BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pedesaan di Kabupaten Bima. Sebagian besar petani peternak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pedesaan di Kabupaten Bima. Sebagian besar petani peternak"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang peternakan merupakan sektor penting dalam menunjang perekonomian pedesaan di Kabupaten Bima. Sebagian besar petani peternak masih mengandalkan hidupnya dari sektor peternakan, disamping pertanian dalam arti luas. Tahun 2007, jumlah peternak sebanyak kepala keluarga dan pengeluaran ternak antar pulau mencapai ekor terdiri dari ekor sapi, 936 ekor kerbau, 307 ekor kuda. Hasil ternak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan PAD ini terutama dari bidang peternakan dapat berkurang apabila ada wabah penyakit yang menyerang ternak seperti Antraks (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010). Antraks dalam bahasa Bima disebut Keta atau Supu Keta atau Bala Keta adalah penyakit infeksi bakteri, menyerang hewan liar maupun domestik, bersifat zoonosis (dapat menginfeksi manusia), dan herbivora paling rentan (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010; Dragon and Rennie,1995; Dixon et al., 1999). Penyakit Antraks dikonfirmasi tahun 1976 di Desa Monta Kecamatan Monta. Kasus Antraks di Desa Monta menyebabkan dua orang meninggal karena mengkonsumsi produk ternak terinfeksi. Kambing merupakan ternak pertama kali dilaporkan terserang Antraks (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010). Antraks telah menyebabkan kematian manusia dan ternak di Kabupaten Bima. Sejak tahun panyakit Antraks telah menelan korban jiwa manusia 11 orang dari 44 orang yang terinfeksi, telah membunuh 146 ternak 1

2 2 kambing, 7 ekor kerbau, 11 ekor sapi, dan 1 ekor kuda (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010). Antraks masih menjadi masalah di Kabupaten Bima karena berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat akibat kontak dan mengkonsumsi daging terinfeksi. Penanganan Antraks yang kurang tuntas memberi dampak pada pencemaran lingkungan oleh spora Antraks. Kamatian 9 orang di dusun Lareu Doridungga tahun 2002 dan 16 orang sakit di Desa Raba tahun 2005 akibat kontak dan mengkonsumsi daging terinfeksi Antraks (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010). Beberapa Kecamatan dari 18 Kecamatan di Kabupaten Bima telah tertular Antraks. Setelah dikonfirmasi pertama tahun 1976 Antraks telah menyebar di 14 Kecamatan di Kabupaten Bima. Kecamatan beserta desa tertular tersebut adalah Kecamatan Monta Desa Tangga (1976), Sondo (2003); Kecamatan Belo Desa Cenggu (1980); Kecamatan Bolo Desa Kananga (1995, 1998), Leu (2002, 2010), Rato (2008); Kecamatan Woha Desa Samili (1997, 1998), Nisa (2007); Kecamatan Madapangga Desa Mpuri (1978), Dena (2002, 2006); Kecamatan Langgudu Desa Doro OO (2005); Kecamatan Wera Desa Tawali (1995, 2002), Hidirasa (2002), Nunggi (1998, 2002); Kecamatan Ambalawi Desa Tolowata (2002, 2005), Mawu (2005), Nipa (2009); Kecamatan Wawo Desa Maria (1978, 1987, 1995, 2000, 2003), Raba (1997, 1997, 2005); Kecamatan Sape Desa Naru (1995, 1997, 2003), RaiOi (2003), Rasabou (2005), Sari (2008); Kecamatan Lambu Desa Kaleo (2002); Kecamatan Donggo Desa Mbawa (1982), Doridungga (2002, 2003, 2006), Kala (2006 ); Kecamatan Soromandi Desa Sai (2001, 2002),

