BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Patella Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki femoral trochlea. Bentuknya yang oval asimetris dengan puncaknya mengarah ke distal. Serat tendon quadriceps menyelimuti bagian anterior dari patella dan bersatu dengan patellar ligament pada bagian distal. Artikulasi yang dibentuk oleh patella dan femoral trochlea membentuk kompartemen patellofemoral. Ada 6 bentuk varian dari morfologi patella, dimana tipe I dan II bentuk yang stabil, sedangkan varian lain mempunyai bentuk lebih cenderung untuk terjadinya lateral subluksasi. 6 Gambar 2.1 Tipe Patella Wiberg s dan Baumgartls. (Dari Insall & Scott, Surgery of The Knee) Femoral trochlea dipisahkan dari medial dan lateral femoral condyle oleh ridge (bubungan). Pada fleksi derajat, bagian distal pole dari patella melakukan kontak pertama kali dengan trochlea, pada saat sudut fleksi

2 ditingkatkan area kontak berpindah ke proksimal dan lateral. Area kontak yang paling luas dibentuk pada sudut 45 derajat. 6 Gambar 2.2 Area Kontak dari Patellofemoral pada sudut fleksi yang berbeda. (Dari Insall & Scott, Surgery of The Knee) Fungsi biomekanik yang utama dari patella adalah untuk meningkatkan kinerja dari mekanisme quadriceps. Beban yang melewati sendi akan meningkat seiring dengan fleksi sendi lutut, tetapi dengan area kontak yang juga meluas maka tekanan yang didapat juga akan tersebar. Jika dilakukan tahanan ketika akan melakukan ekstensi, maka tekanan yang didapat akan meningkat tetapi daerah yang mendapat tekanan akan menyusut, dimana hal ini akan menyebabkan nyeri pada patellofemoral. 6 Gambar 2.3 Merchant View dari sendi patellofemoral normal. (Dari Insall & Scott, Surgery of The Knee)

3 Pengetahuan terhadap anatomi dan biomekanik dari patella fundamental untuk mengetahui perbedaan patologis yang dapat terjadi pada anterior lutut. Ketinggian dari patella yang abnormal dapat terlihat dari banyak kondisi yang melibatkan sendi patellofemoral. Patella alta yang dikenal sebagai patella letak tinggi yang abnormal berhubungan dengan kondisi nyeri pada anterior sendi lutut. instabilitas dari patella dan Osgood Schlatter s, sedangkan patella baja atau infera, merupakan sebuah kondisi dimana patella letak rendah yang abnormal, biasanya kondisi ini dapat menyebabkan nyeri pada anterior sendi lutut, dan terbatasnya fleksi dari sendi lutut, biasanya disebabkan oleh komplikasi dari pembedahan dan trauma Pemeriksaan Radiografi Pemeriksaan radiografi standar untuk melihat posisi dari patella adalah pemeriksaan radiografi sendi lutut, dimana ada 3 pemeriksaan standar yang dapat dilakukan yaitu, anteroposterior, lateral dan axial (sunrise atau merchant). Dalam pengukuran ketinggian dari patella pemeriksaan radiografi yang dilakukan merupakan proyeksi lateral. Lateral view diambil dalam posisi sendi lutut fleksi 30 derajat dan pasien berbaring miring pada sisi lutut yang akan dilakukan pemeriksaan. Pada posisi ini patellar tendon tidak berada dalam keadaan tension. Kaset akan berada diposisi lateral dari sendi lutut dan sinar x-ray akan diarahkan tegak lurus dari kaset. Rotasi harus dihindari untuk mencegah terjadinya pengaburan dari marker pengukuran pada tulang (tibia tubercle). Pada proyeksi ini maka akan terlihat adanya gambaran dari tendon quadriceps, patella, patellar tendon, bursa suprapatellar, distal femur, dan proksimal dari tibia-fibula. Quadriceps dan patellar tendon dapat dievaluasi cukup baik dengan proyeksi ini. 6

4 2.3 Metode Pengukuran Ketinggian Patella Pada saat ini berkembang tehnik untuk pengukuran dari ketinggian patella. Secara garis besar bisa dibagi menjadi 2 grup : posisi dari patella dengan femur (direct) dan posisi dari patella dihubungkan dengan tibia (indirect). 1) Indirect Method Metode Insall-Salvati Metode yang paling sering digunakan untuk pengukuran ketinggian patella. Metode ini pertama sekali dikenalkan oleh Insall dan Salvati pada Ini terbukti lebih mudah digunakan, tidak memerlukan sudut fleksi tertentu, dan nilai normalnya berkisar antara 1,0 (0,8-1,2) lebih mudah untuk diingat. Walaupun tidak mudah untuk menentukan batas pengukurannya pada tulang, dan juga ukuran dari patella bisa bervariasi dan pertumbuhan tulang patella yang abnormal bisa mengaburkan pengukurannya. Pada saat ini dengan berkembangnya radiografi digital dapat dibedakan dengan mudah patellar tendon dengan jaringan lunak disekitarnya. Pengukuran ini tidak tepat dilakukan pada penderita Osgood Schlatter. 7 Insall-Salvati menjelaskan beberapa keuntungan dari metode ini, yaitu diantaranya : Mudah, praktis dan juga akurat Dapat digunakan pada posisi pemeriksaan radiografi yang rutin dilakukan ( )

