ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum"

Transkripsi

1 ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum MUHAMAD SYUKUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Genetik dan Pewarisan Sifat Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2007 Muhamad Syukur NIM A

3 ABSTRACT MUHAMAD SYUKUR. Genetics Analysis and Inheritance Studies of Resistance to Anthracnose caused by Colletotrichum acutatum in Pepper (Capsicum annuum L.). Under direction of SRIANI SUJIPRIHATI, JAJAH KOSWARA and WIDODO. Pepper anthracnose is one of the most destructive diseases in Indonesia. Anthracnose in pepper caused by Colletotrichum acutatum have been reported to be predominant disease in pepper fields of Indonesia. Inheritance of resistance to anthracnose caused by C. acutatum in Capsicum annuum was studied. Study on genetics analysis and inheritance of resistance to anthracnose were conducted in four steps: (1) resistance identification to anthracnose and caracterization of pepper germ plasm, (2) inheritance study of resistance to anthracnose in peppers, (3) diallel analysis to estimate genetics parameter of resistance to anthracnose in peppers, (4) genetic x environment interaction for resistance to anthracnose in peppers. The experiment on step (1) used the collection of pepper genotypes from the Department of Agronomy and Horticulture, IPB. Monoconidial isolate of C. acutatum were obtained by Dr. Widodo, Plant Protection Department, IPB. Inoculation methods were performed according to the procedure by AVRDC and resistance score were performed according to the modified procedure by Yoon method. This inoculation method was used in the experiment step (2), (3) and (4). Morfological character were observed according to the procedure by IPGR. The experiment on step (2) used the two populations set derived from a cross between a resistant line C-15 and susceptible lines C-2 and C-19, that is population of (P 1 ), (P 2 ), F 1, F 1R, BC P1, BC P2 and F 2, respectively. The experiment on step (3) used the five parent lines for full diallel crosses. The experiment on step (4) used the seven pure lines in Tajur and Situ Gede, and 16 hybrids in Tajur, Leuwikopo and Ciherang. The experiments showed that C-15 genotype was more resistant to anthracnose than another 14 genotypes. C-8 and C-49 genotypes were recorded as susceptible to anthracnose. In contrast, all other genotypes were recorded as highly susceptible to anthracnose. There were no maternal effect based on t-test of F 1 and F 1R. Anthracnose resistance were controlled by polygenic genes. The degree of dominance were partially recessive. Gene effects for resistance to anthracnose were additive and dominance. Additive effects were larger than dominance effects. Broad-sense heritability values were medium until high and narrow-sense heritability values were medium. C-15 genotype contained a high proportion of recessive alleles. In contrast, C-2 genotype contain a high proportion of dominant alleles. Dominant genes were outnumbered than recessive genes in the parent populations. The selection for resistance to C. acutatum on pepper breeding programmes shoud be conducted on later generations and multipe crosses method with transgressive recombination are recomended. There were genetic x environment interactions in controlling of resistance to anthracnose caused by C. acutatum. Keywords: inheritance, anthracnose, resistance, pepper, Colletotrichum acutatum

4 RINGKASAN MUHAMAD SYUKUR. Analisis Genetik dan Pewarisan Sifat Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum. Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI, JAJAH KOSWARA DAN WIDODO. Salah satu faktor dominan yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai Indonesia adalah serangan penyakit antraknosa. Antraknosa pada cabai disebabkan oleh genus Colletotrichum. Spesies yang paling banyak menyerang cabai di Indonesia saat ini adalah C. acutatum. Studi tentang pewarisan ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa perlu dilakukan guna menentukan strategi program pemuliaan yang efektif dan efisien untuk memperoleh genotipe cabai berdaya hasil tinggi dan tahan penyakit antraknosa. Penelitian dilakukan dalam empat bagian, yaitu (1) identifikasi ketahanan cabai terhadap antraknosa dan karakterisasi plasma nutfah cabai, (2) studi pewarisan ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa, (3) analisis silang dialel untuk menentukan parameter genetik ketahanan cabai terhadap antraknosa, (4) interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai terhadap antraknosa. Penelitian bagian (1) menggunakan genotipe cabai koleksi Departemen Agronomi dan Hortikultura. Isolat yang digunakan adalah biakan murni C. acutatum koleksi Departemen Proteksi Tanaman IPB. Inokulasi menggunakan metode AVRDC dan skor ketahanan menggunakan metode Yoon yang dimodifikasi. Metode inokulasi ini seterusnya digunakan pada penelitian bagian (2), (3), dan (4). Sementara itu pengamatan terhadap karakter morfologi mengikuti descriptor for capsicum dari IPGR. Penelitian bagian (2) menggunakan dua set populasi, masing-masing terdiri atas populasi tetua tahan (P1), tetua rentan (P2), F 1, F 1R, BC P1, BC P2 dan F 2. Sebagai tetua tahan adalah C-15, sedangkan tetua rentan adalah C-2, dan C-19. Penelitian bagian (3) menggunakan lima tetua yang kemudian dilakukan persilangan dialel penuh. Penelitian bagian (4) menggunakan tujuh galur murni dan 16 hibrida. Penelitian yang menggunakan genotipe galur murni dilakukan pada dua lokasi yaitu Tajur dan Situgede, sedangkan yang menggunakan genotipe hibrida dilakukan pada tiga lokasi yaitu Tajur, Leuwikopo dan Ciherang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe C-15 secara konsisten lebih tahan terhadap antraknosa dibandingkan dengan 14 genotipe lainnya. Genotipe C- 8 dan C-49 dikatagorikan sebagai rentan, sedangkan genotipe lainnya dikatagorikan sangat rentan terhadap antraknosa. Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum dikendalikan oleh banyak gen dan tidak ada efek maternal. Gen pengendali ketahanan adalah resesif. Derajat dominansi dikategorikan sebagai resesif tak sempurna. Aksi gen pengendali ketahanan terhadap antraknosa adalah aditif dan dominan. Aksi gen aditif lebih besar dibandingkan aksi gen dominan. Nilai heritabilitas arti luas tergolong sedang hingga tinggi sedangkan heritabilitas arti sempit tergolong sedang. Genotipe C-15 paling banyak membawa gen resesif, sedangkan genotipe C-2 paling banyak membawa gen dominan. Gen-gen dominan lebih banyak dalam populasi tetua dibandingkan gen-gen resesif. Seleksi untuk perakitan cabai unggul

5 tahan C. acutatum sebaiknya dilakukan pada generasi lanjut menggunakan metode persilangan ganda dengan rekombinasi transgresif. Ada interaksi genetik x lingkungan dalam mengendalikan ketahanan terhadap antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum, sehingga seleksi ketahanan terhadap antraknosa perlu memperhatikan lingkungan spesifik. Kata kunci: pewarisan, antraknosa, ketahanan, cabai, Colletotrichum acutatum

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum MUHAMAD SYUKUR Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Agronomi dan Hortikultura SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

8 Penguji pada ujian tertutup Penguji pada ujian terbuka : Dr. Ir. Yudiwanti, MS : 1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. 2. Dr. Ir. Ani Andayani, M.Agr.

9 Judul Disertasi : Analisis Genetik dan Studi Pewarisan Sifat Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Nama Mahasiswa : Muhamad Syukur Nomor Pokok : A Disetujui Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS. Ketua Prof. Dr. Ir. Jajah Koswara Anggota Dr. Ir. Widodo, MS. Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal Ujian: 24 Juli 2007 Tanggal lulus: 27 Agustus 2007

10 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Srikembang, Sumatera Selatan pada 2 Januari 1972, merupakan putra kedua dari lima bersaudara dari ayah Zarmawi dan ibu Nunsiha. Penulis menikah dengan Rahmi Yunianti dan dikaruniai satu orang anak Muhammad Caesar Rahmansyah. Pada Juni 1990, penulis diterima di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan selesai pada tahun Jenjang strata dua (S2) diikuti pada Program Studi Agronomi bidang Pemuliaan Tanaman Program Pascasarjana IPB sejak tahun 1998 dan selesai pada tahun Selanjutnya, sejak tahun 2003 mengikuti pendidikan jenjang strata tiga (S3) pada Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB. Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Penulis bergabung pada Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Karya ilmiah yang berjudul Pewarisan Sifat Ketahanan Cabai terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum sedang dalam proses penerbitan pada Buletin Agronomi edisi Agustus Artikel lain yang berjudul Analisis Daya Gabung dan Aksi Gen Ketahanan Cabai terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum disajikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif, 1-2 Agustus 2007 dalam rangka Purna Bakti Prof Jajah Koswara. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

11 PRAKATA Puji syukur ke hadirat Illahi Rabbi, dengan rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul Analisis Genetik dan Studi Pewarisan Sifat Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum. Penelitian dan penulisan disertasi ini berlangsung di bawah bimbingan Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Jajah Koswara dan Dr. Ir. Widodo, MS. selaku Anggota Komisi Pembimbing. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam mengarahkan dan membimbing penulis. Penelitian dan penyelesaian disertasi ini didanai oleh Hibah Fundamental tahun dan sebagian oleh Program Penelitian Kerjasama Faperta- AVRDC Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI selaku pemberi dana bagi Hibah Fundamental, Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS. selaku Ketua Peneliti serta Rahmi Yunianti, SP, MSi dan Efi Toding Tondok, SP, MSc masing-masing sebagai anggota Hibah Fundamental. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Tim Program Penelitian Kerjasama Faperta- AVRDC 2006 yang diketuai oleh Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat serta Dr. Ir. Widodo, MS. (anggota bidang mikologi) dan Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS. (anggota bidang pemuliaan tanaman). Penghargaan yang setinggi-tingginya serta rasa terima kasih yang tulus, penulis sampaikan kepada : 1. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah memberikan izin belajar. 2. Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPS 3. Rektor Institut Pertanian Bogor serta Dekan dan Ketua Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor.

12 4. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor selaku penguji luar komisi saat ujian prelim dan Dr. Ir. Yudiwanti, MS selaku penguji luar komisi saat ujian tertutup serta Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc (Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura) dan Dr. Ir. Ani Andayani, M.Agr (Kasubdit Benih Sayuran, Ditjen Hortikultura), selaku penguji luar komisi saat ujian terbuka yang telah memberikan saran-saran dan koreksi konstruktif untuk menyempurnakan tulisan ini. 5. Staf dan Pegawai Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB atas kerjasama dan bantuannya. 6. Kepala Bagian dan Staf Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman atas kebersamaan, bantuan dan do anya. 7. Asisten Lapang: Siti Marwiyah, SP. dan Undang SP, atas bantuan dalam penelitian. 8. Para mahasiswa bimbingan S 1 Departemen Agronomi dan Hortikultura: 1) Swisci Margaret (A ), 2) Neni Hariati (A ), 3) Endah Nur Rohmi (A ), 4) Habib Ilmi Dirgantara (A ), 5) Trias Sita Resmi (A ), 6) Dian Iqro (A ), 7) Ismayatul Maula (A ), 8) Madhumita ( A ), 9) M. Zikri Ali (A ), 10) Tedi Kurniawan (A ), 11) Tri Budianto (A ). Mahasiswa bimbingan S 1 dari Universitas Nasional (UNAS): 1) Regi Dwijaya ( ), 2) Layla Indah WS. ( ), 3) Richi Safitri ( ). Mahasiswa S 1 Departemen Agronomi dan Hortikultura: 1) Ahmad Meka Rusyadi (A ), 2) Andry Gultom (A ). 9. Ayahanda Zarmawi dan Ibunda Nunsiha yang telah membesarkan, mendidik, serta selalu menyertai penulis hingga saat ini dengan kasih sayang dan do anya. 10. Ayah Mertua Djamalan dan Ibu Mertua Farida yang selalu memberikan dorongan dan kasih sayangnya. 11. Isteri tercinta Rahmi Yunianti dan anak tersayang M. Caesar Rahmansyah atas bantuan, dorongan, pengertian, pengorbanan dan kasih sayangnya.

13 12. Kakak Rodiah sekeluarga; adik-adik: Nurdianah sekeluarga, Saidin dan Subhi atas iringan do a dan motivasinya. Semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pertanian. Amin. Bogor, Agustus 2007 Muhamad Syukur

14 DAFTAR ISI PRAKATA... Halaman DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xx DAFTAR LAMPIRAN... xxiii I. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Hipotesis... 3 Diagram Alir Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 6 Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai... 6 Penyakit Antraknosa pada Cabai Ketahanan Tanaman Cabai Terhadap Penyakit Antraknosa Studi Pewarisan Sifat Ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa Analisis Silang Dialel Interaksi Genetik x Lingkungan III. IDENTIFIKASI KETAHANAN TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum DAN KARAKTERISASI PLASMA NUTFAH CABAI (Caspcisum annuum L.) ABSTRAK PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penggaluran dan Pemilihan Bahan Kegenetikaan Screening Genotipe Cabai untuk Ketahanan terhadap Antraknosa Karakterisasi Plasma Nutfah Cabai HASIL DAN PEMBAHASAN Penggaluran dan Pemilihan Bahan Kegenetikaan x xii

15 Identifikasi Ketahanan terhadap Antraknosa Karakterisasi Beberapa Genotipe Cabai SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA IV. PEWARISAN KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum ABSTRAK PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Bahan Metode Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi C-15 x C Sebaran Frekuensi Populasi Efek Maternal Derajat Dominansi Jumlah Faktor Efektif Pendugaan Komponen Genetik Heritabilitas Kemajuan Genetik ( G) Populasi C-19 x C Sebaran Frekuensi Populasi Efek Maternal Derajat Dominansi Jumlah Faktor Efektif Pendugaan Komponen Genetik Heritabilitas SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA V. ANALISIS SILANG DIALEL UNTUK PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum ABSTRAK PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian xiii

16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Pembentukan Populasi Dialel Pengujian Ketahanan Populasi Dialel Penuh Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Parameter Genetik Interaksi Gen Pengaruh Aditif (D) dan Dominansi (H 1 ) Distribusi Gen di dalam Tetua Tingkat Dominansi Simpangan Rata-rata F1 dari Tetua Rata-rata Proporsi Gen Dominan terhadap Gen Resesif Arah dan Urutan Dominansi Jumlah Gen Pengendali Karakter Heritabilitas Batas Tertinggi Fenotipe Hasil Seleksi Daya Gabung Daya Gabung Umum (DGU) Daya Gabung Khusus (DGK) SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA VI. INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN UNTUK KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum ABSTRAK PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Galur Murni Populasi Hibrida Ragam Genetik dan Heritabilitas SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA VII. PEMBAHASAN UMUM VIII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran xiv

17 IX. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv

18 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Klasifikasi Cabai yang Telah Dibudidayakan dan Tipe Liarnya serta Daerah Penyebaran Keserasian Persilangan antar Spesies Capsicum dan Fertilitas Hibrid Hasil Analisis Berdasarkan Marka RAPD Menggunakan dua Primer pada 13 Isolat Colletotrichum Skor dan Kriteria Ketahanan Cabai terhadap Penyakit Antraknosa Berdasarkan Kejadian Penyakit Empat Belas Genotipe Cabai Terpilih Ketahanan Beberapa Genotipe Cabai terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Isolat BGR 027, MJK 01, PSG 07 dan PYK Ketahanan Beberapa Genotipe Cabai terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Isolat PYK 04 Menggunakan Metode Inokulasi Tusuk dan Celup Kuadrat Tengah Beberapa Sifat Kuantitatif pada Beberapa Genotipe Cabai Nilai Tengah Beberapa Sifat Kuantitatif pada Beberapa Genotipe Cabai Kadar Capcaisin dan Aktivitas Peroksidase Beberapa Genotipe Cabai Korelasi antara Kadar Capsaicin dan Aktivitas Peroksidase dengan Ketahanan Cabai terhadap Antraknosa Nilai Akar Ciri Komponen Utama Berdasarkan Analisis Komponen Utama Nisbah Fenotipik Pewarisan Karakter Resistensi Tanaman yang Dikendalikan oleh Gen Mayor dalam Populasi Bersegregasi F Koefisien Komponen Genetik dalam Uji Skala Gabungan xvi

19 15. Jumlah Tanaman Cabai pada Setiap Populasi Berdasarkan Skor Ketahanan terhadap Antraknosa Isolat PYK Jumlah Tanaman Cabai pada Setiap Populasi Berdasarkan Skor Ketahanan terhadap Antraknosa Isolat BGR Nilai Rata-rata dan Galat Baku Skor Ketahanan Penyakit F 1 dan F 1R Isolat PYK 04 dan BGR 027, Hasil Uji Beda Nilai Tengah dan Kehomogenan Ragam pada Cabai Populasi Persilangan C-15 x C Pendugaan Parameter Genetik Ketahanan Cabai Populasi Persilangan C-15 x C-2 terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh C. acutatum Isolat PYK 04 dan Isolat BGR 027 Berdasarkan Skor Ketahanan Jumlah Tanaman Cabai pada Setiap Populasi Persilangan C-19 x C-15 Berdasarkan Skor Ketahanan terhadap Antraknosa Isolat PYK Nilai Rata-rata dan Galat Baku Skor Ketahanan Penyakit F 1 dan F 1R, Hasil Uji Beda Nilai Tengah dan Kehomogenan Ragam pada Cabai Populasi Persilangan C-19 x C Pendugaan Parameter Genetik Ketahanan Cabai Populasi Persilangan C-19 x C-15 terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh C. acutatum Isolat PYK 04 Berdasarkan Skor Ketahanan Persilangan Full Dialel dan Selfing Menggunakan LimaTetua Komponen Analisis Ragam Analisis Silang Dialel Setengah Dialel Ketahanan Cabai terhadap C. acutatum Komponen Analisis Ragam untuk Daya Gabung Menggunakan Metode I Griffing Kuadrat Tengah Genotipe Ketahanan Cabai Terhadap Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG Pendugaan Parameter Genetik Ketahanan Cabai Terhadap Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG 07 pada Cabai Menggunakan Analisis Silang Dialel Metode Hayman Nilai Rata-rata F1 dan Rata-rata Tetua Ketahanan Cabai Terhadap Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG xvii

20 29. Sebaran Vr + Wr Analisis Ragam Daya Gabung Umum (DGU) dan Daya Gabung Khusus (DGK) Sifat Ketahanan Cabai Terhadap Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG Nilai Daya Gabung Umum (DGU) dan Daya Gabung Khusus (DGK) Sifat Ketahanan Terhadap Cabai Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG Kode Genotipe Populasi Cabai Hibrida Analisis Ragam Gabungan di Beberapa Lokasi Pengujian Menggunakan Model Random Analisis Ragam Ketahanan Tujuh Cabai Galur terhadap Penyakit Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG 07 Murni di Dua Lokasi Ketahanan Tujuh Cabai Galur Murni terhadap Penyakit Antraknosa Isolat BGR 027 di Dua Lokasi Analisis Ragam Ketahanan 16 Cabai Hibrida terhadap Penyakit Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG 07 di Tiga Lokasi Ketahanan 16 Cabai Hibrida terhadap Penyakit Antraknosa Isolat PYK 04 di Tiga Lokasi Ketahanan 16 Cabai Hibrida terhadap Penyakit Antraknosa Isolat PSG 07 di Tiga Lokasi Analisis Ragam AMMI2 16 Genotipe Cabai Hibrida Karakter Ketahanan terhadap Antraknosa Isolat PYK 04 pada Tiga Lokasi Analisis Ragam AMMI2 16 Genotipe Cabai Hibrida Karakter Ketahanan terhadap Antraknosa Isolat PSG 07 pada Tiga Lokasi Koefisien Keragaman Genetik (KKG), Ragam Genetik (σ 2 G) dan Standar Deviasi Ragam Genetik (σ σ 2 G ) Ketahanan 16 Cabai Hibrida terhadap Penyakit Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG xviii

21 42. Ragam Galat (σ 2 e), Ragam Interaksi Genetik x Lingkungan (σ 2 GxE), Ragam Genetik (σ 2 G), Ragam Fenotipe (σ 2 P), Heritabilitas (h 2 ) dan Standar Deviasi Heritabilitas (σ h 2 ) Ketahanan 16 Cabai Hibrida terhadap Penyakit Antraknosa Isolat PYK 04, BGR 027, MJK 01 dan PSG xix

22 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Diagram Alir Penelitian Pita Penanda Berdasarkan Analisis RAPD pada 13 Isolat Colletotrichum Gejala Serangan Antraknosa Siklus Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum sp Konidia Beberapa Spesies Colletotrichum Isolat PYK 04, MJK 01, PSG 07 dan BGR 027 yang Siap Digunakan Konidia Isolat PYK Selfing Perbanyakan Tetua dengan Sungkup Individu Penampilan Buah Cabai Lima Hari Setelah Inokulasi C. acutatum Pengelompokan Beberapa Genotipe Cabai Berdasarkan KU I dan KU II Pengelompokan Beberapa Genotipe Cabai Berdasarkan KU I dan KU III Pengelompokan Beberapa Genotipe Cabai Berdasarkan KU II dan KU III Dendogram Hasil Analisis Gerombol Beberapa Genotipe Cabai Skema Persilangan antara Genotipe Rentan (P 1 ) dan Genotipe Tahan (P 2 ) Penyakit Antraknosa dalam Pembuatan Mapping Population Buah Cabai P 1, P 2, F 1, F 1R dan F 2 Lima Hari Setelah Inokulasi C. acutatum Isolat PYK 04 pada Cabai Populasi Persilangan C-15 x C xx

23 16. Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F 1 terhadap Kedua Tetuanya Berdasarkan Skor Ketahanan Cabai Populasi Persilangan C-15 x C- 2 terhadap Antraknosa Isolat PYK Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F 1 terhadap Kedua Tetuanya Berdasarkan Skor Ketahanan Cabai Populasi Persilangan C-15 x C- 2 terhadap Antraknosa Isolat BGR 027 pada Sebaran Frekuensi pada Populasi F 2 Berdasarkan Skor Ketahanan Cabai Populasi Persilangan C-15 x C-2 terhadap Antraknosa Isolat PYK Sebaran Frekuensi pada Populasi F 2 Berdasarkan Skor Ketahanan Cabai Populasi Persilangan C-15 x C-2 terhadap Antraknosa Isolat BGR Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F 1 terhadap Kedua Tetuanya Berdasarkan Skor Ketahanan Cabai Populasi Persilangan C-19 x C- 15 terhadap Antraknosa Isolat PYK Sebaran Frekuensi pada Populasi F 2 Berdasarkan Skor Ketahanan Cabai Populasi Persilangan C-19 x C-15 terhadap Antraknosa Isolat PYK Hubungan Peragam (Wr) dan Ragam (Vr) Sifat Ketahanan Cabai terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh C. acutatum Isolat PYK Hubungan Peragam (Wr) dan Ragam (Vr) Sifat Ketahanan Cabai terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh C. acutatum Isolat BGR Hubungan Peragam (Wr) dan Ragam (Vr) Sifat Ketahanan Cabai terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh C. acutatum Isolat MJK 01 pada Cabai Hubungan Peragam (Wr) dan Ragam (Vr) Sifat Ketahanan Cabai terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh C. acutatum Isolat PSG Biplot Pengaruh Interaksi Model AMMI2 untuk Ketahanan Cabai terhadap Antraknosa Isolat PYK Biplot Pengaruh Interaksi Model AMMI2 untuk Ketahanan Cabai Terhadap Antraknosa Isolat PSG xxi

24 28. Perilaku Kromosom Meiosis pada Persilangan Interspesifik Capsicum annuum x C. baccatum xxii

25 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Descriptors for Capsicum Prosedur Analisis Kadar Capsaicin Prosedur Analisis Peroksidase Daftar Genotipe Cabai Koleksi Beberapa Sifat Kualitatif pada Fase Vegetatif Beberapa Genotipe Cabai Beberapa Sifat Kualitatif pada Bagian Bunga Beberapa Genotipe Cabai Beberapa Sifat Kualitatif pada Bagian Buah Beberapa Genotipe Cabai Kurva Sebaran Normal Hasil Uji Normalitas pada Populasi F 2 Persilangan C-15 x C-2 yang Diinokulasi dengan C. acutatum Isolat PYK Kurva Sebaran Normal Hasil Uji Normalitas pada Populasi F 2 Persilangan C-15 x C-2 yang Diinokulasi dengan C. acutatum Isolat BGR Kurva Sebaran Normal Hasil Uji Normalitas pada Populasi F 2 Persilangan C-19 x C-15 yang Diinokulasi dengan C. acutatum Isolat PYK Tabel Ketahanan Tujuh Cabai Galur Murni terhadap Penyakit Antraknosa Isolat PYK 04 di Dua Lokasi Tabel Ketahanan Tujuh Cabai Galur Murni terhadap Penyakit Antraknosa Isolat MJK 01 di Dua Lokasi Tabel Ketahanan Tujuh Cabai Galur Murni terhadap Penyakit Antraknosa Isolat PSG 07 di Dua Lokasi xxiii

26 14. Tabel Ketahanan 16 Cabai Hibrida terhadap Penyakit Antraknosa Isolat BGR 027 di Tiga Lokasi Tabel Ketahanan 16 Cabai Hibrida terhadap Penyakit Antraknosa Isolat MJK 01 di Tiga Lokasi Tabel Analisis Tanah Asal Leuwikopo, Ciherang dan Tajur xxiv

27 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Ditinjau dari aspek luas areal pertanaman dan nilai komoditi, cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia. Pada tahun 2004, luas areal pertanaman cabai mencapai ha. Namun demikian, luasnya areal pertanaman tersebut tidak diikuti oleh tingginya produktivitas. Pada tahun 2004 dan 2005, produktivitas cabai berturut-turut hanya 5.67 ton/ha dan 5.84 ton/ha (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura 2007), padahal potensi produksi cabai dapat mencapai ton/ha (Duriat 1996). Salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai Indonesia adalah gangguan hama dan penyakit (Semangun 2000). Beberapa penyakit yang dominan menyerang cabai adalah antraknosa, hawar Phytophthora, layu bakteri dan virus (Yoon 2003). Dari berbagai penyakit tersebut, antraknosa merupakan penyakit yang paling utama dalam menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di Indonesia (Suryaningsih et al. 1996). Antraknosa pada cabai disebabkan oleh genus Colletotrichum, yang digolongkan menjadi enam spesies utama yaitu Colletotrichum gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium, C. capsici dan C. coccodes (Kim et al. 1999). Dari enam spesies tersebut, C. gloeosporioides dan C. acutatum menyebabkan kerusakan pada buah dan kehilangan hasil paling besar (Yoon 2003). Lebih dari 90% antraknosa yang menginfeksi cabai disebabkan oleh C. gloeosporioides. Spesies ini juga dilaporkan paling virulen dibandingkan lima spesies lainnya. Akan tetapi, akhir-akhir ini spesies paling utama yang menyerang cabai mengalami perubahan menjadi spesies Colletotrichum lain, yaitu C. acutatum (Park 2005). Di Indonesia, dari 13 isolat Colletotrichum yang dikoleksi dari Bogor, Berebes, Bandung, Pasir Sarongge, Payakumbuh dan Mojokerto, tujuh isolat yang berasal dari enam daerah tersebut merupakan C. acutatum (Widodo (2006), pakar penyakit tanaman, komunikasi pribadi). Pada umumnya varietas cabai yang ada saat ini bersifat rentan terhadap penyakit antraknosa, padahal penyakit ini dapat menurunkan hasil cabai hingga

28 2 75% (Kusandriani dan Permadi 1996). Meskipun telah dilakukan pengendalian sangat intensif menggunakan fungisida, di daerah Brebes, Jawa Tengah, dilaporkan masih menyebabkan kerugian hingga 45%, di Demak hingga 65%, sedangkan di Sumatera Barat mencapai 35% (Sastrosumarjo 2003). Pada kondisi kering, gejala penyakit ini hanya berupa bercak kecil pada buah cabai. Namun bercak tersebut dapat berkembang cepat selama musim hujan, dimana kelembaban udara dan suhu tinggi. Bahkan dalam kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan patogen, penyakit ini dapat menghancurkan seluruh areal pertanaman cabai (Yoon 2003). Petani umumnya mengendalikan penyakit antraknosa menggunakan fungisida kontak dan fungisida sistemik secara intensif. Namun penggunaan pestisida secara berlebihan tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya produksi, tetapi juga mengakibatkan resiko kesehatan petani dan konsumen, serta kerusakan lingkungan. Oleh karena itu penggunaan varietas yang resisten merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah penyakit antraknosa. Dalam perakitan varietas tahan penyakit antraknosa, diperlukan tetua donor yang memiliki ketahanan terhadap penyakit antraknosa serta informasi tentang kendali genetik untuk menentukan metode introgresi serta metode seleksi yang efektif. Berdasarkan hal tersebut, maka studi tentang pewarisan ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa perlu dilakukan guna menentukan strategi program pemuliaan yang efektif dan efisien untuk memperoleh varietas cabai berdaya hasil tinggi dan tahan penyakit antraknosa. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengidentifikasi ketahanan cabai terhadap antraknosa dan mengkarakterisasi plasma nutfah cabai. 2. Mempelajari kendali genetik pewarisan sifat ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum. 3. Mempelajari daya gabung umum dan daya gabung khusus beberapa genotipe cabai.

29 4. Mempelajari interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai terhadap antraknosa. 3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan adalah : 1. Dari sejumlah genotipe cabai terpilih, terdapat setidaknya satu genotipe cabai yang tahan dan satu genotipe cabai yang rentan terhadap penyakit antraknosa disebabkan oleh C. acutatum yang dapat dijadikan tetua untuk pembuatan mapping population. 2. Terdapat lebih dari satu gen yang terkait dengan sifat ketahanan terhadap penyakit antraknosa disebabkan oleh C. acutatum dengan pola pewarisan aditif, dominan, atau resesif, tidak ada efek maternal serta masing-masing gen memiliki pengaruh yang berbeda. 3. Terdapat satu genotipe yang mempunyai daya gabung umum baik dan sepasang genotipe yang mempunyai daya gabung khusus baik untuk ketahanan terhadap penyakit antraknosa disebabkan oleh C. acutatum. 4. Terdapat interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan terhadap penyakit antraknosa disebabkan oleh C. acutatum. Diagram Alir Penelitian Kegiatan secara keseluruhan meliputi beberapa percobaan yaitu: a. Identifikasi ketahanan cabai terhadap antraknosa dan karakterisasi plasma nutfah cabai. b. Studi pewarisan ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa. c. Analisis silang dialel untuk menentukan parameter genetik ketahanan cabai terhadap antraknosa. d. Interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai terhadap antraknosa. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

30 4 Plasma nutfah cabai koleksi (lokal, introduksi) Screening ketahanan cabai terhadap C. acutatum Genotipe tahan Genotiperentan Karakterisasi plasma nutfah cabai Karakter morfologi dan biokmia Hibridisasi genotipe cabai terpilih untuk studi Studi pewarisan 6 generasi Heritabilitas arti luas Heritabilitas arti sempit Efekmaternal Derajat dominansi Aksigen Jumlah faktor efektif Silang full diallel Heritabilitas arti luas Heritabilitas arti sempit Aksigen Sebaran gen pada tetua DGU dan DGK Jumlah gen pengendali Interaksi genetik x lingkungan Ragamgenetik Ragam lingkungan RagaminteraksiG x E Heritabilitas arti luas Stabilitas Lingkungan spesifik Kendali genetik pewarisan ketahanan terhadap penyakit antraknosa Metode seleksi yang efektif dan efisien untuk perakitan cabai unggul tahan penyakit antraknosa Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Pada percobaan a, diperoleh: (1) genotipe yang paling tahan dan genotipe yang paling rentan terhadap antraknosa dan (2) genotipe-genotipe cabai yang mempunyai potensi hasil tinggi. Dalam perakitan suatu varietas biasanya genotipe tahan dijadikan sebagai donor ketahanan untuk memperbaiki genotipe cabai yang berdaya hasil tinggi, namun tidak tahan penyakit. Genotipe cabai paling tahan dan paling rentan digunakan sebagai tetua dalam studi pewarisan ketahanan terhadap antraknosa. Hasil percobaan a digunakan pada percobaan b dan c. Pada percobaan b, dilakukan studi pewarisan ketahanan cabai terhadap antraknosa. Genotipe cabai yang paling tahan dan paling rentan terhadap antraknosa yang diperoleh pada percobaan a, digunakan dalam percobaan ini.

31 5 Informasi yang diperoleh pada percobaan ini adalah pola pewarisan ketahanan cabai terhadap antraknosa sehingga dapat digunakan untuk menentukan strategi pemuliaan yang efektif. Pada percobaan c disilangkan beberapa genotipe cabai yang diperoleh dari percobaan a. Lima genotipe cabai dilakukan persilangan dialel penuh (full diallel). Hasil silang dialel ini diuji ketahanannya terhadap antraknosa. Dari percobaan ini diperoleh informasi tentang pendugaan parameter genetik, sebaran gen pada tetua, daya gabung umum dan daya gabung khusus. Informasi ini diperlukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh pada percobaan b. Percobaan d bertujuan mempelajari interaksi genetik x lingkungan untuk ketahanan cabai terhadap antraknosa. Informasi ini dapat digunakan untuk memperoleh lingkungan yang cocok dalam melakukan seleksi cabai tahan antraknosa. Secara keseluruhan, sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah diperoleh strategi pemuliaan cabai untuk ketahanan terhadap antraknosa yang efektif dan efisien.

32 II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Tanaman cabai tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnolipsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum. Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari sekitar spesies dalam genus Capsicum yang telah dibudidayakan. Selain C. annuum spesies lain yang telah dibudidayakan adalah C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense (Berke 2000). C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. C. annuum, C. chinensis dan C. frustescens mempunyai banyak sifat yang sama, untuk membedakannya dapat dengan mengamati bunga dan buah dari masingmasing spesies (Kusandriani 1996a). Capsicum annuum L. adalah spesies yang paling luas dibudidayakan dan penting secara ekonomis. Spesies ini mempunyai berbagai bentuk dan ukuran dan meliputi buah manis dan pedas. C. annuum L. dikelompokkan dalam var. longum, var. abbreviata, var. grossum, dan var. minimum. Spesies ini diperkirakan mempunyai pusat asal (penyebaran primer) di Meksiko, kemudian menyebar ke daerah Amerika Selatan dan Tengah, ke Eropa dan sekarang telah tersebar luas di daerah tropik dan subtropik (Tindall 1983). Pusat penyebaran sekunder C. annuum adalah Guatemala (Greenleaf 1986). Capsicum frutescens atau dikenal dengan nama cabai rawit adalah spesies semidomestikasi yang ditemukan di dataran rendah tropika Amerika. Selain itu, Asia Tenggara dikenal sebagai daerah pusat keragaman sekunder. Beberapa varietas ditanam luas di wilayah panas iklim sedang maupun wilayah tropika (Greenleaf 1986). Domestikasi Capsicum chinense tersebar luas di wilayah tropika Amerika, dan spesies ini sering ditanam di sekitar wilayah Amazon. Evolusi Capsicum baccatum sebagian besar terbatas di wilayah tengah Amerika Selatan (Bolivia). Bentuk yang didomestikasi diidentifikasi sebagai C. baccatum var pendulum;

33 7 bentuk liarnya sebagai C. baccatum var. baccatum dan var. microcarpum (Greenleaf 1986). Capsicum pubescens ditanam di Amerika Tengah dan dataran tinggi pegunungan Andes. Bunga memiliki lembar mahkota ungu, dengan kepala sari ungu; biji keriput dan berwarna hitam. Daun berbulu dan keriting (rugulose); jaringan dinding buah tebal. Tanaman ini beradaptasi pada suhu rendah pada ketinggian m di daerah tropika. Tipe moyang liarnya tidak diketahui, tetapi spesies ini berkerabat dengan spesies liar lain dari Amerika Selatan, seperti C. eximium dan C. cardenasii (Greenleaf 1986). Tabel 1. Klasifikasi Cabai yang Telah Dibudidayakan dan Tipe Liarnya serta Daerah Penyebaran (Greenleaf 1986) Spesies Status Daerah Sebaran A. Kelompok Berbunga Putih 1. C. annuum L. Dibudidayakan Amerika Selatan hingga Colombia tropik, subtropik dan daerah beriklim sedang 2. C. chinense Jacq. Dibudidayakan Dataran rendah Amerika Selatan bagian timur 3. C. frutescens L. Dibudidayakan Amerika tropik 4. C. baccatum L. Dibudidayakan Peru, Bolivia, Paraguay, Brazil, Argentina 5. C. praetermisum Liar Brazil Selatan Heiser & Smith 6. C. chacoense A.T. Liar Argentina Utara, Bolivia, Paraguay Hunz 7. C. galapagoense A.T. Hunz Liar Pulau Galapagos B. Kelompok Berbunga Ungu 1. C. pubescens R&P Dibudidayakan Daerah Andes, dataran tinggi Amerika Tengah bagian utara hingga Meksiko 2. C. cardenasii Heiser Liar Bolivia & Smith 3. C. eximium A.T. Liar Bolivia, Argentina Utara Hunz 4. C. tovarii Eshbaugh, Smith, Nickrent Liar Andes, Peru Tengah

34 8 Spesies liar lain yang biasa digunakan meliputi C. galapogense, C. chacoense, C. tovarii, C. praetermissum, C. eximium, dan C. cardenasii. Di Bolivia C. cardenasii adalah spesies yang sangat sering dipanen dari tanaman liar (Greenleaf 1986). Satu spesies liar yaitu C. lanceolatum mempunyai pusat penyebaran di Guetamala (Tong dan Bosland 1997). Klasifikasi cabai dan pusat penyebarannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 2. Keserasian Persilangan antar Spesies Capsicum dan Fertilitas Hibrid (Greenleaf 1986) Persilangan Keserasian Daya Hidup Biji F1 Biji F2 Biji Backcross C. annuum x C. frutescens C. annuum x C. chinense C. annuum x C. pendulum E E + - C. annuum x C. pubescens C. frutescens x C. annuum C. frutescens x C. chinense C. frutescens x C. pendulum C. chinense x C. frutescens C. chinense x C. annuum C. chinense x C. pendulum C. chinense x C. pubescens E E - - C. pendulum x C. pubescens Keterangan: E = biji berkecambah hanya dalam kultur embrio - = tidak ada biji yang viabel + = biji viabel hanya sedikit ++ = biji viabel banyak Sebagian besar spesies Capsicum bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross pollination) secara alami dapat terjadi dengan bantuan lebah dengan persentase persilangan berkisar %. Persilangan antar spesies dapat terjadi dengan relatif mudah pada beberapa kombinasi misalkan antara C. annuum x C. chinense, C. frutescens x

35 9 C. pendulum; akan tetapi sangat sulit untuk kombinasi yang lain, misalkan antara C. annuum x C. frutescens, C. annuum x pubescens dan C. pendulum x pubescens (Greenleaf 1986). Keserasian persilangan antar spesies Capsicum dan fertilitas hibrid disajikan pada Tabel 2. Tanaman cabai mempunyai jumlah kromosom somatik diploid dengan kromosom dasar x = 12. Jumlah kromosom normal cabai adalah 2n = 2x = 24 (Berke 2000). Penyimpangan jumlah kromosom x = 13 ditemukan pada spesies C. ciliatum asal Amerika Selatan bagian barat dan spesies liar dari Brazil, serta C. lanceolatum asal Guatemala (Tong dan Bosland 1997). Tanaman cabai memiliki sistem perakaran yang dangkal, diawali dengan akar tunggang (akar primer) kemudian tumbuh akar rambut ke samping (akar lateral/akar sekunder). Panjang akar primer berkisar cm dan akar lateral sekitar cm (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Akar lateral cepat berkembang di dalam tanah dan menyebar pada kedalaman cm (Messiaen 1992). Batang utama tegak, berkayu dan bercabang banyak dengan tinggi sekitar cm. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi pada umur 30 hari setelah tanam (HST). Pada setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai pada umur 10 HST. Tipe percabangan tegak atau menyebar tergantung spesiesnya (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Daun-daun tumbuh pada tunas samping secara berurutan, sedangkan pada batang utama tersebut tersusun secara spiral. Cabai mempunyai tangkai daun panjang dan daun tunggal dengan helai daun berbentuk ovate atau lanceolate, agak kaku, berwarna hijau muda sampai hijau gelap dengan tepi rata (Kusandriani 1996a). Bunga cabai tergolong bunga lengkap karena terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik. Kelopak bunga berjumlah enam helai berwarna kehijauan. Mahkota bunga terdiri atas 5-7, petal berwarna putih susu atau kadang-kadang ungu. Posisi bunga menggantung atau tegak, panjang bunga biasanya cm, lebar 0.5 cm dan panjang tangkai bunga antara 3-8 cm. Tangkai putik berwarna putih, panjangnya sekitar 0.5 cm. Kepala putik berwarna kekuning-kuningan. Tangkai sari berwarna putih dengan panjang sekitar 0.5 cm.

36 10 Kepala sari yang belum matang berwarna biru atau ungu (Berke 2000). Dalam satu bunga terdapat satu putik dan 5-7 benang sari. Bunga cabai umumnya merupakan bunga tunggal (kecuali pada spesies tertentu berbunga ganda), terletak pada hampir setiap ruas (nodus). Bunga cabai cenderung bersifat protogyny dan tepung sari keluar dari kotak sari pada saat bunga mekar (Kusandriani 1996a). Bunga pertama terbentuk pada umur hari sesudah tanam (HST) dan buah pertama mulai terbentuk pada umur HST. Buah matang dalam waktu sekitar 45 hari setelah pembuahan. Struktur buah terdiri atas kulit, daging buah dan sebuah plasenta tempat melekatnya biji. Daging buah umumnya renyah atau kadang-kadang lunak pada kultivar tertentu. Biji cabai berwarna kuning jerami (Greenleaf 1986). Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang paling ideal untuk tanaman cabai adalah yang mengandung bahan organik sekurang-kurangnnya 1.5% dan mempunyai ph antara Keadaan ph tanah sangat penting karena erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara. Apabila ditanam pada tanah yang mempunyai ph lebih dari tujuh, tanaman cabai akan menunjukkan gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun menguning yang disebabkan kekurangan unsur hara besi (Fe). Sebaliknya, pada tanah yang mempunyai ph kurang dari lima, tanaman cabai juga akan kerdil, karena kekurangan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) atau keracunan aluminium (Al) dan mangan (Mn) (Sumarni 1996). Suhu udara optimal untuk pertumbuhan cabai pada siang hari adalah 18 o 27 o C. Suhu udara yang paling cocok untuk pertumbuhan cabai rata-rata adalah 16 o C pada malam hari dan 23 o C pada siang hari. Bila suhu udara malam hari di bawah 16 o C dan siang hari di atas 32 o C, proses pembungaan dan pembuahan tanaman cabai akan gagal. Cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan cendawan. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah mm/tahun (Sumarni 1996).

37 11 Penyakit Antraknosa pada Cabai Penyakit antraknosa merupakan kendala biologis terbesar dalam usahatani cabai, karena disamping dapat menyerang tanaman, juga dapat menyerang buah yang terbentuk, maupun setelah buah dipanen. Patogen yang menyerang buah merupakan kendala terbesar dalam peningkatan produksi cabai, karena buah dapat gugur sebelum panen atau buah menjadi busuk sebelum dan setelah panen, sehingga mengurangi produksi buah yang dapat dipasarkan. Penyakit antraknosa dapat berlanjut menyerang buah dalam penyimpanan di tingkat konsumen. Oleh karena itu penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang paling merugikan dibanding penyakit cabai lainnya. Antraknosa pada cabai disebabkan oleh genus Colletotrichum, yang digolongkan menjadi enam spesies utama yaitu Colletotrichum gloeosporioides, C. acutatum, C. dematium, C. capsici dan C. coccodes (Kim et al. 1999). Dari enam spesies tersebut, C. gloeosporioides dan C. acutatum menyebabkan kerusakan pada buah dan kehilangan hasil paling besar (Yoon 2003). C. gloeosporioides merupakan spesies paling dominan yang menyerang cabai di Korea (Yoon dan Park 2001). Lebih dari 90% antraknosa yang menginfeksi cabai disebabkan oleh C. gloeosporioides. Spesies ini juga dilaporkan paling virulen dibandingkan lima spesies lainnya. Akan tetapi, akhir-akhir ini spesies paling dominan yang menyerang cabai mengalami perubahan menjadi spesies Colletotrichum lain, yaitu C. acutatum (Park 2005). Di Indonesia, patogen antraknosa yang paling banyak dijumpai menyerang tanaman cabai adalah C. capsici (Syd and Bisb), C. gloeosporioides (Penz) Sacc. Populasi C. gloeosporioides di lapangan 5-6 kali lebih banyak daripada populasi C. capsici dan menyebabkan kerusakan lebih parah (Suryaningsih et al. 1996). Akan tetapi akhir-akhir ini spesies yang paling banyak dijumpai menyerang cabai di Indonesia adalah C. acutatum. Berdasarkan penelitian Widodo (2006, pakar penyakit tanaman, komunikasi pribadi), dari 13 isolat Colletotrichum yang dikoleksi dari Bogor, Brebes, Bandung, Pasir Sarongge, Payakumbuh dan Mojokerto, tujuh isolat yang berasal dari enam daerah tersebut merupakan C. acutatum (Tabel 3 dan Gambar 2).

38 Tabel 3. Hasil Analisis Berdasarkan Marka RAPD Menggunakan Dua Primer Pada 13 Isolat Colletotrichum (Sumber: Widodo (2006), komunikasi pribadi) No. Kode sampel Hasil C. acutatum C. gloeosporioides 1 BGR 22A BGR BDG BRB 07A BRB 11C BRB BRB PYK 03A PYK 03A PYK BKT PSG MJK bp ± 490bp Gambar 2. Pita Penanda Berdasarkan Analisis RAPD pada 13 Isolat Colletotrichum. Keterangan: Lane bp DNA ladder, penanda untuk Colletotrichum acutatum; 2. BGR 22A ; 3. BGR 027; 4.BDG 01; 5.BRB 07A; 6. BRB 11C; 7. BRB 16; 8.BRB 17; 9. PYK 03A1; 10. PYK 03A; 11. PYK 04; 12. BKT 04; 13. -; 14. PSG 07; 15. MJK 01; bp DNA ladder (Sumber: Widodo (2006), komunikasi pribadi).

39 13 Penyakit antraknosa menimbulkan gejala busuk buah yang dicirikan oleh adanya bercak coklat kehitaman pada permukaan buah, yang selanjutnya meluas menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang terdiri dari sekelompok seta dan konidium jamur. Serangan yang berat dapat menyebabkan buah mengering dan keriput sehingga buah yang seharusnya berwarna merah menjadi seperti jerami (Semangun 2000). Serangan yang terjadi pada biji akan menyebabkan kegagalan biji untuk berkecambah, pada kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah (damping off) serta pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk dan infeksi lebih lanjut dapat menyebabkan busuk kering pada batang (Suryaningsih et al. 1996). Gejala serangan pada buah, daun dan batang dapat dilihat pada Gambar 3. Colletotrichum dapat bertahan baik pada biji, sebagai penyakit tular biji, pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi maupun pada inang yang lain, diantaranya tomat. Meskipun cendawan ini mempunyai inang yang sangat banyak, ia juga dapat bertahan di dalam tanah. Infeksi cendawan ini bersifat laten mampu bertahan dalam jaringan tanaman dalam bentuk aservulus. Aservulus dapat tumbuh dan bertahan di dalam biji dalam kurun waktu yang lama, kemudian miselium tumbuh di luar kulit biji. Miselium dan aservulus tersebut dapat tumbuh dan bertahan di dalam biji selama ± 9 bulan. Meskipun demikian, bibit yang bebas dari patogen tersebut di atas apabila ditanam pada lahan yang sudah terinfeksi, patogen masih dapat menimbulkan penyakit pada buah (Suryaningsih et al. 1996). Bagian luar dari spora cendawan mengandung perekat yang dapat dengan mudah menempel pada sasaran infeksi lewat percikan air siraman atau air hujan. Selain itu, spora dalam keadaan tunggal dapat pula menempel pada pakaian pekerja, alat-alat pertanian atau terbawa oleh angin. Spora akan cepat berkecambah apabila menemukan inang. Gejala serangan akan tampak lima hari setelah terjadi infeksi. Kelembaban relatif udara 95% yaitu pada saat cuaca berkabut dan berembun dengan suhu udara rata-rata 32 o C akan sangat membantu inisiasi infeksi dan perkembangan penyakit selanjutnya (Suryaningsih et al. 1996).

40 14 A B C Gambar 3. D Gejala Serangan Antraknosa. A. Gejala serangan pada daun, B. Gejala serangan pada buah matang, C. Gejala serangan pada batang, D. Gejala serangan pada buah hijau. Colletotrichum dapat menyerang buah yang masih hijau dan dapat menyebabkan mati pucuk. Gejala yang disebabkan oleh Colletotrichum mulamula berbentuk bintik-bintik kecil berwarna kehitaman dan berlekuk, pada buah yang masih hijau atau yang sudah masak. Bintik-bintik ini tepinya berwarna kuning, membesar dan memanjang. Bagian tengahnya menjadi semakin gelap. Dalam keadaan lembab, cendawan membentuk badan buah (aservulus) dalam lingkaran-lingkaran sepusat, yang membentuk massa spora (konidium) berwarna merah jambu. Penyakit masih berkembang terus pada waktu buah cabai disimpan atau diangkut. Colletotrichum dapat menyerang daun dan batang tanpa

ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum

ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum MUHAMAD SYUKUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai

Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai M. Syukur, S. Sujiprihati dan R. Yunianti Bogor Agricultural University (IPB) page 1 / 13 Pendahuluan Cabai merupakan salah satu jenis sayuran

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) DAN KETAHANANNYA TERHADAP ANTRAKNOSA, HAWAR PHYTOPHTHORA, DAN LAYU BAKTERI SERTA PARAMETER GENETIKNYA NURWANITA EKASARI PUTRI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

STUDI PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) IZMI YULIANAH

STUDI PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) IZMI YULIANAH STUDI PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) IZMI YULIANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya (Carica papaya) merupakan salah satu tanaman buah yang sangat penting dalam pemenuhan kalsium dan sumber vitamin A dan C (Nakasome dan Paull 1998). Selain dikonsumsi sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup yang indah dan nyaman. Cabai (Capsicum sp.) disamping

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL Estimation of genetic parameters chilli (Capsicum annuum L.) seeds vigor with half diallel cross

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. UNDANG

IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. UNDANG IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. UNDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

Pewarisan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum

Pewarisan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Pewarisan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Inheritance of Resistance to Anthracnose caused by Colletotrichum acutatum in Pepper (Capsicum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai termasuk tanaman dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum dan spesies Capsicum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

(Bogor Agricultural University), Jl. Kamper, Kampus IPB Darmaga 16680, Indonesia. Diterima 10 Agustus 2009/Disetujui 16 November 2009 ABSTRACT

(Bogor Agricultural University), Jl. Kamper, Kampus IPB Darmaga 16680, Indonesia. Diterima 10 Agustus 2009/Disetujui 16 November 2009 ABSTRACT Ketahanan terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum pada Beberapa Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) dan Korelasinya dengan Kandungan Kapsaicin dan Peroksidase Resistance of Several

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

Daya Hasil 15 Galur Cabai IPB dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum

Daya Hasil 15 Galur Cabai IPB dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Daya Hasil 15 Galur Cabai IPB dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum Yield and Resistance to Anthracnose Disease Caused by Colletotrichum acutatum of

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Ketahanan Penyakit Antraknosa terhadap Cabai Lokal dan Cabai Introduksi. Resistance to Anthracnose on Local and Introduction Chilies

Ketahanan Penyakit Antraknosa terhadap Cabai Lokal dan Cabai Introduksi. Resistance to Anthracnose on Local and Introduction Chilies Ketahanan Penyakit Antraknosa terhadap Cabai Lokal dan Cabai Introduksi Resistance to Anthracnose on Local and Introduction Chilies Abdul Hakim 1, Muhamad Syukur 1*, Widodo 2 1 Departemen Agronomi dan

Lebih terperinci

INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN UNTUK KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum

INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN UNTUK KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN UNTUK KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum The Genetic x Environmental Interaction for Resistance of Pepper

Lebih terperinci

7/18/2010 UJI MULTILOKASI TAHUN II HIBRIDA CABAI UNGGULAN IPB UNTUK PELEPASAN VARIETAS PENDAHULUAN

7/18/2010 UJI MULTILOKASI TAHUN II HIBRIDA CABAI UNGGULAN IPB UNTUK PELEPASAN VARIETAS PENDAHULUAN UJI MULTILOKASI TAHUN II HIBRIDA CABAI UNGGULAN IPB UNTUK PELEPASAN VARIETAS Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS Dr. Rahmi Yunianti, SP, MSi PENDAHULUAN Cabai: Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Abdullah Bin Arif 1 *, Sriani Sujiprihati 2, dan Muhamad Syukur 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl.

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili Solanaceae. Famili ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 species yang terdiri dari tumbuhan perdu dan tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SELEKSI INDIVIDU TERPILIH PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine maxl.merrill) GENERASI M 5 BERDASARKAN KARAKTER PRODUKSI TINGGI DAN TOLERAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG Athelia rolfsii(curzi) SKRIPSI OLEH : MUTIA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA disusun oleh: Lutfi Afifah A34070039 Vishora Satyani A34070024 Johan A34070034 Listika Minarti A34070071 Dosen Pengajar:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat gen utama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang 1 I. PENDAHULUAN Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. dan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A34304035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DIMAS PURWO ANGGORO.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

PENAPISAN GENOTIPE DAN ANALISIS GENETIK KETAHANAN PEPAYA TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA DI TAJUR DAN GUNUNG GEULIS BOGOR SITI HAFSAH

PENAPISAN GENOTIPE DAN ANALISIS GENETIK KETAHANAN PEPAYA TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA DI TAJUR DAN GUNUNG GEULIS BOGOR SITI HAFSAH PENAPISAN GENOTIPE DAN ANALISIS GENETIK KETAHANAN PEPAYA TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA DI TAJUR DAN GUNUNG GEULIS BOGOR SITI HAFSAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak. dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak. dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang tinggi dan memiliki beberapa manfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer dan Palmer, 1990). Tinggi tanaman jagung berkisar

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) TERHADAP LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f. sp. niveum) DAN KARAKTER KUANTITATIFNYA Oleh SWISCI MARGARET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ditinjau dari aspek pertanaman maupun nilai produksi, cabai (Capsicum annuum L. ) merupakan salah satu komoditas hortikultura andalan di Indonesia. Tanaman cabai mempunyai luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nilai rata-rata konsumsi cabai per kapita di Indonesia adalah 2,9 kg.tahun -1

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA TIGA KELOMPOK CABAI (Capsicum annuum L.) ABDULLAH BIN ARIF

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA TIGA KELOMPOK CABAI (Capsicum annuum L.) ABDULLAH BIN ARIF PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA TIGA KELOMPOK CABAI (Capsicum annuum L.) ABDULLAH BIN ARIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 2 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Famili Solanaceae. Rommy A Laksono

Famili Solanaceae. Rommy A Laksono Famili Solanaceae Rommy A Laksono Suku terong-terongan atau Solanaceae adalah salah satu suku tumbuhan berbunga. Suku ini memiliki nilai ekonomi cukup tinggi bagi kepentingan manusia. Beberapa anggotanya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci