AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON"

Transkripsi

1 AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON (Musa paradisiaca var sapientum) DALAM PROSES PERSEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) GUGI ARGAMULA DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 ABSTRAK GUGI ARGAMULA. Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam Proses Persembuhan Luka pada Mencit (mus musculus albinus). Dibawah Bimbingan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO dan BAYU FEBRAM PRASETYO. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas pemberian ekstrak batang pohon pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam bentuk sediaan salep terhadap proses persembuhan luka pada kulit mencit (Mus musculus albinus) melalui pengamatan patologi anatomi dan histopatologi. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit dari strain DDY umur 4-6 minggu sebanyak 45 ekor yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (salep placebo), kontrol positif (salep Betadine ) dan salep ekstrak batang pohon pisang Ambon. Semua mencit dilukai di daerah punggung anterior sepanjang 1-1,5 cm menggunakan skalpel. Setiap hari luka diolesi dua kali dengan salep yang diuji. Pengamatan patologi anatomi dilakukan setiap hari dan pengamatan histopatologi dilakukan pada hari ke 3, 5, 7, 14 dan 21 pasca perlukaan. Parameter pengamatan patologi anatomi adalah warna luka, pembekuan darah, terbentuknya keropeng dan ukuran luka. Parameter yang diamati pada sediaan histopatologi adalah infiltrasi sel-sel radang (neutrofil, limfosit, makrofag), neokapilerisasi, persentase re-epitelisasi dan ketebalan fibroblas. Semua data kuantitatif diuji secara statistik menggunakan Analisa Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan, sedangkan data kualitatif disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok salep ekstrak lebih cepat membentuk keropeng dan menutup luka tanpa bekas, jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Hasil uji statistik infiltrasi sel-sel radang kelompok salep ekstrak berbeda nyata (P<0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hasil pengamatan histopatologis menunjukkan bahwa ekstrak batang pohon pisang Ambon dalam sediaan salep mampu meningkatkan jumlah infiltrasi sel-sel radang, pembentukan neokapiler, persentase re-epitelisasi serta mempercepat pembentukan fibroblas. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian salep ekstrak batang pohon pisang ambon mempercepat proses persembuhan luka. Kata kunci : salep, ekstrak, batang pisang Ambon, persembuhan luka, mencit

3 ABSTRACT GUGI ARGAMULA. Activity of Ambon Banana (Musa paradisiaca var. sapientum) Stem Extract in Ointment Solution on the Wound Healing Process of Mice Skin (Mus musculus albinus). Under the direction of BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO and BAYU FEBRAM PRASETYO. The objective of the present research is to study the activity of banana stem extract in ointment solutions in the acceleration of wound healing process on mice skins. Totally of 45 mice strain DDY 4-6 weeks old were devided in negative control group (placebo ointment), positive control group (Betadine ointment) and Ambon banana stem extract ointment.all mice were aseptically wounded 1-1,5 cm in the anterior region of back skin using a sterile scalpel. The wound was smeared with the ointment. The pathology anatomy observations was done in day 3, 5, 7, 14 and 21 post wounded. Parameters of the gross lesions (pathology anatomy) observations ware colour of the wound, blood coagulations, scab formations and size of the wound. Parameter for (microscopic lesions) histopathology were infiltrations of inflammatory cells (neutrophils, lymphocytes, macrofages), neo-capillarizations, re-epitelization percentage and the thickness of fibroblast. All quantitative data were measure using ANOVA and continue with Duncan Test, moreover, the qualitative data were presented descriptively. The result shows that gross lesions observations, the extract ointment group was faster in scab formations and covers the wound without trace compared to the negative control group. The statistical test on the infiltrations of inflammatory cells parameter of the extract ointment group significantly different (P<0.05) compared to the negative control group. Histopatologycal observations shows that Ambon banana stem extract in ointment solutions can increase the infiltrations of inflammatory cells, neo-capillary formations, re-epitelizations percentage and acceleration of fibroblast formations. Base on the result the Ambon banana stems extract in ointment solutions can accelerate the wound healing process and it seems that this solution could be developed and uses for the medical purposes. Key words : ointment, extract, banana stem, wound healing, mice

4 AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON (Musa paradisiaca var sapientum) DALAM PROSES PERSEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) GUGI ARGAMULA B Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul Skripsi Nama Nrp : Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam Proses Persembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus albinus). : GUGI ARGAMULA : B Disetujui Pembimbing I Pembimbing II drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS. Ph.D. Bayu Febram P. SSi,Apt.MSi NIP: NIP: Mengetahui, Wakil Dekan FKH IPB Dr. Nastiti Kusumorini NIP : Tanggal Lulus :

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Skripsi ini berjudul Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam Proses Persembuhan Luka pada Mencit (mus musculus albinus). Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS. Ph.D selaku dosen pembimbing I atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Bayu Febram Prasetyo, SSi,Apt.MSi selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. drh. Muchidin Noordin selaku dosen pembimbing Akademik yang senantiasa membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. 4. Bapak, Ibu, dan seluruh anggota keluarga atas do a, limpahan kasih sayang dan dukungannya selama penulis menyelesaikan studi. 5. Seluruh staf dan pegawai Bagian Patologi dan Farmasi FKH IPB atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian ini. 6. R. Enen Rosi Manggung atas dorongan, do a, dukungan, dan kesabarannya menghadapi penulis selama ini. 7. Jeff n Bdull sebagai homemate selama penulis hidup di Bogor. 8. Rekan-rekan FKH 41 (Asteroidea) atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya dan mudah-mudahan bermanfaat bagi dunia kedokteran hewan Indonesia. Bogor, September 2008 Gugi Argamula

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 5 Mei 1985 dari pasangan Bapak H. Edien Munajat dan Ibu Hj. Maesaroh, penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Citarip Barat V Bandung pada tahun 1998 dan pendidikan lanjutan menengah pertama di SLTPN 3 Bandung pada tahun Pada tahun 2004, penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 8 Bandung dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan, diantaranya menjadi ketua Himpunan Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas periode dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor komisariat Fakultas Kedokteran Hewan.

8 DAFTAR ISI HALAMAN DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesa Penelitian Manfaat Penelitian... 3 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Tanaman Pisang Taksonomi Manfaat Pohon Pisang Biologi Mencit Kulit Definisi Luka dan Persembuhan Luka Jenis-Jenis Luka Proses Persembuhan Luka Faktor yang Mempengaruhi Luka Komplikasi Persembuhan Luka Salep Penetrasi Kulit Oleh Obat III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Identifikasi Tanaman Alat dan Bahan Hewan Percobaan Bahan Alat Pembuatan Sediaan Salep Metodelogi Penelitian Perlakuan pada Mencit Pengamatan Patologi Anatomi (PA)... 28

9 3.5.3 Pengambilan Kulit Pembuatan Preparat Histopatologi Pengamatan Histopatologi (HP) Kriteria Skoring Analisa Data IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Patologi Anatomi (PA) Hasil Pengamatan Histopatologi (HP) Nutrofil Makrofag Limfosit Neokapiler Re-epitelisasi Fibroblas (Jaringan Ikat) V KESIMPULAN DAN SARAN VI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 66

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Deskripsi skor jaringan ikat (fibroblas) Perbandingan patologi anatomi (PA) Rataan jumlah sel radang neutrofil Rataan jumlah sel radang makrofag Rataan jumlah sel radang limfosit Rataan jumlah neokapiler Rataan persentase re-epitelisasi Perbandingan ketebalan jaringan ikat xii

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pohon pisang Ambon Mus musculus Histologi kulit Perbandingan gambaran patologi anatomi hari ke Perbandingan gambaran patologi anatomi hari ke Perbandingan gambaran patologi anatomi hari ke Perbandingan gambaran patologi anatomi hari ke Perbandingan gambaran patologi anatomi hari ke Grafik jumlah sel radang neutrofil Gambar sel radang neutrofil Grafik jumlah sel radang makrofag Gambar sel radang makrofag Grafik jumlah sel radang limfosit Gambar sel radang limfosit Grafik jumlah neokapiler Gambar neokapiler Grafik persentase re-epitelisasi Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke Perbandingan ketebalan jaringan ikat pada hari ke Perbandingan ketebalan jaringan ikat pada hari ke Perbandingan ketebalan jaringan ikat pada hari ke Perbandingan ketebalan jaringan ikat pada hari ke Perbandingan ketebalan jaringan ikat pada hari ke xiii

12 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan obat tradisional baik yang berasal dari hewan maupun dari tumbuhan banyak digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan sejak zaman nenek moyang kita dulu. Pengobatan dengan obat tradisional tersebut merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di bidang kesehatan. Konsumsi beraneka jenis obat tertentu menurut Mursito (2002) mempunyai tujuan, mulai dari upaya pencegahan (preventif), mempertahankan atau meningkatkan kesehatan tubuh (promotif), dan melakukan pengobatan guna penyembuhan suatu penyakit (kuratif), untuk keperluan tersebut masyarakat memiliki berbagai pilihan cara pengobatan. Bahan obat tradisional biasanya digunakan berdasarkan pengalaman empiris. Salah satu bahan tradisional yang digunakan untuk pengobatan adalah pohon pisang yang memiliki berbagai manfaat, bahkan setiap bagiannya memiliki manfaat yang berbeda, salah satunya adalah getah batang pohon pisang yang dapat digunakan sebagai obat persembuhan luka (Versteegh 1988). Pisang umumnya merupakan tanaman pekarangan, walaupun diberbagai daerah sudah dibudidayakan untuk diambil buahnya. Pisang merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian mati. Pohon pisang selalu beregenerasi sebelum berbuah melauli tunas-tunas yang tumbuh pada bonggolnya. Iklim yang sesuai dan kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan pisang tersebar luas di Indonesia. Pisang tidak mengenal musim panen. Pohon ini dapat berbuah kapan saja (Dalimartha 2005). Ketersediaan pohon pisang yang melimpah pasca panen di Indonesia tidak didukung dengan pengembangan obat luka dari tanaman untuk kepentingan komersial. Permasalahan-permasalahan diatas menjadi pertimbangan untuk mengembangkan obat persembuhan luka dari getah batang pohon pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) karena memiliki prospek yang sangat baik dalam pemanfaatannya dan pengembangnya menjadi produk yang praktis siap pakai, dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Beberapa pengujian secara ilmiah mengenai khasiat dari pohon pisang untuk persembuhan luka pernah dilaporkan. Salah satunya yaitu penelitian yang

13 dilakukan oleh Listyanti (2006), bahwa getah batang pohon pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum) yang diaplikasikan secara topikal dalam bentuk sediaan segar, pada proses persembuhan luka menggunakan hewan coba mencit memperlihatkan hasil yang memuaskan. Selain mempercepat persembuhan luka, secara histologik juga memberikan efek kosmetik dengan memperbaiki struktur kulit yang rusak tanpa meninggalkan jaringan bekas luka atau jaringan parut. Getahnya sekaligus mempercepat proses re-epitelisasi jaringan epidermis, pembentukan buluh darah baru (neokapilarisasi), pembentukan jaringan ikat (fibroblas) dan infiltrasi sel-sel radang pada daerah luka. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penggunaan getah batang pohon pisang sebagai obat persembuhan luka memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi sediaan farmasi. Salah satunya adalah dalam bentuk sediaan salep dari ekstrak batang pohon pisang Ambon yang diaplikasikan secara topikal, kemudian diuji kembali aktifitasnya terhadap persembuhan luka pada mencit. Penggunaan ekstrak batang pohon pisang ambon dalam sediaan salep belum pernah diujicobakan sebelumnya. Sediaan salep ekstrak didalam penelitian ini diuji dengan kontrol positif sebagai pembanding yaitu obat luka komersial yang juga berbentuk salep. Salep dipilih sebagai bentuk sediaan karena stabilitasnya baik, berupa sediaan halus, mudah digunakan, mampu menjaga kelembaban kulit, tidak mengiritasi kulit dan mempunyai tampilan yang lebih menarik (Ansel 1989). I.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas sediaan topikal dalam bentuk sediaan salep dari ekstrak batang pohon pisang ambon terhadap proses persembuhan luka pada kulit mencit melalui pengamatan patologi anatomi dan histopatologi dan membandingkannya dengan sediaan salep komersil yang beredar di masyarakat. 2

14 1.3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H0 = Pemberian salep ekstrak batang pohon pisang ambon tidak mempercepat proses persembuhan luka. H1 = Pemberian salep ekstrak batang pohon pisang ambon mempercepat proses persembuhan luka. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa penggunaan ekstrak getah batang pohon pisang ambon dalam bentuk sediaan salep yang lebih praktis digunakan dalam proses persembuhan luka. Bentuk sediaan salep dari ekstrak getah batang pohon pisang ambon ini diharapkan mampu bersaing dengan obat-obatan komersil yang telah beredar tetapi harganya lebih murah sehingga masih terjangkau oleh masyarakat umum. 3

15 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Tanaman Pisang Kata pisang dalam bahasa arab yaitu maus, yang oleh Linneus dimasukkan ke dalam keluarga musaceae. Dalam bahasa latin pisang disebut Musa paradisiacal. Menurut catatan sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara. Penyebar agama Islam lalu menyebarkan buah ini ke Afrika Barat, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah. Selanjutnya, pisang tersebar ke seluruh dunia meliputi daerah tropis dan subtropis (Anonimus 2008). Menurut Munadjim (1983) nama latin dari tanaman pisang adalah Musa paradisiaca. Nama Musa diambil dari nama seorang dokter asal Romawi yang bernama Antonius Musa. Pada masa tersebut, Antonius Musa selalu menganjurkan pada kaisar untuk selalu makan pisang agar tetap kuat dan sehat. Nama ini telah didapat sejak sebelum Masehi. Pisang merupakan tanaman asli dari daerah Asia Tenggara. Pisang disebarkan oleh para penyebar agama Islam di daerah Laut Tengah, dari Afrika Barat menyebar ke Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia dari Asia Tenggara ke timur melalui Lautan Pasifik sampai ke Hawaii. Sampai di Barat melalui Samudra Atlantik, oleh karenanya sekarang pisang telah menyebar ke seluruh penjuru dunia (Satuhu dan Supriyadi 1999). Tumbuhan pisang menyukai daerah alam terbuka yang cukup sinar matahari, cocok tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 meter lebih diatas permukaan laut. Tanaman pisang merupakan tumbuhan yang tidak memiliki batang sejati. Batang pohonnya terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah pelepah yang mengelilingi poros lunak panjang. Batang pisang yang sebenarnya terdapat pada bonggol yang tersembunyi di dalam tanah (Cox 1994). Pisang dikenal dengan nama lokal Cau, Gedang (Jawa), Galuh, Gaol, Puntik, Pusi (Sumatera), Harias, Peti (Kalimantan), Tagin, See, Pepe, Uti (Sulawesi), Nando, Pipi, Mayu (Irian), dalam bahasa Inggris pisang dikenal dengan nama banana (Dalimartha 2005). 2.2 Taksonomi Menurut Satuhu dan Supriyadi (1999), secara garis besar jenis-jenis pisang dikelompokan menjadi tiga jenis yakni pertama, pisang serat (Noe. Musa 4

16 texstiles) yaitu pisang yang tidak diambil buahnya tetapi hanya diambil seratnya saja. Kedua, pisang hias (Heliconia indica Lamk), pisang ini sama dengan pisang serat yakni tidak diambil buahnya, tetapi pisang ini hanya dijadikan hiasan di muka rumah. Biasanya pisang ini diperbanyak dengan menggunakan anakannya. Jenis yang ketiga adalah pisang buah (Musa paradisiaca), pisang jenis ini banyak ditemukan. Buah pisang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pisang buah meja adalah Musa sapientum (banana), karena lebih enak dimakan segar, misalnya pisang ambon, ambon lumut, raja, raja sereh, mas, susu, dan barangan. Kelompok berikutnya pisang yang enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu adalah Musa paradisiaca (plantain), misalnya pisang tanduk, oli, nangka, kapas, batu, dan kepok (Dalimartha 2005). Sistem klasifikasi pisang ambon menurut menurut Tjitrosoepomo (1994) sebagai berikut : Kingdom : Plant Phylum : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Genus : Musa Spesies : Musa paradisiaca Varietas : Sapientum Tanaman pisang merupakan tanaman herba tahunan dengan sistem perakaran di bawah tanah. Batangnya pun berada di dalam tanah sedangkan batang di atas permukaan tanah merupakan batang semu yang terdiri dari kumpulan seludang daun yang saling membungkus rapat. Daun berkembang dari bagian tengah batang semu dalam keadaan tergulung rapat sewaktu muncul dan akan berkembang sampai ukuran yang maksimum. Akar dan tunas-tunas samping keluar dari bonggol, sehingga tunas-tunas inilah yang akan tumbuh ke atas membentuk batang semu. Tunas-tunas inilah yang sering disebut anakan. Perbanyakan tanaman dilakukan dengan anakan (Ernawati et al 1994). Menurut Dalimartha (2005) satu pohon pisang bisa menghasilkan 1 sampai dengan 17 sisir setiap tandan atau 4 sampai dengan 40kg per tandan. Jumlah dan berat pisang tergantung pada jenisnya. Selanjutnya gambar pohon pisang disajikan pada Gambar 1. 5

17 Gambar 1 Pohon pisang ambon. Pisang tumbuh dan berkembang subur pada daerah tropis (30 0 LU 30 0 LS) dengan suhu C. Curah hujan antara mm per tahun dengan penyebaran yang merata. Sedangkan pada daerah dengan musim kering yang panjang tanaman pisang memerlukan pengairan (Purwanto dan Sujiprihati 1985). 2.3 Manfaat Pohon Pisang Pisang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan buahbuahan yang lainnya. Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap buah pisang matang adalah kalori 99 kal, protein 1.2 g, lemak 0.2 g, karbohidrat 25.8 mg, serat 0.7 g, kalsium 8 mg, fosfor 28 mg, besi 0.5 g, Vitamin A 44 RE, Vitamin B 0.08 mg, Vitamin C 3 mg, dan air 72 g. Buah pisang mengandung tiga jenis gula alami, yaitu sukrosa, fruktosa, dan glukosa, yang dikombinasikan dengan serat, akan menghasilkan energi yang cukup banyak (Departemen Kesehatan 1989). Manfaat lain dari buah pisang, adalah untuk kesehatan, antara lain untuk menyembuhkan penyakit usus. Pisang juga bermanfaat bagi penderita diabetes. Pisang juga bisa menyembuhkan anemia, menurunkan tekanan darah, memacu tenaga untuk berfikir, kaya serat, membantu sistem syaraf, membantu perokok menghilangkan pengaruh nikotin, mengatasi stres, mencegah stroke, mengontrol temperatur badan, dan menetralkan asam lambung. Kulit pisang dapat digunakan sebagai krim antinyamuk ( Sangat et al 2000). 6

18 Menurut Listyanti (2006) getah batang pohon pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) yang diaplikasikan secara topikal dalam bentuk sediaan segar, bermanfaat dalam mempercepat proses persembuhan luka dan memberikan efek estetika dengan memperbaiki struktur kulit yang rusak tanpa meninggalkan jaringan bekas luka atau jaringan parut. Getahnya sekaligus mempercepat re-epitelisasi jaringan epidermis, pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi), pembentukan jaringan ikat (fibroblas) dan infiltrasi sel-sel radang pada daerah luka. Khususnya dalam proses persembuhan luka, getah batang pohon pisang dapat dijadikan penghilang rasa sakit dan perangsang pertumbuhan sel-sel baru pada kulit. Getah batang pohon pisang mengandung saponin, antrakuinon dan kuinon sebagai antimikrobial. Sedangkan lignin, membantu peresapan senyawa pada kulit sehingga dapat digunakan untuk mengobati luka memar, luka bakar, bekas gigitan serangga dan sebagai anti radang (Djulkarnain 1998). Menurut Priosoeryanto et al (2006), ekstrak batang pohon pisang ambon mengandung tanin, saponin dan flavonoid yang dapat berguna sebagai antimikrobial dan perangsang pertumbuhan sel-sel baru pada luka. Ekstrak batang pohon pisang ambon mampu untuk mengobati luka pada kulit karena kandungan bahan aktifnya mampu meningkatkan aliran darah ke daerah luka dan juga dapat menstimulasi fibroblas sebagai respon untuk persembuhan luka. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang merupakan satu golongan fenol alam yang terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, aseton,dan sebagainya. Flavonoid umumnya ditemukan dalam bentuk glikosida yang larut air, sehingga pelarut air sangat baik untuk glikosida. Flavonoid mempunyai respon biologi secara alami karena mempunyai kemampuan bereaksi dengan komponen lainnya seperti allergen, virus dan karsinogen sehingga flavonioid dapat berfungsi sebagai anti alergi, antikanker dan anti inflamasi (Markham 1988). Senyawa flavonoid mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai antioksidan, merangsang produksi oksidasi nitrit yang dapat melebarkan pembuluh darah. Flavonoid juga dapat meningkatkan aliran darah ke otak sehingga berperan dalam memperbaiki kerusakan pembuluh darah dan bermanfaat bagi kesehatan jantung. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida (Harborne 1987). 7

19 Efek utama dari tanin yaitu sebagai adstringensia yang banyak digunakan sebagai pengencang kulit dalam segi kosmetik. Kandungan zat aktif tanin menurut batasannya dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut air. Di dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma sehingga berada diantaranya, tetapi bila pada jaringan rusak, misalnya dalam kondisi termakan oleh hewan, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Sebagian besar tumbuhan yang banyak memiliki tanin dihindari oleh hewan karena rasanya yang sepat (Harborne 1987). Senyawa yang juga terkandung dalam Ekstrak batang pohon pisang Ambon adalah saponin. Saponin merupakan glikosida yang memiliki sifat khas membentuk busa. Saponin terdiri atas agligen polisiklik yang disebut sapogenin dan gula sebagai glikon. Sapogenin dapat diuraikan kembali dari struktur kimia ikatan hidrogennya menjadi dua bentuk, yaitu steroid dan triterpenoid. Adanya saponin dalam tanaman diindikasikan dengan adanya rasa pahit. Bila saponin dicampur dengan air akan membentuk busa stabil (Cheek 2005). 2.4 Biologi Mencit Mencit (Mus musculus albinus) merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian. Mencit laboratorium yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain DDY, dimana telah dikembangkan secara inbred dengan gen-gen yang homozigot (Penn dalam Handayani 2006). Hewan ini dinilai cukup efisien ekonomis karena mudah dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu kebuntingan yang singkat, dan banyak memilki anak per kelahiran. Mencit mempunyai sifat-sifat produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia besar serta memiliki siklus estrus yang pendek (Malole dan Pramono 1989). Sistem taksonomi mencit menurut Malole dan Pramono (1989) adalah : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae 8

20 Subfamili : Murinae Genus : Mus Spesies : Mus musculus Sub Spesies : Mus musculus albinus Menurut Smith dan Mankoewidjojo (1988) pemberian makanan pada mencit yaitu dalam bentuk pelet komersial tanpa batas (ad libitum) yang diletakkan di bagian penutup dari kotak kandang yang telah disiapkan dimana penutup ini melekuk miring cukup dalam ke dalam kotak sehingga mencit yang baru disapih dengan mudah dapat mencapai pakan. Gambar hewan percobaan mencit disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Mus musculus albinus di laboratorium sebagai hewan percobaan. Pemberian pakan pada mencit dibutuhkan protein berkadar di atas 14%. Setiap harinya mencit membutuhkan 15 gram makanan dan 15 ml air per 100 gram berat badan. Tingkat konsumsi makan dan minum mencit bervariasi, ditentukan berdasarkan keadaan kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar air dalam pakan tersebut (Malole dan Pramono1989). Menurut Suhana (1994) sifat biologis mencit cukup mendukung sebagai hewan percobaan dengan lama hidup 1-2 tahun, bisa sampai 3 tahun. Mencit mencapai umur dewasa sekitar 35 hari dengan berat gram jantan, gram betina. Suhu tubuh normal mencit o C dengan rata-rata 37,4 o C frekuensi napas /menit dan frekuensi denyut jantung /menit. Volume darah mencit ml/kg dengan jumlah sel darah merah 7,7-12,5 x 106/mm 3 sedangkan jumlah sel darah putih adalah 6,0-12, x 106/mm 3 dengan rincian neutrofil 12-30%, limfosit 55-85%, monosit 1-12%, eosinofil 0,2-4%, basofil 0.03%. 9

21 Temperatur ruangan untuk pemeliharaan mencit berkisar antara C. Mencit dapat dipelihara dengan baik pada temperatur F. Kelembaban ruang tersebut berkisar 45-55% (Robinson 1972). 2.5 Kulit Kulit merupakan bagian terluas dari bagian tubuh, berfungsi sebagai pelindung tubuh: terhadap bahaya fisik dan bahan kimia. Kulit dapat bertindak sebagai thermoregulator, mampu melakukan proses persembuhan dengan cepat, menggambarkan kondisi kesehatan tubuh yang bersangkutan, memiliki kemampuan antimikrobial dan menyimpan cadangan elektrolit (Smith dan Jones 1962). Kulit berfungsi sebagai pelindung jaringan, pencegah terjadinya pengeringan berlebihan, bertindak sebagai pengatur panas tubuh, ekskresi dan bertindak sebagai alat pengindera dengan reseptor tekan, suhu dan nyeri (Mutschler 1991). Menurut Smith dan Jones (1962), kulit terdiri dari lapisan-lapisan yang berbeda bentuk dan fungsi. Lapisan utama kulit ada 3 bagian, yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis dan hipodermis. Selanjutnya gambar kulit disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Histologi kulit manusia (Somantri 2007) 10

22 Epidermis merupakan lapisan epitel dari kulit. Lapisan epidermis yang terluar adalah stratum korneum atau lapisan tanduk yang terdiri dari sel-sel pipih banyak lapis dan mengandung banyak keratin. Kemudian dibawahnya terdapat stratum lusidum lapisan ini terdiri dari dua atau tiga lapis dari sel, mengandung eleidin yang berasal dari butir keratohyalin yang tidak terpecah yang berada di bagian bawah lapisan penghubung. Lapisan ini menutup lapisan lainnya yaitu stratum granulosum atau lapisan granula yang terbentuk dari dua sampai lima baris sel epitel yang berbentuk rhomboid dan mempunyai sitoplasma yang berwarna gelap karena mengandung granula basofilik keratohyalin. Lapis selanjutnya adalah stratum spinosum/stratum germinativum atau lapisan malphigi, terbentuk dari sel silindris banyak baris. Pada bagian terbawah stratum ini terdapat lapisan basal yang terdiri dari sel kubus dan terdapat pigmen melanin dimana bagian basal dari sel ini terikat pada membran basal oleh hemidesmosom (Smith dan Jones 1962). Lapisan dermis terletak dibawah epidermis, lapisan ini terbentuk dari jaringan yang kaya akan kolagen dan sel elastis yang membuat kulit menjadi kuat dan elastis. Dermis terdiri dari lapisan papilari dan lapisan retikuler. Lapisan paling atas dari dermis terbentuk dari jaringan ikat dengan diantaranya terdapat jaringan elastis, pembuluh darah dan pembuluh limfatik sedangkan di bagian terbawah terdiri dari lapisan retikuler yang membuat menjadi tebal dan terutama mengandung jaringan kolagen yang membantu penyebaran serabut elastis, pembuluh darah dan pembuluh limfatik dan adnexa dari epidermis. Adnexa mengandung struktur khusus yang berasal dari epidermis, ini merupakan bagian penting dari dermis tapi dalam situasi tertentu dapat meluas ke bagian subkutis. Pada adnexa dapat ditemukan kelenjar keringat, kelenjar apokrin, kelenjar minyak, folikel rambut dan kelenjar khusus seperti kelenjar air mata. Hampir 90 % dari serabut dermis adalah serabut kolagen. Serabut ini memiliki kekuatan yang luar biasa terhadap tekanan. Serabut elastik terdiri dari serabut tunggal dan memiliki daya elastisitas yang hebat (Muller 1976). Sel-sel yang menyusun lapisan dermis terdiri dari sel fibroblast, sel mast, dan histiosit. Fibroblast merupakan tipe sel tetap jaringan ikat longgar yang paling banyak jumlahnya (Dellmann dan Brown 1988). Fibroblast aktif terdapat pada hewan muda dan pada jaringan ikat yang beregenerasi akibat luka. Sel ini memproduksi tropokolagen fibril yang merupakan prekursor dari serabut kolagen dan banyak ditemukan di dekat bagian permukaan serabut kolagen 11

23 (Muller 1976). Sel mast berperan dalam respon terhadap perlukaan pada kulit dan terdapat di hampir seluruh bagian jaringan ikat, terutama dekat pembuluh darah. Sel ini memiliki butir sekreta yang mengandung heparin, histamin, serta pada tikus dan mencit menghasilkan serotonin. Heparin merupakan suatu antikoagulan, histamine bertindak sebagai mediator inflamasi, dan serotonin menyebabkan vasokonstriksi vena (Dellmann dan Brown 1988). Histiosit adalah sel tipe limfoid yang sudah dewasa dan mempunyai fungsi untuk membentuk serabut retikuler serta memiliki kemampuan memfagosit bakteri maupun partikel asing. Sel ini juga dapat bermigrasi menuju target yang akan difagositnya. Histiosit yang mengandung material yang terfagosit disebut sebagai makrofag (Muller 1976). Lapisan ketiga setelah epidermis dan dermis adalah hipodermis. Hipodermis biasanya tidak selalu disebut bagian dari kulit. Lapisan ini berada di bawah kulit dan mengandung banyak jaringan ikat, syaraf dan pembuluh darah yang menuju dermis. Karakteristik dari lapisan hipodermis adalah banyaknya jaringan lemak yang disebut sebagai panniculus adipose. 2.6 Definisi Luka dan Persembuhan Luka Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang, baik kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membrane, dan tulang atau organ tubuh lain (Somantri 2007). Menurut Kaplan dan Hentz (1992), ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul, yaitu: hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian sel. Mekanisme terjadinya luka : 1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat. 2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. 3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. 12

24 4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. 5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. 6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. 7. Luka Bakar (Combustio) Jenis-Jenis Luka Menurut Zachary (1990), luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka. Jenis-jenis luka dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu: 1. Berdasarkan tingkat Kontaminasi terhadap luka : a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tidak terinfeksi sehingga tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%. b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%. c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%. d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka. 13

25 2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi : a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. b. Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. d. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. 3. Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi : a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan jadi meskipun tanpa pengobatan proses persembuhan luka akan tetap terjadi sampai kondisi normal kembali. b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, upaya untuk melindungi area luka terbebas dari kotoran dengan selalu menjaga kebersihan sangat membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Somantri 2007). Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka yaitu: (1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, (2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma, (4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, (5) Keutuhan kulit dan 14

26 mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri Proses Persembuhan Luka Persembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Fase persembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan. Proses biologis tersebut terjadi dalam beberapa fase persembuhan luka yaitu: fase peradangan (Inflamasi), fase perbanyakan sel (proliferasi) dan fase maturasi (Somantri 2007). a. Fase Inflamasi Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 7 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilatator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin tersimpan dalam granul pada sel mast, basofil, dan platelet. Pelepasan senyawa ini dapat dipicu oleh beberapa faktor, yaitu agen fisik seperti trauma atau dingin, reaksi imunologik, suatu fraksi dari komplemen yang disebut sebagai anaphilatoxins, dan adanya histamin-releasing factor yang dikeluarkan oleh neutrofil (Vegad 1995). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh 15

27 mikroorganisme. Dibawah scab sel epitel berpindah dari luka ke tepi. Se epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Fase inflamasi juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler yang berfungsi untuk mengeliminasi benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan nutrisi yang diperlukan pada proses persembuhan. Sehingga pada daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Proses peradangan mencakup perekrutan sel-sel radang dari pembuluh darah menuju jaringan luka. Sel-sel yang menginfiltrasi daerah luka diantaranya adalah neutrofil, makrofag dan limfosit. 1. Neutrofil Neutrofil merupakan sel pertahanan pertama terhadap kontaminasi mikroba pada peradangan. Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), berdiameter µm. Mempunyai bentuk sel bulat atau oval, sitoplasma berwarna merah muda, warna merah muda ini berasal dari granul sitoplasma yang bersifat neutrofilik dan sedikit azorofil. Neutrofil diproduksi di dalam sumsum tulang belakang. Pelepasan neutrofil dipengaruhi oleh Neutrophil Releasing Factor (NRF). Neutrofil memiliki masa hidup yang relatif singkat. Di dalam sirkulasi neutrofil dapat bertahan selama 4-6 hari. Neutrofil segera akan mati setelah melakukan fagosit terhadap benda asing yang masuk dan akan dicerna oleh enzim lisosom, kemudian neutrofil akan mengalami autolisis yang akan melepas zat-zat degradasi yang masuk ke dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan merespon dengan mensekresikan histamin dan faktor leukopoetik yang akan merangsang sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil muda untuk melawan infeksi (Dellman dan Brown 1992). Fungsi utama dari neutrofil adalah fagositosis dan mikrobisidal. Neutrofil merupakan sel leukosit yang pertama berespon terhadap adanya benda asing yang ada pada luka, cara kerja neutrofil dalam memberikan respon imun adalah dengan menggunakan enzim lisosom yang dapat mencerna beberapa dinding sel bakteri, enzim proteolitik, ribonuklease, dan fosfolipase secara bersama yang dapat menghancurkan beberapa bakteri (Tizard 1982). Proses fagositosis ini kemudian dibantu oleh monosit yang mengalami tranformasi ketika sel ini memasuki jaringan ikat dan menjadi sel-sel fagositik yang besar yang disebut 16

28 sebagai makrofag jaringan. Semua proses ini merupakan metode pertahanan tubuh yang bersifat non-spesifik. 2. Makrofag Monosit yang ada di dalam jaringan dinamakan makrofag. Makrofag merupakan sel yang sangat aktif pada saat terjadinya perlukaan. Makrofag dapat bersatu dan membentuk sel raksasa yang dinamakan giant cell dengan tujuan dapat memfagositosis antigen yang berukuran lebih besar (Martini et al 1992). Makrofag mempunyai kemapuan fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil yang lain, bahkan mampu memfagosit 100 bakteri (Guyton 1996). Menurut Vegad (1995), selain memfagosit, makrofag juga aktif melepaskan beberapa bahan aktif yang penting untuk proses peradangan dan proses perbaikan luka. Bahan-bahan aktif yang dilepaskan makrofag yaitu : Plasma protein, terdiri dari protein komplemen dalam proses fagositosis dan protein pengkoagulasi Platelet activating factor (PAF) Faktor-faktor kemotaktik Sitokin Faktor-faktor pertumbuhan, seperti platelet-derived growth factor (PDGF) fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF), dan transforming growth factor-β (TGF-β). Faktor-faktor ini mempengaruhi proliferasi fibroblast dan pembuluh darah. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung endotel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke Limfosit Limfosit merupakan leukosit agranulosit yang terdapat dalam jumlah dominan. Limfosit dibentuk di jaringan limfoid seperti Peyer s patches, limpa, tonsil, timus dan bursa Fabricius (Melvin dan William 1993). Fungsi utama limfosit di dalam tubuh adalah berperan dalam sistim kekebalan tubuh. Limfosit akan memproduksi antibodi sebagai respon terhadap antigen yang masuk di bawa oleh makrofag (Tizard 1982). Di dalam darah, limfosit terbagi atas 3 tipe sel yaitu sel B, sel T dan sel non T, non B yang disebut 17

29 sel null. Sel tipe B terdapat 10-12% dari keseluruhan limfosit. Sel B berperan dalam humoral imun respon. Sel T mempunyai jumlah yang lebih dominan yaitu 70-75% dari jumlah limfosit dan berperan dalam immunitas seluler (Ganong 1997). Menurut Dellman dan Brown (1987), limfosit T terbagi atas 3 jenis, yaitu limfosit T-killer (cytotoxic/ctls), limfosit T-helper (Th cell), limfosit T- supresor (Ts cells). Limfosit tidak memiliki kemampuan untuk melakukan fagositosis dan hanya memiliki kemampuan untuk melakukan kemampuan kemotaksis yang terbatas. Dalam persembuhan luka, peran limfosit adalah melepaskan limfokin yang mempengaruhi populasi dari sel-sel radang lainnya. Beberapa limfokin yang dilepaskan limfosit berpengaruh terhadap agregasi makrofag dalam proses persembuhan luka (Banks dalam Handayani 2006). b. Fase Proliferasi Menurut Somantri (2007), proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Secara garis besar proses yang terjadi pada fase ini meliputi, re-epitelisasi, fibroplasia, kontraksi luka, dan neovaskularisasi. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Fase kedua ini berlangsung dari hari ke 4 hingga hari ke-21 pasca perlukaan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru (Shukla et al 1998). Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga 18

30 kecil kemungkinan luka terbuka. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi ditandai dengan adanya pembuluh darah, kemerahan dan mudah berdarah. Pada saat itu lapisan persembuhan tampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai faktor pertumbuhan yang dibentuk oleh makrofag dan platelet. c. Fase Maturasi Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir hingga kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah : menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh darah mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke- 10 setelah perlukaan. Kolagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kolagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun 19

31 outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai penyakit sistemik (diabetes melitus) Faktor yang Mempengaruhi Luka Menurut Somantri (2007), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persembuhan luka, baik secara endogen ataupun eksogen. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1. Usia Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah. 2. Nutrisi Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat. 3. Infeksi Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi. 4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka. 5. Hematoma 20

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim PERAWATAN LUKA by : Rahmad Gurusinga A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka timbul, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan resiko timbulnya luka pada tubuh. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh atau rusaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON

AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON Majalah Obat Tradisional, 15(3), 121 137, 2010 AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON (Musa paradisiaca var sapientum) DALAM PROSES PERSEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Hasil pengujian skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak yang dioleskan pada hewan coba mengandung tannin, saponin, dan flavonoid (Tabel 1). Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah dilakukan dari dulu, sejak peradaban manusia itu ada. Tumbuhan dapat digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Tumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit pada Mamalia merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam fisiologis tubuh. Organ ini berfungsi untuk melindungi jaringan di bawahnya, menjaga

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON

AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON Majalah Obat Tradisional, 15(3), 121 137, 2010 AKTIVITAS SEDIAAN SALEP EKSTRAK BATANG POHON PISANG AMBON (Musa paradisiaca var sapientum) DALAM PROSES PERSEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and

Lebih terperinci

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

Natrium Cloride 0.9% Bahan untuk Menutup Luka Verband dengan berbagai ukuran. Bahan untuk mempertahankan balutan Adhesive tapes Bandages and binders

Natrium Cloride 0.9% Bahan untuk Menutup Luka Verband dengan berbagai ukuran. Bahan untuk mempertahankan balutan Adhesive tapes Bandages and binders PERAWATAN LUKA DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : 1. Hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia sering terjadi di masyarakat indonesia. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan bagian terluar (pelindung) dari tubuh, dan luka kulit merupakan peristiwa yang sering dialami setiap orang dan sering kali dianggap ringan, padahal

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi seluruh permukaan bagian tubuh. Fungsi utama kulit sebagai pelindung dari mikroorganisme,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut adalah melakukan ekstraksi atau pencabutaan gigi, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus. Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.) WENI KURNIATI DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh paling luas yang melapisi seluruh bagian tubuh, dan membungkus daging dan organ-organ yang berada di dalamnya. Ratarata luas kulit pada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang pernah dilakukan oleh Listiyanti (2006) dengan memanfaatkan getah pohon pisang ambon (Musa paradisiaca var.sapientum (L.)) yang diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Pisang Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai berikut: Regnum Divisio Classis Ordo Familya Genus : Plantae : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit atau jaringan akibat adanya kontak dengan listrik, api, pajanan suhu yang tinggi dari matahari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut. Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus atau mukosa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan pada tubuh makhluk hidup. Luka dapat merupakan luka yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak lambung merupakan salah satu gangguan gastrointestinal utama, yang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari faktor agresif (asam lambung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al., 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka merupakan suatu keadaan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Luka didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenainya. Terdapat tipe - tipe dari luka, diantaranya luka insisi, memar,

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenainya. Terdapat tipe - tipe dari luka, diantaranya luka insisi, memar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran dapat berisiko menimbulkan luka, hal ini yang membuat ketidaknyamanan pasien. Luka dapat terjadi secara sengaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam. Mayoritas dari luka bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan yang di akibatkan karena trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan

Lebih terperinci

PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT LETHAL DOSE 50 (LD50) EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) PADA MENCIT (Mus musculus albinus)

PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT LETHAL DOSE 50 (LD50) EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) PADA MENCIT (Mus musculus albinus) PENGUJIAN TOKSISITAS AKUT LETHAL DOSE 50 (LD50) EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) PADA MENCIT (Mus musculus albinus) Raden Enen Rosi Manggung FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN

PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN PEMANFAATAN KHITOSAN DARI LIMBAH KRUSTASEA UNTUK PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT (Mus musculus albinus) ANDRE MAHESA DJAMALUDIN PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar BAB I PENDAHULUAN 3.1 Latar Belakang Luka bakar didefinisikan sebagai suatu trauma pada jaringan kulit atau mukosa yang disebabkan oleh pengalihan termis baik yang berasal dari api, listrik, atau benda-benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan tingkat keparahan ringan, sedang atau berat. Luka adalah hilangnya atau rusaknya

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

b) Luka bakar derajat II

b) Luka bakar derajat II 15 seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat digemari oleh masyarakat di dunia pada umumnya. Beberapa negara

BAB I PENDAHULUAN. sangat digemari oleh masyarakat di dunia pada umumnya. Beberapa negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu jenis buah yang sangat digemari oleh masyarakat di dunia pada umumnya. Beberapa negara seperti di Negara-negara Afrika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh, baik lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Divisi : Spermatophyta ; Sub divisi : Angiospermae ; Kelas : Monocotyledoneae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Divisi : Spermatophyta ; Sub divisi : Angiospermae ; Kelas : Monocotyledoneae ; TINJAUAN PUSTAKA Sistematika tanaman pisang adalah sebagai berikut, Kingdom : Plantae ; Divisi : Spermatophyta ; Sub divisi : Angiospermae ; Kelas : Monocotyledoneae ; Famili : Musaceae ; Genus : Musa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili Musaceae ini hidup di daerah tropis dengan jenis yang berbeda-beda, pisang ambon, pisang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2 bagian yaitu kulit luar (epidermis) dan kulit bagian dalam (dermis). Saat tubuh

I PENDAHULUAN. 2 bagian yaitu kulit luar (epidermis) dan kulit bagian dalam (dermis). Saat tubuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh kita manusia sebagai sebuah sistem, terdiri dari berbagai bagian yang berbeda fungsi dan saling melengkapi. Selain berfungsi sebagai organ panca indra, jaringan kulit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK SALEP EKSTRAK METANOL

ABSTRAK EFEK SALEP EKSTRAK METANOL ABSTRAK EFEK SALEP EKSTRAK METANOL dan SALEP SERBUK DAUN SOSOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lamk)) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA MENCIT Adi Kurnia Suprapto, 2012. Pembimbing I : Fen Tih, dr.,m.kes.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Luka sering terjadi pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh trauma maupun infeksi. Proses penyembuhan luka terbagi menjadi empat fase, yaitu fase hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan mukogingiva (Harty,2003).

Lebih terperinci

(Prihatman,2000). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Rabani, 2009; Swennen & Ortiz, 1997).

(Prihatman,2000). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Rabani, 2009; Swennen & Ortiz, 1997). II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Taksonomi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci