BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Pengertian Konflik Menurut Fisher, et.al. (2000), konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Menurut Pruit dan Rubin dalam Susan (2009), konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak tertentu tidak dicapai secara simultan. Menurut Widjarjo, et.al. (2002), konflik merupakan situasi yang apabila seseorang atau sekelompok orang (bisa lebih) menunjukkan praktek-praktek untuk menghilangkan pengakuan (hak) orang atau kelompok lainnya mengenai benda atau kedudukan yang diperebutkan. Maka secara sederhana, konflik dapat diartikan sebagai pertentangan yang ditandai oleh pergerakan dari beberapa pihak sehingga terjadi persinggungan. Dari pengertian-pengertian konflik yang begitu panjang, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan jika akan melakukan kajian mengenai konflik. Pertama, adanya keterlibatan dua pihak atau lebih atas suatu hal, baik bersifat abstrak atau konkrit. Berangkat dari suatu hal yang menjadi sumber konflik ini, terjadilah perbedaan antar pihak-pihak yang terlibat. Perbedaaan yang ada merupakan potensi untuk terjadinya konflik. Kedua, secara general dapat dikatakan bahwa konflik merupakan suatu proses yang eksis dan innate atau melekat dalam kehidupan manusia. Ketiga, konflik mengacu pada suatu proses sosial yang disosiatif (saling menjauhkan). Namun demikian, konflik juga merupakan unsur terpenting daam kehidupan manusia karena konflik memiliki fungsi positif (Coser, 1957). Konflik tidak hanya berwajah negatif, tetapi juga berfungsi positif terhadap masyarakat melalui perubahan- perubahan sosial yang diakibatkannya Teori Konflik Teori konflik pada dasarnya berusaha menjelaskan dan menganalisis secara komprehensif konflik dalam kehidupan sosial yang meliputi ; 1) sebab/

2 5 isu konflik, 2) fungsi konflik, 3) bentuk/ ekspresi (intensitas) konflik, dan 4) aktor/ pelaku konflik. Teori konflik merupakan teori penting masa kini yang menekankan kenyataan sosial di tingkat struktur sosial daripada tingkat individual, antarpribadi, atau antarbudaya. Berdasarkan titik berat teori konflik, yaitu pada sebab, fungsi, ekspresi dan pelaku konflik, maka secara berurutan teori-teori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Konflik Berdasarkan Sebab/ isu konflik Coser (1957) membuat suatu pembedaan yang penting mengenai konflik yang disebabkan isu-isu realistik, yang selanjutnya disebut konflik realistik dengan konflik yang disebabkan isu-isu non realistik yang selanjutnya disebut konflik non realistik. Konflik realistik memiliki sumber yang konkret atau bersifat material, seperti perebutan sumber ekonomi atau wilayah. Konflik realistik merupakan suatu alat untuk suatu tujuan tertentu yang jika tujuan itu tercapai mungkin akan menghilangkan sebab-sebab dasar dari konflik itu. Artinya, jika masing-masing aktor konflik telah memperoleh sumber konflik yang berupa materi, maka konflik akan berhenti dengan sendirinya. Bila sumber itu dapat diperoleh tanpa perkelahian, maka sangat memungkinkan konflik dapat diatasi dengan mudah. Secara sederhana, konflik yang realistik diarahkan ke objek/sumber dari konflik itu. Konflik ini merupakan rangsangan utama untuk perubahan sosial. Hal ini dikemukakan Coser (1957) dalam The Function of Social Conflict sebagai berikut : in realistic conflict, there exist functional alternatives with regard to the means of carrying out the conflict, as well as with regard to accomplishing desired results short of conflict (Coser, 1957 : 156) Berbeda dengan konflik realistik, konflik non realistik didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis misalnya konflik antar agama, antar etnis, dan konflik antar kepercayaan lainnya. Konflik non realistik merupakan tujuan dari konflik itu sendiri. Konflik ini merupakan suatu cara untuk menurunkan ketegangan di dalam kelompok atau mempertegas identitas suatu kelompok. Cara ini mewujudkan bentuk-bentuk kekerasan yang

3 6 sesungguhnya berasal dari sumber-sumber lain. Statement Coser mengenai konflik non-realistik dalam The function of Social Conflict adalah sebagai berikut : in realistic conflict, there exist functional alternatives with regard to the means of carrying out the conflict, as well as with regard to accomplishing desired results short of conflict (Coser, 1957 : 156) Selain konflik realistik dan non realistik menurut Coser, konflik berdasarkan sebab/ isu yang melatarbelakanginya juga dijelaskan oleh Fisher, et.al (2000). Sebab/ isu yang melatarbelakangi konflik dapat dijelaskan menurut teori sumber konflik diantaranya adalah : (1) Teori Hubungan Masyarakat. Konflik ini disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. (2) Teori Negosiasi Prinsip. Konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. (3) Teori Kebutuhan Manusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak dipenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. (4) Teori Identitas. Dalam teori ini dijelaskan bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak diselesaikan. Identitas sangat dipengaruhi oleh hubungan dengan orang lain dan oleh budaya yang dominan. (5) Teori Kesalahpahaman antar Budaya. Konflik disebabkan oleh ketidakcocokkan dalam cara-cara berkomunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. (6) Transformasi Konflik. Konflik dianggap disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah- masalah sosial, budaya dan ekonomi. Teori-teori mengenai penyebab konflik menurut Fisher, et.al. (2000) sangat membantu dalam mengelola konflik. Sebagai contoh, dalam menganalisis konflik non realistik yang terjadi dalam masyarakat, teori negosiasi prinsip sangat berperan dalam memahami fenomena konflik yang terjadi. Teori negosiasi prinsip berupaya untuk memahami dan menganalisis konflik dari perbedaan sudut pandang/penafsiran kedua aktor yang berkonflik. Perbedaan sudut

4 7 pandang/penafsiran tersebut biasanya menyangkut isu penyebab konflik. Seringkali kedua aktor konflik mengungkapkan isu yang berbeda mengenai penyebab konflik. Perbedaan sudut pandang ini dikarenakan posisi kedua aktor yang berbeda sehingga menyebabkan kepentingan yang berbeda. Teori identitas juga dapat digunakan dalam menganalisis konflik non realistik dan realistik yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Dalam teori ini, dapat dilihat bagaimana kedua aktor konflik memandang diri mereka sendiri, sedangkan cara pandang pihak lain terhadap mereka berbeda. Salah satu aktor beranggapan bahwa dirinya yang paling kuat dan paling berkuasa, namun aktor lain menganggap sebaliknya dan menilai kekuatan dan kekuasaan tersebut untuk dirinya sendiri. Selain itu, teori identitas berusaha menguak akar permasalahan yang terpendam di masa lalu yang mengakibatkan konflik diperpanjang bahkan isu konflik berubah menjadi isu lain. Sebagai contoh adalah konflik tanah di suatu daerah yang terjadi selama puluhan tahun dapat berubah menjadi konflik yang tidak jelas lagi isunya atau menjadi non realistik pada generasi aktor konflik berikutnya. 2) Fungsi Konflik dan Kekerasan Konflik Fungsi konflik merupakan salah satu bagian dalam teori konflik. Teori fungsi konflik menjelaskan kaitan antara kekerasan konflik dan fungsi konflik. Acuan teori ini adalah pandangan Coser (1957) mengenai konflik sosial sebagai suatu hasil dari faktor-faktor lain daripada perlawanan kelompok kepentingan, serta pandangan bahwa konflik berdampak pada stabilitas dan perubahan sosial. Pada dimensi ini, Coser memperlihatkan bagaimana konflik memiliki fungsi terhadap sistem sosial. Ia menolak bahwa hanya konsensus dan kerjasama yang memiliki fungsi terhadap integrasi sosial. Menurut Coser, konflik tidak hanya berwajah negatif. Konflik memiliki fungsi positif terhadap masyarakat melalui perubahan-perubahan sosial yang diakibatkannya. Coser menekankan bahwa konflik sosial berfungsi dalam sistem sosial, khususnya dalam hubungannya pada kelembagaan yang kaku, perkembangan teknis, produktivitas, dan kemudian memperhatikan hubungan antara konflik dan perubahan sosial. Konflik sebagai mekanisme perubahan sosial dan penyesuaian, dapat memberi fungsi positif dalam masyarakat.

5 8 Dalam bukunya The Function of Social Conflict, Coser memberi perhatian pada fungsi konflik terhadap kohesi kelompok (group cohesion). Dalam hal ini Coser mengaitkan antara konflik eksternal dan internal kelompok terhadap keeratan hubungan di antara anggota kelompok. Istilah kohesi kelompok sebagaimana yang disebutkan Coser dapat dilihat pada solidaritas kelompok, atau dalam istilah sehari-hari disebut kekompakan atau kesetiakawanan kelompok. Secara rinci, Coser menjelaskan dua jenis konflik yang dapat mempengaruhi sistem dalam kelompok sebagai berikut : 1) Konflik Eksternal. Konflik eksternal (external conflict) dianggap dapat mampu menciptakan dan memperkuat identitas kelompok. Coser menyatakan bahwa konflik dapat memperjelas batasan di antara kedua kelompok dalam sistem sosial dengan memperkuat kesadaran anggota-anggota dalam suatu kelompok bahwa mereka merupakan bagian dari kelompoknya sehingga tercipta kesadaran identitas kelompok dalam sistem. Konflik eksternal dengan kelompok lain dapat mengalihkan ketegangan dan permusuhan dalam kelompok kepada musuh di luar kelompok (common enemies), sehingga masing-masing anggota kelompok berusaha untuk mempererat kembali hubungannya dengan anggota kelompok yang lain. Penjelasan ini secara rinci dikemukakan oleh pernyataan Coser sebagai berikut: " conflict sets boundaries between groups by strengthening group consciousness and awareness of separateness from other groups ( Coser, 1957:37). external conflict will be change to be a process of referancy identity groups identity referancy about outgroup so that it improves participation of each members to group organization. Identity group out of them is a negative reference group ( Coser, 1957: 90). 2) Konflik Internal Selain konflik eksternal, konflik internal (internal conflict) memberi fungsi positif terhadap kelompok identitas mengenai kesalahan perilaku. Ada perilaku anggota yang dianggap menyimpang dari teks norma kelompok sehingga perlu dikoreksi oleh kelompok tersebut. Konflik yang terjadi dalam kelompok dapat menjadi faktor yang dapat mencairkan ketegangan-ketegangan dalam hubungan di antara anggota kelompok, sehingga tidak ada efek dipendamnya suatu

6 9 kebencian dalam kelompok. Coser menyatakan bahwa konflik di dalam kelompok berfungsi sebagai penyeimbangan (balancing system). Dengan demikian, konflik internal dan eksternal dinilai dapat berfungsi positif terhadap sistem dalam kelompok, namun fungsi konflik lebih tampak pada konflik eksternal karena lebih memperkuat keeratan dalam kelompok akibat ancaman-ancaman dari pihak luar. Kekuatan solidaritas internal dapat meningkat ketika terjadi konflik dengan out group. Namun demikian, konflik yang terjadi dengan kelompok luar (out group) dapat berfungsi maksimal jika telah sampai pada tahap manifest (terbuka) yang keras. Berkaitan dengan kekerasan konflik, yang disebut Coser sebagai kebrutalan konflik, fungsi konflik terhadap kohesi kelompok dalam akan menguat jika kekerasan konflik juga semakin kuat. Kekerasan pada dasarnya berbeda dengan konflik. Menurut Fisher, et. al. (2000), kekerasan adalah bentuk tindakan, perkataan, sikap berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan/atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh. Kekerasan dapat dilihat pada kasus-kasus pemukulan seseorang terhadap orang lain dan menyebabkan luka-luka. Suatu kerusuhan yang menyebabkan orang atau komunitas mengalami luka-luka atau kematian dari serbuan kelompok lainnya juga merupakan bentuk kekerasan. Ancaman atau teror dari satu kelompok yang menyebabkan ketakutan atau trauma psikis juga merupakan bentuk kekerasan. Tidak semua konflik berujung pada kekerasan. Beberapa konflik dapat mencapai konsensus dan perdamaian sebelum mencapai tahap kekerasan. Namun, dalam kaitannya dengan fungsi konflik, konflik yang telah mencapai tahap kekerasan yang melibatkan dua kelompok lebih berfungsi secara nyata terhadap kohesivitas kelompok dalam (in group cohesion). Secara rinci, Coser membuat preposisi mengenai fungsi konflik berkaitan dengan kekerasan/kebrutalan yaitu: (1) semakin brutal atau intens konflik, semakin menyebabkan jelasnya batasan kelompok, sentralisasi struktur pengambilan keputusan, solidaritas anggota, penekanan terhadap pembangkang dan yang menyimpang, serta menguatkan konformitas terhadap norma. (2) semakin suatu konflik menyebabkan pusat kekuasaan menekan konformitas dalam

7 10 kelompok, semkin besar akumulasi permusuhan, dan semakin besar kemungkinan konflik internal muncul dalam jangka panjang. Dalam preposisi tersebut, Coser menekankan bahwa fungsi konflik bagi kohesivitas kelompok akan lebih terlihat nyata pada saat konflik semakin keras/brutal dengan kelompok luar. Preposisi Coser yang lain mengenai kebrutalan konflik dan isu konflik adalah sebagai berikut: (1) jika konflik menyangkut isu yang realistik, kemungkinan terjadi kompromi untuk mencari jalan bagi pencapaian tujuan, dan karena itu kurang brutal. (2) Jika konflik menyangkut isu yang tidak realistik, maka akan semakin besar tingkat keterlibatan dan emosi dalam konflik, sehingga semakin brutal konflik yang terjadi, khususnya jika: a) menyangkut nilai pokok/ dasar, b) konflik yang berlarut- larut. Dari preposisi Coser mengenai kebrutalan konflik, dapat disimpulkan bahwa terdapat alur untuk mencapai fungsi konflik bagi kohesi kelompok yang titik awalnya adalah isu konflik. Isu non realistik lebih berpotensi untuk mewujudkan konflik yang keras atau brutal. Maka pada saat aktor-aktor konflik menghadapi situasi konflik yang berakar pada isu realistik, potensi terjadi kekerasan/ kebrutalan di antara keduanya sangat besar. Jika telah mencapai tahap ini, fungsi konflik pada kohesi kelompok dalam akan semakin terlihat. 3) Konflik Berdasarkan Sasaran dan Perilaku Konflik dibedakan di antara dua sumbu, yaitu sasaran dan perilaku. Hal ini sesuai dengan definisi konflik menurut Fisher, et.al. (2000) bahwa konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu dan kelompok) yang memiliki, atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Sasaran adalah objek/ apa yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak. Sedangkan perilaku yang dimaksud adalah bagaimana cara mereka bertindak untuk memperoleh sasaransasaran tersebut. Perilaku dapat selaras satu sama lain dan bertentangan satu sama lain. Jika perilaku selaras, potensi terjadinya konflik kecil dan memungkinkan kondisi tanpa konflik. Sedangkan perilaku bertentangan satu sama lain akan menimbulkan konflik. Bentuk konflik tergantung dari bentuk perilaku masingmasing pihak yang berkonflik. Berdasarkan sasaran dan perilaku, konflik dapat diklasifikasikan dalam 4 (empat) tipe, yaitu ; (1) tanpa konflik. Setiap kelompok atau masyarakat ingin

8 11 hidup damai. Jika mereka ingin agar keadaan ini terus berlangsung, mereka harus hidup bersemangat dan dinamis, memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan, serta mengelola konflik secara kreatif. (2) konflik laten. Konflik laten adalah konflik yang sifatnya tersembunyi sehingga perlu diangkat ke permukaan agar dapat ditangani secara efektif. (3) konflik terbuka, adalah konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, sehingga memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya. (4) konflik di permukaan, yaitu konflik yang memiliki akar dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi. 4) Konflik Berdasarkan Tahapan/Intensitas Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai tahap aktifitas, intensitas, ketegangan, dan kekerasan yang berbeda. Tahap- tahap ini penting sekali diketahui dan digunakan bersama alat bantu lain untuk menganalisis berbagai dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan masing-masing tahap konflik. Konflik dapat terjadi dalam beberapa tahap, yaitu prakonflik, konfrontasi, krisis, akibat dan pascakonflik (Fisher, et.al., 2000). Tahapan-tahapan tersebut dapat dideskripsikan sebagai yaitu: (1) Prakonflik. Tahapan Ini merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuaian sasaran di antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadinya konfrontasi. (2) Konfrontasi. Pada tahap ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya. Kadang pertikaian atau kekerasan pada tingkat rendah lainnya terjadi di antara kedua belah pihak. Hubungan di antara kedua pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada polarisasi di antara para pendukung di masing-masing pihak. (3) Krisis. Tahap ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/ atau kekerasan terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar ini ini merupakan periode perang, ketika orangorang dari kedua pihak terbunuh. Komunikasi normal di antara kedua belah pihak kemungkinan terputus. Pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak lain. (4) Akibat. Pada tahapan ini, tingkat ketegangan,

9 12 konfrontasi, dan kekerasan agak menurun dengan memungkinkan adanya penyelesaian. Sebagai contoh adalah perubahan pola hubungan masyarakat, kerekatan hubungan antara masyarakat dengan pemerintah, munculnya tata aturan baru dan lain-lain. (5) Pascakonflik. Situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua pihak. Namun, jika isu-isu dan masalah- masalah yang timbul karena sasaran mereka yang saling bertentangan tidak dapat disesesaikan dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi pra konflik. Menurut Nader dan Todd dalam Lintong (2005), berdasarkan tahapan evolusi atau prosesnya, konflik mengalami suatu siklus sebagai berikut : 1) Grievance (keluhan) atau tahap pra-konflik. Tahapan ini disebut sebagai tahapan yang bersifat monadic karena hanya melibatkan satu pihak saja. Pada tahapan ini, seseorang atau satu kelompok orang melihat suatu kondisi dimana mereka merasa tidak mendapatkan keadilan atau apa yang seharusnya didapatkan. Keadaan ini merupakan suatu kebenaran subjektif yang mungkin secara objektif benar tapi mungkin saja tidak benar. Namun, dari sinilah kemarahan dan keluha muncul. Situasi ini merupakan kondisi potensial untuk terjadinya eskalasi konflik. Pada saat satu pihak merasa dirugikan, ia dihadapkan pada pilihan-pilihan tindakan yang pengaruhnya besar pada kondisi selanjutnya. 2) Conflict Tahapan kedua adalah tahapan yang disebut sebagai tahapan conflict, dimana pihak yang merasa dirugikan tadi memilih untuk menyampaikan ketidakadilan yang dialami atau dirasakannya pada pihak lain yang memberikan ketidakadilan itu dengan berbagai macam cara, baik verbal maupun non verbal. Dengan diungkapkannya rasa ketidakadilan ini, maka ada dua pihak yang kini memiliki dan mengetahui kebenaran subjektif masingmasing yang saling berlawanan. Karena ada dua pihak yang menyadari dan terlibat dalam tahapan ini, maka tahapan ini disebut sebagai tahapan dyadic. Apa yang terjadi kemudian, kini bergantung pula pada kedua pihak ini,

10 13 apakah mereka akan menyelesaikan sendiri atau menaikkan suhu konflik memasuki tahapan lebih lanjut. 3) Dispute (sengketa) Jika tahapan conflict tidak juga mereda, dan bahkan persoalan mereka ini diketahui oleh khalayak ramai baik atas inisiatif salah satu pihak, kedua belah pihak ataupun pihak ketiga, maka masuklah tahapan berikutnya, yaitu tahap dispute atau sengketa. Tingkatan ini secara berurutan menunjukkan semakin parahnya keadaan. Tingkatan yang pertama adalah ketegangan (hardening), dimana masing-masing pihak menunjukkan sikap keras dan muncul suatu ketegangan karena masing-masing bertahan pada kebenaran subjektifnya. Tingkatan yang kedua yaitu perdebatan atau polemik mungkin dilakukan. Tahap ini ditandai dengan ketidakmauan masing-masing pihak untuk mendengarkan pihak lain. Kedua teori tersebut, baik yang dikemukakan oleh Fisher, maupun Nader dan Todd sama-sama menunjukkan tingkat keparahan dari suatu konflik, dimana konflik dimulai dari suatu fenomena yang biasa menjadi tidak bisa dengan dibumbui ketegangan-ketegangan yang semakin meningkat. Namun, jika diperhatikan, terdapat perbedaan point of view dalam memetakan tahapantahapan konflik tersebut. Fisher memetakan tahapan konflik berdasarkan urutanurutan kejadian yang telah ditempatkan menurut waktu. Urutan kejadian merupakan daftar waktu yang menggambarkan kejadian-kejadian secara kronologis. Sedangkan menurut Nader dan Todd, penahapan konflik lebih berdasarkan pada keterlibatan aktor-aktor konflik, dimana pada tahap grievance, hanya satu pihak yang terlibat, yaitu pihak yang merasa dirugikan. Kemudian pada tahap conflict, ada dua pihak yang terlibat, karena pihak pertama, atau pihak yang merasa dirugikan telah menyampaikan keluhannya kepada pihak kedua. Tahap ini menentukan apakah akan ada pihak lain yang terlibat dalam konflik. Jika konflik semakin memanas dan mendorong pihak ketiga untuk resolusi konflik, maka tahap konflik telas sampai pada tahap dispute. Kriesberg (1998), berpendapat bahwa tahapan- tahapan yang luas melalui perjuangan cenderung bergerak, dan bervariasi dalam hal berapa lama suatu tahap

11 14 berakhir, transisi dari satu tahap ke tahap berikutnya secara berurutan. Pada tahapan awal konflik, upaya perjuangan menjadi nyata dan manifest. Empat hal yang terjadi pada tahapan ini adalah: (1) paling tidak satu pihak memiliki identitas diri, uang membedakan dari pihak lainnya, (2) salah satu pihak memiliki kondisi- kondisi yang dirasakan tidak adil atau tidak memuaskan, (3) salah satu anggota meyakini bahwa kondisi yangtidak memuaskan tersebut dapat diatasi melalui perubahan pada pihak lainnya, (4) memiliki keyakinan bahwa mereka dapat bertindak untuk mencapai tujuan tersebut. Konflik menjadi manifest apabila salah satu pihak mengekspresikan keyakinannya tersebut dengan memobilisasi pendukung-pendukung atau dengan mencoba secara tidak langsung mempengaruhi pihak lawannya untuk mencapai tujuan mereka. Kriesberg (1998) membuat penahapan mengenai konflik yang disebut sebagai siklus konflik. Tahapan-tahapan tersebut adalah : 1) Eskalasi Konflik Tahap eskalasi merupakan tahapan yang relatif lama. Pada tahapan ini, perlawanan menjadi nyata dan masing-masing berusaha untuk mencapai tujuannya, meningkatkan usaha-usaha mereka dengan memperkuat sarana- sarana yang mereka gunakan dan megumpulkan dukungan-dukungan. Pada awalnya, cara-cara yang digunakan bersifat persuasif dan bisa jadi menjanjikan hasil yang menguntungkan, namun demikian dapat saja terjadi bentuk kekerasan atau paksaan yang digunakan. Ada banyak faktor, proses, kondisi-kondisi, dan kebijakan yang berperan dalam peningkatan perlawanan dan lama perlawanan tersebut, seringkali ada kecenderungan konflik menjadi destruktif karea interaksi masing- masing pihak semakin kuat dan mereka cenderung melihat dalam posisi zero- sum conflict. Banyak proses dikombinasikan untuk menghitung keparahan (deterioration) perang digambarkan oleh pertikaian yang mengerikan di Yugoslavia. Beberapa proses internal pada masing- masing pihak yang bertikai mendorong terjadinya eskalasi konflik yang berkepanjangan yang seringkali berbentuk destruktif (merusak). Proses internal tersebut termasuk proses sosial psikologi berhubungan perselisihan kognitif, penjebakan (entrapment), dan reaksi emosional dari tekanan konflik. Satu implikasi dari perselisihan kognitif adalah bahwa jika orang dapat

12 15 dibujuk untuk beraksi pada cara yang brutal, mereka kemudian menyalahkan orang lain atas kebrutalan mereka, dan hal itu adalah sesuatu yang benar bagi mereka. Akhirnya, perlawanan ditingkatkan menuju kekerasan ekstrem yang mengakibatkan banyaknya orang yang melarikan diri. Interaksi diantara komunitas diperburuk oleh aksi pembalasan, sebagai kebijakan di dalam masingmasing aturan internal oleh komunitas dominan yang hanya menyisakan sedikit jaminan keamanan pada komunitas minoritas. Selain itu, yang memperburuk keadaan adalah tidak ada pengakuan hak- hak manusia, pengakuan sosial, kondisi hidup, penolakan salah satu pihak terhadap legitimasi pihak lainnya termasuk di dalamnya dalam wujud penolakan untuk berkomunikasi. Unsur-unsur yang dapat menunjukkan sejauh mana konflik telah menjadi destruktif adalah perilaku-perilaku yang tidak manusiawi, dan keinginan untuk melanjutkan perjuangan, membalas dendam, intimidasi, dan penekananpenekanan terhadap musuh/ lawan. 2) De-eskalasi Konflik De-eskalasi konflik terjadi setelah jangka waktu yang bervariasi dari tahap eskalasi dan biasanya terjadi pada setiap pertikaian. Faktor yang mempengaruhinya beragam, baik internal pada pihak- pihak yang berkonflik ataupun kondisi eksternal. Kondisi-kondisi yang mengarah pada de-eskalasi konflik adalah : (1) melemahnya upaya meneruskan perlawanan, (2) cara-cara yang tidak memaksa : berubah cara pandang mengenai hubungan, saling pengertian, timbulnya saling ketergantungan, membangun kepercayaan, perubahan salah satu pihak yang berkonflik (perubahan kepemimpinan, peraturan dan lain- lain) juga peran perantara. (3) kerangka waktu dalam menyelesaikan konflik (jangka pendek atau jangka panjang). (4) kondisi sosial, ekonomi, ideologi, dan demografi. Perantara atau pihak ketiga (dari luar) dapat memberikan sumbangan berarti dalam mencapai tahap de- eskalasi konflik, yakni dalam (1) mengatur halhal yang berkenaan untuk mengakhiri konflik, (2) membagi sumberdaya yang ada, (3) memberikan legitimasi pada opsi-opsi baru, (4) membantu mengimplementasikan dan menjaga kesepakatan yang telah dicapai.

13 16 3) Terminasi Peralihan dari tahap de-eskalasi menuju terminasi jarang terjadi secara mulus. Adakalanya terdapat pihak-pihak yang mensabotase, yakni orang yang tidak terlibat penuh dalam proses pengelolaan konflik atau orang-orang yang tidak mendukung. Namun, dalam model siklus konflik, cepat atau lambat, konflik akan sampai pada tahap terminasi. Terminasi konflik terjadi karena pihak yang menantang merubah bentuk hubungannya dengan pihak lawan. Adakalanya salah satu pihak menekan pihak lainnya atau di antara mereka terjadi bentuk hubungan kompromi sehingga mencapai hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Namun demikian, jarang hasilnya benar-benar seimbang dan tetap ada ketidaksepakatan dalam menilai hasilnya. Proses terminasi bisa terjadi melalui proses negosiasi atau mediasi. 4) Hasil dan Spiral Tahap terminasi memberikan hasil dalam berbagai bentuk seperti perubahan-perubahan internal pihak-pihak yang berkonflik. Perubahan hubungan yang lebih memuaskan, rekonsiliasi dan restrukturasi konteks sosial. Perubahan internal yang terjadi bisa dalam bentuk penghancuran atau kematian dari salah satu pihak yang berkonflik, misalnya kematian anggota, bubarnya kelompok atau organisasi. Apabila pihak yang berkonflik dalam kelompok, bisa terjadi perubahan kepemimoinan atau perubahan ideologi kelompok, perubahan aliansi, dan lainlain. Selain itu, dari pihak partisan menjadi yakin bahwa pandangan dari pihak lawan bisa jadi benar. Hasil konflik bisa jadi juga mengakibatkan perubahan dalam hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik, sehingga jauh lebih memuaskan karena bisa jadi akibat dari kesetaraan. Perubahan hubungan tersebut bisa dalam bentuk rekonsilisasi, yakni mengacu pada proses pengembangan akomodasi antara kelompok- kelompok atau pihak- pihak yang bertetangan. 5) Konflik Berdasarkan Aras Pihak yang Berkonflik Menurut Suadi, et.al., dalam Susan (2009), konflik dapat ditipologikan berdasarkan level permasalahannya, yaitu ; (1) konflik vertikal. Konflik vertikal atau konflik atas terjadi apabila pihak yang dilawan oleh pihak lainnya pada pada level yang berbeda, misalnya antara elite dengan massa (masyarakat). Elite

14 17 dalam hal ini bisa merupakan para pengambil kebijakan di tingkat pusat, kelompok bisnis, atau aparat militer. Hal yang ditonjolkan dalam konflik ini adalah digunakannya instrumen kekerasan negara, sehingga menimbulkan korban di kalangan massa (masyarakat). Dalam konflik vertikal, kaitan makro- mikronya lebih cepat diketahui. (2) konflik horizontal. Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi di kalangan massa (masyarakat) sendiri. Sejak pertengahan 90- an, dirasakan setidaknya ada dua jenis konflik horizontal yang tergolong besar pengaruhnya, yaitu konflik agama dan konflik antar suku. Konflik agama terjadi khususnya antar kelompok agama Islam dan kelompok agama Nasrani. Konflik jenis ini mengemuka di berbagai daerah, seperti Ambon, Jakarta, dan beberapa daerah lainnya. Sedangkan konflik antar suku terjadi khususnya antara suku Jawa dan suku- suku lain di luar pulau Jawa. Selain itu, muncul pula kasus seperti konflik antara suku Madura dengan suku Melayu di Kalimantan Barat Alat Bantu dalam Analisis Konflik Analisis konflik adalah suatu proses praktis untuk mengkaji dan memahami konflik dari berbagai sudut pandang. Pemahaman ini kemudian akan membentuk dasar-dasar untuk mengembangkan strategi dan merencanakan tindakan (Fisher, et.al., 2000). Dalam menganalisis konflik, terdapat banyak permasalahan yang perlu dikaji, diantaranya adalah latar belakang dan sejarah munculnya suatu konflik, pandangan semua aktor dan hubungannya satu sama lain, serta kecenderungan-kecenderungan yang mendasari konflik. Untuk itu, diperlukan alat bantu dalam menganalisis konflik. Beberapa alat bantu yang dapat dugunakan untuk menganalisis konflik diantaranya adalah : 1) Penahapan Konflik Pada dasarnya, konflik memiliki kedinamisan yang tinggi, terutama konflik manifest (terbuka). Meskipun pada saat-saat tertentu kondisi dalam keadaan kondusif, namun jika ditelusuri secara mendalam terdapat keteganganketegangan yang tersembunyi serta kewaspadaan yang tinggi antara satu pihak dengan pihak lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap saat konflik dapat berubah melalui berbagai tahapan aktivitas, ketegangan, serta kekerasan yang berbeda. Menyikapi hal ini, Fisher, et.al (2000) menguraikan pentingnya membuat

15 18 penahapan konflik untuk menganalisis berbagai dinamika yang terjadi pada masing-masing tahapan konflik. Analisis tersebut meliputi lima tahap. Pertama, adalah tahap prakonflik. Tahapan ini ditandai dengan adanya ketidaksesuaian sasaran diantara pihak-pihak yang berkonflik. Kondisi ini diawali oleh adanya ketegangan hubungan sehingga masing-masing pihak berusaha menghindari menghindari kontak antara satu dengan yang lain. Kedua, konfrontasi. Pada tahap ini konflik semakin terbuka. Masing-masing pihak menyusun kekuatan, melakukan perilaku konfrontatif dan kekerasan pada tingkat yang rendah. Ketiga, yaitu tahap krisis. Ini merupakan puncak konflik, yaitu ketegangan atau kekerasan yang terjadi paling hebat. Keempat, tahap akibat. Pada tahap ini, terdapat salah satu pihak yang menyerah karena keinginannya sendiri atau karena desakan pihak lain, atau kedua pihak setuju untuk bernegosiasi. Tingkat ketegangan dan kekerasan mulai menurun. Kelima, tahap pascakonflik. Situasi konflik diselesaikan dengan mengakhiri berbagai ketegangan dan kekerasan sehingga kembali ke kondisi normal. Namun, jika penyebab konflik tidak diatasi dengan baik, tahap ini akan kembali lagi menjadi situasi prakonflik. 2) Urutan Kejadian/Kronologi Konflik Urutan kejadian adalah suatu alat bantu yang menunjukkan kejadiankejadian yang telah ditempatkan menurut waktu terjadinya peristiwa sesuai urutan urutan kronologis dalam bentuk grafik sederhana. Dalam menganalisis konflik, cenderung terdapat perbedaan versi mengenai terjadinya konflik berdasarkan pemahaman aktor-aktor konflik. Oleh karena itu, dalam menggambarkan urutan kejadian/kronologi konflik, perlu dipaparkan secara jelas berbagai versi yang berbeda mengenai peristiwa konflik yang terjadi. Urutan kejadian juga merupakan suatu cara bagi masyarakat untuk saling mempelajari sejarah dan pandangan pihak lain mengenai suatu situasi. Dalam konflik pasti akan terjadi ketidaksepakatan mengenai kejadian-kejadian mana yang paling penting dan bagaimana menjelaskannya. Secara rinci, tujuan utama kronologi konflik adalah untuk menunjukkan pandangan-pandangan yang berbeda tentang sejarah suatu konflik, menjelaskan dan memahami pandangan masing-masing pihak tentang kejadian-

16 19 kejadian, serta untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian mana yang paling penting bagi masing-masing pihak. 3) Pemetaan Konflik Pemetaan konflik dapat membantu menggambarkan konflik secara grafis yang berguna untuk melihat secara keseluruhan aktor-aktor konflik dan hubunganhubungannya. Pada dasarnya, dalam konflik skala besar, aktor yang terlibat jika dipetakan akan sangat banyak dan masing-masing memiliki peran terhadap konflik. Aktor-aktor ini termasuk aktor di belakang layar. Namun, dalam suatu konflik yang menjadi sorotan utama adalah dua pihak yang bertindak sebagai aktor utama yang saling berlawanan. Secara singkat, tujuan-tujuan pokok melakukan pemetaan konflik adalah untuk memahami situasi dengan lebih baik, untuk melihat hubungan di antara berbagai pihak dengan jelas, untuk menjelaskan di mana letak kekuasaan, dan mengevaluasi tindakan-tindakan yang telah dilakukan masing-masing aktor konflik. 4) Pohon Konflik Pohon konflik merupakan suatu alat bantu untuk mengungkap isu-isu pokok konflik. Alat bantu ini pada umumnya digunakan dalam diskusi kelompok mengenai konflik. Tujuan menggambarkan pohon konflik adalah untuk menghubungkan berbagai sebab dan efek satu sama lain. Jika digunakan dalam diskusi kelompok, alat ini bertujuan untuk merangsang diskusi tentang berbagai sebab dan efek dalam situasi konflik, membantu kelompok menyepakati masalah inti, serta membantu suatu kelompok dalam mengambil keputusan tentang prioritas untuk mengatasi berbagai isu konflik. 2.2 Kerangka Pemikiran Berdasarkan isu yang melatarbelakanginya, konflik dibedakan berdasarkan dua tipe konflik menurut Coser (1957), yaitu konflik realistik dan konflik nonrealistik. Konflik realistik adalah konflik yang dilatarbelakangi oleh isu- isu yang konkret, atau bersifat material, seperti perebutan sumber-sumber ekonomi atau wilayah. Konflik non realistik adalah konflik yang dilatarbelakangi oleh sumbersumber yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis seperti masalah prinsip, aqidah, dan harga diri, dan identitas. Konflik yang realistik cenderung

17 20 lebih mudah diatasi karena menyangkut sasaran/objek yang jelas yang menjadi tujuan pihak-pihak yang berkonflik. Sedangkan konflik yang non-realistik lebih sulit untuk diatasi dan mencapai penyelesaian karena konflik non-realistik merupakan tujuan dari konflik itu sendiri. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa isu konflik (realistik dan non realistik) mempengaruhi tingkat kekerasan yang diakibatkannya (level of violence). Kekerasan konflik dicirikan oleh adanya tindakan, sikap, perkataan,serta berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara mental, sosial, atau lingkungan, dan/atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh (Fisher, et.al., 2000). Merujuk pada teori Coser (1957), tentang fungsi konflik sosial, pada dasarnya konflik antar kelompok sosial mampu menciptakan dan memperkuat identitas kelompok. Konflik mempengaruhi kohesivitas kelompok dengan menciptakan batasan-batasan di antara dua kelompok dalam sistem sosial. Batasan diantara kedua kelompok tercipta dengan memperkuat kesadaran identitas kelompok. Semakin keras konflik yang terjadi diantara dua aktor konflik, maka kedua pihak akan semakin menghindari komunikasi terjadi antara mereka, dan masing-masing anggota dari kedua kelompok tersebut cenderung semakin merapat pada kelompok masing-masing untuk mendapatkan kondisi yang aman. Dalam proses ini, batasan dua kelompok akan semakin jelas. Solidaritas di dalam masing-masing kelompok akan muncul jika sudah terjadi kekerasan fisik pada salah satu atau lebih anggota kelompok yang dilakukan oleh musuh bersama (common enemies). Semakin memanas/keras suatu konflik, orang yang mendominasi dalam kelompok/pemimpin kelompok cenderung semakin memperlihatkan kekuasaannya dengan mensentralisasikan pengambilan keputusan, karena dalam situasi konflik yang keras, dibutuhkan keputusan yang cepat untuk menghindari serangan musuh. Kondisi sebaliknya, jika konflik tidak keras, maka konflik tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi dalam kelompok. Selama konflik tidak sampai tahap membahayakan bagi kedua kelompok, maka kelompok-kelompok tersebut masih dapat menunjukkan gejala ketidakeratan karena belum merasa terancam oleh kelompok lain, sehingga tanpa disadari, mereka merasa tidak perlu merapat

18 21 pada kelompoknya. Secara rinci, kerangka pemikiran dapat dituangkan dalam Gambar 1. Isu Konflik Isu- Isu Realistik - Sumberdaya - Ekonomi Isu-Isu non Realistik Nilai-nilai Identitas Prinsip Kekerasan Konflik Tindakan Perkataan Sikap Kohesivitas internal kelompok Jelasnya batas kelompok Sentralisasi struktur pengambilan keputusan Solidaritas Hubungan Anggota Pengaruh Penekanan terhadap pembangkang dan yang menyimpang, serta menguatkan konformitas terhadap nilai dan norma Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran. 2.3 Hipotesis Pengarah Berdasarkan perumusan masalah penelitian, maka hipotesis pengarah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kekerasan konflik mempengaruhi kohesivitas internal kelompok. Semakin keras atau intens suatu konflik, diduga kohesivitas internal kelompok semakin kuat. Semakin tidak intens/keras suatu konflik, diduga kohesivitas internal kelompok semakin renggang/tidak erat.

19 22 2) Isu konflik mempengaruhi kekerasan konflik Jika konflik semakin mengarah pada isu yang tidak realistik, diduga tingkat keterlibatan dan emosi dalam konflik semakin besar, sehingga konflik semakin mencapai kekerasan. Jika konflik semakin mengarah pada isu yang realistik, diduga tingkat keterlibatan dan emosi dalam konflik semakin kecil, sehingga konflik semakin menjauhi kekerasan. 2.4 Definisi Operasional Konsep 1) Konflik adalah benturan yang melibatkan dua pihak atau lebih yang menyebabkan terjadinya proses saling menjauhkan diantara kedua belah pihak. 2) Isu realistik adalah isu-isu yang melatarbelakangi terjadinya konflik yang berupa materi seperti tanah dan sumberdaya alam. 3) Isu non-realistik adalah isu-isu yang melatarbelakangi terjadinya konflik yang berupa non materi seperti ideologi, nilai- nilai, identitas, dan prinsipprinsip. 4) Kekerasan konflik adalah proses dimana konflik telah menyebabkan kerusakan, baik secara mental, sosial dan fisik, baik itu melalui tindakan, perkataan, dan sikap. Kerusakan secara mental adalah munculnya rasa takut dan tertekan akibat konflik. Kerusakan secara sosial adalah buruknya hubungan sosial antar kelompok masyarakat yang ditandai dengan saling menjauh dan saling menyakiti. Kerusakan fisik adalah keadaan lingkungan yang kacau yang ditandai dengan hancurnya fasilitas umum dan sumberdaya. Tindakan kekerasan adalah perilaku dan perbuatan yang mengarah pada aksi- aksi yang melukai ataupun menyakiti pihak lain. Perkataan kekerasan adalah ucapan-ucapan yang kasar yang dapat memancing emosi pihak lain. 5) Kohesivitas internal kelompok adalah eratnya hubungan antar anggota dalam kelompok.

20 23 Kohesivitas tinggi ditandai dengan : a) Jelasnya batas kelompok, yaitu tidak adanya komunikasi dan interaksi di antara kedua belah pihak, karena anggota setiap kelompok semakin merapat pada kelompoknya masing-masing. b) Sentralisasi struktur pengambilan keputusan, keputusan dalam kelompok ditentukan oleh orang yang berpengaruh dalam kelompok karena kelompok membutuhkan keputusan yang cepat dalam kondisi konflik yang keras. c) Solidaritas anggota, yaitu kekompakan angota kelompok dalam menyelesaikan masalah, interaksi yang intens, dan kesamaan pendapat dalam menghadapi konflik. d) Penekanan terhadap pembangkang dan yang menyimpang, yaitu adanya penguatan aturan-aturan, norma-norma dan nilai-nilai dalam kelompok yang harus dipatuhi anggota kelompok dan adanya penguatan sanksi bagi anggota kelompok yang menyimpang dari aturan,norma dan nilai-nilai yang telah disepakati. e) Menguatkan konformitas terhadap nilai dan norma, yaitu meningkatnya kepatuhan anggota kelompok terhadap nilai dan norma di dalam kelompoknya. Kohesivitas rendah ditandai dengan kurangnya solidaritas, interaksi yang tidak atau kurang intens, perbedaan pendapat dalam menghadapi konflik, kurang jelasnya batas antar dua kelompok/masih adanya komunikasi dan interaksi di antara kedua kelompok.

STUDI TENTANG KEKERASAN DAN FUNGSI KONFLIK. (Kasus Konflik antar Kelompok Masyarakat di Kabupaten Pekalongan) Oleh: FAIRUZA I

STUDI TENTANG KEKERASAN DAN FUNGSI KONFLIK. (Kasus Konflik antar Kelompok Masyarakat di Kabupaten Pekalongan) Oleh: FAIRUZA I i STUDI TENTANG KEKERASAN DAN FUNGSI KONFLIK (Kasus Konflik antar Kelompok Masyarakat di Kabupaten Pekalongan) Oleh: FAIRUZA I34054251 SKRIPSI Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Memahami Konflik (2) Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu memahami konflik sebagai suatu keniscayaan 2 TAHAPAN TERJADINYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMETAAN DAERAH KONFLIK BERBASIS WEB-GIS (INFORMATION SYSTEM FOR PRONE AREAS OF CONFLICT MAPPING BASED WEB-GIS)

SISTEM INFORMASI PEMETAAN DAERAH KONFLIK BERBASIS WEB-GIS (INFORMATION SYSTEM FOR PRONE AREAS OF CONFLICT MAPPING BASED WEB-GIS) Sistem Informasi Daerah Konflik Berbasis Web-Gis SISTEM INFORMASI PEMETAAN DAERAH KONFLIK BERBASIS WEB-GIS (INFORMATION SYSTEM FOR PRONE AREAS OF CONFLICT MAPPING BASED WEB-GIS) Wiyli Yustanti Prodi Manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat

Lebih terperinci

LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK

LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK LATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT LANJUT (LKTL) LGM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Tanggal, 10 s/d 12 April 2015 MANAJEMEN KONFLIK Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang)

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia. Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konflik 2.1.1. Pengertian Menurut Soerjono Soekanto, konflik sosial adalah suatu proses social dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan

Lebih terperinci

KONFLIK ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

KONFLIK ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012 KONFLIK ORGANISASI Salah satu yang sering muncul dalam upaya melakukan inovasi organisasi adalah terjadinya konflik di dalam organisasi. Sebagaimana lazim diketahui bahwa suatu organisasi secara keseluruhan

Lebih terperinci

Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : Pertanyaan:

Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : Pertanyaan: Tugas : Perilaku Organisasi Nama : Erwin Febrian Nim : 14121005 Pertanyaan: 1. Jelaskan pengertian konflik dan cara pandang konflik? 2. Jelaskan jenis, sebab dan proses terjadinya konflik? 3. Jelaskan

Lebih terperinci

Bimbingan dan Konseling Sosial

Bimbingan dan Konseling Sosial Bimbingan dan Konseling Sosial Situasi Sosial Situasi yang menggambarkan adanya interaksi antar individu, yang didalamnya terdapat sikap saling mempengaruhi. Situasi dalam keanekaragaman. Konflik Kata

Lebih terperinci

[Studi Keamanan Internasional] MEMAHAMI KONFLIK. Dewi Triwahyuni

[Studi Keamanan Internasional] MEMAHAMI KONFLIK. Dewi Triwahyuni [Studi Keamanan Internasional] MEMAHAMI KONFLIK Dewi Triwahyuni 1 KONFLIK : KONSEP DAN TEORI 2 Konflik pada dasarnya merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan. masuknya ketidak sepakatan pemahaman keagamaan yang tajam atau

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan. masuknya ketidak sepakatan pemahaman keagamaan yang tajam atau 31 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan Menurut Leonard Binder, keragaman etnik terhadap keagamaan didalam bahasa aslinya berarti pluralism

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makhluk yang

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makhluk yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makhluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela maupun terpaksa.

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KONFLIK PENGERTIAN KONFLIK Konflik (menurut bahasa) adalah perbedaan, pertentangan dan perselisihan. Konflik pertentangan dalam hubungan kemanusiaan (intrapersonal dan interpersonal)

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH

Lebih terperinci

Team Building & Manajeman Konflik

Team Building & Manajeman Konflik Team Building & Manajeman Konflik www.kahlilpooh.wordpress.com SEMUA TENTANG PASKIBRA, PASKIBRAKA & OSIS KOTA MAGELANG PERSAHABATAN, YANG MERUPAKAN IKATAN SUCI, AKAN LEBIH SAKRAL DENGAN ADANYA KESULITAN

Lebih terperinci

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kornblurn dalam Susan, mengatakan bahwa konflik menjadi fenomena yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kornblurn dalam Susan, mengatakan bahwa konflik menjadi fenomena yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik dalam kehidupan manusia Kornblurn dalam Susan, mengatakan bahwa konflik menjadi fenomena yang paling sering muncul karena konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang

Lebih terperinci

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL Pengertian Konflik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengantar Hubungan internasional merupakan hubungan yang kompleks. Fenomena hubungan internasional banyak diwarnai oleh berbagai macam interaksi internasional dengan sifat, pola,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGENDALIAN KONFLIK BERBASIS BUDAYA LOKAL Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 1

KEBIJAKAN PENGENDALIAN KONFLIK BERBASIS BUDAYA LOKAL Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 1 KEBIJAKAN PENGENDALIAN KONFLIK BERBASIS BUDAYA LOKAL Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 1 Abstrak: Adanya pluralitas agama dan suku serta makin tingginya mobilitas horizontal bangsa Indonesia telah menimbulkan

Lebih terperinci

Majamenen Konflik Dalam Sebuah Organisasi

Majamenen Konflik Dalam Sebuah Organisasi Majamenen Konflik Dalam Sebuah Organisasi (Perspektif Komunikasi Organisasi) Oleh : Anita Septiani Rosana*) Abstraksi Munculnya konflik dalam sebuah organisasi tidak selalu bersifat negatif. Konflik bisa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. 1 Menurut. perwujudannya secara mudah. 2

BAB II KAJIAN TEORITIS. yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. 1 Menurut. perwujudannya secara mudah. 2 21 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Teori Konflik 1. Pengertian Konflik Menurut Webster, istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelaian, peperangan, atau perjuangan. Konflik adalah persepsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang terorganisir secara stabil, tujuannya untuk menjamin dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. manusia yang terorganisir secara stabil, tujuannya untuk menjamin dan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Partai Politik 1. Pengertian Partai Politik Menurut Friedrich dalam Sitepu (2012: 188) partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil,

Lebih terperinci

Nama: Anton Rahmat Riyadi NIM :

Nama: Anton Rahmat Riyadi NIM : Nama: Anton Rahmat Riyadi NIM : 14122059 1. Jelaskan pengertian konflik dan cara pandang konflik 2. Jelaskan jenis, sebab, dan proses terjadinya konflik 3. Jelaskan hubungan konflik dan kinerja di perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan 31 BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF A. TEORI KONFLIK Ralf Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik. Intensitas merupakan sebagai tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi etnis, bangsa yang kaya dengan keanekaragaman suku bangsa

Lebih terperinci

MODUL HUMAN RELATIONS (3 SKS) Oleh: Wihartantyo Ari Wibowo, ST, MM

MODUL HUMAN RELATIONS (3 SKS) Oleh: Wihartantyo Ari Wibowo, ST, MM PERTEMUAN 14 MODUL HUMAN RELATIONS (3 SKS) Oleh: Wihartantyo Ari Wibowo, ST, MM POKOK BAHASAN: Konflik dan Negoisasi DESKRIPSI Materi berupa uraian tentang dinamika yang terjadi dalam sebuah organisasi

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK MATA KULIAH KECAKAPAN PRIBADI DOSEN PENGAMPU: Asif Faroqi, S.Kom, M.Kom. DISUSUN OLEH: Azizah Nur Zahra Hriyono 17082010018 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Konflik Organisasi 1. Definisi Konflik Menurut Schermerhorn, Wood, Walace, dkk (2002) yang dimaksud dengan konflik dalam ruang lingkup organisasi adalah suatu situasi dimana dua

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan : melihat dinamika konflik Desa Kalirejo sebagai proses pembelajaran masyarakat Desa Kalirejo

BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan : melihat dinamika konflik Desa Kalirejo sebagai proses pembelajaran masyarakat Desa Kalirejo BAB V PENUTUP Dalam bab ini penulis menyimpulkan jawaban dari rumusan masalah terkait bagaimana dinamika konflik vertikal dan horizontal yang terjadi di Desa Kalirejo, serta resolusinya yang sudah dijalankan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr.

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr. MANAJEMEN KONFLIK Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr. Konflik: percekcokan; perselisihan; pertentangan (KBBI) Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok,

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM HP : Lucky B Pangau.

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM   HP : Lucky B Pangau. Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI Lucky B Pangau,SSos MM E-mail : lucky_pangau@yahoo.com HP : 0877 3940 4649 Lucky B Pangau Seni Negosiasi 1 NEGOSIASI Adalah proses komunikasi yang gunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan

Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan Undangan Menulis Buku Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan Editor: Idhamsyah Eka Putra Universitas Persada Indonesia YAI Hanrezi Dhania Universitas Tama Jagakarsa Ardiningtiyas Pitaloka Universitas Yarsi

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar Konflik Sosial Judul : Konflik Sosial Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar : Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat

Lebih terperinci

ASUMSI DAN PROSES KONFLIK

ASUMSI DAN PROSES KONFLIK ASUMSI DAN PROSES KONFLIK ASUMSI MENGENAI KONFLIK K.Buruk dan Merusak Asumsi K. Baik dan Diperlukan K.Netral Konflik Buruk Dan Merusak Konflik itu harus dicegah Stephen P.Robbins Asumsi konflik itu negatif

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. utama yang menjadi akar permasalahan konflik. Pada bab kedua naskah ini telah

BAB V PENUTUP. utama yang menjadi akar permasalahan konflik. Pada bab kedua naskah ini telah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa terkait konflik pada tambang emas Tumpang Pitu di Kabupaten Banyuwangi yang telah dituliskan di bab sebelumnya, maka pada kesimpulan ini diperlukan elaborasi

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

PROSES SOSIAL E K O N U G R O H O, S. P T, M. S C FA K U LTA S P E T E R N A K A N U N I V E R S I TA S B R AW I J AYA S E M E S T E R G A N J I L

PROSES SOSIAL E K O N U G R O H O, S. P T, M. S C FA K U LTA S P E T E R N A K A N U N I V E R S I TA S B R AW I J AYA S E M E S T E R G A N J I L PROSES SOSIAL EKO NUGROHO, S.PT, M.SC FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA SEMESTER GANJIL 2013/2014 Pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama Perubahan-perubahan dalam struktur

Lebih terperinci

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: , Negosiasi Bisnis Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: 08122035131, Email: ailili1955@gmail.co.id Jumlah Pihak Dalam Negosiasi Negosiasi antar dua orang negosiator.

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau, dengan garis pantai sekitar km. Wilayah lautannya meliputi 5,8

BAB I PENDAHULUAN pulau, dengan garis pantai sekitar km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak bulan Juni 2005 pemilihan kepala daerah dan wakilnya dipilih secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan informasi, perubahaan selera pasar, perubahan demografi, fluktuasi ekonomi dan kondisi dinamis lain

Lebih terperinci

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik KONFLIK SOSIAL 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK A. Pengertian Konflik Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan seperti kerusuhan, kudeta terorisme, dan reformasi. Konflik mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

Nama : Burhanudin Indra NIM : Kelas : SI/22

Nama : Burhanudin Indra NIM : Kelas : SI/22 Nama : Burhanudin Indra NIM : 14122030 Kelas : SI/22 1. Jelaskan pengertian konflik dan cara pandang konflik 2. Jelaskna jenis, sebab dan proses terjadinya konflik 3. Jelaskan hubungan konflik dan kinerja

Lebih terperinci

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya. Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN Minggu ke 12 Pemberdayaan (empowerment) Power/daya Mampu Mempunyai kuasa membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan pemilik kekuasaan Makna Pemberdayaan

Lebih terperinci

JANUSITAS IMPLIKASI SOSIAL REFORMASI

JANUSITAS IMPLIKASI SOSIAL REFORMASI PENGANTAR Kekacauan dan Keteraturan Sosial Atas Keberagaman Beragama Indonesia terus mengalami gelombang konflik nilai, dalam hal ini yang menjadi fokus penulis adalah konflik nilai keberagaman beragama.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konflik Konflik merupaka gejala sosial yang hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan tim yang komposisinya heterogen saat ini menjadi satu keadaan yang tidak lagi terelakkan. Dalam organisasi-organisasi bisnis, kondisi ini terkadang justru

Lebih terperinci

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF NUR ENDAH JANUARTI, MA TUJUAN PEMBELAJARAN : Mahasiswa mampu memahami masalah sosial budaya dalam berbagai perspektif Mahasiswa mampu menganalisa

Lebih terperinci

HP : Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com

HP : Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com e-mail : sitisyamsiar@yahoo.com HP : 081-1286833 Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com Peran Kepemimpinan Peran Pemimpin yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 1. Servant

Lebih terperinci

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 57-65 JIPP Non-Empiris SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA a Subhan El Hafiz Universitas

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

DUA PANDANGAN ATAS KONFLIK

DUA PANDANGAN ATAS KONFLIK SOLUSI UNTUK POTENSI KONFLIK ORGANISASI/PERUSAHAAN DENGAN PIHAK LAIN Prof. Dr. SUMARDJO CARE LPPM IPB (CENTER FOR ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION AND EMPOWERMENT-IPB) 1 DUA PANDANGAN ATAS KONFLIK LAMA Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola, maka globalisasi yang paling sukses disepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu masyarakat pada dasarnya

I. PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu masyarakat pada dasarnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu masyarakat pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan hidupnya membutuhkan manusia lain di sekelilingnya,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Setting Sosial Tahun 1998, di Indonesia banyak terjadi demonstrasi hingga berujung pada

Lebih terperinci

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Kerja 1. Pengertian Konflik Kerja Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka individu dan kelompok yang saling bergantungan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun masal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. socialnya (action theory), yaitu mengenai tindakan yang dilakukan seseorang

BAB II TINJAUN PUSTAKA. socialnya (action theory), yaitu mengenai tindakan yang dilakukan seseorang BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Teori Interaksi Simbolik Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan suatu pendekatan yang di kenal dengan pendekatan interaksional simbolik. Salah satu tokoh pelopor teori

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kampus merupakan salah satu sarana pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kampus merupakan salah satu sarana pendidikan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kampus merupakan salah satu sarana pendidikan yang membantu mewujudkan generasi muda berprestasi dan unggul dalam bidang tertentu. Fenomena yang terjadi di

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya. Annisa Nurhalisa

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya. Annisa Nurhalisa Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya Annisa Nurhalisa Interaksi Sosial Asosiatif -> adalah bentuk interaksi sosial yang menghasilkan kerja sama. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan Tol dalam mengelola konflik. Konflik yang dimaksud yaitu menyangkut upaya

BAB I PENDAHULUAN. jalan Tol dalam mengelola konflik. Konflik yang dimaksud yaitu menyangkut upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tesis ini bertujuan untuk melihat dinamika konflik serta membahas mengenai bagaimana upaya-upaya yang dilakukan peruahaan Jasa Marga sebagai pengelola jalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI

MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI Definisi: Perselisihan internal maupun eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antar 2 orang atau lebih. (Marquis dan Huston, 2010) Konflik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan luar biasa mengingat karakteristik dan kebutuhan anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata. 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah lebih dari satu dasawarsa reformasi dijalani bangsa Indonesia kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara cenderung mengalami kemunduran kualitas, meskipun sistem

Lebih terperinci

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P.

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P. KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO Oleh : Any Rizky Setya P. Latar Belakang Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang

Lebih terperinci

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan kekerasan atau violence umumnya dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintahannya juga mengalami banyak kemajuan. Salah satunya mengenai. demokrasi yang menjadi idaman dari masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. pemerintahannya juga mengalami banyak kemajuan. Salah satunya mengenai. demokrasi yang menjadi idaman dari masyarakat Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Negara Indonesia bukan hanya dari aspek perekonomian maupun sosial budayanya saja melainkan dari aspek politik dan pemerintahannya juga mengalami banyak kemajuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maluku merupakan bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Indonesia yang memiliki nilai-nilai adat dan budaya yang beragam dan kaya. Situasi ini telah memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian 117 118 Tabel 2. Tabel Kebutuhan Data No Kebutuhan Data/ Informasi Sumber Data/Informasi Teknik Pengumpulan Data 1. Profil dan Sejarah lokasi a) Administrasi Geografis

Lebih terperinci

Manajemen Isu dan Manajemen Krisis

Manajemen Isu dan Manajemen Krisis Manajemen Isu dan Manajemen Krisis Modul ke: Pertemuan ke 2 Tgl.. Sept 2015 Tahapan Isu dan hubungannya dengan krisis, serta langkahlangkah pengendalian dan pengelolaan Isu Fakultas Ilmu Komunikasi Drs.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Teori Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompokkelompok

Lebih terperinci