HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN SKRIPSI TIURMA YUSTISI SARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN SKRIPSI TIURMA YUSTISI SARI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN BODY IMAGE PADA REMAJA PUTRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: TIURMA YUSTISI SARI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2 Hubungan antara Perilaku Konsumtif dengan Body Image pada Remaja Putri. ABSTRAK Hadipranata (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan bahwa remaja putri memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibandingkan dengan remaja putra. Selain itu, Reynold, Scott, dan Warshaw (1973) juga menambahkan bahwa remaja putri berusia antara 16 sampai dengan 19 tahun membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan menunjang penampilan diri seperti: sepatu, pakaian, kosmetik dan asesoris serta alat-alat yang dapat membantu memelihara kecantikan dan penampilan dirinya. Body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berupa penilaian positif atau negatif (Cash dan Pruzinsky, 2002). Media massa mempengaruhi perkembangan body image remaja putri. Media massa, baik tayangan iklan di televisi maupun majalah yang banyak menampilkan figur-figur ideal remaja dan menawarkan produk-produk remaja akan mempengaruhi remaja tersebut sehingga remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan menjadi konsumtif terhadap penampilan mereka. Remaja putri akan menjadi lebih boros untuk membelanjakan uang sakunya untuk membeli barang-barang yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan akan kecantikan dan penampilan dirinya (Tanoto, 1999). Jenis penelitian ini adalah korelasional dengan tujuan untuk melihat hubungan antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik aksidental dan jumlah subyek penelitian adalah sebanyak 99 orang remaja putri pada rentang usia 16 sampai 19 tahun. Metode analisa data yang digunakan adalah analisa regresi linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku konsumtif dan body image pada remaja putri (p = 0.000). Kata kunci: perilaku konsumtif, body image, remaja putri.

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia-nya yang telah memberkati, memberi kekuatan dan penyertaan sampai selamanya. Ia mengizinkan suka dan duka terjadi untuk mendatangkan kebaikan dalam mempersiapkan penulis menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan segala sesuatu diizinkan-nya terjadi untuk menunjukkan bahwa Ia senantiasa baik. Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berjudul Hubunngan antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulismengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas sumatera utara. 2. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.si psikolog, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas kesabaran, ketelitian, dan bimbingan serta waktu yang ibu luangkan. sehingga penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya. 3. Ibu Rodiatul Hasanah Siregar, M.psi, psi, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih buat nasehat, tuntunan dan ketulusan yang Ibu berikan. 4. Bapak Ferry Novliadi, M.si, Kak Cherly, M.si selaku dosen penguji. Terima kasih buat kesediaannya untuk menjadi dosen penguji dan terima kasih buat masukan yang diberikan.

4 5. Staff dan pegawai, Terimakasih atas pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa, sehingga birokrasi bisa berjalan dengan semestinya. 6. Seluruh Staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terimaskasih atas masukan-masukan dalam mempersiapkan skripsi ini pada waktunya. 7. Orangtua, Abang Erick, Adik Eka dan seluruh keluarga, yang telah mendukung saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Terima kasih buat Mama dan Bapak yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang yang berlimpah hingga penulis tak pernah merasa kekurangan. 8. Secara keseluruhan angkatan 2004 terutama untuk Hotpascaman selaku teman seperjuangan dalam skripsi, Nurmayani, Grace, Ichin, Winida, Nova, Julia, dan Johan yang telah memberi semangat bagi penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Seluruh isi skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya yang sejenis. Medan, Juli 2009 Tiurma Yustisi Sari.

5 DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... i ii iii iv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 9 C. Tujuan Penelitian... 9 D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Manfaat praktis E. Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Konsumtif Pengertian Perilaku Konsumtif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Konsumtif Pengukuran Perilaku Konsumtif B. Body Image Pengertian Body Image Faktor-faktor yang Mempengaruhi Body Image Pengukuran Body Image C. Remaja Putri Pengertian Remaja Pengertian Remaja Putri Perkembangan Fisik Remaja Putri D. Hubungan Antara Perilaku Konsumtif dan Body Image Pada Remaja Putri... 26

6 E. Hipotesa BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian B. Definisi Operasional Perilaku Konsumtif Body Image C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dan Sampel Teknik Pengambilan Sampel Jumlah Sampel Penelitian D. Metode dan Alat Pengumpulan Data Skala Perilaku Konsumtif Skala Body Image E. Uji Coba Alat Ukur Validitas Alat Ukur Uji Daya Beda Reliabilitas F. Hasil Uji Coba Alat Ukur Hasil Uji Coba Skala Perilaku Konsumtif Hasil Uji Coba Body Image G. Prosedur Penelitian Tahap Penyusunan Alat Ukur Tahap Pelaksanaan peneliitan Tahap pengolahan data H Metode Analisis Data Uji Normalitas Sebaran Uji linieritas... 45

7 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data Gambaran Umum Responden Hasil Penelitian a). Hasil Uji Asumsi ). Uji Normalitas ). Uji Linieritas b). Hasil Uji Hipotesa c). Hasil Analisa Data.. 49 d). Deskripsi data penelitian 51 1). Variabel Perilaku Konsumtif ). Variabel Body Image.. 54 B. Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran Saran metodologis Saran praktis DAFTAR PUSTAKA... 63

8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Bentuk Kuisioner Perilaku Konsumtif.. 35 Tabel 2. Cetak Biru Skala Perilaku Konsumtif Sebelum Uji Coba 36 Tabel 3. Cetak Biru Skala Body image Sebelum Uji Coba Tabel 4. Penyebaran Aitem Skala Perilaku Konsumtif Setelah Uji Coba.. 41 Tabel 5. Cetak Biru Skala Perilaku Konsumtif Setelah Uji Coba Tabel 6. Penyebaran Aitem Skala Body Image Setelah Uji Coba Tabel 7. Cetak Biru Skala Body Image Setelah Uji Coba Tabel 8. Gambaran Responden Berdasarkan Usia Tabel 9. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.. 47 Tabel 10. Linieritas Hubungan Variabel Perilaku Konsumtif dan Body Image 48 Tabel 11. Korelasi antara perilaku konsumtif dan body image 49 Tabel 12. Hasil analisa regresi. 50 Tabel 13. Kriteria Kategorisasi variabel Perilaku Konsumtif dan Body Image 51 Tabel 14. Deskripsi Data Penelitian Perilaku Konsumtif 52 Tabel 15. Kategorisasi Perilaku Konsumtif Berdasarkan Mean Empirik 52 Tabel 16. Kategorisasi Perilaku Konsumtif Berdasarkan Mean Hipotetik.. 53 Tabel 17. Deskripsi Data Penelitian Body Image.. 54 Tabel 18. Kategorisasi Body Image Berdasarkan Mean Empirik 55 STabel 19. Kategorisasi Body Image Berdasarkan Mean Hipotetik. 55

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A : Data Try Out Lampiran B : Uji Daya Beda dan Reliabilitas Aitem Lampiran C : Skala Perilaku Konsumtif dan Skala Body Image Lampiran D : Data Penelitian dan Analisa Data

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep yang menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sendiri telah berkembang sebagai sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat. Belanja merupakan suatu gaya hidup tersendiri, yang bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang (Haris, 2005). Dewasa ini berbagai macam produk ditawarkan kepada konsumen. Produkproduk ini bukan hanya barang yang dapat memuaskan kebutuhan seseorang, tetapi terutama produk yang dapat memuaskan kesenangan konsumen. Informasi mengenai produk, baik melalui iklan, promosi langsung maupun penjualan secara langsung, berkembang semakin bervariasi, gencar dan menggunakan teknologi yang mutakhir dan canggih. Kebiasaan dan gaya hidup orang juga berubah dalam jangka waktu yang relatif singkat menuju kearah kehidupan mewah dan cenderung berlebihan, yang ujung-ujungnya menimbulkan pola hidup konsumtif (Lina & Rosyid, 1997). Seiring dengan terjadinya perubahan perekonomian dan globalisasi, terjadi perubahan dalam perilaku membeli pada masyarakat, dimana terkadang seseorang membeli sesuatu bukan didasari pada kebutuhan yang sebenarnya. Perilaku membeli yang tidak sesuai kebutuhan dilakukan semata-mata demi kesenangan,

11 sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros, yang dikenal dengan istilah perilaku konsumtif (Anonymous, 2008) Amstrong (2008) mengatakan bahwa konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif, sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Lebih dahulu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Lina & Rosyid, 1997) memberikan batasan konsumtivisme yaitu kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas, dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Lina dan Rosyid (1997) yang menyatakan bahwa predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan yang rasional, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan. Sedangkan Anggarasari (1997) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Jatman (1987) mengatakan bahwa remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak terlepas dari pengaruh konsumtivisme ini, sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan. Pernyataan ini diperkuat oleh

12 Sumartono (2002) yang mengatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan dikalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mengatakan bahwa terbentuknya perilaku konsumtif pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku konsumtif adalah kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan sekelompok orang yang sangat mempengaruhi perilaku individu. Seseorang akan melihat kelompok referensinya dalam menentukan produk yang dikonsumsinya. Hal tersebut diperkuat oleh Howkins, Coney dan Bert (1980) yang mengatakan bahwa kelompok referensi merupakan faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku konsumtif, dimana kelompok referensi merupakan suatu kelompok yang memiliki nilai-nilai dan pandangan yang digunakan oleh suatu individu yang termasuk didalamnya sebagai suatu landasan untuk perilakunya. Didalam suatu kelompok referensi terbentuk konformitas yang biasanya dipandang sebagai suatu tindakan dimana individu mengikuti keinginan kelompoknya dan tidak berpikir ataupun bertindak sebagai dirinya sendiri. Lebih lanjut, Sumartono (2002) mengatakan bahwa perilaku konsumen yang terbentuk dalam kelompok referensi remaja akan mempengaruhi perilaku membeli remaja yang menjadi bagian dari kelompok referensi tersebut. Mangkunegara (2005) mengatakan bahwa bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, karena pola konsumsi seseorang

13 terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya dan sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Monks, dkk. (1995) mengatakan bahwa pada umumnya konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam pakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku, kesenangan musik, dalam pertemuan dan pesta. Remaja selalu ingin berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya, sehingga remaja kebanyakan membelanjakan uangnya untuk keperluan tersebut. Hadipranata (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan bahwa remaja putri memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini perkuat oleh Kefgen dan Specht (dalam Phares, 1976) yang menyatakan bahwa dalam hal jumlah uang yang dibelanjakan, remaja putri membelanjakan uangnya hampir dua kali lebih banyak daripada remaja pria. Selain itu, Reynold, Scott, dan Warshaw (1973) juga menambahkan bahwa remaja putri berusia antara 16 sampai dengan 19 tahun membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan menunjang penampilan diri seperti: sepatu, pakaian, kosmetik dan asesoris serta alat-alat yang dapat membantu memelihara kecantikan dan penampilan dirinya. Perhatian yang besar terhadap diri sendiri merupakan minat yang kuat pada remaja putri. Perhatian ini ditunjukan melalui kekhawatiran dan perilaku membeli mereka terhadap barang-barang yang dapat merawat diri dan pakaian. Perhatian

14 terhadap penampilan diri ini tidak hanya dibatasi pada pakaian dan assesoris saja, akan tetapi rambut, bentuk dan ukuran tubuh, wajah, kulit dan kuku juga merupakan hal yang sangat penting bagi remaja putri (Reynolds & Wells, 1977). Dacey dan Kenny (1997) mengatakan bahwa remaja putri sangat memperhatikan penampilan mereka. Kaum Feminimisme (dalam Dacey & Kenny, 1997) menambahkan bahwa remaja putri saat ini lebih menyadari bahwa penampilan fisik mereka merupakan aset yang paling penting bagi mereka. Hal tersebut disebabkan karena mereka menempatkan penilaian yang besar terhadap penampilan mereka dan kebanyakan remaja putri merasa tidak puas terhadap penampilan mereka. Moitra (2008) mengatakan bahwa remaja putri sering merasa tidak puas terhadap penampilan mereka disebabkan karena adanya perubahan bentuk fisik yang dramatis pada masa remaja. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Levine dan Smolak (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) yang mengatakan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada remaja putri disertai dengan bertambahnya berat badan sekitar 50 pon dimana didalamnya meliputi pon lemak, yang terletak disekitar daerah pinggang, paha, panggul dan bokong, sehingga mereka sering merasa tidak puas terhadap dua atau lebih dari bagian tubuh mereka seperti paha dan pinggang. Perasaan kurang puas terhadap bagian tubuh dan berat badan ini yang disebut dengan body image dissatifaction (Marcia, 1966). Banyak kasus yang menunjukkan ketidakpuasan remaja putri terhadap tubuhnya. Berikut sebuah kasus yang diambil dari forum konsultasi media batampost on-line.

15 Saya Rien, usia 16 tahun. Saya sering minder dengan tubuh dan penampilan saya. Kalau akan pergi, saya menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk memilih baju dan berdandan. Tetapi tetap tidak pede dengan hasilnya. Saya pernah bergabung dengan sekolah modelling. Setelah beberapa lama ikut latihan, saya semakin merasa tidak sempurna. Kayaknya tubuh saya nggak pas dengan penampilan saya. Teman-teman saya bilang saya sudah oke, tapi sayanya yang nggak merasa oke. Ini lumayan mengganggu saya. Waktu saya habis memikirkan bagaimana penilaian teman-teman pada penampilan saya dibandingkan konsentrasi pada pelajaran atau hal-hal penting lainnya (Sucahyani, 2007). Bertambahnya berat badan yang dramatis pada remaja putri mengakibatkan remaja putri mempersepsikan bahwa diri mereka tersebut dalam kategori gemuk, yang pada kenyataannya ukuran berat badan sudah sesuai dengan tinggi badan mereka sehingga remaja putri lebih sering melakukan diet untuk mengurangi berat badan mereka (Dacey & Kenny, 1997). Cara pandang individu terhadap berat badannya disebut dengan pengkategorian ukuran tubuh, yang merupakan salah satu aspek body image oleh Cash (2000). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Rosen dan Gross di U.S (dalam Dacey & Kenny, 1997) yang meliputi putra dan putri sekolah menengah atas dalam ras, daerah dan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda menunjukan bahwa remaja putri menghabiskan waktu mereka 4 kali lebih banyak dibandingkan pria untuk mencoba mengurangi berat badan mereka. Menurut Cash (2000), perasaan tidak puas terhadap tubuh dan cara pandang individu terhadap berat badannya berhubungan dengan body image seseorang. Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berupa penilaian positif atau negatif.

16 Sedangkan, Grogan (1999) mendefenisikan body image adalah: A person`s perceptions, thoughts and feelings about his or her body. (Grogan, 1999: 1) Body image adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang tentang tubuhnya. Lebih lanjut, Shilder (dalam Grogan, 1999) mendefinisikan body image sebagai berikut: The picture of our own body which we form in our mind, that is to say, the way in which the body appears to ourselves. (Grogan, 1999: 1) Body image adalah gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri. Pentingnya body image bagi remaja putri tidak terlepas dari adanya provokasi media, baik itu media cetak maupun media elektronik. Media hampir selalu menampilkan ikon wanita kurus dan berkulit mulus untuk menarik perhatian orang secara visual, baik iklan, film, maupun tenaga penjualan, sehingga banyak remaja putri yang melakukan berbagai macam cara untuk mencapai tubuh ideal yang diinginkannya, seperti operasi plastik, sedot lemak, diet ketat, olahraga berlebihan,dan lain-lain. Selain itu, ikon wanita kurus dan berkulit putih yang ditampilkan oleh media mengakibatkan remaja putri cenderung membandingkan dirinya dengan wanita yang ada pada media tersebut dan seringkali membuat remaja putri tersebut merasa tidak puas dengan tubuhnya (Widyarini, 2005). Cash dan Pruzinsky (2002) juga menyatakan bahwa media massa mempengaruhi perkembangan body image remaja putri. Isi tayang dan media

17 sering menggambarkan standar kecantikan remaja putri adalah yang bertubuh kurus. Hal ini mempengaruhi body image remaja putri tersebut, sehingga banyak remaja putri yang percaya bahwa wanita yang bertubuh kurus merupakan wanita yang cantik dan sehat. Lebih lanjut, Tiggeman (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa majalah-majalah wanita terutama majalah fashion, film dan televisi (termasuk tayangan khusus anak-anak) menyajikan gambar model-model yang kurus sebagai figur yang ideal sehingga menyebabkan banyak remaja putri merasa tidak puas dengan dirinya dan mengalami gangguan makan. Media massa secara terus menerus memunculkan figur-figur yang ideal. Hal ini banyak mempengaruhi pandangan remaja putri tentang tubuh ideal yang diharapkannya, termasuk remaja putri di Indonesia. Tayangan-tayangan di televisi, seperti iklan dan sinetron yang sebagian besar menunjukkan bahwa wanita cantik adalah wanita yang langsing, berkulit putih bersih, serta berambut lurus dan hitam akan mempengaruhi penilaian remaja putri di Indonesia terhadap tubuhnya (Hernita, 2006). Lebih dahulu, Tanoto (1999) mengatakan bahwa media massa, baik tayangan iklan di televisi maupun majalah yang banyak menampilkan figur-figur ideal remaja dan menawarkan produk-produk remaja akan mempengaruhi remaja tersebut sehingga remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan menjadi konsumtif terhadap penampilan mereka. Remaja putri akan menjadi lebih boros untuk membelanjakan uang sakunya untuk membeli barang-barang yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan akan kecantikan dan penampilan dirinya (Tanoto, 1999).

18 Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini ingin membuktikan adanya hubungan antara perilaku konsumtif dan body image pada remaja putri. Perilaku konsumtif diukur berdasarkan pada indikator-indikator perilaku konsumtif yang dikemukakan oleh Sumartono (2002), seperti membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi dan memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Sedangkan, Body image pada remaja putri diukur dengan menggunakan aspek-aspek body image oleh Cash (2000), yang terdiri atas beberapa aspek, yaitu evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan area tubuh, kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian ukuran tubuh. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah melihat hubungan antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri.

19 D. Manfaat Penelitian Terdapat dua manfaat yang diterapkan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada berbagai bidang psikologi, diantaranya adalah Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Perkembangan. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi para remaja putri agar tidak berperilaku konsumtif dan merasa puas terhadap penampilan fisiknya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan kepada setiap pihak yang terlibat dapam penelitian ini agar dapat mencegah terjadinya perilaku konsumtif. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan proporsal Penelitian Praktikum Laboratorium Psikologi Sosial ini adalah: BAB I Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori yang

20 menjabarkan tentang perilaku konsumtif, body image, dan remaja putri. BAB III Metode Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, dan metode pengumpulan data, alat ukur yang digunakan, uji validitas, uji daya beda aitem, dan reliabilitas, prosedur penelitian serta metode analisis data. BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi gambaran umum dari subyek penelitian, analisa data dan pembahasan sesuai dengan hipotesa penelitian. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini membahas tentang kesimpulan dari hasil penelitian, dan saran-saran yang bisa menjadi inspirasi bagi peneliti yang lain untuk bidang kajian yang sama.

21 BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Sachari (1984) mengatakan bahwa perilaku konsumtif terjadi karena masyarakat mempunyai kecenderungan materialistik, hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhannya. Hempel (1996), menggambarkan perilaku konsumtif sebagai adanya ketegangan antara kebutuhan dan keinginan manusia. Secara psikologis perilaku konsumtif ditandai dengan emosi yang tinggi, terkadang tidak disadari, dan tidak logika (Callebaut, dkk., 2002). Dahlan (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan perilaku konsumtif ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesarbesarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata. Hal ini diperkuat oleh Anggarasari (1997) yang mengatakan bahwa perilaku konsumtif ditandai dengan tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Lebih lanjut, Sumartono (2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan menggunakan suatu produk secara tidak tuntas. Artinya belum habis suatu produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lain atau membeli barang karena adanya hadiah yang

22 ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang menggunakan produk tersebut. Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Demikian pula, Asry (2006) mengatakan bahwa konsumtif menjelaskan mengenai keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Konsumtif juga biasanya digunakan untuk menunjukan perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok (Arsy, 2006). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumtif merupakan kecenderungan individu untuk membeli dan mengkonsumsi barang-barang tanpa batas dan pertimbangan yang rasional ataupun mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan, dimana hal tersebut didorong oleh keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata daripada kebutuhan.

23 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Konsumtif Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku konsumtif, adalah: 1) Kebudayaan Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Kebhinekaan kebudayaan akan membentuk pasar dan perilaku yang berbeda-beda. 2) Kelas Sosial Kelas sosial mempengaruhi perilaku konsumen dalam cara seseorang menghabiskan waktu mereka, produk yang dibeli dan berbelanja. Pernyataan ini diperkuat oleh Swastha dan Handoko (1987) yang mengatakan bahwa interaksi seseorang dalam kelas sosial tertentu akan berpengaruh langsung pada pendapat dan selera orang tersebut, sehingga akan mempengaruhi pemilihan produk atau merk barang. 3) Kelompok Referensi Kelompok referensi merupakan sekelompok orang yang sangat mempengaruhi perilaku individu. Seseorang akan melihat kelompok referensinya dalam menentukan produk yang dikonsumsinya. 4) Situasi Faktor situasi seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, waktu, suasana hati dan kondisi seseorang sangat mempengaruhi perilaku membeli seseorang.

24 5) Keluarga Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen dalam membeli dan menggunakan barang atau jasa.. 6) Kepribadian Kepribadian didefenisikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang terdapat dalam diri individu yang sangat mempengaruhi perilakuknya. Kepribadian sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk. 7) Konsep Diri Konsep diri dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku membeli seseorang. Terdapat beberapa tipe konsumen dalam memenuhi konsep diri yaitu konsumen yang berusaha memenuhi konsep diri yang disadari, konsumen yang berusaha memenuhi konsep diri idealnya dan konsumen yang memenuhi konsep diri menurut orang lain sehingga akan mempengaruhi perilaku membelinya. 8) Motivasi Motivasi merupakan pendorong perilaku seseorang, tidak terkecuali dalam melakukan pembelian atau penggunaan jasa yang tersedia di pasar. 9) Pengalaman Belajar Pengalaman belajar seseorang akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli. Konsumen mengamati dan mempelajari

25 stimulus yang berupa informasi-informasi yang diperolehnya. Informasi tersebut dapat berasal dari pihak lain ataupun diri sendiri (melalui pengalaman). Hasil dari proses belajar tersebut dipakai konsumen sebagai referensi untuk membuat keputusan dalam pembelian 10) Gaya Hidup Gaya hidup merupakan suatu konsep yang paling umum dalam memahami perilaku konsumen. Gaya hidup merupakan suatu pola rutinitas kehidupan dan aktivitas seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup menggambarkan aktivitas seseorang, ketertarikan dan pendapat seseorang terhadap suatu hal. Berdasarkan uraian diatas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku konsumtif yaitu: kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, situasi, keluarga, kepribadian, konsep diri, motivasi, pengalaman belajar dan gaya hidup.

26 3. Pengukuran Perilaku Konsumtif Pengukuran perilaku konsumtif menggunakan indikator perilaku konsumtif menurut Sumartono (2002), yaitu : a. Membeli produk karena iming-iming hadiah. Remaja membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. b. Membeli produk karena kemasannya menarik. Konsumen remaja sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik. c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar remaja selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Remaja membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri. d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaanya). Konsumen remaja cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.

27 e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Remaja mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain. f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Remaja cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Remaja juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur produk tersebut. g. Membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan rasa percaya diri. Remaja sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock,1997) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri. h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Remaja akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.

28 B. Body image 1. Pengertian Body image Grogan (1999) mendefenisikan body image sebagai: A person`s perceptions, thoughts and feelings about his or her body. (Grogan, 1999: 1) Body image adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang tentang tubuhnya.. Shilder (dalam Grogan, 1999) mengartikan body image sebagai: The picture of our own body which we form in our mind, that is to say, the way in which the body appears to ourselves. (Grogan, 1999: 1) Body image adalah gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri. Menurut Thompson, dkk. (1999), body image adalah evaluasi terhadap ukuran tubuh seseorang, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik, dimana evaluasi ini dibagi menjadi tiga area yaitu komponen persepsi, yang secara umum mengarah kepada keakuratan dalam mempersepsi ukuran (perkiraan terhadap ukuran tubuh), komponen subyektif yang mengarah pada kepuasaan, perhatian, evaluasi kognitif dan kecemasan serta komponen perilaku, yang memfokuskan kepada penghindaran individu terhadap situasi yang mengakibatkan ketidaknyamaan terhadap penampilan fisiknya sendiri Lebih lanjut, Rudd dan Lennon (2000) menyatakan bahwa body image adalah gambaran mental yang kita miliki tentang tubuh kita. Sedangkan, Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berupa penilaian positif atau negatif. Hal ini

29 diperkuat oleh Schlundt dan Johnson (dalam Simanjuntak, 2005) yang mengemukakan bahwa body image merupakan suatu gambaran mental yang dimiliki setiap orang baik pria maupun wanita mengenai tubuhnya. Body image menunjuk pada perasaan yang dialami tentang tubuh dan bentuk tubuh berupa penilaian positif dan negatif. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka disimpulkan bahwa body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik. Gambaran mental tersebut berbicara tentang keakuratan dalam mempersepsi ukuran tubuh, evaluasi berbicara tentang apa yang dirasakan individu, seperti kepuasannya terhadap tubuhnya, perhatian dan kecemasan terhadap tubuh, dan sikap berupa penilaian positif atau negatif terhadap tubuh. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Body image Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah : a. Media Massa Isi tayangan media sangat mempengaruhi perkembangan body image remaja putri, dimana media sering menggambarkan standar kecantikan wanita yang memiliki tubuh yang ideal adalah yang bertubuh kurus. Hal ini membuat banyak remaja putri yang percaya bahwa bertubuh kurus merupakan kriteria bertubuh sehat. Lebih lanjut, majalah wanita terutama majalah fashion, film dan televisi (termasuk tayangan khusus anak-anak) sering menyajikan gambar model-model

30 yang bertubuh kurus, mulus, memiliki payudara yang besar dan berambut kuat dan mengkilau, sebagai figur yang ideal sehingga menyebabkan banyak remaja putri merasa tidak puas dengan dirinya dan mengalami gangguan makan. Media massa mempengaruhi perkembangan body image remaja putri melalui berbagai cara yang dikaitkan dengan adanya perbandingan sosial, dimana remaja putri cenderung membandingkan diri mereka dengan model-model yang sering ditampilkan melalui media yang dikategorikan menarik. b. Keluarga Menurut teori pembelajaran sosial, orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi body image anak-anaknya melalui pemodelan, umpan balik dan instruksi. c. Hubungan Interpersonal Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan umpan balik yang diterima mempengaruhi konsep diri seseorang termasuk bagaimana perasaan diri terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat seseorang cemas terhadap penampilan dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi. Umpan balik terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya.

31 3. Pengukuran Body image Pengukuran body image menggunakan aspek-aspek menurut Cash (2000) yang terdiri dari: a. Evaluasi penampilan Mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasaan atau ketidakpuasan yang secara intrinsik terkait pada kebahagiaan atau ketidakbahagiaan, kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan. b. Orientasi penampilan Mengukur banyaknya usaha yang dilakukan individu untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya. c. Kepuasan area tubuh Mengukur kepuasan atau ketidakpuasaan individu terhadap area-area tubuh tertentu. Adapun area-area tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan. d. Kecemasan menjadi gemuk Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas seharihari seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan. e. Pengkategorian ukuran tubuh Mengukur bagaimana seseorang memandang dan melabel berat badannya.

32 C. REMAJA PUTRI 1. Pengertian Remaja Chaplin (1997) mengatakan bahwa adolescence merupakan masa remaja, yaitu periode antara pubertas dengan masa dewasa. Sedangkan Hall (dalam Dacey & Kenny, 1997) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu tahap perkembangan yang dikarakteristikkan sebagai storm and stress, tahap dimana remaja sangat dipengaruhi oleh suasana hati dan remaja tidak dapat dipercaya. Lebih Lanjut, Santrock (1998) mengatakan bahwa remaja diartikan sebagai periode transisi perkembangan antara anak-anak dan dewasa, yang meliputi perubahan biologis, kognitif dan sosial emosi. Sedangkan Piaget, (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dalam masyarakat dewasa. WHO (dalm Sarwono, 2005) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 (tiga) kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa ketika: a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat individu mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

33 Umumnya, masa remaja berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja itu sendiri maupun bagi keluarga, atau lingkungannya (Ali, 2004). Menurut Calon (dalam Monks, 2001), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Hurlock (1999) mengatakan bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13/14 tahun sampai 16/17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16/17 tahun sampai 18, yaitu usia matang secara hukum. Sedangkan Mappiare (dalam Mubin & Cahyadi, 2006), mengatakan bahwa masa remaja berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa remaja adalah periode transisi perkembangan antara anak-anak dan dewasa, yang meliputi perubahan bioogis, kognitif, emosi dan sosial ekonomi. Masa remaja dimulai dari usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.

34 2. Pengertian Remaja Putri Dacey dan Kenny (1997) mengatakan bahwa remaja putri dimulai ketika seorang wanita mengalami menstruasi yang pertama, dimulai pada usia 10 tahun, tumbuhnya rambut pubic, tumbuhnya payudara, dan mulai khawatir terhadap penampilan fisiknya. Lebih lanjut, Zulkifli (2005) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan remaja putri adalah ketika seorang anak perempuan mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama. Remaja putri dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun. Sedangkan Mappiare (dalam Mubin & Cahyadi, 2006), mengatakan bahwa remaja putri adalah remaja yang berusia antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang terjadi pada wanita. 3. Perkembangan Fisik Remaja Putri Perkembangan fisik remaja ditandai dengan adanya suatu periode yang disebut pubertas. Masa pubertas berlangsung secara bertahap dan dicirikan denga semakin berkembangannya fungsi-fungsi organis serta fungsi-fungsi psikis pada anak perempuan. Proses organis yang paling penting pada masa pubertas ialah kematangan seksual (Kartono, 1992). Kartono (1992) mengatakan bahwa kematangan seksual atau kematangan fisik yang terjadi pada anak perempuan berupa kematangan kelenjar kelamin yaitu ovarium beseta membesarnya alat-alat kelaminnya (ciri kelamin primer) dan munculnya ciri kelamin sekunder seperti pertumbuhan rambut pada alat kelamin dan ketiak, meluasnya dada dan tumbuhnya payudara, menebalnya lapisan lemak

35 disekitar pinggul, paha dan perut. Hal senada diungkapkan oleh Zulkifli (2005) yang mengatakan bahwa kematangan seksual yang terjadi pada anak perempuan berupa munculnya menstruasi yang pertama, penimbunan lemak yang membuat payudara mulai tumbuh, pinggul mulai melebar dan pahanya mulai membesar. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang sangat cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pernyataan ini diperkuat oleh Levine dan Smolak (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) yang mengatakan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada remaja putri disertai dengan bertambahnya berat badan sekitar 50 pon yang meliputi pon lemak, yang terletak disekitar daerah pinggang, paha, pinggul dan bokong. Perubahan fisik ini yang akan mempengaruhi body image remaja putri tersebut. D. Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body image Pada Remaja Putri. Lina dan Rosyid (1997) menyatakan bahwa predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan yang rasional, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan. Pernyataan ini diperkuat oleh Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak terlepas dari pengaruh konsumtivisme ini, sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk

36 perusahaan (Jatman, 1987). Hal ini diperkuat oleh Mangkunegara (2005) yang mengatakan bahwa bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya dan sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Monks, dkk. (1995) mengatakan bahwa pada umumnya konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam pakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku, kesenangan musik, dalam pertemuan dan pesta. Remaja selalu ingin berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya, sehingga remaja kebanyakan membelanjakan uangnya untuk keperluan tersebut. Hadipranata (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan bahwa remaja putri memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibandingkan dengan remaja putra. Sebelumnya, Reynold, Scott, dan Warshaw (1973) mengatakan bahwa remaja putri berusia antara 16 sampai dengan 19 tahun membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan menunjang penampilan diri seperti: sepatu, pakaian, kosmetik dan asesoris serta alat-alat yang dapat membantu memelihara kecantikan dan penampilan dirinya. Perhatian yang besar terhadap diri sendiri merupakan minat yang kuat pada remaja putri. Perhatian ini ditunjukan melalui kekhawatiran dan perilaku membeli mereka terhadap barang-barang yang dapat merawat diri dan pakaian. Perhatian

37 terhadap penampilan diri ini tidak hanya dibatasi pada pakaian dan assesoris saja, akan tetapi rambut, bentuk dan ukuran tubuh, wajah, kulit dan kuku juga merupakan hal yang sangat penting bagi remaja putri (Reynolds & Wells, 1977). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Dacey dan Kenny (1997) yang mengatakan bahwa remaja putri sangat memperhatikan penampilan mereka. Lebih lanjut, Kaum Feminimisme (dalam Dacey & Kenny, 1997) menjelaskan bahwa remaja putri saat ini lebih menyadari bahwa penampilan fisik mereka merupakan aset yang paling penting bagi mereka, disebabkan karena remaja putri menempatkan penilaian yang besar terhadap penampilannya. Pada umumnya, setiap remaja putri memiliki standar-standar tertentu tentang sosok ideal yang didambakan, seperti standar cantik adalah berpostur tinggi, tubuh langsing dan kulit putih (Rini, 2006). Matlin (2004) mengatakan bahwa kebanyakan remaja putri pada umumnya percaya bahwa penampilan yang baik dan kecantikan fisik merupakan dimensi yang sangat penting untuk wanita. Kulit yang bersih, gigi yang kuat dan mengkilat, serta rambut yang mengkilau, merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap wanita. Tubuh yang langsing juga merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh wanita. Ikon wanita kurus dan berkulit putih yang ditampilkan oleh media mengakibatkan remaja putri cenderung membandingkan dirinya dengan wanita yang ada pada media tersebut dan sering kali membuat remaja putri tersebut merasa tidak puas dengan tubuhnya (Widyarini, 2005). Terlebih dahulu, Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa media massa mempengaruhi perkembangan body image remaja putri. Isi tayang dan media sering menggambarkan standar kecantikan remaja putri adalah

38 yang bertubuh kurus. Hal ini dapat mempengaruhi body image remaja putri tersebut melalui berbagai cara, sehingga banyak remaja putri yang percaya bahwa wanita yang bertubuh kurus merupakan wanita yang cantik dan sehat (Cash dan Pruzinsky, 2002). Lebih dahulu, Tanoto (1999), mengatakan bahwa media massa, baik tayangan iklan di televisi maupun majalah yang banyak menampilkan figur-figur ideal remaja dan menawarkan produk-produk remaja akan mempengaruhi remaja tersebut sehingga remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan menjadi konsumtif terhadap penampilan mereka. Remaja putri akan menjadi lebih boros untuik membelanjakan uang sakunya untuk membeli barang-barang yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan akan kecantikan dan penampilan dirinya. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini ingin membuktikan adanya hubungan antara perilaku konsumtif dan body image pada remaja putri. E. Hipotesa Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: ada hubungan negatif antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri.

39 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah: Variabel I Variabel II : Perilaku Konsumtif : Body image B. Definisi Operasional 1. Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif merupakan pola perilaku individu dalam mengkonsumsi barang yang lebih mementingkan faktor keinginan untuk mendapatkan kesenangan daripada untuk memenuhi kebutuhan. Perilaku ini juga mencakup suatu tindakan penggunaan produk yang tidak tuntas namun sudah menggunakan produk lain. Barang-barang yang dibeli berupa barang-barang yang dapat merawat diri dan menunjang penampilan diri seperti sepatu, pakaian, kosmetik dan assesoris. Perilaku konsumtif akan diukur dengan menggunakan skala perilaku konsumtif berdasarkan indikator perilaku konsumtif oleh Sumartono (2002), yaitu: a. Membeli produk karena iming-iming hadiah. b. Membeli produk karena kemasannya menarik.

40 c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. d. Membeli produk atas pertimbangan harga. e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan produk. g. Membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan rasa percaya diri. h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subyek maka menggambarkan semakin tinggi perilaku konsumtif dan sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subyek maka menggambarkan semakin rendah perilaku konsumtif individu. 2. Body image Body image adalah sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berupa penilaian positif atau negatif. Sikap yang dimiliki berupa pikiran, perasaan dan perilaku seseorang terhadap ukuran tubuh, berat dan aspek tubuh lainnya yang mengarah pada penampilan fisik yang dapat berupa penilaian yang positif atau negatif.

41 Body image akan diukur dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Cash (2000), terdiri dari: a. Evaluasi penampilan Mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasaan atau ketidakpuasan yang secara intrinsik terkait pada kebahagiaan atau ketidakbahagiaan, kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan. Skor tinggi menunjukkan kepuasan individu terhadap penampilannya. b. Orientasi penampilan Mengukur banyaknya usaha yang dilakukan individu untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya. Skor tinggi menunjukkan individu menginvestasikan waktu yang banyak dalam memperbaiki dan meningkatkan penampilannya. c. Kepuasan area tubuh Mengukur kepuasan atau ketidakpuasaan individu terhadap area-area tubuh tertentu. Adapun area-area tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan. Skor tinggi menunjukkan kepuasan individu terhadap area-area tubuh tertentu. d. Kecemasan menjadi gemuk Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas seharihari seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering diperhatikan. Biasanya keinginan untuk tampil sempurna sering diartikan dengan memiliki tubuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa hal mengenai definisi kontrol diri, aspek kontrol diri, faktor yang mempengaruhi kontrol diri, definisi perilaku konsumtif, faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswi merupakan bagian dari masa remaja. Remaja yang di dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene (kata bendanya, adolescentia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

PERILAKU MEMBELI PRODUK PERAWATAN WAJAH DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWI SKRIPSI. Oleh : Triani Trisnawati

PERILAKU MEMBELI PRODUK PERAWATAN WAJAH DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWI SKRIPSI. Oleh : Triani Trisnawati PERILAKU MEMBELI PRODUK PERAWATAN WAJAH DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWI SKRIPSI Oleh : Triani Trisnawati 00.40.0309 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2010 i PERILAKU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk produk fashion pada masa sekarang ini memiliki banyak model dan menarik perhatian para pembeli. Mulai dari jenis pakaian, tas, sepatu, alat make up, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. positif. Artinya penerimaan diri apa adanya (Brewer, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. positif. Artinya penerimaan diri apa adanya (Brewer, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Pengertian kepercayaan diri adalah rasa percaya atau tentang keyakinan terhadap kesanggupannya, juga diperoleh suatu perasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep belanja ialah suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkankan sejumlah uang sebagai pengganti barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Arus globalisasi yang terus berkembang memberikan perubahan pada perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, masyarakat seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, khususnya dalam perilaku membeli. Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya Pembangunan Nasional Indonesia diiringi dengan tingkat kompleksitas masyarakat yang lebih tinggi. Adanya kemajuan ini secara nyata menyebabkan hasrat konsumtif

Lebih terperinci

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA PENGHUNI PANTI ASUHAN SKRIPSI INGRID REMENIA A

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA PENGHUNI PANTI ASUHAN SKRIPSI INGRID REMENIA A PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA PENGHUNI PANTI ASUHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh INGRID REMENIA A. 041301016 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era moderen seperti ini seseorang sangatlah mudah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu BAB 1 PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.Pengertian Perilaku Konsumtif A.Perilaku Konsumtif Konsumtif merupakan istilah yang biasanya dipergunakan pada permasalahan, berkaitan dengan perilaku konsumen dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Membeli 1. Pengertian Perilaku Membeli Perilaku adalah semua respon (reaksi, tanggapan, jawaban; balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme (Chaplin, 1999). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa adalah sumber informasi yang sulit untuk dilepaskan dalam keseharian individu. Douglas Kellner (1995) mengemukakan bahwa media massa memang tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Fenomena perawatan di klinik kecantikan yang dilakukan oleh mahasiswa FIS UNY tanpa disadari telah menimbulkan perilaku konsumtif bagi diri mereka. Kuatnya pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa dimana perkembangan teknologi semakin maju ini, masyarakat aktif dalam mencari informasi mengenai produk yang bermanfaat dan sesuai dengan apa yang dijanjikan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA BOD Y IMAGE D ENGAN PERILAKU D IET PAD A WANITA D EWASA AWAL D I UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA BOD Y IMAGE D ENGAN PERILAKU D IET PAD A WANITA D EWASA AWAL D I UPI BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wanita dan pria pada umumnya memiliki minat yang beragam ketika memasuki masa dewasa awal, seperti minat mengenai fisik, pakaian, perhiasan, harta dan belief

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang sering dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selama hidup, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya adalah permasalahan fisik yang berhubungan dengan ketidakpuasan atau keprihatinan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah 15-18 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial Gillin dalam (Sunarto, 2004:21) mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan pokok atau primer maupun kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak terkecuali Indonesia yang merupakan negara berkembang. Perkembangan teknologi yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu antara lain :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan bentuk tubuh satu sama lain seringkali membuat beberapa orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan individu yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik Kata konsumtif mempunyai arti boros, makna kata konsumtif adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bentuk tubuh dan berat badan merupakan persoalan perempuan yang paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa pengaruh besar dalam mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai remaja, mahasisiwi merupakan sosok individu yang sedang dalam proses perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahanperubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan

Lebih terperinci

PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTERI SKRIPSI TASYA MARTHA SARI NIM:

PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTERI SKRIPSI TASYA MARTHA SARI NIM: PENGARUH CITRA TUBUH TERHADAP PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTERI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: TASYA MARTHA SARI NIM: 041301127 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH GAMBARAN TUBUH TERHADAP DEPRESI PADA REMAJA AWAL SKRIPSI. Anita Zahra

PENGARUH GAMBARAN TUBUH TERHADAP DEPRESI PADA REMAJA AWAL SKRIPSI. Anita Zahra PENGARUH GAMBARAN TUBUH TERHADAP DEPRESI PADA REMAJA AWAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: Anita Zahra 041301043 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GENAP,

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa di masa depan yang diharapkan dapat memenuhi kewajiban dalam menyelesaikan pendidikan akademis dengan belajar, yang berguna bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh.

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh. BAB II LANDASAN TEORI A. Citra Tubuh 1. Definisi citra tubuh Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh. Cash (1994) menyatakan bahwa citra tubuh merupakan evaluasi dan pengalaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body Image Menurut Schilder (dalam Carsini, 2002), body image adalah gambaran mental yang terbentuk tentang tubuh seseorang secara keseluruhan, termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan teknologi membuat individu selalu mengalami perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan individu berada dalam

Lebih terperinci

teknologi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan manusia. Pengaruh arus globalisasi dan semakin majunya dunia teknologi informasi telah menciptakan

teknologi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan manusia. Pengaruh arus globalisasi dan semakin majunya dunia teknologi informasi telah menciptakan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan manusia. Pengaruh arus globalisasi dan semakin

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO. HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah 11 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah usia ketika

Lebih terperinci

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA 2.1. Pengertian Shopaholic Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari maupun tidak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, yang bisa disebut dengan kegiatan konsumtif. Konsumtif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Setiap manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari,

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI ASESMEN DAN MODIFIKASI PERILAKU PADA KELOMPOK REMAJA KONSUMTIF DI SEKOLAH MENENGAH ATAS DENPASAR OLEH: Ni Made Ari Wilani, S.Psi, M.Psi. PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini dapat kita lihat adanya kecenderungan masyarakat yang ingin memiliki tubuh ideal.banyak orang yang selalu merasa bahwa bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rosandi (2004) membagi masa remaja menjadi beberapa tahap yaitu: a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal biasanya berada pada tingkat

Lebih terperinci

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri Jurnal Mediapsi 2016, Vol. 2, No. 1, 45-50 Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri R. A. Adinah Suryati Ningsih, Yudho Bawono dhobano@yahoo.co.id Program Studi Psikologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perempuan ingin terlihat cantik dan menarik. Hal ini wajar, karena perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan, individu sudah memiliki naluri bawaan untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Gejala yang wajar apabila individu selalu mencari kawan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada siswa kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi, dibutuhkan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Pada kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki suatu kebutuhan yang berbeda-beda. Tiap orang juga mempunyai cara sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada orang memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai BAB II LANDASAN TEORI II.A. Body Image II.A.1. Definisi Body Image Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai pengertian yaitu persepsi dan sikap seseorang terhadap tubuhnya sendiri.

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PERILAKU KONSUMTIF REMAJA PENGUNJUNG MALL SAMARINDA CENTRAL PLAZA

TINJAUAN TENTANG PERILAKU KONSUMTIF REMAJA PENGUNJUNG MALL SAMARINDA CENTRAL PLAZA ejournal Sosiologi, 2013, 1 (4): 26-36 ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.org Copyright 2013 TINJAUAN TENTANG PERILAKU KONSUMTIF REMAJA PENGUNJUNG MALL SAMARINDA CENTRAL PLAZA Wahyudi 1, Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola asuh 2.1.1 Definisi pola asuh Dalam keluarga terdapat pola pengasuhan anak, Wahyuning,et al.( (2005) mendefinisikan pola asuh sebagai cara atau perlakuan orang tua yang

Lebih terperinci

IKLAN TELEVISI DAN PERILAKU KONSUMTIF. (Studi Deskriptif Tentang Iklan Televisi Dalam Mendorong Perilaku Konsumtif Siswa SMU St.

IKLAN TELEVISI DAN PERILAKU KONSUMTIF. (Studi Deskriptif Tentang Iklan Televisi Dalam Mendorong Perilaku Konsumtif Siswa SMU St. 1 IKLAN TELEVISI DAN PERILAKU KONSUMTIF (Studi Deskriptif Tentang Iklan Televisi Dalam Mendorong Perilaku Konsumtif Siswa SMU St. Thomas 1 Medan) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA SKRIPSI Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh : KARTIKA WIDYA 031301046 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelas dunia, kosmetik, aksesoris dan pernak-pernik lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. kelas dunia, kosmetik, aksesoris dan pernak-pernik lainnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang mewarnai abad ke- 21 telah memunculkan suatu gaya hidup baru yang diberi label modern. Globalisasi memungkinkan tumbuhnya gaya hidup global,

Lebih terperinci

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Body Image (Citra Tubuh) 2.1.1 Definisi Body Image (Citra Tubuh) Body Image (Citra Tubuh) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif individu tentang persepsi, pikiran dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dengan peranan media. Media massa dianggap penting karena berfungsi sebagai pemberi informasi dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. Yogyakarta angkatan 2015 yang berjenis kelamin laki-laki dan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. Yogyakarta angkatan 2015 yang berjenis kelamin laki-laki dan 34 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa hubungan antara konformitas pada produk dan perilaku konsumtif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction Body image pada awalnya diteliti oleh Paul Schilder (1950) yang menggabungkan teori psikologi dan sosiologi. Schilder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti

Lebih terperinci

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menginginkan kehidupan yang bahagia dan tubuh yang ideal. Harapan ini adalah harapan semua wanita di dunia, tetapi kenyataannya tidak semua wanita memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN STUDI KASUS

PENDAHULUAN STUDI KASUS PENDAHULUAN STUDI KASUS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA DI DENPASAR OLEH: Ni Made Ari Wilani, S.Psi, M.Psi. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

PERBEDAAN SELF CONFIDENCE SISWA SMP YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS) DI SMPN 1 PERBAUNGAN SKRIPSI

PERBEDAAN SELF CONFIDENCE SISWA SMP YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS) DI SMPN 1 PERBAUNGAN SKRIPSI PERBEDAAN SELF CONFIDENCE SISWA SMP YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS) DI SMPN 1 PERBAUNGAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh

Lebih terperinci

PERBEDAAN IMPULSE BUYING PRODUK FASHION MUSLIMAH PADA ANGGOTA KOMUNITAS HIJABERS DAN NON-HIJABERS DI KOTA MEDAN SKRIPSI SUWINTA

PERBEDAAN IMPULSE BUYING PRODUK FASHION MUSLIMAH PADA ANGGOTA KOMUNITAS HIJABERS DAN NON-HIJABERS DI KOTA MEDAN SKRIPSI SUWINTA PERBEDAAN IMPULSE BUYING PRODUK FASHION MUSLIMAH PADA ANGGOTA KOMUNITAS HIJABERS DAN NON-HIJABERS DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Skripsi Oleh SUWINTA 071301079

Lebih terperinci