IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. UNDANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. UNDANG"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. UNDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Undang NIM A

4 RINGKASAN UNDANG. Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L. Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan SOBIR. Cabai terdiri atas beberapa spesies, lima diantaranya telah dibudidayakan, yaitu C. annuum, C. chinense, C. frutescens, C. baccatum, dan C. pubescens. Klasifikasi spesies-spesies ini didasarkan pada: 1) karakter morfologi, terutama morfologi bunga, 2) persilangan dapat dilaksanakan antar spesies, dan 3) biji hibrida antar spesies fertil. Spesies C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. Spesies C. annuum, C. chinense, dan C. frutescens mempunyai banyak sifat yang sama, sehingga sulit dibedakan secara morfologi. Penelitian mencakup tiga kegiatan yaitu (1) identifikasi spesies cabai rawit (C. annuum dan C. frutescens) berdasarkan daya silang dan karakter morfologi, (2) pendugaan parameter genetik menggunakan analisis dialel metode Hayman dan heterosis, (3) daya gabung menggunakan analisis dialel metode I Griffing dan keragaan F1 cabai rawit. Kegiatan satu bertujuan mendapatkan karakter pembeda dalam pengelompokkan cabai rawit. Plasma nutfah yang dikarakterisasi adalah 21 genotipe cabai rawit yang belum diketahui apakah spesies C. annuum atau C. frutescens, kecuali IPBC10 dan IPBC145 yang sudah teridentifikasi sebagai cabai rawit C. annuum dan IPBC295 sebagai C. frutescens. Hasil analisis terdapat dua spesies cabai rawit (12 genotipe mengelompok sebagai C. annuum dan sembilan genotipe sebagai C. frutescens). Kegiatan dua bertujuan mempelajari pewarisan karakter dan heterosis cabai rawit spesies C. annuum. Kegiatan tiga bertujuan mendapatkan informasi daya gabung dan keragaan hibrida yang lebih baik dari varietas hibrida komersil. Hasil percobaan dua dan tiga menunjukkan bahwa penampilan beberapa karakter dipengaruhi ragam aditif dan non aditif. Distribusi gen tidak menyebar merata pada tetua, kecuali pada karakter bobot per buah, panjang buah, diameter buah, tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun. Tingkat dominansi parsial mempengaruhi penampilan beberapa karakter. Kelompok gen pengendali pada setiap karakter yang diamati berada antara satu sampai empat kelompok gen. Nilai heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit pada setiap karakter yang diamati termasuk dalam kategori tinggi sampai rendah. Pengaruh DGU dan DGK nyata pada karakter yang diamati, kecuali karakter panjang buah dan diameter buah. Genotipe IPBC174 merupakan tetua dengan DGU terbaik pada beberapa karakter yang diamati dan direkomendasikan sebagai tetua untuk perakitan varietas galur murni. Hibrida yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah IPBC10 x IPBC174, IPBC174 x IPBC291, IPBC293 x IPBC174, IPBC174 x IPBC293, IPBC291 x IPBC293, IPBC160 x IPBC29, dan IPBC145 x IPBC174. Kata kunci: analisis gerombol, daya silang, karakter morfologi, keragaman genetik, metode Griffing, metode Hayman

5 SUMMARY UNDANG. Identification of Two Chili Pepper Species and Inheretance of Important Characters in Capsicum annuum L. Species. Supervised by MUHAMAD SYUKUR and SOBIR. The chili is consists of several species, five of which have been cultivated, namely C. annuum, C. chinense, C. frutescens, C. baccatum, and C. pubescens. The classifications of these species are based on: 1) morphological characters, especially floral morphology, 2) crossability between species, and 3) fertile hybrids between species. Species C. baccatum and C. pubescens can be easily identified and distinguished from one another, because there are obvious differences in the two species. However the species C. annuum, C. chinense, and C. frutescens has many common characteristics, so it is difficult to distinguish morphologically. The study includes three activities: (1) identification of species of chili pepper (C. annuum and C. frutescens) by crossability and morphological characters, (2) estimate genetic parameters using the analysis method dialel Hayman and heterosis, (3) using affinity analysis methods dialel I Griffing and variability F1 chili pepper. Activities aimed at getting the distinguishing characteristics in grouping chili pepper. Germplasm is characterized chili pepper 21 genotypes were not known if the group C. annuum or C. frutescens. The results of the analysis, there are two groups of chili pepper (12 genotypes clustered as C. annuum and nine genotypes as C. frutescens). Activities aimed at studying the inheritance of two characters and heterosis chili pepper species C. annuum. Three activities to get information and variability hybrid affinity better than commercial hybrid varieties. The second and third experiment results showed that the appearance of some characters are influenced by additive and non-additive variance. The distribution of genes is not spread evenly in the parents, except in weight per fruit, fruit length, fruit diameter, plant height, leaf length and leaf width characters. The rate of partial dominance affects the appearance of several characters. Each group of genes controlling the characters that were observed has between one to four genes groups. Broad sense heritability and narrow sense heritability that were observed on each character included in the category of high to low. There were real infuence of GCA and SCA on the observed character except for fruit length and fruit diameter character. Genotype IPBC174 is a genotype with the best observed GCA on some of the characters and is recommended to be developed as a pure line varieties. Hybrids that have the potential to be further developed are IPBC10 x IPBC174, IPBC174 x IPBC291, IPBC293 x IPBC174, IPBC174 x IPBC293, IPBC291 x IPBC293, IPBC160 x IPBC29, and IPBC145 x IPBC174. Key words: analysis clusters, crossability, morphological characters, genetic diversity, Griffing methods, Hayman methods

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 IDENTIFIKASI DUA SPESIES CABAI RAWIT DAN PEWARISAN KARAKTER PENTING PADA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. UNDANG Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi

9 Judul Tesis : Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L. Nama : Undang NIM : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi Ketua Prof Dr Ir Sobir, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 03 Juli 2014 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul Identifikasi Dua Spesies Cabai Rawit dan Pewarisan Karakter Penting pada Cabai Rawit Spesies Capsicum annuum L. ini merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Program Diploma Institut Pertanian Bogor atas izin studi dan dukungan dana selama kuliah. 2. Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi dan Prof Dr Ir Sobir, MSi selaku dosen pembimbing atas segala arahan, saran, masukan, kesabaran, dan motivasi yang telah diberikan selama ini. 3. Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesis atas saran dan arahan dalam perbaikan tesis. 4. Dr Dewi Sukma, SP MSi selaku dosen penguji perwakilan dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman pada ujian akhir tesis atas saran dan arahan untuk perbaikan tesis. 5. Kementerian Ristek melalui hibah SINas tahun 2013 atas nama Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Institut Pertanian Bogor atas dana penelitiannya. 6. Seluruh staf pengajar Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama kuliah. 7. Keluarga tercinta, Bapak Misro, Ibu Ratmini, Bapak Sardan, Ibu Nanap S Fatonah, Istri Siti Marwiyah, anak M. Rizqi Mubarok dan M. Baswara Azzamy dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil kepada penulis dalam menempuh studi dan penelitian. 8. Bapak-Ibu dan rekan-rekan tenaga pendidik dan kependidikan Program Diploma Institut Pertanian Bogor atas dukungannya selama penulis menempuh studi. 9. Kang Darwa, Pudin, rekan-rekan PBT angkatan 2012 dan rekan-rekan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman: Risty, Tiara, Abdul, Alfa, Yunandra, Sri Wahyuni, Marlina, Helfi atas bantuannya selama penelitian. 10. Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penelitian ini Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang pemuliaan tanaman dan pertanian pada umumnya. Bogor, Juli Undang

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vi vi 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 4 Keserasian Persilangan antar Spesies Capsicum 6 Metode Analisis Silang Dialel 9 Daya Gabung 9 Heterosis 10 3 IDENTIFIKASI SPESIES CABAI RAWIT (Capsicum spp.) BERDASARKAN DAYA SILANG DAN KARAKTER MORFOLOGI 11 Pendahuluan 12 Bahan dan Metode 13 Hasil dan Pembahasan 19 Simpulan 25 4 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN HETEROSIS CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. 26 Pendahuluan 27 Bahan dan Metode 27 Hasil dan Pembahasan 34 Simpulan 45 5 DAYA GABUNG DAN KERAGAAN 30 HIBRIDA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. 46 Pendahuluan 47 Bahan dan Metode 47 Hasil dan Pembahasan 51 Simpulan 60 6 PEMBAHASAN UMUM 61 7 SIMPULAN UMUM DAN SARAN 65 DAFTAR PUSTAKA 66 RIWAYAT HIDUP 71

12 DAFTAR TABEL 1 Klasifikasi cabai yang telah dibudidayakan dan tipe liarnya serta daerah penyebaran 6 2 Keserasian persilangan antar spesies Capsicum dan fertilitas hibrid 7 3 Daftar genotipe cabai yang digunakan dalam penelitian 13 4 Nilai akar ciri komponen utama berdasarkan analisis komponen utama 23 5 Nilai vektor ciri empat komponen utama 24 6 Perbedaan secara morfologi cabai rawit spesies C. annuum dan C. frutescens 25 7 Persilangan full diallel dan selfing menggunakan enam tetua 29 8 Komponen analisis ragam pada analisis dialel 31 9 Persilangan setengah dialel menggunakan enam tetua Kuadrat tengah karakter buah cabai rawit Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman cabai rawit Pendugaan parameter genetik karakter buah cabai rawit menggunakan analisis silang dialel Metode Hayman Pendugaan parameter genetik karakter vegetatif tanaman cabai rawit menggunakan analisis silang dialel Metode Hayman Sebaran Wr + Vr pada karakter buah cabai rawit Sebaran Wr + Vr pada karakter vegetatif tanaman cabai rawit Heterosis (MP) dan heterobeltiosis (HP) karakter buah cabai rawit C. annuum Heterosis (MP) dan heterobeltiosis (HP) karakter vegetatif tanaman cabai rawit C. annuum Komponen analisis ragam untuk daya gabung menggunakan metode I Griffing Sumber keragaman dan nilai harapan Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal, dan nilai koefisien keragaman karakter buah cabai rawit Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal, dan nilai koefisien keragaman karakter vegetatif tanaman cabai rawit Daya gabung umum karakter buah cabai rawit C. annuum Daya gabung umum karakter vegetatif tanaman cabai rawit C. annuum Nilai daya gabung khusus karakter buah cabai rawit C. annuum Nilai daya gabung khusus karakter vegetatif tanaman cabai rawit C. annuum Kuadrat tengah karakter buah cabai rawit Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman cabai rawit Nilai tengah karakter hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah hibrida cabai Nilai tengah karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun hibrida cabai 59

13 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian cabai rawit 3 2 Polygon daya silang (crossability) persilangan antar spesies Capsicum 8 3 Bulu pada batang 15 4 Tipe pertumbuhan tanaman 15 5 Bentuk daun 15 6 Bulu pada daun 16 7 Posisi bunga 16 8 Posisi stigma 16 9 Bentuk tipe kelopak Penyempitan tangkai buah Warna buah muda Warna buah matang Bentuk buah Bentuk pangkal buah Lekukan dipangkal buah Bentuk ujung buah Bentuk potongan melintang buah Persentase keberhasilan persilangan cabai rawit Kondisi benih hasil persilangan antar spesies cabai rawit Hasil persilangan antar spesies cabai rawit Dendrogram hasil analisis gerombol 21 genotipe cabai rawit Pengelompokkan 21 genotipe cabai rawit berdasarkan KU I dan KU II Teknik persilangan buatan pada cabai Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter hasil buah per tanaman pada cabai rawit Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter jumlah buah per tanaman pada cabai rawit Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter bobot per buah pada cabai rawit Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter panjang buah pada cabai rawit Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter diameter buah pada cabai rawit Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter tinggi tanaman pada cabai rawit Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter lebar tajuk pada cabai rawit Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter panjang daun pada cabai rawit Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter lebar daun pada cabai rawit Hibrida berpotensi dikembangkan lebih lanjut 64

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu spesies tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting di dunia (Bosland 1996). Tanaman ini juga merupakan salah satu tanaman sayuran penting di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari luas pertanaman cabai di Indonesia yang mencapai 242 ribu ha pada tahun 2011 (Kementan 2013) yang merupakan luasan terbesar pada komoditi sayuran. Namun, produksi cabai sering kali tidak mampu mencukupi kebutuhan permintaan pasar, sehingga menyebabkan tingginya harga cabai di pasaran. Harga cabai merah dan keriting terkadang mencapai Rp per kg, bahkan harga cabai rawit merah dapat mencapai Rp per kg pada bulan Agustus 2013 (Kementan 2013). Salah satu penyebab rendahnya produksi cabai adalah penggunaan benih unggul cabai yang masih rendah sehingga menyebabkan produktivitasnya tidak optimal. Tanaman cabai tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum. C. annuum merupakan salah satu spesies dari sekitar spesies dalam genus Capsicum yang telah dibudidayakan. Selain C. annuum, spesies lain yang telah dibudidayakan adalah C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense (Berke 2000). C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. C. annuum, C. chinense dan C. frutescens mempunyai banyak sifat yang sama, untuk membedakannya dapat dengan mengamati bunga dan buah dari masing-masing spesies (Kusandriani 1996). Karakter lain yang membedakan antar spesies pada tanaman cabai yaitu jumlah bunga setiap nodus, warna buah muda, umur tanaman dan warna bunga. Pada C. annuum terdapat satu bunga setiap nodus, C. frutescens memiliki dua sampai tiga bunga setiap nodus, sedangkan pada C. chinense terdapat tiga sampai lima bunga setiap nodus (Lippert et al. 1996). Syukur et al. (2012a) menyatakan buah cabai rawit berukuran kecil, permukaan kulit licin dan rasa buah sangat pedas. Orientasi bunga dan buah mengarah ke atas. Tipe cabai rawit yang masuk C. annuum adalah cabai rawit yang buah muda berwarna hijau atau putih kekuningan serta bentuk buah langsing dan umur tanaman genjah, C. frutescens warna buah muda berwarna putih kekuningan dan umur tanaman tahunan. Penyerbukan silang buatan pada tanaman cabai umumnya masih mudah dilakukan jika masih dalam satu spesies. Namun, jika penyerbukan silang buatan dilakukan antar spesies, maka umumnya persilangan akan mengalami hambatan. Setiamihardja (1993) melaporkan bahwa perakitan varietas cabai yang berproduksi tinggi dan tahan penyakit (antraknosa) dengan cara persilangan dalam satu spesies akan lebih mudah, akan tetapi sebaliknya bila karakter yang diharapkan ada pada spesies yang berbeda, diperlukan persilangan antar spesies. Namun persilangan ini ternyata memiliki kendala, sehingga cabai rawit C. frutescens hanya dapat digunakan sebagai tetua betina. Menurut Greenleaf (1986) persilangan antar spesies memang memerlukan waktu yang relatif lama karena keberhasilannya relatif rendah, yaitu lebih kecil dari 12% karena sifat inkompatibiltas persilangan antar spesies. Selain kegagalan persilangan yang cukup tinggi, hasil persilangan antar spesies juga sering menunjukkan sterilitas yang tinggi. Keberhasilan memproduksi benih hibrida tanaman menyerbuk sendiri

16 2 secara komersil ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil dan terdapat metode yang efisien dan ekonomis untuk persilangan antar galur (Darlina et al. 1992). Tahap awal dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang tinggi akan dapat dicapai jika turunan dari kombinasi persilangan tersebut memiliki heterosis positif dan daya gabung yang tinggi. Daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni menurut penampilan hibridanya (Hallauer dan Miranda 1988). Menurut Poehlman (1983) tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan hibrida yang superior. Oleh karena itu, galur-galur perlu diuji daya gabungnya untuk menentukan kombinasi yang terbaik dalam produksi benih hibrida. Welsh (1981) menyatakan populasi yang diidentifikasi memiliki DGU tinggi, berpeluang memiliki DGK yang tinggi pula. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1 Memperoleh informasi cara mengidentifikasi spesies cabai rawit (C. annuum dan C. frutescens) berdasarkan daya silang dan karakter morfologi. 2 Memperoleh informasi parameter genetik karakter hasil cabai rawit spesies C. annuum. 3 Memperoleh informasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) beberapa genotipe cabai rawit spesies C. annuum. 4 Memperoleh informasi keragaan hibrida cabai rawit spesies C. annuum hasil silang dialel. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah: 1 Terdapat beberapa karakter cabai yang memiliki morfologi dan biologi yang dapat membedakan spesies cabai rawit (C. annuum dan C. frutescens). 2 Karakter hasil cabai rawit spesies C. annuum dipengaruhi peran gen aditif dan dominan. 3 Terdapat satu genotipe cabai rawit yang memiliki daya gabung umum baik serta sepasang genotipe yang memiliki daya gabung khusus baik untuk daya hasil cabai rawit spesies C. annuum. 4 Terdapat minimal satu kombinasi persilangan yang mempunyai karakter lebih baik dari varietas unggul nasional cabai rawit spesies C. annuum. Ruang Lingkup Penelitian Percobaan 1 akan menghasilkan informasi pengelompokkan cabai rawit secara biologi (daya silang) dan morfologi (C. annuum dan C. frutescens) yang akan digunakan untuk memilih genotipe cabai rawit spesies C. annuum pada percobaan 2. Percobaan 2 akan diperoleh informasi parameter genetik, daya gabung umum dan daya gabung khusus cabai rawit C. annuum. Percobaan 3 yaitu penanaman kombinasi F1 bersamaan dengan beberapa varietas hibrida komersil untuk

17 mengevaluasi keragaan daya hasil calon varietas unggul hibrida cabai rawit C. annuum. Keseluruhan kegiatan penelitian disajikan dalam bentuk diagram alir (Gambar 1). Plasma nutfah cabai rawit koleksi Lab. Dik Pemuliaan Tanaman AGH -IPB 3 Percobaan 1 Identifikasi spesies cabai rawit secara biologi dan morfologi Grup cabai rawit C. annuum dan C. frutescens Pengelompokkan cabai rawit C. annuum dan C. frutescens Percobaan 2 Pendugaan parameter genetik karakter cabai rawit C. annuum menggunakan analisis dialel Percobaan 3 Keragaan hibrida cabai rawit C. annuum Analisis: Pendekatan Hayman dan Griffing Metode I Analisis: sidik ragam, uji nilai tengah Informasi parameter genetik karakter yang diamati dan kandidat/tetua untuk pengembangan varietas unggul cabai rawit C. annuum Gambar 1 Diagram alir penelitian cabai rawit

18 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Tanaman cabai tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum. Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari sekitar spesies dalam genus Capsicum yang telah dibudidayakan. Selain C. annuum spesies lain yang telah dibudidayakan adalah C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense (Berke 2000). C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. C. annuum, C. chinensis dan C. frutescens mempunyai banyak sifat yang sama, untuk membedakannya dapat dengan mengamati bunga dan buah dari masingmasing spesies (Kusandriani 1996). Capsicum annuum L. adalah spesies yang paling luas dibudidayakan dan penting secara ekonomis. Spesies ini mempunyai berbagai bentuk, ukuran, dan rasa meliputi manis dan pedas pada buahnya. C. annuum L. dikelompokkan dalam var. longum, var. abbreviata, var. grossum, dan var. minimum. Spesies ini diperkirakan mempunyai pusat asal (penyebaran primer) di Meksiko, kemudian menyebar ke daerah Amerika Selatan dan Tengah, ke Eropa dan sekarang telah tersebar luas di daerah tropik dan subtropik (Tindall 1983). Pusat penyebaran sekunder C. annuum adalah Guatemala (Greenleaf 1986). Capsicum frutescens L. atau dikenal dengan nama cabai rawit adalah spesies semidomestikasi yang ditemukan di dataran rendah tropika Amerika. Selain itu, Asia Tenggara dikenal sebagai daerah pusat keragaman sekunder. Beberapa varietas ditanam luas di wilayah panas iklim sedang maupun wilayah tropika (Greenleaf 1986). Domestikasi Capsicum chinense Jacq. tersebar luas di wilayah tropika Amerika, dan spesies ini sering ditanam di sekitar wilayah Amazon. Evolusi Capsicum baccatum sebagian besar terbatas di wilayah tengah Amerika Selatan (Bolivia). Bentuk yang didomestikasi diidentifikasi sebagai C. baccatum var pendulum; bentuk liarnya sebagai C. baccatum var. baccatum dan var. microcarpum (Greenleaf 1986). Capsicum pubescens R&P ditanam di Amerika Tengah dan dataran tinggi pegunungan Andes. Bunga memiliki lembar mahkota ungu, dengan kepala sari ungu; biji keriput dan berwarna hitam. Daun berbulu dan keriting (rugulose); jaringan dinding buah tebal. Tanaman ini beradaptasi pada suhu rendah pada ketinggian m di daerah tropika. Tipe liarnya tidak diketahui, tetapi spesies ini berkerabat dengan spesies liar lain dari Amerika Selatan, seperti C. eximium dan C. cardenasii (Greenleaf 1986). Tanaman cabai memiliki sistem perakaran yang dangkal, diawali dengan akar tunggang (akar primer) kemudian tumbuh akar rambut ke samping (akar lateral/akar sekunder). Panjang akar primer berkisar cm dan akar lateral sekitar cm (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Akar lateral cepat berkembang di dalam tanah dan menyebar pada kedalaman cm (Messiaen 1992). Batang utama tegak, berkayu dan bercabang banyak dengan tinggi sekitar cm. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi pada umur 30 hari setelah tanam (HST). Pada setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai

19 pada umur 10 HST. Tipe percabangan tegak atau menyebar tergantung spesiesnya (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Daun-daun tumbuh pada tunas samping secara berurutan, sedangkan pada batang utama tersebut tersusun secara spiral. Cabai mempunyai tangkai daun panjang dan daun tunggal dengan helai daun berbentuk ovate atau lanceolate, agak kaku, berwarna hijau muda sampai hijau gelap dengan tepi rata (Kusandriani 1996). Bunga cabai umumnya tumbuh secara tunggal tetapi beberapa spesies memiliki bunga lebih dari satu atau majemuk. Bunga cabai termasuk jenis bunga hermafrodit (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Tipikal bunga Capsicum adalah pentamerous, hermafrodit dan hypogenous. Petal bunga Capsicum terdiri atas 5-7 helai dengan warna petal umumnya mengarah ke putih (C. annuum), berwarna ungu (C. eximum, C. pubescens, C. cardenasii dan sebagian C. annuum) atau kehijauan (C. frutescens). Jumlah stamen terdiri atas 5-7 buah dengan warna putih sampai keunguan, tergantung spesies. Kedudukan putik dapat lebih pendek, sejajar atau lebih tinggi dari anther. Faktor eksternal penting yang mempengaruhi pembungaan adalah suhu, terutama suhu malam. Pembentukan bunga dapat terjadi ketika suhu malam mencapai lebih dari 24 0 C. Pembentukan bunga maksimum memerlukan suhu siang dan malam antara 16 0 C dan 21 0 C (Bosland dan Votava 2000). Bunga akan mekar (anthesis) pada saat 3 jam pertama setelah matahari terbit selama 2-3 hari. Anther akan pecah pada 1-10 jam setelah bunga anthesis. Setiap anther tunggal mengandung sekitar butir polen. Bunga cabai menghasilkan nektar sehingga sering dikunjungi oleh lebah. Spesies Capsicum umumnya memiliki bunga yang bersifat self compatible (Bosland dan Votava 2000). Cross pollination pada cabai bersifat predominant dan berkisar antara 2-90% (Pickersgill 1997). Kedudukan putik terhadap stamen mempengaruhi tingkat kejadian penyerbukan silang pada cabai. Faktor lain adalah sifat protogynous yaitu masa reseptif stigma lebih awal dibandingkan waktu matang polen saat bunga masih menutup. Pencapaian polen dari stigma ke sel telur memerlukan waktu 6-42 jam. Suhu udara memiliki peranan besar terhadap pertumbuhan dan viabilitas polen. Perkecambahan polen memerlukan suhu C. Polen memiliki daya simpan 5-6 hari dalam suhu 0 0 C (Bosland dan Votava 2000). Bunga pertama terbentuk pada umur hari setelah tanam (HST) dan buah pertama mulai terbentuk pada umur HST. Buah matang dalam waktu sekitar 45 hari setelah pembuahan. Struktur buah terdiri atas kulit, daging buah dan sebuah plasenta tempat melekatnya biji. Daging buah umumnya renyah atau kadangkadang lunak pada kultivar tertentu. Biji cabai berwarna kuning jerami (Greenleaf 1986). Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang paling ideal untuk tanaman cabai adalah yang mengandung bahan organik sekurang-kurangnnya 1.5% dan mempunyai ph antara Keadaan ph tanah sangat penting karena erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara. Apabila ditanam pada tanah yang mempunyai ph lebih dari tujuh, tanaman cabai akan menunjukkan gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daun menguning yang disebabkan kekurangan unsur hara besi (Fe). Sebaliknya, pada tanah yang mempunyai ph kurang dari lima, tanaman cabai juga akan kerdil, karena kekurangan unsur hara kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) atau keracunan aluminium (Al) dan mangan (Mn) (Sumarni 1996). 5

20 6 Suhu udara optimal untuk pertumbuhan cabai pada siang hari adalah o C. Suhu udara yang paling cocok untuk pertumbuhan cabai rata-rata adalah 16 o C pada malam hari dan 23 o C pada siang hari. Bila suhu udara malam hari di bawah 16 o C dan siang hari di atas 32 o C, proses pembungaan dan pembuahan tanaman cabai akan gagal. Cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan cendawan. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah mm tahun -1 (Sumarni 1996). Spesies liar lain yang biasa digunakan meliputi C. galapogense, C. chacoense, C. tovarii, C. praetermissum, C. eximium, dan C. cardenasii. Di Bolivia C. cardenasii adalah spesies yang sangat sering dipanen dari tanaman liar (Greenleaf 1986). Satu spesies liar yaitu C. lanceolatum mempunyai pusat penyebaran di Guetamala (Tong dan Bosland 1997). Klasifikasi cabai dan pusat penyebarannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi cabai yang telah dibudidayakan dan tipe liarnya serta daerah penyebaran (Greenleaf 1986) Spesies Status Daerah Sebaran A. Kelompok berbunga putih 1. C. annuum L. Dibudidayakan Amerika Selatan hingga Colombia tropik, subtropik dan daerah beriklim sedang 2. C. chinense Jacq. Dibudidayakan Dataran rendah Amerika Selatan bagian timur 3. C. frutescens L. Dibudidayakan Amerika tropik 4. C. baccatum L. Dibudidayakan Peru, Bolivia, Paraguay, Brazil, Argentina 5. C. praetermisum Heiser Liar Brazil Selatan & Smith 6. C. chacoense A.T. Hunz Liar Argentina Utara, Bolivia, Paraguay 7. C. galapagoense A.T. Liar Pulau Galapagos Hunz B. Kelompok berbunga ungu 1. C. pubescens R&P Dibudidayakan Daerah Andes, dataran tinggi Amerika Tengah bagian utara hingga Meksiko 2. C. cardenasii Heiser & Liar Bolivia Smith 3. C. eximium A.T. Hunz Liar Bolivia, Argentina Utara 4. C. tovarii Eshbaugh, Smith, Nickrent Liar Andes, Peru Tengah Keserasian Persilangan antar Spesies Capsicum Perakitan tanaman cabai yang berproduksi tinggi dan tahan antraknosa dengan cara persilangan dalam satu spesies akan lebih mudah, akan tetapi sebaliknya bila karakter yang diharapkan ada pada spesies yang berbeda, diperlukan persilangan antar spesies seperti yang dilaksanakan Setiamihardja (1993) yang menyilangkan tanaman cabai rawit (C. frutescens) tahan antraknosa dengan cabai

21 merah (C. annuum) berdaya hasil tinggi. Namun persilangan ini ternyata memiliki kendala, sehingga cabai rawit C. frutescens hanya dapat digunakan sebagai tetua betina. Persilangan antar spesies memang memerlukan waktu yang relatif lama karena keberhasilannya relatif kecil, yaitu lebih kecil dari 12% karena adanya sifat inkompatibiltas persilangan antar spesies (Greenleaf 1986). Selain kegagalan persilangan yang cukup tinggi, hasil persilangan antar spesies juga sering menunjukkan sterilitas yang tinggi (Greenleaf 1986). Hasil persilangan antar spesies antara cabai rawit dengan cabai merah relatif kecil, dari 12 bunga hasil persilangan C. annuum x C. frutescens semuanya gugur, sedangkan dari 12 bunga hasil persilangan C. frutescens x C. annuum lima berkembang menjadi buah akan tetapi hanya dua buah yang tumbuh normal dan masak menjadi merah (Setiamihardja 1993). Syukur et al. (2012b) menyatakan cabai rawit hijau sangat mudah bersilang dengan cabai besar, keriting, dan paprika (juga resiprokalnya) sehingga digolongkan ke dalam spesies C. annuum L. Sebagian besar spesies Capsicum bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross pollination) secara alami dapat terjadi dengan persentase persilangan berkisar % (Greenleaf 1986), bahkan dapat mencapai 50% (Compodino 1983; Corella et al. 1986; Csillery 1986). Persilangan antar spesies dapat terjadi dengan relatif mudah pada beberapa kombinasi misalnya antara C. annuum x C. chinense, C. frutescens x C. Pendulum. Akan tetapi beberapa kombinasi sangat sulit terbentuk, seperti antara C. annuum x C. frutescens, C. annuum x C. Pubescens, dan C. pendulum x C. pubescens (Greenleaf 1986). Keserasian persilangan antar spesies Capsicum dan fertilitas hibrida disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. 7 Tabel 2 Keserasian persilangan antar spesies Capsicum dan fertilitas hibrida (Greenleaf 1986) Daya hidup Persilangan Keserasian Biji F1 Biji F2 Biji backcross C. annuum x C. frutescens C. annuum x C. chinense C. annuum x C. pendulum E E + - C. annuum x C. pubescens C. frutescens x C. annuum C. frutescens x C. chinense C. frutescens x C. pendulum C. chinense x C. frutescens C. chinense x C. annuum C. chinense x C. pendulum C. chinense x C. pubescens E E - - C. pendulum x C. pubescens Keterangan: E = biji berkecambah hanya dalam kultur embrio - = tidak ada biji yang viabel + = biji viabel hanya sedikit ++ = biji viabel banyak Tanaman cabai mempunyai jumlah kromosom somatik diploid dengan kromosom dasar x = 12. Jumlah kromosom normal cabai adalah 2n = 2x = 24 (Berke 2000). Penyimpangan jumlah kromosom x = 13 ditemukan pada spesies C. ciliatum asal Amerika Selatan bagian barat dan spesies liar dari Brazil, serta C. lanceolatum

22 8 asal Guatemala (Tong dan Bosland 1997). Ketidakserasian persilangan antar spesies antara C. annuum x C. frutescens dikarenakan susunan kariotipe yang berbeda, sehingga membuat perpasangan yang tidak sempurna pada proses metapase I Meiosis yang menyebabkan benih yang dihasilkan steril (Greenleaf 1986). C. frutescens C. baccatum C. chinense C. pubescens C. annuum Gambar 2 Polygon daya silang (crossability) persilangan antar spesies Capsicum (Gambar diadaptasi dari IBPGR 1983) = persilangan terjadi, benih yang dihasilkan fertil = persilangan terjadi, benih yang dihasilkan steril Pemilihan tanaman tetua yang diinginkan dalam suatu program pemuliaan, merupakan langkah penting diawal yang pemilihannya didasari oleh tujuan program dan ketersediaan bahan tetua. Pilihan pertama umumnya jatuh pada tetuatetua yang secara biologis berdekatan the same biological species. Akan tetapi dalam keadaan tertentu pilihan untuk tetua suatu persilangan sangat terbatas, sehingga untuk dapat menyelesaikan suatu masalah, pemulia tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan persilangan yang secara biologis melebar, tetua berasal dari spesies atau genera berbeda. Persilangan antar spesies atau antar genera kebanyakan sulit dilaksanakan dan umumnya apabila berhasil akan menyebabkan sterilitas pada tanaman hibridanya, bahkan biji F1 yang dihasilkan tidak dapat berkecambah. Persilangan antar spesies biasanya dilaksanakan antara lain bila hanya satu atau sedikit gen yang akan dikombinasikan, dan untuk memperoleh karakter tertentu yang tidak terdapat dalam satu spesies (Setiamihardja 1993). Jumlah bunga setiap nodus merupakan salah satu karakter yang membedakan antar spesies pada tanaman cabai. Pada C. annuum terdapat satu bunga setiap nodus, C. frutescens memiliki dua sampai tiga bunga setiap nodus, sedangkan pada C. chinense terdapat tiga sampai lima bunga setiap nodus (Lippert et al. 1996). Buah cabai rawit berukuran kecil, permukaan kulit licin dan rasa buah sangat pedas. Orientasi bunga dan buah mengarah ke atas. Tipe cabai rawit yang termasuk speseis C. annuum adalah cabai rawit yang buah muda berwarna hijau atau putih kekuningan serta bentuk buah langsing dan umur tanaman genjah, sedangkan cabai rawit yang termasuk spesies C. frutescens warna buah muda berwarna putih kekuningan dan umur tanaman tahunan (Syukur et al. 2012a).

23 9 Metode Analisis Silang Dialel Keberhasilan memproduksi benih hibrida secara komersial pada tanaman menyerbuk sendiri, ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil dan harus ditemukan metode yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan benih hibrida (Darlina et al. 1992). Tahap awal dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang tinggi akan dapat dicapai jika turunan dari kombinasi persilangan tersebut memiliki heterosis positif dan daya gabung yang tinggi. Daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya (Hallauer dan Miranda 1988). Menurut Poehlman (1983) tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan hibrida yang superior. Oleh karena itu, galur-galur murni perlu diuji daya gabungnya guna menentukan kombinasi yang terbaik untuk produksi benih hibrida. Welsh (1981) menyatakan populasi yang diidentifikasi memiliki DGU tinggi, berpeluang memiliki DGK yang tinggi pula. Persilangan dialel merupakan persilangan yang dilaksanakan diantara semua pasangan tetua sehingga dapat diketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida, nilai heterosis, daya gabung, dan dugaan besarnya ragam genetik suatu karakter (Singh dan Chaudhary 1979). Menurut Griffing (1956), terdapat empat metode persilangan dialel, yaitu metode I (Full Diallel) terdiri atas tetua, F1, dan resiprokal dengan jumlah tetua (n), jumlah silangan F1 dan resiprokal masing-masing [n(n-1)/2], metode II (Half Diallel) merupakan persilangan yang terdiri atas tetua dan 1 set F1 dengan jumlah persilangan [n(n+1)/2], metode III merupakan persilangan yang terdiri atas 1 set F1 dan resiprokal dengan jumlah silangan [n(n-1)], dan metode IV merupakan persilangan yang terdiri atas satu set F1 saja dengan jumlah persilangan [n(n-1)/2]. Pendugaan parameter genetik sudah dapat dilaksanakan pada F1 di dalam analisis silang dialel tanpa harus membentuk populasi F2, BC1 ataupun BC2 seperti pada pendugaan parameter genetik lainnya. Beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan analisis ini adalah: 1) segregasi diploid, 2) tidak ada perbedaan antara persilangan resiprok, 3) tidak ada interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel, 4) tidak ada multialisme, 5) tetua homozigot, dan 6) gen-gen menyebar secara bebas antara tetua (Hayman 1954). Daya Gabung Analisis dialel akan memberikan informasi mengenai a) parameter genetik dan besarannya, serta b) kemampuan daya gabung dari tetua persilangan. Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu tetua bila disilangkan dengan galur lain yang akan menghasilkan hibrida dengan penampilan superior (Allard 1960). Daya gabung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu daya gabung umum/dgu (general combining ability/gca) dan daya gabung khusus/dgk (spesific combining ability/sca). DGU merupakan simpangan dari nilai rata-rata seluruh persilangan, sehingga nilai DGU dapat positif atau negatif. Nilai DGU merupakan angka yang relatif terhadap nilai DGU yang lain. DGU besar menunjukkan

24 10 tetua/galur yang bersangkutan mempunyai kemampuan bergabung dengan baik, sedangkan nilai DGU yang rendah menunjukkan bahwa tetua tersebut mempunyai kemampuan bergabung yang kurang baik daripada yang lain. DGK merupakan gambaran suatu kombinasi persilangan yang memiliki penampilan terbaik dibanding rata-rata persilangan (Sprague dan Tatum 1942). Berdasarkan nilai DGU dan DGK dapat diketahui gen yang berperan. Sprague dan Tatum (1942) menyebutkan bahwa DGU menggambarkan besarnya peran gen aditif dari suatu variasi genetik yang dapat diduga melalui pengukuran hibiridanya, sedangkan DGK menggambarkan besarnya peran gen non aditif yang ditunjukkan oleh adanya kombinasi persilangan yang menunjukkan keragaan yang jauh lebih baik atau lebih buruk dari nilai rata-rata hibrida yang dievaluasi. Informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU, DGK dan resiprokal akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan tanaman yang sesuai dalam rangka perbaikan sifat-sifat tanaman (Sujiprihati 1996). Efek DGU dan DGK adalah indikator penting dari nilai potensial suatu galur murni dalam kombinasi hibrida. DGU merupakan hasil dari efek gen aditif, sedangkan DGK merupakan hasil dari gen dominan dan epistasis (non aditif) (Welsh 1981; Falconer dan Mackay 1998). Heterosis Keberhasilan memproduksi benih hibrida pada tanaman menyerbuk sendiri secara komersial ditentukan oleh dua hal yaitu hibrida harus menunjukkan heterosis pada karakter hasil, dan harus ditemukan metode yang efisien dan ekonomis untuk menghasilkan benih hibrida (Darlina et al. 1992). Heterosis merupakan bentuk penampilan superior hibrida yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya (Hallauer dan Miranda 1988). Heterosis atau vigor hibrida ditandai dengan keragaan yang lebih baik tanaman F1 yang berasal dari persilangan dua tetua galur murni (Allard 1960). Untuk itu, perlu dibentuknya tetua dari populasi galur murni yang berbeda secara genetik. Gejala heterosis suatu hibrida terdapat pada hasil, ukuran, jumlah dari bagian tanaman, komponen kimiawi, ketahanan terhadap hama/penyakit tertentu dan sebagainya. Fenomena heterosis telah banyak digunakan dalam meningkatkan hasil tanaman dan daya adaptasi tanaman. Penelitian yang dilaksanakan oleh Liu et al. (2002) dan Barbosa et al. (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jarak genetik tetua dan nilai heterosisnya. Kusandriani (1996) melaporkan bahwa pada tanaman cabai ditemukan fenomena heterosis sehingga dimungkinkan dibentuknya hibrida cabai. Joshi dan Singh (1987) juga mengemukakan bahwa eksploitasi heterosis diindikasikan sebagai cara praktis untuk meningkatkan hasil dan sifat ekonomi lainnya dari cabai paprika. Heterosis merupakan akumulasi alel dominan pada turunan pertama atau F1. Teori yang menjelaskan tentang heterosis adalah adanya interaksi antar alel dari lokus yang berbeda (interaksi non-alelik) dan ini berkaitan juga dengan terjadinya epistasis. Di samping itu terdapat dua istilah yang menjelaskan fenomena heterosis yaitu heterosis itu sendiri dan heterobeltiosis. Heterosis merupakan peningkatan atau penurunan penampilan hibrida dibanding nilai rata-rata kedua tetuanya, sedangkan heterobeltiosis adalah peningkatan penampilan hibrida dibanding tetua terbaik yang digunakan dalam persilangan (Fehr 1987).

25 3 IDENTIFIKASI SPESIES CABAI RAWIT (Capsicum spp.) BERDASARKAN DAYA SILANG DAN KARAKTER MORFOLOGI Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies cabai rawit berdasarkan daya silang dan karakter morfologi. Penelitian daya silang dilaksanakan di Cibanteng Bogor dan penelitian karakter morfologi di kebun percobaan Leuwikopo IPB Bogor. Rancangan untuk karakter morfologi menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Pengamatan daya silang dilaksanakan terhadap kerberhasilan persilangan, viabilitas benih hasil persilangan dan karakter morfologi berdasarkan descriptor cabai. Hasil penelitian menunjukkan persilangan IPBC10 dan IPBC145 sebagai tetua betina (C. annuum) dengan 20 genotipe lainnya berkisar antara 0-90% dan dengan IPBC295 (C. frutescens) menghasilkan 40%. Persentase persilangan yang mendekati 40% diduga sebagai cabai rawit spesies C. frutescens (IPBC61, IPBC139, IPBC63, IPBC163, IPBC289, IPBC288, IPBC294, dan IPBC285). Analisis gerombol dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok yang menggerombol ke IPBC10 dan IPBC145 sebagai C. annuum serta IPBC295 sebagai C. frutescens. Hasil dari dua identifikasi tersebut diperoleh karakter morfologi yang dapat dijadikan pembeda antara C. annuum dan C. frutescens, yaitu warna mahkota (corolla), warna anther, warna buah muda, tangkai buah (calyx) dan bentuk daun. Kata kunci: analisis gerombol, analisis komponen utama, genotipe, persilangan IDENTIFICATION OF CAPSICUM SPECIES BASED ON CROSSABILITY AND MORPHOLOGICAL CHARACTERS Abstract The purpose of this study was to determine the identification of Capsicum species based on its crossability and morphological characters. The crossability experiment was done in Ciampea Bogor and the observation of morphological characteristics was done in Leuwikopo IPB farm research station, Bogor. The morphological characters experiment used a randomized complete block design (RCBD) with three replications. Data were collected for successful crosses, seed viability from crosses and morphological characters. The results showed the crosses of IPBC10 and IPBC145 as female parents (C. annuum) with 20 genotypes ranged between 0-90% and with IPBC295 (C. frutescens) resulted in 40%. Crossing with percentage around 40% are suspected to be C. frutescens species (IPBC61, IPBC139, IPBC63, IPBC163, IPBC289, IPBC288, IPBC294, and IPBC285). Analysis of clusters and principal component analysis suggested that there are two groups that clusters to IPBC10 and IPBC145 (as C. annuum), and IPBC295 (as C. frutescens). Morphological characters that distinguish C. annuum with C. frutescens are corolla color, anther color, immature fruit color, calyx shape and leaf shape. Key words: cluster analysis, crossing, genotypes, principal component analysis 11

26 12 Pendahuluan Cabai (Capsicum spp.) diperkenalkan di Asia dan Afrika pada abad ke-16 oleh pedagang Portugis dan Spanyol melalui jalur perdagangan dari Amerika Selatan. Lebih dari 100 spesies Capsicum telah diidentifikasi, lima diantaranya telah dibudidayakan, yaitu C. annuum, C. chinense, C. frutescens, C. baccatum, dan C. pubescens. Klasifikasi spesies-spesies ini didasarkan pada 1) karakter morfologi, terutama morfologi bunga, 2) persilangan dapat dilaksanakan antar spesies, dan 3) biji hibrida antar spesies fertil. Spesies C. baccatum dan C. pubescens mudah diidentifikasi dan dibedakan satu dengan yang lainnya, karena terdapat perbedaan yang jelas pada kedua spesies tersebut. Spesies C. annuum, C. chinense dan C. frutescens mempunyai banyak sifat yang sama, untuk membedakannya dapat dengan mengamati bunga dan buah dari masing-masing spesies (Pickersgill 1989). Rodrigues dan Tam (2010) membedakan spesies C. annuum dan C. frutescens dengan marker molekuler. Capsicum annuum L. adalah tumbuhan berupa terna, biasanya berumur hanya semusim, berbunga tunggal dan mahkota berwarna putih, bunga dan buah muncul di setiap percabangan, warna buah setelah masak bervariasi dari merah, jingga, kuning atau keunguan, posisi buah menggantung. C. frutescens adalah tumbuhan berupa terna, hidup mencapai 2 atau 3 tahunan. Bunga muncul berpasangan atau bahkan lebih di bagian ujung ranting, posisinya tegak; mahkota bunga berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti bintang. Buah muncul berpasangan atau bahkan lebih pada setiap ruas, rasa cenderung sangat pedas; bentuk dan warna buah bervariasi; bulat memanjang atau berbentuk setengah kerucut; warna buah setelah masak biasanya merah; posisi buah tegak. Spesies ini kadang-kadang disebut cabai burung (Greenleaf 1986; Pickersgill 1989; Djarwaningsih 2005). Capsicum pubescens R.&P. adalah tumbuhan berupa perdu, berbulu lebat, bunga dan buah tunggal atau bergerombol berjumlah 2-3 pada tiap ruas, posisi tegak; mahkota bunga berwarna ungu, berbulu. Buah rasanya pedas; berbentuk bulat telur; warna setelah masak bervariasi ada yang merah, jingga atau cokelat; posisi buah menggantung. Biji berwarna hitam. C. baccatum L. adalah tumbuhan berupa terna. Bunga tunggal dan muncul di bagian ujung ranting, posisinya tegak atau menggantung; mahkota bunga berwarna putih dengan bercak-bercak kuning pada tabung mahkotanya, berbentuk seperti bintang. Kelopak seperti lonceng. Buah tunggal pada setiap ruas; bentuk buah bulat memanjang; warna buah intermediet dan buah masak bervariasi terdiri atas merah, jingga, kuning, hijau atau cokelat. Posisi buah tegak atau menggantung. C. chinense Jacq. ialah tumbuhan berupa terna, bunga menggerombol berjumlah 3-5 pada tiap ruas, posisinya tegak atau merunduk; mahkota bunga berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti bintang. Buah muncul bergerombol berjumlah 3-5 pada setiap ruas, panjangnya dapat mencapai 12 cm, rasanya sangat pedas; mempunyai bentuk buah yang bervariasi dari bulat dengan ujung berpapila, kulit buah keriput atau licin; warna buah masak bervariasi ada yang merah, merah jambu, jingga, kuning atau coklat (Greenleaf 1986; Pickersgill 1989; Djarwaningsih 2005). Sebagian besar spesies Capsicum bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross pollination) secara alami dapat terjadi dengan bantuan lebah dengan persentase persilangan berkisar % (Greenleaf 1986). Kim et al. (2009) melaporkan bahwa penyerbukan silang alami pada tanaman cabai

27 dapat mencapai jarak 18 m. Menurut Greenleaf (1986) persilangan antar spesies dapat terjadi dengan relatif mudah pada beberapa kombinasi misalkan antara C. annuum x C. chinense, C. frutescens x C. pendulum; akan tetapi sangat sulit untuk kombinasi yang lain, misalkan antara C. annuum x C. frutescens, C. annuum x C. pubescens dan C. pendulum x C. pubescens. Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies cabai rawit berdasarkan daya silang dan karakter morfologi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dalam pengelompokkan spesies cabai rawit (C. annuum atau C. frutescens). Waktu dan tempat Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Desember Persemaian dan penanaman untuk persilangan dilaksanakan di Perumahan TDP 2 Cibanteng Bogor dan penanaman untuk karakterisasi di kebun percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lahan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut (m dpl) dan memiliki tipe tanah latosol. Materi genetik Materi genetik yang digunakan adalah 21 genotipe cabai rawit koleksi Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Beberapa genotipe cabai rawit tersebut telah teridentifikasi sebagai C. annuum (IPBC10 dan IPBC145) dan C. frutescens (IPBC295) yang digunakan untuk persilangan dan karakterisasi (Tabel 3). Tabel 3 Daftar genotipe cabai yang digunakan dalam penelitian No Kode genotipe Nama genotipe Asal 1 IPBC8 ICPN 7#3 AVRDC 2 IPBC10 PBC 495 AVRDC 3 IPBC61 Malaysia 2 Malaysia 4 IPBC63 RTN Darmaga IPB 5 IPBC126 VC 240 AVRDC 6 IPBC133 C AVRDC 7 IPBC139 Thai Hot Amerika 8 IPBC145 Bara PT. East West Seed Indonesia 9 IPBC160 Genie PT. Benih Citra Asia (BCA), Jember 10 IPBC163 Sret PT. Benih Citra Asia (BCA), Jember 11 IPBC174 Thai Hot Peppers 5503 Taiwan 12 IPBC284 Cakra Hijau PT. BISI 13 IPBC285 Cakra Putih PT. BISI 14 IPBC287 Kerinci Garuda Seed 15 IPBC288 Comexio PT. Sang Hyang Sri 16 IPBC289 Sona CV Enno dan Co Seed 17 IPBC291 SKB 22 Sukabumi 18 IPBC292 SKB 25 Sukabumi 19 IPBC293 SKB 27 Sukabumi 20 IPBC294 Patra 3 Royal Vegetable Seed, Garut 21 IPBC295 Taruna PT. East West Seed Indonesia 13

28 14 Pelaksanaan Percobaan Kegiatan penelitian diawali dengan penyemaian benih. Benih disemai sebanyak 1 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan setiap minggu ( NPK; 16:16:16; 5 g L -1 ) dengan metode siram pangkal bibit dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pengisian polibag dan pengolahan tanah serta pembuatan bedengan dilaksanakan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Penanaman untuk persilangan dilaksanakan pada polibag berukuran 40 cm x 35 cm dengan komposisi media tanah: pupuk kandang (1:1). Penanaman untuk karakterisasi dilaksanakan di lapangan dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm, dengan sistem tanam double row dan ukuran bedengan 5 m x 1 m yang ditutup mulsa plastik hitam perak. Percobaan di lapangan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan 3 ulangan, masingmasing percobaan terdiri atas 20 tanaman. Bibit ditanam jika telah berumur ± 5 minggu, dengan kriteria pertumbuhan bibit tegar, berdaun 3-5 helai, warna daun hijau dan tidak terkena hama penyakit (Pangaribuan et al. 2011). Pemeliharaan yang dilaksanakan adalah penyiraman, pemupukan dengan larutan NPK (16:16:16) 10 g l -1 dilaksanakan setiap seminggu sekali, masing-masing tanaman diberi 250 ml larutan pupuk, penyemprotan dengan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% atau propineb dan insektisida berbahan aktif prefenofos. Pewiwilan tunas air dilaksanakan agar tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma dilaksanakan secara manual. Daya silang Persilangan terdiri atas dua kegiatan yaitu pembentukan F1 dan persilangan untuk konfirmasi. Pembentukan F1 dilaksanakan antara tetua betina (IPBC10 dan IPBC145) yang masing-masing disilangkan dengan 20 genotipe cabai rawit. Adapun persilangan konfirmasi hanya dilaksanakan antara tetua betina (IPBC295) dengan 20 genotipe lainnya sebagai jantan. Pengamatan daya silang terdiri atas keberhasilan persilangan, kenormalan biji F1 (seed set) dan daya berkecambah benih F1. Analisis gerombol dan analisis komponen utama Sebanyak 21 genotipe ditanam masing-masing sebanyak 20 tanaman dan diamati 10 tanaman. Karakter yang diamati terdiri atas 21 karakter kualitatif yang dirangkum dari Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Cabai (PPVT 2007), Descriptor for Capsicum (IPGRI 1995) dan Descriptor for Capsicum Naktuinbouw Calibration Book for Capsicum (Naktuinbouw 2010). Pengamatan Karakter kualitatif yang diamati meliputi: 1 Warna batang: (1) hijau, (2) hijau dengan garis ungu, (3) ungu, (4) lainnya. 2 Warna buku: (1) hijau, (3) ungu muda, (5) ungu, (7) ungu tua. 3 Bentuk batang: (1) cylindrical, (2) angled, (3) flattened. 4 Bulu batang: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat.

29 15 Gambar 3 Bulu pada batang Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 5 Tipe pertumbuhan tanaman: (3) prostate, (5) intermediate, (7) erect, (9) lainnya. Gambar 4 Tipe pertumbuhan tanaman Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 6 Tipe percabangan: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat. 7 Tunas air: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat. 8 Kerapatan daun: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat. 9 Warna daun: (1) kuning, (2) hijau muda, (3) hijau, (4) hijau tua, (5) ungu muda, (6) ungu, (7) variegate, (8) lainnya. 10 Bentuk daun: (1) deltoid, (2) ovate, (3) lanceolate. Gambar 5 Bentuk daun Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995)

30 16 11 Bulu daun: (3) jarang, (5) sedang, (7) rapat. Gambar 6 Bulu pada daun Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 12 Posisi bunga: (3) pendant, (5) intermediate (7) erect. Gambar 7 Posisi bunga Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 13 Warna mahkota: (1) putih, (2) kuning muda, (3) kuning, (4) kuning kehijauan, (5) ungu dengan dasar putih, ( 6) putih dengan dasar ungu, ( 7) putih dengan tepi ungu, (8) ungu, (9) lainnya. 14 Warna semburat mahkota: (1) putih, (2) kuning, (3) hijau kekuningan, (4) hijau, (5) ungu, (6) lainnya. 15 Warna anther: (1) putih, (2) kuning, (3) agak biru, (4) biru, (5) ungu, (6) lainnya. 16 Warna tangkai sari: ( 1) putih, (2) kuning, ( 3) hijau, ( 4) biru, ( 5) ungu muda, (6) ungu, (7) lainnya. 17 Posisi stigma: (3) lebih pendek, (5) sama tinggi, (7) lebih tinggi. Gambar 8 Posisi stigma Gambar diadaptasi dari TG (2012) 18 Pigmen kelopak: (1) tidak ada, (9) ada.

31 17 19 Bentuk tipe kelopak: (1) entire, (2) intermediate, (3) dentate, (4) lainnya Gambar 9 Bentuk tipe kelopak Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 20 Penyempitan tangkai buah: (1) tidak ada, (9) ada Gambar 10 Penyempitan tangkai buah Gambar diadaptasi dari TG (2012) 21 Bercak/garis antosianin: (1) tidak ada, (9) ada 1 absent 9 present Gambar 10 Penyempitan tangkai buah Gambar diadaptasi dari TG (2012) 22 Warna buah muda: (1) putih, (2) kuning, ( 3) hijau, (4) ungu, (5) lainnya white yellow green 4 purple Gambar 11 Warna buah muda Gambar diadaptasi dari TG (2012) 23 Warna buah fase intermediet: (1) putih, (2) kuning, ( 3) hijau, ( 4) jingga, (5) ungu, (6) ungu tua, (7) lainnya.

32 18 24 Fruit set: (3) rendah, (5) sedang, (7) tinggi. 25 Warna buah matang: (1) putih, (2) kuning, (3) orange (4) merah, (5) coklat, (6) hijau, (7) lainnya. Gambar 12 Warna buah matang Gambar diadaptasi dari TG (2012) 26 Bentuk buah: (1) elongate, (2) almost round, (3) triangular, (4) campanulate, (5) blocky, (6) lainnya. Gambar 13 Bentuk buah Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 27 Bentuk pangkal buah: (1) acute, (2) obtuse, (3) truncate, (4) cordate, (5) lobate Gambar 14 Bentuk pangkal buah Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 28 Lekukan di pangkal buah: (1) tidak ada, (9) ada absent present Gambar 15 Lekukan dipangkal buah Gambar diaptasi dari IPGRI (1995) 29 Bentuk ujung buah: (1) pointed, (2) blunt, (3) sunken, (4) sunken and pointed, (5) lainnya.

33 19 Gambar 16 Bentuk ujung buah Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 30 Bentuk potongan melintang buah: (3) slightly corrugated, (5) intermediate, (7) corrugated Gambar 17 Bentuk potongan melintang buah Gambar diadaptasi dari IPGRI (1995) 31 Permukaan kulit: (1) smooth, (2) semiwrinkled, (3) wrinkled Analisis Data Keberhasilan persilangan (daya silang) dianalisis dengan persentase keberhasilan persilangan dan dibuat grafik. Keragaman genetik dan pola hubungan kekerabatan dianalisis dengan analisis gerombol (cluster analysis) dan analisis komponen utama (AKU) menggunakan software SPSS versi 20. Informasi hubungan kekerabatan digunakan untuk menentukan pengelompokkan spesies cabai rawit dan sebagai dasar dalam pembentukan populasi studi pewarisan cabai rawit. Daya Silang Cabai Rawit Hasil dan Pembahasan Hasil persilangan buatan (hibridisasi) antar genotipe cabai rawit (Capsicum spp.) menghasilkan tingkat keberhasilan hibridisasi yang berbeda-beda. Berdasarkan Gambar 18, diketahui bahwa keberhasilan persilangan IPBC10 sebagai tetua betina berkisar antara 0-90%, IPBC145 sebagai tetua betina berkisar antara 10-90% dan IPBC295 sebagai tetua betina berkisar antara 50-90%. Genotipe IPBC10 dan IPBC145 (sebagai tetua betina) jika disilangkan dengan 20 genotipe lainnya dan menghasilkan persentase persilangan kurang dari atau sama dengan 40% (nilai persentase genotipe IPBC295 sebagai tetua jantan), diduga sebagai cabai rawit spesies C. frutescens. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Greenleaf (1986) dan Setiamihardja (1993) yang menyatakan bahwa keberhasilan persilangan antara C. annuum x C. frutescens relatif kecil, karena adanya sifat inkompatibilitas, dan jika terbentuk biji, maka biji F1 nya steril.

34 20 Keberhasilan persilangan (%) Tetua betina IPB C10 Tetua betina IPB C145 Tetua betina IPB C295 Garis seleksi Tetua jantan Gambar 18 Persentase keberhasilan persilangan cabai rawit Genotipe IPBC61, IPBC63, IPBC139, IPBC163, IPBC285, IPBC288, IPBC289, dan IPBC294 sebagai tetua jantan, menghasilkan persentase persilangan kurang dari 40% dan hampir semuanya menghasilkan buah dan benih. Tetapi semua benih hasil persilangannya berwarna hitam, hampa dan jika dikecambahkan tidak dapat berkecambah, sehingga genotipe-genotipe tersebut dikelompokkan sebagai cabai rawit C. frutescens. Berbeda halnya dengan genotipe IPBC8, IPBC126, IPBC 133, IPBC160, IPBC174, IPBC284, IPBC287, IPBC291, IPBC292 dan IPBC293 sebagai tetua jantan, menghasilkan persentase persilangan lebih dari 40% dengan sifat benih yang dihasilkan berwarna kuning, bernas dan dapat berkecambah, sehingga genotipe-genotipe ini diduga kelompok cabai rawit C. annuum (Gambar 19). Ca x Cf A Cf x Ca Ca x Cf Cf x Ca Ca x Cf Cf x Ca Ca: Capsicum annuum B Cf : Capsicum frutescens Gambar 19 Kondisi benih hasil persilangan antar spesies cabai rawit (A) buah dan benih (B) daya berkecambah cabai pada media semai (tray) dan kertas tisue

35 Kecambah F1 hasil persilangan C. frutescens x C. annuum yang tumbuh kemudian ditanam dan menghasilkan tanaman yang memiliki karakter tanaman yang mengarah ke C. frutescens, tetapi bentuk buah yang dihasilkan berada di antara kedua tetuanya, yaitu karakter C. frutescens dan C. annuum (Gambar 20). Setiamihardja (1993) melaporkan bahwa tanaman F1 hasil persilangan C. frutescens x C. annuum, tanaman dan buahnya berada diantara kedua tetuanya. 21 Gambar 20 Hasil persilangan antar spesies cabai rawit antara IPBC295 x IPBC145 (C. frutescens x C. annuum), (A) Tanaman F1, (B) buah F1, dan (C) benih F2 Pengelompokkan 21 Genotipe Cabai Rawit Analisis Gerombol Analisis gerombol bertujuan untuk mengelompokkan data (pengamatan) ke dalam beberapa kelas, sehingga anggota di dalam satu kelas lebih homogen (serupa) dibandingkan dengan anggota di dalam kelas lain. Kriteria pengelompokkan berdasarkan pada ukuran kemiripan (Djuraidah 1991). Kemiripan antar objek yang dapat diukur menggunakan sebuah indeks dengan makna tertentu seperti jarak euclidean (akar ciri) atau jarak lain, sejenis indeks peluang atau yang lainnya. Semakin kecil jarak akar ciri antar dua genotipe maka semakin mirip genotipe tersebut satu sama lain (Yunianti et al. 2007). Analisis gerombol yang dilaksanakan pada 21 genotipe cabai dengan 23 karakter kualitatif menghasilkan dendrogram seperti pada Gambar 22. Seluruh genotipe cabai rawit yang diuji terlihat mengelompok menjadi dua gerombol pada nilai ketidakmiripan (jarak euclid) 25. Genotipe-genotipe yang mengelompok pada kelompok I adalah IPBC288, IPBC295, IPBC163, IPBC289, IPBC294, IPBC61, IPBC139, IPBC63 dan IPBC285. Kelompok II adalah IPBC287, IPBC293, IPBC145, IPBC160, IPBC292, IPBC133, IPBC284, IPBC8, IPBC291, IPBC10, IPBC126 dan IPBC174. Pengelompokkan genotipe dengan menggunakan analisis gerombol ini mendukung dan memperkuat hasil dalam pengelompokkan cabai

36 22 rawit yang termasuk spesies C. annuum dan C. frutescens yang sebelumnya telah dilaksanakan pengelompokkan secara biologi (daya silang). Nilai ketidakmiripan (jarak euclid) I II II Gambar 21 Dendrogram hasil analisis gerombol 21 genotipe cabai rawit Analisis Komponen Utama Hasil pengamatan kualitatif terdapat delapan karakter yang mempunyai skor sama pada semua genotipe yaitu posisi bunga (skor 7), warna semburat mahkota (skor 1), pigmen kelopak (skor 1), bentuk tipe kelopak (skor 2), penyempitan tangkai buah (skor 1), bantuk pangkal buah (skor 2), bentuk ujung buah (skor 1), dan bentuk batang (skor 1). Kesembilan karakter tersebut tidak dapat dianalisis pada Analisis Komponen Utama (AKU) sehingga karakter kualitatif yang digunakan sebanyak 23 karakter. Berdasarkan AKU terdapat empat komponen yang memiliki nilai akar ciri lebih dari satu (Tabel 4). Menurut Santoso (2004), nilai akar ciri menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung keragaman seluruh variabel yang dianalisis. Komponen dengan akar ciri kurang dari satu tidak valid digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk (Simamora 2005). Keempat komponen tersebut merupakan hasil reduksi dari 23 karakter yang dapat menerangkan keragaman sebesar 90.21% (Tabel 4). Analisis data untuk mengelompokkan 21 genotipe cabai menggunakan empat Komponen Utama (KU) yang dapat menjelaskan keragaman sebesar 90.21% dari variabilitas 23 karakter yang diamati.

37 Tabel 4 Nilai akar ciri komponen utama berdasarkan analisis komponen utama Akar ciri Ekstraksi akar kuadrat Komponen % Kumulatif % Kumulatif Total Total Keragaman % Keragaman % Berdasarkan nilai vektor ciri (Tabel 5) komponen I terdiri atas 15 karakter yaitu bercak/garis antosianin, warna buah matang, fruit set, warna daun, warna buku, warna batang, tunas air, bulu pada batang, tipe percabangan, kerapatan daun, tipe pertumbuhan, bentuk daun, bulu pada daun, warna buah muda, dan warna buah intermediet. Komponen II terdiri atas satu karakter yaitu posisi stigma. Komponen III terdiri atas satu karakter yaitu bulu pada daun. Komponen IV terdiri atas satu karakter yaitu warna buah intermediet. 23 II I Gambar 22 Pengelompokkan 21 genotipe cabai rawit berdasarkan KU I dan KU II

38 24 Berdasarkan pengelompokkan KU I dan KU II (Gambar 21) dengan proporsi keragaman total sebesar 80.51%, genotipe cabai yang diuji dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok I terdiri atas sembilan genotipe yaitu IPBC61, IPBC63, IPBC139, IPB 163, IPB 285, IPBC288, IPBC289, IPBC294 dan IPBC295. Kelompok II terdiri atas 12 genotipe yaitu IPBC8, IPBC10, IPBC126, IPBC133, IPBC145, IPBC160, IPBC174, IPBC284, IPBC287, IPBC291, IPBC292 dan IPBC293. Tabel 5 Nilai vektor ciri empat komponen utama Karakter Komponen Warna mahkota Warna anther Warna tangkai sari Posisi stigma Bercak/garis antosianin Warna buah muda Warna buah intermediet Warna buah matang Fruit set Bentuk buah Lekukan pangkal buah Potongan melintang buah Permukaan kulit buah Warna batang Warna buku Bulu pada batang Tipe pertumbuhan Tipe percabangan Tunas air Kerapatan daun Warna daun Bentuk daun Bulu pada daun Berdasarkan hasil persentase daya silang (crossability) dan pengamatan karakter morfologi dapat mengelompokkan dua spesies cabai rawit (C. annuum dan C. frutescens), maka diperoleh beberapa karakter morfologi pembeda antara C. annuum dan C. frutescens. Morfologi kedua spesies cabai rawit ini memiliki perbedaan pada warna mahkota (corolla), warna anther, warna buah muda, tangkai buah (calyx) dan bentuk daun (Tabel 6). Cabai rawit spesies C. annuum memiliki warna mahkota/corolla putih dan ungu; warna anther hijau dan ungu, warna buah muda hijau, ungu, putih kehijauan, dan kuning kehijauan; tangkai buah (calyx) mengikuti bentuk pangkal buah dan tidak ada penyempitan; bentuk daun berbentuk lanceolate dan ovate. Adapun cabai rawit spesies C. frutescens hanya memiliki warna mahkota (corolla) hijau keputihan; warna anther biru; warna buah muda

39 hijau, putih, dan putih kehijauan; tangkai buah (calyx) mengecil/menyempit (ring) pada bagian pangkal buah; bentuk daun deltoid. Karakterisasi ini memberikan pengayaan hasil karakterisasi yang sudah dilaksanakan oleh Greenleaf (1986) dan OECD (2006) pada cabai spesies C. annuum dan C. frutescens. Tabel 6 Perbedaan secara morfologi cabai rawit spesies C. annuum dan C. frutescens Karakter Capsicum annuum Capsicum frutescens Warna mahkota (corolla) Putih, ungu Hijau keputihan 25 Warna anther Biru, ungu Biru Warna buah muda Tangkai buah (calyx) Bentuk daun Hijau tua, hijau muda kuning, ungu Tidak ada Penyempit an (tidak ber ring) Lanceolate dan ovate Hijau, putih, putih kehijauan Menyempit (membentuk ring) Deltoid Simpulan Pengelompokkan cabai rawit dapat dilakukan dengan cara biologi (daya silang) dan morfologi. Secara biologi (daya silang) dengan data persentase yang berpedoman pada IPBC295, hasil persilangan rendah, benih F1 yang dihasilkan hampa dan tidak dapat berkecambah maka genotipe yang mempunyai ciri tersebut dikelompokkan sebagai cabai rawit spesies C. frutescens, sejalan dengan hasil pengamatan morfologi yang dianalisis dengan analisis dendrogam (gerombol) dan analisis komponen utama. Dua puluh satu genotipe cabai yang diteliti dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok I adalah IPBC288, IPBC295, IPBC163, IPBC289, IPBC294, IPBC61, IPBC139, IPBC63 dan IPBC285. Kelompok II adalah IPBC287, IPBC293, IPBC145, IPBC160, IPBC292, IPBC133, IPBC284, IPBC8, IPBC291, IPBC10, IPBC126 dan IPBC174. Kelompok I sebagai cabai rawit spesies C. frutescens dan kelompok II cabai rawit spesies C. annuum. Hasil dari dua identifikasi tersebut diperoleh karakter morfologi yang dapat dijadikan pembeda antara C. annuum dan C. frutescens, yaitu warna mahkota (corolla), warna anther, warna buah muda, tangkai buah (calyx) dan bentuk daun.

40 26 4 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN HETEROSIS PADA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. Abstrak Salah satu metode studi pewarisan adalah analisis dialel. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai parameter genetik dan heterosis pada cabai rawit C. annuum. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB Darmaga mulai bulan September 2013 sampai April Percobaan dilakukan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor, yaitu enam genotipe tetua dan 30 F1 dengan tiga ulangan. Penampilan dari karakter yang diamati dipengaruhi ragam aditif dan non aditif kecuali hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, tinggi tanaman, lebar tajuk, panjang daun dan lebar daun. Tingkat dominansi lebih mempengaruhi penampilan setiap karakter, kecuali karakter bobot per buah, panjang buah, diameter buah dan hasil buah per tanaman. Jumlah kelompok gen pengendali pada setiap karakter yang diamati berada antara satu sampai empat kelompok gen. Nilai heritabilitas arti luas (h 2 bs) dan sempit (h 2 ns) pada setiap karakter yang diamati termasuk dalam kategori tinggi hingga rendah. Nilai heterosis dan heterobeltiosis pada karakter buah cabai yang diamati berkisar antara % dan %, sedangkan karakter vegetatif tanaman berkisar antara % dan %. Kata kunci: aditif, dominan, gen, metode Hayman, heritabilitas THE ESTIMATE OF GENETIC PARAMETER AND HETEROSIS FOR CHILLI PEPPER Capsicum annuum L. SPECIES Abstract Diallel analysis was used to study inheritance. The purpose of this study was to obtain information on genetic parameters and heterosis in C. annuum chili. The study was conducted at the Leuwikopo Experiment Station, IPB in September 2013 until April Experiments conducted using a randomized complete block design (RCBD) with single factor, which consist of six parental genotypes and 30 F1 with three replications.the observed characters are influenced by additive and nonadditive variance except of fruits per plant, number of fruits per plant, plant height, canopy width, leaf length and leaf width characters. The level of dominance affect the appearance of each character, except weight per fruit, fruit length, fruit diameter and yield of fruit per plant character. The number of genes controlling group on each character was between one and four groups of genes. Broad sense heritability (h 2 bs) and narrow sense hertability (h 2 ns) on each observed character was in the high to narrow category. Heterosis and heterobeltiosis values of chili peppers fruit ranged between to % and to %, while for the vegetative characters ranged between to 49.95% and to 35.91% respectively. Key words: additive, dominant, genes, Hayman method, heritability

41 27 Pendahuluan Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan yang bernilai tinggi dan sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Cabai terdiri atas beberapa tipe berdasarkan ukuran buah, yaitu: cabai rawit, cabai besar, cabai keriting, dan paprika (Berke 2000). Berdasarkan data Kementan (2013) produktivitas cabai rawit nasional hanya mencapai 5.01 ton ha -1 pada tahun 2011 dan jauh di bawah potensinya, yaitu menurut Syukur et al. (2010a) lebih dari 20 ton ha -1 untuk cabai secara umum. Perbedaan kebiasaan masyarakat di Indonesia dalam hal menanam dan mengkonsumsi tipe cabai berdasarkan ukurannya dapat menjadi salah satu faktor rendahnya produktivitas cabai secara nasional. Umumnya cabai keriting dan cabai rawit memiliki produktivitas yang lebih rendah dari pada cabai besar (Berke 2000). Kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka perakitan varietas unggul baru cabai dengan ukuran buah tertentu sangat diperlukan untuk upaya peningkatan produktivitasnya (Syukur et al. 2010b). Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan adalah dengan menggunakan metode analisis silang dialel. Metode analisis silang dialel dikembangkan untuk memperoleh informasi mekanisme genetik yang terlibat dalam generasi awal (Hasanuzzaman dan Golam 2011). Persilangan dialel lengkap akan membentuk populasi yang mendekati keseimbangan Hardy-Wienberg dari suatu populasi kawin acak. Hal ini memungkinkan untuk dilaksanakannya analisis genetik yang sistematik dan lengkap (Roy 2000). Metode analisis ini dapat digunakan untuk menduga ragam aditif, dominan, variabilitas genetik, dan nilai heritabilitas setiap karakter pada populasi yang diamati, sehingga dapat berguna untuk mengidentifikasi hasil persilangan yang berpotensi untuk seleksi terbaik pada awal generasi. Analisis dialel dapat dilaksanakan berdasarkan pendekatan Hayman untuk menduga beberapa parameter genetik setiap karakter yang diamati. Parameter tersebut meliputi interaksi gen, pengaruh aditif dan dominansi, distribusi gen di dalam tetua, tingkat dominansi, arah dan urutan dominansi, jumlah gen pengendali karakter dan nilai hertabilitas arti luas serta sempit (Hayman 1954). Nilai heterosis dari pasangan galur terhadap keragaman F1 dibedakan atas dua, yakni heterosis nilai tengah tetua (mid parent heterosis) dan heterosis nilai tetua terbaik (best parent heterosis). Menurut Jensen (1988) dan Stoskopf et al. (1993), perbedaan sifat dan variasi yang tinggi antar galur dalam populasi memudahkan seleksi untuk memperoleh pasangan dengan nilai heterosis yang tinggi dalam perakitan cabai hibrida. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang parameter genetik karakter kuantitatif persilangan cabai rawit spesies C. annuum dan memperoleh informasi nilai heterosis dan heterobeltiosis. Waktu dan tempat Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2013 sampai April 2014 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen

42 28 Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Lahan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut dan memiliki tipe tanah latosol. Materi genetik Materi genetik yang digunakan adalah 36 genotipe cabai yang terdiri atas 6 galur murni sebagai tetua yang telah teridentifikasi sebagai cabai rawit spesies C. annuum yaitu IPBC10, IPBC145, IPBC160 (buah muda hijau), IPBC174 (buah muda hijau dan menggerombol shorten internode ), IPBC291, dan IPBC293 (buah muda kuning kehijauan), 15 F1 dan 15 F1R hasil persilangan dialel penuh (full diallel) antara 6 tetua galur murni. Pelaksanaan percobaan Kegiatan penelitian diawali dengan pembentukan populasi F1. Rancangan persilangan disusun dalam dialel penuh. Bagan persilangan dialel penuh ditunjukkan pada Tabel 7. Persilangan dilaksanakan secara manual. Emaskulasi dan penyerbukan dilaksanakan pagi hari pada pukul WIB. Emaskulasi menggunakan pinset yang telah disterilkan dengan alkohol 70%, pada saat bunga tetua betina telah reseptif. Tepung sari diambil dari bunga tetua jantan yang telah anthesis. Selanjutnya tepung sari ditempelkan ke stigma tetua betina. Bunga yang telah diserbuki ditutup dengan selotif dan diberi label yang berisi informasi nama tetua persilangan. Jika persilangan berhasil maka mahkota bunga akan lepas akibat pembesaran daging buah, sedangkan jika persilangan gagal maka bunga akan gugur dalam waktu 2-3 hari. Buah hasil persilangan dipanen saat buah cabai telah merah. Setiap buah ditempatkan pada kantong terpisah dan diberi label. Penyerbukan sendiri (selfing) untuk perbanyakan benih tetua dilaksanakan dengan cara menutup bunga cabai menggunakan selotif, agar terhindar dari kontaminasi serbuk sari lain. Tahapan penyerbukan ditunjukkan pada Gambar 23. Benih yang diperoleh disemai sebanyak 1 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Penyiraman dilaksanakan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemupukan dilaksanakan setelah bibit berumur 2 minggu setelah semai dengan periode 1 minggu sekali menggunakan pupuk NPK (16:16:16) dosis 10 g l -1 air dan gandasil 2 g l -1 air diaplikasikan dengan cara disiramkan pada pangkal bibit. Penyemprotan pestisida dilaksanakan jika terlihat gejala serangan hama dan penyakit pada persemaian. Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilaksanakan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Tanaman cabai ditanam pada bedengan berukuran 5 m x 1 m yang ditutup mulsa plastik hitam perak, jarak tanam 50 cm x 50 cm. Bibit dipindah ke lapang setelah berdaun 4-5 helai (berumur ± 5 minggu). Pemupukan dalam bentuk larutan NPK (16:16:16) 10 g l -1 dilakukan setiap seminggu sekali, masing-masing tanaman diberi 250 ml larutan pupuk. Penyemprotan pestisida dilakukan 5 hari sekali dengan menggunakan fungisida mankozeb 80% atau propineb 2 g l -1, insektisida profenovos dengan dosis 2 ml l -1. Pengendalian gulma dilaksanakan secara manual. Kegiatan pemanenan dilaksanakan pada kondisi buah masak (merah). Pemanenan dilakukan setiap seminggu sekali selama 8 minggu.

43 Tabel 7 Persilangan full diallel dan selfing menggunakan enam tetua Tetua jantan Tetua betina IPBC10 IPBC145 IPBC160 IPBC174 IPBC291 IPBC293 Keterangan : () selfing; () persilangan 29 IPBC10 IPBC145 IPBC160 IPBC174 IPBC291 IPBC293 A B C D E F G Gambar 23 Teknik persilangan buatan pada cabai (A) Bunga betina yang siap diserbuki, (B) Kastrasi, (C) Emaskulasi, (D) Hasil kastrasi dan Benih yang emaskulasi, diperoleh (E) disemai Bunga sebanyak jantan 1 yang butir per siap lubang diambil tray yang serbuk berisi sari, (F) Penyerbukan dengan pinset, (G) Pemasangan label, (H) Isolasi menggunakan selotip, (I) Persilangan yang berhasil Gambar sebagian diadaptasi dari Syukur et al. (2012a) Pengamatan H Pengamatan yang dilaksanakan mengacu pada Descriptor for Capsicum (IPGRI 1995) meliputi: 1. Umur berbunga (HST), jumlah hari setelah tanam sampai 50% populasi tanaman setiap bedengan berbunga. 2. Umur panen (HST), 50% tanaman di dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama. I

44 30 3. Panjang daun (cm), pengukuran dilaksanakan terhadap 10 daun dewasa pada percabangan ketiga setelah dikotomus. 4. Lebar daun (cm), pengukuran dilaksanakan terhadap 10 daun dewasa pada percabangan ketiga setelah dikotomus. 5. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi, pada 10 tanaman contoh setelah panen pertama. 6. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus, pada 10 tanaman contoh setelah panen pertama. 7. Diameter batang (mm), diukur 5 cm dari permukaan tanah pada 10 tanaman contoh setelah panen pertama menggunakan jangka sorong. 8. Panjang buah (cm), diukur dari pangkal sampai ujung buah pada panen kedua. 9. Panjang tangkai buah (cm), diukur dari pangkal sampai ujung tangkai buah. 10. Diameter buah (mm), diukur pada bagian buah ya n g paling besar, pada panen kedua menggunakan jangka sorong. 11. Tebal daging buah (mm), buah dibelah secara melintang dan diukur tebal daging buahnya dengan jangka sorong. 12. Bobot per buah (g), ditimbang per buah dari 10 buah pada panen kedua. 13. Jumlah buah per tanaman, dihitung jumlah buah dari 8 kali panen. 14. Hasil buah per tanaman (gram), ditimbang semua buah pada setiap panen selama 8 kali panen. Untuk pengamatan karakter nomor 8-12, dilaksanakan pada 10 buah contoh yang sama setiap genotipe per ulangan. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan Hayman (Singh dan Chaudhary 1979): Pendekatan Hayman Untuk menduga parameter genetik cabai rawit dilaksanakan analisis dialel menggunakan pendekatan Hayman sebagai berikut (Singh dan Chaudhary 1979): 1. Analisis ragam Populasi dialel penuh dianalisis menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan menggunakan model statistik : Yijk = m + Tij + bk + eijk Keterangan : Yijk : nilai pengamatan pada genotipe i x j dalam k ulangan m : nilai tengah umum Tij : pengaruh genotipe i j bk : pengaruh ulangan ke-k eijk : pengaruh galat Komponen analisis ragam disajikan pada Tabel 8. Analisis dapat dilanjutkan jika kuadrat tengah genotipe berbeda nyata.

45 31 Tabel 8 Komponen analisis ragam pada analisis dialel Keterangan: n = jumlah ulangan; b = jumlah genotipe; KTb = kuadrat tengah ulangan; KTg = kuadrat tengah genotipe; KTe = kuadrat tengah galat; 2 e = ragam galat; 2 g = ragam genotipe; 2 b = ragam ulangan 2. Pendugaan ragam dan peragam Untuk menduga nilai ragam dan peragam, data dirata-ratakan berdasarkan ulangan dan resiprokalnya membentuk tabel setengah dialel (Tabel 9). Tabel 9 Persilangan setengah dialel menggunakan enam tetua Rata-rata tetua (ML0) = n X j i ij Ragam tetua (V0L0) = j i j i ij ij n X X n Ragam array (Vri) = n j n j ij ij n X X n Rata rata ragam array (V1L1) = n i V ri n 1 1 Ragam rata rata array (V0L1) = n i n i i i n X X n Peragam antara tetua dan keturunan (Wri) = 2 ' 1 1; 1 1; ' n X X X X n j i n i j ij n i j j i ij Rata-rata peragam tetua dan array (W0L0) = n i W ri n 1 1 Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah KT harapan Ulangan n-1 KT b - Genotipe b-1 KT g 2 e + b 2 g Galat (n-1)(b-1) KT e 2 e Total bn-1 Tetua Tetua 1 Tetua 2 Tetua 3 Tetua 4 Tetua 5 Tetua 6 X i. Rata-rata Tetua 1 X 11 X 12 X 13 X 14 X 15 X X 1./6 Tetua 2 - X 22 X 23 X 24 X 25 X X 2./6 Tetua X 33 X 34 X 35 X X 3./6 Tetua X 44 X 45 X X 4./6 Tetua X 55 X X 5./6 Tetua X X 6./6

46 32 Perbedaan rata-rata tetua dan rata-rata semua keturunan (ML1 ML0) n = 1; 1 X ij X ij n n i j i j 3. Uji hipotesis Kesahihan hipotesis diuji dengan koefisien regresi, menggunakan ragam dan peragam. b = (Cov (Wr, Vr))/(Var (Vr)) SE (b) = [(Var(Wr) b * (Cov(Wr,Vr))/(Var(Vr) * (n-1))] 1/2 Uji hipotesis : H0 : b = 1 H1 : b 1 Jika b = 1, maka tidak terdapat interaksi gen non alelik. 4. Grafik Wr-Vr Parabola diperoleh dengan menghubungkan titik-titik dari persamaan : Wri = (Vri x V0L0) 1/2 Regresi diperoleh dengan menghubungkan titik-titik dari persamaan : Wrei = Wr bvr + bvri Intersep regresi diperoleh dari : a = Wr bvr Semakin dekat letak tetua dengan pangkal persilangan sumbu x-y, kandungan gen dominannya secara relatif semakin tinggi, sebaliknya semakin jauh letak tetua dengan pangkal persilangan sumbu x-y semakin kecil kandungan gen dominannya. 5. Pendugaan komponen ragam Pendugaan komponen ragam yang dilakukan adalah : D = V0L0 E F = 2V0L0 4W0L0 2(n 2)E/n H1 = V0L0 4W0L1 + 4V1L1 (3n 2)E/n H2 = 4V1L1 4V0L1 2E h 2 = 4(ML1- ML0)2 4(n-1)E/n 2 S 2 = ½ [Var (Wr Vr)] SE (D) = [ (n 5 + n 4 )/n 5 ] * (S 2 ) SE (F) = [ (4n n 4 16n n 2 )/n 5 ] * (S 2 ) SE (H1) = [ (n n 4 12n 3 + 4n 2 )/n 5 ] * (S 2 ) SE (H2) = [ (36n 4 )/n 5 ] * (S 2 ) SE (h 2 ) = [ (16n n 2 32n + 16)/n 5 ] * (S 2 ) SE (E) = [ (n 4 )/n 5 ] * (S 2 ) Keterangan: D : komponen ragam karena pengaruh aditif F : nilai tengah Fr untuk semua array; Fr adalah peragam pengaruh aditif dan non aditif pada array ke-r. H1 : komponen ragam karena pengaruh dominan H2 : perhitungan untuk menduga proporsi gen negatif dan positif pada tetua h 2 : pengaruh dominansi (sebagai jumlah aljabar dari semua persilangan saat heterozigous). E : komponen ragam karena pengaruh lingkungan. 2

47 Jika intersep bernilai positif atau D > H1 interaksi yang terjadi adalah dominansi sebagian, jika bernilai negatif atau D < H1 berarti overdominansi. Dominan lengkap jika D = H1, serta tidak terdapat dominansi jika garis regresi menyentuh batas parabola. 6. Pendugaan proporsi gen dan heritabilitas Parameter yang diduga adalah: Rata rata tingkat dominansi = (H1/D) 1/2. Proporsi gen gen dengan pengaruh positif dan negatif dalam tetua = H2/4H1. Proporsi gen gen dominan dan resesif dalam tetua =(4DH1) 1/2 +F]/(4DH1) 1/2 -F. Jumlah kelompok gen yang mengendalikan sifat dan menimbulkan dominansi = h 2 / H2. Heritabilitas arti luas (h 2 bs) = (½D+½H1 ¼H2 ½F)/(½D+½H1 ¼H2 ½F+E). Heritabilitas arti sempit (h 2 ns) =(½D+½H1 ½H2 ½F)/(½D+½H1 ¼H2-½F+E). Jika korelasi negatif, nilai Wri + Vri-nya paling rendah, berarti mengandung gen dominan paling banyak. 7. Pendugaan tetua paling dominan dan paling resesif VD = VR = ( x V0 L 0 ) V0 L 0 ) ( x ( x WD = V0 L 0 ) 1 WR = ( V0 L 0 ) x2 x1 dan x2 diperoleh dari akar persamaan = (V0L0) x 2 (V0L0) x + (W0L0 V1L1). Nilai tetua dominan penuh (YD) = Yr b[( WD VD ) ( W0L0 V1L 1)] Nilai tetua resesif penuh (YR) = Yr b[( WR VR ) ( W0L0 V1L 1)] Nilai Heterosis dan Heterobeltiosis Pendugaan nilai heterosis hibrida dianalisis berdasarkan nilai tengah kedua tetua (mid parent), sedangkan nilai heterobeltiosis dianalisis berdasarkan nilai tengah tetua terbaik (best parent/high parent) (Fehr 1987), sebagai berikut: 33 Heterosis (MP) = μ F1 μ MP μ MP x 100% Heterobeltiosis (HP) = μ F1 - μ BP μ BP x 100% Keterangan : μ F1 = nilai tengah keturunan. μ MP = nilai tengah kedua tetua ((P1 + P2)/2). μ BP = nilai tengah tetua terbaik.

48 34 Pendugaan Parameter Genetik Hasil dan Pembahasan Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata antar genotipe pada semua karakter buah cabai rawit (Tabel 10) sedangkan pada karakter vegetatif tanaman ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, lebar tajuk, panjang daun, dan lebar daun (Tabel 11). Pendugaan parameter genetik dapat dilaksanakan jika terdapat perbedaan yang nyata antar genotipe berdasarkan uji F terhadap karakter yang diamati (Singh dan Chaudhary 1979). Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan parameter genetik dapat dilakukan pada karakter yang menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 10 Kuadrat tengah karakter buah cabai rawit Kuadrat tengah karakter Sumber db Hasil buah per Jumlah buah Bobot per Panjang Diameter keragaman tanaman per tanaman buah buah buah Ulangan tn ** 0.34 ** 0.57 tn 6.69 ** Genotipe ** ** 0.90 ** 1.47 ** 1.17 ** Galat Keterangan: * = berpengaruh nyata pada α 0.05, ** = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Tabel 11 Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman cabai rawit Sumber Kuadrat tengah karakter db keragaman Tinggi tanaman Lebar tajuk Panjang daun Lebar daun Ulangan ** ** ** 1.01 ** Genotipe ** * 1.30 ** 0.34 ** Galat Keterangan: * = berpengaruh nyata pada α 0.05, ** = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Pendekatan Hayman Interaksi Gen Peran interaksi gen dalam menentukan keragaman genetik dapat dilihat dari nilai b (Wr, Vr). Jika nilai b berbeda nyata dengan satu, maka ada interaksi antar gen, sebaliknya jika nilai b tidak berbeda nyata dengan satu, maka tidak ada interaksi gen (Roy 2000; Sausa dan Maluf 2003; Syukur et al. 2009). Hasil uji koefisien regresi b (Wr, Vr) menunjukkan semua karakter yang diuji tidak berbeda nyata dengan satu, menandakan tidak ada interaksi gen pada karakter tersebut (Tabel 12-13). Tidak terdapatnya karakter yang memiliki interaksi gen menunjukkan bahwa salah satu asumsi analisis silang dialel dapat terpenuhi. Pengaruh Aditif (D) dan Dominansi (H1) Pengaruh ragam aditif (D) sangat nyata terhadap semua karakter buah cabai rawit kecuali karakter hasil buah per tanaman, sedangkan pada karakter vegetatif tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap karakter yang diamati kecuali pada karakter panjang daun (Tabel 12-13). Pengaruh ragam dominan (H1) berpengaruh nyata terhadap karakter hasil buah per tanaman dan jumlah buah per tanaman, tidak berbeda nyata pada bobot per buah, panjang buah dan diameter buah (Tabel 12), sedangkan pada karakter vegetatif berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman dan

49 lebar tajuk, tidak berbeda nyata pada karakter panjang daun dan lebar daun (Tabel 13). Peran pengaruh aditif dan dominan yang nyata menunjukkan pewarisan karakter tersebut dipengaruhi oleh gen-gen aditif dan dominan. Hasil penelitian Syukur et al. (2010b) melaporkan bahwa karakter hasil per tanaman, panjang buah, bobot per buah dan diameter buah cabai dipengaruhi peran aditif dan dominan. Peran aditif dan dominan yang nyata pada populasi yang terbentuk menandakan perbaikan karakter tersebut dapat diarahkan untuk pembentukan varietas galur murni dan varietas hibrida. Distribusi Gen di dalam Tetua Distribusi gen di dalam tetua dapat dilihat dari nilai H2. Karakter yang memiliki nilai H2 yang nyata menunjukkan sebaran gen tidak merata di dalam tetua dan sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, gen-gen yang mengendalikan pewarisan karakter hasil buah per tanaman, jumlah buah pertanaman, dan lebar tajuk tidak menyebar rata di dalam tetua. Berbeda halnya dengan karakter bobot per buah, panjang buah, diameter buah, tinggi tanaman, panjang daun, dan lebar daun yang memiliki gen-gen pengendali pewarisan yang menyebar rata di dalam tetua (Tabel 12-13). Syukur et al. (2010b) melaporkan bahwa gen-gen pengendali pewarisan menyebar rata di dalam tetua untuk karakter bobot per buah, sedangkan untuk karakter diameter buah menunjukkan gen-gen pengendali pewarisan menyebar tidak rata di dalam tetua. Proporsi gen-gen positif terhadap gen-gen negatif terlihat dari besarnya nilai H1 terhadap H2. Jika H1 > H2 maka gen-gen yang banyak adalah gen-gen positif dan sebaliknya. Gen-gen yang terlibat lebih banyak dalam menentukan semua karakter adalah gen-gen positif yang terlihat dari nilai H1 > H2, kecuali karakter panjang buah, diameter buah dan panjang daun yang banyak terlibat gen-gen negatif terlihat dari nilai H1 < H2. Tingkat Dominansi Besarnya rata-rata tingkat dominansi terlihat dari nilai (H1/D) 1/2. Jika suatu karakter memiliki nilai (H1/D) 1/2 nol sampai satu menunjukkan adanya dominan sebagian (partial dominant), sebaliknya jika nilainya lebih dari satu menunjukkan adanya dominan lebih (over dominant) (Hayman 1954). Nilai (H1/D) 1/2 untuk karakter jumlah buah per tanaman dan semua karakter vegetatif lebih besar dari satu menunjukkan adanya dominan lebih (Tabel 12-13). Karakter bobot per buah, panjang buah dan diameter buah menunjukkan dominan sebagian. Berbeda halnya dengan karakter hasil buah per tanaman (H1/D) 1/2 dianggap nol atau menunjukkan tidak ada dominansi. Proporsi Gen Dominan terhadap Gen Resesif Tetua yang memiliki gen-gen dominan yang banyak tercermin dari nilai Kd/Kr (Singh dan Chaudhary 1979). Karakter jumlah buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan semua karakter vegetatif cabai rawit kecuali karakter panjang daun memiliki nilai Kd/Kr > 1 sehingga pada karakter tersebut gen-gen dominan lebih banyak dalam tetua. Sementara itu, karakter hasil buah per tanaman, diameter buah dan panjang daun memiliki nilai Kd/Kr < 1 sehingga pada karakter tersebut gen-gen resesif lebih banyak dalam tetua (Tabel 12-13). Gen-gen dominan yang banyak pada tetua juga dapat diduga dari nilai F. Pada Tabel terlihat bahwa apabila nilai Kd/Kr lebih besar dari satu (gen dominan lebih banyak) maka 35

50 36 nilai F positif, kecuali karakter diameter buah yang nilai F positif walaupun nilai Kd/Kr negatif, sedangkan apabila nilai Kd/Kr kurang dari satu (gen-resesif lebih banyak) maka nilai F negatif. Tabel 12 Pendugaan parameter genetik karakter buah cabai rawit menggunakan analisis silang dialel Metode Hayman Karakter Parameter genetik Hasil buah Jumlah Bobot Panjang Diameter per tanaman buah per per buah buah buah tanaman Koefisien regresi (b) (Wr, Vr) 0.81 tn 0.65 tn 1.68 tn 1.28 tn 1.32 tn Komponen ragam karena pengaruh aditif tn ** 0.67 ** 0.99 ** 0.68 ** (D) Rata-rata Fr untuk semua array (F) tn tn 0.16 tn 0.22 tn 0.06 tn Komponen ragam karena pengaruh ** ** 0.l5 tn 0.04 tn tn dominan (H1) Distribusi gen di dalam tetua (H2) ** ** 0.12 tn 0.06 tn tn Pengaruh dominansi (h 2 ) ** ** 0.10 tn 0.17 * tn Komponen ragam karena pengaruh ** ** 0.02 tn 0.11 ** 0.17 ** lingkungan (E) Rata-rata tingkat dominansi (H1/D) 1/ Proporsi gen-gen dengan pengaruh positif/negatif dalam tetua (H2/4H1) Proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua (Kd/Kr) Jumlah gen pengendali (h 2 /H2) Heritabilitas arti luas (h 2 bs) Heritabilitas arti sempit (h 2 ns) Nilai tetua dominan penuh (YD) Nilai tetua resesif penuh (YR) Rasio genetik (h 2 ns / h 2 bs) (%) Keterangan: * = berpengaruh nyata pada α 0.05, ** = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Tabel 13 Pendugaan parameter genetik karakter vegetatif tanaman cabai rawit menggunakan analisis silang dialel Metode Hayman Karakter Parameter genetik Tinggi Lebar tajuk Panjang Lebar daun tanaman daun Koefisien regresi (b) (Wr, Vr) 0.61 tn 0.85 tn tn tn Komponen ragam karena pengaruh aditif (D) ** ** 0.13 tn 0.10 ** Rata-rata Fr untuk semua array (F) tn ** tn 0.01 tn Komponen ragam karena pengaruh dominan (H1) ** ** 0.14 tn 0.12 tn Distribusi gen di dalam tetua (H2) tn ** 0.16 tn 0.10 tn Pengaruh dominansi (h 2 ) ** ** tn 0.07 tn Komponen ragam karena pengaruh lingkungan ** ** 0.24 ** 0.04 ** (E) Rata-rata tingkat dominansi (H1/D) 1/ Proporsi gen-gen dengan pengaruh positif/negatif dalam tetua (H2/4H1) Proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua (Kd/Kr) Jumlah gen pengendali (h 2 /H2) Heritabilitas arti luas (h 2 bs) Heritabilitas arti sempit (h 2 ns) Nilai tetua dominan penuh (YD) Nilai tetua resesif penuh (YR) Rasio genetik (h 2 ns / h 2 bs) (%) Keterangan: * = berpengaruh nyata pada α 0.05, ** = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata

51 Arah dan Urutan Dominansi Urutan dominansi tetua menunjukkan kandungan gen-gen dominan didalam tetua. Urutan dominansi karakter buah disajikan pada Tabel Semakin kecil nilai Wr+Vr maka semakin banyak mengandung gen-gen dominan yang mengendalikan suatu karakter. Di samping itu, urutan dominansi juga tercermin dari gambar hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr), semakin dekat titik tetua pada titik nol maka tetua tersebut paling banyak mengandung gen-gen dominan, sebaliknya semakin jauh dari titik nol maka tetua tersebut paling banyak mengandung gen-gen resesif (Singh dan Chaudhary 1979; Syukur 2007; Yunianti 2007; Ganefianti 2010). Tabel 14 Sebaran Wr + Vr pada karakter buah cabai rawit Karakter Genotipe Hasil buah per tanaman Jumlah buah per tanaman Bobot per buah Panjang buah Diameter buah IPBC (1) (1) 0.34 (2) 0.89 (4) 0.80 (5) IPBC (3) (2) 0.54 (4) 1.07 (6) 0.50 (3) IPBC (4) (5) 0.57 (5) 0.92 (5) 0.88 (6) IPBC (2) (3) 0.57 (6) 0.65 (2) 0.42 (2) IPBC (5) (6) 0.31 (1) 0.13 (1) 0.32 (1) IPBC (6) (4) 0.52 (3) 0.67 (3) 0.59 (4) Keterangan: Angka di dalam kurung menunjukkan urutan dominansi tetua berdasarkan sebaran Wr+Vr 37 Tabel 15 Sebaran Wr + Vr pada karakter vegetatif tanaman cabai rawit Genotipe Karakter Tinggi tanaman Lebar tajuk Panjang daun Lebar daun IPBC (2) 0.92 (1) 0.25 (2) 0.11 (3) IPBC (5) 6.15 (3) 0.44 (5) 0.21 (6) IPBC (1) 5.19 (2) 0.35 (3) 0.09 (2) IPBC (6) (6) 0.21 (1) 0.08 (1) IPBC (3) (4) 1.09 (6) 0.15 (5) IPBC (4) (5) 0.43 (4) 0.12 (4) Keterangan: Angka di dalam kurung menunjukkan urutan dominansi tetua berdasarkan sebaran Wr+Vr Urutan dominansi tetua untuk karakter hasil buah per tanaman adalah IPBC10, IPBC174, IPBC145, IPBC160, IPBC291 dan IPBC293 (Gambar 24). Tetua yang memiliki paling banyak gen-gen dominan adalah IPBC10 karena terletak paling dekat dengan titik nol, sedangkan tetua yang memiliki gen-gen resesif paling banyak adalah IPBC293 karena terletak paling jauh dari titik nol. Urutan dominansi untuk karakter jumlah buah per tanaman adalah IPBC10, IPBC145, IPBC174, IPBC293, IPBC160, dan IPBC291 (Gambar 25). Tetua yang memiliki gen-gen dominan yang paling banyak adalah IPBC10, sedangkan tetua yang paling banyak memiliki gen-gen resesif adalah IPBC291. Urutan dominansi untuk karakter bobot per buah adalah IPBC291, IPBC10, IPBC293, IPBC145, IPBC160, dan IPBC174 (Gambar 26). Tetua yang memiliki gen-gen dominan yang paling banyak adalah IPBC291, sedangkan tetua yang paling banyak memiliki gen-gen resesif adalah IPBC174. Hal ini menunjukkan tetua yang memiliki bobot per buah yang lebih ringan memiliki gen dominan yang lebih banyak dibandingkan tetua yang memiliki bobot per buah yang lebih berat.

52 38 Urutan dominansi untuk karakter panjang buah adalah IPBC291, IPBC174, IPBC293, IPBC10, IPBC160, dan IPBC145 (Gambar 27). Tetua yang memiliki gen-gen dominan yang paling banyak adalah IPBC291 karena letaknya yang paling dekat dengan titik nol, sedangkan tetua yang memiliki gen-gen resesif paling banyak adalah IPBC145 karena letaknya yang paling jauh dari titik nol. Hal ini menunjukkan tetua yang memiliki panjang buah yang lebih panjang mengelompok ke arah titik nol yang menandakan tetua tersebut memiliki gen-gen dominan. Urutan dominansi untuk karakter diameter buah adalah IPBC291, IPBC174, IPBC145, IPBC293, IPBC10, dan IPBC160 (Gambar 28). Tetua yang memiliki gen-gen dominan yang paling banyak adalah IPBC291, sedangkan tetua yang paling banyak memiliki gen-gen resesif adalah IPBC160. Hal ini menunjukkan tetua yang memiliki diameter buah yang besar dominan terhadap tetua yang memiliki diameter buah yang kecil. Karakter bobot per buah, panjang buah dan diameter buah lebih dikendalikan oleh peran aditif dibandingkan dominan (non aditif) (Tabel 12). Karakter yang dikendalikan oleh peran aditif akan diwariskan dari generasi ke generasi sehingga perbaikannya efektif pada generasi lanjut dengan mengumpulkan gen-gen (lokus) homozigot (Syukur 2007; Yunianti 2007; Syukur et al. 2010c; Syukur et al. 2012a), sedangkan pengetahuan gen-gen dominan dan resesif berdasarkan diagram Wr+Vr ditujukan untuk mengetahui suatu karakter yang diinginkan dikendalikan oleh alelalel dominan (menutupi) atau alel resesif (tertutupi). Berdasarkan Gambar menunjukkan bahwa gen-gen pengendali karakter yang diinginkan tersebut lebih banyak gen-gen resesif sehingga perbaikan karakter yang diinginkan seperti bobot per buah yang lebih berat, panjang buah yang lebih panjang dan diameter buah yang lebih besar dapat dilakukan dengan mengumpulkan gen-gen resesif (lokus homozigot) pada suatu individu tanaman. Karakter-karakter yang dikendalikan oleh gen-gen resesif lebih efektif diperoleh pada generasi lanjut dengan selfing. Hal ini menunjukkan seleksi akan efektif dilaksanakan pada generasi lanjut. Wr IPBC291 IPBC IPBC IPBC IPBC10 IPBC Gambar 24 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter hasil buah per tanaman pada cabai rawit Vr

53 Wr IPB C291 IPB C160 IPB C145 IPB C293 IPB C IPB C Gambar 25 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter jumlah buah per tanaman pada cabai rawit 0.60Wr 0.50 Vr IPB C160 IPB C145 IPB C174 IPB C293 IPB C291 IPB C Vr Gambar 26 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter bobot per buah pada cabai rawit Wr IPB C291 IPB C293 IPB C174 IPB C145 IPB C160 IPB C Vr Gambar 27 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter panjang buah pada cabai rawit

54 Wr 0.50 IPBC160 IPBC IPBC291 IPBC145 IPBC293 IPBC Vr Gambar 28 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter diameter buah pada cabai rawit Urutan dominansi untuk karakter tinggi tanaman adalah IPBC160, IPBC10, IPBC291, IPBC293, IPBC145, dan IPBC174 (Gambar 29). Tetua yang memiliki gen-gen dominan paling banyak adalah IPBC160, sedangkan tetua yang paling banyak memiliki gen-gen resesif adalah IPBC174. Hal ini menunjukkan tetua yang memiliki tinggi tanaman pendek dominan terhadap tetua yang memiliki tinggi tanaman yang tinggi. Urutan dominansi untuk karakter lebar tajuk adalah IPBC10, IPBC160, IPBC145, IPBC291, IPBC293, dan IPBC174 (Gambar 30). Tetua yang memiliki gen-gen dominan yang paling banyak adalah IPBC10, sedangkan tetua yang paling banyak memiliki gen-gen resesif adalah IPBC174. Hal ini menunjukkan tetua yang memiliki lebar tajuk besar dominan terhadap tetua yang memiliki lebar tajuk yang kecil. Urutan dominansi untuk karakter panjang daun adalah IPBC174, IPBC10, IPBC160, IPBC293, IPBC145, dan IPBC291 (Gambar 31). Tetua yang memiliki gen-gen dominan yang paling banyak adalah IPBC174, sedangkan tetua yang paling banyak memiliki gen-gen resesif adalah IPBC291. Hal ini menunjukkan tetua yang memiliki panjang daun yang panjang dominan terhadap tetua yang memiliki panjang daun yang pendek. Urutan dominansi untuk karakter lebar daun adalah IPBC174, IPBC160, IPBC10, IPBC293, IPBC291, dan IPBC145 (Gambar 32). Tetua yang memiliki gen-gen dominan yang paling banyak adalah IPBC174, sedangkan tetua yang paling banyak memiliki gen-gen resesif adalah IPBC145. Berdasarkan Gambar 32 terlihat bahwa hampir semua tetua mengelompok ke arah titik nol, hal ini menunjukkan bahwa lebar daun lebih dipengaruhi oleh gen-gen dominan.

55 41 Wr IPBC IPBC293 IPBC IPBC291 IPBC10 IPBC Vr Gambar 29 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter tinggi tanaman pada cabai rawit Wr IPBC IPBC293 IPBC IPBC IPBC IPBC10 Vr Gambar 30 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter lebar tajuk pada cabai rawit Wr IPBC IPBC160 IPBC IPBC10 IPBC IPBC Vr Gambar 31 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter panjang daun pada cabai rawit

56 Wr IPBC10 IPBC IPBC160 IPBC IPBC Vr Gambar 32 Hubungan peragam (Wr) dan ragam (Vr) karakter lebar daun pada cabai rawit Jumlah Kelompok Gen Pengendali Jumlah kelompok gen pengendali karakter ditentukan berdasarkan nilai h 2 /H2. Karakter hasil buah per tanaman dan lebar tajuk memiliki nilai h 2 /H2 sebesar 3.39 dan 3.74 yang menunjukkan karakter tersebut dikendalikan oleh empat kelompok gen. Karakter jumlah buah per tanaman dan panjang buah memiliki nilai h 2 /H2 sebesar 2.43 dan 2.78 sehingga karakter tersebut dikendalikan oleh tiga kelompok gen. Karakter bobot per buah, diameter buah, panjang daun dan lebar daun memiliki nilai h 2 /H2 masing-masing sebesar 0.80, 0.00, dan 0.66 sehingga karakterkarakter tersebut dikendalikan oleh satu kelompok gen (Tabel 12-13). Syukur et al. (2010a) menyatakan walaupun nilai h 2 /H2 negatif maka karakter tersebut tetap dikendalikan oleh satu kelompok gen. Heritabilitas Pendugaan nilai heritabilitas arti luas (h 2 bs) pada setiap karakter yang diamati tergolong tinggi, kecuali pada karakter lebar tajuk dan panjang daun tergolong sedang (Tabel 12-13). Nilai h 2 bs hampir semua karakter tergolong tinggi menunjukkan bahwa karakter yang diamati dikendalikan oleh faktor genetik (Geleta dan Labuschagne 2006). Penelitian cabai sebelumnya menunjukkan bahwa nilai heritabilitas arti luas yang tinggi terdapat pada karakter bobot buah per tanaman (Marame et al. 2008), bobot per buah (Mishra et al. 2004), panjang buah (Sreelathakumary dan Rajamony 2004), dan diameter buah (Tembhume dan Rao 2012). Nilai heritabilitas arti sempit (h 2 ns) tergolong rendah untuk karakter hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, lebar tajuk dan panjang daun, tergolong sedang untuk karakter tinggi tanaman dan lebar daun, serta tergolong tinggi untuk karakter bobot per buah, panjang buah dan diameter buah (Tabel 12-13). Hasil penelitian Syukur et al. (2010a) menunjukkan bahwa nilai duga heritabilitas tergolong tinggi untuk karakter bobot per buah, panjang buah dan diameter buah. Dengan demikian pada populasi ini dapat dilaksanakan seleksi langsung pada karakter bobot per buah, panjang buah dan diameter buah untuk mendapatkan kultivar cabai dengan daya hasil tinggi. Menurut Fehr (1987) jika nilai duga heritabilitas tinggi maka seleksi telah dapat dilaksanakan pada generasi awal karena karakter dari suatu genotipe mudah diwariskan.

57 Nilai aditif suatu karakter dapat dilihat dari rasio h 2 ns terhadap h 2 bs (Permadi et al. 1991; Syukur et al. 2010b). Semakin besar nilai rasio atau mendekati 100% menandakan ragam genetik total suatu karakter lebih disebabkan oleh ragam aditif. Karakter bobot per buah, panjang buah, diameter buah dan lebar daun memiliki nilai h 2 ns/h 2 bs masing-masing sebesar 89.87%, 96.03%, 100% dan 68.67%. Komponen ragam dominan pada karakter tersebut berpengaruh tidak nyata, sehingga karakter tersebut dipengaruhi oleh peran gen aditif. Karakter hasil buah per tanaman memiliki komponen ragam aditif tidak nyata dan karakter jumlah buah per tanaman memiliki nilai komponen ragam dominan lebih tinggi dibandingkan ragam aditif, sehingga nilai rasio genetiknya rendah yaitu 18.56% dan 14.87% (Tabel 12-13). Karakter lebar tajuk memiliki nilai h 2 ns/h 2 bs 24%, komponen ragam karena pengaruh aditif dan dominan yang nyata tetapi komponen pengaruh dominan lebih tinggi. Karakter panjang daun memiliki nilai h 2 ns/h 2 bs 56.34%, komponen ragam karena pengaruh aditif dan dominan yang tidak nyata. Karakter yang dipengaruhi peran aditif menunjukkan bahwa karakter tersebut diwariskan dan perbaikannya dapat dilakukan pada generasi lanjut. Perbaikan suatu karakter pada generasi lanjut menunjukkan perlu metode seleksi pada penanaman setiap generasi. Syukur et al. (2010b) melaporkan bahwa nilai duga ragam aditif dan heritabilitas arti sempit dapat menjadi dasar dalam menentukan metode seleksi. Nilai duga ragam aditif dan heritabilitas arti sempit yang tinggi menunjukkan metode seleksi yang dapat dilakukan adalah pedigree (silsilah). Heterosis dan Heterobeltiosis Nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter buah dan vegetatif tanaman terhadap 30 hibrida cabai rawit disajikan pada Tabel Satoto dan Suprihatno (1998) menyatakan bahwa nilai heterosis komponen hasil sebesar 20% pada tanaman menyerbuk sendiri seperti pada tanaman padi dianggap sudah cukup atau memiliki peluang besar untuk merakit varietas hibrida. Heterosis yang tinggi mencerminkan perbedaan frekuensi alel-alel pada tetua yang sangat besar dan tetua tersebut memiliki gen-gen yang menguntungkan serta berinteraksi positif jika digabungkan (Falconer 1981; Wricke dan Weber 1986). Kombinasi persilangan dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis tinggi dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas hibrida. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa karakter produksi cabai memiliki nilai heterosis yang tinggi berkisar % (Sausa dan Maluf 2003; Sujiprihati et al. 2007), sedangkan nilai heterobeltiosis lebih dari 50% hasil persilangan cabai menunjukkan nilai yang tinggi pada karakter produksi (Herison et al. 2001). Berdasarkan Tabel 16 nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi terdapat pada karakter hasil buah per tanaman ( %; %) pada IPBC145 x IPBC291, karakter jumlah buah per tanaman (212.45%; %) pada IPBC293 x IPBC174 dan karakter bobot per buah (68.93%; 48.53%) pada IPBC174 x IPBC160. Nilai heterosis karakter panjang buah (24.11%) pada IPBC174 x IPBC160 dan nilai heterobeltiosis (18.54%) pada IPBC10 x IPBC160. Nilai heterosis karakter diameter buah (8.34%) pada IPBC10 x IPBC293 dan nilai heterobeltiosis (4.33%) pada IPBC10 x IPBC

58 44 Tabel 16 Heterosis (MP) dan heterobeltiosis (HP) karakter buah cabai rawit C. annuum Genotipe Hasil buah per tanaman (g tan -1 ) Jumlah buah per tanaman Bobot per buah (g) Panjang buah (cm) Diameter buah (mm) MP HP MP HP MP HP MP HP MP HP IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC Berdasarkan Tabel 17 nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi yaitu karakter tinggi tanaman pada IPBC160 x IPBC10 (41.47%; 35.91%), karakter lebar tajuk (49.95%; 21.79%) pada IPBC174 x IPBC10 dan karakter panjang daun (27.80%; 26.90%) pada IPBC291 x IPBC174. Nilai heterosis tertinggi karakter lebar daun (34.19%) pada IPBC174 x IPBC10 dan nilai heterobeltiosis tertinggi (28.95%) pada IPBC291 x IPBC174. Berdasarkan Tabel diperoleh informasi bahwa tidak semua hibrida yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis terbaik menunjukkan keragaan yang terbaik juga, seperti hibrida IPBC145 x IPBC291 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis tebaik untuk karakter hasil buah per tanaman tetapi keragaan hibridanya tidak menunjukkan nilai tertinggi. Hibrida IPBC160 x IPBC291 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang tidak terbaik bahkan negatif tetapi keragaan hibridanya tertinggi untuk karakter hasil buah per tanaman. Hal ini diduga karena kedua tetua yang digunakan sudah memiliki keragaan hasil buah per tanaman yang baik sehingga meskipun nilai heterosis dan heterobeltiosis tidak terbaik tetap dapat menghasilkan keragaan hibrida yang terbaik. Perakitan varietas hibrida sering memanfaatkan fenomena heterosis dan heterobeltiosis. Disamping itu, keragaan tanaman juga merupakan faktor penting dalam menilai keunggulan varietas hibrida sehingga meskipun hibrida memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang yang terbaik tetapi tidak memiliki keragaan baik maka hibrida tersebut sulit dimanfaatkan sebagai varietas hibrida.

59 Tabel 17 Heterosis (MP) dan heterobeltiosis (HP) karakter vegetatif tanaman cabai rawit C. annuum Genotipe Tinggi tanaman (cm) Lebar tajuk (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) MP HP MP HP MP HP MP HP IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC Simpulan Hasil penelitian menghasilkan simpulan bahwa tidak ada interaksi antar gen dalam mengendalikan karakter buah dan vegetatif tanaman cabai rawit. Penampilan dari karakter yang diamati dipengaruhi ragam aditif dan non aditif kecuali hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, tinggi tanaman, lebar tajuk, panjang daun, dan lebar daun. Tingkat dominansi lebih mempengaruhi penampilan setiap karakter, kecuali karakter bobot per buah, panjang buah, diameter buah dan hasil buah per tanaman. Jumlah kelompok gen pengendali pada setiap karakter yang diamati berada antara satu sampai empat kelompok gen. Nilai heritabilitas arti luas (h 2 bs) dan sempit (h 2 ns) pada setiap karakter yang diamati termasuk dalam kategori tinggi sampai sempit. Nilai heterosis dan heterobeltiosis pada karakter buah cabai yang diamati berkisar antara % dan %, sedangkan karakter vegetatif tanaman berkisar antara % dan %.

60 46 5 DAYA GABUNG DAN KERAGAAN 30 HIBRIDA CABAI RAWIT SPESIES Capsicum annuum L. Abstrak Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh informasi daya gabung dan membandingkan F1 hasil persilangan dengan varietas hibrida cabai rawit komersil. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai April 2014 di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga Bogor. Percobaan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Nilai daya gabung dianalisis berdasarkan metode I Griffing. Keragaan hibrida dianalisis dengan uji lanjut Dunnett. Pengaruh ragam DGU dan DGK nyata pada semua karakter yang diamati, kecuali daya gabung khusus pada karakter panjang buah dan diameter buah. Program perakitan varietas galur murni dapat dikembangkan jika ragam DGU berpengaruh nyata dan genotipe memiliki nilai duga DGU yang baik. Program perakitan varietas hibrida dapat dilaksanakan jika ragam DGK berpengaruh nyata dan memiliki nilai duga DGK yang baik. Hasil analisis keragaan hibrida menunjukkan terdapat hibrida yang mempunyai karakter tidak berbeda nyata bahkan melebihi varietas pembanding terbaiknya sehingga berpotensi dilaksanakan pengujian lebih lanjut untuk memperoleh informasi dan preferensi konsumen. Beberapa hibrida yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah IPBC10 x IPBC174, IPBC174 x IPBC291, IPBC293 x IPBC174, IPBC174 x IPBC293, dan IPBC291 x IPBC293. Kata kunci: hibrida, preferensi konsumen, varietas unggul, varietas pembanding COMBINING ABILITY AND PERFORMANCE OF 30 HYBRIDS CHILI PEPPER Capsicum annuum L. SPECIES Abstract The purpose of the study was to determine and compare the F1 hybrids from crosses with comercial chili varieties. The study was conducted in September 2013 until April 2014 at the Leuwikopo Experimental Station IPB, Darmaga Bogor. Experiment was arranged in a randomized complete block design (RCBD) with single factor with three replications. Combining ability values were analyzed by using the Griffing method I. Performance of hybrid was further analyzed by Dunnett test. There were real influence of GCA and SCA variance on the observed character except for fruit length and fruit diameter character. Development of pure line varieties can be done if GCA variance have a significant effect and the chosen genotype has a good GCA value. Development of hybrid varieties can be done if SCA variance have significant effect and have a good SCA value. The results of hybrid variability analysis shows that the characters in hybrids were not significantly different from the commercial varieties, and there are even character that has exceeded the best check varieties values so that further testing to obtain potential information and consumer preferences can be done. Hybrids that have the potential to be further developed are IPBC10 x IPBC174, IPBC174 x IPBC291, IPBC293 x IPBC174, IPBC174 x IPBC293, IPBC10 x IPBC174, and IPBC291 x IPBC293. Key words: hybrid variability, preferences, superior, check varieties

61 47 Pendahuluan Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu spesies tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting di dunia (Bosland 1996). Cabai terdiri atas beberapa tipe berdasarkan ukuran buahnya, diantaranya adalah cabai rawit, cabai besar, cabai keriting, dan paprika (Berke 2000). Tanaman ini juga merupakan salah satu tanaman sayuran penting di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari luas pertanaman cabai di Indonesia yang mencapai 242 ribu ha pada tahun 2011, yang merupakan luasan terbesar pada komoditi sayuran. Namun, sering kali jumlah produksi cabai tidak mampu mencukupi kebutuhan permintaan pasar, sehingga menyebabkan tingginya harga cabai di pasaran. Harga cabai merah dan keriting terkadang mencapai Rp per kg, bahkan harga cabai rawit merah dapat mencapai Rp per kg pada bulan Agustus 2013 (Kementan 2013). Salah satu penyebab rendahnya produksi cabai adalah penggunaan varietas (benih) unggul cabai yang masih rendah sehingga menyebabkan produktivitasnya tidak optimal. Untuk memenuhi permintaan cabai yang semakin meningkat, berbagai usaha dalam meningkatkan produktivitas cabai sangat perlu dilaksanakan. Benih bermutu dari varietas unggul merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi di bidang pertanian, tidak terkecuali cabai. Benih berkualitas dihasilkan dari program pemuliaan tanaman yang banyak menekankan pada usaha meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Greenleaf (1986) menyatakan bahwa sasaran pemuliaan tanaman cabai adalah perbaikan daya hasil, karakter hortikultura dan ketahanan terhadap penyakit penting. Menurut Kirana (2006), perbaikan daya hasil cabai dapat ditempuh melalui persilangan antar varietas. Selain itu, program pemuliaan cabai juga diarahkan untuk mendapatkan varietas unggul berdaya hasil tinggi yang dapat diterima oleh petani serta mempunyai kualitas baik (Permadi dan Kusandriani 2006). Analisis dialel dapat dilakukan berdasarkan pendekatan Griffing. Analisis dialel dapat memberikan informasi mengenai kemampuan daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dari tetua yang digunakan. DGU adalah keragaan tetua dalam kombinasi silang tunggal dengan tetua lainnya, sedangkan DGK adalah hasil hibrida antar tetua (Singh and Chaudhary 1979). Syukur et al. (2012b) menyatakan bahwa syarat pokok pembentukan varietas hibrida komersil adalah harus lebih unggul dari varietas komersil yang sudah ada. Sehingga keragaan hibrida yang akan dirakit harus memiliki keunggulan baik dari segi kuantitas maupun kualitas dibandingkan varietas komersil yang sudah ada. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi daya gabung dan membandingkan F1 hasil persilangan dengan varietas hibrida komersil cabai rawit C. annuum. Waktu dan tempat Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan bulan September 2013 sampai Maret 2014 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Lahan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut, dan memiliki tipe tanah latosol.

62 48 Materi genetik Materi genetik yang digunakan untuk analisis daya gabung terdiri atas 30 F1 hasil persilangan dialel penuh (full diallel crosses) dan enam tetua hasil selfing, sedangkan untuk analisis keragaan hibrida cabai rawit menggunakan 30 F1 hasil persilangan dialel dan empat varietas hibrida komersil sebagai varietas pembanding yaitu: Santika, Bhaskara, Sonar, dan Nirmala. Pelaksanaan percobaan Kegiatan penelitian diawali dengan penyemaian benih. Benih disemai sebanyak 1 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Penyiraman dilaksanakan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemupukan dilaksanakan setelah bibit berumur 2 minggu setelah semai dengan periode satu minggu sekali menggunakan pupuk NPK (16:16:16) dengan dosis 10 g l -1 dan gandasil 2 g l -1 diaplikasikan dengan cara disiramkan pada pangkal bibit. Penyemprotan pestisida dilaksanakan jika terlihat gejala serangan hama dan penyakit pada persemaian. Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan penyemaian. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal (genotipe) dengan tiga ulangan. Tanaman cabai ditanam pada bedengan berukuran 5 m x 1 m yang ditutup mulsa plastik hitam perak (MPHP) dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm. Bibit dipindah ke lapang setelah berdaun 4-5 helai (berumur ± 5 minggu). Pemupukan dalam bentuk larutan NPK (16:16:16) 10 g l -1 dilaksanakan setiap seminggu sekali, masing-masing tanaman diberi 250 ml larutan pupuk. Penyemprotan pestisida dilaksanakan 1 minggu sekali menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% atau propineb dengan dosis 2 g l -1, insektisida profenofos dengan dosis 2 ml l -1. Pengendalian gulma dilaksanakan secara manual. Kegiatan pemanenan dilaksanakan pada kondisi buah sudah berwarna merah (masak) dan dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 8 kali panen. Pengamatan Pengamatan mengacu pada Descriptor for Capsicum (IPGRI 1995) meliputi: 1. Umur berbunga (HST), jumlah hari setelah tanam sampai 50% populasi tanaman setiap bedengan berbunga. 2. Umur panen (HST), 50% tanaman di dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama. 3. Panjang daun (cm), pengukuran dilaksanakan terhadap 10 daun dewasa pada percabangan ketiga setelah dikotomus. 4. Lebar daun (cm), pengukuran dilaksanakan terhadap 10 daun dewasa pada percabangan ketiga setelah dikotomus. 5. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi, pada 10 tanaman contoh setelah panen pertama. 6. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus, pada 10 tanaman contoh setelah panen pertama. 7. Lebar tajuk, diukur tajuk terlebar pada 10 tanaman contoh setelah panen kedua. 8. Panjang buah (cm), diukur dari pangkal sampai ujung buah pada panen kedua.

63 9. Diameter buah (mm), diukur pada bagian buah yang paling besar, pada panen kedua menggunakan jangka sorong. 10. Bobot per buah (g), ditimbang per buah dari 10 buah pada panen kedua. 11. Jumlah buah per tanaman, dihitung jumlah buah dari 8 kali panen. 12. Hasil buah per tanaman (g), ditimbang semua buah pada setiap panen selama 8 kali panen. Untuk pengamatan karakter nomor 8-10, dilakukan pada 10 buah contoh setiap genotipe per ulangan. Analisis Data Daya gabung (Metode 1 Griffing) Pendugaan nilai daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) serta pengaruh resiprokal genotipe yang diuji, dilakukan berdasarkan analisis dialel penuh Metode I Griffing (Singh dan Chaudhary 1979) sebagai berikut: 1. Analisis ragam Perhitungan analisis ragam dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Hayman. Analisis dilanjutkan bila kuadrat tengah genotipe menunjukkan hasil yang berbeda nyata. 2. Analisis daya gabung Model statistika yang digunakan adalah : 49 Yij = m + gi + gj + sij + rij + 1/bc ΣΣeijkl Keterangan : Yij : nilai tengah genotipe i j m : nilai tengah umum gi : daya gabung umum (DGU) tetua ke-i gj : daya gabung umum (DGU) tetua ke-j sij : pengaruh daya gabung khusus (DGK) rij : pengaruh resiprokal 1/bc ΣΣeijkl : nilai tengah pengaruh galat Komponen ragam untuk daya gabung disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Komponen analisis ragam untuk daya gabung menggunakan metode I Griffing Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah KT harapan Daya gabung umum p-1 KT u 2 e + (2(n-1) 2 /n) 2 k + 2n 2 u Daya gabung khusus ½ p(p-1) KT k 2 e + (2(n 2 -n+1) 2 /n 2 ) 2 k Resiprokal ½ p(p-1) KT e 2 e r Galat (p 2-1)(n-1) KT e 2 e Keterangan: p = jumlah tetua; n = jumlah ulangan; KTu = kuadrat tengah DGU; KTk = kuadrat tengah DGK; KTr = kuadrat tengah resiprokal; KTe = kuadrat tengah galat; 2 = ragam Pengaruh daya gabung umum (gi) = ½n(Yi. +Y.j) 1/n 2 Y.. Keterangan : gi : nilai daya gabung umum

64 50 Yi. : jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-i Y.j : jumlah nilai tengah selfing genotipe ke-j Y.. : total nilai tengah genotipe Pengaruh daya gabung khusus (sij) = ½(Yi +Yji) ½n (Yi.+Y.j+Yj.+Y.j)+1/n 2 Y.. Keterangan : sij : nilai daya gabung khusus Yij : nilai tengah genotipe i j Yji : nilai tengah genotipe j i Yi. : jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-i Y.j : jumlah nilai tengah selfing genotipe ke-j Yj. : jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-j Y.. : total nilai tengah genotipe Pengaruh resiprokal (rij) = ½(Yij Yji) Keterangan: rij : pengaruh resiprokal Yij : nilai tengah genotipe i j Yji : nilai tengah genotipe j i Ada-tidaknya pengaruh resiprokal diindikasikan nilai Yij = Yji 3. Ragam dan galat baku Dihitung ragam DGU (Var (gi)), ragam DGK (Var (sij)), dan ragam resiprokal (Var (rij)), serta nilai galat baku ragam-ragam tersebut. Critical Difference (CD) untuk nilai DGU dihitung dengan menggunakan Var (gi-gj) dengan rumus: CD DGU = var (gi gj) x t 5% = { 1 n σ2 E} x t 5% Keterangan: 1. Jika selisih nilai DGU tetua satu dengan DGU tetua lainnya < nilai CD DGU maka tetua tersebut memiliki nilai DGU yang tidak berbeda nyata. 2. Jika selisih nilai DGU tetua satu dengan DGU tetua lainnya > nilai CD DGU maka tetua tersebut memiliki nilai DGU yang berbeda nyata. Keragaan 30 F1 hasil persilangan dialel dan 4 varietas pembanding Analisis data dilaksanakan dengan menggunakan SAS 9. Perbedaan antar genotipe diuji menggunakan uji F pada taraf 5%, bila terdapat perbedaan yang nyata maka untuk mengetahui genotipe hibrida yang berpenampilan baik daripada varietas pembanding dilanjutkan dengan uji lanjut Dunnett taraf 5%. Sidik ragam (Tabel 19) yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2006).

65 51 Tabel 19 Sumber keragaman dan nilai harapan Sumber keragaman db JK KT F-hitung Ulangan r-1 JKu JKu/(r-1) KTu/KTe Genotipe g-1 JKg JKg/(g-1) KTg/KTe Galat (r-1)(g-1) JKe JKe/(r-1)(g-1) Total gr-1 JKt Keterangan: r = jumlah ulangan; g = jumlah genotipe; JKu = jumlah kuadrat ulangan; JKg = jumlah kuadrat genotipe; JKe = jumlah kuadrat galat; KTu = kuadrat tengah ulangan; KTg = kuadrat tengah genotipe; KTe = kuadrat tengah galat. Model linier dalam analisis ragam berdasarkan Gomez dan Gomez (1995) sebagai berikut: Yij = π + αi + βj + εij Keterangan : Y ij = nilai fenotipe pada perlakuan ke- i dan kelompok ke- j π = nilai tengah umum α i = pengaruh genotipe ke-i (1, 2, 3,..., 34) β j = pengaruh kelompok ke-j (1, 2, 3) ε ij = galat percobaan Uji lanjut pada perlakuan yang berbeda nyata dilaksanakan dengan uji Dunnett pada taraf 5% (Gomez dan Gomez 1995) dengan rumus sebagai berikut: D = t Dunnett x S Y i Yj ; S Y i Yj = 2KT E r Keterangan : D = nilai beda perlakuan Dunnett antara pembanding dengan perlakuan t Dunnett = nilai tabel t Dunnett S Y i Yj = beda dua nilai tengah Daya Gabung Hasil dan Pembahasan Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata antar genotipe pada semua karakter buah cabai rawit (Tabel 10) sedangkan pada karakter vegetatif tanaman ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, lebar tajuk, panjang daun, dan lebar daun (Tabel 11). Pandugaan daya gabung dapat dilakukan jika terdapat perbedaan yang nyata antar genotipe berdasarkan uji F terhadap karakter yang diamati (Singh dan Chaudhary 1979). Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan daya gabung dilakukan pada karakter yang menunjukkan perbedaan yang nyata. Informasi yang diperoleh dari pendugaan daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) sangat penting dalam suatu program pemuliaan tanaman cabai. Menurut Sujiprihati (1996), bahwa informasi yang dihasilkan dari pengujian DGU dan DGK berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan yang sesuai dalam upaya perbaikan sifat-sifat yang diinginkan pada tanaman tersebut. Hasil analisis menunjukkan pengaruh ragam daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) nyata pada semua karakter yang diamati, kecuali daya

66 52 gabung khusus pada karakter panjang buah dan diameter buah (Tabel 20-21). Hal ini mengindikasikan bahwa ragam aditif maupun ragam dominan berpengaruh terhadap karakter buah dan vegetatif pada tanaman cabai rawit C. annuum. Genotipe IPBC174 dan IPBC291 merupakan tetua yang memiliki panjang buah lebih panjang, diameter buah lebih besar, bobot per buah lebih berat dan jumlah buah per tanaman lebih sedikit dibandingkan genotipe IPBC10, IPBC145, IPBC160 dan IPBC293. Persilangan genotipe yang memiliki bobot per buah lebih berat dan ukuran buah lebih besar (IPBC174 dan IPBC291) dengan IPBC10, IPBC145, IPBC160 dan IPBC293 diharapkan akan mendapatkan turunan yang memiliki bobot per buah yang berat, ukuran buah lebih besar, jumlah buah yang banyak agar hasil buah per tanaman tinggi. Tabel 20 Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal dan nilai koefisien keragaman karakter buah cabai rawit Kuadrat tengah Sumber db Hasil buah Jumlah buah Bobot Panjang Diameter keragaman per tanaman per tanaman per buah buah buah DGU ** * 1.64 ** 2.35 ** 1.95 ** DGK ** ** 0.08 ** 0.14 tn 0.14 tn Resiprokal tn ** 0.08 ** 0.22 * 0.12 tn Galat KK (%) Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak berbeda nyata Tabel 21 Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal dan nilai koefisien keragaman karakter vegetatif tanaman cabai rawit Sumber Kuadrat tengah db keragaman Tinggi tanaman Lebar tajuk Panjang daun Lebar daun DGU ** * 1.58 ** 0.37 ** DGK ** ** 0.29 * 0.09 ** Resiprokal tn tn 0.21 tn 0.06 * Galat KK (%) Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak berbeda nyata Nilai DGU karakter hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah disajikan pada Tabel 22. Tetua yang memiliki panjang buah lebih panjang, diameter buah lebih besar, bobot per buah lebih berat (IPBC174 dan IPBC291) diketahui memiliki nilai DGU positif untuk karakter panjang buah, diameter buah dan bobot per buah sedangkan tetua IPBC10, IPBC145, IPBC160 dan IPBC293 memiliki DGU negatif (kecuali IPBC293 pada karakter diameter buah). Hal ini menunjukkan persilangan antar tetua yang memiliki panjang buah lebih panjang, diameter buah lebih besar dan bobot per buah lebih berat (IPBC174 dan IPBC291) akan menghasilkan turunan yang memiliki panjang buah lebih panjang, diameter buah lebih besar dan bobot per buah lebih berat, sebaliknya persilangan antar tetua yang memiliki panjang buah lebih pendek, diameter buah lebih kecil dan bobot per buah lebih ringan (IPBC10, IPBC145, IPBC160 dan IPBC293) akan menghasilkan turunan yang memiliki panjang buah lebih pendek, diameter buah lebih kecil dan bobot per buah lebih ringan. Tetua yang

67 memiliki DGU terbaik untuk panjang buah, diameter buah dan bobot per buah adalah IPBC174. Nilai DGU positif untuk karakter jumlah buah per tanaman adalah IPBC145, IPBC10 dan IPBC160. Nilai duga DGU positif dan terbaik pada karakter tinggi tanaman ditunjukkan oleh genotipe IPBC10 dan IPBC174, lebar tajuk oleh genotipe IPBC291 dan IPBC10, panjang daun oleh genotipe IPBC174, sedangkan lebar daun IPBC10 dan IPBC174 (Tabel 23). Menurut Malik et al. (2004) genotipe yang memiliki nilai DGU tinggi dapat digunakan sebagai tetua penyusun varietas sintetik (synthetic variety). Tabel 22 Daya gabung umum karakter buah cabai rawit C. annuum Karakter Genotipe Hasil buah Jumlah buah Bobot per Panjang Diameter per tanaman per tanaman buah buah buah IPBC bcd 5.94 ab de cd de IPBC bcde 7.78 a de cde de IPBC bcde 1.69 abc de cde c IPBC a cd 0.67 a 0.75 a 0.51 a IPBC b d 0.14 b 0.27 b 0.36 ab IPBC bc bcd c cd 0.20 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji critical difference 5% Tabel 23 Daya gabung umum karakter vegetatif tanaman cabai rawit C. annuum Genotipe Karakter Tinggi tanaman Lebar tajuk Panjang daun Lebar daun IPBC a 1.20 ab bc 0.27 a IPBC d 0.92 abc bcde cde IPBC de 0.40 abcd bcde c IPBC ab e 0.66 a 0.17 ab IPBC bc 1.54 a 0.10 b cd IPBC bc abcd bcd cde Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji critical difference 5% Daya gabung umum (DGU) yang memiliki nilai besar dan positif menunjukkan tetua tersebut mempunyai daya gabung baik, sebaliknya nilai DGU yang negatif menunjukkan tetua tersebut mempunyai daya gabung yang lebih rendah dengan tetua lainnya. Persilangan yang baik layaknya dihasilkan dari tetua yang memiliki nilai DGU tinggi (Iriany et al. 2011) khusus untuk karakter hasil dan komponen hasil. Berbeda halnya jika karakter yang diamati berupa karakter yang berlawanan seperti intensitas panyakit maka nilai DGU rendah yang diharapkan. Perbaikan karakter berdasarkan nilai DGU dapat dilakukan pada generasi lanjut. Hal ini disebabkan gen-gen yang berpengaruh positif pada karakter tersebut akan mengumpul pada generasi lanjut. Genotipe IPBC174 merupakan tetua yang memiliki nilai DGU tinggi untuk karakter hasil buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, diameter buah dan panjang daun sehingga genotipe tersebut berpotensi sebagai tetua dalam perakitan varietas galur murni yang memiliki hasil buah per tanaman yang tinggi, bobot per buah yang berat, panjang buah yang panjang, diameter buah yang besar dan panjang daun yang panjang. Genotipe IPBC145 merupakan tetua yang memiliki nilai DGU tinggi untuk karakter jumlah 53

68 54 buah per tanaman sehingga genotipe tersebut dapat menjadi kandidat tetua dalam perakitan varietas galur murni dengan jumlah buah per tanaman yang banyak. Genotipe IPBC10 merupakan tetua yang memiliki nilai DGU tinggi untuk tinggi tanaman dan lebar daun sedangkan genotipe IPBC291 merupakan tetua yang memiliki nilai DGU tinggi untuk karakter lebar tajuk. Tabel 24 Nilai daya gabung khusus karakter buah cabai rawit C. annuum Karakter Genotipe Hasil buah per tanaman Jumlah buah per tanaman Bobot per buah Panjang buah Diameter buah IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC Nilai DGK tinggi umumnya diperoleh dari tetua yang memiliki nilai DGU tinggi (Sujiprihati et al. 2007; Iriany et al. 2011). Hasil percobaan menunjukkan tidak semua kombinasi persilangan antara tetua yang memiliki DGU positif dengan tetua yang memiliki DGU positif akan menghasilkan turunan DGK tinggi dan positif, tetapi ada kombinasi persilangan yang salah satu tetua DGU positif dan DGU negatif menghasilkan turunan DGK yang tinggi dan positif yaitu IPBC174 x IPBC10 (DGU positif x DGU negatif) untuk karakter panjang buah, diameter buah dan panjang daun, dan IPBC160 x IPBC291 (DGU negatif x DGU positif) untuk karakter hasil buah per tanaman. Nilai DGK tinggi untuk karakter bobot per buah yaitu IPBC10 x IPBC293 (DGU rendah x DGU rendah), selanjutnya karakter lebar daun adalah IPBC293 x IPBC291 (DGU negatif x DGU negatif) (Tabel 24-25). Hasil penelitian ini sama dengan yang dilaporkan Saputra (2013) bahwa nilai DGK

69 tertinggi untuk karakter hasil buah per tanaman terdapat pada kombinasi persilangan DGU negatif x DGU positif. Fenomena ini diduga sebagai akibat gengen menguntungkan pada suatu genotipe dapat menutupi gen-gen yang merugikan pada genotipe pasangannya dan mampu bergabung dengan baik (Iriany et al. 2011). Pengaruh DGK yang nyata pada karakter hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, tinggi tanaman, lebar tajuk, panjang daun dan lebar daun menandakan minimal terdapat satu kombinasi persilangan yang terbaik yang dapat direkomendasikan sebagai varietas hibrida. Nilai DGK terbaik untuk karakter hasil buah per tanaman dan jumlah buah per tanaman terdapat pada hibrida IPBC160 x IPBC291. Hibrida yang memiliki nilai DGK terbaik untuk karakter bobot per buah, panjang buah, diameter buah, tinggi tanaman, lebar tajuk dan panjang daun adalah IPBC174 x IPBC10. Nilai DGK terbaik untuk lebar daun adalah IPBC293 X IPBC174 dan IPBC293 x IPBC291 (Tabel 24-25). Hal ini menunjukkan tidak ada satu pun hibrida yang memiliki nilai DGK terbaik untuk semua karakter. Tabel 25 Nilai daya gabung khusus karakter vegetatif tanaman cabai rawit C. annuum Genotipe Karakter Tinggi tanaman Lebar tajuk Panjang daun Lebar daun IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC10 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC145 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC160 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC174 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC291 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC IPBC293 x IPBC

70 56 Keragaan 30 F1 Hasil Persilangan Dialel dan Empat Varietas Pembanding Varietas hibrida adalah generasi pertama (F1) dari suatu persilangan antara tetua galur murni dengan genetik yang berbeda. Varietas hibrida dihasilkan melalui tiga tahap yaitu: 1) mengembangkan galur murni, 2) menyilangkan sepasang galur murni yang tidak berkerabat (unrelated inbred lines) untuk menghasilkan hibrida F1 silang tunggal dengan lokus-lokus heterozigot, dan 3) memproduksi benih F1 silang tunggal untuk disebarkan (Sleper dan Poehlman 2006). Pemanfaatan varietas hibrida pada awalnya berkembang untuk tanaman jagung dengan ditemukannya fenomena heterosis (Sleper dan Poehlman 2006; Syukur et al. 2012a). Keragaan tanaman cabai rawit hibrida menjadi indikator dalam menilai suatu hibrida berdaya hasil tinggi. Genotipe berpengaruh sangat nyata pada karakter buah yaitu: hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah (Tabel 26) dan karakter vegetatif tanaman yaitu: tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun (Tabel 27). Tabel 26 Kuadrat tengah karakter buah cabai rawit Kuadrat tengah karakter Sumber db Hasil buah per Jumlah buah Bobot per Panjang Diameter keragaman tanaman (g tan -1 ) per tanaman buah (g) buah (cm) buah (mm) Ulangan tn tn 0.27 ** 0.45 tn 0.06 ** Genotipe ** * 0.70 ** 1.27 ** 0.01 ** Galat Keterangan: * = berpengaruh nyata pada α 0.05, ** = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Tabel 27 Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman cabai rawit Sumber Kuadrat tengah karakter db keragaman Tinggi tanaman (cm) Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Ulangan ** 8.81 ** 0.65 ** Genotipe ** 1.31 ** 0.32 ** Galat Keterangan: * = berpengaruh nyata pada α 0.05, ** = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Komponen hasil cabai rawit mencakup hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah. Nilai tengah peubah bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah hibrida cabai rawit spesies C. annuum disajikan pada Tabel 28. Karakter hasil buah per tanaman yang diuji berkisar antara g tanaman -1, sedangkan untuk pembanding berkisar antara g tanaman - 1. Hibrida IPBC145 x IPBC174, IPBC160 x IPBC291, dan IPBC293 x IPBC174 memiliki hasil buah per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas Sonar dan Nirmala. Selanjutnya, karakter jumlah buah per tanaman yang diuji berkisar antara buah per tanaman, sedangkan untuk pembanding berkisar antara buah per tanaman, namun semua hibrida yang diuji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas pembanding (Tabel 28). Ahmed et al. (1997) menyatakan komponen hasil yang paling penting adalah jumlah buah per tanaman dan hasil buah per tanaman. Jumlah buah per tanaman dan hasil buah per tanaman berkorelasi positif dan berpengaruh secara langsung terhadap produktivitas cabai. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk peningkatan hasil dapat ditempuh dengan meningkatkan jumlah buah per tanaman. Menurut

71 Daryanto (2009) semakin banyak jumlah buah yang dihasilkan dari suatu tanaman, maka produksi total yang dihasilkannya akan semakin besar. Kirana dan Sofiari (2007) juga menyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi total per tanaman, dapat dilaksanakan dengan meningkatkan jumlah buah per tanaman. 57 Tabel 28 Nilai tengah karakter hasil buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah hibrida cabai Karakter Genotipe Hasil buah Jumlah buah Bobot per Panjang Diameter per tanaman per tanaman buah buah buah IPB C10 x IPB C b IPB C10 x IPB C b IPB C10 x IPB C acd 6.43 acd 0.97 IPB C10 x IPB C IPB C10 x IPB C IPB C145 x IPB C b 4.07 b 0.80 b IPB C145 x IPB C b 3.90 b 0.82 b IPB C145 x IPB C cd acd 5.65 ad 0.90 IPB C145 x IPB C IPB C145 x IPB C IPB C160 x IPB C b 4.15 b 0.80 b IPB C160 x IPB C b 4.16 b 0.82 b IPB C160 x IPB C ad IPB C160 x IPB C cd ad 5.40 a 0.93 IPB C160 x IPB C b IPB C174 x IPB C IPB C174 x IPB C acd 5.38 a 0.90 IPB C174 x IPB C acd 5.64 ad 1.00 d IPB C174 x IPB C acd 5.70 ad 0.95 IPB C174 x IPB C abcd 6.04 acd 1.00 d IPB C291 x IPB C acd 5.55 ad 0.97 IPB C291 x IPB C IPB C291 x IPB C IPB C291 x IPB C acd 5.22 a 0.91 IPB C291 x IPB C ad 5.28 a 1.01 d IPB C293 x IPB C IPB C293 x IPB C IPB C293 x IPB C IPB C293 x IPB C cd acd 5.31 a 0.98 d IPB C293 x IPB C d Santika (a) Bhaskara (b) Sonar (c) Nirmala (d) Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d pada kolom yang sama berturut-turut berbeda nyata dengan Santika, Bhaskara, Sonar dan Nirmala berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5%.

72 58 Karakter bobot per buah berkisar antara g, sedangkan pembanding g. Hibrida yang memiliki bobot per buah lebih berat dari keempat hibrida pembanding (Santika, Bhaskara, Sonar dan Nirmala) adalah IPBC174 x IPBC293. Hibrida IPBC10 x IPBC174, IPBC145 x IPBC174, IPBC174 x IPB145, IPBC174 x IPBC160, IPBC174 x IPBC291, IPBC291 x IPBC10, IPBC291 x IPBC174 dan IPBC293 x IPB174 memiliki bobot per buah lebih berat dari varietas Santika, Sonar dan Nirmala (Tabel 28). Karakter tinggi tanaman merupakan suatu respon untuk mendapatkan cahaya. Tinggi tanaman setiap genotipe dikendalikan oleh faktor genetik, selain dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan. Setiap genotipe memiliki tinggi tanaman yang berbeda. Hibrida IPBC10 x IPBC174 memiliki nilai tengah tinggi tanaman terbesar dibandingkan varietas Santika. Hibrida IPBC145 x IPBC160 dan IPBC291 x IPBC145 memiliki nilai tengah tinggi tanaman yang lebih kecil dibandingkan varietas Nirmala (Tabel 29). Karakter tinggi tanaman memiliki arti penting dalam posisi buah terhadap permukaan tanah. Kirana dan Sofiari (2007) menyatakan bahwa karakter tinggi tanaman pada cabai berhubungan dengan ketahanan terhadap penyakit antraknosa. Buah dari tanaman yang lebih tinggi dan tidak menyentuh tanah dapat mengurangi percikan air ke buah dari tanah yang merupakan salah satu sumber infeksi jamur. Daun merupakan organ utama untuk menyerap cahaya dan melakukan fotosintesis tanaman. Daun berfungsi sebagai organ yang menghasilkan asimilat (source) yang akan ditranslokasikan ke organ tanaman lainnya (sink). Semakin panjang dan lebar daun maka semakin luas permukaan daun untuk melakukan proses fotosintesis. Di samping itu, permukaan daun yang luas sebanding dengan kebutuhan ruang tumbuh tanaman yang lebih besar agar daun tidak saling tumpang tindih, sehingga pemanfaatan cahaya matahari untuk fotosintesis lebih optimal. Berdasarkan nilai tengah panjang daun hibrida IPBC174 x IPBC291, IPBC291 x IPBC174, dan IPBC291 x IPBC293 memiliki panjang daun yang lebih panjang dibandingkan varietas Santika dan Nirmala, selanjutnya hibrida IPBC145 x IPBC160, IPBC145 x IPBC293, dan IPBC291 dan IPBC145 memiliki panjang daun yang berbeda lebih pendek dengan varietas pembanding Bhaskara (Tabel 29). Hibrida hasil persilangan memiliki lebar daun yang lebih lebar dari varietas Nirmala adalah IPBC10 x IPBC145, IPBC10 x IPBC174, IPBC174 x IPBC291, IPBC174 x IPBC293, IPBC291 x IPBC174 dan IPBC291 x IPBC293. Hibrida IPBC145 x IPBC160, IPBC145 x IPBC293, IPBC293 x IPBC145 memiliki lebar daun yang lebih pendek dibandingkan varietas Sonar. Hibrida IPBC291 x IPBC145 memiliki lebar daun yang lebih pendek dibandingkan varietas Bhaskara dan Sonar (Tabel 29). Panjang daun dan lebar daun menentukan luas areal efektif daun yang berfungsi sebagai tempat fotosintesis. Menurut Brown (1984), permukaan daun menerima cahaya dan menyerap karbon dioksida selama proses fotosintesis berlangsung. Dengan demikian, semakin luas permukaan daun diharapkan laju fotosintesis yang terjadi akan semakin besar. Amrullah (2000) juga menyatakan bahwa ukuran dan jumlah daun berkorelasi positif dengan kandungan klorofil.

73 59 Tabel 29 Nilai tengah karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun hibrida cabai Genotipe Karakter Tinggi tanaman Panjang daun Lebar daun IPB C10 x IPB C a IPB C10 x IPB C IPB C10 x IPB C a d IPB C10 x IPB C IPB C10 x IPB C IPB C145 x IPB C IPB C145 x IPB C d 6.03 b 2.40 c IPB C145 x IPB C IPB C145 x IPB C IPB C145 x IPB C b 2.37 c IPB C160 x IPB C IPB C160 x IPB C IPB C160 x IPB C IPB C160 x IPB C IPB C160 x IPB C IPB C174 x IPB C IPB C174 x IPB C IPB C174 x IPB C IPB C174 x IPB C ad 3.47 d IPB C174 x IPB C d IPB C291 x IPB C IPB C291 x IPB C d 5.93 b 2.23 bc IPB C291 x IPB C IPB C291 x IPB C ad 3.30 d IPB C291 x IPB C ad 3.27 d IPB C293 x IPB C IPB C293 x IPB C c IPB C293 x IPB C IPB C293 x IPB C IPB C293 x IPB C Santika (a) Bhaskara (b) Sonar (c) Nirmala (d) Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d pada kolom yang sama berturut-turut berbeda nyata dengan Santika, Bhaskara, Sonar dan Nirmala berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5%.

74 60 Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh ragam DGU dan DGK nyata pada semua karakter yang diamati, kecuali daya gabung khusus pada karakter panjang buah dan diameter buah. Program perakitan varietas galur murni dapat dikembangkan jika ragam DGU berpengaruh nyata dan genotipe memiliki nilai nilai duga DGU yang baik. Program perakitan varietas hibrida dapat dilaksanakan jika ragam DGK berpengaruh nyata dan memiliki nilai duga DGK yang baik. Hasil analisis keragaan hibrida menunjukkan terdapat hibrida yang mempunyai karakter tidak berbeda nyata bahkan melebihi varietas pembanding terbaiknya sehingga berpotensi dilaksanakan pengujian lebih lanjut untuk memperoleh informasi dan preferensi konsumen. Beberapa hibrida yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah IPBC10 x IPBC174, IPBC174 x IPBC291, IPBC293 x IPBC174, IPBC174 x IPBC293, dan IPBC291 x IPBC293.

75 61 6 PEMBAHASAN UMUM Penanaman cabai di lapangan dilaksanakan pada bulan Januari 2013 hingga Maret Lokasi penanaman terletak di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Lahan penelitian merupakan lahan dengan jenis tanah latosol yang telah terus menerus digunakan untuk penanaman cabai yang mengakibatkan ph tanah turun, sehingga sebelum dilakukan penanaman diberikan kapur sebanyak 0.5 kg per meter persegi. Penanaman dilakukan pada musim hujan dengan curah hujan berada pada kisaran mm bulan -1. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari 2014 (702 mm bulan -1 ) sedangkan curah hujan terendah pada bulan November 2013 (187 mm bulan -1 ). Suhu di sekitar lapang berkisar C dan kelembaban udara antara 78-89% (BMKG 2014). Kegiatan transplating bibit cabai dilakukan pada musim penghujan dengan kondisi lapangan memiliki kelembapan yang cukup tinggi. Kondisi ini merupakan kondisi optimum untuk hama dan penyakit tanaman tumbuh dan berkembang. Musim hujan mengakibatkan tanaman cabai lebih banyak terserang penyakit dibandingkan terserang hama (Prasath et al. 2007). Beberapa penyakit yang banyak ditemukan pada lahan penelitian adalah layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp. capsici, layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum (E.F.) Sm., penyakit kuning yang disebabkan virus Begomovirus dengan vektor kutu kebul (Bemisia tabaci), dan antraknosa yang disebabkan cendawan Colletotrichum spp. Serangan layu fusarium dan layu bakteri dikarenakan perubahan cuaca yang tidak menentu ditambah kelembapan udara yang tinggi yaitu dapat mencapai 89% pada bulan Januari Kelembapan udara yang tinggi tersebut dapat meningkatkan penyebaran dan perkembangan penyakit tanaman. Cabai merupakan salah satu komoditi sayuran yang dikonsumsi segar oleh sebagian masyarakat Indonesia. Cabai dapat dibedakan berdasarkan tipe ukurannya menjadi besar, keriting dan rawit (Berke 2000). Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian tipe cabai yang memiliki produktivitas yang lebih tinggi adalah tipe cabai besar, selanjutnya baru diikuti tipe cabai keriting dan rawit. Cabai besar memiliki bobot buah sekitar 16 g buah -1, sedangkan cabai keriting memiliki bobot buah sekitar 4 g buah -1, sementara itu cabai rawit hanya memiliki bobot buah sekitar 1.4 g buah -1. Cabai besar sangat mengungguli cabai tipe lainnya berdasarkan data bobot buah, sedangkan berdasarkan jumlah buah cabai rawit umumnya memiliki jumlah yang lebih banyak dari pada tipe cabai lainnya, diikuti oleh cabai keriting dan terakhir cabai besar. Akan tetapi cabai besar tetapi menggungguli cabai tipe lainnya jika dikonfersikan kedalam bobot buah per tanaman. Menurut Syukur et al (2010b) kondisi ini membuat perlu dilaksanakan pengembangan dan pembentukan cabai tipe baru dengan memiliki keunggulan gabungan dari karakter beberapa tipe cabai, yaitu dengan ukuran buah yang besar dan jumlah buah yang juga banyak. Komoditi hortikultura yang dikonsumsi segar harus memenuhi preferensi konsumen (Syukur et al. 2012b). Konsumen cabai di Indonesia memiliki kriteria khusus dalam mengkonsumsi tipe cabai. Tidak semua masyarakat Indonesia mengkonsumsi cabai tipe besar, keriting atau rawit secara rutin. Masyarakat yang berdomisili di Jawa Barat umumnya menggunakan cabai tipe besar sebagai sumber

76 62 warna merah pada masakan dan menggunakan tipe cabai rawit sebagai sumber kepedasan pada masakan. Oleh karena itu, tipe cabai yang berkembang dan ditanam oleh petani di sekitar Jawa Barat adalah tipe cabai besar yang tidak pedas dan tipe cabai rawit sebagai sumber kepedasan. Kondisi yang berbeda terjadi pada masyarakat yang berdomisili di Sumatera Barat, umumnya mereka mengkonsumsi dan menggunakan cabai tipe keriting sebagai sumber warna merah atau hijau dan sumber kepedasan pada masakan. Oleh karena itu umumnya tipe cabai yang berkembang dan ditanam oleh petani di Sumatera Barat adalah tipe cabai keriting dengan kepedasan tertentu. Kegiatan pemuliaan tanaman cabai diarahkan pada peningkatan daya hasil dengan karakteristik buah tertentu. Pembentukan cabai rawit dengan jumlah buah banyak dan ukuran buah tertentu merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas cabai secara nasional. Peningkatan daya hasil merupakan sasaran utama dalam setiap program pemuliaan tanaman. Oleh karena itu menurut Poehlman dan Sleeper (1995) rangkaian kegiatan pemuliaan tanaman perlu dilakukan. Umumnya diawali dengan identifikasi galur-galur potensial yang dapat dijadikan sebagai sumber pembentuk keragaman baru yang diharapkan. Penyerbukan silang buatan pada tanaman cabai umumnya masih mudah dilakukan jika masih dalam satu spesies. Namun, jika penyerbukan silang buatan dilakukan antar spesies, maka umumnya persilangan akan mengalami hambatan. Hambatan yang sering terjadi diantaranya adalah sulit terjadi fertilisasi dan jika fertilisasi berhasil, maka tanaman tersebut akan steril (Greenleaf 1986). Capsicum annuum dan C. frutescens memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu 2n=2x=24, namun ada perbedaan dalam susunan, bentuk, ukuran kariotipe dan komposisi gengennya. Sastrosumardjo dan Syukur (2013) menyatakan bahwa jumlah kromosom merupakan ciri yang biasa digunakan dalam mengidentifikasi suatu spesies tanaman secara genetik. Makin jauh hubungan kekerabatan suatu organisme, makin besar kemungkinan perbedaan jumlah, bentuk, dan susunan kromosomnya. Sehingga karakterisasi/identifikasi diperlukan sebagai langkah awal dalam kegiatan pemuliaan, apakah tanaman/genotipe tersebut dalam satu spesies atau beda spesies. Langkah awal upaya pemuliaan adalah karakterisasi genotipe-genotipe cabai rawit (C. annuum atau C. frutescens) untuk dilaksanakan langkah pemuliaan selanjutnya. Kegiatan karakterisasi dilaksanakan dengan menanam 21 genotipe cabai rawit yang tiga diantaranya sudah diketahui sebagai C. annuum dan C. frutescens. Penanaman dilaksanakan di lapangan untuk karakterisasi morfologi dan di polibag untuk daya silang (crossability). Karakterisasi ini bertujuan untuk mengelompokkan cabai rawit (C. annuum atau C. frutescens) berdasarkan daya silang dan karakter morfologi. Berdasarkan kemampuan daya silang yang ditentukan dengan menghitung persentase keberhasilan persilangan dan kondisi benih hasil persilangannya (fertil/steril). Jika hasil persilangannya rendah dan kondisi benih nya tidak dapat berkecambah, maka diduga sebagai hasil persilangan antar spesies. Hasil data karakterisasi secara morfologi dianalisis berdasarkan analisis gerombol dan analisis komponen utama yang menghasilkan dua kelompok yang mengelompok ke genotipe IPBC10 dan IPBC145 sebagai kelompok spesies C. annuum dan mengelompok ke genotipe IPBC295 sebagai kelompok spesies C. frutescens. Beberapa genotipe cabai rawit spesies C. annuum terpilih dari hasil karakterisasi secara biologi (daya silang) dan karakter morfologi (analisis gerombol

77 dan analisis komponen utama) dilanjutkan untuk kegiatan hibridisasi. Genotipe tersebut digunakan sebagai tetua dalam pembentukan populasi F1 melalui metode persilangan dialel penuh (full diallel). Seluruh kombinasi persilangan ditanam untuk membangkitkan informasi pewarisan sifat dan nilai daya gabung tetua pada setiap karakter yang diamati. Informasi pewarisan karakter hasil dan komponennya akan membuat kegiatan seleksi berjalan efektif. Informasi ragam aditif dan ragam dominan dapat digunakan untuk menduga arah pengembangan varietas. Menurut Hayman (1954) interaksi gen, pengaruh ragam aditif dan non aditif, proporsi gen dominan terhadap gen resesif dan jumlah gen pengendali sangat penting untuk mengetahui aksi gen dalam mengekspresikan suatu karakter. Program perakitan varietas galur murni dapat dikembangkan jika ragam DGU berpengaruh nyata dan genotipe memiliki nilai duga DGU yang baik. Genotipe IPBC174 merupakan genotipe dengan nilai DGU yang baik pada beberapa karakter yang diamati sehingga genotipe ini dapat berpotensi baik untuk dikembangkan menjadi varietas galur murni. Program perakitan varietas hibrida dapat dilakukan jika ragam DGK berpengaruh nyata dan memiliki nilai duga DGK yang baik pada karakter tertentu. Selain itu, informasi keragaan hibrida terbaik pada setiap karakter juga dapat membantu dalam pemilihan kombinasi persilangan yang akan dikembangkan lebih lanjut. Nilai heterosis yang didukung dengan keragaan yang baik dapat menjadi tolok ukur/pertimbangan dalam menentukan suatu calon hibrida. Akan tetapi juga harus diperhatikan bahwa menurut Yustiana (2013) nilai heterosis seringkali tidak berarti jika penampilan karakter belum mencapai tujuan yang diinginkan. Pemilihan hibrida terbaik selalu memperhatikan nilai duga DGK, nilai heterosis, dan nilai tengah suatu karakter yang diinginkan. Pada penelitian ini terlihat bahwa nilai duga DGK tidak selalu sebanding dengan nilai heterosis yang diperoleh. Kondisi ini memungkinkan terjadi karena nilai DGK diduga dari nilai tengah suatu kombinasi persilangan yang dikoreksi dengan nilai tengah kombinasi persilangan lainnya yang memiliki hubungan half-sib, sedangkan nilai heterosis diduga dari nilai tengah suatu kombinasi persilangan dengan memperhatikan nilai tengah kedua tetuanya tanpa memperhatikan nilai tengah kombinasi persilangan lainnya yang memiliki hubungan half-sib. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hibrida hasil persilangan dialel mempunyai karakter melebihi maupun tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaiknya, sehingga berpotensi untuk dilakukan pengujian lebih lanjut untuk memperoleh informasi adaptasi dan preferensi konsumen. Hibrida yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah IPBC293 x IPBC174 untuk karakter hasil buah pertanaman, IPBC174 x IPBC291 untuk karakter jumlah buah per tanaman dan panjang daun, IPBC174 x IPBC293 untuk karakter bobot per buah, IPBC10 x IPBC174 untuk karakter panjang buah, tinggi tanaman dan lebar daun, serta IPBC291 x IPBC293 untuk karakter diameter buah. Contoh hibrida cabai rawit spesies Capsicum annuum L. yang dihasilkan terlihat pada Gambar

78 64 A B C D E F Gambar 33 Hibrida berpotensi dikembangkan lebih lanjut (A. IPBC10xIPBC174, B. IPBC174 x IPBC291, C. IPBC293 x IPBC174, dan D. IPBC291 x IPBC293) serta varietas pembanding (E. Santika F1, dan F. Bhaskara F1)

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai termasuk tanaman dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum dan spesies Capsicum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL Estimation of genetic parameters chilli (Capsicum annuum L.) seeds vigor with half diallel cross

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Fitri Yanti 11082201730 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KEANEKARAGAMAN 36 GENOTIPE CABAI (Capsicum SPP.) KOLEKSI BAGIAN GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RAHMI YUNIANTI 1 dan SRIANI SUJIPRIHATI 2 1 Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Pascasarjana,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

PEWARISAN KARAKTER KUANTITATIF HASIL PERSILANGAN CABAI BESAR DAN KERITING MUHAMMAD RIDHA ALFARABI ISTIQLAL

PEWARISAN KARAKTER KUANTITATIF HASIL PERSILANGAN CABAI BESAR DAN KERITING MUHAMMAD RIDHA ALFARABI ISTIQLAL PEWARISAN KARAKTER KUANTITATIF HASIL PERSILANGAN CABAI BESAR DAN KERITING MUHAMMAD RIDHA ALFARABI ISTIQLAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ii iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Pendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Beberapa Komponen Hasil pada Persilangan Dialel Penuh Enam Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.

Pendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Beberapa Komponen Hasil pada Persilangan Dialel Penuh Enam Genotipe Cabai (Capsicum annuum L. Pendugaan Nilai dan Daya Gabung Beberapa Komponen Hasil pada Persilangan Dialel Penuh Enam Cabai (Capsicum annuum L.) Estimation of and Combining Ability for Yield Components of Six Chili (Capsicum annuum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup yang indah dan nyaman. Cabai (Capsicum sp.) disamping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer dan Palmer, 1990). Tinggi tanaman jagung berkisar

Lebih terperinci

ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum

ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum ANALISIS GENETIK DAN STUDI PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum MUHAMAD SYUKUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Famili Caricaceae ini terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla dan Jacaratial yang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT

KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT SKRIPSI KEMAMPUAN ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) DI LAHAN GAMBUT Oleh: Julianti 11082201605 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai

Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai M. Syukur, S. Sujiprihati dan R. Yunianti Bogor Agricultural University (IPB) page 1 / 13 Pendahuluan Cabai merupakan salah satu jenis sayuran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

Evaluasi Karakter Kualitatif Cabai Hias Generasi F1 Hasil Persilangan Capsicum annuum Capsicum frutescens

Evaluasi Karakter Kualitatif Cabai Hias Generasi F1 Hasil Persilangan Capsicum annuum Capsicum frutescens Vegetalika Vol.4 No.1, 2015 : 78-86 Evaluasi Karakter Kualitatif Cabai Hias Generasi F1 Hasil Persilangan Capsicum annuum Capsicum frutescens Evaluation of Qualitative Characters on Ornamental Pepper Derived

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) DAN KETAHANANNYA TERHADAP ANTRAKNOSA, HAWAR PHYTOPHTHORA, DAN LAYU BAKTERI SERTA PARAMETER GENETIKNYA NURWANITA EKASARI PUTRI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA TIGA KELOMPOK CABAI (Capsicum annuum L.) ABDULLAH BIN ARIF

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA TIGA KELOMPOK CABAI (Capsicum annuum L.) ABDULLAH BIN ARIF PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA TIGA KELOMPOK CABAI (Capsicum annuum L.) ABDULLAH BIN ARIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 2 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

Identification of Capsicum Species Based on Crossability and Morphological Characters

Identification of Capsicum Species Based on Crossability and Morphological Characters Identifikasi Spesies Cabai Rawit (Capsicum spp.) Berdasarkan Daya Silang dan Karakter Morfologi Identification of Capsicum Species Based on Crossability and Morphological Characters Undang 1, Muhamad Syukur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran maupun

Lebih terperinci

Famili Solanaceae. Rommy A Laksono

Famili Solanaceae. Rommy A Laksono Famili Solanaceae Rommy A Laksono Suku terong-terongan atau Solanaceae adalah salah satu suku tumbuhan berbunga. Suku ini memiliki nilai ekonomi cukup tinggi bagi kepentingan manusia. Beberapa anggotanya,

Lebih terperinci

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis Leguminosa yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

THE PERFORMANCES FROM FIRST GENERATION LINES OF SELECTED CHILI PEPPER (Capsicum frutescens L.) LOCAL VARIETY

THE PERFORMANCES FROM FIRST GENERATION LINES OF SELECTED CHILI PEPPER (Capsicum frutescens L.) LOCAL VARIETY PENAMPILAN GALUR GENERASI PERTAMA HASIL SELEKSI DARI CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) VARIETAS LOKAL THE PERFORMANCES FROM FIRST GENERATION LINES OF SELECTED CHILI PEPPER (Capsicum frutescens L.) LOCAL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang secara lengkap adalah sebagai berikut Divisi Kelas Sub kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio : Plantae : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. Sifat dan perilaku tanaman kopi dapat dipelajari dari sisi biologinya. Artikel ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi

Lebih terperinci

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr PERSEMAIAN CABAI Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai Djoko Sumianto, SP, M.Agr BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) KETINDAN 2017 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)/ Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Kedelai Hitam

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Kedelai Hitam 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Kedelai Hitam Tanaman kedelai merupakan tanaman budidaya yang berasal dari daerah Cina Utara sekitar 2500 SM yang kemudian menyebar ke bagian selatan cina,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

NARWIYAN AET PEMULIAAN TANAMAN

NARWIYAN AET PEMULIAAN TANAMAN SEBARAN NORMAL KARAKTER-KARAKTER PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HASIL PERSILANGAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) VARIETAS ANJASMORO DENGAN GENOTIPA KEDELAI TAHAN SALIN PADA F2 SKRIPSI OLEH : NARWIYAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Keragaman tipe buah cabai dalam genotipe species C. annuum L. Sumber : Dremann (2008)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Keragaman tipe buah cabai dalam genotipe species C. annuum L. Sumber : Dremann (2008) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Cabai Tanaman cabai merupakan tanaman asli dari Amerika yang daerah penyebarannya meliputi Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Columbus adalah orang yang pertama kali

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai Tanaman cabai termasuk suku terung-terungan (Solanaceae), berbentuk perdu, dan tergolong tanaman semusim. Tanaman cabai hibrida varietas Serambi dapat ditanam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai

Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif pada Tiga Kelompok Cabai Abdullah Bin Arif 1 *, Sriani Sujiprihati 2, dan Muhamad Syukur 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl.

Lebih terperinci

Pendugaan Heterosis dan Heterobeltiosis pada Enam Genotip Cabai Menggunakan Analisis Silang Dialel Penuh

Pendugaan Heterosis dan Heterobeltiosis pada Enam Genotip Cabai Menggunakan Analisis Silang Dialel Penuh Arif, AB et al.: Pendugaan Heterosis dan J. Hort. 22(2):103-110, 2012 Heterobeltiosis pada Enam Genotip... Pendugaan Heterosis dan Heterobeltiosis pada Enam Genotip Cabai Menggunakan Analisis Silang Dialel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 163/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN CABAI BESAR HIBRIDA HOT BEAUTY SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 163/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN CABAI BESAR HIBRIDA HOT BEAUTY SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 163/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN CABAI BESAR HIBRIDA HOT BEAUTY SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 HST

Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 HST Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan : hibrida Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 110-140 cm Umur tanaman : mulai berbunga 65 HST mulai panen 90 HST Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS HASIL DAN ANALISIS GENETIK KADAR CAPSAICIN DAN VITAMIN C PADA CABAI (Capsicum annuum L.) DANIEL PETER LAUTERBOOM

EVALUASI KUALITAS HASIL DAN ANALISIS GENETIK KADAR CAPSAICIN DAN VITAMIN C PADA CABAI (Capsicum annuum L.) DANIEL PETER LAUTERBOOM EVALUASI KUALITAS HASIL DAN ANALISIS GENETIK KADAR CAPSAICIN DAN VITAMIN C PADA CABAI (Capsicum annuum L.) DANIEL PETER LAUTERBOOM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo

Lebih terperinci

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR PERAKITAN KULTIVAR UNGGUL JAGUNG TOLERAN KEMASAMAN: SELEKSI IN VITRO MUTAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN VARIAN SOMAKLON Surjono Hadi Sutjahjo, Dewi Sukma, Rustikawati PROGRAM INSENTIF RISET DASAR Bidang Fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci