KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PASCA PANEN KAKAO MELALUI DISEMINASI MULTI CHANNEL MENDUKUNG GERNAS KAKAO DI SUMATERA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PASCA PANEN KAKAO MELALUI DISEMINASI MULTI CHANNEL MENDUKUNG GERNAS KAKAO DI SUMATERA BARAT"

Transkripsi

1 PG-110 KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PASCA PANEN KAKAO MELALUI DISEMINASI MULTI CHANNEL MENDUKUNG GERNAS KAKAO DI SUMATERA BARAT Nusyirwan Hasan, Rifda Roswita, Syafril, dan Zulrasdi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jalan Padang Sukarami km 40 Sukarami, Telepon Disajikan Nop 2012 ABSTRAK Mendukung Gernas Kakao, Pemerintah Daerah Sumatera Barat mengembangkan kakao secara besar besaran, sehingga pada akhir tahun 2015 mencapai ha. Namun peningkatan luas tanam belum diikuti dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen yang tepat sehingga produktivitas dan mutu masih rendah. Di lain pihak banyak inovasi teknologi yang telah dihasilkan tetapi masih sedikit yang diterapkan petani. Perlu terobosan untuk mempercepat dan memperluas diseminasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao melalui berbagai saluran komunikasi secara optimal yang dikenal dengan Diseminasi Multi Channel (DMC). Tujuan pengkajian adalah: (1) Meningkatkan 25% adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao di Sumatera Barat; (2) Meningkatkan produktivitas tanaman kakao di Sumatera Barat; (3) Meningkatkan mutu biji kakao yang dihasilkan petani sesuai dengan Standar Mutu Nasional (SNI). Kegiatan pengkajian dilaksanakan pada bulan Januari s/d November tahun 2012, di 2 (dua) kabupaten yaitu Kabupaten Padang Pariaman, dan Limapuluh Kota. Penelitian terdiri dari 3 kegiatan utama sebagai berikut: (1) Survei awal (base line survey) untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi dan kebutuhan inovasi teknologi dengan jumlah sampel 30 orang untuk masing-masing lokasi. Survei dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara terstruktur secara perorangan; (2) Diseminasi inovasi teknologi dengan pola/model DMC yang diawali dengan sosialisasi dan advokasi kepada para pemangku kepentingan sehingga mereka dapat menjadi penyalur inovasi teknologi kepada petani, Sekolah lapang (SL), penerbitan dan penyebarluasan 2 judul media cetak leaflet serta pelaksanaan demplo) teknologi budidaya dan pasca panen kakao yang dilaksanakan pada lahan seluas 1 ha dengan satu orang petani kooperator untuk masing-masing lokasi. Setelah dan sebelum pelaksanaan demplot dilakukan uji mutu kakao yang dihasilkan petani. (3) Survei akhir untuk mengetahui percepatan adopsi inovasi teknologi. Data yang dikumpulkan antara lain: (1) Persentase petani yang mengadopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao pada awal dan akhir pengkajian; (2) Produktivitas tanaman kakao, (3) Mutu biji kakao yang dihasilkan pada awal dan akhir pengkajian dan (4) Analisis usahatani tanaman kakao. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif, tabulasi, dan analisis ekonomi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC) dapat meningkatkan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao dari 19,44% menjadi 45,56% di Nagari Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman dan dari 30,00% menjadi 73,89% di Nagari Simpang Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota. (2) Peningkatan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas kakao dari 450,71 kg/ha/th menjadi 720,50 kg/ha/th di Nagari Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman dan dari 570,30 kg/ha/th menjadi 1.239,71 kg/ha/th di Nagari Simpang Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota.(3) Selain itu juga terjadi peningkatan mutu biji kakao yang dihasilkan petani pada ke dua lokasi sehingga sesuai dengan SNI. Dalam upaya peningkatan produksi kakao di Provinsi Sumatera Barat perlu dilakukan percepatan adopsi inovasi teknologi melalui pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC) dengan demplot dan Sekolah Lapang (SL) budidaya dan pasca panen kakao pada setiap kecamatan daerah pengembangan kakao. Kata Kunci: : Percepatan, inovasi, diseminasi, budidaya, pasca panen I. PENDAHULUAN Tahun 2009 pemerintah meluncurkan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (GER- NAS Kakao) yang dilaksanakan secara serentak, terpadu dan menyeluruh pada 9 Provinsi di Indonesia Bagian Timur. Tujuannya adalah untuk mempercepat peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan/ melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku serta sumberdaya yang ada (Dirjenbun, 2009).

2 PG-111 Sumatera Barat bukanlah termasuk daerah program Gernas Kakao, tetapi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat bertekad menjadikan Sumbar sebagai sentra produksi kakao di Kawasan Indonesia Barat (KIB) dan telah mengembangkan kakao secara besarbesaran melalui program yang telah dicanangkan oleh Wakil Presiden RI pada tahun 2006 di Kabupaten Padang Pariaman. Sehubungan dengan program tersebut Dinas perkebunan Sumbar mentargetkan luas kebun kakao pada tahun 2015 mencapai hektar, salah satu program utamanya adalah penyediaan bibit oleh pemerintah baik provinsi maupun kabupaten untuk dibagikan kepada petani. Sejak dicanangkannya program tersebut, terjadi percepatan penambahan luas areal tanam, tahun 2004 luas pertanaman kakao hanya ha dan akhir tahun 2007 sudah mencapai ± ha (Disbun Sumbar, 2007 dan 2012), atau terjadi peningkatan ± ha selama 4 tahun. Selanjutnya tahun 2009 luas areal pertanaman kakao mencapai ha dan pada akhir tahun 2010 mencapai ha yang tersebar di 19 kabupaten/kota, dengan daerah sentra produksi adalah Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Padang Pariaman, Agam, Limapuluh Kota dan Kota Sawahlunto (NN-a, 2009). Namun kondisi usahatani kakao di Sumbar belum memberikan hasil yang optimal, hal ini terlihat dari produktivitas kakao dan mutu yang masih rendah. Rata-rata produktivitas kakao yang dihasilkan baru mencapai kurang dari 700 kg/ha/th, produktivitas ini dianggap masih jauh dari potensi produksinya yang bisa mencapai lebih besar dari 2 ton/ha/th (Manti, dkk. 2009). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas ini adalah kurangnya pemeliharaan tanaman karena pengetahuan petani masih kurang, disamping itu sebagian bibit digunakan petani tidak unggul (sapuan), pemangkasan dilakukan oleh sebagian petani, namun tidak teratur dan tidak sesuai dengan anjuran bahkan ada petani yang tidak melakukan pemangkasan. Selain itu pemupukan tidak sesuai anjuran, serta adanya serangan hama tupai, hama PBK, dan Helopelthis yang belum diketahui cara pengendaliannya. Rendahnya mutu disebabkan karena sebagian petani belum tahu inovasi teknologi fermentasi biji kakao dan tidak adanya beda harga kakao fermentasi dan non fermentasi (Hasan, dkk., 2010). Untuk peningkatan produktivitas dan mutu biji kakao telah banyak inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Kementan antara lain: varietas unggul dengan produksi tinggi, pemupukan sepesifik lokasi, pemangkasan, pengendalian HP utama kakao, sanitasi lahan dan peningkatan mutu biji kakao melalui inovasi fermentasi. Teknologi tersebut mempunyai peran penting dalam peningkatan produksi dan mutu biji kakao yang dihasilkan. Namun sampai saat ini belum banyak inovasi tersebut diadopsi oleh petani kakao. Berkenaan dengan kondisi tersebut, mulai tahun 2011 Badan Litbang Pertanian melaksanakan diseminasi dengan pendekatan model Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC), yaitu suatu terobosan mempercepat dan memperluas jangkauan diseminasi dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi dan pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait secara optimal melalui berbagai media secara simultan dan terkoordinasi. Pada penelitian ini melalui SDMC diharapkan seluruh inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao dapat didistribusikan secara cepat kepada pengguna dan diharapkan dapat meningkatkan 25% adopsi inovasi budidaya tanaman kakao dan inovasi pasca panen kakao, yang akhirnya dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani kakao di Sumatera Barat. Penelitian bertujuan untuk: (1) Meningkatkan minimal 25% adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao di Sumatera Barat; (2) Meningkatkan produktivitas tanaman kakao di Sumatera Barat, dan (3) Meningkatkan mutu biji kakao yang dihasilkan petani sesuai dengan Standar Mutu Nasional (SNI). Pesatnya perkembangan luas kebun kakao di Sumbar tidak terlepas dari tingginya keinginan masyarakat dan juga kondisi agroekosistem yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kakao (Manti dkk, 2009). Namun peningkatan luas tanam belum diikuti dengan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen yang tepat sehingga produktivitas dan mutu masih rendah. Produktivitas baru mencapai kurang dari 700 t/ha/tahun, sedangkan potensi genetiknya bisa mencapai 2,0 ton/ha/tahun (Manti, dkk, 2009). Secara nasionalpun produksi, produktivitas dan mutu kakao masih rendah. Penyebab utamanya adalah teknologi budidaya dan pasca panen belum diterapkan sesuai rekomendasi dan adanya serangan OPT, sehingga produksi dan mutu biji kakao yang dihasilkan rendah. Di lain pihak banyak inovasi teknologi yang telah dihasilkan akan tetapi masih sedikit yang digunakan oleh petani. Perlu terobosan untuk mempercepat dan memperluas diseminasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao melalui berbagai media dan saluran komunikasi Diseminasi Multi Channel (DMC) yang diimplementasikan antara lain melalui identifikasi masalah, perumusan kebutuhan teknologi yang melibatkan pengambil kebijakan, tokoh informal, penyuluh, dan petani sebagai pelaku utama. Diseminasi teknologi dilakukan melalui penyebaran media cetak, Sekolah Lapang (SL), peragaan (demplot) teknologi budidaya dan pasca panen, serta temu lapang. Peningkatan adopsi inovasi teknologi dapat meningkatkan produktivitas dan mutu biji kakao yang dihasilkan yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

3 PG-112 II. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan dari tanggal 16 Januari s/d tanggal 15 November tahun 2012 di Provinsi Sumatera Barat dengan menerapkan pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC). Lokasi pengkajian dipilih 2 (dua) kabupaten dengan perkembangan luas areal pertanaman kakao terpesat di Provinsi Sumatera Barat yaitu Kabupaten Padang Pariaman dan Limapuluh Kota. Pada masing-masing kabupaten dipilih satu kecamatan/nagari dengan luas pertanaman kakao cukup besar dan tingkat penerapan teknologi relatif lebih rendah. Di Kabupaten Padang Pariaman, lokasi terpilih adalah Nagari Parit Malintang Kecamatan Enam Lingkung sedangkan di Kabupaten Limapuluh Kota adalah Nagari Simpang Sugiran Kecamatan Guguak. Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan metode survei pada awal dan akhir pelaksanaan penelitian serta pelaksanaan diseminasi inovasi teknologi dengan pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC). Sampel survei adalah petani kakao sebanyak 30 orang pada masing-masing kecamatan/nagari dimana penelitian dilakukan sehingga seluruhnya berjumlah 60 orang sampel. Sampel diambil secara acak dari seluruh petani kakao di nagari lokasi penelitian. Pelaksanaan Penelitian Kegiatan penelitian terdiri dari 3 kegiatan utama dengan uraian pelaksanaan sebagai berikut: 1. Survei awal (baseline survey) untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi dan kebutuhan inovasi teknologi. Survei ini bertujuan untuk melihat keragaan penerapan inovasi teknologi dan kebutuhan inovasi teknologi. Survei dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara terstruktur secara mendalam. 2. Diseminasi inovasi teknologi dengan pola/model DMC yang diawali dengan sosialisasi dan advokasi, Sekolah Lapang (SL), pembuatan dan penyebarluasan media cetak serta pelaksanaan peragaan (demplot) inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao yang dibutuhkan petani. Pelaksanaan dari masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut: - Sosialisasi dan advokasi dilakukan terhadap pemangku kepentingan di lokasi penelitian, seperti: penyuluh, camat, wali nagari, ketua kelompok tani, ninik mamak dan pemuka masyarakat yang ada di nagari. - Sekolah Lapang (SL) budidaya (pemangkasan, pemupukan, sanitasi lahan, pengendalian OPT) dan pasca panen kakao terhadap 30 orang petani kakao per masing-masing lokasi penelitian. Materi pelatihan yang diberikan disesuaikan dengan hasil survei awal. - Penerbitan dan penyebaran media cetak dalam bentuk leaflet sebanyak 4 judul. Judul leaflet yang diterbitkan dan didistribusikan disesuaikan dengan inovasi teknologi kakao yang dibutuhkan. - Demplot yang dilaksanakan adalah demplot budidaya dan pasca panen. Demplot budidaya dan pasca panen dilaksanakan pada 1 (satu) lokasi dengan luas 1 ha dengan satu orang petani kooperator untuk masing-masing lokasi penelitian. Sedangkan untuk petani lainnya dilakukan pendampingan. Sebelum dan setelah pelaksanaan demplot dilakukan uji mutu biji kakao yang dihasilkan petani. 3. Survei akhir untuk mengetahui peningkatan adopsi inovasi teknologi dan permasalahan dalam adopsi teknologi. Survei dilakukan dengan wawancara terstruktur secara mendalam dengan menggunakan kuesioner dengan sampel sebanyak 30 orang petani per lokasi. Pengumpulan Data/Pengamatan Data yang dikumpulkan antara lain: (1) Data persentase petani yang mengadopsi inovasi teknologi budidaya (pemupukan, pemangkasan, sanitasi, pengendalian OPT) dan pasca panen kakao pada awal dan akhir penelitian; (2) Inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao yang dibutuhkan petani; (3) Pertumbuhan tanaman dan serangan OPT; (4) produktivitas dan mutu biji kakao yang dihasilkan pada awal dan akhir penelitian. textbfmetode Analisis Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif, tabulasi, dan analisis usahatani. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen Kakao Hasil survei awal dan akhir terhadap tingkat adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao anggota kelompok tani di Nagari Parit Malintang Kecamatan Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman dan Nagari Simpang Sugiran Kecamatan Guguak Kabupaten Limapuluh Kota dapat dilihat pada TABEL 1 dibawah ini. Dari TABEL 1 telihat bahwa setelah dilakukan diseminasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao melalui Diseminasi Multi Channel (DMC) terjadi peningkatan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao rata-rata sebesar 26,13 persen, yaitu dari 19,44% menjadi 45,56% di Kabupaten Padang Pariaman dan 43,89% di Kabupaten Limapuluh Kota,

4 PG-113 dari 30,00% menjadi 73,89%. Secara keseluruhan terjadi peningkatan adopsi inovasi sebesar 33,35%. Peningkatan adopsi inovasi budidaya dan pasca panen kakao ini berpengaruh pada produktivitas dan mutu kakao yang dihasilkan petani, seperti dapat dilihat pada TABEL 1,tab02,tab03. Hasil pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa beberapa orang tokoh masyarakat, seperti camat telah menerapkan inovasi teknologi, bahkan cukup banyak petani sekitar yang juga telah menerapkan inovasi teknologi. Hal ini membuktikan bahwa saluran komunikasi yang dimanfaatkan dalam pola/model DMC pada kedua lokasi cukup berfungsi dengan baik. Peningkatan adopsi juga menunjukkan bahwa petani telah merasakan atau melihat langsung keuntungan dari penerapan teknologi pada saat penelitian dilakukan. Suatu teknologi diadopsi oleh pengguna dalam hal ini petani, bila teknologi tersebut dapat memberikan dampak positif yaitu keuntungan bagi pengguna. Keuntungan tersebut dapat berupa keuntungan langsung yaitu berupa peningkatan produktivitas atau pendapatan usahatani, atau keuntungan tidak langsung lainnya. Pada TABEL 1 di atas terlihat pula bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi di Nagari Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota lebih tinggi dari pada di Nagari Parit Malintang, baik sebelum maupun sesudah penerapan teknologi, padahal sebelum dilakukan penelitian sebanyak 36,67 % petani di Nagari Parit Malintang telah mendapat penyuluhan tentang budidaya dan pasca panen kakao, sedangkan di Nagari Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota hanya 10 % yang telah mendapatkan penyuluhan tentang budidaya dan pasca panen kakao. Pengamatan secara mendalam terhadap petani di kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa petani di Nagari Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota lebih terbuka terhadap pembaharuan dan mempunyai partisipasi sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Nagari Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman. Produktivitas tanaman kakao Produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman dan Limapuluh Kota sebelum dan setelah dilakukan penelitian dapat dilihat pada TABEL 2 dibawah ini. Dari TABEL 2 di atas terlihat bahwa sebelum dan sesudah npenelitian terjadi peningkatan produktivitas tanaman kakao, baik di Kabupaten Padang Pariaman maupun di Kabupaten Limapuluh Kota. Produktivitas tanaman kakao sebelum penelitian di Kabupaten Padang Pariaman berkisar antara 144,0 s/d 1.140,0 kg/ha/th dengan rataan produktivitas 450,71 kg/ha/th sedangkan setelah dilakukan penelitian menjadi 384,0 s/d 1.200,0 kg/ha/th dengan rata-rata produktivitas 702,50 kg/ha/tahun. Di Kabupaten Limapuluh Kota kisaran produktivitas tanaman kakao sebelum penelitian adalah 200 s/d kg/ha/th dengan rata-rata produktivitas 570,30 kg/ha/th menjadi kisaran produktivitas 600 s/d kg/ha/th dengan rata-rata produktivitas setelah penelitian 1.239,17 kg/ha/th. Hal ini menunjukkan bahwa adopsi inovasi teknologi budidaya kakao oleh petani telah menyebabkan meningkatnya produksi tanaman kakao petani. Kakao adalah tanaman manja yang membutuhkan perawatan intensif sehingga dapat berproduksi optimal. Pada TABEL 2 juga dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Limapuluh Kota, sebelum dan sesudah penelitian maupun peningkatan produktivitas akibat penerapan teknologi. Hal ini disebabkan karena tingkat adopsi inovasi teknologi di Kabupaten Limapuluh Kota lebih tinggi daripada di Kabupaten Padang Pariaman. Selain itu juga disebabkan karena sebagian klon yang ditanam petani di Kabupaten Limapuluh Kota berasal dari klon lokal unggul (klon kakao balubuih) yang mempunyai produktivitas sampai 3 kg/pohon/tahun. Mutu Biji Kakao Untuk melihat peningkatan mutu biji kakao yang dihasilkan petani, sebelum dan sesudah pelaksanaan penelitian dilakukan uji mutu biji kakao. Hasil analia mutu biji kakao berdasarkan pada SNI yang dilakukan pada UPTD Balai Pengawasan Mutu Barang Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat, seperti dapat dilihat pada TABEL 3 dibawah ini. Pada TABEL 3 terlihat bahwa terjadinya peningkatan mutu biji kakao sebelum dan sesudah pelaksanaan penelitian untuk kedua lokasi penelitian dimana mutu kakao yang dihasilkan petani sebelum penelitian belum memenuhi syarat mutu SNI Kadar air kakao yang dihasilkan petani dari Nagari Parit Malintang Padang Pariaman mencapai 8,9 % dan di Nagari Simpang Sugiran Kecamatan Guguk Kabupaten Limapuluh Kota 8,1 % sedangkan menurut SNI hanya 7,5 %. Kadar biji berkapang dan kadar biji tidak terfermentasi di Nagari Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman juga cukup tinggi, yaitu 12 % dan 18 %. Kadar biji berkapang di Nagari Simpang Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota, yaitu 5 % sedangkan kadar biji tidak terfementasi lebih tinggi yaitu 21 %. Tingginya kadar biji tidak terfermentasi sebelum penelitian di Nagari Simpang Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota disebabkan karena sebelum penelitian petani Simpang Sugiran belum pernah mendapatkan informasi atau pelatihan tentang teknologi fermentasi. Setelah penelitian, mutu biji kakao yang difermentasi oleh petani telah sesuai dengan SNI yang termasuk

5 PG-114 TABEL 1: Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen Kakao sebelum dan sesudah penelitian di Kabupaten Padang Pariaman dan Limpaluh Kota, 2012 Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi (%) No. Inovasi Teknologi Kab. Padang Pariaman Kab. Limapuluh Kota Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 1. Teknologi pemangkasan 26,67 76,67 10,00 100,00 2. Teknologi pemupukan 16,67 40,00 66,67 96,67 3. Teknologi kontrol HP Utama 0,00 23,33 0,00 70,00 4. Teknologi sanitasi kebun dan pembuatan rorak 0,00 16,67 0,00 50,00 5. Teknologi cara panen 66,67 90,00 100,00 100,00 6. Teknologi fermentasi 6,67 26,67 3,33 26,67 Rata-rata tingkat adopsi 19,44 45,56 30,00 73,89 Rata-rata peningkatan adopsi per lokasi 26,13 43,89 Rata-rata peningkatan adopsi 33,35 TABEL 2: Produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman dan Limapuluh Kota sebelum dan sesudah penelitian, Produktivitas (kg/ha/thn) No. Kabupaten Sebelum Sesudah 1. Padang Pariaman Kisaran produktvitas 144, ,0 384, ,0 Rata-rata produktivitas 450,71 702,50 2. Limapuluh Kota Kisaran produktivitas , ,0 Rata-rata produktivitas 570, ,17 TABEL 3: Hasil analisa mutu biji kakao yang dihasilkan oleh petani sebelum dan sesudah penelitian di Kabupaten Padang Pariaman dan di Kabupaten Limapuluh Kota, 2012 Kab. Pd Pariaman Kab. Limapuluh Kota No. Karakteristik Awal Sesudah Awal Sesudah Mutu SNI 1. Serangga hidup None None None None None 2. Kadar air (bb, %) 8,9 7,5 8,1 7,5 7,5 3. Biji berbau asap/berbau abnormal/ None None None None None berbau asing 4. Kotoran (bb, %) 3,0 0,0 1,0 0,0 0, 5. Benda asing (bb, %) None None None None None 6. Jumlah biji dalam 100 gram Biji berkapang (%) Biji tidak terfermentasi (%) Maks Biji berserangga Maks Biji berkecambah Maks 3 pada mutu kelas III, karena kadar biji tidak terfermentasi cukup tinggi yaitu 18 % di Nagari Parit Malintang Padang Pariaman dan 16 % di Nagari Simpang Sugiran Limapuluh Kota, ini menunjukkan bahwa fermentasi yang dilakukan masih belum sempurna terutama pada saat pembalikan. Biji kakao difermentasi dengan baik akan memudahkan pelepasan zat lender dari permukaan kulit biji, membentuk cita rasa khas, bertekstur agak remah atau mudah pecah, warna keping biji cokelat sampai cokelat dengan sedikit warna ungu, rasa sepat dan pahit tidak dominan, serta menghasilkan biji dengan mutu, warna dan aroma yang baik. Analisis Usahatani Tanaman Kakao Hasil analisis usahatani budidaya tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman dan Limapuluh Kota dapat dilihat pada TABEL 3 di bawah ini.

6 PG-115 TABEL 4: Analisis usahatani budidaya kakao di Kab. Padang Pariaman dan Limapuluh Kota (per ha/th), 2012 Kab. Padang Pariaman Kab. Limapuluh Kota Uraian Vol Harga (Rp) Jumlah (Rp) Vol Harga (Rp) Jumlah (Rp) I. Saprotan Pupuk NPK Phonska 700 kg kg Dolomit 200 kg kg Fungisida Nordox 6 kg kg Insektisida Permethrin 10 klg klg II. Gaji Upah Pemangkasan 12 OH OH Pemupukan 5 OH OH Pengendalian OPT 24 OH OH Sanitasi 10 OH OH Pembuatan rorak 30 OH OH Panen 24 OH OH Pasca panen 24 OH OH Total Biaya Produksi Produksi (Hasil) 1.20 kg kg Keuntungan Dari TABEL 3 di bawah terlihat bahwa keuntungan yang diterima petani kakao di Kabupaten Limapuluh Kota (Rp ) lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan diterima petani di Kabupaten Padang Pariaman sebesar Rp Hasil analisis usahatani tanaman kakao di Kabupaten Limapuluh Kota (Rp ) lebih tinggi dibandingkan di Kabupaten Padang Pariaman sebesar Rp Keuntungan terbesar yang diterima oleh petani di Kabupaten Limapuluh Kota disebabkan karena hasil yang didapatkan lebih tinggi dari hasil yang didapatkan petani di Kabupaten Padang Pariaman. Keuntungan diterima oleh petani di Kabupaten Limapuluh Kota bisa lebih tinggi lagi bila biji kakao fermentasi harganya lebih tinggi dibandingkan biji kakao non fermentasi. IV. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC) dapat meningkatkan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao dari 19,44 persen menjadi 45,56 persen di Nagari Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman dan dari 30,00 % menjadi 73,89% di Nagari Simpang Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota. 2. Peningkatan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas kakao dari 450,71 kg/ha/th menjadi 720,50 kg/ha/tahun di Nagari Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman dan dari 570,30 kg/ha/tahun menjadi 1.239,71 kg/ha/ tahun di Nagari Simpang Sugiran Kabupaten Limapuluh Kota setelah dilakukan penelitian. 3. Selain itu juga terjadi peningkatan mutu biji kakao yang dihasilkan petani pada ke dua lokasi sehingga sesuai dengan SNI. SARAN Dalam upaya peningkatan produksi kakao di Provinsi Sumatera Barat perlu dilakukan percepatan adopsi inovasi teknologi melalui pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC) dengan demplot dan Sekolah Lapang (SL) budidaya dan pasca panen kakao pada setiap kecamatan daerah pengembangan kakao. DAFTAR PUSTAKA [1] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Edisi Kedua. 26 hal. [2] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pedoman Umum Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 29 hal. [3] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan BPS Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat Dalam Angka 2010/2011. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan BPS Provinsi Sumbar. Lvii±744 hal. [4] Dinas Perkebunan (Disbun) Sumbar Laporan serangan OPT penting tanaman perkebunan. Periode Triwulan I-III. Disbun Sumatera Barat. Padang.

7 PG-116 [5] Dinas Perkebunan (Disbun) Sumbar Pengembangan kakao di Sumatera Barat. Makalah disampaikan pada Symposium dan Expo Kakao Nasional di Grand Inna Muara Padang tanggal 5-8 November [6] Dirjenbun Gambaran Umum Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional ( ). Leaflet. Departemen Pertanian RI. [7] Dirjenbun Arah Kebijakan Pengembangan Kakao Menjelang Tahun Makalah disampaikan pada Symposium dan Expo Kakao Nasional di Grand Inna Muara Padang tanggal 5-8 November [8] Hasan N., R. Roswita, Aryunis, M. Daniel,. M. Ali, EM. Yusnardi, Aryawaita, Ardimar, Arsil, dan Erma Pelaksanaan FSA di Lima kabupaten FEATI di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. 133 hal [9] Manti, I., N. Hasan, Y. Salim, Nusyirwan, Muir Jamalin dan Syafril Pengendalian hama utama kakao menggunakan minyak serei wangi di perkebunan rakyat Sumatera Barat. Laporan hasil pengkajian kerjasama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumbar dengan Menristek. 35 hal. [10] NN-a.2010.Pengembangan Kakao di Kabupaten Sijunjung. go.id [11] NN-b Perkembangan Produksi Kakao go.id [12] Wahyudi, T., T.R. Pangabean dan Pujiyanto Panduan Lengkap Kakao, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Cetakan ke 2. Penebar Swadaya. Jakarta.

PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI DAN MUTU KAKAO DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI DAN MUTU KAKAO DI PROVINSI SUMATERA BARAT P ISSN: 35 17 E ISSN : 58 7 Volume, Nomor 1, Maret 017 PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI DAN MUTU KAKAO DI PROVINSI SUMATERA BARAT IMPROVING COCOA QUALITY AND ITS TECHNOLOGY ADOPTION IN WEST SUMATERA * Nusyirwan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

[ nama lembaga ] 2012

[ nama lembaga ] 2012 logo lembaga 1.04.02 KAJIAN INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI MENDUKUNG SISTEM DAN MODEL PENGEMBANGAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES DI WILAYAH GERNAS KAKAO Prof. Dr. Ir. Azmi Dhalimi, SU Balai Besar Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana, dilaksanakan terus-menerus oleh pemerintah bersama-sama segenap warga masyarakatnya atau dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO)

ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO) ARTIKEL ILMIAH OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN KAKAO BUKAAN BARU DENGAN TANAMAN SELA (PADI GOGO) (Muhsanati, Etti Swasti, Armansyah, Aprizal Zainal) *) *) Staf Pengajar Fak.Pertanian, Univ.Andalas

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI (M-P3MI) BERBASIS JERUK DI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU

MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI (M-P3MI) BERBASIS JERUK DI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGAKAJIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI (M-P3MI) BERBASIS JERUK DI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU SRI SURYANI RAMBE BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao memegang peranan penting dalam hal pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Komoditas ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara, pengadaan lapangan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN ISSN 1858-2419 Vol. 8 No. 2 Maret 2013 JURNAL TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN Review Pengelolaan dan Pengembangan Alsintan untuk Mendukung Usahatani Padi di Lahan Pasang Surut (Management and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perkebunan telah lama diusahakan oleh masyarakat Sumatera Barat yang berkaitan langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dari aspek ekonomi, usaha

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP: PROSES DISEMINASI TEKNOLOGI EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Identifikasi varietas lokal dan uji adaptasi galur harapan padi sawah preferensi konsumen Sumbar (1 tek varietas)

Identifikasi varietas lokal dan uji adaptasi galur harapan padi sawah preferensi konsumen Sumbar (1 tek varietas) (1) (2) (3) (4) (5) 1801.013 TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI 001 KEGIATAN IN HOUSE 1 1 020 Identifikasi varietas lokal dan uji adaptasi galur harapan padi sawah preferensi konsumen Sumbar (1 tek varietas) Ir.

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) TA 2015

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) TA 2015 RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENGKAJIAN (RODHP) TA 2015 PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL MELALUI INOVASI BUDIDAYA DAN PASCAPANEN TANAMAN KOPI DI PROVINSI BENGKULU Oleh : Afrizon

Lebih terperinci

Oleh Tim Inovasi Pertanian Bioindustri Spesifik Lokasi. Disampaikan Pada Seminar Proposal Kegiatan 2018 Kusu, 25,26, dan 29 Januari 2018

Oleh Tim Inovasi Pertanian Bioindustri Spesifik Lokasi. Disampaikan Pada Seminar Proposal Kegiatan 2018 Kusu, 25,26, dan 29 Januari 2018 Oleh Tim Inovasi Pertanian Bioindustri Spesifik Lokasi Disampaikan Pada Seminar Proposal Kegiatan 2018 Kusu, 25,26, dan 29 Januari 2018 1 Pendahuluan Tujuan, Output, Prakiraan Manfaat & Dampak Metodologi

Lebih terperinci

LAPORAN DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KEBUN KAKAO DI KABUPATEN LUWU ABSTRAK

LAPORAN DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KEBUN KAKAO DI KABUPATEN LUWU ABSTRAK LAPORAN DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KEBUN KAKAO DI KABUPATEN LUWU Kartika Fauziah, dkk ABSTRAK Penyuluhan yang dikelola oleh petani atau Farmer Managed Extension Activities (FMA) merupakan

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Ahmad Damiri dan Yartiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Lebih terperinci

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH Andi Ishak, Bunaiyah Honorita, dan Yesmawati Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk diatasi. Kemiskinan juga merupakan gambaran kehidupan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. untuk diatasi. Kemiskinan juga merupakan gambaran kehidupan di banyak negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah negara sudah barang tentu memiliki tujuan untuk mensejahterahkan dan memberdayakan rakyatnya agar dapat memiliki hidup yang layak, namun terkadang dalam kenyataannya

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI TANAMAN KARET KLON PB 260 DENGAN PETANI TANAMAN KARET LOKAL

ANALISIS PENDAPATAN PETANI TANAMAN KARET KLON PB 260 DENGAN PETANI TANAMAN KARET LOKAL ANALISIS PENDAPATAN PETANI TANAMAN KARET KLON PB 260 DENGAN PETANI TANAMAN KARET LOKAL Oleh: Yusri Muhammad Yusuf *) dan Zulkifli **) Abstrak Analisis usaha dalam kegiatan usaha diperlukan untuk kepentingan

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI (M-P3MI) BERBASIS JERUK DI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU. Ir. Sri Suryani M. Rambe, M.

MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI (M-P3MI) BERBASIS JERUK DI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU. Ir. Sri Suryani M. Rambe, M. MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI (M-P3MI) BERBASIS JERUK DI KABUPATEN LEBONG PROVINSI BENGKULU Ir. Sri Suryani M. Rambe, M.Agr BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG

PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG BASO ALIEM LOLOGAU, dkk PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Bantaeng mempunyai delapan kecamatan yang terdiri dari 67 wilayah

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanaman kakao lindak di Indonesia hampir seluruhnya menggunakan

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG Oleh : Ir. Ruswendi, MP BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

RESPON PETANI TERHADAP BEBERAPA JAGUNG HIBRIDA VARIETAS BIMA MELALUI PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

RESPON PETANI TERHADAP BEBERAPA JAGUNG HIBRIDA VARIETAS BIMA MELALUI PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Evi Pujiastuti et al.: Respon Petani Terhadap Beberapa Jagung.. RESPON PETANI TERHADAP BEBERAPA JAGUNG HIBRIDA VARIETAS BIMA MELALUI PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mencanangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN DAN LANGKAH OPERASIONAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KARET UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KORIDOR SUMATERA

KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN DAN LANGKAH OPERASIONAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KARET UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KORIDOR SUMATERA KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN DAN LANGKAH OPERASIONAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KARET UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KORIDOR SUMATERA PENANGGUNG JAWAB : DR. IR. MASGANTI, MS PENDAHULUAN Indonesia bersama

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Sahardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK

Lebih terperinci

MANAJEMEN PRODUKSI DAN PEMELIHARAAN KEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT

MANAJEMEN PRODUKSI DAN PEMELIHARAAN KEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT MANAJEMEN PRODUKSI DAN PEMELIHARAAN KEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT Latifa Siswati 1 Resolinda Harly 2, Afrijon³ 1).Universitas Lancang Kuning Pekanbaru 2)Sekolah Tinggi Pertanian Haji Agus Salim Bukittinggi

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN SL-PTT PADI DAN JAGUNG DI PROVINSI BENGKULU

PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN SL-PTT PADI DAN JAGUNG DI PROVINSI BENGKULU PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN SL-PTT PADI DAN JAGUNG DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2012 1 PETUNJUK PELAKSANAAN NOMOR : 26/1801.019/011/A/JUKLAK/2012 1. JUDUL ROPP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L.) (Suatu Kasus Di Desa Rejasari Kecamatan Langensari Kota Banjar) Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon, Dedi Sugandi, dan Andi Ishak (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu) afrizon41@yahoo.co.id Pengkajian Keragaan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

Pengembangan Perkebunan Kakao Menggunakan Model Sistem Dinamik Produksi Kakao di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah

Pengembangan Perkebunan Kakao Menggunakan Model Sistem Dinamik Produksi Kakao di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah Pengembangan Perkebunan Kakao Menggunakan Model Sistem Dinamik Produksi Kakao di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah Syafruddin dan Andi Irmadamayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KAKAO UNTUK MENDUKUNG GERNAS KAKAO DI PROVINSI GORONTALO

KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KAKAO UNTUK MENDUKUNG GERNAS KAKAO DI PROVINSI GORONTALO KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KAKAO UNTUK MENDUKUNG GERNAS KAKAO DI PROVINSI GORONTALO Muh. Asaad 1 dan Agus Hasbianto 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo Jl. Kopi 270, Tilong

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kakao merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peluang sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Kakao merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peluang sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kakao merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peluang sebagai sumber penghasil devisa negara, menciptakan lapangan kerja, pendorong perkembangan agroindustri dan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si

ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si rahmaniah_nia44@yahoo.co.id Abstrak Pengembangan kopi di Kabupaten Polewali Mandar dari tahun ke

Lebih terperinci

Heni Sulistyawati PR dan Lintje Hutahaean Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

Heni Sulistyawati PR dan Lintje Hutahaean Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK DAMPAK TEKNOLOGI SISTEM USAHATANI INTEGRASI KAKAO DAN KAMBING TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN DONGGALA SULAWESI TENGAH Heni Sulistyawati PR dan Lintje Hutahaean Balai Pengkajian

Lebih terperinci

Peluang Pengembangan Bawang Merah di Lahan Pasir Pantai Daerah Istimewa Yogyakarta

Peluang Pengembangan Bawang Merah di Lahan Pasir Pantai Daerah Istimewa Yogyakarta Peluang Pengembangan Bawang Merah di Lahan Pasir Pantai Daerah Istimewa Yogyakarta Murwati dan Sutardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta E-mail: Me.mur_wati@yahoo.co.id Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak Peningkatan Produktivitas dan Finansial Petani Padi Sawah dengan Penerapan Komponen Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Studi Kasus di Desa Kandai I Kec. Dompu Kab. Dompu) Yuliana Susanti, Hiryana

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS CATUR HERMANTO dan Tim Disampaikan pada seminar proposal kegiatan BPTP Sumatera Utara TA. 2014 Kamis, 9 Januari 2014 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumberdaya lahan dan dan sumber daya manusia yang ada di wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perkebunan merupakan salah satu program pembangunan di sektor pertanian yang berperan cukup besar dalam rangka perbaikan ekonomi wilayah termasuk ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana BAB I. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pembangunan pedesaan merupakan pembangunan yang berbasis desa dengan mengedepankan seluruh aspek yang terdapat di desa termasuk juga pola kegiatan pertanian yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI ABSTRAK

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI ABSTRAK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Email : julistia_06@yahoo.com No.

Lebih terperinci

CARA MEMBUDIDAYAKAN TANAMAN KAKAO

CARA MEMBUDIDAYAKAN TANAMAN KAKAO CARA MEMBUDIDAYAKAN TANAMAN KAKAO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NAD 2009 KATA PENGANTAR Sejalan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan potensi wilayah dengan peluang yang cukup prospektif salah satunya adalah melalui pengembangan agrowisata. Agrowisata merupakan rangkaian kegiatan wisata

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub-sektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, pertenakan, perikanan dan kehutanan. Salah satu bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK PEMBAHASAN UMUM Temuan yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya memperlihatkan bahwa dalam menghadapi permasalahan PBK di Kabupaten Kolaka, pengendalian yang dilakukan masih menumpu pada pestisida sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

Afrizon dan Herlena Bidi Astuti

Afrizon dan Herlena Bidi Astuti PERSEPSI PETANI KAKAO TERHADAP TEKNOLOGI PENYARUNGAN BUAH DAN PESTISIDA HAYATI UNTUK PENANGGULANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO DI DESA SURO BALI KABUPATEN KEPAHIANG Afrizon dan Herlena Bidi Astuti Balai

Lebih terperinci

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1) Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur Diany Faila Sophia Hartatri 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penanganan pascapanen

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENDAMPINGAN SL-PTT PADI SAWAH DI KABUPATEN LIMAPULUH KOTA DAN KOTA PAYAKUMBUH IRMANSYAH RUSLI NURHAYATI ERMIDIAS

LAPORAN AKHIR PENDAMPINGAN SL-PTT PADI SAWAH DI KABUPATEN LIMAPULUH KOTA DAN KOTA PAYAKUMBUH IRMANSYAH RUSLI NURHAYATI ERMIDIAS LAPORAN AKHIR PENDAMPINGAN SL-PTT PADI SAWAH DI KABUPATEN LIMAPULUH KOTA DAN KOTA PAYAKUMBUH IRMANSYAH RUSLI NURHAYATI ERMIDIAS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA BARAT BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING HERY SURYANTO DAN SUROSO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRAK Dalam mengusahakan tanaman lada (Piper nigrum L) banyak menghadapi kendala

Lebih terperinci

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara BAWANG MERAH Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang merah tumbuh optimal di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-400

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA

ANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN (ROPP) ANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA 2015-2019 DEDI SUGANDI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2014 RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI NAGARI AIR DINGIN, KECAMATAN LEMBAH GUMANTI, KABUPATEN SOLOK

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI NAGARI AIR DINGIN, KECAMATAN LEMBAH GUMANTI, KABUPATEN SOLOK ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI NAGARI AIR DINGIN, KECAMATAN LEMBAH GUMANTI, KABUPATEN SOLOK Nusyirwan Hasan, Aryunis, dan Buharman B Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PASCAPANEN KAKAO DI PROVINSI ACEH FENTY FERAYANTI

LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PASCAPANEN KAKAO DI PROVINSI ACEH FENTY FERAYANTI LAPORAN HASIL KEGIATAN KAJIAN PERCEPATAN ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PASCAPANEN KAKAO DI PROVINSI ACEH FENTY FERAYANTI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

PENGKAJIAN UJI ADAPTASI PENGGUNAAN BIBIT SOMATIK EMBRIO GENETIK UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU KAKAO DI SULAWESI TENGAH

PENGKAJIAN UJI ADAPTASI PENGGUNAAN BIBIT SOMATIK EMBRIO GENETIK UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU KAKAO DI SULAWESI TENGAH KODE JUDUL: X.264 PENGKAJIAN UJI ADAPTASI PENGGUNAAN BIBIT SOMATIK EMBRIO GENETIK UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN MUTU KAKAO DI SULAWESI TENGAH PENELITI/PEREKAYASA: Ir. Yakob Langsa Ir. Asni Ardjanhar,MP.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL Dwi Nugroho Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, 26 Maret 2018 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN LATAR BELAKANG Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan penentu keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Pengadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah populasi penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun 2000-2010 jumlah penduduk Indonesia meningkat

Lebih terperinci

Cocoa. Kingdom of the Netherlands. Schweizerische Eidgenossenschaft Confederation suisse Confederazione Svizzera Confederaziun svizra

Cocoa. Kingdom of the Netherlands. Schweizerische Eidgenossenschaft Confederation suisse Confederazione Svizzera Confederaziun svizra R Schweizerische Eidgenossenschaft Confederation suisse Confederazione Svizzera Confederaziun svizra Swiss Confederation Federal Department of Economic Affairs, Education and Research EAER State Secretariat

Lebih terperinci

Click to edit Master subtitle style

Click to edit Master subtitle style Click to edit Master subtitle style [ X.214] Kajian Peningkatan Daya Simpan Tandan Buah Segar Guna Meningkatkan Rendemen CPO di Provinsi Riau Marsid Jahari, SP BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN RIAU

Lebih terperinci

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing. No Indikator Parameter Skor

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing. No Indikator Parameter Skor 76 Lampiran. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing I. FAKTOR INTERNAL No Indikator Parameter Skor. Kondisi fisik dan mutu Kopi Mandailing Grade Grade Grade Grade. Produksi kopi Mandailing

Lebih terperinci

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten 44 V. Penutup Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali, maka pada bagian penutup ini disajikan

Lebih terperinci

PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT

PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT OLEH: IRWAN PRAYITNO Disampaikan pada Acara Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya

Lebih terperinci

MASTERPLAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL KOPI DAN KAKAO ACEH. Kerjasama Dinas Perkebunan Aceh dan Fakultas Pertanian Unsyiah 2015

MASTERPLAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL KOPI DAN KAKAO ACEH. Kerjasama Dinas Perkebunan Aceh dan Fakultas Pertanian Unsyiah 2015 MASTERPLAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL KOPI DAN KAKAO ACEH Kerjasama Dinas Perkebunan Aceh dan Fakultas Pertanian Unsyiah 2015 MASTERPLAN PERKEBUNAN KOPI DAN KAKAO PERKEMBANGAN TANAMAN KOPI DI KABUPATEN

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU Yartiwi dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian km

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN 2013 (Penanggung jawab: Ir. Dian Histifarina, MSi)

PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN 2013 (Penanggung jawab: Ir. Dian Histifarina, MSi) PENDAMPINGAN PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN 2013 (Penanggung jawab: Ir. Dian Histifarina, MSi) Hasil penggkajian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Inovasi teknologi

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI

LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI TAHUN ANGGARAN 2006 Oleh: Caya Khairani Asni Ardjanhar Syafruddin Yogi Purna Rahardjo Sumarni BPTP SULAWESI TENGAH BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Lebih terperinci

J. PRIMA TANI LKDRIB KABUPATEN SIJUNJUNG

J. PRIMA TANI LKDRIB KABUPATEN SIJUNJUNG J. PRIMA TANI LKDRIB KABUPATEN SIJUNJUNG Pada tahun 2007 salah satu lokasi Prima Tani Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Basah Sumatera Barat dilaksanakan di Kabupaten Sijunjung. Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung

Lebih terperinci