DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT
|
|
- Johan Kurnia
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT Medo Kote dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Pengembangan usaha pertanian di wilayah pesisir merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Namun demikian, pembukaan lahan pertanian di wilayah pesisir harus dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan lingkungan sehingga tidak akan menimbulkan masalah-masalah lingkungan seperti menurunnya produktivitas perikanan, pencemaran perairan, perubahan siklus aliran air dan meningkatnya laju sedimentasi. Pemeliharaan ternak di kawasan pesisir bila tidak dikelola dengan baik dan mengikuti pola-pola pemeliharaan yang tetap memperhatikan keberlanjutan ekologi, maka perlahan namun pasti akan mengganggu kelestarian sumberdaya pesisir dan laut, disamping karena pengaruh injakan ternak yang dapat merusak habitat dan biota laut juga kotoran ternak dapat mencemari perairan wilayah pesisir. Oleh karena itu makalah ini mencoba untuk mengulas beberapa hal yang berkaitan dengan pemeliharaan ternak, khususnya pemeliharaan ternak di wilayah pesisir. Sampai sejauh mana pemeliharaan ternak di wilayah pesisir dapat mengganggu kelestarian biota laut serta tindakan atau penanggulangan untuk mengatasinya sehingga keseimbangan biologi dapat dipertahankan dan terlanjutkan. Kata kunci: dampak, pemeliharaan ternak, kawasan pantura PENDAHULUAN Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan wilayah kepulauan dengan luas daratan ,9 km2 dan luas perairan km2, yang tersebar di 566 pulau dimana diantaranya 42 buah pulau yang dihuni, dan 524 pulau tidak berpenghuni. Luas perairan laut NTT tersebut tidak termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE), dengan garis pantai sepanjang km2. Secara administrative terdapat sekitar 664 desa/kelurahan pesisir yaitu wilayah desa/kelurahan yang berbatasan langsung dengan laut, dengan cakupan penduduk sekitar jiwa atau 30% lebih dari sekitar 3,9 juta lebih penduduk NTT pada tahun 2002 (Suhadi, 2004). Pembangunan di pesisir dan laut merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam aktivitas tersebut sering dilakukan perubahan-perubahan pada sumberdaya alam, dan perubahan tersebut tentunya akan memberikan pengaruh pada lingkungan hidup, makin tinggi laju pembangunan maka makin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan makin besar perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup. Sehingga dalam perencanaan pembangunan pada suatu system ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pad perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat negative yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. Pemeliharaan ternak sapi bagi petani di NTT adalah pola tradisional yang mengandalkan sumber pakan ternak dari padang penggembalaan dengan biaya roduksi yang relative murah dan penggunaan tenaga kerja yang minim, produktivitas ternak sai dengan system ini berfluktuasi mengikuti musim. Pada musim hujan ketika produksi hijauan melimpah, ternak mengalami peningkatan bobot badan dan sebaliknya dimusim kemarau ketika roduksi dan kualitas hijauan menurun, ternak mengalami kehilangan bobot badan dimana penurunnya dapat mencapai 20-25% dari bobot badan pada musim hujan (Wirdahayati et al, 1997; Bamualim, 1994; Jelantik, 2001).
2 Usaha peternakan di Kawasan Pantura TTU berperan penting bagi perekonomian dan untuk memenuhi kebutuhan sosial budaya masyarakat setempat. Jenis ternak yang umum dipelihara adalah ayam, babi, kambing dan sapi. Sedangkan ternak kuda dan kerbau hanya dimiliki oleh sebagian kecil petani. Ternak sapi menjadi sumber uang tunai utama keluarga dan mempunyai kontribusi cukup besar bagi perekonomian wilayah. Sebanyak 1000 ekor per bulan (walaupun tidak semuanya berasal dari kawasan Pantura TTU) diantar pulaukan dari Pelabuhan Wini (Letelay et al, 2004). Sehingga dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidahkaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. Berdasarkan uraian diatas, maka makalah ini mengulas seberapa jauh pembangunan peternakan dalam hal ini pemeliharaan ternak di kawasan pantura TTU berdampak terhadap kelestarian sumberdaya pesisir dan laut. METODOLOGI Makalah ini mengulas tentang dampak pemeliharaan ternak khususnya di kawasan pantura TTU dalam kaitannya dengan kelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Data dan informasi yang dikumpulkan berasal dari hasil penelitian atau kajian dan studi kepustakaan yang terkait dengan materi yang dibahas. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi danpopulasiternak di Kabupaten Ttimor Tengah Utara (TTU) Pembangunan sub sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dan hasil ikutannya yang pada gilirannya diharapkan dapat mendongkrak pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan dan perbaikan mutu gizi masyarakat serta mengembangkan pasar eksport. Untuk ternak besar, sapi masih menempati posisi teratas dari segi populasi yang diikuti ternak kuda dan kerbau dan kondisi ini pararel dengan jumlah rumah tangga petani yang mengusahakan ternak besar (Tabel 1). Tabel 1. Populasi Ternak Besar Dan Kecil Serta Jumlah Rumah Tangga Petani Yang Mengusahakan Di Kabupaten TTU Jenis Ternak Populasi Jumlah RT Yang % RT Yang Mengusahakan Mengusahakan *) Sapi ,47 Kerbau ,14 Kambing ,40 Babi ,86 Ayam Buras ,85 Sumber : Anonymous, 2006 *) Menggunakan data jumlah RT tahun 2002 Dalam Tabel 1 diatas terlihat bahwa populasi ternak sapi masih mendominasi dibandingkan ternak yang lain dengan persentasi rumah tangga yang mengusahakan sebesar 24%. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten TTU masih merupakan primadona untuk mengusahakan ternak sapi, sehingga prospek pengembangannya lebih menjanjikan. Disamping iklim juga kondisi social dan budaya masyarakat setempat yang sudah menyatu dengan ternak peliharaanya. Adanya system penggunaan lahan di kawasan pantura TTU, seperti: (i) pemukiman; (ii) lahan kering/ladang (di pantura disebut kebun); (iii) pekarangan; (iv) semak belukar; (v) padang penggembalaan; dan (vi) perhutanan. Dengan adanya pembagian lahan tersebut akan memberi
3 prospek dalam perkembangan ternak sapi karena memiliki lahan tersendiri untuk melangsungkan aktivitas sehingga menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dan hal ini dapat di capai apabila pemeliharaan ternak dikawasan pantura dapat dikelola dengan baik, dengan selalu memperhatikan keadaan disekitar lingkungan penggembalaan agar tidak terjadi kerusakan yang diakibatkan karena penggembalaan berat. Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi di Kawasan Pantura TTU Usaha peternakan di kawasan pantura TTU berperan penting bagi perekonomian dan untuk memenuhi kebutuhan sosial budaya masyarakat setempat, dengan sistem pemeliharaan ternak adalah sistem lepas, sistem ikat dan pindah serta sistem ikat dan dikandangkan. Kebiasaan petani melepas ternaknya di padang penggembalaan untuk mencari rumput sendiri adalah cara yang umum bagi masyarakat setempat, namun demikian tidak semua petani dapat melakukan hal itu, karena sistem ini umumnya dilakukan oleh petani yang memiliki banyak ternak. Kondisi peternakan di kawasan pantura TTU saat ini dibandingkan dengan 5-10 tahun lalu telah mengalami perubahan (penurunan) yang signifikan (Tabel 2). Dilaporkan bahwa ratarata pemilikan ternak sapi 5-10 tahun lalu berkisar 5-10 ekor/kk, namun sekarang terjadi penurunan yaitu sekitar 1-2 ekor/kk dan hanya 70-80% petani yang memiliki ternak sapi, dibanding pada tahun 1980-an masih ada petani yang memiliki ternak sampai ratusan ekor walaupun proporsinya sedikit (Letelay et al, 2004). Tabel 2. Penampilan Produksi Ternak Sapi Di Kawasan Pantura TTU Uraian Penampilan Produksi Keadaan 5-10 Tahun Lalu Keadaan Saat Ini Populasi Tinggi Rendah Rata-rata bobot badan untuk > 250 kg < 250 kg eksport Skala kepemilikan ekor/kk 1-10 ekor/kk Rata-rata jumlah pemilikan 10 ekor/kk 1-2 ekor/kk Distribusi pemilikan > 90% < 80% Sistem pemeliharaan Ekstensif Semi-intensif Sumber: Letelay et al, 2004 (di modifikasi) Sistem ikat berlaku di daerah yang relatif padat penduduk, namun masih punya cukup sumber pakan, sedangkan sistem digembalakan berlaku didaerah yang kurang padat penduduk, dimana ternak digembalakan pada lahan-lahan yang masih kosong terutama pada musim hujan dan pada musim kemarau sering digembalakan pada lahan ladang atau sawah yang diberokan. Karena jumlah pemilikan yang semakin kecil, beberapa petani (4-6 orang) yang masih mempunyai ikatan keluarga biasanya menggabungkan ternak sapi mereka dan digembalakan secara bergilir dengan membuat kandang kelompok, dimana setiap kandang kelompok diisi ekor sapi. Dampak Pemeliharaan Ternak Di Kawasan Pantura TTU Dan Upaya Penanggulangannya Untuk memperkecil erosi yang disebabkan oleh ternak (karena disadari atau tidak) juga merupakan salah satu faktor penyebab erosi, maka perlu dilakukan usaha intensifikasi peternakan yang meliputi pemilihan bibit unggul, penyediaan pakan (hijauan makanan ternak) serta perbaikan tatalaksana. Budidaya tanaman pakan terutama legume pohon (lamtoro dan turi) sudah cukup membudaya di kawasan pantura TTU, karena setiap petani yang memiliki ternak sapi pasti mempunyai kebun pakan khusus atau paling tidak sebagai bagian dari sistem perladangan mereka. Menurut petani budidaya tanaman pakan legume ini telah dikenal sejak tahun 1970-an. Penggembalaan ternak kambing dan domba pada lahan dengan kemiringan diatas 15%, menyebabkan erosi, dimana kedua jenis ternak ini merenggut rumput yang merupakan vegetasi penutup tanah, sampai pada batas tanah bagian leher akar tempat titik tumbuh tunas baru sehingga rumput akan susah tumbuh lagi. Sebagai akibat tanah akan gundul, dan ditambah lagi
4 dengan runcingnya kuku-kuku ternak tersebut sehingga permukaan tanah akan rusak dengan cepat dan terjadilah erosi. Sedangkan penggembalaan ternak sapi tidak begitu berpengaruh dalam proses erosi, karena cara sapi merenggut rumput sedemikian rupa sehingga rumput masih tersisa sedikit ± 2 cm diatas permukaan tanah sehingga tanah masih dapat terlindungi dari erosi. Namun akan menjadi permasalahan bila ternak sapi dilepas disekitar kawasan pantai, karena tidak sedikit petani di kawasan pantura yang melepas ternaknya, karena pengaruh trampling atau injakan teranak sapi dapat merusak ekosistem pantai seperti tanaman mangrove. Mangrove merupakan salah satu sumberdaya pesisir yang memberi manfaat besar bagi masyarakat pesisir, setidaknya masyarakat mengakui mangrove sebagai habitat biota laut dan pencegah abrasi pantai. Berbagai program untuk memperbaiki kondisi peternakan di kawasan pantura telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, namun belum memberikan dampak yang nyata, karena program perbaikan selama ini masih sangat bias untuk ternak sapi, demikian pula untuk ternak ayam, babi dan kambing belum mendapat perhatian yang serius. Beberapa strategi dalam mengembangkan teknologi pertanian yang ramah lingkungan adalah: i) memanfaatkan kearifan budaya local setempat yang dapat menunjang adopsi teknologi anjuran; ii) perlunya kegiatan penyuluhan yang efisien dan efektif di dalam transfer teknologi anjuran kepada petani; iii) teknologi yang dimasukan agar tidak merupakan perombakan total cara bertani yang ada, namun lebih banyak hanya merupakan perbaikan-perbaikan seperlunya saja (Bamualim dan Nulik, 1999). Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi dampak negative dari kegiatan pertanian adalah dengan menyediakan daerah penyangga (buffer zone) antara daerah pertanian dan tepi perairan pesisir. Zona tersebut harus cukup luas agar tanah serta tanaman pada zona tersebut masih dapat secara alami mencuci dan menyaring zat-zat pencemar dari daerah pertanian, selain itu zona juga harus mempunyai peranan penting dalam pengendalian erosi tanah permukaan. KESIMPULAN Budidaya tanaman pakan terutama legume pohon (lamtoro dan turi) di kawasan pantura TTU sudah cukup membudaya, dimana setiap petani yang memiliki ternak sapi pasti mempunyai kebun pakan khusus atau paling tidak sebagai bagian dari sistem perladangan mereka. Intensifikasi peternakan yang meliputi pemilihan bibit unggul, penyediaan pakan (hijauan makanan ternak) serta perbaikan tatalaksana, merupakan salah satu factor pencegah erosi. Adanya daerah penyangga (buffer zone) antara daerah pertanian dan tepi perairan pesisir, merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan pertanian. DAFTAR PUSTAKA Anonymous Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pesisir Pantai Utara Kabupaten Timor Tengah Utara. Laporan Fakta Dan Data. Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Bamualim A Usaha Peternakan Sapi Di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Pengelolaan Dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Peternakan Dan APTEK Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili/Balai Informasi Pertanian Noelbaki, Kupang, 1-3 Februari Bamualim A dan J. Nulik Pengembangan Teknologi Pertanian Yang Ramah Lingkungan Kepulauan Semi Ringkai. Prosiding Lokakarya. Dampak Teknologi Pertanian Terhadap Lingkungan Dan Keanekaragaman Hayati. Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun Kerjasama Yayasan KEHATI dan PPLHSA Undana, Kupang-1999.
5 BPS Statistik Pertanian Timor Tengah Utara, Kerjasama BPS Kabupaten TTU Dan Bappeda Kabupaten TTU. Leteley J., dan Tim Pengkaji BPTP NTT Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir Laut Di Kawasan Pantai Utara Kabupaten Timor Tengah Utara. Laporan Akhir Pemda Kabupaten TTU Bekerjasama Dengan BPTP NTT, Badan Litbang Pertanian- DEPTAN Tahun Suhadi D., Implikasi ICZPM Dalam Pembangunan Dan Perlindungan. Pelatihan Integreted Coastal Zone Planning And Management (ICZPM) Provinsi NTT Tahun Prosiding Kerjasama BAPPEDA Propinsi NTT Dan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Kupang Wirdahayati R.B., C. Liem, A. Pohan, J. Nulik, P.Th. Fernandez, Asnah dan A. Bamualim Pengkajian Teknologi Usaha Pertanian Berbasis Sapi Potong Di NTT. Dalam Pertemuan Pra Raker Badan Litbang Pertanian II, Manado 3-4 Maret 1997.
SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT
SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT Sophia Ratnawaty, P. Th. Fernandez dan J. Nulik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur Abstrak
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciRESPON PETANI ATAS PROGRES PENGGEMUKAN TERNAK SAPI DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
RESPON PETANI ATAS PROGRES PENGGEMUKAN TERNAK SAPI DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Didiek AB dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Sistem pengemukan
Lebih terperinciJohanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK
PEMANFAATAN GULMA SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT PUPUK ORGANIK BOKHASI DALAM RANGKA MENGATASI PENYEMPITAN PADANG PEMGGEMBALAAN DAN MENCIPTAKAN PERTANIAN TERPADU BERBASIS
Lebih terperinciPOTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Sophia Ratnawaty, Didiek A. Budianto, dan Jacob Nulik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciLingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :
PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB
Lebih terperinciANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR
ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi
Lebih terperinciPotensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON
Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciPOTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING LOKAL DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS TERNAK DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING LOKAL DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS TERNAK DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR D. KANA HAU DAN A. POHAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur ABSTRAK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciTAMPILAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI BALI PADA DUA MUSIM YANG BERBEDA DI TIMOR BARAT
TAMPILAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI BALI PADA DUA MUSIM YANG BERBEDA DI TIMOR BARAT (Performances of Bali Cattle During Dry and Wet Seasons in West Timor) A. POHAN, C. LIEM dan J.NULIK Balai Pengkajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan
BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.
Lebih terperinciPOTENSI INTEGRASI TERNAK SAPI DENGAN JERUK KEPROK SOE DI DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA KABUPATEN TTS
POTENSI INTEGRASI TERNAK SAPI DENGAN JERUK KEPROK SOE DI DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA KABUPATEN TTS Didiek Agung Budianto dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting pembangunan. Sehingga pada tanggal 11 Juni 2005 pemerintah pusat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembukaan undang-undang dasar 1945 telah menggariskan landasan filosofis mengenai hal-hal yang terkait dengan segala aktifitas berbangsa dan bernegara. Bahwa bumi,
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk
PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah
Lebih terperinciPROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI
PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar
PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Negara Indonesia mempunyai wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 81.791
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai
Lebih terperincigamal, sebagai salah satu mekanisme yang ditempuh oleh tanaman ini dalam mengatasi kekeringan (Nulik, 1994). Pemberian lamtoro campur rumput adatah ko
TEKNOLOGI PEMANFAATAN SILASE TANPA BAHAN PENGAWET SEBAGAI PAKAN TERNAK SAM DI NUSA TENGGARA TIMUR Sophia Ratnawaty, P. Th. Fernandez, D. Kana Hau 1 don Wirdahayati R.B 2) '" Balai Pengkajian Teknotogi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks
Lebih terperinciPemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan. Wilayah ini terdiri dari 27 pulau dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PENGGEMUKAN SAPI BALI MELALUI PENDEKATAN KANDANG KOLEKTIF DI KECAMATAN INSANA, KABUPATEN TTU
PERKEMBANGAN PENGGEMUKAN SAPI BALI MELALUI PENDEKATAN KANDANG KOLEKTIF DI KECAMATAN INSANA, KABUPATEN TTU Amirudin Pohan, Sophia Ratnawaty dan Hendrik H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam dan jenis endemiknya sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.
Lebih terperinciINTRODUKSI PAKAN TERNAK DI LOKASI PRIMATANI, DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
INTRODUKSI PAKAN TERNAK DI LOKASI PRIMATANI, DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Paskalis Th. Fernandez dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT
Lebih terperinciLUMBUNG PAKAN RUMINANSIA. Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1)
LUMBUNG PAKAN RUMINANSIA Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1) 1) Politeknik Pertanian Negeri Kupang Email bernadete_koten@yahoo.com ABSTRAK Sebuah kegiatan I b M dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciPERILAKU KOMUNIKASI WANITA TANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG (Kasus di Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, NTT)
PERILAKU KOMUNIKASI WANITA TANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG (Kasus di Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, NTT) Onike T. Lailogo dan Yohanes Leki Seran Balai Pengkajian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan
Lebih terperinciPENGARUH SISTEM PENGGEMBALAAN BEBAS (LEPAS) TERHADAP DEGRADASI LAHAN DI NUSA TENGGARA TIMUR
PENGARUH SISTEM PENGGEMBALAAN BEBAS (LEPAS) TERHADAP DEGRADASI LAHAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Medo Kote, Sophia Ratnawaty, dan Masniah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Kondisi fisik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan
Lebih terperinciMEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT
MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu
Lebih terperinciTINGKAT PARTISIPASI TENAGA KERJA WANITA DALAM USAHA PEMELIHARAAN TERNAK DI NUSA TENGGARA TIMUR (KASUS AMARASI)
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998 TINGKAT PARTISIPASI TENAGA KERJA WANITA DALAM USAHA PEMELIHARAAN TERNAK DI NUSA TENGGARA TIMUR (KASUS AMARASI) SOPHIARATNAWATYI, NELSONH. KARIOl, dan T.S.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia
1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km
Lebih terperinciKAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan
Lebih terperinciKELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR
KELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR Didiek AB, Sophia Ratnawaty dan H.H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu Kabupaten yang paling banyak memproduksi Ikan, komoditi perikanan di Kabupaten Kupang merupakan salah satu pendukung laju perekonomian masyarakat,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika
LAPORAN AKHIR SURVEI PENDASARAN SOSIAL EKONOMI PROYEK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MISKIN MELALUI INOVASI DI KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika
Lebih terperinciPELUANG USAHA PENGGEMUKAN SAPI DALAM KANDANG KELOMPOK DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR
PELUANG USAHA PENGGEMUKAN SAPI DALAM KANDANG KELOMPOK DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR Sophia Ratnawaty dan Didiek A. Budianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Nusa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinciJurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI POTONG MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PETERNAKAN DI KELOMPOK TANI KOTA DALE - KELURAHAN OESAO Melkianus Dedimus Same Randu, Ferdinan S. Suek, dan Thomas Lapenangga Program
Lebih terperinciPENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG
PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS TERNAK SAPI POTONG DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG TIMUR KABUPATEN KUPANG Ferdinan S. Suek, Melkianus D. S. Randu Program Studi Produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis Desa Suka Damai merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Gereudong Pase, Kabupaten Aceh Utara. Ibu kota kecamatan ini berada
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM USAHATANI SAYUR-SAYURAN ORGANIK DI TIMOR TENGAH UTARA
PEMANFAATAN LIMBAH PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM USAHATANI SAYUR-SAYURAN ORGANIK DI TIMOR TENGAH UTARA Amirudin Pohan dan Yohanes Leki Seran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Pengembangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperinci92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM
ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI NUSA TENGGARA TIMUR
PROSPEK PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMANTERNAK DI NUSA TENGGARA TIMUR DEBORA KANA HAU, JACOB NULIK dan AMIRUDIN POHAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur Jl. TimTim Km 39 Kupang,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan
Lebih terperinciKEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT
KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah
Lebih terperinciKAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR
KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dan km2 Lautan. NTT sebagai salah satu provinsi kepulauan, memiliki potensi yang cukup besar dalam
PENDAHULUAN Luas Wilayah NTT + 247.349,9 9 Km2; 47.349,9 9 km2 Daratan dan 200.000 km2 Lautan NTT sebagai salah satu provinsi kepulauan, memiliki potensi yang cukup besar dalam mendukung program pembangunan
Lebih terperinciPROFIL BUDIDAYA SAPI POTONG DALAM USAHATANI DI PULAU TIMOR, NUSA TENGGARA TIMUR. Hendrik H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT
PROFIL BUDIDAYA SAPI POTONG DALAM USAHATANI DI PULAU TIMOR, NUSA TENGGARA TIMUR Hendrik H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Budidaya sapi potong di pulau Timor dilakukan
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA INVESTASI. KEM.PERTAMINAFLip DESA NIFUBOKE KECAMATAN NOEMUTI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA. (Selasa, 19 Mei 2015)
LAPORAN KINERJA INVESTASI KEM.PERTAMINAFLip DESA NIFUBOKE KECAMATAN NOEMUTI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA (Selasa, 19 Mei 2015) Sebagian Kondisi awal lahan Kebun Buah Naga Disusun oleh: TIM KEM NIFUBOKE
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE
DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein
Lebih terperinciPENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM
PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut
Lebih terperinci