BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spinopelvic Balance dan Pelvic Parameter Hal yang membedakan manusia dan merupakan keunikan tersendiri dari manusia (Homo sapiens) adalah manusia merupakan satu-satunya primata yang berjalan diatas dua kaki. Tidak seperti bentuk tulang belakang pada primata lainnya yang seperti huruf C, evolusi dari posisi berdiri yang ergonomik pada menusia membutuhkan tiga kurva sagital: lordosis dari vertebra lumbal dan cervical, dan kyphosis dari vertebra thorakal. Ketiga kurva dari tulang belakang ini disokong oleh tulang pelvis, dimana pada manusia mengalami rotasi vertikal dan berfungsi sebagai fondasi dari tulang belakang. Tulang pelvis sendiri berada diatas dari caput femur dan posisi berdiri yang ergonomik akan terjadi apabila panggul dan lutut dalam posisi lurus. Sagittal balance (keseimbangan sagital) merujuk pada pengaturan tersebut dimana pusat gravitasi dari tubuh berada dalam keseimbangan diatas tulang pelvis. Hal ini dapat dicapai dengan adanya lordosis dari lumbal dan kyphosis dari thorakal sehingga garis titik gravitasi dari tubuh akan memotong atau berada sedikit di posterior dari caput femur. 12 Gambar.1 Perbandingan vertebra pada hewan yang berjalan diatas 4 ekstrimitas dan manusia yang berjalan pada kedua kaki. Pelvic vertebra sebagaimana disebutkan oleh Dobusset, membentuk ikatan antara tubuh dengan tungkai bawah. Karena caput femur sangat mobile caput femur memainkan peranan yang sangat penting dalam spatial orientation dari pelvic vertebra. Caput femur merupakan titik dimana beban dari thoraco-lumbal pada pelvis di teruskan ke tungkai bawah. Sacral plateau yang membentuk dasar untuk menyokong vertebra, merupakan titik dimana terjadi transmisi dari beban batang tubuh ke pelvis. Tulang

2 belakang yang normal secara vertikal memiliki median axis yang melewati pertengahan dari sacrum dan simphisis pubis. 13 Pelvis yang normal berada dalam posisi horizontal dengan titik yang simetris pada tinggi yang seimbang. Namun geometri dari posisi sagital dari pelvis lebih rumit. Karakteristik sagital balance dari pelvis membutuhkan beberapa parameter khusus yang didasarkan pada gambaran biomekanik yang terlibat dalam transmisi dari beban. 14 Gambar.2 Global Sagittal Balance dimana normalnya C7 plumb line akan jatuh di posterior dari caput femur Pada tahun 1937 Wiles menyampaikan kuliah pada Royal College of Surgeons of England yang berjudul Postural deformities in the anteroposterior curves of the spine, beliau menyampaikan konsep mengenai pelvic inclination yaitu suatu sudut yang dibentuk oleh bidang horizontal dan garis yang dibentuk dari titik posterior-superior iliac spine dan simphisis pubis. Wiles selanjutnya mengembangkan suatu metode untuk mengukur pelvic inclination pada pasien hidup yang disebut pelvic inclinometer. Pada posisi berdiri area yang ditempati oleh kaki dan ruangan diantara kaki disebut sebagai dasar penyokong, meningkatkan jarak diantara kaki meningkatkan area dari dasar penyokong. Wiles selanjutnya menemukan bahwa untuk mempertahankan posisi berdiri, sangatlah penting untuk mejaga pusat gravitasi dari tubuh untuk jatuh diantara dasar penyokong tersebut. Analisis tersebut menunjukkan hanya dua komponen yang berperan untuk mempertahankan posisi berdiri yaitu (1) pelvic inclination dan (2) thoracolumbar kyphosis. 15,16 During et al adalah yang pertama mempertimbangkan mengukur bagaimana parameter postur dari pelvis berhubungan dengan derajat dari lordosis lumbal, mereka menjelaskan suatu sudut yang dikelnal dengan sudut pelvisacral, yaitu sudut antara sacral

3 plateau dan suatu garis yang digambarkan dari titik tengah dari sacral plateau dan caput femur. Mereka menemukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari sudut tersebut antara sampel normal dan penderita spondylolysis. 17 Kemudian Jackson et al meneliti mengenai pelvic parameter dan sagittal balance dan menemukan bahwa pelvisacral angle berhubungan sangat kuat dengan lordosis dari lumbal dan perubahan dari sagittal balance berhubungan dengan rotasi dari pelvisacral disekitar panggul. 18 Legaye et al melakukan penelitian terhadap beberapa parameter dari pelvic: (1) pelvic incidence, (2) sacral slope, (3) pelvic tilting, (4) overhang S1 mereka menyimpulkan terdapat hubungan yang bermakna dari parameter anatomi seperti pelvic incidence dan sacral slope dan sangat menentukan lordosis dari lumbal. Pelvic incidence juga merupakan axis utama dari sagittal balance dari tulang belakang. 4 Gambar. 3 Pelvic parameter: Pelvic Incidence, Sacral Slope, Pelvic Tilt, dan Overhang of S1 1. Pelvic Incidence Pelvic incidence adalah suatu sudut yang dibentuk oleh garis perpendicular terhadap sacral plate pada titik tengahnya dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan axis dari femoral head. Pelvic incidence adalah suatu parameter anatomis, yang unik untuk masing-masing individu, dan bebas dari pengaruh orientasi dari pelvis. Komponen anatomi yang terlibat untuk membentuk parameter ini adalah tiga vertebra sacral pertama, sendi sacro-iliac dan segmen posterior dan tulang ilium. Parameter ini dianggap selalu konstan karena parameter ini merupakan parameter anatomi, bebas dari pengaruh posisi dari tulang pelvis, mobilitas dari sendi sacroiliac juga dapat disingkirkan

4 , serta juga tidak terpengaruh oleh umur setelah pertumbuhan terhenti. 4 Penelitian terdahulu oleh Boulay et al dengan menggunakan koefisien regresi mereka menemukan pengaruh yang sangat signifikan dari pelvic incidence terhadap sacral slope, pelvic tilt, dan lordosis dari lumbal. 19 Suatu konstruksi geometri yang disusun berdasarkan sudut tersebut menemukan bahwa parameter anatomis incidence merupakan hasil penjumlahan dari sacral slope dan pelvic tilt.pelvic incidence = sacral slope + pelvic tilt. 4 Pasien dengan pelvic incidence yang sangat rendah (<44 0 ) dihubungkan dengan penurunan dari sacral slope dan lordosis dari lumbal akan menjadi lebih datar, pasien ini juga akan memiliki pelvis dengan diameter antero-posterior dari pelvic ring yang paling pendek, keadaan ini disebut juga sebagai vertical pelvis. Pelvis tersebut sempit secara horizontal dan lebih kuat secara vertikal. Caput femur berada tepat di bawah sacral plate. Kebalikannya pasien dengan pelvic incidence yang tinggi (>62 0 ) berhubungan dengan peningkatan dari sacral slope dan lordosis dari lumbal yang lebih menonjol, pasien ini juga memiliki aksis dari antero-posterior yang lebar, pelvis ini sangat horizontal. Pada bidang sagittal, caput femur berada di depan dari titik tengah sacral plate. Pada pasien dengan pelvic incidence yang rendah, morphologi dari pelvis akan menyerupai primata yang besar, bentuk vertikal ini kurang mampu untuk beradaptasi terhadap beban vertikal, dan kemempuan tilting dari pelvis juga rendah. Pasien dengan pelvic incidence yang kecil juga hanya memiliki kapasitas yang rendah untuk mengkompensasi sagittal imbalance melalui retroversi dari pelvis. Boulay et al juga menemukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pelvic incidence, namun mereka menemukan bahwa pelvic incidence dapat meningkat seiring dengan pertumbuhan pada masa anak anak dan remaja, dan akan tetap konstan pada dewasa. 19 Penelitian lainnya oleh Mangione et al mengukur pelvic incidence pada gambaran radiology dari tiga puluh bayi, tiga puluh anak-anak, dan tiga puluh dewasa, mereka menemukan pelvic incidence akan meningkat selama bulan bulan awal, dan akan terus meningkat selama tahun-tahun awal dan akan stabil pada usia sepuluh tahun. 20 Terdapat hubungan yang signifikan antara Body Mass Index (BMI) dengan pelvic incidence dan lordosis dari lumbal. Hal ini mungkin disebabkan efek dari BMI yang besar terhadap ossifikasi dari sacrum. Ossifikasi tersebut dapat terus berjalan bahkan sampai 20 tahun. Karenanya kelainan dari biomekanisme tersebut dapat menyebabkan deformitas dari sacrum bahkan setelah usia pertumbuhan sampai usia 20 tahun Sacral Slope

5 Sacral Slope adalah suatu sudut yang dibentuk oleh superior end plate dari sacral pertama dan garis horizontal. 4 Sacral slope (SS) adalah suatu parameter posisi dari sacrum, sacral slope akan bernilai rendah pada posisi sacrum yang vertikal, dan sacral slope akan bernilai tinggi pada posisi sacrum yang horizontal. 16 Sacral slope sangat berpengaruh terhadap keseimbangan dari vertebra (spinal balance) pada level yang lebih tinggi dari pelvis contohnya pada kelainan pada kurva vertebra Pelvic Tilt Pelvic Tilt adalah suatu sudut yang dibentuk dari garis yang menghubungkan titik tengah dari sacral plate ke aksis bicoxofemoral ddengan suatu garis vertikal. 4 Pelvic tilt juga merupakan suatu parameter dari posisi, dimana nilainya akan tinggi pada posisi sacrum yang vertikal, seperti pada pelvis yang retroversi, dan nilainya akan rendah pada posisi sacrum yang horizontal, seperti pada pelvis yang anteversi. 16 Pelvic tilt mempengaruhi keseimbangan pada level di bawah pelvis seperti sudut dari sendi coxofemoral pada posisi berdiri Overhang of S1 Overhang of S1 terhadap caput femur, adalah jarak antara aksis bicoxofemoral dan proyeksi dari level tersebut pada titik tengah dari sacral plate. Nilai ini dinyatakan dalam milimeter. Apabila titik lebih posterior dari aksis bicoxofemoral maka dianggap sebagai positif, dan apabila titik lebih anterior dari aksis bicoxofemoral maka dianggap sebagai negatif Lordosis dari lumbal Lordosis dari lumbal adalah sudut yang dibentuk oleh garis dari inferior end plate dari thorakal 12 dengan inferior end plate dari lumbal 5.

6 Gambar. 4 Pengukuran kurva dari vertebra khyposis dari thorakal dan lordosis dari lumbal Nilai normal dari berbagai pelvic parameter tersebut telah dipublikasikan oleh beberapa peneliti. Penelitian dari Legaye menemukan nilai pelvic parameter dari 49 individu normal. 4 (tabel 1) Men (n=28) Women (n=21) Mean SD Mean SD Lordosis Kyphosis Sacral slope Incidence Pelvic Tilting Overhang S Tabel 1. Nilai normal dari berbagai pelvic parameter (Legaye) Penelitian multicenter oleh Boulay et al dari 149 individu yang sehat tanpa kelainan tulang belakang, terdiri dari 78 laki-laki dan 71 perempuan dengan usia bervariasi dari 17 tahun hingga 50 tahun. Mereka mempublikasikan nilai normal dari berbagai pelvic parameter. 19 (tabel 2)

7 Lumbar Lordosis ± 9.47 Sacral Slope ± 6.96 Pelvic Tilt ± 6.44 Incidence ± 9.04 BMI ± 2.05 Tabel 2. Nilai normal pelvic parameter (Boulay et al) Kemampuan dari tulang belakang dan pelvis untuk mencapai sagittal balance bergantung pada pelvic incidence dan variasinya terhadap parameter spinopelvis lainnya. 19 Walaupun pelvic incidence nilainya selalu konstan, pelvic incidence mengatur dan berupaya untuk mempertahankan sagittal balance terutama dengan perubahan dari lordosis dari lumbal. Pada keadaan dimana keseimbangan masih belum tercapai, akan terjadi perubahan dari kyphosis dari thorakal dan posisi dari pelvis (peningkatan pelvic tilt dan penurunan sacral slope). Sangatlah penting untuk mengenali bahwa melakukan fusi pada bagian manapun dari tulang belakang yang mobile, sacrum, ataupun sendi sacroiliac membatasi kemampuan dari tulang belakang untuk beradaptasi terhadap berbagai ketidakseimbangan sagittal dan mungkin mengakibatkan peningkatan resiko dari fixed sagital imbalance (FSI). Adanya retroversi dari pelvis adalah suatu tanda dari ketidak seimbangan spinopelvic alignment. 5 Legaye dan Duval-Baupere mengemukakan pendapat bahwa pelvic parameter akan berubah untuk mengkompensasi berbagai pola berbeda dari sagittal imbalance. Sebagi contoh peningkatan dari pelvic tilt mengindikasikan terdapat retroversi dari pelvis untuk mengkompensasi sagittal imbalance. Serupa dengan itu peningkatan sacral slope merupakan kompensasi penurunan dari lordosis. Hal ini merupakan konsep penting karena walaupun global sagittal balance normal kompensasi untuk adanya imbalance yang mendasarinya dapat terungkap dengan analisa dari pelvic parameter. Mekanisme kompensasi ini meningkatkan stress pada tulang belakang karena terjadinya pergeseran dari posisi paling ergonomisnya. Tulang belakang dengan global balance yang normal masih dapat merupakan kompensasi karena adanya suatu pelvic imbalance: retroversi dari pelvis dengan peningkatan pelvic tilt dan penurunan sacral slope merupakan suatu kompensasi dari posisi pelvis dan tidak effisien secara biomekanik. 21

8 Suatu penelitian dari 49 dewasa normal, mereka menemukan tiga pola utama dari spinopelvic imbalance: (1) lordosis yang berlebihan dengan nilai sacral slope dan pelvic incidence yang normal akan terjadi untuk mengkompensasi kyphosis yang berlebihan yang terjadi pada segmen diatasnya, (2) nilai sacral slope yang tinggi pada nilai pelvic incidence normal dan peningkatan lordosis dari lumbal terjadi akibat adanya deformitas fleksi dari panggul akibat osteoarthritis, (3) adanya stiff hypolordosis (flatback syndrome) yang akan memaksa pelvis retroversi dan menurunkan nilai dari sacral slope untuk menjaga batang tubuh membungkuk ke depan. 21 Hanya dibutuhkan energi yang sedikit untuk mempertahankan posisi tubuh apabila hubungan antara pelvic incidence, sacral slope, dan lordosis dari lumbal. Apabila pelvic incidence lebih besar dari normal, maka harus diseimbangkan dengan sacral slope dan pelvic incidence yang lebih besar dari normal. Peningkatan dari pelvic tilt adalah suatu tanda adanya ketidak seimbangan sagital Hubungan antara parameter spinopelvic dengan penyakit degeneratif tulang belakang. Berbagai literatur telah menemukan adanya pengaruh dari parameter spinopelvic dengan penyakit degeneratif pada tulang belakang termasuk herniasi diskus, penyakit digeneratif pada diskus dan degenerative spondylolisthesis. 9,10,11 Penelitian terdahulu menemukan pasien dengan low back pain (LBP) dengan usia yang sebanding memiliki nilai lordosis yang lebih rendah ( vs ), sacrum yang lebih vertikal (sacral slope vs ), dan posisi panggul lebih ekstensi. Jika dibandingkan dengan kontrol pasien dengan LBP juga memiliki C7 plumb line dan keseluruhan alignment sagittal (-0.05 vs 0.29 cm) dan khyposis dari thorakal ( vs ) hampir sama dibandingkan dengan kontrol, menunjukkan mekanisme kompensasi dari hilangnya lordosis dari lumbal adalah retroversi dari pelvis atau peningkatan dari sacral slope. 3 Penelitian retrospective oleh Barrey et al, membandingkan spinopelvic alignment pada 85 pasien dengan lumbar degenerative disc disease (herniasi dari diskus, degenerative disc disease, dan degenerative spondylolisthesis) dengan populasi kontrol 154 sampel dewasa tanpa adanya keluhan. Pada pasien dengan usia 45 atau lebih rata-rata pelvic incidence (mewakili bentuk dari pelvis) adalah dan pada herniasi diskus, dan degenerative disc disease dan dibandingkan dengan 52 0 pada kelompok kontrol, perbedaan ini tidak signifikan. Diantara pasien dengan usia lebih muda (kurang dari 45 tahun) dengan herniasi dari diskus atau degenerative disc disease, pelvic

9 incidence lebih rendah secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol (rata-rata ). Pada penyakit degenerative spondylolisthesis terdapat perbedaan yang signifikan dari pelvic incidence dibandingkan dengan kelompok kontrol (60 0 berbanding 52 0 dengan p < ). Orientasi dari tulang belakang pada ketiga kelompok pasien tersebut menunjukkan adanya kehilangan dari sagittal balance dibandingkan dengan kelompok kontrol, lordosis dari lumbal akan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol pada herniasi diskus, degenerative disc disesae, dan degenerative spondylolisthesis (p < untuk semua perbandingan), dan terdapat translasi ke anterior dari C7 plumb line (sagittal vertical axis) (p < untuk herniasi dari diskus, p< 0.05 untuk degenerative disc disease dan, p<0.05 untuk penyakit degenerative spondylolisthesis). Terdapat kompensasi retroversi dari pelvis pada ketiga kelompok pasien tersebut, terindikasi dari berkurangnya sacral slope (p = untuk kelompok herniasi dari diskus, p< pada kelompok degenerative disc disease, dan p< untuk degenerative spondylolisthesis) dan peningkatan dari pelvic tilt (p = untuk herniasi dari diskus, p< untuk degenerative disc disease, dan p < untuk degenerative spondylolisthesis). Dari hasil tersebut mereka menyimpulkan bahwa peningkatan dari pelvic incidence dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya degenerative spondylolisthesis. Dan pada kelompok degenerative spondylolisthesis terdapat perubahan dengan peningkatan dari pelvic tilt sebagai usaha untuk megkompensasi hilangnya lordosis dari lumbal. 22 Schurle melakukan penelitian yang membandingkan spinopelvic balance pada pasien dengan nyeri punggung dengan degenerative spondylolisthesis (n=49) dengan kelompok pasien dengan nyeri punggung karena disc degeneration (herniasi diskus dan degenerative disc disesase) tanpa spondylolisthesis (n=77). Mereka menemukan pada kelompok degenerative spondylolisthesis memiliki pelvic incidence yang lebih besar ( dibandingkan dengan ), pelvic tilt yang lebih besar ( dibandingkan 21 0 ) dan sacral slope yang juga lebih besar ( dibandingkan ) dibandingkan dengan kelompok pembanding. Sebagai tambahan pada kelompok degenerative spondylolisthesis memiliki BMI yang lebih besar signifikan dan lordosis dari lumbal yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok pembanding. Peneliti selanjutnya menyimpulkan bahwa orientasi anatomi dari pelvis pada pasien dengan pelvic incidence dan sacral slope yang tinggi sepertinya merupakan faktor predisposisi dari degenerative spondylolisthesis. Peningkatan dari pelvic tilt pada kelompok degenerative spondylolisthesis merupakan kompensasi dari retroversi dari pelvis untuk mengatasi besarnya pelvic incidence.

10 Hubungan antara BMI yang besar dan vertical inclination dari S1 end plate (sacral slope yang besar) bersama dengan orientasi sagital dari facet joint merupakan faktor predisposisi anatomi untuk terjadinya anterior translasi dari L4 terhadap L5. 23 Hubungan antara pelvic incidence dengan perkembangan dari degenerative spondylolisthesis juga ditemukan pada penelitian dari Aono et al. Mereka melakukan penelitian observasional prospektif jangka panjang dengan mengikuti selama 8 tahun dari 142 wanita dengan kondisi sehat pada usia menjelang menapouse tanpa adanya spondylolisthesis ataupun penyakit tulang belakang lainnya, dan mereka menemukan insidensi terjadinya spondylolisthesis pada 12.7%. Pasien yang menderita spondylolisthesis pada awalnya memiliki nilai lordosis dari lumbal dan pelvic incidence yang tinggi. Kemudian analisis multivariate dilakukan dan menunjukkan bahwa pelvic incidence merupakan independent predictor (faktor prediksi yang bebas) terhadap terjadinya degenerative spondylolisthesis. Menariknya perkembangan dari degenerative spondylolisthesis dapat diprediksi dengan morphologi dari lumbopelvic pada wanita menjelang menopause Hubungan antara spinopelvic balance dan pelvic parameter dengan pembedahan tulang belakang Pentingnya pelvic parameter telah menyebabkan perubahan besar terhadap paradigma bagaimana suatu kelainan tulang belakang dinilai dan ditangani oleh ahli bedah tulang belakang. Perubahan ini didasarkan pada analisis bagaimana pelvic parameter berbeda diantara orang normal dan pasien dengan kelainan pada tulang belakang, dan bagaimana variasi dari pelvic incidence memiliki pengaruh terhadap perjalanan penyakit dan hasil akhir dari pembedahan. 12 Diantara perubahan tersebut adalah pada klasifikasi dan penilaian dari spondylolisthesis. 25 Spinal Deformity Study Group (SDSG) telah mempublikasikan suatu sistem klasifikasi terbaru yang menjelaskan enam tipe spondylolisthesis berdasarkan tiga karakteristik berbeda: (1) derajat dari slip (rendah < 50%, tinggi >50%), (2) pelvic incidence (rendah < 45 0, normal , atau tinggi > 60 0 ), dan spinopelvic balance (balanced atau unbalanced dengan suatu pelvis yang retroversi). Hal ini menyatakan adanya perubahan paradigma yang besar dalam penilaian kondisi tersebut dimana sistem klasifikasi oleh SDSG juga memperhitungkan adaptasi postural dari spinopelvic dan bagaimana hal tersebut berhubungan dengan sagittal balance. Sistem klasifikasi terbaru tersebut dapat memfasilitasi penentuan terapi pembedahan, sebagai contoh apakah penting untuk mereduksi slip pada high grade spondylolisthesis dan apakah juga

11 dibutuhkan fusi dari segmen tersebut. Pada high grade slip dengan balanced spine (tipe 4 dan 5) pembedahan dengan tujuan fusi saja sudah cukup, namun pada high grade slip dengan spinal imbalance (tipe 6), dibutuhkan tindakan reduksi dari slip dan selanjutnya fusi. Lebih jauh lagi pada low grade slip pasien dengan pelvic incidence yang besar (tipe 3) mungkin tidak dapat diterapi konservatif dan pembedahan diperlukan untuk mencegah perkembangan penyakit. 12,26 Pelvic parameter juga dapat digunakan dalam penilaian deformitas kyphosis dari tulang belakang. Penelitian dari Debarge et al mengungkapkan pentingnya pelvic incidence dalam menyeimbangkan kyphosis yang berat dan menetukan ukuran dari pedicle subtraction osteotomy yang dibutuhkan untuk memperbaiki sagittal balance. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan dari 28 penderita ankylosing spondylitis mengungkapkan bahwa pasien dengan pelvic index yang tinggi lebih mampu melakukan kompensasi terhadap kyphosis dari thorakal dan mempertahankan sagittal balance dengan retroversi dari pelvis jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki pelvic index yang rendah. Oleh karena itu mereka menyarankan untuk melakukan pedicle subtraction osteotomy yang lebih besar untuk memperbaiki kyphosis pada pasien dengan pelvic index yang besar. 27 Pada penilaian penyakit degenerative disc disease pelvic perameter juga sangatlah penting. Pelvic incidence menentukan derajat sampai dimana pelvis dapat berotasi untuk mengkompensasi sagittal imbalance. Nyeri post-operative pada fusi dari lumbosacral juga berhubungan dengan retroversi dari pelvis (penurunan dari sacral slope bersamaan dengan peningkatan dari pelvic tilt) untuk mencapai sagittal balance. 28 Lebih jauh lagi perubahan dari sagittal alignment yang terjadi setelah spinal fusion sepertinya memiliki efek terhadap degenerasi dari adjacent segment. 29 Sepertinya merencanakan pembedahan tulang belakang untuk mempertahankan pelvic parameter mendekati nilai normal semaksimal mungkin akan meningkatkan hasil akhir dari pembedahan. 12 Pelvic parameter juga merupakan komponen penting dalam perkembangan penyakit degeneratif pada tulang belakang. 30 Prosedur pembedahan yang merubah lordosis dari lumbal cenderung akan memiliki efek pada sagittal balance. Pada pasien dimana sejak awal lordosis dari lumbal tidak normal, koreksi dari nilai tersebut ke nilai normalnya akan memberikan efek yang baik dan menguntungkan terhadap pelvic parameter. 12 Namun banyak teknik dari lumbar fusion memiliki efek samping terhadap sagittal balance karena kecenderungannya untuk menurunkan nilai lordosis dari lumbal. 31 Penelitian dari Le-huec et al melakukan analisis

12 dari pelvic parameter pada pasien dengan single level lumbar disc replacement dari 35 pasien menemukan tidak terdapat efek samping dari prosedur tersebut terhadap spinal balance. 32 Temuan mereka tersebut mendukung konsep bahwa motion preserving prostheses cenderung tidak mempengaruhi spinal balance dibandingkan dengan teknik fusi konvensional. Namun berdasarkan penelitian lainnya efek samping dari lumbar fusion terhadap lordosis dari lumbal dan sacral slope mungkin berhubungan dengan posisi prone dari pasien yang dibutuhkan untuk melakukan teknik tersebut. 33 Pellet et al melaporkan hasil dari penelitian prospektif terhadap efek dari anterior interbody fusion (48 pasien) pada vertebra lumbal dibandingkan dengan lumbar disc arthroplasty (51 pasien). Analisis mereka meliputi pengukuran dari pelvic incidence dan global sagittal balance dan mereka menemukan bahwa hanya arthroplasty yang berpengaruh terhadap keseluruhan sagittal balance. Mereka menyimpulkan bahwa anterior interbody fusion akan lebih sesuai pada level L4/5 untuk pasien dengan pelvic incidence yang rendah dan juga pada level L5/S1 pada pasien dengan sacral slope yang tinggi. 34 Menurut RD Jhonson et al lateral minimally invasive fusion technique, seperti lateral interbody fusion, yang pada prosedurnya tidak melibatkan posisi prone (telungkup) dari pasien dan memungkinkan penempatan disc-space cages lebih ke anterior, lebih unggul dibandingkan dengan teknik konvensional dalam mempertahankan pelvic balance. 12 Penelitian dari Lazennec melakukan analisis radiologi dari postur sebelum dan sesudah tindakan lumbosacral fusion untuk menilai pengaruh dari spinal alignment terhadap munculnya dan pola terjadinya nyeri sesudah fusi ataupun failed back surgery. Pada pasien dengan nyeri setelah fusi, pelvic tilt pada saat follow-up terakhir hampir dua kali dibandingkan nilai normal (p = ) dan sacral slope lebih rendah (p< ), mengindikasikan sacrum tetap dalam posisi vertikal yang tidak normal. 28 Peneliti juga membandingkan data dasar (pre-operative) dari spinopelvic parameter untuk memprediksi hasil akhir dari pembedahan. Kelompok pasien yang mengalami kegagalan dari pembedahan tulang belakang memiliki pelvic tilt yang besar dan nilai sacral slope yang lebih kecil, bahkan pada data dasar dibandingkan dengan kelompok yang melaporkan hilangnya rasa sakit setelah fusi dari tulang belakang, dimana mereka memiliki pelvic tilt dan sacral slope yang normal pre-operative. Dan juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari pelvic incidence antara kelompok yang mengalami nyeri post-fusion dengan yang tidak. 28

13 Dari penelitian tersebut juga dapat disimpulkan bahwa pencapaian dari solid fusion seharusnya bukan menjadi satu-satunya tujuan. Adanya retroversi dari pelvis yang menetap bahkan dalam posisi berdiri setelah tindakan spinal fusion yang menyerupai sagittal alignment pada posisi duduk, merupakan penyebab nyeri yang menetap pada pasien dengan axial back pain. Kesalahan yang umum terjadi yang sering menyebabkan nyeri punggung yang menetap walaupun telah terjadi fusi, adalah kegagalan untuk memperbaiki retroversi yang berlebihan dari pelvis dan posisi sacrum yang vertikal. Jika lordosis dari lumbal tidak dapat diperbaiki pada saat pembedahan, maka pelvis harus tetap berputar ke arah belakang untuk mempertahankan sagittal balance sebagai mekanisme kompensasi. Nyeri yang menetap muncul karena besarnya energi yang dibutuhkan dan kelelahan dari otot untuk melakukan kompensasi. 16 Adjacent segment degeneration merupakan efek samping lainnya dari lumbar fusion, dan beberapa sumber kepustakaan menyatakan bahwa parameter sagittal yang tidak normal memainkan peranan penting terhadap perkembangan kelainan tersebut. Pada satu kasus serial, pasien dengan sacral slope post-operatif normal dan C7 plumb line juga normal memiliki insidensi terjadinya adjacent segment degeneration dibandingkan dengan pasien yang memiliki nilai tidak normal dari kedua parameter tersebut (p < 0.02). 35 Penelitian lainnya pada pasien yang menjalani fusi untuk spondylotic spondylolisthesis menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna dari pelvic tilt postoperatif pada pasien yang mengalami adjacent segment degeneration. 36 beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan adanya hubungan antara hypolordosis dan resiko dari pseudoarthrosis 37 dan penelitian terakhir menunjukkan pasien dengan peningkatan pelvic incidence memiliki resiko tinggi terjadinya kegagalan fusi. 38

14 2.4 Kerangka Teori 2.5 Kerangka Konsep

HUBUNGAN PELVIC INCIDENCE DAN HASIL AKHIR PEMBEDAHAN PADA PENYAKIT DEGENERATIF TULANG BELAKANG

HUBUNGAN PELVIC INCIDENCE DAN HASIL AKHIR PEMBEDAHAN PADA PENYAKIT DEGENERATIF TULANG BELAKANG HASIL PENELITIAN AKHIR HUBUNGAN PELVIC INCIDENCE DAN HASIL AKHIR PEMBEDAHAN PADA PENYAKIT DEGENERATIF TULANG BELAKANG Oleh R Permana Yudhadibrata Pembimbing: Dr. Otman Siregar Sp.OT (K) PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vertebra menjadi lebih efisien. Kurva kurva ini, terutama lordosis pada lumbal

BAB I PENDAHULUAN. vertebra menjadi lebih efisien. Kurva kurva ini, terutama lordosis pada lumbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah terjadi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya bentuk bidang sagital pada fungsi normal dari tulang belakang dan berbagai macam penyakit. Hubungan timbal balik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertebra memiliki struktur anatomi paling kompleks dan memiliki peranan yang sangat penting bagi fungsi dan gerak tubuh. Patologi morfologi seperti HNP, spondyloarthrosis,

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

KORELASI KEGEMUKAN DENGAN PENINGKATAN KURVA LUMBAL BIDANG SAGITAL

KORELASI KEGEMUKAN DENGAN PENINGKATAN KURVA LUMBAL BIDANG SAGITAL KORELASI KEGEMUKAN DENGAN PENINGKATAN KURVA LUMBAL BIDANG SAGITAL SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MERAIH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI OLEH WARIH SRI WIDODO J 110 070 084 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih efektif dan efisien. Komputer, laptop, atau handphone

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih efektif dan efisien. Komputer, laptop, atau handphone BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai macam teknologi telah diciptakan untuk membuat segala pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Komputer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan saat ini merupakan hal yang sangat penting dikarenakan meningkatnya jumlah pasien di rumah sakit dan meningkat juga pengguna jasa asuransi kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri leher adalah masalah yang sering dikeluhkan di masyarakat. Prevalensi nyeri leher dalam populasi umum mencapai 23,1% dengan prevalensi tertinggi menyerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Kinesiologi dan Biomekanika Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. 6 Beberapa disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu masalah pada. muskuloskeletal paling umum dan saat ini menjadi masalah paling luas

BAB I PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu masalah pada. muskuloskeletal paling umum dan saat ini menjadi masalah paling luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu masalah pada muskuloskeletal paling umum dan saat ini menjadi masalah paling luas dalam mempengaruhi populasi manusia. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembanganya modernitas kehidupan dapat dapat berpengaruh terhadap aktifitas hidup manusia itu sendiri. Aktifitas yang kita lakukan sehari-hari tersebut tidak

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASKA OPERASI HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI VERTEBRA L5-S1 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASKA OPERASI HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI VERTEBRA L5-S1 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASKA OPERASI HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI VERTEBRA L5-S1 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Disusun Oleh FITRI ISTIQOMAH NIM. J100.060.056 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebiasaan duduk dapat menimbulkan nyeri pinggang apabila duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan otot punggung akan menjadi tegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung antara lain aktifitas sehari-hari seperti, berolahraga, bekerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. punggung antara lain aktifitas sehari-hari seperti, berolahraga, bekerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Punggung merupakan salah satu dari bagian tubuh manusia yang sering digunakan untuk beraktifitas. Banyak aktifitas yang melibatkan pergerakan punggung antara lain aktifitas

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK

PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK PENGARUH TERAPI TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION DAN ULTRASOUND PADA LOW BACK PAIN KINETIK SKRIPSI DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN DALAM MERAIH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan tulang belakang terdiri dari tujuh buah ruas tulang leher (cervical) dengan kode C1-C7, dua belas buah ruas tulang dada (thoracic) dengan kode T1- T12, lima

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. bermata pencaharian di bidang pertanian. Sektor perkebunan merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. bermata pencaharian di bidang pertanian. Sektor perkebunan merupakan salah BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor kuat dalam

Lebih terperinci

Infantile Idiophatic Scoliosis Skoliosis pada Anak

Infantile Idiophatic Scoliosis Skoliosis pada Anak [Artikel Pediatri] Ensiklopedi Fisioterapi Kementerian Pendidikan dan Profesi Ikatan Mahasiswa Fisioterapi Indonesia (IMFI) Pusat Infantile Idiophatic Scoliosis Skoliosis pada Anak Skoliosis merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan yang semakin meningkat otomatis disertai dengan peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat erat hubungannya dengan gerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan jaman masalah kesehatan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan jaman masalah kesehatan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman masalah kesehatan menjadi salah satu prioritas utama masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung merupakan keluhan yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung semasa hidupnya. Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP)

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri pinggang bawah atau dalam istilah medisnya Low Back Pain (LBP) merupakan masalah bagi setiap klinisi dewasa ini. Adapun penyebab dan faktorfaktor risiko

Lebih terperinci

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION Oleh: Sugijanto Pengertian Traksi: proses menarik utk meregangkan jarak antar suatu bagian. Traksi spinal: tarikan utk meregangkan jarak antar vertebra. Traksi Non

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP DUDUK SALAH DENGAN TERJADINYA SKOLIOSIS PADA ANAK USIA TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI JETIS 1 JUWIRING

HUBUNGAN SIKAP DUDUK SALAH DENGAN TERJADINYA SKOLIOSIS PADA ANAK USIA TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI JETIS 1 JUWIRING HUBUNGAN SIKAP DUDUK SALAH DENGAN TERJADINYA SKOLIOSIS PADA ANAK USIA 10 12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI JETIS 1 JUWIRING DISUSUN OLEH : ANDUNG MAHESWARA RAKASIWI J 110070089 PROGRAM STUDI D4 FISIOTERAPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, peran yang sangat kompleks, anatomi dan fisiologi (fungsi

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, peran yang sangat kompleks, anatomi dan fisiologi (fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan makhluk istimewa yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya aktivitas keseharian, problematika sehari-hari, peran yang

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan tidak ketinggalan juga perkembangan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan tidak ketinggalan juga perkembangan pada bidang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern seperti sekarang ini, terjadi banyak perkembangan di berbagai bidang kehidupan manusia. Baik dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di setiap negara. Di dunia, sedikitnya 50% dari semua petugas. mencapai 80% dari semua tenaga kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di setiap negara. Di dunia, sedikitnya 50% dari semua petugas. mencapai 80% dari semua tenaga kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawat memainkan peran penting dalam memberikan pelayanan kesehatan di setiap negara. Di dunia, sedikitnya 50% dari semua petugas kesehatan adalah perawat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya (Meliala dkk., 2000). Nyeri

Lebih terperinci

DISLOKASI SENDI PANGGUL

DISLOKASI SENDI PANGGUL DISLOKASI SENDI PANGGUL Pembimbing: Prof. dr. H. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT(K), FICS Oleh: Leni Agnes Siagian (070100153) Rahila (070100129) Hilda Destuty (070100039) ILMU BEDAH ORTOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatominya. Fraktur neck femur dan intertrokanter femur memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kebutuhan akan layanan informasi dan komunikasi membuat

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kebutuhan akan layanan informasi dan komunikasi membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya kebutuhan akan layanan informasi dan komunikasi membuat Smartphone menjadi kebutuhan bagi kebanyakan orang saat ini. Selain digunakan sebagi alat komunikasi,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI... LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...

DAFTAR ISI... LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI... LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... hlm. LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI... LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... ABSTRAKSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SKEMA... DAFTAR GRAFIK...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian kesehatan menurut UU Kesehatan RI Nomor 36 tahun 2009 bab 1 pasal 1 yaitu Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. yang lama dan berulang, akan menimbulkan keluhan pada pinggang bawah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. yang lama dan berulang, akan menimbulkan keluhan pada pinggang bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan jaman sekarang ini, kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik

Lebih terperinci

BENTUK & UKURAN PANGGUL. dr. Al-Muqsith, M.Si

BENTUK & UKURAN PANGGUL. dr. Al-Muqsith, M.Si BENTUK & UKURAN PANGGUL dr. Al-Muqsith, M.Si Tulang panggul terdiri atas a. os. Coxae (inominata) - os. Ilium - os. Ischium - os. Pubis b. Os. Sacrum c. Os. Coccygeus Tulang-tulang ini satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Patella Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki femoral trochlea. Bentuknya yang oval asimetris dengan puncaknya mengarah ke distal.

Lebih terperinci

TUGAS CASE LBP E.C. SPONDILOSIS. 1. Pemeriksaan Lasegue, Cross Lasegue, Patrick, dan Contra-Patrick

TUGAS CASE LBP E.C. SPONDILOSIS. 1. Pemeriksaan Lasegue, Cross Lasegue, Patrick, dan Contra-Patrick TUGAS CASE LBP E.C. SPONDILOSIS Nama : Meiustia Rahayu No.BP : 07120141 1. Pemeriksaan Lasegue, Cross Lasegue, Patrick, dan Contra-Patrick a. Pemeriksaan Lasegue (Straight Leg Raising Test) Cara pemeriksaan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. merupakan bagian pinggang atau yang ada di dekat pinggang.

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. merupakan bagian pinggang atau yang ada di dekat pinggang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan manifestasi keadaan patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian pinggang atau

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

Low Back Pain Dr.dr.Yunus Sp RM. MARS. MM. CFP

Low Back Pain Dr.dr.Yunus Sp RM. MARS. MM. CFP Low Back Pain Dr.dr.Yunus Sp RM. MARS. MM. CFP PENDAHULU AN Penyebab L.B.P. tulan g oto t saraf 4 DIFINISI ANATOMI ANATOMI 8 ANATOMI 9 10 SEBAB MEKANIK ANKILOSING SPONDILITIS 16 PENYEBAB sis 1. Spon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi LBP dalam 1 tahun, adalah dari 3,9% hingga 65% (Andersson,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi LBP dalam 1 tahun, adalah dari 3,9% hingga 65% (Andersson, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah (NPB) merupakan masalah umum yang dialami kebanyakan orang dalam hidup mereka. Dilaporkan bahwa prevalensi LBP dalam 1

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG Karya Tulis Ilmiah Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum pengusaha : seperti perusahaan Tropical, Triumph, Hima, Mansonia dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. kaum pengusaha : seperti perusahaan Tropical, Triumph, Hima, Mansonia dan lainlain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Balap Sepeda sebetulnya sudah cukup lama dikenal di Indonesia, bahkan jauh sebelum Perang Dunia II sudah ada beberapa pembalap sepeda yang dibiayai oleh kaum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepatu dengan hak tinggi diperkenalkan pertama kali sejak tahun 1500M menjadi trend baru bagi perkembangan fashion wanita. Perubahan mode ini memberikan dampak besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB I 1 PENDAHULUAN. atas sekelompok vertebra, invertebrate discs, saraf, otot, medulla, dan sendi

BAB I 1 PENDAHULUAN. atas sekelompok vertebra, invertebrate discs, saraf, otot, medulla, dan sendi BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulang punggung merupakan bagian dari tulang belakang yang tersusun atas sekelompok vertebra, invertebrate discs, saraf, otot, medulla, dan sendi (Berthonnaud et

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja sangat penting bagi masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan. Kecenderungan terjadinya obesitas dapat disebabkan karena pola makan dan ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap grade osteoarthritis menurut Kellgren dan Lawrence. Diagnosis. ditegakkan berdasarkan klinis dan radiologinya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap grade osteoarthritis menurut Kellgren dan Lawrence. Diagnosis. ditegakkan berdasarkan klinis dan radiologinya. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Responden Pada penelitian ini didapatkan 37 responden dengan diagnosis OA genu yang akan dianalisis berdasarkan belum atau sudah menopause terhadap

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN SPONDYLOSIS LUMBALIS 4-5 DENGAN MWD ULTRA SOUND DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE DI RSUD SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula aktivitas yang terjadi pada

PENDAHULUAN. yang berkembang kian pesat sangat berpengaruh pula aktivitas yang terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai peranan penting dalam pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA TERAPI LATIHAN WILIAM S FLEXION DENGAN MCKENZIE EXTENSION PADA PASIEN YANG MENGALAMI POSTURAL LOW BACK PAIN

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA TERAPI LATIHAN WILIAM S FLEXION DENGAN MCKENZIE EXTENSION PADA PASIEN YANG MENGALAMI POSTURAL LOW BACK PAIN PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA TERAPI LATIHAN WILIAM S FLEXION DENGAN MCKENZIE EXTENSION PADA PASIEN YANG MENGALAMI POSTURAL LOW BACK PAIN dr. Nila Wahyuni, S. Ked Program Studi Fisioterapi, Universitas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang cukup kuat untuk menyebabkan peningkatan resiko keluhan low back

BAB V PEMBAHASAN. yang cukup kuat untuk menyebabkan peningkatan resiko keluhan low back BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Umur Responden Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki kontribusi yang cukup kuat untuk menyebabkan peningkatan resiko keluhan low back pain pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi penting yaitusebagai stabilisasi serta mobilisasi tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi penting yaitusebagai stabilisasi serta mobilisasi tubuh. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia terbentuk dari banyak jaringan serta organ yang mempunyai fungsi penting yaitusebagai stabilisasi serta mobilisasi tubuh. Salah satunya adalah tulang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluhan low back pain (LBP) dapat terjadi pada setiap orang, dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Keluhan low back pain (LBP) dapat terjadi pada setiap orang, dalam kehidupan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Keluhan low back pain (LBP) dapat terjadi pada setiap orang, dalam kehidupan sehari-hari keluhan LBP dapat menyerang semua orang, baik jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan di RSUD Kebumen pada bulan Juni 2015 Juli 2015. Dari penelitian didapatkan sebanyak 74 orang yang memeriksakan LBP ke RSUD Kebumen dan

Lebih terperinci

kemungkinan penyebabnya adalah multifactorial sehingga sulit untuk mengetahui penyebab pasti dari keluhan tersebut dan kebanyakan LBP pada usia

kemungkinan penyebabnya adalah multifactorial sehingga sulit untuk mengetahui penyebab pasti dari keluhan tersebut dan kebanyakan LBP pada usia BAB V PEMBAHASAN Nyeri punggung bawah atau LBP merupakan penyakit muskuloskeletal yang dapat berasal dari mana saja seperti sendi, periosteum, otot, annulus fibrosus bahkan saraf spinal. LBP bukan merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL

SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL Disusun oleh : HENDRO HARNOTO J110070059 Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Kelainan Degeneratif SPINE Dr. Nuryani Sidarta,SpRM

Kelainan Degeneratif SPINE Dr. Nuryani Sidarta,SpRM Kelainan Degeneratif SPINE Dr. Nuryani Sidarta,SpRM Proses degeneratif sendi (1) Dimulai pada usia dewasa, terus mengalami progresifitas lambat sepanjang hidup Terjadi perubahan bertahap permukaan cartilago

Lebih terperinci

KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) YANG TINGGI SEBAGAI PENANDA TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL PENDERITA NYERI PINGGANG BAWAH BERUMUR DIATAS 55 TAHUN

KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) YANG TINGGI SEBAGAI PENANDA TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL PENDERITA NYERI PINGGANG BAWAH BERUMUR DIATAS 55 TAHUN TESIS KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) YANG TINGGI SEBAGAI PENANDA TERJADINYA OSTEOARTHRITIS LUMBAL PENDERITA NYERI PINGGANG BAWAH BERUMUR DIATAS 55 TAHUN Dewa Gede Kurnia Pratama PEMBIMBING : Prof.DR.dr Putu

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ischiadicus dan kedua cabangnya yaitu nervus peroneus comunis & nervus

BAB I PENDAHULUAN. Ischiadicus dan kedua cabangnya yaitu nervus peroneus comunis & nervus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ischialgia adalah rasa nyeri yang menjalar sepanjang perjalanan n. Ischiadicus dan kedua cabangnya yaitu nervus peroneus comunis & nervus tibialis. Keluhan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia hidup pasti bergerak, termasuk ketika sedang melakukan aktivitas kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia hidup pasti bergerak, termasuk ketika sedang melakukan aktivitas kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia hidup pasti bergerak, termasuk ketika sedang melakukan aktivitas kerja maupun aktivitas lainnya. Suatu aktivitas yang memperhitungkan kemampuan tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setengah miliar mengalami obesitas. 1. meningkat pada negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. setengah miliar mengalami obesitas. 1. meningkat pada negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obesitas masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang mendunia. 1,2 World Health Organization (WHO) mendeklarasikan bahwa obesitas merupakan epidemik global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang kini digalakan salah satunya adalah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang kini digalakan salah satunya adalah di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang kini digalakan salah satunya adalah di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk Indonesia yang hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan rutin, hal tersebut menjadi suatu hal yang alamiah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan rutin, hal tersebut menjadi suatu hal yang alamiah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas sehari-hari seperti bersekolah, dan bekerja merupakan kegiatan rutin, hal tersebut menjadi suatu hal yang alamiah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehat berarti seseorang harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sehat berarti seseorang harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan menurut undang-undang RI no 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental dan spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

BAB I. punggung bawah. Nyeri punggung bawah sering menjadi kronis, menetap atau. sehingga tidak boleh dpandang sebelah mata (Muheri, 2010).

BAB I. punggung bawah. Nyeri punggung bawah sering menjadi kronis, menetap atau. sehingga tidak boleh dpandang sebelah mata (Muheri, 2010). BAB I A. Latar Belakang Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama adanya nyeri atau perasaan tidak enak di daerah tulang punggung bawah. Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki. Saat menghadapi persaingan kerja, penampilan juga merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki. Saat menghadapi persaingan kerja, penampilan juga merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, persaingan di dunia kerja pun semakin besar. Hal ini menuntut masyarakat untuk bisa lebih aktif dan profesional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit akibat kerja merupakan suatu penyakit yang diderita pekerja dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit akibat kerja merupakan suatu penyakit yang diderita pekerja dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja merupakan suatu penyakit yang diderita pekerja dalam hubungan dengan kerja, baik faktor risiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan manifestasi keadaan patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian pinggang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Low back pain atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Low back pain atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu kelainan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Low back pain atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu kelainan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. 1 Dokter gigi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN BY ADE. R. SST

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN BY ADE. R. SST FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN BY ADE. R. SST FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN A. JALAN LAHIR (PASSAGE) B. JANIN (PASSENGER) C. TENAGA atau KEKUATAN (POWER) D. PSIKIS WANITA (IBU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting dalam mempertahankan fungsi sendi patellofemoral dengan menarik patela ke arah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Konsep Ergonomi untuk Kenyamanan Kerja Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan antara alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia globalisasi menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia globalisasi menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia globalisasi menuntut masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Bekerja merupakan hal wajib yang dilakukan, seiring kemajuan globalisasi maka daya konsumsi

Lebih terperinci

Low back pain ( LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan

Low back pain ( LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Low back pain ( LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah

I. PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah dan degeneratif merupakan work related. Penyebab LBP yang paling umum

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS VETEBRA THORACAL 7 LUMBAL 1 DI RSAL DR.RAMELAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS VETEBRA THORACAL 7 LUMBAL 1 DI RSAL DR.RAMELAN 3 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS VETEBRA THORACAL 7 LUMBAL 1 DI RSAL DR.RAMELAN NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR DIPLOMA III FISIOTERAPI Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tugas-tugasnya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. sendi bahu dan mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional.

BAB I PENDAHULUAN. dan tugas-tugasnya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. sendi bahu dan mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Dengan kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. epidemi global dan harus segera ditangani. Saat ini prevalensi obesitas di

BAB I PENDAHULUAN. epidemi global dan harus segera ditangani. Saat ini prevalensi obesitas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang telah menjadi epidemi global dan harus segera ditangani. Saat ini prevalensi obesitas di dunia meningkat tajam hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laptop dan bekerja sambil duduk di depan komputer dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. laptop dan bekerja sambil duduk di depan komputer dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas duduk lama seperti saat kegiatan perkuliahan, bermain laptop dan bekerja sambil duduk di depan komputer dapat mengakibatkan imbalance muscle. Posisi duduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari berbagai sebab (kelainan tulang punggung/spine sejak lahir, trauma,

I. PENDAHULUAN. dari berbagai sebab (kelainan tulang punggung/spine sejak lahir, trauma, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Low back pain (LBP) atau nyeri punggung belakang adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada regio punggung bagian bawah yang merupakan akibat dari berbagai sebab (kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu

BAB I PENDAHULUAN. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan agama yang sempurna, dan telah mengatur segala aspek kehidupan manusia dari yang terbesar hingga yang terkecil sekalipun. Salah satu kelebihan islam

Lebih terperinci

Gmbr 4. saraf spinal meninggalkan kanal spinal

Gmbr 4. saraf spinal meninggalkan kanal spinal LAMPIRAN 95 Lampiran 1 Gmbr 1. 33 Vertebrae Gmbr 2. Vertebrae Gmbr 3. Spinal Canal Gmbr 4. saraf spinal meninggalkan kanal spinal 96 Gmbr 5 Gmbr 6 Ligament Gmbr 6 Ligament 97 Gmbr 7. Posisi duduk Gmbr

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi pada usia>50 tahun dan sering terjadi pada usia didapatkan pada usia tahun. Di Amerika Serikat, kasusnyeri

BAB I PENDAHULUAN. populasi pada usia>50 tahun dan sering terjadi pada usia didapatkan pada usia tahun. Di Amerika Serikat, kasusnyeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri pinggang dilaporkan terjadi setidaknya 1 kali dalam 85% populasi pada usia>50 tahun dan sering terjadi pada usia 30-50 tahun.setiap tahun prevalensi nyeri pinggang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah bukanlah diagnosis tapi hanya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Antropometri

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Antropometri BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Fasilitas ergonomi telah menjadi suatu bidang khusus, itu semua dikarenakan dampak yang mengacu pada keselamatan, kesehatan, produktifitas dan perekonomian serta daya

Lebih terperinci