5 Independen dalam ukuran dari sendi dan juga pembesaran radiografi. Insall dan Salvati menjelaskan ketinggian patella normal dengan panjang dari patellar tendon. Pengukuran dilakukan dengan 114 sampel pada penderita cedera meniscus. Semua sampel merupakan orang dewasa, dan pada foto tidak ada yang menunjukkan tanda osteoarthritis. Pengukuran yang dilakukan pada metode ini antara lain : 1. T (panjang tendon) : panjang dari tendon patellar diukur dengan permukaan posterior dari origo pada pole bawah dari patella ke insersinya di tibia tubercle. 2. P (panjang patella) : Bagian terpanjang dari diagonal patella. Panjang dari tendon patella hampir sama dengan panjang dari patella. Nilai rata-ratanya adalah 1,02 dengan SD 0,13. Telah disimpulkan juga bahwa pada lutut normal, panjang dari patellar tendon tidak berbeda dengan panjang patella dengan tidak lebih dari 20%. 6 Pada studi lain yang dilakukan oleh Jacobsen dan Bertheussen dengan 50 sukarelawan asimptomatik, di temukan dengan hasil yang sama akuratnya. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Agletti yang melakukan pengukuran pada 150 lutut normal dengan menggunakan metode Insall Salvati. Pada penelitian ini ditemukan bahwa patella letaknya lebih tinggi pada wanita (1,06) dibandingkan dengan pria (1,01). Berdasarkan Insall-Salvati 1,2 mengindikasi sebagai patella alta dan 0,8 sebagai patella infera. 6

6 Blackburne-Peel Rasio. Blackburne dan Peel, menggunakan tehnik pengukuran antara panjang dari permukaan artikular dari patella dengan garis tegak lurus antara inferior dari patella dengan garis horizontal dari tibia plateau. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Seil dkk serta Berg dkk, keduanya menemukan bahwa tehnik ini memberikan hasil yang lebih akurat. 7 Blackburne dan Peel mengkritisi dari metode Insall-Salvati, berdasarkan 2 observasi : 1. Marker radiografi pada tibial tubercle bisa sulit dinilai pada kasus Osgood Schlatter. 2. Bagian nonartikular pada pole bawah dari patella bisa bervariasi ukurannya, Berdasarkan hal tersebut, mereka menyarankan rasio pengukuran antara jarak perpendicular dari bagian terbawah dari batas artikular patella ke tibia plateau (A) dan panjang dari permukaan artikular patella (B) yang diukur dalam posisi kaki fleksi 30 derajat. Rasio A/B pada 171 lutut normal didapatkan nilai 0,80 (SD 0,14). Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. 6,8 Metode Modified Insall- Salvati Grelsamer dan Meadows melakukan observasi dengan Insall-Salvati dengan menggunakan bentuk dari patella. Mereka menemukan bahwa pada pasien dengan patella alta dan dengan patella dengan bentuk yang panjang bisa menyebabkan

7 false nilai normal Insall Salvati index. Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukan modifikasi dari Insall-Salvati. Rasio dilakukan dengan pengukuran antara bagian inferior artikular patella dan tibial tuberositas dan dengan panjang dari permukaan artikular. Dengan kata lain pada metode ini mempunyai referensi poin bagian distal yang sama dengan Insall-Salvati, sedangkan pada bagian proksimal sama dengan referensi poin pada metode Caton. Pada studi ini dilakukan pemeriksaan dengan 100 sampel lutut, yang didapatkan hasil rasio normal 1,5 (range 1,2-2,1). Rasio 2 atau lebih bisa dinyatakan sebagai patella alta. 6 Metode Caton-Deschamps Caton, dkk juga menjelaskan modifikasi pengukuran dengan mengukur jarak antara batas inferior dari permukaan artikular patella dengan sudut anterosuperior dari tibia plateau. Bagaimanapun, dijumpai masalah dalam menentukan batas dari artikular patella dan juga batas pada tibia plateau. Akan tetapi menurut Berg, metode ini juga lebih baik setelah metode pengukuran berdasarkan Blackburne dan Peel, dalam melihat kesalahan inter-observer. Batas nilai normal pada pengukuran ini terlalu luas (0,6-1,3). Metode ini sulit digunakan pada penderita OA sendi lutut. 6 Metode diatas merupakan metode yang paling popular dan relatif lebih mudah digunakan. Pengambilan radiografi dari sendi lutut tidak memerlukan sudut yang pasti asalkan patellar tendon tidak dalam keadaan yang tension (ketat) yaitu dalam sudut 30 derajat atau lebih. 6

8 a b c d a Gambar 2.4 (a) Metode Caton-Deschamps. (b) metode Insal-Salvati, (c) metode Blackburne-Peel, (d) metode Modified Insal-Salvati.(dari Pottner, Pakzad : The Evaluation of Patellar Height : A Simple Method. The Journal of Bone and Joint Surgery 2011 ;93:73-80). Metode Plateau-Patella angle Pada penelitian yang dilakukan oleh Portner dkk yang dipublikasikan di The Journal of Bone & Joint Surgery pada 2011 menjelaskan bahwa metode pengukuran dengan menggunakan Plateu-Patella angle lebih mudah, cepat, dan metode penilaiannya tetap pada radiografi lateral knee joint. Lebih mudah melakukan pengukuran menggunakan goniometer, tidak perlu melakukan perhitungan. Metode ini berdasarkan perhitungan antara besar sudut yang dibentuk oleh garis tangensial dari tulang subchondral medial tibia plateau dan garis yang ditarik dari posterior tibia plateau ke inferior artikular dari patella. Rata-rata sudut yang dibentuk pada pengukuran ini antara 25 derajat, sudut <20 derajat dianggap patella infera (baja), dan >30 derajat dianggap patella alta. 4 Gambar 2.5 Metode Plateau-Patella Angle (dari Pottner, Pakzad : The Evaluation of Patellar Height : A Simple Method. The Journal of Bone and Joint Surgery 2011 ;93:73-80).

9 2) Direct Method Sedikit publikasi yang menjelaskan metode pengukuran ini. Metode ini pertama sekali diperkenalkan oleh Blumensaat. Pada tahun 1938, Blumensaat, melakukan pengukuran ketinggian patella berdasarkan garis intercondyler femur yang diproyeksikan anterior pada radiografi lateral dari sendi lutut dengan posisi sendi lutut fleksi 30 derajat, tetapi belakangan metode ini ditemukan kurang akurat dan kurang praktis. 4 Metode pengukuran lainnya yang ada dijelaskan oleh Hepp pada 1984 yaitu metode pengukuran dengan menggunakan jarak perpendicular antara batas superior dari permukaan artikular dari patella dengan Blumensaat line. 7 Blumensaat s line Blumensaat menyatakan bahwa dalam pemeriksaan radiografi dengan posisi fleksi 30 derajat, bagian pole bawah dari patella berada dalam garis proyeksi anterior dari intercondyler notch (Blumensaat s line) atau jarak perpendicular antara pole inferior dari patella dengan Blumensaat line garis proyeksi antara anterior batas atas femoral trochlea. Dimana nilai normal adalah 0. Pengukuran dengan metode ini posisi lutut harus dalam keadaan fleksi 30 derajat. Tetapi pemeriksaan ini kurang begitu akurat. 6,7 Gambar 2.6 Blumensaat s Line (Dari Insall & Scott, Surgery of The Knee)

10 Tabel 2.1 Metode Pengukuran Direct (dari Philips, Silver, Schranz, Mandalia. The Measurement of Patellar Height. Journal Bone and Joint Surgery (Br) 2010 ;92-B: ) Studi pada anak-anak Micheli dan kawan-kawan menjelaskan metode pengukuran ketinggian patella pada anak-anak. Studi ini hanya satu-satunya yang dilakukan pada anak-anak karena pada anak-anak metode pengukuran yang ada pada orang dewasa tidak bisa digunakan karena proses ossifikasi pada anak-anak belum terjadi sempurna. Pada studi ini dilakukan pengukuran serial radiografi dengan interval 6-12 bulan selama lebih dari 10 tahun. Pengukuran dilakukan dengan cara jarak antara superior pole dari patella ke tibia plateau dikurangi dengan panjang dari patella. Pemeriksaan pada metode ini menggunakan proyeksi radiografi AP. 7 Sedangkan penelitian Novel yang dilakukan oleh Koshino dan Sugimoto melakukan pengukuran antara garis yang ditarik dari titik tengah dari patella ke titik tengah dari tibia dibandingkan dengan garis tengah epiphyseal ossifikasi tibia. Walaupun penelitian ini melibatkan jumlah sampel yang kecil 59 lutut pada 36 anak, metode ini memberikan nilai yang stabil pada semua pemeriksaan dengan sudut fleksi sendi lutut yang berbeda antara 30 derajat -90 derajat. 1

11 Tabel 2.2 Metode Pengukuran Indirect (dari Philips, Silver, Schranz, Mandalia. The Measurement of Patellar Height. Journal Bone and Joint Surgery (Br) 2010 ;92-B: Tabel 2.3 Metode Pengukuran Ketinggian patella pada anak-anak (dari Philips, Silver, Schranz, Mandalia. The Measurement of Patellar Height. Journal Bone and Joint Surgery (Br) 2010 ;92-B: Instabilitas Patellofemoral Posisi patella berhubungan dengan panjang dari patella tendon. Patella alta erat hubungannya dengan instabilitas patellar, dislokasi dan abnormalitas dari trochlear grove. Patella alta, telah diidentifikasi pada kasus-kasus dari instabilitas patellofemoral. 6

12 1) Patella Infera (Baja) Patella infera (baja) merupakan lawan dari patella alta. Memperlihatkan gambaran posisi inferior (distal) dari patella dihubungkan dengan artikulasi femorotibial. Hal ini sangat penting untuk abnormalitas biomekanik yang disebabkan oleh posisi inferior dari patella bila dibandingkan dengan lutut. Pada sebagian besar kasus disebabkan oleh trauma, atau iatrogenic (postoperatif, terutama setelah transfer tibial tubercle, ACL rekonstruksi, pergantian sendi lutut, fraktur intraartikular), insuffisiensi dari quadriceps(poliomyelitis). Patella infera juga dianggap sebagai faktor resiko dari cedera pada anterior cruciate ligament dan juga dapat menyebabkan kondisi kekakuan dan menimbulkan rasa nyeri. Pemendekan dari ligamen patellar yang disebabkan oleh rekonstruksi ACL terkait dengan faktor jenis kelamin dan lebih cenderung terjadi pada wanita. 6,9,16 Hal ini biasanya simptomatik dengan menimbulkan keluhan kekakuan pada lutut dan nyeri pada bagian anterior lutut. Berdasarkan Caton-Deschamps nilai 0,6 atau kurang yang dikatakan sebagai patella infera, sedangkan pada Insall-Salvati apabila 0,8 atau kurang. 6,9,10 2) Patella Alta Patella alta merupakan suatu kondisi dimana terjadi migrasi superior dari patella. Patella alta dapat disebabkan oleh keadaan seperti subluksasi dari patella atau dislokasi dan juga dihubungkan dengan kondisi seperti chondromalacia dan Osgood-Schlatter s. kondisi ini dapat juga sebagai penyebab dari berkembangnya arthritis pada patellofemoral terutama pada trochlear dysplasia. 9,10

13 Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yiannakopoulos dkk, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari kontraksi quadriceps dalam pengukuran ketinggian patella. Efek dari kontraksi quadriceps ini lebih terlihat pada pasien dengan kelemahan ligament atau jaringan lunak disekitar. Terjadi perubahan yang signifikan dari panjang patellar ligament antara posisi ekstensi penuh dan fleksi 30 0, dan panjangnya relatif sama pada pada posisi lutut Terjadi perubahan pada pengukuran ketinggian patella dengan pemeriksaan radiografi. 8,10 Blackburne-Peel dan Caton-Deschamps memiliki akurasi dan lebih mudah dibandingkan dengan tehnik lainnya. Metode pengukuran direct dinilai terlalu kompleks dan rumit untuk digunakan. Dibutuhkan studi yang lebih besar dan jumlah populasi yang lebih luas yang melibatkan segala usia, jenis kelamin, dan etnis untuk menentukan nilai normal pada masing-masing tehnik. 6 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Seyahi, dkk pada tahun 2004 mengenai pengukuran ketinggian patella berdasarkan metode Blumensaat menunjukkan bahwa menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh karena metode ini sangat bergantung dari sudut fleksi sendi lutut pada saat foto radiografi diambil. 7,11

14 2.5 Kerangka Teori?%&%.*/%-0 1*'&2(0 3$0%-0 4$%*2$4 3$0%-0 5*+($4 3$0%-0 '*+($4(0 4&#6-0 3$0%-0 '*+($4(0 &74(8--0 3$0%-0 9#%*2'*+(-0 E-$+2(/*C0 =*#+&# :$%*44$2=*#+&# "7#&2'$4(%$0?%&% =-4$#6 1*'-2 =(7($ :$%*44$ )H*4*%$4 "7#&2'$4(%$0 =2&/;4*$2 +>0C4$0($ G(C$2%(%* :$%*44$ 12$H%-2 :$%*44$ "4%$M9#<*2$ "#&'$4&-0 "%%$/;'*#% I>C*2%2&C;(/ '-0/4* )*#+( )*#+( :$%*44&< *'&2$4 )*#+( 1*'&2 &%(7($4 =2$-'$ K(04&H$0(?BK "#$%&'()*#+(,-%-% :*'7-4-;+$2$;+$# )$2$< )&<%=(00-*,$(##>$ B&''&# C*2&#*$4 #*2A* )-C D*#(/-4$2"2% 9#<D*#(/-4$2 "2% :&C4(%*$4$2% :*20(0%*#% )/($%(/"2% :*20(0%*#% K**C C&C4(%*$4$2% :&C4(%*$4"2% L#%)>#+ 1$%:$+ F$C0-4 G-20$ B2-/($%*,(6 5*#(0/- 0,(6J 5*#(0/-0 "7#&2'$4(%$ 0 F&#6*#(%$4 $70*#/*"B, I>C&C4$0($ 5*#(0/-0 5*#(0/$4 B>0% 5*+($4.*%(#$/-4-' )$2%&2(-0 D2$/(4(0 )*'(%*# +(#&0-0,$%*2$4.*%(#$/-4-' 94(&%(7($4G$#+,$% :$%*44&<*'&2$44(6

15 2.6 Kerangka Konsep,&'-./$*$* :1*1,&'-.#$*$*#)*&3)# 6&'7$8$3)'9&*.'77.)'6)*&##) 0&*1-&2.3&4* 0&*1-&5'-.3&4* J&'.(8&#)%.' K.CI<&3)(. K.CE3)$%) 9&#).')' <)*1#17.(#$*$* "#$%&'())*+( ;1<< B')8=)')8 2&C)() "#)48A $3'&= 6&&# 5'()# =,)#>) *.?)*1' = ( 6#)*&) $= 6)*&## ) )'7#& 6)*&##)B#*)?@1'-31%)#)4.) I(711-,4@#)**&3 6)*&##) H13%)# 6)*&##)")D) E3)$%) 61(*1<&3)*.F 61#.1%G&#.*.(

BAB I PENDAHULUAN. Patella merupakan tulang sesamoid yang berubah posisi menjadi lebih tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Patella merupakan tulang sesamoid yang berubah posisi menjadi lebih tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Patella merupakan tulang sesamoid yang berubah posisi menjadi lebih tinggi ketika lutut dalam posisi ekstensi. Perubahan posisi ini disebabkan oleh otot

Lebih terperinci

EVALUASI PENGUKURAN KETINGGIAN PATELLA DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

EVALUASI PENGUKURAN KETINGGIAN PATELLA DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN EVALUASI PENGUKURAN KETINGGIAN PATELLA DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN KARYA AKHIR Dr. Muhammad Rizal Renaldi 097117001 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROGRAM STUDI ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

Protokol Rehabilitasi

Protokol Rehabilitasi Protokol Rehabilitasi Sindrom Illiotibial Band Friction pada atlet lari Istirahat dari aktivitas lari hingga gejala hilang Kompres daerah yang terkena dengan es batu sebelum dan setelah berlari Beri NSAID

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara, termasuk masyarakat Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia melakukan aktifitasnya tidak pernah lepas dari proses gerak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting dalam mempertahankan fungsi sendi patellofemoral dengan menarik patela ke arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupannya manusia memiliki banyak aktivitas untuk dilakukan baik itu rutin maupun tidak rutin. Ada berbagai macam aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY Abstrak lutut mudah sekali terserang cedera traumatik. Persendian ini kurang mampu melawan kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi menyebabkan perubahan gaya hidup manusia, dampak besar yang terjadi terlihat jelas pada status kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sendi lutut berada di antara tulang femur dan tibia. a. Permukaan Artikulasi Sendi Lutut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sendi lutut berada di antara tulang femur dan tibia. a. Permukaan Artikulasi Sendi Lutut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi lutut Komponen sendi lutut besar karena menanggung tekanan beban yang berat dan mempunyai ROM yang luas. Gerakannya penting untuk memendekkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar Ilustrasi sendi lutut yang sehat (kiri) dan sendi lutut yang telah cedera hingga mengalami osteoarthritis (kanan)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar Ilustrasi sendi lutut yang sehat (kiri) dan sendi lutut yang telah cedera hingga mengalami osteoarthritis (kanan) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persendian adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perubahan akan terjadi pada tubuh sejalan dengan semakin meningkatnya usia manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada semua organ dan

Lebih terperinci

DISLOKASI SENDI PANGGUL

DISLOKASI SENDI PANGGUL DISLOKASI SENDI PANGGUL Pembimbing: Prof. dr. H. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT(K), FICS Oleh: Leni Agnes Siagian (070100153) Rahila (070100129) Hilda Destuty (070100039) ILMU BEDAH ORTOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu anatomi dan kinesiologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Anatomi sendi lutut normal (Jun, 2011)

Gambar 1.1. Anatomi sendi lutut normal (Jun, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sendi lutut merupakan salah satu sendi paling canggih pada tubuh manusia. Sendi lutut seperti sebuah bantalan besar yang terletak pada tulang kaki bagian bawah yang

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era yang serba modern seperti sekarang ini maka mudah sekali untuk mendapatkan semua informasi baik dalam bidang teknologi, bisnis, serta bidang kesehatan. Setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya. tuntut untuk memperbaiki kualitas kehidupan manusia, karena banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin tingginya pengetahuan masyarakat akan arti hidup sehat, maka ilmu kedokteran selalu di tuntut untuk memperbaiki kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Defenisi Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi dan tulang rawan epifise yang bersifat total maupun parsial. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda Apakah Anda menderita nyeri MAKOplasty pilihan tepat untuk Anda Jangan biarkan radang sendi menghambat aktivitas yang Anda cintai. Tingkatan Radang Sendi Patellofemoral compartment (atas) Medial compartment

Lebih terperinci

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi OSTEOARTHRITIS GENU 1. Definisi Osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang sendi berupa disintegritas dan perlunakan progesif, diikuti penambahan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan jaman, persaingan dalam segala bidang semakin ketat. Untuk mampu mengikuti persaingan yang semakin ketat dibutuhkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persendian atau artikulasi adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian

Lebih terperinci

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment Dislokasi Hips Posterior Mekanisme trauma Caput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi.

Lebih terperinci

Volume 2 No. 5 April 2016 ISSN :

Volume 2 No. 5 April 2016 ISSN : PENGARUH PEMERIKSAAN GENU PROYEKSI SKYLINE TERHADAP GAMBARAN TERBUKANYA CELAH SENDI LUTUT PADA KASUS OSTEOARTHRITIS Sri Wagiarti 1), Agus Wiyantono 2) 1), 2) Program Studi D3 Radiodiagnostik dan Radioterapi,

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIS EKSTREMITAS BAWAH

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIS EKSTREMITAS BAWAH BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIS EKSTREMITAS BAWAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS DISUSUN OLEH dr. Jainal Arifin, Sp.OT, M.Kes dr. M. Sakti, Sp.OT, M.Kes Sub Divisi Rheumatology Bagian Ilmu

Lebih terperinci

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN (Bidang Keahlian)

LAPORAN PENELITIAN (Bidang Keahlian) LAPORAN PENELITIAN (Bidang Keahlian) TINGKAT KEBERHASILAN MASASE FRIRAGE DALAM CEDERA LUTUT RINGAN PADA PASIEN PUTRA DI PHYSICAL THERAPY CLINIC FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beratnya latihan dan kontak badan antar pemain bertumpu pada fisik. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. beratnya latihan dan kontak badan antar pemain bertumpu pada fisik. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan kekuatan jasmani merupakan salah satu dari sejumlah syarat mutlak yang wajib di miliki oleh seorang atlet sepak bola, mengingat beratnya latihan dan kontak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendi mengalami perubahan patologis, yang ditandai dengan kerusakan tulang rawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendi mengalami perubahan patologis, yang ditandai dengan kerusakan tulang rawan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Osteoarthritis 2.1.1 Definisi Osteoarthritis OA merupakan penyakit sendi degeneratif di mana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis, yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sepanjang hidupnya tidak pernah terlepas dari aktivitas gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatominya. Fraktur neck femur dan intertrokanter femur memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat.

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan pola pikir masyarakat yang terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik menjadi berkurang, yang mengakibatkanterjadinya

Lebih terperinci

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO. PROF DR. R SOEHARSO SURAKARTA Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J 100 050 035

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis.

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi osteoarthritis merupakan suatu penyakit degenaratif pada persendiaan yang disebabkan oleh beberapa macam faktor. Penyakit ini mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Wan Rita Mardhiya, S. Ked Author : Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr PENDAHULUAN Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi

Lebih terperinci

Fraktura Os Radius Ulna

Fraktura Os Radius Ulna Fraktura Os Radius Ulna Pendahuluan Fraktura adalah patah atau ruptur kontinuitas struktur dari tulang atau cartilago dengan atau tanpa disertai dislokasio fragmen. Fraktur os radius dan fraktus os ulna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Articulatio Genu Definisi umum articulatio genu Persendian pada articulatio genu, merupakan persendian sinovial berdasarkan klasifikasi struktural. Penilaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa sekarang banyak penduduk baik yang berusia produktif maupun yang sudah usia non produktif yang mengalami gangguan kesehatan. Seiring dengan bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL Oleh: SURATMAN NIM.J.100.050.005 Diajukan guna untuk melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

PENATAKSANAAN FISIOTERAPI DALAM MENGURANGI NYERI PADA KASUS OSTEO ARTRITIS SENDI LUTUT (Study kasus di RSUD Dr Muwardi Surakarta)

PENATAKSANAAN FISIOTERAPI DALAM MENGURANGI NYERI PADA KASUS OSTEO ARTRITIS SENDI LUTUT (Study kasus di RSUD Dr Muwardi Surakarta) PENATAKSANAAN FISIOTERAPI DALAM MENGURANGI NYERI PADA KASUS OSTEO ARTRITIS SENDI LUTUT (Study kasus di RSUD Dr Muwardi Surakarta) Maskun Pudjianto PENDAHULUAN Osteoarthritis (OA) merupakan tipe arthritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint)

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint) MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint) Tim Penyusun : Muh. Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis Wismanto, SSt.Ft, S.Ft, M. Fis Abdul Chalik Meidian,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN SEPATU HAK TINGGI DENGAN TERJADINYA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME DAN PERUBAHAN SUDUT QUADRICEPS PADA SALES PROMOTION GIRL

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN SEPATU HAK TINGGI DENGAN TERJADINYA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME DAN PERUBAHAN SUDUT QUADRICEPS PADA SALES PROMOTION GIRL HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN SEPATU HAK TINGGI DENGAN TERJADINYA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME DAN PERUBAHAN SUDUT QUADRICEPS PADA SALES PROMOTION GIRL DI MATAHARI JOHAR PLAZA KOTA JEMBER NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

Oleh : ELVIRA LUCKINDA KRISNIAJATI J

Oleh : ELVIRA LUCKINDA KRISNIAJATI J PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PASCA OPERASI RUPTURE ANTERIOR CRUCIATUM LIGAMENT (ACL), LATERAL COLATERAL LIGAMENT(LCL) DAN MENISCUS MEDIAL DI RS ORTHOPEDI PROF. DR. R. SEOHARSO SURAKARTA Diajukan

Lebih terperinci

SENDI LUTUT FITRIANI LUMONGGA. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN

SENDI LUTUT FITRIANI LUMONGGA. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN SENDI LUTUT FITRIANI LUMONGGA Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus

Lebih terperinci

CEDERA KAKI Perhatian Dislokasi Panggul Mekanisme cedera Manifestasi klinis

CEDERA KAKI Perhatian Dislokasi Panggul Mekanisme cedera Manifestasi klinis CEDERA KAKI Perhatian Walaupun cedera tulang pada tungkai bawah terlihat serius, kasus tersebut sering tidak mengancam nyawa dan termasuk dalam secondary survey pada pasien trauma. Semua dislokasi biasanya

Lebih terperinci

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR BLOK BASIC BIOMEDICAL SCIENCES OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 Dimulai dari regio Glutea (posterior) dan dari regio Inguinal (anterior)

Lebih terperinci

SYNOVIAL CHONDROMATOSIS. Junita Intan

SYNOVIAL CHONDROMATOSIS. Junita Intan SYNOVIAL CHONDROMATOSIS Junita Intan ABSTRACT LAPORAN KASUS SYNOVIAL CHONDROMATOSIS INTRODUCTION : Synovial chondromatosis (sinonim synovial osteochondromatosis, synovial chondrometaplasia ) is a disorder

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkiraan Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran bagi seseorang pada saat masih hidup, sedangkan panjang badan merupakan ukuran seseorang pada saat setelah meninggal dunia.

Lebih terperinci

Sport and Fitness Journal ISSN: X Volume 5, No.3, September 2017: 17-24

Sport and Fitness Journal ISSN: X Volume 5, No.3, September 2017: 17-24 PENGUATAN QUADRICEPS MENGGUNAKAN METODE CLOSED KINETIC CHAIN LEBIH MENJAGA SUDUT QUADRICEPS (Q ANGLE) DIBANDING DENGAN OPEN KINETIC CHAIN PADA SUBJEK DENGAN ABNORMAL SUDUT QUADRICEPS Aditya Johan Romadhon

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand)

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand) MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand) Tim Penyusun : Muh. Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis Wismanto, SSt.Ft, S.Ft,

Lebih terperinci

1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah. Fraktur bersifat segmental atau komunitif hebat.

1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah. Fraktur bersifat segmental atau komunitif hebat. 1. Kalau kalian sudah mengenal tentang fraktur coba jelaskan klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan Jelaskan critical point serta implikasi bagi perawat dari masing - masing derajat? Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Defenisi Osteoartritis adalah kelainan degenerasi pada sendi, diinisiasi oleh deteriorasi lokal dari permukaan sendi dan ditandai dengan degenerasi

Lebih terperinci

OSTEOARTHRITIS GENU (http://www.diskdr-online.com/news/5/osteoarthritis-genu)

OSTEOARTHRITIS GENU (http://www.diskdr-online.com/news/5/osteoarthritis-genu) OSTEOARTHRITIS GENU (http://www.diskdr-online.com/news/5/osteoarthritis-genu) Definisi Osteoarthritis genu adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi lutut,

Lebih terperinci

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR Prof. DR. dr. Hj. Yanwirasti, PA BAGIAN ANATOMI Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Dibentuk oleh : - sacrum - coccygis - kedua os.coxae Fungsi : Panggul (pelvis)

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITISKNEE JOINT

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITISKNEE JOINT PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITISKNEE JOINT Disusun oleh : MIFTAHUDDIN ULINNUHA ABROR P27226015077 PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KARANGANYAR 2015 BAB

Lebih terperinci

FRAKTUR DIAFISIS TIBIA DAN FIBULA. Yoyos Dias Ismiarto, dr., SpOT(K)., M.Kes., CCD.

FRAKTUR DIAFISIS TIBIA DAN FIBULA. Yoyos Dias Ismiarto, dr., SpOT(K)., M.Kes., CCD. FRAKTUR DIAFISIS TIBIA DAN FIBULA Yoyos Dias Ismiarto, dr., SpOT(K)., M.Kes., CCD. DEPARTEMEN / SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR TIBIA PLATEAU DEXTRA DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR TIBIA PLATEAU DEXTRA DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR TIBIA PLATEAU DEXTRA DI RSUD SRAGEN Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepanjang daur kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari gerak dan aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung di tempat kerja, sekolah, kampus maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS KELUHAN NYERI LUTUT DAN PERANAN ARTROSKOPI DALAM DIAGNOSIS NYERI LUTUT

PENDEKATAN DIAGNOSIS KELUHAN NYERI LUTUT DAN PERANAN ARTROSKOPI DALAM DIAGNOSIS NYERI LUTUT Tinjauan Kepustakaan PENDEKATAN DIAGNOSIS KELUHAN NYERI LUTUT DAN PERANAN ARTROSKOPI DALAM DIAGNOSIS NYERI LUTUT Anak Agung Istri Sri Kumala Dewi, Gede Kambayana. Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia tidak akan terlepas dari masa remaja. Masa remaja merupakan saah satu periode dari perkembangan manusia, masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persendian merupakan hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang membentuk sistem gerak pada manusia. Berdasarkan kepada sifat pergerakannya, sendi dibedakan ke

Lebih terperinci

Teknik Radiografi Manus, Wrist joint, Antebrachii, Humerus

Teknik Radiografi Manus, Wrist joint, Antebrachii, Humerus Teknik Radiografi Manus, Wrist joint, Antebrachii, Humerus INDIKASI PEMERIKSAAN RADIOGRAFI Trauma / cidera Fraktur, fisura, dislokasi, luksasi, ruptur Pathologis Artheritis, Osteoma, dll. Benda asing (corpus

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS BERMAIN BULUTANGKIS DENGAN KECENDERUNGAN TERKENA TENNIS ELBOW DI GOR BULUTANGKIS DIRGANTARA KARTASURA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spinopelvic Balance dan Pelvic Parameter Hal yang membedakan manusia dan merupakan keunikan tersendiri dari manusia (Homo sapiens) adalah manusia merupakan satu-satunya primata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoarthritis disebut juga penyakit sendi degeneratif yaitu suatu kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan klinis, histologist,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau keadaan patologis (Dorland,1994) tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan

BAB I PENDAHULUAN. atau keadaan patologis (Dorland,1994) tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuaan teknologi dan informasi yang berkembang pesat menimbulkan dampak positif maupun negative terhadap manusia.dampak positif yang muncul misalnya adanya

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Nyeri bahu dapat berasal dari sendi itu sendiri, atau dari salah satu

Bab 1. Pendahuluan. Nyeri bahu dapat berasal dari sendi itu sendiri, atau dari salah satu Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah: Nyeri bahu adalah rasa sakit yang timbul di atau sekitar bahu. Nyeri bahu dapat berasal dari sendi itu sendiri, atau dari salah satu bagian otot, ligamen

Lebih terperinci

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur. Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Nama : Ariyanto Nim : J

Disusun Oleh : Nama : Ariyanto Nim : J STUDI KORELASI ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN TERJADINYA OSTEOARTRITIS (OA) SENDI LUTUT SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas-tugas dan Persyaratan Akhir Dalam Meraih Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KINESIOTAPE

PENGGUNAAN KINESIOTAPE TESIS PENGGUNAAN KINESIOTAPE SELAMA TIGA HARI TIDAK BERBEDA DENGAN PEREKAT PLASEBO DALAM MENGURANGI RESIKO CEDERA BERULANG DAN DERAJAT Q-ANGLE PADA PENDERITA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME ABDURRASYID PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta manfaat, waktu dan metode yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH FISIOTERAPI OLAHRAGA. Tim Penyusun : SyahmirzaIndraLesmana, SFT, SKM, M.Or Muhammad ZIkra, S.Ft Victor SieraNenga, S.

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH FISIOTERAPI OLAHRAGA. Tim Penyusun : SyahmirzaIndraLesmana, SFT, SKM, M.Or Muhammad ZIkra, S.Ft Victor SieraNenga, S. MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH FISIOTERAPI OLAHRAGA Tim Penyusun : SyahmirzaIndraLesmana, SFT, SKM, M.Or Muhammad ZIkra, S.Ft Victor SieraNenga, S.Ft PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS FISIOTERAPI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Kinesiologi dan Biomekanika Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. 6 Beberapa disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan tekhnologi informasi pada era sekarang ini, menyebabkan perbaikan kuwalitas hidup manusia diseluruh dunia. Colin Mathers, koordinator divisi kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi. Penyakit ini merupakan kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Observational Analitik, dengan tinjauan Cross Sectional 3.. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Orthopedi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk menyentuh,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk menyentuh, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tangan merupakan salah satu bagian tubuh yang menghubungkan seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk menyentuh, merasakan, memanipulasi, dan mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat,

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah patahan tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan umumnya disebabkan oleh tulang patah dapat berupa trauma

Lebih terperinci

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)/ Club Foot-I

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)/ Club Foot-I CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)/ Club Foot-I CTEV merupakan kelainan pada kaki, dimana kaki belakang equinus (mengarah ke bawah), varus (mengarah ke dalam/ medial), dan kaki depan adduktus (mendekati

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA STIFFNESS ELBOW DEXTRA POST FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERI DENGAN K-WIRE DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J 100 090 02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoarthritis (OA) adalah penyakit articulatio degeneratif yang berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan disabilitas. Osteoarthritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, manusia dituntut untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOTERAPI

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOTERAPI MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOTERAPI Namaa : Nim : Kelas : Kelompok : FAKULTAS FISIOTERAPI UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Bahu (Shoulder Joint) Tim Penyusun : Muh.

Lebih terperinci