa pemberantasan brucellosis dengan potong bersyarat dapat memberikan hasil yang sangat nyata apabila prevalensi penyakit rendah. Potong bersyarat harus dilakukan secara ketat untuk menghindarkan reinfeksi. Adapun negara yang menerapkan sistem ini dan berhasil adalah Cekoslovakia dan Swiss.

KAJIAN BIAYA MANFAAT PROGRAM PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN BRUCELLOSIS DI KABUPATEN BELU DAN KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN BIAYA MANFAAT PROGRAM PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN BRUCELLOSIS DI KABUPATEN BELU DAN KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KAJIAN BIAYA MANFAAT PROGRAM PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN BRUCELLOSIS DI KABUPATEN BELU DAN KABUPATEN KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR YURIKE ELISADEWI RATNASARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, pengambilan data primer dilakukan di 3 (tiga) kecamatan dari tiap kabupaten sebagai wilayah sampling. Pemilihan kecamatan didasarkan pada kriteria wilayah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Brucellosis Penyakit keguguran / keluron menular pada hewan ternak kemungkinan telah ada sejak berabad-abad lalu seperti deskripsi dari Hippocrates dan mewabah pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Daya Ternak Sapi dan Kerbau Sebanyak empat puluh responden yang diwawancarai berasal dari empat kecamatan di Kabupaten Sumbawa yaitu : Kecamatan Moyo Hilir, Lenangguar, Labuan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT Medo Kote dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT 71 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi 566 pulau besar dan kecil dengan luas daratan sekitar 47,3 ribu km 2. Kondisi alam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Arus Kas Tanpa Program Pengendalian Brucellosis di Kabupaten Belu

Lampiran 1. Arus Kas Tanpa Program Pengendalian Brucellosis di Kabupaten Belu Lampiran 1. Arus Kas Tanpa Program Pengendalian Brucellosis di Kabupaten Belu tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun 7 tahun 8 tahun 9 tahun 10 Pendapatan Calving rate 57% 56% 55% 54% 53%

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pedesaan di Kabupaten Bima. Sebagian besar petani peternak

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pedesaan di Kabupaten Bima. Sebagian besar petani peternak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang peternakan merupakan sektor penting dalam menunjang perekonomian pedesaan di Kabupaten Bima. Sebagian besar petani peternak masih mengandalkan hidupnya dari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Distrik Bobonaro Distrik Bobonaro terletak di antara 8 o 48-9 15 Lintang Selatan dan 125 o 55-125 24 Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan suhu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA 4.1. Letak Geografis Sumba Tengah Pulau Sumba terletak di barat-daya propinsi Nusa Tenggara Timur-NTT sekitar 96 km disebelah selatan Pulau Flores, 295 km disebelah

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR D. KANA HAU, A. POHAN dan J. NULIK Balai Pengkajian Tenologi (BPTP)

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 Oleh : drh Nyoman A Anggreni T PENDAHULUAN Pengendalian terhadap penyakit brucellosis di Indonesia, pulau Jawa dan khususnya di terus dilaksanakan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km 23 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km di sebelah selatan Pulau Flores, 295 km di sebelah Barat-Daya

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas bagaimana letak, batas dan luas daerah penelitian, morfologi daerah penelitian, iklim daerah penelitian, dan keadaan penduduk daerah

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah 2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas Taman Nasional Manupeu Tanahdaru (TNMT) secara geografi terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur pada 119º27-119º55 BT dan 09º29`-09º54` LS sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017 109 DINAMIKA POPULASI TERNAK KERBAU DI LEMBAH NAPU POSO BERDASARKAN PENAMPILAN REPRODUKSI, OUTPUT DANNATURAL INCREASE Marsudi 1), Sulmiyati 1), Taufik Dunialam Khaliq 1), Deka Uli Fahrodi 1), Nur Saidah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada

PENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada PENGANTAR Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia dan hewan (zoonosis). Penyakit ini sangat penting dan ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di belahan

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT H. ZULQIFLI Dinas Peternakan, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat PENDAHULUAN Kabupaten

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119 45 120 52 Bujur

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic Escherichia coli atau disebut EHEC yang dapat menyebabkan kematian pada manusia (Andriani, 2005; Todar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang Utara (LU) dan 98-100 Bujur Timur (BT), merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga PENDAHULUAN Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras di luar Pulau Jawa, yang berperan penting dalam upayah pelestarian swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS Esti Sarjanti Pendidikan Geografi-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO.BOX. 202 Purwokerto

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang Balai Pelaksana Teknis Bina Marga atau disingkat menjadi BPT Bina Marga Wilayah Magelang adalah bagian dari Dinas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI Sumber : Dinas CIPTARU Gambar 1. Peta Wilayah per Kecamatan A. Kondisi Geografis Kecamatan Jepara merupakan salah satu wilayah administratif yang ada di Kabupaten Jepara,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Kondisi Fisik Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 1.192 pulau, 432 pulau mempunyai nama dan 44 pulau berpenghuni.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Ekonomi Pertanian di Indonesia Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. protozoa parasit Toxoplasma gondii (T.gondii), parasit tersebut dapat menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. protozoa parasit Toxoplasma gondii (T.gondii), parasit tersebut dapat menginfeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toxoplasmosis adalah penyakit zoonotik yang disebabkan oleh protozoa parasit Toxoplasma gondii (T.gondii), parasit tersebut dapat menginfeksi semua mamalia dan spesies

Lebih terperinci

Oleh: Drs. Frans Lebu Raya, Gubernur Nusa Tenggara Timur Materi Pertemuan KADIN tanggal 7 Februari 2012 di Jakarta

Oleh: Drs. Frans Lebu Raya, Gubernur Nusa Tenggara Timur Materi Pertemuan KADIN tanggal 7 Februari 2012 di Jakarta NTB 63.0 NTT 64.8 NTB 63.0 NTT 64.8 Oleh: Drs. Frans Lebu Raya, Gubernur Nusa Tenggara Timur Materi Pertemuan KADIN tanggal 7 Februari 2012 di Jakarta Letak Geografis : 8 0-12 0 LS dan 118 0-125 0 BT

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci