BEBERAPA ASPEK BIOKULTURAL RANGKA MANUSIA DARI SITUS KUBUR KUNA LERAN,REMBANG, JAWA TENGAH. Oleh: Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BEBERAPA ASPEK BIOKULTURAL RANGKA MANUSIA DARI SITUS KUBUR KUNA LERAN,REMBANG, JAWA TENGAH. Oleh: Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta"

Transkripsi

1 BEBERAPA ASPEK BIOKULTURAL RANGKA MANUSIA DARI SITUS KUBUR KUNA LERAN,REMBANG, JAWA TENGAH Oleh: Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta Abstrak. Situs kubur kuna Leran dilaporkan oleh masyarakat kepada Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun Hingga penelitian tahun 2013, setidaknya telah ditemukan sebanyak 17 individu yang berhasil diidentifikasi dari situs Leran. Tulisan ini berusaha mengungkap aspek biokultural yang dimiliki oleh rangka manusia situs Leran melalui data-data materi anatomi tersisa. Aspek biologis yang diungkap antara lain adalah jenis kelamin, usia, tinggi badan, dan ras. Aspek kultural yang dibahas meliputi kebiasaan si individu pada saat masih hidup, dan perlakuan penguburan. Semoga tulisan ini dapat memperkaya pandangan kita mengenai aspek biokultural pada situs-situs kubur di Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Kata Kunci: Rangka, Situs Leran, Aspek Biokultural Abstract. Some Biocultural Aspects on Human Skeleton from Ancient Burial Site of Leran, Rembang, Central Java. Leran ancient burial site was informed by local people to the Center for Archaeological Research of Yogyakarta in Until 2013, we have found at least 17 individuals of human remain which were identified from Leran site. This paper tries to uncover biocultural aspects on human skeletal of Leran site through material data of remaining anatomy. The biological aspects are including sexes, age, stature, and race. The cultural aspects are including premortem cultural practices and burial treatment. Hopefully this article could enrich our understanding of the biocultural aspects on the burial sites in Java in particular and Indonesia in general. Keywords: Skeleton, Leran Site, Biocultural Aspects A. Pendahuluan Penelitian situs kubur prasejarah di pantai utara Pulau Jawa telah dimulai sejak ditemukannya situs kubur tempayan Anyer, Banten, yang kemudian diekskavasi oleh H.R. van Heekeren dan Basuki pada tahun 1955 (Heekeren, 1958: 80). Penelitian situs kubur tempayan Anyer baru dilakukan lagi setelah adanya petunjuk berupa pecahan tempayan serta tulang-tulang manusia pada tahun Pada ekskavasi tersebut ditemukan tiga rangka manusia dalam posisi membujur lurus, orientasi timur-barat dengan kepala di bagian barat (arah 1

2 laut). Dalam kronologi, Soejono menempatkan situs penguburan tempayan di Anyer pada masa perundagian, sedangkan van Heekeren berpendapat bahwa tradisi kubur tempayan ini muncul pada sekitar Masehi (Sukendar et. al., 1982: 1). Masih dari Jawa bagian barat, pada tahun 1985 ditemukan situs Batujaya, yang terletak di sebelah timur aliran Sungai Citarum bagian hilir di Kabupaten Karawang oleh Jurusan Arkeologi, Universitas Indonesia. Situs Batujaya merupakan situs kompleks percandian yang sangat luas dari masa periode awal sejarah Nusantara. Ekskavasi kolaborasi yang dilakukan oleh Puslitbang Arkenas bekerjasama dengan l'école Française d'extrême-orient, Perancis antara 2003 dan 2006 telah menemukan sekitar tiga puluh kubur prasejarah yang berasosiasi dengan konteks Budaya Buni. Enam pertanggalan karbon dari situs ini mengindikasikan bahwa kubur-kubur tersebut berasal dari sekitar abad 1 SM dan 3 Masehi (Manguin dan Indradjaja, 2011: ). Pada tahun 1977 ditemukan situs Plawangan yang terletak 27 km di sebelah timur Rembang. Situs ini berada pada jarak 500 m dari garis pantai, pada suatu tempat yang cukup landai, di ketinggian 4 m di atas permukaan laut. Penelitian di Situs Plawangan telah dilakukan pada tahun 1977, dan 1978 hingga 1993 (Prasetyo, 1994/1995: 2-3). Hasil-hasil ekskavasi menunjukkan berbagai pola kubur, wadah kubur (tempayan dan nekara perunggu), beraneka macam bekal kubur yang dibuat dari tanah liat, logam, batuan, cangkang moluska, tulang binatang, dan manik-manik. Pertanggalan dari situs ini berdasarkan analisis C-14 adalah 400 Masehi (Bintarti, 2000: 75). Situs Plawangan memiliki kemiripan karakter budaya dengan situs Gilimanuk yang ditunjukan dengan banyaknya kubur tanpa wadah yang bercampur dengan kubur dalam tempayan, baik kubur primer maupun kubur sekunder (Sukendar dan Due Awe, 1981: 25). Data yang diperoleh dari penelitian-penelitian tersebut, sesungguhnya telah memberikan gambaran yang cukup jelas tentang kehidupan suatu masyarakat di pantai utara Pulau Jawa pada masa akhir prasejarah. Namun, penemuan situs kubur prasejarah Leran di Desa Leran, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang juga menghasilkan data rangka manusia yang cukup signifikan, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Situs Leran berjarak sekitar 10 km di sebelah barat situs Plawangan. Sebelumnya juga pernah ditemukan 2

3 kubur-kubur prasejarah yang tersebar sporadis di sekitar situs ini, seperti Caruban dan Sluke (lihat Sukendar dan Due Awe, 1981: 6). Situs ini ditemukan berdasarkan laporan masyarakat, pada saat Balai Arkeologi melakukan penelitian di situs Plawangan dan Bonang tahun Ekskavasi pendahuluan telah menemukan kubur primer satu rangka manusia (Leran 1) yang dimakamkan dalam posisi terlentang dengan orientasi arah utara-selatan. Akibat dari kondisi lingkungan yang rawan bagi kelangsungan situs Leran, maka kemudian juga dilakukan kegiatan penyelamatan yang bertujuan untuk mengamankan potensi arkeologis situs tersebut. Gambar 1. Lokasi Situs Leran, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah (Sumber: Google Earth, dengan modifikasi) Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini menghasilkan data baru yang jumlahnya cukup signifikan dengan kandungan informasi yang berbeda dibandingkan dengan situs kubur pantai lainnya di utara Jawa.Tulisan ini menampilkan gambaran anatomis tiap individu yang ditemukan, kemudian analisis yang diarahkan guna mengungkap aspek biokultural yang dimiliki oleh rangka manusia situs Leran melalui data-data anatomi tersisa. Aspek biologis yang diungkap antara lain adalah jenis kelamin, usia, tinggi badan, patologi, dan ras. Aspek kultural yang dibahas meliputi kebiasaan si individu pada saat masih hidup dan perlakuan penguburan. Dua macam analisis osteologi yang digunakan adalah analisis kualitatif melalui observasi morfologi anatomi dan analisis kuantitatif melalui perhitungan morfometri rangka. Diharapkan tulisan ini dapat memperkaya pandangan kita mengenai aspek biokultural pada situs kubur lainnya di Pulau Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. 3

4 B. Deskripsi Rangka Manusia Selama dua kali pelaksanaan kegiatan penelitian dan penyelamatan di Situs Leran yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta pada November- Desember 2012 dan Januari 2013, berhasil mengungkap sedikitnya 17 (tujuh belas) rangka individu manusia. Untuk memudahkan proses identifikasi, rangkarangka tersebut diberi nama rangka Leran (diikuti nomer individu). Berikut ini adalah deskripsi rangka tersebut, yaitu: 1. Leran 1 Rangka Leran 1 terletak di kotak LRN B1.U7-8 bagian kepala hingga pinggul terletak di kotak B1.U8, sedangkan bagian pinggul hingga kaki terletak di kotak B1.U7. Rangka ini merupakan kubur primer terlentang miring ke kanan (barat) yang berorientasi arah utara-selatan, dengan posisi kepala di sebelah utara. Pada ekskavasi Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2012, rangka Leran 1 masih utuh berada pada posisi anatomisnya. Namun, pada penelitian 2013 rangka tersebut sudah tidak utuh lagi akibat abrasi pantai utara sehingga kehilangan cranium dan post-cranial atas khususnya kedua ekstremitas atas, hingga ke bagian vertebrae, dan costae. Pada saat dilakukan ekskavasi 2013 juga terjadi longsor, sehingga kondisi akhir rangka individu Leran 1 hanya menyisakan fragmen femur kiri, patella kiri dan kanan, tibia kiri dan kanan, serta fibula kiri dan kanan. Tulang pelvis dan femur kanan walaupun longsor masih dapat diselamatkan, sedangkan kedua sisi tarsal dan metatarsal bentuknya sangat fragmentaris. Kondisi terdahulu Rangka Individu Leran 1 (Kiri) dan Sisa Ekstremitas Bawah (Kanan) Sumber : Balai Arkeologi Yogyakarta,

5 Pada hasil penelitian sebelumnya, diketahui bahwa individu Leran 1 menunjukan karakter perempuan berdasarkan pada pengamatan morfologi tengkorak. Untuk mengidentifikasi jenis kelamin yang paling baik melalui pengamatan pada tulang pinggul yang pada penelitian sebelumnya tidak dapat diamati karena masih terkubur dalam tanah. Pada penelitian tahap ini dapat dilakukan pengamatan pada tulang pinggul, khususnya bagian greater sciatic notch yang menunjukkan sudut yang besar (lebar). Bagian ini sesuai dengan skor 2, menurut Buikstra dan Ubelaker (1994 : 18-19). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu Leran 1 menunjukkan morfologi perempuan berdasarkan pada karakter tulang pinggul dan juga morfologi tengkorak. Untuk mengetahui postur tubuh dilakukan pengukuran pada tulang-tulang panjang yang masih terkonservasi dengan baik dengan metode Martin dan Seller (1957). Berdasarkan pada kedua tulang tibia dan fibula yang masih utuh serta sebuah fragmen femur kanan, maka dapat diukur panjang maksimal (M1) tulang tersebut, yaitu femur kanan ± 40 cm, tibia kanan 34 cm, tibia kiri 33,5 cm, sedangkan fibula kanan 33 cm dan fibula kiri 31 cm. Pengukuran ini berguna untuk memprediksi tinggi badan individu Leran 1. Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan perempuan dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 1 memiliki tinggi badan ± 156 cm berdasarkan M1 tibia, sedangkan ± 158 cm berdasarkan M1 femur dan juga ± 158 cm berdasarkan M1 fibula. 2. Leran 2 Individu Leran 2 merupakan cranium yang hampir utuh dengan mandibula yang patah menjadi dua bagian, serta sebuah cervical vertebrae. Individu ini telah diselamatkan dari tebing pantai Leran dan dipindahkan ke gedung milik Pusat Arkeologi Nasional di Plawangan pada kegiatan ekskavasi di situs tersebut oleh Balai Arkeologi Yogyakarta tahun Lokasi penemuan aslinya berada di sebelah barat kotak ekskavasi LRN B1.U7-8. Berdasarkan pengamatan morfologi cranium dan mandible (rahang bawah) dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Buikstra dan Ubelaker (1994: 19-20), dapat diketahui bahwa individu Leran 2 memiliki margin orbit yang tumpul, orientasi frontal yang miring, arcus supra orbital yang nyata 5

6 pula, bentuk mastoid yang besar, occipital protuberance yang robust, serta mentalprotuberance pada mandible (rahang bawah) yang nyata. Berdasarkan pada pengamatan morfologi tersebut diperkirakan bahwa individu Leran 2 memiliki karakter maskulin (laki-laki) yang sangat kuat. Berdasarkan pada tingkat atrisi gigi seperti yang disarankan oleh Lovejoy (1985), dapat diketahui bahwa individu Leran 2 telah mengalami keausan sampai di bagian dentin yang cukup intensif pada M 1, M 2, dan M 3, sehingga dapat diperkirakan bahwa individu ini telah berusia dewasa lanjut, atau lebih dari 55 tahun. Estimasi usia ini sebaiknya juga masih perlu dikonfirmasi lagi dari perhitungan komposit sutura yang relatif masih dapat diamati dengan baik pada cranium individu Leran 2. Hal yang sangat menarik dari individu Leran 2 adalah jejak pangur (pengasahan) gigi pada seluruh (keempat) maxillary incisive, sedangkan mandibular incisive tidak mendapatkan perlakuan serupa. Pola pengasahan yang dilakukan membentuk pola berundak, dengan cara memotong separuh kedua sisi lateral bagian enamel gigi. Bahkan, diperkirakan bagian sisi labial juga diasah hingga mencapai ke bagian dentin, karena keempat gigi incisive tersebut berwarna kekuningan berbeda dengan warna enamel yang putih, sedangkan jejak menginang yang dapat menyebabkan warna kemerahan tidak terdapat pada gigi-geligi individu Leran 2. Individu Leran 2; Cranium (Kiri) dan Mandible (rahang bawah) (Kanan) Sumber : Balai Arkeologi Yogyakarta,

7 3. Leran 3 Temuan individu Leran 3 terletak di sebelah timur kotak ekskavasi LRN B1.U7-8, pada kedalaman sekitar 150 cm dari permukaan tanah. Nampaknya, tebing lokasi rangka ini berada baru saja longsor terkena abrasi air laut pada malam sebelumnya, yang disertai dengan hujan deras. Bagian rangka yang terungkap dan masih menempel pada dinding tebing adalah beberapa fragmen occipital, yang merupakan bagian belakang dari sebuah cranium. Setelah ditelusuri, ternyata di bawah lokasi temuan ini masih dapat diselamatkan beberapa fragmen cranium yang berada pada matrik tanah tebing yang longsor, yaitu corpus madibularis bagian kiri dan kanan beserta P 3 kanan, P 4 kiri dan kanan, M 1 kiri dan kanan, M 2 kiri dan kanan serta M 3 kiri dan kanan sedangkan bagian mandibular sysmphysis kondisinya patah dan sangat fragmentaris. Berdasarkan pada pengamatan atrisi gigi seperti yang didefinisikan oleh Lovejoy (1985), dapat diketahui bahwa individu Leran 3 telah mengalami keausan sampai di bagian dentin yang cukup intensif pada M 1, M 2, dan M 3, sehingga dapat diperkirakan bahwa individu ini telah berusia dewasa lanjut, atau lebih dari 55 tahun. Tulang-tulang Post-cranial Rangka Leran 3 dalam Litologi yang Kompak Sumber : Balai Arkeologi Yogyakarta, 2013 Setelah dilakukan tindakan penyelamatan, maka dapat diketahui bahwa rangka individu Leran 3 merupakan kubur primer terlentang, dengan orientasi arah utara-selatan. Posisi kepala berada di utara (laut), dengan tangan kanan terlipat ke atas, sedangkan tangan kiri dan posisi ekstremitas bawah kemungkinan lurus, namun belum dapat diketahui secara pasti karena masih terpendam dalam tanah. Materi anatomi yang dapat diselamatkan adalah bagian dari ekstremitas atas bagian kanan, yaitu terdiri dari; fragmen humerus, radius, 7

8 ulna, metacarpal, scapula, dan clavicle. Bagian anatomi lainnya, yang masih berada di lokasi aslinya merupakan hampir seluruh post-cranial, kecuali ekstremitas atas kanan. Bagian tersebut sengaja tidak diangkat karena kondisi tanah yang cukup kompak, sehingga diperkirakan masih aman dari ancaman abrasi sampai kegiatan penelitian mendatang. 4. Leran 4 Materi tersisa dari individu Leran 4 adalah fragmen epiphysis distal femur, dan tidak jauh di sebelah barat dari temuan tersebut terdapat cuboid kanan. Individu Leran 4 yang terletak hanya beberapa centimeter di samping (sebelah barat) kotak ekskavasi LRN B1.U7-8. Walaupun letaknya berdekatan, namun diperkirakan bahwa individu Leran 4 bukan merupakan bagian dari individu Leran 1 yang berada pada kotak ekskavasi tersebut. Hal ini dapat diketahui berdasarkan posisi dan orientasi keletakan rangka individu Leran 1 dalam LRN B1.U7-8 yang diperkirakan posisi post-cranialnya khususnya ekstremitas bawah berlanjut ke arah sudut kotak tersebut sedangkan posisi individu Leran 4 yang merupakan sisa bagian ekstremitas bawah berada di samping cranium individu Leran 1. Diperkirakan bahwa sebagian besar anatomi dari individu Leran 4, khususnya bagian superior rangka tersebut, telah hilang akibat abrasi. 5. Leran 5 Selain individu Leran 1, juga terdapat individu Leran 5 yang dapat diungkap sisa-sisa anatominya yang pada kegiatan sebelumnya masih terpendam dalam tanah. Individu Leran 5 terletak di kotak LRN B4.U4 yang merupakan kubur primer dengan posisi terlentang dan miring ke arah barat, dan orientasi arah utara selatan, sama dengan individu Leran 1. Individu ini memiliki cranium yang hampir utuh dengan mandibula dan gigi-geliginya, beberapa fragmen costae dan vertebrae. Berdasarkan pengamatan pada morfologi cranium, dapat diketahui bahwa individu Leran 2 memiliki margin orbit yang runcing, orientasi frontal yang vertikal, arcus supra orbital yang kurang nyata, bentuk mastoid yang kecil, serta bentuk tulang occipital yang ramping. Berdasarkan pada pengamatan morfologi tersebut maka diperkirakan bahwa individu Leran 5 memiliki karakter perempuan yang sangat kuat. 8

9 Berdasarkan pada pengamatan pertumbuhan dan atrisi gigi seperti yang disarankan oleh Lovejoy (1985), dapat diketahui bahwa individu Leran 5 sudah lengkap memiliki M 3 namun belum mengalami keausan pada M 1, M 2, dan M 3, sehingga dapat diperkirakan bahwa individu ini telah berusia dewasa muda, atau sekitar tahun. Estimasi usia ini sebaiknya juga masih perlu dikonfirmasi lagi dari perhitungan komposit sutura yang dapat diamati dengan baik pada cranium individu Leran 5. Sama seperti cranium individu Leran 2, individu ini juga memiliki jejak pangur (pengasahan) gigi dengan pola berundak pada seluruh (keempat) maxillary incisive, sedangkan mandibular incisive tidak mendapatkan perlakuan serupa. Namun yang sedikit berbeda, pada bagian sisi labial tidak diasah seperti individu Leran 2 yang diasah hingga mencapai ke bagian dentin. Pada bagian bucal gigi lateral maxillary incisive terdapat jejak shovel shape yang sangat nyata di bagian lingual (dalam), yaitu kedua margin lateralnya menyatu di bagian cingulum. Karakter ini biasanya dimiliki oleh kelompok manusia dari ras Mongoloid. Penelitian tahun 2013 tidak dapat menyelamatkan seluruh bagian individu Leran 5, khususnya tulang post-cranial separuh bagian atas, sehingga individu ini kehilangan vertebrae, costae, ekstremitas atas dan pelvis. Penelitian ini hanya dapat menyelamatkan kedua femur, patella, tibia, fibula, carpal dan metacarpal. Berdasarkan pada pengukuran tulang-tulang femur, tibia dan fibula yang masih utuh, maka dapat diukur panjang maksimal (M1) tulang tersebut, yaitu femur kanan ± 40 cm, femur kiri 39,5 cm, tibia kanan 34 cm, tibia kiri 34,5 cm, sedangkan fibula kanan 32 cm dan fibula kiri 33,5 cm. Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan perempuan dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 5 memiliki tinggi badan ± 159 cm berdasarkan M1 femur, sedangkan ± 158 cm berdasarkan M1 tibia dan juga ± 158 cm berdasarkan M1 fibula. Berdasarkan pada rata-rata nilai tinggi badan yang didapatkan dari pengukuran beberapa tulang panjang tersebut, maka diperkirakan tinggi badan individu Leran 5 adalah ± 158 cm. 9

10 Sisa Ekstremitas Bawah Individu Leran 5 di Kotak LRN B4.U4 (Kiri), dan Fragmen Maxilla (rahang atas) Kanan (Kanan) Sumber : Balai Arkeologi Yogyakarta, Leran 6 Rangka individu Leran 6 berada di sebelah barat temuan cranium Leran 5. Materi tersisa dari individu ini antara lain adalah fragmen pelvis, radius, costae, lumbar vertebrae, sternum bagian distal, metacarpal 2 dan 4, serta phalanges. Selain itu juga terdapat kedua tibia yang utuh, serta femur kiri yang utuh, sedangkan femur kanan hilang pada bagian epiphysis proximal, sehingga hanya menyisakan bagian diaphysis dan epiphysis distal saja. Berdasarkan pada pengamatan morfologi pelvis, dapat diketahui bahwa individu Leran 6 memiliki bentuk greater sciatic notch yang sempit dan bentuk os pubis yang pendek, dengan ventral arc yang ramping, bentuk sub pubic yang cembung, dan medial surface yang tebal (kekar). Karakter ini biasanya dimiliki oleh individu maskulin (laki-laki) Berdasarkan pada kedua tibia dan sebuah femur yang masih utuh, maka dapat diukur panjang maksimal (M1) tulang tersebut, yaitu tibia kanan 34,5 cm, tibia kiri 35 cm, dan femur kiri 43,5 cm. Pengukuran ini berguna untuk memprediksi tinggi badan individu Leran 6. Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan laki-laki dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 6 memiliki tinggi badan ± 162 cm berdasarkan M1 tibia dan ± 164 cm berdasarkan M1 femur. 7. Leran 7 Rangka individu Leran 7 juga berada di sebelah barat temuan cranium Leran 5 dan post-cranial Leran 6. Materi tersisa dari individu ini antara lain 10

11 adalah; fragmen epiphysisdistal femur kiri, tibia kiri dan kanan yang kondisinya masih utuh, fibula kiri yang juga utuh, serta fragmen fibula kanan. Bagian tarsal yang ditemukan hampir lengkap, terdiri dari talus, calcaneus, cuboid, navicular, dan ketiga cuneiform. Selain itu juga terdapat beberapa metatarsal dan phalanges. Berdasarkan pada pengamatan morfologi tibia, dapat diketahui bahwa individu Leran 7 memiliki karakter pertautan otot (muscle attachement) yang nyata dan kekar. Sehingga diperkirakan bahwa individu ini memiliki karakter maskulin (laki-laki). Namun hipotesis ini masih harus didukung dengan pengamatan beberapa karakter pada bagian anatomi lainnya yang mungkin ditemukan dan terkonservasi dengan baik pada penelitian yang akan datang. Berdasarkan pada kedua tibia dan sebuah fibula yang masih utuh, maka dapat diukur panjang maksimal (M1) tulang tersebut, yaitu tibia kanan 37,5 cm, tibia kiri 37 cm, dan fibula kiri 36,5 cm. Pengukuran ini berguna untuk memprediksi tinggi badan individu Leran 7. Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan laki-laki dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 7 memiliki tinggi badan ± 167cm berdasarkan M1 tibia dan ± 166cm berdasarkan M1 fibula. Individu ini memiliki postur tubuh yang sedikit lebih tinggi dari pada individu Leran 6. Tebing Lokasi Penemuan Individu Leran 7 (Kiri), dan Beberapa Tulang Ekstremitas Bawah (Kanan)Sumber : Balai Arkeologi Yogyakarta, Leran 8 Individu Leran 8 ditemukan oleh masyarakat lokal sehari sebelum kedatangan tim Balai Arkeologi Yogyakarta untuk melakukan tindakan penyelamatan, sehingga tidak diketahui secara jelas lokasi penemuan aslinya. Materi tersisa dari individu Leran 8 adalah; beberapa fragmen cranium, 11

12 mandibula, maxilla (rahang atas) yang patah menjadi dua bagian, beberapa gigi lepas, ulna, patella, bagian diaphysis dari tulang panjang, dan beberapa phalanges. Berdasarkan pada pengamatan jumlah gigi rahang bawah diketahui bahwa individu Leran 8 baru memiliki 10 gigi susu, tanpa premolar dan hanya memiliki m 1 dan m 2, sedangkan gigi Molar permanen belum mengalami erupsi. Berdasarkan pada pengamatan tersebut maka dapat diketahui bahwa individu Leran 8 maksimal baru memasuki usia6 (± 2) tahun berdasarkan estimasi usia yang disarankan oleh Ubelaker (1989) berdasarkan pertumbuhan gigi manusia. Selain itu berdasarkan pada pengamatan fragmen canium bagian tulang frontal yang masih tersisa, dapat diketahui bahwa individu Leran 8 memiliki margin orbit yang tumpul. Walaupun umur individu Leran 8 masih dalam rentang usia anakanak yang masih dalam masa perkembangan, namun diperkirakan individu ini memiliki karakter jenis kelamin maskulin (laki-laki). 9. Leran 9 Sama dengan individu Leran 8, individu ini juga tidak diketahui dengan pasti lokasi penemuan aslinya, karena ditemukan oleh masyarakat lokal. Material yang tersisa dari individu Leran 9 adalah fragmen mandibular corpus dan ramus bagian kiri, dengan kedua premolar dan ketiga molar. Berdasarkan pada pengamatan jumlah erupsi gigi-geligi tersebut, dapat diketahui bahwa individu Leran 9 telah memasuki tentang usia dewasa. Berdasarkan pada tingkat atrisi gigi mandibula yang disarankan oleh Lovejoy (1985), dapat diketahui bahwa individu Leran 9 telah mengalami keausan sampai di bagian dentin pada M 1 dan M 2, sehingga diperkirakan bahwa individu ini telah berusia dewasa lanjut, sekitar tahun. 10. Leran 10 Individu Leran 10 sudah berada di gedung Pusat Arkeologi Nasional di Plawangan, pada saat dilakukan peleniltian oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Individu ini ditemukan sekitar bulan Januari 2013, namun tidak diketahui secara pasti lokasi penemuan aslinya karena masyarakat tidak mencatat secara detail. Berdasarkan materi tersisa, dapat diketahui bahwa individu Leran 10 terdiri atas; 12

13 fragmen cranium, dan mandibular corpus dan ramus bagian kiri, sedangkan postcranial yang masih tersisa adalah tibia kiri yang kondisinya masih utuh. Analisis morfometri berdasarkan pada tibia kiri yang masih utuh tersebut, maka dapat diukur panjang maksimal (M1) tulang tersebut, yaitu 34,5 cm. Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan laki-laki dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 10 memiliki tinggi badan ± 161 cm berdasarkan M1 tibia kiri. Individu ini memiliki postur tubuh yang hampir mirip dengan individu Leran 6. Berdasarkan pengamatan morfologi cranium dan mandible, dapat diketahui bahwa individu Leran 10 memiliki margin orbit yang tumpul, orientasi frontal yang miring, arcus supra orbital yang nyata pula, bentuk mastoid yang besar, serta tulang occipital yang besar dan tebal. Berdasarkan pada pengamatan morfologi tersebut diperkirakan bahwa individu Leran 10 memiliki karakter maskulin (laki-laki) yang cukup kuat. 11. Leran 11 Sama seperti individu leran 10, individu Leran 11 juga merupakan hasil inisiatif penyelamatan oleh penduduk yang kemudian disimpan di gedung Pusat Arkeologi Nasional di Plawangan. Material anatomi yang tersisa dari individu Leran 11 adalah; fragmen maxilla kiri dengan gigi P 3, M 1 dan M 2. Berdasarkan pada pertumbuhan gigi yang telah menampakan gigi molar permanen, maka diperkirakan usia individu Leran 11 telah beranjak dewasa. Namun demikian, masih perlu dilakukan observasi mengenai kemungkinan eksistensi Molar ketiga pada maxilla tersebut yang menunjukan tingkat usia dewasa. Selain maxilla, individu Leran 11 juga disertai dengan fragmen femur kiri yang patah pada bagian epiphysis proximalnya, sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran panjang maksimal untuk memperkirakan tinggi badan individu Leran Leran 12 Individu Leran 12 ditemukan oleh masyarakat lokal sebelum kedatangan tim Balai Arkeologi Yogyakarta untuk melakukan penelitian, sehingga tidak diketahui secara pasti lokasi penemuan aslinya. Materi tersisa dari individu Leran 12 adalah; fragmen cranium, maxilla, dan mandibula. Fragmen cranium dapat 13

14 diidentifikasi sebagai tulang temporal kanan dengan bentuk mastoid yang besar dan auditory meatus yang lonjong. Fragmen mandible (rahang bawah) dapat diidentifikasi sebagai bagian dari corpus dan ramus rahang bawah sebelah kiri. Pada mandibular ramus, patah bagian coronal-nya, sedangkan sudut gonial bentuknya masif. Berdasarkan pada karakter mastoid dan auditory meatus pada tulang temporal kanan, serta sudut gonial yang massif maka dapat diketahui bahwa individu Leran 12 memiliki karakter jenis kelamin maskulin (laki-laki). Fragmen maxilla individu Leran 12 patah pada bagian palatal-nya. Fragmen maxilla ini dilengkapi beberapa gigi-geligi yang masih menempel pada alveolarnya, yaitu I 1 dan PM 2 kanan, serta C dan PM 1 kiri. Berdasarkan pada pengamatan jejak atrisi gigi tersebut dapat diketahui bahwa individu ini telah mengalamai atrisi tingkat lanjut Berdasarkan pada tingkat atrisi gigi maxilla yang disarankan oleh Lovejoy (1985), dapat diketahui bahwa individu Leran 12 telah mengalami keausan sampai di bagian dentin pada I 1 hingga PM 2, oleh karena itu diperkirakan bahwa individu ini telah berusia dewasa lanjut, sekitar tahun. 13. Leran 13 Individu Leran 13 juga ditemukan oleh masyarakat, sama seperti individu Leran 12 sehingga tidak dapat diketahui lagi posisi aslinya. Material tersisa dari individu ini antara lain adalah; fragmen cranium, humerus, radius, ulna, scapula, costae, dan vertebtae.fragmen cranium berjumlah enam buah, dengan bagian yang dapat diidentifikasi adalah dua buah parietal, sebuah temporal kanan, dan sebuah tulang pertautan antara occipital dan parietal. Tulang humerus patah menjadi dua, namun dapat direkonstruksi kembali dan dapat diindentifikasi sebagai sisi kanan. Tulang radius tidak lengkap, dan hanya bagian epiphysis distal yang terkonservasi, tetapi dapat diidentifikasi sebagai sisi kanan. Tulang ulna juga patah menjadi dua, namun dapat direkonstruksi kembali, sehingga dapat diidentifikasi sebagai sisi kanan. Tulang femur patah pada bagian artikulasi dan hanya menyisakan epiphysis distal saja. Fragmen scapula yang dapat diidentifikasi adalah bagian kanan, dengan ciri yang dapat diketahui adalah processus acromion dan scapular line pada sisi posterior. Dari enam buah temuan costae, hanya satu buah yang dapat diidentifikasi sebagai costae urutan pertama. Dua buah tulang vertebrae dapat diidentifikasi sebagai sebuah 14

15 vertebrae cervical yang utuh dan vertebrae thoraxic yang hanya menyisakan bagian badannya saja. Selain itu juga terdapat sebuah tulang phalange. Dominannya temuan ekstremitas atas bagian kanan mengindikasikan bahwa bagian lain (khususnya ekstremitas bawah) masih terpendam dalam tanah. Berdasarkan bentuk perlekatan otot pada tulang-tulang panjang, khususnya pada tulang humerus yang jelas dan nyata, maka diperkirakan bahwa individu Leran 13 memiliki karakter maskulin (laki-laki). Kemudian untuk mengetahui postur tubuh individu Leran 13, digunakan pengukuran panjang maksimal (M1) berdasarkan pada metode yang dikembangkan oleh Martin & Seller (1957). Tulang-tulang panjang individu Leran 13 yang dapat direkonstruksi adalah humerus kanan dengan hasil pengukuran 31 cm dan ulna kanan dengan panjang 28 cm. Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan laki-laki dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 13 memiliki tinggi badan ± 165 cm berdasarkan M1 humerus, dan ± 170 cm berdasarkan M1 ulna. Berdasarkan pada rata-rata nilai tinggi badan yang didapatkan dari pengukuran beberapa tulang panjang tersebut, maka diperkirakan tinggi badan individu Leran 13 antara 165 dan 170 cm. 14. Leran 14 Individu Leran 14 adalah rangka anak-anak kedua yang ditemukan di situs Leran.Rangka ini juga ditemukan oleh penduduk, sehingga tidak diketahui posisi penemuan aslinya. Material yang tersisa dari individu Leran 14 adalah fragmen cranium, mandible, costae, dan beberapa tulang panjang.terdapat empat fragmen cranium, dan yang dapat diidentifikasi adalah sebuah tulang frontal dan zygomatic bagian kiri. Fragmen mandible dapat diidentifikasi sebagai bagian kiri, dengan dilengkapi dua buah gigi yaitu p 2 dan m 1. Berdasarkan pada pengamatan pertumbuhan gigi tersebut maka dapat diketahui bahwa individu Leran 14 maksimal baru memasuki usia 11 (± 2,5) tahun berdasarkan estimasi usia yang disarankan oleh Ubelaker (1989). Dua buah tulang panjang tidak dapat diketahui identitasnya karena sudah tidak memiliki epiphysis proximal dan distal sehingga menyulitkan pengamatan. 15

16 15. Leran 15 Individu Leran 15 yang terletak di kotak LRN B2.U5-6 merupakan fragmen kubur primer terlentang miring ke arah barat, dengan orientasi utara selatan.material tersisa dari individu ini adalah separuh tulang post-cranial bagian atas dan bawah, yaitu ekstremitas atas bagian kiri, costae, vertebrae, pelvis, dan ekstremitas bawah yang hampir lengkap. Pada sekeliling rangka Leran 15 terdapat fitur lubang kubur berupa tanah lempung berwarna coklat kehitaman, yang berbeda dengan batuan dasar situs ini yaitu tanah lempung tufaan berwarna coklat keabuan. Fitur lubang kubur tersebut berukuran lebar sekitar 30 cm, dan kemungkinan besar panjangnya disesuaikan dengan tinggi badan individu tersebut. Temuan fitur ini dapat digunakan untuk mengetahui aspek tingkah laku masyarakat pendukung kubur kuna Leran, yang berkaitan dengan perlakuan budaya post-mortem atau setelah kematian. Berdasarkan pada pengamatan bagian ekstremitas atas yang masih tersisa, dapat diketahui bahwa epiphysis distal humerus kiri bertautan dengan epiphysis proximal ulna kiri, yang terletak diatas tulang costae. Hal ini mengindikasikan bahwa posisi tangan rangka Leran 15 pada saat dimakamkan adalah dengan cera melipat kedua tangan di atas dada. Oleh karena itu, maka informasi system penguburan mayat di situs Leran dapat dilengkapi bahwa rangka dikubur dengan system primer, posisi terlentang, miring ke arah barat, dengan kedua belah tangan dilipat di atas dada, dan posisi kepala di sebelah utara dan kaki di sebelah selatan. Untuk mengidentifikasi jenis kelamin dilakukan dengan pengamatan pada tulang pinggul dan jejak perlekatan otot pada tulang panjang.berdasarkan pada pengamatan tulang pinggul, khususnya bagian greater sciatic notch yang menunjukkan sudut yang besar (lebar). Bagian ini sesuai dengan skor 2, menurut Buikstra dan Ubelaker (1994).Selain itu, berdasarkan pengamatan pada jejak perlekatan otot yang tidak terlalu jelas dan nyata juga mendukung identifikasi sebagai individu perempuan.dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu Leran 15 menunjukkan morfologi perempuan berdasarkan pada kedua karakter tersebut. 16

17 Untuk mengetahui postur tubuh dilakukan pengukuran dengan metode Martin dan Seller (1957) terhadap tulang-tulang panjang individu Leran 15 yang sebagian besar masih terkonservasi dengan baik. Berdasarkan pada kedua tulang femur, tibia dan fibula yang masih utuh, maka dapat diukur panjang maksimal (M1) tulang tersebut, yaitu femur kanan 40 cm, femur kiri ± 41 cm, tibia kanan 32 cm, tibia kiri 33 cm, sedangkan fibula kanan ± 30 cm dan fibula kiri 31 cm. Pengukuran ini berguna untuk memprediksi tinggi badan individu Leran 15. Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan perempuan dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 15 memiliki tinggi badan ± 159 cm berdasarkan M1 femur, ± 154 cm berdasarkan M1 tibia, dan ± 155 cm berdasarkan M1 fibula. Maka diperkirakan bahwa tinggi badan individu Leran 15 adalah sekitar 155 cm. 16. Leran 16 Kondisi Rangka Leran 15 Sebelum dilakukan Kegiatan Pengangkatan Sumber : Balai Arkeologi Yogyakarta, 2013 Individu Leran 16 adalah satu-satunya rangka yang ditemukan utuh dari hasil ekskavasi, yaitu di kotak B3.U4, tepatnya di sebelah timur temuan rangka Leran 5 di kotak B4.U4. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasinya yang berada di bawah pohon manga, sehingga lebih tahan terhadap bahaya abrasi. Kondisi lokasinya tersebut juga banyak menyebabkan anggota tulang-belulang individu Leran 16 mengalami deformasi bentuk dan terdisposisi dari posisi anatomi aslinya. Pada dasarnya, individu ini adalah kubur primer terlentang, namun posisinya tidak miring ke arah barat. Selain itu posisi kepala juga menghadap ke atas dan banyak tulang-tulang yang kehilangan pasangan 17

18 anatomisnya, baik karena pindah posisi maupun hilang. Hal ini mungkin disebabkan oleh proses bioturbation data arkeologis karena faktor tumbuhan. Berdasarkan pengamatan morfologi cranium dan mandible, dapat diketahui bahwa individu Leran 16 memiliki margin orbit yang sedang, orientasi frontal yang vertikal, arcus supra orbital yang tidak nyata, bentuk mastoid yang sedang, serta occipital protuberance yang sedang. Berdasarkan pada pengamatan morfologi cranium tersebut diperkirakan bahwa individu Leran 16 agaknya memiliki karakter perempuan. Untuk mengidentifikasi jenis kelamin lebih baik dilakukan dengan pengamatan pada karakter tulang pinggul, selain itu juga didukung oleh jejak perlekatan otot pada tulang panjang. Berdasarkan pada pengamatan tulang pinggul, khususnya bagian greater sciatic notch yang menunjukkan sudut yang sangat besar (lebar). Bagian ini sesuai dengan skor 1 yang berarti perempuan, menurut Buikstra dan Ubelaker (1994). Selain itu karakter perempuan dari individu Leran 16 juga ditunjukan oleh bagian pinggul lainnya, yaitu karakter pada tulang pubis yang lebar, bentuk ventral arc yang persegi, serta subpubic concavity dan isciopubic ramus yang ramping menurut metode Phenice (1969). Selain itu, berdasarkan pengamatan pada jejak perlekatan otot yang tidak terlalu jelas dan nyata juga mendukung identifikasi sebagai individu perempuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu Leran 16 menunjukkan morfologi perempuan berdasarkan pada seluruh karakter tersebut. Untuk menentukan usia individu Leran 16 pada saat kematian, dapat dilakukan dengan cara mengamati tingkat atrisi gigi seperti yang disarankan oleh Lovejoy (1985). Namun sayang, banyak gigi maxilla yang hilang pada postmortem atau mungkin belum ditemukan, sehingga hanya menyisakan gigi kiri PM 3 dan PM 4, sedangkan gigi-geligi lainnya khususnya gigi dari mandible belum ditemukan. Berdasarkan pengamatan pada gigi yang tersisa tersebut dapat diketahui bahwa individu Leran 16 telah mengalami keausan sampai di bagian dentin yang cukup intensif, sehingga dapat diperkirakan bahwa individu ini telah berusia dewasa lanjut, antara usia tahun. Estimasi usia ini sebaiknya juga masih perlu dikonfirmasi lagi dengan penelitian mendatang jika menemukan komponen gigi lainnya, serta juga mempertimbangkan perhitungan komposit 18

19 sutura yang relatif masih dapat diamati dengan baik pada cranium individu Leran 16. Untuk mengetahui postur tubuh dilakukan pengukuran dengan metode Martin dan Seller (1957) terhadap beberapa tulang panjang anggota ekstremitas atas dan bawah dari individu Leran 16 yang masih terkonservasi dengan baik. Berdasarkan pada pengukuran tulang ulna, femur, dan tibia yang masih utuh, maka dapat diukur panjang maksimal (M1) tulang tersebut, yaitu ulna kanan 25, femur kiri 39,5 cm, dan tibia kiri 35 cm. Pengukuran ini berguna untuk memprediksi tinggi badan individu Leran 16. Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan perempuan dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 16 memiliki tinggi badan ± 159 cm berdasarkan M1 ulna, ± 158 cm berdasarkan M1 femur, dan ± 160 cm berdasarkan M1 tibia. Maka diperkirakan bahwa tinggi badan individu Leran 15 adalah antara cm. 17. Leran 17 Temuan Rangka Leran 16 di Kotak B3-4.U4 (Kiri) dan Upaya (Kanan) Sumber : Balai Arkeologi Yogyakarta, 2013 Individu Leran 17 ditemukan oleh masyarakat lokal di tebing pantai Leran pada tanggal 22 Februari 2013 setelah kedatangan tim Balai Arkeologi Yogyakarta pada penelitian akhir tahun Materi tersisa dari individu Leran 17 adalah mandibular corpus dan ramus bagian kiri yang masih dilengkapi dengan gigi-geliginya. Fragmen mandible individu Leran 17 patah pada bagian symphysis-nya. Fragmen mandible ini dilengkapi beberapa gigi-geligi yang masih menempel pada rahangnya, yaitu seluruh mandibular incisive kiri dan kanan, Canine kiri, PM 3-4 kiri, serta M 1-3 kiri. Berdasarkan pada pengamatan jejak atrisi gigi tersebut dapat diketahui bahwa individu ini telah mengalamai atrisi tingkat 19

20 lanjut. Berdasarkan pada tingkat atrisi gigi maxilla yang disarankan oleh Lovejoy (1985), dapat diketahui bahwa individu Leran 17 belum mengalami keausan tingkat lanjut pada PM hingga M, oleh karena itu diperkirakan bahwa individu ini telah berusia dewasa, sekitar tahun. C. Identitas Manusia Kubur Kuna Leran Hingga akhir kegiatan penelitian tahun 2013 telah berhasil mengidentifikasi aspek biokultural rangka-rangka manusia dari situs kubur kuna Leran. Secara lateral, distribusi sebagian besar temuan rangka tersebut berada di sekitar dinding tebing sisi utara lahan milik Pak Wardoyo dan keluarganya di sebelah selatannya yang keduanya menghadap ke Laut Jawa. Berdasarkan pada hasil ekskavasi dapat diketahui pula bahwa sisa rangka manusia di Situs Leran rata-rata terletak di akhir spit (4), atau berada pada kedalaman 80 cm dari permukaan tanah saat ini, dengan jenis litologi berupa lempung coklat kehitaman dan posisi rangka kebanyakan di atas bedrock berupa batu lempung tufaan coklat kekuningan. Kondisi konservasi tulang pada himpunan rangka di situs Leran menunjukkan derajat konservasi yang berbeda antara satu rangka dengan rangka lainnya. Namun, sebagian besar rangka menunjukkan kondisi tulang yang cukup baik. Berdasarkan hasil identifikasi hingga akhir penelitian 2013, jumlah minimal individu manusia (Minimum Number of Individu) yang ditemukan di situs Leran adalah tujuh belas (17) individu. Jumlah tersebut masih dapat terus bertambah mengingat lahan situs yang tersisa dan selamat dari abrasi ombak Laut Jawa masih cukup luas. Sebagai kelanjutan dari deskripsi anatomis dan identifikasi biokultural pada bagian sebelumnya, pembahasan aspek biologis manusia kubur kuna Leran dalam tulisan ini mencakup estimasi usia, penentuan jenis kelamin, perkiraan perawakannya, dan patologi atau kondisi kesehatan. Pembahasan konteks budaya manusia kubur kuna Leran akan ditujukan pada modifikasi budaya pada saat premortem yang terkait tengkorak atau gigi, dan bukti budaya perimortem seperti praktek pemakaman (tata cara penguburan). Proses tafonomi postmortem juga akan sekilas dibahas namun tidak secara rinci. Pembahasan aspek tersebut akan lebih banyak berhubungan dengan aspek budaya manusia Leran dan bukan pada sejarah geomorfologi Leran. Perbandingan aspek kultural 20

21 juga akan dilakukan dengan catatan etnografis dari populasi Indonesia (terutama etnis Jawa) dan populasi lainnya di Asia Tenggara. 1. Identitas Biologis Komposisi usia individu manusia kubur kuna Leran bervariasi dari usia anak-anak hingga dewasa, maupun identitas jender yang cukup seimbang, dengan diwakili individu laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan pada hasil analisis anatomi pada materi tersisa, dapat diketahui bahwa temuan manusia kubur Prasejarah Leran terdiri dari delapan laki-laki, empat perempuan dan lima rangka yang belum dapat diketahui jenis kelaminnya (unidentified). Berdasarkan rentang usianya, dapat diketahui bahwa manusia Leran terdiri dari dua anakanak, satu dewasa muda, lima dewasa, lima dewasa lanjut dan empat individu yang belum dapat diketahui rentang usianya (unidentified). Cukup signifikannya jumlah individu yang belum dapat ditentukan jenis kelamin maupun usianya, disebabkan oleh terbatasnya materi tersisa yang dapat diidentifikasi, maupun kondisi konservasi rangka yang fragmentaris. Untuk beberapa individu yang belum dapat ditampakkan secara keseluruhan anggota-anggota anatominya karena masih terkubur di dalam tanah, diharapkan dapat diungkap pada penelitian yang akan datang Laki Tak Teridentifikasi Anak-Anak Dewasa Muda Dewasa Dewasa Lanjut Tak Teridentifikasi Diagram Determinasi Jenis Kelamin dan Usia Manusia Leran 21

22 Berdasarkan hasil pengukuran panjang maksimal tulang-tulang panjang, dapat disimpulkan bahwa manusia kubur kuna Leran memiliki perawakan tinggi badan antara cm untuk individu laki-laki. Sedangkan untuk individu perempuan, memiliki perawakan tinggi badan antara cm. Berdasarkan pada perbandingan dengan tinggi badan manusia Jawa yang hidup saat ini, maka dapat diperkirakan bahwa populasi Leran memiliki kemiripan perawakan dengan manusia Jawa resen. Dengan kata lain, ada kemungkinan bahwa manusia Jawa saat ini memiliki hubungan genetis dengan manusia Leran. Penelitian dengan pendekatan genetika di masa mendatang diharapkan dapat membantu untuk mengungkap hal tersebut. Tabel 1. Determinasi Jenis Kelamin, Usia dan Perawakan Manusia Leran Tinggi NO ID Seks Usia (Cm) 1 LRN1 Perempuan Dewasa LRN2 Laki-laki Dewasa Lanjut 3 LRN3 Laki-laki (?) Dewasa Lanjut 4 LRN4 (?) Dewasa (?) 5 LRN5 Perempuan Dewasa Muda 6 LRN6 Laki-laki Dewasa LRN7 Laki-laki Dewasa LRN8 Laki-laki Anak-anak 9 LRN9 (?) Dewasa Lanjut 10 LRN10 Laki-laki Dewasa LRN11 (?) Dewasa (?) 12 LRN12 Laki-laki Dewasa Lanjut 13 LRN13 Laki-laki Dewasa (?) LRN14 (?) Anak-anak 15 LRN15 Perempuan Dewasa (?) 16 LRN16 Perempuan Dewasa Lanjut LRN17 (?) Dewasa Ket: (?) perlu analisis lebih lanjut 22

23 2. Identitas Kultural Rangka-rangka manusia situs kubur kuna Leran dimakamkan dengan orientasi penguburan utara-selatan, dengan posisi kepala berada di arah utara. Secara teknis, penguburan di Situs Leran menunjukkan penguburan primer tunggal. Orientasi penguburan dengan posisi kepala seperti ini sangat menarik, karena berorientasi ke arah laut yang pada beberapa masyarakat tradisional Austronesia, diyakini sebagai arah kedatangan nenek moyang. Selain itu, posisi mayat adalah miring ke kanan, ke arah barat (Ka bah?), dengan posisi kedua tangan bersedekap dan keduanya diletakan di atas dada. Posisi mayat yang demikian ini mengingatkan pada tradisi pemakaman pada masyarakat yang memeluk agama Islam. Hal ini menimbulkan permasalahan kronologi budaya, karena hasil pertanggalan terdahulu dengan sampel arang menggunakan metode C14 menghasilkan umur ± 150BP (Kasnowihardjo, 2013 :7). Sehingga pertanggalan situs ini perlu dikonfirmasi melalui teknik direct dating dengan sample tulang manusia yang bersangkutan. Jejak kebiasaan mengunyah Sirih (Piper betle) pinang (Areca catechu) pada manusia Leran dijumpai pada beberapa individu, salah satunya adalah pada individu Leran 13. Jejak tersebut dapat diamati pada permukaan bucal dan lingualdi beberapa gigi, khususnya gigi sisi anterior. Dalam beberapa kelompok etnis di Indonesia, tradisi mengunyah sirih menggunakan daun sirih (Piper betle), pinang (Areca catechu) dan kapur, dan mungkin juga dicampur dengan tembakau (setelah era kolonial). Semua bahan-bahan tersebut berasal dari lingkungan tropis Asia Tenggara. Zat lain sering ditambahkan ke tradisi mengunyah sirih adalah rempah-rempah tertentu, seperti kapulaga, cengkeh, adas manis, dan pemanis sesuai dengan kebiasaan lokal. Sifat dari buah pinang pada tradisi mengunyah sirih adalah alkaloid dan tanin. Alkaloid ini memberikan warna merah pada air liur, gigi, dan tinja. (Rooney, 1993: 27). Warna merah pada permukaan gigi mungkin disebabkan oleh pinang (Areca catechu) dan gambir (Ucaria gambir). Berdasarkan tradisi etnografi di Indonesia, salah satu fungsi mengunyah sirih adalah fungsi sosial atau mempererat persahabatan. Selain kebiasaan mengunyah pinang, manusia Leran juga melakukan tradisi mutilasi gigi bagian atas (maxilla) yaitu incisive medial dan lateral. Ada dua variasi mutilasi yang ditemukan pada manusia Leran, yaitu mutilasi lurus dan 23

24 mutilasi berundak. Mutilasi lurus dilakukan dengan pemotongan lurus bagian lateral, sedangkan mutilasi berundak dilakukan dengan pemotongan bertingkat pada bagian lateral gigi. Rangka yang cukup baik merepresentasikan model mutilasi lurus adalah individu Binangun 1, sedangkan rangka yang merepresentasikan model mutilasi berundak adalah individu Leran 2. Budaya ini kemungkinan sebagai bukti adanya tradisi ritual inisiasi, seperti yang masih ditemukan di beberapa etnis di Indonesia. Tradisi pengupaman gigi dan mengunyah sirih ditemukan di Indonesia dan Asia Tenggara daratan. Hal ini menunjukkan hubungan budaya antara rangka manusia Leran dengan daerahdaerah tersebut. D. Penutup Himpunan rangka dari Situs Leran tersebut telah memberikan berbagai indikasi yang cukup signifikan mengenai demografi masa lampau di pantai utara Jawa. Sekaligus memuat informasi mengenai perilaku budaya yang mereka lakukan, seperti misalnya tradisi pengupaman gigi dan kebiasaan mengunyah sirih pinang. Selain itu, aspek religi juga dapat ditunjukkan melalui posisi dan orientasi rangka pada kubur-kubur tersebut. Berdasarkan pada potensi Situs Leran yang signifikan tersebut, maka sebaiknya dilakukan dilakukan beberapa kegiatan lanjutan yang bertujuan untuk mengelola situs ini dengan lebih baik lagi, antara lain adalah: 1. Dilakukan tindakan pengamanan situs dari ancaman bencana alam dan bahaya manusia, dengan meningkatkan kerjasama antar institusi pemerintah, baik pusat maupun daerah, khususnya yang menangani bidang cagar budaya, serta berbagai stakeholder dan juga masyarakat setempat, demi kelestarian situs di masa mendatang. 2. Dilakukan penelitian yang sistematis di Situs Leran guna merekonstruksi aspek bio-kultural masyarakat penghuni pantai utara Jawa Tengah pada periode akhir prasejarah maupun proto-sejarah, serta keterkaitannya dengan situs-situs sejenis baik di Jawa maupun di Indonesia pada umumnya. 3. Penyebarluasan informasi mengenai potensi dan signifikansi Situs Leran kepada masyarakat luas, khususnya kepada masyarakat 24

25 Kabupaten Rembang sebagai pemilik langsung aset sejarah budaya tersebut. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Gunadi Kasnowihardjo selaku ketua tim, juga kepada seluruh anggota tim penelitian situs kubur kuna Leran, serta masyarakat Leran dan Rembang yang telah membantu penelitian di situs tersebut sehingga berjalan dengan lancar. Daftar Pustaka Bergman, R.A.M. &The, T.H The length of the body and long bones of the Javanese.Documenta de Medecina Geographica et Tropica, 7. pp Bintarti, D.D More on Urn Burials in Indonesia, Bulletin of the Indo-Pacific Prehistory Association No. 19 Vol. 3, Canberra: ANU. pp Buikstra, J.E., and Ubelaker, D.H Standards for Data Collection from Human Skeletal Remains, Arkansas Archaeological Survey Report Number 44, Arkansas Kasnowihardjo, Gunadi Temuan Rangka Manusia Austronesia di Pantura Jawa Tengah: Sebuah Kajian Awal, Berkala Arkeologi Vol. 33 No. 1. Yogyakarta: Balai Arkeologi. pp Lovejoy, C.O Dental wear in the Libben population: Its functional pattern and role in the determination of adult skeletal age at death. American Journal of Physical Anthropology 68. pp Manguin, Pierre-Yves and Agustijanto Indradjaja Batujaya Site: New Evidence of Early Indian Influence in West Java, in Pierre-Yves Manguin et al., (eds.), Early Interactions between South and Southeast Asia, Reflections on Cross Cultural Exchange, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. pp Martin R, and Saller K Lehrbuch der Antropologie. Stuttgart: Gustav Fischer Verlag Phenice, T.W A Newly Developed Visual Method of Sexing in the Os Pubis, American Journal of Physical Anthropology 30, pp Prasetyo, Bagyo. 1994/1995. Laporan penelitian situs Plawangan, Rembang, Jawa Tengah ( ), Berita Penelitian Arkeologi No. 43, Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala. 25

26 Rooney, Dawn F Betel Chewing Traditions in South-East Asia, Oxford: University Press Sukendar, Haris dan Rokhus Due Awe "Laporan Penelitian terjan dan Plawangan Jawa Tengah Tahap I dan II, Berita Penelitian Arkeologi No. 27, Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala. Sukendar, Haris., I. Panggabean., R.D. Awe Laporan Survei Pandeglang Dan Ekskavasi Anyer, Jawa Barat, 1979, Berita Penelitian Arkeologi No. 28, Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala. van Heekeren, H.R The Stone Age of Indonesia, Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Tall-, Land-, en Volkenkunde, 61,Revised Edition, The Hague: Martinus Nijhoff White, T.D., and Folkens, P.A The Human Bone Manual. Elsevier Academic Press 26

BEBERAPA ASPEK BIOKULTURAL RANGKA MANUSIA DARI SITUS KUBUR KUNA LERAN, REMBANG, JAWA TENGAH

BEBERAPA ASPEK BIOKULTURAL RANGKA MANUSIA DARI SITUS KUBUR KUNA LERAN, REMBANG, JAWA TENGAH BEBERAPA ASPEK BIOKULTURAL RANGKA MANUSIA DARI SITUS KUBUR KUNA LERAN, REMBANG, JAWA TENGAH Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta. Jl. Gedong Kuning 174, Yogyakarta 55171 noerwidi@arkeologijawa.com

Lebih terperinci

Rangka manusia. Axial Skeleton. Apendikular Skeleton. Tengkorak Tulang belakang Tulang iga Tulang dada

Rangka manusia. Axial Skeleton. Apendikular Skeleton. Tengkorak Tulang belakang Tulang iga Tulang dada Mulai Rangka manusia Axial Skeleton Tengkorak Tulang belakang Tulang iga Tulang dada Apendikular Skeleton Gelang bahu Ekstremitas atas Gelang panggul Ekstremitas bawah Selesai Tengkorak Mandible (Rahang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari ANATOMI PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM by : Hasty Widyastari Posisi Posisi Anatomi : Berdiri tegak, kedua lengan disamping lateral tubuh, kedua telapak tangan membuka kedepan Posisi Fundamental : Berdiri

Lebih terperinci

ASPEK BIOKULTURAL SISA RANGKA MANUSIA DARI SITUS LIANGAN, TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

ASPEK BIOKULTURAL SISA RANGKA MANUSIA DARI SITUS LIANGAN, TEMANGGUNG, JAWA TENGAH ASPEK BIOKULTURAL SISA RANGKA MANUSIA DARI SITUS LIANGAN, TEMANGGUNG, JAWA TENGAH BIOCULTURAL ASPECT OF HUMAN REMAIN FROM LIANGAN SITE, TEMANGGUNG, CENTRAL JAVA Sofwan Noerwidi Balai Arkeologi Yogyakarta

Lebih terperinci

SISA RANGKA MANUSIA DARI SITUS PERMUKIMAN MATARAM KUNA-LIYANGAN, TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

SISA RANGKA MANUSIA DARI SITUS PERMUKIMAN MATARAM KUNA-LIYANGAN, TEMANGGUNG, JAWA TENGAH SISA RANGKA MANUSIA DARI SITUS PERMUKIMAN MATARAM KUNA-LIYANGAN, TEMANGGUNG, JAWA TENGAH HUMAN SKELETON REMAIN FROM LIYANGAN- SETTLEMENT SITE OF OLD MATARAM KINGDOM, TEMANGGUNG, CENTRAL JAVA Oleh: Sofwan

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkiraan Tinggi Badan Secara sederhana Topmaid dan Rollet membuat formula perkiraan tinggi badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun 1923. Formula tersebut

Lebih terperinci

SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia

SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia Taufiqurrahman Setiawan Balai Arkeologi Medan Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi no. 1, Medan tokeeptheexplorer@gmail.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TULANG BELULANG

IDENTIFIKASI TULANG BELULANG LAPORAN KASUS IDENTIFIKASI TULANG BELULANG Abdul Gafar Parinduri Departemen Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Email: sauqipancasilawati@gmail.com Abstrak: Identifikasi

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkiraan Tinggi Badan. Secara sederhana Topmaid dan Rollet membuat Formula perkiraan tinggi badan yang kemudian di populerkan oleh Hewing pada tahun 1923. Formula tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkiraan Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran bagi seseorang pada saat masih hidup, sedangkan panjang badan merupakan ukuran seseorang pada saat setelah meninggal dunia.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Identification of Human Skeleton of Balang Metti Cave Site, District of Bone, South Sulawesi Fakhri Balai Arkeologi

Lebih terperinci

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Athfiyatul Fatati athfiyatul.fatati@yahoo.com Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Airlangga ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Menurut WHO (World Health Organization) dan UU No. 23 tahun 1992,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Menurut WHO (World Health Organization) dan UU No. 23 tahun 1992, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selama hidupnya pasti mengalami fase sehat dan sakit. Menurut WHO (World Health Organization) dan UU No. 23 tahun 1992, sehat merupakan kondisi normal baik secara

Lebih terperinci

PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA. LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU

PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA. LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU PERUBAHAN MANDIBULA PADA MANULA MANDIBULA bahasa Latin yang berarti tulang rahang bawah. Yang bersama dengan maksila

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI ASPEK BIOLOGIS DAN KONTEKS BUDAYA RANGKA MANUSIA HOLOSEN, SONG KEPLEK 5

REKONSTRUKSI ASPEK BIOLOGIS DAN KONTEKS BUDAYA RANGKA MANUSIA HOLOSEN, SONG KEPLEK 5 REKONSTRUKSI ASPEK BIOLOGIS DAN KONTEKS BUDAYA RANGKA MANUSIA HOLOSEN, SONG KEPLEK 5 RECONSTRUCTION ON BIOLOGICAL ASPECT AND CULTURAL CONTEXT OF THE HOLOCENE HUMAN SKELETON, SONG KEPLEK 5 Sofwan Noerwidi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA A. Hasil Penelitian Selama Enam Tahap Indah Asikin Nurani Hasil penelitian sampai pada tahap keenam (2012), dapat disimpulkan beberapa

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan sejahtera, sempurna dari fisik,

BAB I. Pendahuluan. Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, BAB I Pendahuluan 1.1.Latar belakang Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja (Cockerham,

Lebih terperinci

ANALISIS PALEOANTROPOLOGI RANGKA R.X3 SITUS GILIMANUK KOLEKSI BALAI ARKEOLOGI DENPASAR. Retka Syamyanti Jurusan Arkeologi di Fakultas Sastra ABSTRACK

ANALISIS PALEOANTROPOLOGI RANGKA R.X3 SITUS GILIMANUK KOLEKSI BALAI ARKEOLOGI DENPASAR. Retka Syamyanti Jurusan Arkeologi di Fakultas Sastra ABSTRACK 1 ANALISIS PALEOANTROPOLOGI RANGKA R.X3 SITUS GILIMANUK KOLEKSI BALAI ARKEOLOGI DENPASAR Retka Syamyanti Jurusan Arkeologi di Fakultas Sastra ABSTRACK Gilimanuk necropolis site is a site that is full of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) berpendapat bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA

PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA Purwani Tjahja Handajani dan Agus Prima Abstrak. Pengukuran tinggi badan dengan cara mengukur panjang tulang femur sangat membantu

Lebih terperinci

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 Jurnal e-iomedik (em), Volume 5, omor 1, Januari-Juni 2017 Hubungan panjang dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 1 Osvaldo T. Liputra 2 Taufiq F. Pasiak 2 Djon Wongkar

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Selama bertahun tahun penutupan sutura tengkorak dianggap metode yang

BAB II. Tinjauan Pustaka. Selama bertahun tahun penutupan sutura tengkorak dianggap metode yang BAB II Tinjauan Pustaka Selama bertahun tahun penutupan sutura tengkorak dianggap metode yang paling akurat. Adalah merupakan pengetahuan umum bahwa sebagian besar orang dewasa mengalami sedikitnya sebagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam

Lebih terperinci

Sistem Struktur Tubuh Unggas

Sistem Struktur Tubuh Unggas Sistem Struktur Tubuh Unggas Tulang/Kerangka (Skleton) otot/daging Ir. Zulfan, M. Sc Sistem Kerangka Unggas (Skleton) Kerangka Unggas (Skeleton) Sangat adaptasi untuk dapat terbang Tulang-tulang ringan

Lebih terperinci

KUBUR TEMPAYAN DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR Jar Burial at Alor Regency East Nusa Tenggara

KUBUR TEMPAYAN DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR Jar Burial at Alor Regency East Nusa Tenggara KUBUR TEMPAYAN DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR Jar Burial at Alor Regency East Nusa Tenggara Ati Rati Hidayah Balai Arkeologi Denpasar Jl. Raya Sesetan No. 80, Denpasar 80223 Email: hanie_satik@yahoo.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE Novitasari Mangayun George. N. Tanudjaja Taufiq Pasiak Bagian Anatomi Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi

Lebih terperinci

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ABSTRAK Anis Kurniasih, ST., MT. 1, Ikhwannur Adha, ST. 2 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA

SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA Indah Asikin Nurani 1, Toetik Koesbardiati 2 dan Delta Bayu Murti 2 1 Balai Arkeologi Yogyakarta 2 Departemen Antropologi,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir 1 BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam rongga mulut pada waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir yang tumbuh pada

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor MTERI DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, litar. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN & PERTUMBUHAN TULANG

PERKEMBANGAN & PERTUMBUHAN TULANG PERKEMBANGAN & PERTUMBUHAN TULANG DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN USU TULANG Terdiri dari sel-sel tulang : Osteosit Substansi Dasar Serabut Kolagen (membentuk substansi interselluler/osteoid) Substansi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi Peranan dokter forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk menentukan identitas seseorang,identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

TEMUAN RANGKA MANUSIA AUSTRONESIA DI PANTURA JAWA TENGAH: Sebuah kajian awal

TEMUAN RANGKA MANUSIA AUSTRONESIA DI PANTURA JAWA TENGAH: Sebuah kajian awal TEMUAN RANGKA MANUSIA AUSTRONESIA DI PANTURA JAWA TENGAH: Sebuah kajian awal AUSTRONESIANS SKELETONS FOUND IN THE NORTH COAST OF CENTRAL JAVA: A Preliminary Research H. Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

TULANG FAUNA VERTEBRATA DARI DI SITUS GUA KIDANG, BLORA, JAWA TENGAH

TULANG FAUNA VERTEBRATA DARI DI SITUS GUA KIDANG, BLORA, JAWA TENGAH Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol. 7 No. 2 (2017): 182 198 182 TULANG FAUNA VERTEBRATA DARI DI SITUS GUA KIDANG, BLORA, JAWA TENGAH Ghufron Hidayatullah Museum Nasional, ghufron.hidayatullah@gmail.com.

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pustaka yang berkaitan dengan topik yang

Lebih terperinci

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR

OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR BLOK BASIC BIOMEDICAL SCIENCES OSTEOLOGI EXTREMITAS INFERIOR DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 Dimulai dari regio Glutea (posterior) dan dari regio Inguinal (anterior)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyum adalah kunci percaya diri pada seseorang. Seseorang merasa percaya diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SISTEM PENGUBURAN PADA SITUS WARLOKA, MANGGARAI BARAT, FLORES (Burial System on Warloka Site, West Manggarai, Flores)

SISTEM PENGUBURAN PADA SITUS WARLOKA, MANGGARAI BARAT, FLORES (Burial System on Warloka Site, West Manggarai, Flores) SISTEM PENGUBURAN PADA SITUS WARLOKA, MANGGARAI BARAT, FLORES (Burial System on Warloka Site, West Manggarai, Flores) Adyanti Putri Ariadi Pusat Arkeologi Nasional adyanti.putri@gmail.com ABSTRACT Research

Lebih terperinci

MODIFIKASI GIGI MANUSIA BINANGUN DAN LERAN: Temuan Baru di kawasan Pantai Utara Kabupaten Rembang, Jawa Tengah

MODIFIKASI GIGI MANUSIA BINANGUN DAN LERAN: Temuan Baru di kawasan Pantai Utara Kabupaten Rembang, Jawa Tengah MODIFIKASI GIGI MANUSIA BINANGUN DAN LERAN: Temuan Baru di kawasan Pantai Utara Kabupaten Rembang, Jawa Tengah HUMAN TEETH MODIFICATION IN BINANGUN AND LERAN: New findings in the Northern Coast of Rembang

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

PENYAKIT MASA LAMPAU PADA PENDUDUK CARUBAN MASA KLASIK- ISLAM: SUATU TINJAUAN PALEOPATOLOGI

PENYAKIT MASA LAMPAU PADA PENDUDUK CARUBAN MASA KLASIK- ISLAM: SUATU TINJAUAN PALEOPATOLOGI PENYAKIT MASA LAMPAU PADA PENDUDUK CARUBAN MASA KLASIK- ISLAM: SUATU TINJAUAN PALEOPATOLOGI DISEASES IN THE PAST FROM CLASSICAL-ISLAMIC PERIOD COMMUNITY OF CARUBAN: PALEOPATHOLOGICAL PERSPECTIVE Ashwin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda yaitu peternakan kambing PE Doa Anak Yatim Farm (DAYF) di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea dan peternakan kambing

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK Panduan Belajar Ilmu Ke eran F k & Me BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK A. Tujuan pembelajaran Para mahasiswa diharapkan mampu : Memeriksa ciri khas tubuh korban. Mengumpulkan data-data ante mortem. Menentukan

Lebih terperinci

BAB III ZAMAN PRASEJARAH

BAB III ZAMAN PRASEJARAH 79 BAB III ZAMAN PRASEJARAH Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan prasejarah yang terdiri dari: A.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya yang memberikan perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial-budaya dari tingkah laku

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK... vi. ABSTRCT... vii RINGKASAN...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK... vi. ABSTRCT... vii RINGKASAN... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vi ABSTRCT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

Oleh NURADILLAH.BURHAN. Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi

Oleh NURADILLAH.BURHAN. Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi PERBEDAAN GIGI SULUNG DAN GIGI PERMANEN Oleh NURADILLAH.BURHAN Nim:po.71.3.261.11.1.029 Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi GIGI DECIDUI/GIGI SULUNG Gigi sulung disebut juga

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER ) Lampiran 1 Nomor Kartu DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

Kata kunci: lebar mesiodistal gigi, indeks Bolton, maloklusi kelas I Angle, overjet, overbite, spacing, crowding

Kata kunci: lebar mesiodistal gigi, indeks Bolton, maloklusi kelas I Angle, overjet, overbite, spacing, crowding ABSTRAK Rasio lebar mesiodistal gigi dapat ditentukan melalui perhitungan analisis Bolton yang selalu dilakukan sebelum perawatan ortodontik karena rasio Bolton mempengaruhi besarnya overjet, overbite,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pandang geologi. Wilayah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua

BAB I PENDAHULUAN. pandang geologi. Wilayah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penelitian berada di Kabupaten Garut Jawa Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki daya tarik tersendiri, khususnya dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikalangan masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah

Lebih terperinci

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA

FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA 1 FUNGSI SITUS PAGAR BATU DI DESA PARDOMUAN, SIMANINDO, SAMOSIR, SUMATERA UTARA Anugrah Syahputra Singarimbun Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud Abstract Archeology studies attempting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANTROPOMETRI Johan Sigismund Elsholtz adalah orang pertama yang menggunakan istilah antropometri dalam pengertian sesungguhnya (tahun 1654). Ia adalah seorang ahli anatomi berkebangsaan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai 17.504 pulau dengan jumlah penduduk mencapai 249 juta jiwa lebih dan memiliki luas wilayah 1.913.578,68 km 2. Banyaknya jumlah

Lebih terperinci

2 RANGKA TUBUH MANUSIA DAN HEWAN

2 RANGKA TUBUH MANUSIA DAN HEWAN 2 RANGKA TUBUH MANUSIA DAN HEWAN A. Rangka Manusia Sistem rangka pada manusia terbagi atas dua bagian, yaitu: rangka aksial (rangka sumbu tubuh) dan rangka apendicular (rangka tambahan). Rangka aksial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

Oleh: Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi Yogyakarta

Oleh: Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi Yogyakarta KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN ARKEOLOGI dalam PROGRAM KEBHINEKAAN sebagai PEMERSATU BANGSA : Studi kasus pada Situs Kubur Prasejarah di Pantai Utara Jawa Tengah 1 Oleh: Gunadi Kasnowihardjo Balai Arkeologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 33 pertalian genetik yang relatif dekat akan kurang memberikan laju pertumbuhan anaknya dengan baik. Sifat morfolgis ternak seperti ukuran tubuh dan pola warna dapat digunakan untuk menganalisis estimasi

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAYU TIRTA SUKMANA ANATOMI OLAHRAGA. Anatomi Olahraga PENGANTAR UMUM TENTANG TUBUH

BAYU TIRTA SUKMANA ANATOMI OLAHRAGA. Anatomi Olahraga PENGANTAR UMUM TENTANG TUBUH BAYU TIRTA SUKMANA 1 ANATOMI OLAHRAGA Ebook Anatomi Olahraga PENGANTAR UMUM TENTANG TUBUH MANUSIA ANATOMI OLAHRAGA PENGANTAR UMUM TENTANG TUBUH MANUSIA Buku ini didedikasikan untuk kemajuan Sport Science

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN SALINAN PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko 1 PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA Michael Angello Winarko Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya GUA HARIMAU DAN PERJALANAN PANJANG PERADABAN OKU Editor: Truman Simanjuntak Korektor: Andayani Desain sampul: Pram s Tata letak isi: Didi Penerbit: Gadjah Mada University Press Anggota IKAPI ISBN: 978-602-386-031-9

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat. 1. Kendala Pengisian Formulir Lembar Identifikasi Bayi Baru Lahir

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat. 1. Kendala Pengisian Formulir Lembar Identifikasi Bayi Baru Lahir BAB VI PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kendala Pengisian Formulir Lembar Identifikasi Bayi Baru Lahir terhadap penggunanya a.

Lebih terperinci

Budaya Banten Tingkat Awal

Budaya Banten Tingkat Awal XIX. Budaya Banten Tingkat Awal Penelusuran sejarah kebudayaan manusia sangat diperlukan sebagai rekam jejak untuk mengetahui tingkat peradaan suatu bangsa. Asal usul manusia yang tinggal di wilayah tertentu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia Tenggara menjelang akhir plestosen, yang didasarkan akan adanya kebutuhan manusia akan tempat yang

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa lebih. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang

Lebih terperinci