BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut bahasa Or dan linguistik
|
|
- Susanti Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Beberapa hasil penelitian yang relevan patut dikaji berkaitan dengan objek penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut bahasa Or dan linguistik area yang ada di sekitar penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut meliputi Oirata, a Timorese Settlement on Kisar (de Jong, 1937), Peoples and Languages of Timor (Capell, 1944), The Oirata Language (Cowan, 1965), The Indo-Pasific Hypothesis (Greenberg, 1971), dan The West Papua Phylum: General and Timor and Areas Further West (Capell, 1975). Berikut ini diuraikan secara singkat kajian setiap peneliti tersebut dan relevansinya dengan penelitian ini. Dalam Oirata, a Timorese Settlement on Kisar, de Jong (1937) menguraikan Oirata disebut juga Oiriaka atau Oiriata sebagai desa yang terdiri dari desa Oirata Timur dan Oirata Warat (barat). Oirata memiliki arti air kotor. Nama mitosnya adalah Horna Werna, yang konstruksinya mirip dengan Umana Ser(e)na atau lebih tepatnya yaitu ibu pertiwi Timor. Josselin de Jong sebagai seorang antropolog tidak saja melihat desa Oirata dari perspektif budaya, juga melihat dari aspek bahasanya. Dari aspek antropologi, buku itu melansir situasi desa yang mencakup demografi desa, sistem klan dan kekerabatan, kasta, dan populasi desa. Dari aspek linguistik, bahasa Or diungkap secara deskriptifsinkronis mulai tataran fonologis sampai tataran tata bahasa. Kajian fonologis 10
2 11 meliputi aspek segmental, yakni sistem vokal, konsonan, semi-vokal, dan diftong, dan aspek suprasegmental. Pada aspek suprasegmental, bahasa Or memiliki aksen dan diasumsikan mempunyai nada yang tidak stabil. Pada tataran tata bahasa, diuraikan aspek morfologi dan aspek sintaksis. Pada aspek morfologi, Josselin de Jong membicarakan proses pembentukan kata, yakni pemajemukan nomina, derivasi nomina melalui sufiks, dan pemajemukan verba. Bahasa Or sangat kaya dengan prefiks, seperti a(a)-, na(a)-, ara-, ia(a)-, ina(a)-, ita(a)-, mal(u)-, mede-, men(i)-, mud(u)-, odot-, pan(u)-, ua(u)-, tawa-, una(a)-, ura(a)-, ut(u)- (1), ut(u)- (2), ut(u)- (3). Pada tataran morfologi juga dibicarakan fleksi nomina (jamak dan milik), fleksi verba (transitif-intransitif, aktif-pasif, kala), kata penunjuk, dan kata ganti orang. Pada aspek sintaksis secara sepintas juga dibicarakan klausa (terikat), kalimat imperatif, dan kalimat larangan. Patut dicatat bahwa Josselin de Jong mengkaji semua aspek bahasa Or dengan menggunakan pendekatan sinkronis semata sehingga tidak memberi gambaran yang eksplisit tentang historis dan hubungan bahasa Or dengan bahasa-bahasa di sekitarnya sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan penelitian ini. Dalam Peoples and Languages of Timor, Capell (1944) menyebutkan bahwa di Pulau Timor terdapat dua kelompok bahasa, yakni kelompok bahasa Indonesia dan kelompok bahasa Non-Indonesia. Kelompok bahasa Indonesia meliputi bahasa Tetun (Tt), Mambai (Mb), Tokodede (Tk), Galoli (Gl), dan Idate (Id). Kelompok bahasa Non-Indonesia yang ditemukan di daerah pegunungan Timor (Leste) meliputi bahasa Bn, Mk, Waimoa (Wm), dan Kairui (Kr). Kedua bahasa terakhir telah dibuktikan sebagai bahasa AN (Mandala, 1999 dan 2000).
3 12 Capell lebih memfokuskan diri pada bahasa Bn dan bahasa Mk sebagai bahasa Non-Indonesia yang diperbandingkan dengan bahasa-bahasa yang bertipe sama dengan bahasa Or di Pulau Kisar dan bahasa-bahasa di HU serta dikontraskan dengan bahasa Indonesia. Secara sekilas, tampak bahwa kesamaan kosakata kelompok bahasa tersebut sangat berbeda dari bahasa Indonesia dan juga menampakkan ciri formal bahasa Papua. Tata bahasanya lebih rumit dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Kelompok bahasa tersebut memiliki kesamaan konstruksi, yaitu struktur SOV dan posposisi pada bahasa-bahasa itu berbeda dengan struktur bahasa Indonesia pada umumnya. Ciri khusus berupa gender gramatikal (mo feminim dan ma maskulin ) dimiliki bahasa-bahasa HU dan penanda objek ma yang unik terdapat pada bahasa Mk. Capell, dalam melihat kesamaan kosakata bahasa-bahasa yang diteliti hanya terbatas pada penerapan metode by inspection dan belum menggunakan metode yang lebih akurat. Selain itu, Capell tampaknya lebih banyak memfokuskan diri pada aspek gramatikal dalam pengelompokan bahasa-bahasa itu. Cowan (1965) juga membahas bahasa Or dengan judul The Oirata Language. Dalam tulisannya, Cowan mengklasifikasikan bahasa Or di Pulau Kisar sebagai bahasa NAN yang satu kelompok dengan bahasa Mk dan bahasa Bn di Pulau Timor (Leste) serta saling berkaitan pula dengan bahasa-bahasa di pantai selatan Kepala Burung Papua Nugini Barat (meliputi bahasa Yahadian, Konda, Kampong Baru, dan Parugi). Semua bahasa itu disebut sebagai kelompok Filum Papua Barat. Pengelompokan bahasa-bahasa tersebut didasarkan atas kemiripan pronomina (pertama, kedua, ketiga tunggal dan jamak) dan dua puluh leksikal
4 13 dasar lainnya serta kesesuaian bentuk prefiks pesona yang bersifat gramatikal dalam beberapa bahasa itu. Kajian ini dapat memberi arah tentang kedekatan bahasa-bahasa yang diteliti, tetapi belum memberi fakta bahasa yang meyakinkan karena hanya didasarkan atas metode survai dengan beberapa aspek kebahasaan. Tulisan yang relevan juga dikemukakan oleh Greenberg (1971) dengan judul The Indo-Pasific Hypothesis. Dalam tulisan tersebut, Greenberg menjelaskan istilah Indo-Pasific sebagai nama kelompok bahasa Oceania NAN yang tersebar dari kepulauan Andaman di bagian barat teluk Bengal sampai ke Tasmania. Akan tetapi, pembahasannya difokuskan pada bahasa-bahasa NAN kelompok bahasa Timor-Alor. Berdasarkan data bahasa yang dikumpulkan dua ahli etnografi Nicolspeyer dan Du Bois tahun 1944, Greenberg menetapkan bahwa bahasa Ab di Pulau Alor dan bahasa Or di Pulau Kisar serta bahasa Bn dan Mk di Timor (Leste) sebagai subkelompok internal Timor-Alor. Dalam subkelompok itu, dinyatakan bahwa bahasa Ab lebih dekat dengan Bn, sedangkan Or lebih dekat dengan Mk. Penetapan tersebut didasarkan atas kemiripan pronomina (orang pertama dan kedua tunggal dan jamak) yang dimiliki bahasa-bahasa tersebut. Keempat bahasa itu memiliki n sebagai pronomina orang pertama tunggal yang juga dipakai secara luas dalam bahasa-bahasa Indo-Pasific. Semua bahasa itu juga memiliki kesamaan unsur e sebagai pronomina orang kedua tunggal dan ditemukan pula dalam bahasa-bahasa tertentu pada Filum Papua Barat. Dalam bahasa Bn dilengkapi dengan to dan pada bahasa Ab dengan do yang ditambahkan secara bebas. Pronomina orang pertama jamak (eksklusif) dalam bahasa Mk adalah ini, dalam bahasa Or in(te); ina, sedangkan bahasa Bn nei. Bahasa Ab memiliki dua tipe
5 14 pronomina orang pertama jamak, yaitu ni- (eksklusif) dan pi- (inklusif) sesuai ciri pronomina Timor-Alor. Untuk menyatakan orang pertama jamak (inklusif), bahasa Or menggunakan ap(te), bahasa Mk dengan fi- dan Ab dengan pi-. Pronomina orang pertama jamak umumnya tanpa pembeda inklusif dan eksklusif pada bahasa-bahasa Indo-Pasific sangat lazim dengan ni-. Bahasa HU bersesuaian dengan bahasa Timor-Alor terutama dalam pemakaian p- sebagai orang pertama jamak inklusif. Akan tetapi, hanya bahasa Timor-Alor yang memiliki pola n- (eksklusif) dan p- (inklusif). Tentu saja pengklasifikasian tersebut belum cukup kuat dan meyakinkan dipakai sebagai dasar pengelompokan terhadap bahasabahasa sekerabat. Walaupun demikian, patut dihargai bahwa kajian ini cukup memberi sumbangan dan petunjuk ke arah yang layak bagi kajian lebih lanjut terhadap kekerabatan bahasa-bahasa itu. Dalam The West Papua Phylum: General and Timor and Areas Further West, Capell (1975) mengatakan bahwa bahasa-bahasa Filum Papua Barat NAN menyebar ke luar batas New Guinea masuk ke Indonesia Timur. Bahasa-bahasa NAN di kawasan itu dibagi menjadi kelompok Alor (bahasa Ab) dan kelompok Timor (bahasa Bn, Mk, Ft, Lov, dan Or di Pulau Kisar) yang selanjutnya disebut kelompok TA. Lebih jauh Capell menjelaskan struktur Filum Papua Barat terdiri atas kelompok HU, kelompok TA, dan kelompok KB. Struktur penting HU yang sebagian juga dimiliki TA adalah (1) mempunyai sistem dua kelas kata benda person dan non-person, (2) kata ganti subjek dan objek mendahului verba, (3) HU pemilik mendahului 1. t- 2. yang n- dimiliki dalam frase posesif, (4) post-posisi pada frase nomina, dan (5) post-posisi pada 1. t- perubahan 2. n- stem kata kerja terjadi Yapen untuk KB 1. t- 2. b- 1. t- 2. b- 1. n- 2. e- TA 1. n- 2. e-
6 15 menandakan transitif (jauh dan dekat), kausatif, jamak, dan ciri lainnya yang pada bahasa AN diindikasikan sebagai sufiks. Pada kelompok KB, selain persesuaian infleksi-prefiksasi juga ditandai dengan pemarkah orang pertama dan kedua tunggal sekaligus memperjelas relasinya dengan kelompok HU dan TA. Berikut ini prefiks orang pertama dan kedua tunggal kelompok KB dan relasinya lebih luas. Bagan 4: Relasi Prefiks Orang Pertama dan Kedua Tunggal HU 1. t- 2. n- 1. t- 2. n- KB 1. n- 2.ee- 1. t- 2. b- Yapen 1. t- 2. b- TA 1. n- 2. e- Dalam tulisan ini pun Capell lebih memfokuskan diri pada aspek struktur (morfologi & sintaksis) dan beberapa data kosakata tentang pronomina. Tentu saja pendekatan ini belum cukup memadai untuk menentukan relasi kekerabatan suatu bahasa sebagaimana juga telah diakuinya (Capell, 1975). Perbandingan struktur cenderung hanya sebagai manifestasi bentuk gambaran tipologi, bukan gambaran geneologi suatu bahasa seperti yang diharapkan dalam tujuan penelitian ini. Semua kajian di atas pada prinsipnya memperbandingkan aspek morfologi dan sintaksis terutama pada pemarkah pronomina yang lebih bersifat sinkronis. Sebaliknya, penelitian ini mengkaji aspek fonologis dan leksikal yang bersifat
7 16 diakronis dengan penekanan pada pengelompokan bahasa dan rekonstruksi protobahasanya. Selain itu, lingkup kajiannya sampai pada evolusi fonologis baik secara internal maupun eksternal. 2.2 Konsep Sebelum uraian teori, terlebih dahulu dijelaskan beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep yang diuraikan hanya terbatas pada istilah-istilah berikut ini. 1) Evolusi Bahasa Evolusi bahasa dimaknakan sebagai sejarah asal-usul perkembangan bahasa berdasarkan perjalanan waktu (Matthews, 1997). Istilah evolusi bahasa mengacu pada teori biologi Darwin, yakni proses perubahan wujud bahasa, dalam jangka waktu lama berkembang secara alamiah dari bentuk awal menjadi bentuk akhir seperti sekarang ini dengan berbagai variasi, adaptasi, seleksi alam, dan ciri khas dari suatu keturunan (Nerlich, 1989; Lass, 1990; dan McMahon, 1999). Evolusi dalam penelitian ini mengacu pada konsep secara genetis, sebagai proses perubahan bahasa dari suatu protobahasa tertentu menuju mesobahasa sampai kepada bahasa modern; dan secara nongenetis, sebagai suatu perubahan bahasa dengan berbagai variasi, adaptasi, dan seleksi menjadi bahasa Or sekarang ini. 2) Kekerabatan Bahasa Kekerabatan bahasa adalah hubungan keseasalan suatu bahasa yang dibuktikan dengan pengelompokan dan rekonstruksi protobahasanya (Jeffers
8 17 dan Lehiste, 1979; Hock, 1988). 3) Pengelompokan Bahasa Pengelompokan bahasa adalah penelusuran subkelompok bahasa turunan dari kelompok bahasa yang lebih besar berdasarkan hipotesis pohon kekerabatan yang ditetapkan dengan hukum perubahan bunyi yang beraturan. Hipotesis ini beranggapan bahwa moyang bahasa berbelah secara berturut-turut dan setiap tahapan terjadi perubahan serta mengakibatkan pembelahan lebih lanjut atau berkembang biak dengan proses dan caranya sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa asumsi perkembangan spesies moyang bahasa melahirkan bahasa-bahasa turunan itu dapat ditelusuri kembali dengan menggunakan metode komparatif yang berdasarkan atas hipotesis keterhubungan dan keteraturan (Jeffers dan Lehiste, 1979:27--31). 4) Rekonstruksi Protobahasa Rekonstruksi protobahasa merupakan penelusuran dan pembentukan kembali unsur-unsur warisan bahasa asal yang telah hilang melalui bentuk evidensi bahasa-bahasa turunan (berkerabat) yang sekarang masih hidup (Hock, 1988:581; Bynon, 1979; Crowley, 1992:164). Penelusuran dan pembentukan kembali unsur warisan itu dapat dilakukan berdasarkan asumsi bahwa bahasa-bahasa sekerabat banyak menyimpan dan mengubah unsur warisan dengan kaidah dan berbagai cara (Dyen, 1978:35). 5) Retensi Bersama Retensi bersama diartikan sebagai unsur warisan baik bentuk maupun makna yang tertinggal atau bertahan pada bahasa-bahasa turunan, sama dengan
9 18 yang terdapat pada protonya (Dyen, 1978; Crowley, 1992:164). 6) Inovasi Bersama Inovasi bersama adalah unsur warisan dari bahasa asal yang telah mengalami perubahan pada bahasa-bahasa turunan. Bila hal itu terjadi pada kelompok bahasa turunan secara khusus dan tidak terjadi pada kelompok bahasa lain dalam perkembangannya disebut inovasi bersama yang eksklusif (exclusively shared linguistic innovation) (Greenberg, 1957:49). 7) Difusi Difusi adalah proses penyatuan unsur-unsur bahasa tertentu yang dapat menjadi khasanah baru bagi suatu bahasa tertentu sebagai akibat kontak bahasa dan dalam jangka waktu lama dapat menyebar luas melintasi seluruh bagian linguistik area (Dixon, 1997). 8) Stratum Stratum adalah suatu kondisi bahasa dengan ciri tertentu setelah menempuh periode bilingualisme akibat suatu kontak bahasa baik dalam rentang waktu lama maupun pendek. Proses tersebut dapat menimbulkan tiga kemungkinan, yaitu substratum, superstratum, dan adstratum. Substratum dapat terjadi jika bahasa pendatang diadopsi oleh bahasa lokal dengan tetap membawa ciri kelokalannya. Superstratum terjadi bilamana bahasa pendatang mengadopsi unsur-unsur bahasa lokal. Hal itu terjadi apabila kondisi budaya dan jumlah pemakai bahasa pendatang lebih rendah dibandingkan dengan bahasa lokal. Akan tetapi, bila kedua bahasa itu sama-sama memiliki
10 19 kemampuan untuk saling memengaruhi dengan berbagai cara, kondisi ini disebut adstratum (Jeffers and Lehiste, 1979: ). 9) Filum Filum (phylum) adalah istilah yang digunakan untuk merepresentasikan hubungan kelompok bahasa-bahasa berkerabat dengan level rendah yang berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik memiliki angka kesamaan cognat antara 12% sampai dengan kurang dari 1%. Filum dibedakan atas microphylum dengan persentase kesamaan kosakata kerabat 12-4%, messophylum memiliki persentase angka kesamaan 4-1%, dan macrophylum dengan persentase angka kesamaan kurang dari 1% (Swadesh, 1952, Fernandez, 2010). 10) Non-Austronesia (NAN) Non-Austronesia (NAN) adalah istilah yang digunakan untuk kelompok bahasa-bahasa yang memiliki ciri berbeda dengan kelompok bahasa-bahasa Austronesia (AN). Ciri-ciri kelompok bahasa NAN di antaranya: (a) memiliki sistem dua kelas kata benda person dan nonperson, (b) pemilik mendahului yang dimiliki, (c) posposisi pada frase nomina, (d) kata penunjuk mendahului yang ditunjuk, dan (e) kata ganti subjek dan objek mendahului verba atau memiliki struktur SOV (Capell, 1975). Bahasa NAN dengan ciri sebagaimana disebutkan di atas meliputi kelompok babasa-bahasa TAP, HU, KB, dan Filum Papua Barat (Cowan, 1965; Greenberg, 1971; Capell, 1975).
11 Kerangka Teori Evolusi Bahasa Istilah evolusi lebih populer digunakan dalam bidang biologi yang artinya proses perubahan wujud dari suatu organisme yang ada, dalam jangka waktu lama berkembang secara alamiah dari bentuk yang lebih sederhana menjadi bentuk akhir yang lebih kompleks dengan berbagai variasi, modifikasi, dan ciri khas dari suatu keturunan. Teori keturunan dengan modifikasi melalui seleksi alam ini mempunyai nilai yang bersifat universal (Darwin, 2002). Sebenarnya, para linguis telah lebih dahulu memakai konsep ini. Sir William Jones (1786) mengemukakan bahwa bahasa Sansekerta, bahasa Latin, bahasa Gothic, dan bahasa Celtik termasuk satu famili dan berasal dari protobahasa yang sama yang sudah tidak lagi dapat ditemukan. Inilah yang menjadi dasar untuk mengetahui famili Indo- Eropa dan merekonstruksi bentuk protonya. Jadi, paham perubahan bentuk (transformism) lebih dahulu dipakai dalam linguistik bila dibandingkan dengan ilmu biologi. Fenomena ini terjadi karena bahasa lebih cepat berubah dan mudah diamati bila dibandingkan dengan spesies biologi (McMahon, 1999). Interpretasi konsep evolusi bahasa hingga sekarang sekurang-kurangnya terdapat tiga sudut pandang, yakni menurut pandangan para linguis abad ke-19, pandangan teleologi, dan sudut pandang biologi. Menurut para linguis abad ke-19, evolusi dimaknakan sebagai suatu proses perubahan yang berkelanjutan dari suatu kondisi yang lebih rendah, sederhana atau kurang baik menjadi suatu kondisi yang
12 21 lebih kompleks atau ke suatu keadaan yang lebih baik. Perkembangannya bersifat progresif atau ketidakbertahanan suatu bahasa (Hodge, 1970:2). Menurut perspektif teleologi, evolusi dianggap sebagai perkembangan yang terjadi secara perlahan dengan perubahan yang mengarah pada pencapaian suatu tujuan, walaupun tujuan itu tidak selalu menguntungkan. Perubahan dapat bersifat adaptif, netral, atau bahkan bisa menimbulkan hasil yang maladaptif (Lass, 1974:312). Jakobson (1963) mengemukakan bahwa setiap perubahan dalam sistem fonologis pada dasarnya memiliki tujuan. Pandangan inilah memicu munculnya istilah muatan fungsional bagi terjadinya suatu perubahan. Dengan demikian, ada kalanya perubahan itu terjadi bagi kepentingan penyederhanaan sistem. Kedua sudut pandang tentang konsep evolusi tersebut, menurut McMahon (1999) kurang tepat diterapkan dalam fenomena linguistik komparatif. Dia berpendapat fenomena linguistik lebih relevan jika dikaitkan dengan konsep evolusi biologi Darwin. Argumentasi yang dikemukakannya adalah bahwa linguistik historis dan biologi historis dipandang sebagai dua bidang khusus yang terkait dengan teori evolusi secara umum (Stevick, 1963). Bahasa dan spesies adalah dua sistem yang ada dan hidup serta berkembang berdasarkan perjalanan waktu yang pada akhirnya mengalami perubahan. Dengan demikian, bahasa dan spesies sama-sama mengalami perubahan bentuk yang berujung pada munculnya klasifikasi yang digambarkan melalui pohon kekerabatan. Bahasa dan populasi biologis memiliki dua jenis ciri yang sama, yaitu (1) struktur dapat diteruskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya, (2) variasi yang terisolasi satu sama lain berkembang sendiri-sendiri (Lass, 1990). Dalam biologi, mekanisme keturunan
13 22 yang bersifat genetis memberi peluang sifat-sifat induk menurun pada anaknya, sedangkan divergensi genetis yang kadang-kadang disebabkan oleh keterisolasian geografis, selanjutnya menimbulkan independensi dalam bentuk variasi yang pada akhirnya dapat disebut spesies. Seperti halnya dalam biologi, bahasa juga menurunkan sifat-sifat genetis bahasa induk kepada bahasa turunan. Bentukbentuk keterisolasian variasi yang disebabkan oleh jarak secara geografis atau batas sosial politik memberi peluang bagi perkembangan variasi-variasi yang secara lokal berbeda. Pada fase selanjutnya, variasi-variasi tersebut menjadi bahasa-bahasa yang berbeda satu sama lain. Dengan mengacu kesamaan konsep perubahan dan variasi yang ada pada keduanya, maka teori evolusi Darwin sepenuhnya dapat diterapkan dalam linguistik historis. Bahkan, diyakini pula teori evolusi dengan konsep adaptasi, variasi, dan seleksi alam yang diterapkan dalam linguistik historis tersebut dapat dipakai menelusuri perubahan bahasa (Lass, 1990), sekaligus memberi ruang bagi perkembangan kajian linguistik historis komparatif yang lebih baik di masa yang akan datang (McMahon, 1999). Atas dasar argumentasi dan keyakinan McMahon tersebut, konsep evolusi bahasa dalam penelitian ini mengacu pada konsep yang sama. Berdasarkan konsep evolusi bahasa sebagaimana telah digambarkan di atas, kerangka teoritis penelitian ini berlandaskan pada teori perubahan bahasa (Labov, 1994 dan McMahon, 1999). Perubahan suatu bahasa, secara umum dapat terjadi akibat proses internal dan eksternal. Dalam kajian historis komparatif, perubahan bahasa secara internal, yaitu perubahan bahasa sebagai akibat perjalanan waktu menjadi bahasa-bahasa mandiri yang berasal dari sebuah bahasa asal yang sama
14 23 dapat dijejaki dengan menerapkan teori relasi kekerabatan bahasa (Bynon, 1979; Hock, 1988; Jeffers dan Lehiste, 1979). Perubahan bahasa secara eksternal yang terjadi sebagai akibat proses kontak bahasa, baik dalam konteks linguistik area maupun dalam kerangka hubungan sosial politik, dapat ditelusuri dengan teori difusi (Rickford, 1986; Labov, 1994; dan Dixon, 1997) Relasi Kekerabatan Bahasa Relasi kekerabatan antarbahasa serumpun dalam kajian komparatif pada dasarnya dapat dibuktikan berdasarkan unsur-unsur warisan dari bahasa asal atau protobahasa (Hock, 1988). Konsep bahasa asal atau protobahasa sesungguhnya bukanlah merupakan wujud nyata bahasa, melainkan suatu bentuk yang dirancang bangun atau dirakit kembali sebagai gambaran tentang masa lalu suatu bahasa. Dengan kata lain, konsep ini merupakan gagasan teoritis yang dirancang dengan cara yang amat sederhana guna menghubungkan sistem-sistem bahasa sekerabat dengan menggunakan sejumlah kaidah (Jeffers dan Lehiste, 1979; Bynon, 1979:71). Fakta-fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan dan kesepadanan yang ditemukan pada bahasa-bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya keasalian bersama yang terwaris dari moyang yang sama (Bynon, 1979:47). Dengan adanya ciri-ciri warisan yang sama, keeratan hubungan keseasalan antara bahasa kerabat dapat ditemukan dan sistem protobahasanya dapat dijejaki. Pengelompokan berarti penentuan silsilah kelompok bahasa demi kejelasan struktur genetisnya. Dengan pengelompokan, setiap bahasa yang diperbandingkan dapat diketahui kedudukan dan hubungan keseasalannya dengan bahasa-bahasa
15 24 kerabat lainnya. Di pihak lain, rekonstruksi protobahasa memperjelas hubungan kekerabatan dan ikatan keseasalan bahasa-bahasa itu sesuai jenjang kekerabatan yang dapat disilsilahkan. Hal itu mengandung makna, protobahasa sebagai suatu sistem yang diabstraksikan dari wujud bahasa-bahasa kerabat merupakan pantulan kesejarahan bahwa bahasa-bahasa itu pernah mengalami perkembangan yang sama sebagai bahasa tunggal (Antilla, 1972:213). Rekonstruksi protobahasa berpijak pada dua hipotesis, yakni hipotesis keterhubungan dan hipotesis keteraturan (Jeffers dan Lehiste, 1979:17; Hock, 1988:567). Ciri umum yang dimiliki hipotesis keterhubungan ini adalah kemiripan dan kesamaan wujud kebahasaan. Salah satu ciri yang paling diandalkan adalah kemiripan bentuk dan makna kata-kata. Kata-kata yang memiliki kemiripan atau kesamaan bentuk dan makna yang biasa disebut kosakata seasal (cognate set) bukan sebagai pinjaman, kebetulan, ataupun kecenderungan semesta, tetapi dihipotesiskan sebagai warisan dari asal-usul yang sama. Hipotesis keteraturan berwujud perubahan bunyi yang bersistem dan teratur pada bahasa-bahasa turunan. Sebuah segmen bunyi protobahasa yang terwaris melalui kosakata seasal berubah secara teratur pada suatu bahasa turunan. Penelusuran terhadap unsur warisan bahasa berkerabat meliputi tataran leksikal, fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dalam studi komparatif, tataran leksikal dan fonologi lebih umum dipakai sebagai dasar penentuan kekerabatan dan rekonstruksi suatu bahasa serumpun dengan alasan sebagai berikut. Pertama, melalui rekonstruksi leksikal, kita bisa memperoleh informasi tentang budaya, sejarah, kehidupan sosial, dan fakta-fakta geografis suatu masyarakat
16 25 bahasa. Kedua, rekonstruksi yang paling berhasil pada studi historis komparatif adalah pada tataran fonologis karena berbagai faktor. (a) Segmen atau unsur fonologis merupakan unsur terkecil dalam suatu bahasa, dengan demikian lebih mudah dapat dipahami. (b) Lebih mudah ditemukan fakta yang relevan bila dibandingkan dengan tataran lainnya. Dari sebuah tuturan kecil dengan cepat dan banyak dapat ditemukan fakta yang diperlukan. (c) Masalah bunyi telah banyak dikaji dalam studi linguistik, sehingga telah menjadi kajian yang sangat mapan. (d) Perubahan bunyi itu beraturan dan dapat memberi indikasi hubungan di antaranya (Hock, 1988:573 dan Gordon, 2002:59). Tataran leksikal merupakan salah satu aspek penting dalam studi komparatif. Hal tersebut tampak terutama pada pengamatan tingkat awal dalam upaya pengelompokan antarbahasa sekerabat. Dengan menggunakan bukti-bukti kuantitatif yang lebih berorientasi pada pengamatan sekilas pada sejumlah kosakata dasar, kelompok bahasa sekerabat dapat ditentukan berdasarkan jumlah persentasenya. Tataran fonologis dapat dipakai pada tingkat lanjutan untuk menentukan rekonstruksi protobahasa. Berdasarkan perubahan bunyi secara teratur yang terjadi pada masing-masing bahasa kerabat, dapat disusun kaidahkaidah korespondensi fonem (Dyen, 1978 dan Bynon, 1979:25). Pada dasarnya, inti upaya penelusuran terhadap hubungan kekerabatan suatu bahasa, baik untuk tujuan pengelompokan bahasa (sub-grouping) maupun penemuan asal (reconstruction) bahasa adalah penemuan terhadap bukti-bukti yang meyakinkan yang terdapat dalam setiap bahasa yang diperbandingkan. Bukti-bukti tersebut dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Bukti kuantitatif
17 26 adalah dalam bentuk sejumlah kosakata kerabat (cognate set) yang berkaitan dengan retensi bersama (shared retention). Bukti kualitatif berupa inovasi bersama (shared innovation) serta korespondensi fonologis (Crowley, 1983; Jeffers dan Lehiste, 1979:1--16). Penjejakan bukti-bukti kuantitatif atau retensi bersama didasarkan atas asumsi bahwa kosakata tersebut bersifat semesta dan konstan sepanjang masa. Dikatakan bersifat semesta, karena kosakata itu merupakan kosakata inti yang sangat intim dengan kehidupan manusia dan ada dalam setiap bahasa. Kosakata inti itu termasuk kosakata yang usianya setua manusia dan lebih sukar berubah dibandingkan dengan kosakata lainnya. Perubahan kosakata itu hanya sekitar dua puluh persen dalam setiap seribu tahun atau mampu bertahan sebesar 80 % (Crowley, 1983), 81 % (Hockett, 1963 dan Swadesh, 1972). Itulah sebabnya, kosakata itu dikatakan bersifat konstan sepanjang masa. Bukti-bukti kuantitatif tersebut dipakai sebagai dasar pengelompokan pada tahap awal dari suatu bahasa untuk tujuan pemerolehan persentase kosakata kerabat yang dihitung dengan menggunakan leksikostatistik, dan menghitung masa pisah setiap bahasa dengan menggunakan glotokronologi (Dyen, 1978 dan Swadesh, 1972). Penjejakan terhadap bukti-bukti kualitatif merupakan upaya penemuan fakta-fakta tentang perubahan-perubahan yang eksklusif yang hanya terdapat dalam dua bahasa atau lebih. Perubahan bersama yang eksklusif (exclusively shared linguistic innovation) itu merupakan warisan protobahasa asalnya dan tidak ditemukan pada bahasa atau subkelompok bahasa yang lainnya. Perubahan yang dimaksud hanya terjadi satu kali dalam perjalanan sejarah bahasa itu.
18 27 Perubahan-perubahan itu tampak dalam bentuk perubahan bunyi yang teratur atau sporadis, dapat berupa perubahan leksikon, serta dapat pula berupa perubahan makna (Jeffers dan Lehiste, 1979). Beberapa pola perubahan bunyi dapat terjadi, seperti peleburan (merger), perengkahan (split), penunggalan (monophonemization), penggugusan (diphonemization) dan peluluhan bunyi (phonemic loss) (Penzl, 1969:11--13; Hock, 1988: ; Crowley, 1992: ). Hal yang sama juga dikemukakan oleh ahli lainnya yang menyatakan bahwa perubahan bunyi dapat terjadi secara beraturan dan tidak beraturan. Perubahan bunyi secara beraturan terjadi bila suatu bunyi berdasarkan kondisi yang sama berubah menjadi bunyi lain (Antilla, 1972:85--86). Perubahan bunyi tidak beraturan cenderung terjadi pada area gramatika atau area fonologis tertentu. Setiap perubahan bunyi terjadi menurut kaidah tanpa kecuali. Bila bunyi berubah, perubahan itu memengaruhi kata yang dibentuk dari bunyi itu (Labov, 1994:422). Penjejakan terhadap bukti-bukti kualitatif ini sesungguhnya merupakan upaya rekonstruksi, yakni pembentukan protobahasa dari suatu kelompok bahasa yang berkerabat dengan penemuan ciri-ciri bersama berdasarkan perubahan-perubahan bunyi yang teratur yang terjadi pada setiap bahasa (bandingkan Hoenigswald, 1974), dengan prosedur sebagaimana yang disarankan Pike (1957). Di samping untuk tujuan rekonstruksi, bukti-bukti kualitatif tersebut juga dipakai dasar untuk tujuan pengelompokan akhir, yakni pencabangan beberapa bahasa dari kumpulan bahasa berkerabat yang lebih besar berdasarkan dekat-jauhnya dipandang dari segi genetisnya, karena masing-masing kelompok tersebut dianggap mempunyai protobahasa tersendiri.
19 Difusi Dalam sebuah linguistik area, peristiwa kontak bahasa biasa terjadi. Jika sejumlah bahasa dipakai di suatu daerah yang dinamis secara geografis dan tidak memiliki hambatan secara sosial dan politik, multilingualisme akan muncul pada masyarakat bahasa itu. Peristiwa tersebut memberi ruang bagi terjadinya perubahan bahasa dari suatu kondisi menuju stratum tertentu (Jeffers dan Lehiste, 1979). Selain itu, dapat terjadi suatu kondisi difusi bagi sejumlah fitur linguistik suatu bahasa ke bahasa lainnya dan menyebar ke seluruh kawasan di daerah geografis tersebut. Bahasa sebagai pranata budaya, pada dasarnya sangat terbuka untuk berdifusi. Adalah benar kiranya bahwa semua aspek kebudayaan manusia bisa saling meminjam dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya (Dixon, 1997). Bentuk peradaban, seperti mitos, agama, berbagai jenis organisasi sosial, peralatan industri, dan berbagai fitur budaya lainnya bisa menyebar dari waktu ke waktu dan secara perlahan beradaptasi dengan budaya yang pada mulanya terasa asing. Fenomena yang sama juga terjadi pada nyanyian, tata upacara, sistem politik, aturan perkawinan, domistikasi binatang dan pertanian (Sapir, 1921:205). Dixon (1997) mengatakan bahwa fitur-fitur linguistik yang dapat berdifusi sangat ditentukan oleh situasi linguistik dari suatu bahasa yang saling kontak. Walaupun demikian, secara umum ada beberapa fitur linguistik yang dapat berdifusi, seperti fonetik dan fonologi, leksem, kategori dan bentuk gramatikal. Dalam hal fonetik dan fonologi, orang secara alamiah cenderung menyesuaikan
20 29 kebiasaan berbicaranya dengan lawan interaksinya. Fenomena seperti ini dapat melahirkan ciri fonologis baru dan menyebabkan hilangnya ciri fonologis lama. Beberapa bunyi, seperti nasal atau glotal pada dasarnya dengan mudah dapat berdifusi melalui serangkaian perubahan akibat proses asimilasi atau proses lainnya. Dalam suatu proses kontak bahasa, nama untuk suatu peralatan baru, binatang, gagasan, dan lain-lain mungkin diambilkan dari salah satu bahasa yang saling kontak apabila salah satu bahasa itu tidak memiliki padanan atau istilah untuk kata itu. Sesuatu yang dianggap tabu dalam suatu masyarakat, penamaannya dapat digantikan dengan leksem bahasa sekitarnya. Dalam beberapa kasus, leksem nomina lebih leluasa dapat dipinjam dibandingkan verba. Namun demikian, patut dicatat bahwa pada dasarnya semua leksem dapat saja dipinjam dan seiring dengan perjalanan waktu akan berdifusi ke seluruh kawasan. Konsep difusi leksem berdasarkan area atau kawasan, tidak hanya dialami bersama oleh bahasa yang berhubungan, tetapi juga mencakup dialek dalam suatu batas wilayah tertentu (McMahon, 1999). Pada tataran gramatikal, fitur yang lazim berdifusi adalah pola urutan kata. Difusi juga bisa terjadi dalam bentuk inkorporasi, nominalisasi, dan klausa relatif. Dalam hal terjadinya difusi antara dua bahasa yang saling kontak, ada dua faktor utama yang paling menentukan, yakni faktor prestise penuturnya dan kompleksitas bahasanya. Jika dua bahasa memiliki prestise yang sama dalam suatu masyarakat, ada kecenderungan bilingualisme akan terjadi dua arah. Akan tetapi, jika bahasa X memiliki prestise lebih tinggi dari pada bahasa Y, maka penutur bahasa Y akan mempelajari bahasa X, tetapi tidak terjadi sebaliknya.
21 30 Dengan demikian, bahasa Y pelan tetapi pasti akan berubah menjadi bahasa X dan pergerakannya hanya satu arah (Dixon, 1997). Jika suatu bahasa A lebih kompleks dari pada bahasa B, penutur bahasa A akan lebih mudah mempelajari bahasa B sebagai bahasa kedua. Pada situasi yang demikian, penutur bahasa A lebih cenderung meminjam dari bahasa B. Sebaliknya, penutur bahasa B lebih sulit meminjam dari bahasa A. Kompleksitas suatu bahasa dapat terjadi pada tataran fonologis atau gramatikal. Meskipun demikian, Dixon (1997) menambahkan bahwa kompleksitas suatu bahasa tampaknya sangat relatif sifatnya. Persepsi penutur kadang-kadang tidak sama terhadap fenomena ini, baik menyangkut bahasa tertentu maupun terhadap aspek atau tataran tertentu.
BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk
BAB IX TEMUAN BARU Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya, berikut ini disajikan kristalisasi hasil penelitian sekaligus merupakan temuan baru disertasi ini. 9.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para linguis historis komparatif Indonesia selama ini pada umumnya lebih tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama diakui bahwa di
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam
Lebih terperinciBAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.
BAB X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN. penelitian Wakidi dkk. dengan judul Morfosintaksis Bahasa Blagar dan La Ino
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan tulisan ini, terutama dengan objek penelitian ini masih sangat jarang dilakukan. Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan
Lebih terperinciBAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab
8.1 Simpulan BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek
1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek nêsos "pulau". Para
Lebih terperinciPEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 365-351 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf
BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Linguistik Historis Komparatif Linguistik historis komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sepanjang pengetahuan peneliti permasalahan tentang Kajian Historis Komparatif pada Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak belum pernah
Lebih terperinciEVOLUSI FONOLOGIS BAHASA OIRATA DAN KEKERABATANNYA DENGAN BAHASA-BAHASA NONAUSTRONESIA DI TIMOR LESTE
EVOLUSI FONOLOGIS BAHASA OIRATA DAN KEKERABATANNYA DENGAN BAHASA-BAHASA NONAUSTRONESIA DI TIMOR LESTE Disertasi untuk memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Linguistik Program Pascasarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia, maka amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang perlu dikaji
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia sudah banyak dilakukan. Namun tidak demikian penelitian mengenai ragamragam bahasa dan dialek.
Lebih terperinciGLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR
Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR Suparman 1, Charmilasari 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah
BAB II KERANGKA TEORETIS Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai masalah ini. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah hasil kajian Dempwolff
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini diawali dengan pendeskripsian data kebahasaan aktual yang masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat
Lebih terperinciBahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi
180 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kajian relasi kekerabatan bahasa-bahasa di Wakatobi memperlihatkan bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi sebagai bahasa tersendiri dan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN STUDI PERUBAHAN BAHASA DI MASA SEKARANG MASIH RELEVANKAH?
Tinjauan Pustaka: PERKEMBANGAN STUDI PERUBAHAN BAHASA DI MASA SEKARANG MASIH RELEVANKAH? Anggy Denok Sukmawati Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK-LIPI) buedandelion23@gmail.com Judul
Lebih terperinciKLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK
KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK Jurnal Skripsi Oleh : Nursirwan NIM A2A008038 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 Klasifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah perbatasan antara wilayah tutur bahasa-bahasa Austronesia dengan wilayah tutur bahasa-bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Minangkabau merupakan bahasa yang masuk ke dalam kelompok bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa Melayu Standar, Serawai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau kelompok masyarakat untuk bekerja sama dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1983: 17), dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Alor. Pulau
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel
BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa terjadi karena antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak memiliki hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya
Lebih terperinciRELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO. Gitit I.P. Wacana*
RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO Gitit I.P. Wacana* ABSTRACT Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan relasi historis kekerabatan yang terdapat dalam bahasa Pamona, Bada dan Napu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur
BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1 Sejarah Singkat Penutur Bahasa Austronesia Penutur bahasa Austronesia diperkirakan telah mendiami kepulauan di Asia Tenggara sekitar 5000 tahun yang lalu. Mereka diduga berasal
Lebih terperinciPengertian Universal dalam Bahasa
Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.
Lebih terperinci2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan
Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan, Metode, dan Jenis Penelitian 3.1.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif yaitu pendekatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU 2.1 Konsep Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang menyangkut objek, proses, yang berkaitan dengan penelitian. Dalam
Lebih terperinciTahap Pemrolehan Bahasa
Tahap Pemrolehan Bahasa Setelah Anda mempelajari KB 2 dengan materi teori pemerolehan bahasa, Anda dapat melanjutkan dan memahami materi KB 3 mengenai tahapan pemerolehan bahasa. Tahapan ini biasa disebut
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Antilla, Raimo An Itroduction to Historical and Comparative Linguistics. New York: Macmillan.
138 DAFTAR PUSTAKA Antilla, Raimo. 1972. An Itroduction to Historical and Comparative Linguistics. New York: Macmillan. Antonsen, Elmer H. 1990. Phonological Change: Phonetic, Phonemic, and Phonotactic
Lebih terperinciRELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif
RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh I Gede Budasi FBS Undiksha-Singaraja Abstrak Makalah ini bertujuan: (1) mendeskripsikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur berbeda-beda. Dilihat dari segi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi fonologi, gramatikal, dan semantik kemampuan seorang anak dalam memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh penutur berbeda-beda. Dilihat dari segi
Lebih terperinciNama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI
Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut
Lebih terperinciT. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Simalungun atau Sahap Simalungun adalah bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Simalungun merupakan salah
Lebih terperinciOBJEK LINGUISTIK = BAHASA
Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode pengelompokan bahasa adalah leksikostatistik. Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang
109 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam
Lebih terperinciLINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI
Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat dipisahkan dari pengembangan bahasa nasional. Salah satu upaya untuk mengembangkan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedekatan hubungan dalam suatu komunitas dapat ditelusuri dengan mengamati kesamaan bahasa yang digunakan di komunitas tersebut. Bahasa, selain digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga
320 BAB VII KESIMPULAN Kosakata bahasa Prancis yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia secara difusi dikenal dan digunakan dari masa kolonial Eropa di Indonesia hingga saat ini. Kosakata bahasa
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan
Lebih terperinciBAB 5 TATARAN LINGUISTIK
Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak
9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tutur/ pendengar/ pembaca). Saat kita berinteraksi/berkomunikasi dengan orang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian tentang konvergensi dan divergensi berkaitan erat dengan proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan sejumlah pemahaman terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, ia
Lebih terperinciLEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF
LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Jurnal Skripsi Oleh: Kurnia Novita Sari NIM A2A008030 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,
Lebih terperinciSILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419
SILABUS 1. Identitas Mata Kuliah Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419 Bobot SKS : 4 SKS Semester/Jenjang : 6/S1 Kelompok Mata Kuliah : MKKA Program Studi : Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciPengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya
Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republica Democratica de Timor Leste yang (selanjutnya disebut RDTL) dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 yang bernama Timor
Lebih terperinciPERSETUJUAN PEMBIMBING...
DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i PERSYARATAN GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii LEMBAR PENETAPAN UJIAN... iv PANITIA PENGUJI... v PERNYATAAN KEASLIAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi
Lebih terperinciKlasifikasi Bahasa (Abdul Chaer) Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik.
Klasifikasi (Abdul Chaer) Tipologi Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Bentuk Garis keturunan proto Induk bahasa
Lebih terperinciPEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat
Lebih terperinciBAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS
Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sudah berabad-abad yang lalu manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan, maupun lisan. Bahasa sangat penting dalam perkembangan peradaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia. Manusia mengungkapkan keinginan, pesan, ide, gagasan, dan perasaan kepada orang lain
Lebih terperinciTATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.
Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam dialek. Istilah dialek merupakan sebuah bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat
1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam masa perjuangan kemerdekaan, bahasa Indonesia
Lebih terperinciAlat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015
SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa mengalami perubahan dan perkembangan dari bahasa Proto (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dialektologi yang meletakkan titik fokus pada kajian kebervariasian penggunaan bahasa dalam wujud dialek atau subdialek di bumi Nusantara, dewasa ini telah
Lebih terperinciRendi Rismanto* ABSTRAK
Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh Rendi Rismanto* 180110080010 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Kekerabatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan
Lebih terperinciFILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN
FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN > Pengertian Filsafat Bahasa Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat.ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa
Lebih terperinciFONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan
FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN Pendahuluan Pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1950-an fonologi adalah cabang linguistik yang banya dibicarakan di antara cabang-cabang linguistik lainnya. Pada
Lebih terperinci