3 3 Punti (2003), Sampungu (2001), Bajo (2007); dan Kecamatan Sanggar Desa Kore (2004, 2006, 2007) (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010). Cakupan vaksinasi Antraks di Kabupaten Bima masih rendah dengan ratarata pada 6 tahun terakhir sebesar 43%. Usaha untuk mencegah kasus Antraks berulang, Dinas Peternakan Kabupaten Bima telah melakukan vaksinasi terhadap semua ternak rentan seperti sapi, kerbau, kuda, domba, dan kambing. Namun demikian kejadian Antraks di Kabupaten Bima hampir ditemukan tiap tahun (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010). Realisasi vaksinasi Antraks tahun dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tahun Tabel 1.1 Cakupan vaksinasi Antraks di Kabupaten Bima tahun Jumlah populasi (ekor) (Ternak besar, kecil) Jumlah ternak yang divaksin (ekor) Cakupan vaksinasi (%) , , , , , ,81 Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010 Masalah yang dihadapi dalam melaksanakan vaksinasi adalah ketersediaan vaksin tidak sebanding dengan populasi ternak rentan yang ada sehingga total cakupan vaksinasi tidak sesuai target yang diharapkan. Pada daerah wabah, vaksinasi seharusnya dilakukan terhadap semua ternak terancam dengan cakupan 100%, sedang daerah tertular lainnya minimal 80% dari populasi terancam, dan di daerah tidak tertular di desa sekitarnya dengan cakupan vaksinasi minimal 60%.

4 4 Masalah lain adalah kendala geografi, sarana dan prasarana belum memadai, dan peternakan rakyat masih ekstensif (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010). Faktor yang mempengaruhi peningkatan penyebaran Antraks di Kabupaten Bima sangat beragam. Beberapa hal diduga sebagai penyebab yaitu pemotongan ternak terinfeksi, pemusnahan karkas atau bangkai terinfeksi Antraks tidak tuntas, adanya anjing liar, cakupan vaksinasi belum memenuhi syarat pengendalian, lalu lintas ternak antar Desa dan antar Kecamatan tidak terkontrol, dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang Antraks menyebabkan penyakit Antraks menular juga ke manusia (Dinas Peternakan Kabupaten Bima, 2010). Antraks biasa ditemukan terjadi di daerah beriklim tropis. Kabupaten Bima memiliki tipe iklim D, E, F dengan musim hujan relatif pendek antara bulan November hingga April, curah hujan rata-rata 83 mm dengan suhu antara C, topografi berbukit-bukit sebanyak 36% dengan kemiringan 40 derajat, terletak antara meter di atas permukaan laut (RPJP Kabupaten Bima, 2007; BPS Kabupaten Bima, 2009). Kondisi tersebut diduga berpotensi menyebabkan penyakit Antraks endemik di Kabupaten Bima. Sistem beternak masyarakat di Kabupaten Bima sebagian besar masih bersifat ekstensif atau tradisional. Ternak dilepas di suatu padang pengembalaan yang dikenal dengan istilah So. So digunakan secara bersama-sama oleh peternak dan hanya sesekali saja ternak tersebut dikontrol. Pemeliharaan dengan sistem dilepas memberi peluang ternak bergerak perpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain yang jauh dari jangkauan pemilik. Sistem ini ikut berperan dalam menyebarkan penyakit Antraks ke lokasi lain.

5 5 Antraks adalah penyakit tanah, yang berarti bahwa penyebabnya terdapat di dalam tanah, kemudian bersama makanan dan minuman masuk ke dalam tubuh hewan. Antraks banyak terdapat di daerah pertanian, di daerah yang basah dan lembab, berpaya-paya, dan di daerah-daerah banjir (BPPHM, 1981). Tanah berperan sebagai reservoir alami dan sumber penyebaran yang penting dari kuman Bacillus anthracis penyebab Antraks (Cherkasskiy, 1999). Spora Antraks bertahan hidup dengan baik pada tanah berwarna hitam berbahan organik, berkalsium, dan alkalis. Di tanah dengan kalsium lebih dari 150 miliequevalen, ph di atas 7 memiliki angka kematian satwa liar tujuh kali lebih banyak dibanding tanah kurang kandungan kalsiumnya (Smith et al., 2000). Spora Antraks tahan terhadap pengaruh dingin termasuk di dalam air. Pada air comberan spora Antraks tahan 35 hari, pada kotoran kandang cair tahan 150 hari. Air dapat mengumpulkan spora dari berbagai lokasi epidemi tahun-tahun sebelumnya, berkumpul di suatu tempat penyimpanan spora atau storage area dan menginfeksi ternak melalui makanan dan minuman terkontaminasi (Suprojo, 2002; Hugh-Jones and Blackburn, 2009). Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian terhadap faktor risiko kejadian Antraks sehingga dapat digunakan oleh instansi terkait dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Antraks.

6 6 1.2 Rumusan Masalah Apakah faktor risiko berpengaruh terhadap kejadian Antraks di desa tertular di Kabupaten Bima? 1.3 Tujuan Penelitian Mengidentifikasi faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian Antraks di desa tertular di Kabupaten Bima 1.4 Manfaat Penelitian Dengan mengidentifikasi faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian Antraks dapat digunakan sebagi acuan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Antraks di Kabupaten Bima.

POPULASI TERNAK TAHUN 2008 DI KABUPATEN BIMA

POPULASI TERNAK TAHUN 2008 DI KABUPATEN BIMA POPULASI TERNAK TAHUN 2008 DI KABUPATEN BIMA Kecamatan Kerbau Kuda Kambing Domba Petelur Pedaging Puyuh Merpati 1 Ambalawi 4.372 1.712 172 8.236 418 30.986-743 9.939 - - - 2 Belo 2.601 1.996 813 8.275

Lebih terperinci

POPULASI TERNAK TAHUN 2007 DI KABUPATEN BIMA

POPULASI TERNAK TAHUN 2007 DI KABUPATEN BIMA Kecamatan POPULASI TERNAK TAHUN 2007 DI KABUPATEN BIMA 1 Ambalawi 4.650 1.512 52 5.162-24.749-300 7.086 - - 2 Belo 1.947 1.405 680 4.148 2.453 12.665 - - 3.406 - - 3 Bolo 2.082 351 455 6.756 134 15.647-12.800

Lebih terperinci

POPULASI TERNAK TAHUN 2009 DI KABUPATEN BIMA

POPULASI TERNAK TAHUN 2009 DI KABUPATEN BIMA DI KABUPATEN BIMA Kecamatan Kerbau Kuda Kambing Domba Itik Puyuh 1 Ambalawi 4.521 1.955 291 9.462-32.460-2.700 10.104 - - - 2 Belo 2.730 2.333 846 10.347 3.805 21.300 - - 6.753 - - 246 3 Bolo 2.632 538

Lebih terperinci

POPULASI TERNAK TAHUN 2010 DI KABUPATEN BIMA

POPULASI TERNAK TAHUN 2010 DI KABUPATEN BIMA DI KABUPATEN BIMA 1 Ambalawi 5.561 2.151 306 12.301-33.109-2.303 10.306 - - - 2 Belo 3.358 2.566 888 13.451 4.376 21.726 - - 6.888 - - - 3 Bolo 3.237 592 489 10.176 355 24.670-192.100 8.707 172 3 160 4

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BIMA TAHUN ANGGARAN 2013

RENCANA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BIMA TAHUN ANGGARAN 2013 RENCANA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BIMA TAHUN ANGGARAN 20 NO. A. 1. Penyebaran dan Pengembangan Ternak 1. Penyebaran : L - Sapi Langgudu, Sanggar, Sape dan Lambu 44 Ekor 198,000,000 198,000,000 -

Lebih terperinci

Penyediaan Bahan Bacaan & Peraturan Perundang-undangan Kab. Bima L 1 Paket

Penyediaan Bahan Bacaan & Peraturan Perundang-undangan Kab. Bima L 1 Paket MATRIKS RENC No. Uraian Program / Kegiatan Desa Lokasi Kec/kab SIFAT ( R / L / B ) VOLUME DINAS KESEHATAN A 1 2 Program pelayanan administrasi perkantoran Penyediaan jasa surat menyurat Penyediaan jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit zoonosa yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) dengan ujung siku-siku bersifat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAH RAGA Jalan : Soekarno Hatta telp (0374) 43563,43561 Fax.

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAH RAGA Jalan : Soekarno Hatta telp (0374) 43563,43561 Fax. PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAH RAGA Jalan : Soekarno Hatta telp (0374) 43563,43561 Fax.(0370)43561 Bima NAMA SMP/MTs, NEGERI SWASTA KABUPATEN BIMA TAHUN 2010/2011 No Nama Sekolah

Lebih terperinci

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KABUPATEN BIMA DAN KOTA BIMA TANGGAL DESEMBER 2016

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KABUPATEN BIMA DAN KOTA BIMA TANGGAL DESEMBER 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KELAS I LOMBOK BARAT NTB Jl. TGH. Ibrahim Khalidy Telp.(0370)674134, Fax.(0370)674135, Kediri-Lobar, NTB 83362 Website : http://iklim.ntb.bmkg.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 3 TAHUN 2006 PEMBENTUKAN 18 ( DELAPAN BELAS ) DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 3 TAHUN 2006 PEMBENTUKAN 18 ( DELAPAN BELAS ) DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 3 TAHUN 2006 PEMBENTUKAN 18 ( DELAPAN BELAS ) DESA 2006 PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN 18 ( DELAPAN

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG PENYESUAIAN TARIF RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di Selatan Kabupaten Badung Provinsi Bali, tepatnya antara 8 o 46 58.7 LS dan 115 o 05 00 115 o 10

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN 23 (DUA PULUH TIGA) DESA DALAM KABUPATEN BIMA

BUPATI BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN 23 (DUA PULUH TIGA) DESA DALAM KABUPATEN BIMA BUPATI BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN 23 (DUA PULUH TIGA) DESA DALAM KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA BMKG Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KABUPATEN BIMA ( TANGGAL 13 FEBRUARI 2017 )

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KABUPATEN BIMA ( TANGGAL 13 FEBRUARI 2017 ) BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KECAMATAN SAPE ( TANGGAL 02 JANUARI 2017 )

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KECAMATAN SAPE ( TANGGAL 02 JANUARI 2017 ) BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Web : www.bmkgbima.net

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA BMKG Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 4 ANTRAKS. 1. Defenisi Penyakit Antraks

BAB 4 ANTRAKS. 1. Defenisi Penyakit Antraks BAB 4 ANTRAKS 1. Defenisi Penyakit Antraks Kuman antraks pertama kali di isolasi oleh Robert Koch pada tahun 1877. Meskipun penyakit alaminya sudah banyak berkurang, antraks menarik perhatian karena dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PENGADILAN AGAMA BIMA KELAS I-B

PENGADILAN AGAMA BIMA KELAS I-B [ PENGADILAN AGAMA BIMA KELAS IB Jl. Gatot Soebroto No.10 RabaBima Telp. (0374) 43209, 45156, 6648240 Fax. 45156 email : info@pabima.go.id website : www.pabima.go.id Nusa Tenggara Barat KEPUTUSAN KETUA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM WILAYAH

III. KEADAAN UMUM WILAYAH III. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Letak dan Luas Wilayah KPH Wilayah KPHP Maria Donggomasa berdasarkan administrasi pemerintahannya berada di dua Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Yaitu : 1. Kota Bima, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis atau penyakit kuning merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyakit ini disebabkan bakteri Leptospira Icterohaemorrhagiae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen (Saroso, 2003). Leptospirosis adalah suatu zoonosis yang disebabkan suatu mikroorganisme

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di GAMBARAN PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) ANTRAKS YANG TERJADI DI DESA KARANGMOJO KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH TAHUN 2011 * ), Sri Yuliawati** ), Lintang Dian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi 24 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas baik, mudah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTNG DI KABUPATEN BIMA

LAPORAN AKHIR ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTNG DI KABUPATEN BIMA LAPORAN AKHIR ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN SAPI POTNG DI KABUPATEN BIMA 2015-2019 Kerjasama DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT dengan FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic Escherichia coli atau disebut EHEC yang dapat menyebabkan kematian pada manusia (Andriani, 2005; Todar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang bersifat patogen merupakan prioritas utama untuk dilakukan pada bidang kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke manusia. Penyakit Leptospirosis

Lebih terperinci

DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA BIMA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KOTA BIMA TAHUN 2016

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Peternakan sebagai bagian integral dari Pembangunan Pertanian dalam arti luas akan selalu mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Lebih terperinci

Sosialisasi Penyusunan RP4D Kabupaten

Sosialisasi Penyusunan RP4D Kabupaten Sosialisasi Penyusunan RP4D Kabupaten Sosialisasi dapat dilakukan bersamaan dengan hari penyelenggaraan Workshop, yang menjadi bagian pembuka dari rangkaian kegiatan yang dirancang untuk berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak kejadian leptospirosis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dimana setiap tahunnya kejadian kasus diare sekitar 4 miliar, dengan jumlah kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja di luar Negeri, jauh dari keluarga merupakan. bermigrasi ke Negara lain. Pekerjaan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja di luar Negeri, jauh dari keluarga merupakan. bermigrasi ke Negara lain. Pekerjaan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam sebuah rumah tangga Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar Negeri, jauh dari keluarga merupakan keharusan sebagai sebuah konsekuensi logis dari pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian bangsa Indonesia dan sektor peternak juga menjadi salah satu sektor yang menunjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Peternakan sebagai bagian integral dari Pembangunan Pertanian dalam arti luas akan selalu mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) RUMAH POTONG HEWAN (RPH) PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di alam ini tidak dapat berlangsung, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Tubuh manusia sebagian

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

Diterbitkan oleh STASIUN METEOROLOGI SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA JL. Sultan Muhammad Salahuddin Bima, Bima Nusa Tenggara Barat

Diterbitkan oleh STASIUN METEOROLOGI SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA JL. Sultan Muhammad Salahuddin Bima, Bima Nusa Tenggara Barat Diterbitkan oleh STASIUN METEOROLOGI SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA JL. Sultan Muhammad Salahuddin Bima, 84173 Bima Nusa Tenggara Barat TIM PENYUSUN Penanggung Jawab DARYATNO, SP,MP Ketua SUPRIADIN, SP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbaikan tata kelola pemerintahan dan sistem manajemen berfokus pada peningkatan akuntabilitas sekaligus peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil. Hal ini

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pendekatan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain :

TINJAUAN PUSTAKA. pendekatan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain : TINJAUAN PUSTAKA Keadaan umum Kecamatan Percut Sei Tuan Kecamatan Percut Sei Tuan dapat digambarkan melalui beberapa pendekatan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain : a. Geografis Wilayah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN BIMA DARI RABA WILAYAH KOTA BIMA KE KECAMATAN WOHA KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan Indonesia, yang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan produksi, memperluas lapangan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak

BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terabaikan atau Neglected Infection Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. terabaikan atau Neglected Infection Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia, khususnya negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis yang memiliki curah hujan tinggi.

Lebih terperinci

PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING

PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING SALINAN PERATURAN DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK DAN HEWAN PENULAR RABIES YAITU ANJING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA MIAU MERAH,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan 78 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan UU No.33 Tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA MENYEBABKAN BANJIR DI WILAYAH KABUPATEN DAN KOTA BIMA TANGGAL 26 MARET 2017

ANALISIS KONDISI CUACA MENYEBABKAN BANJIR DI WILAYAH KABUPATEN DAN KOTA BIMA TANGGAL 26 MARET 2017 BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Web : www.bmkgbima.net

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor

BAB I PENDAHULUAN. segala umur. 1.5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data UNICEF dan WHO tahun 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi dan nomor 5 bagi segala umur. 1.5 juta anak

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR D. KANA HAU, A. POHAN dan J. NULIK Balai Pengkajian Tenologi (BPTP)

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT H. ZULQIFLI Dinas Peternakan, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat PENDAHULUAN Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

TEMPAT PENJUALAN HEWAN

TEMPAT PENJUALAN HEWAN TEMPAT PENJUALAN HEWAN Pemenuhan kebutuhan hewan kurban di wilayah Provinsi Jawa Barat umumnya berasal dari hewan yang didatangkan dari berbagai daerah dan diperdagangkan di wilayah Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 06 TAHUN 2006 Menimbang Mengingat TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci