TROMBOSIS VENA DALAM
|
|
- Dewi Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TROMBOSIS VENA DALAM I Wayan Losen Adnyana, Ketut Suega, I Made Bakta Divisi Hematologi Onkologi Medik Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar Bali ABSTRACT Venous thrombosis is the result of occlusive clot formation in the veins. It occurs mainly in the deep veins of the leg (deep vein thrombosis, or DVT, from which part of the clot frequently embolize to the lungs (pulmonary embolism, or PE). Fewer than 5% of all venous thrombosis occur at other sites. Venous thrombosis is common and often occurs spontaneously, and it also frequently accompanies medical and surgical conditions, both in the community and the hospital.the symptoms of venous thrombosis are nonspecific, and therefore the clinical diagnosis is difficult and requires objective testing by imaging. Major complications of thrombosis include a disabling postthrombotic syndrome and death due to fatal PE. Treatment with anticoagulants should be prompt and adequate. Algorithm strategy diagnosis DVT combining pretestprobability, D-dimer and compression ultrasound imaging allows for safe and convenient investigation of suspected lower exstremity thrombosis. Patient with low pretest probability and negative D-dimer test result can have proximal DVT exluded without the need for diagnostic imaging. The mainstay of treatment of DVT is anticoagulantion therapy, whereas intervention such thrombolysis and placement of inferior vena cava filters are reserved for special situations. The use of low moleculer weight heparin allows for outpatient management of most patient with DVT. The duration of anticoagulation therapy depends on whether the primary event was idiopatic or secondary to a transient risk factors. More research is required to optimally define the factors that predict an increased risk of recurrent DVT to determine which patients can benefit from extended anticoagulant therapy. Key words: DVT, risk factor, diagnosis, anticoagulantion PENDAHULUAN Trombosis vena dibentuk karena pembentukan bekuan darah di dalam vena. Sebagian besar terjadi pada vena yang dalam di dalam tungkai yang dikenal dengan deep vein thrombosis (DVT) yang sering merupakan awal terjadinya emboli ke paru (pulmonary embolism atau PE). Sekitar 5% thrombosis juga bisa terjadi di tempat lain seperti lengan atau trombosis yang superfisialis. Trombosis vena sering terjadi spontan dan sering juga berhubungan dengan kondisi penyakit tertentu atau berhubungan dengan pembedahan baik terjadi di rumah sakit atau di masyarakat.,2 Gejala dari trombosis vena sering tidak spesifik, oleh karena itu diagnosisnya menjadi sulit dan memerlukan test yang objektif untuk menegakkannya. Komplikasi utama trombosis ini adalah postthrombotic syndrome dan kematian akibat PE yang fatal. Pengobatan dengan antikoagulan seharusnya tepat dan adekuat untuk mengurangi mortalitasnya.,2
2 Beberapa faktor risiko trombosis ini banyak diketahui, semuanya terkait dengan imobilisasi atau hiperkoagulasi. Pencegahan terjadinya trombosis diperlukan pada kondisi dimana terdapat beberapa faktor risiko trombosis yang pada pasien. Banyak protokolprotokol yang ada yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk pencegahan ini.,2 Trombosis vena memiliki kecenderungan untuk kambuh. Seringkali faktor risiko trombosis yang pertama kali berbeda dengan trombosis yang ulangan dan sebagian besar faktor tersebut tidak diketahui. Kecenderungan trombosis pada usia muda juga sering terjadi terutama pada penderita dengan riwayat trombosis di keluarga atau trombofilia herediter. EPIDEMIOLOGI Insiden thrombosis vena yang pertama adalah 3 per 000 orang pertahun. Sekitar dua pertiga muncul dengan DVT pada tungkai dan sepertiganya dengan PE. Separuh dari penderita PE tidak memiliki tanda-tanda dan gejala DVT pada awalnya. 0% penderita trombosis vena bersifat fatal, terutama terjadi pada orang tua atau penderita dengan penyakit berat seperti kanker. Insiden trombosis ini meningkat secara ekponensial berdasarkan umur. Pada anak-anak insidennya per pertahun, pada dewasa muda insidennya per 0.000, umur pertengahan adalah per.000, pada orang tua sebanyak % dan 0% pada pasien yang sangat tua. Kekambuhan trombosis ini adalah 3 0% pertahun. 3 ETIOLOGI Penyebab thrombosis dibagi menjadi dua yaitu yang terkait dengan imobilisasi dan yang berhubungan dengan hiperkoagulasi baik yang berhubungan dengan faktor genetik atau didapat. Trombosis vena adalah penyakit dengan penyebab yang multiple dengan beberapa faktor risiko sering terjadi bersama-sama pada suatu waktu. Seringkali faktor risiko thrombosis bersifat herediter dan sudah berlangsung lama, kemudian diperberat oleh adanya faktor risiko yang didapat. 4 Beberapa faktor risiko thrombosis yang didapat sangat tinggi, dan menyebabkan risiko trombosis vena lebih dari 50%. Kondisi-kondisi dengan faktor risiko yang tinggi tersebut adalah operasi ortopedik, neurosurgical, intervensi di daerah abdomen, trauma mayor dengan fraktur yang multiple, kateter vena sentral, kanker metastase khususnya adenokarsinoma. Faktor risiko sedang adalah anthiphospholipid antibody syndrome, puerperium, bedrest yang lama. Kanker non metastase, kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, dalam terapi hormone tertentu, kegemukan dan perjalanan yang jauh merupakan faktor risiko yang ringan. 2 Defesiensi protein C dan S yang homosigot berpotensi untuk menyebabkan terjadinya purpura fulminan yang fatal setelah lahir. Defesiensi antitrombin dan faktor V Leiden merupakan faktor risiko genetik yang terkuat dengan risiko trombosis vena sebanyak kali lipat. Defesiensi protein C dan S yang heterosigot merupakan fektor risiko sedang yang meningkatkan risiko thrombosis 0 kali lipat. 5 Peningkatan ringan risiko trombosis terjadi pada kondisi gangguan sistem koagulasi dengan sumber yang tidak jelas seperti peningkatan faktor prokoagulasi seperti fibrinogen, II, von Willebrand s factor, VIII, IX, X dan XI, dan antifibrinolytic factor (TAFI) dan kadar yang rendah dari anticoagulant factors (TFPI).,5 THROMBOPHILIA HEREDITER Pasien dengan keluarga yang yang mempunyai risiko trombosis secara umum memiliki risiko thrombosis lebih tinggi dari pasien yang tidak memiliki risiko trombosis di
3 keluarga. Dua pasien yang berasal dari keluarga yang memiliki kelainan genetik yang sama, risiko trombosis lebih tinggi terjadi pada pasien yang keluarganya ada riwayat thrombosis. Beberapa dari pasien yang memiliki kelainan genetik tidak menunjukkan adanya thrombosis sepanjang hidupnya. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangkan setelah episode pertama trombosis pada kelainan herediter ini khususnya pada penderita dengan risiko tinggi seperti pada defesiensi antitrombin.,2,5 PATOGENESIS Pembentukan trombus biasanya dimulai dari valve pocket vena pada betis dan meluas ke proximal. Proses seperti ini biasanya terjadi pada penderita setelah dilakukan operasi. Sebagian besar thrombus mulai terbentuk selama operasi, beberapa hari atau minggu atau bulan setelah operasi. Beberapa data yang menunjukkan awal terjadinya thrombus di valve pocket vena adalah peningkatan ekspresi endothelial protein C receptor (EPCR) dan thrombomodulin (TM) dan penurunan ekspresi dari Von Willebrand factor (vwf) pada endotel katup vena. Ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan antikoagulan seperti (EPCR dan TM) dan terjadi penurunan prokoagulan (vwf) pada katup vena. 6 DVT pada daerah ekstremitas bawah diklasifikasikan menjadi dua yaitu proximal DVT apabila yang terkena vena poplite atau yang lebih proximal dan distal DVT apabila yang terkena adalah vena di betis atau yang lebih distal. DVT proximal memiliki arti klinis yang lebih penting karena berhubungan dengan beberapa penyakit yang serius seperti kanker yang aktif, gagal jantung kongestif, kegagalan respirasi, unur diatas 75 tahun. Sedangkan DVT distal biasanya berhubungan dengan imobilisasi dan operasi. 7 PE yang fatal biasanya berasal dari DVT proximal. Post thrombotic syndrome yang ditandai dengan pembengkakan kaki, nyeri, pelebaran vena, indurasi dan ulkus pada kulit baiasanya terjadi tahun setelah DVT terjadi pada 7% - 50% kasus DVT proximal. Suatu manifestasi yangjarang dari DVT adalah massive venous thrombosis yang akut yang menyebabkan drainase vena ekstremitas tersumbat. Hal ini akan menyebabkan phlegmasia alba dolens, phlegmasia cerulia dolens dan gangrene vena. Pada phlegmasia alba dolens trombosis hanya terjadi pada vena-vena yang dalam tetapi tidak terjadi pada vena kolateralnya. Sedangkan pada phlegmasia cerulia dolens thrombosis terjadi sampai pada vena kolateralnya sehingga akan menyebabkan sekuesterasi cairan tubuh dan edema yang berat.,7 PROGNOSIS Rekurensi trombosis pada kaki yang lainnya yang sebelumnya tidak terjadi DVT, menunjukkan bahwa faktor risikonya adalah perubahan sistemik bukan disebabkan oleh sisa kerusakan pembuluh darah lokal. Namun hanya beberapa faktor risikonya yang diketahui seperti faktor V Leiden, prothrombin 2020A, peningkatan faktor koagulasi VIII, IX dan XI, defisiensi protein C dan protein S. Beberapa faktor risiko yang didapat seperti pembedahan, imobilisasi dan kanker meningkatkan risiko trrombosis rekuren seperti pada thrombosis pada kasus pertama kali.,2 TROMBOSIS PADA TEMPAT-TEMPAT YANG JARANG Satu dari dua puluh lima penderita penderita mempunyai trombosis di tempat yang agak jarang seperti di otak (cerebral vein thrombosis), pada organ digestif (mesenteric vein thrombosis) dan pada hati (portal vein thrombosis dan hepatic vein thrombosis yang dikenal dengan Budd-Chiari syndrome). Trombosis di daerah lengan selalu dihubungkan dengan adanya pemasangan kateter vena sentral. Tanda-tanda thrombosis ditempat jarang ini
4 adalah penurunan fungsi hati dan peningkatan tekanan portal pada trombosis vena portal atau hepatika, defek neurologi pada trombosis serebral, nyeri perut yang berat pada trombosis vena mesenterika. Kasus yang jarang terjadi adalah DVT yang diikuti oleh stroke emboli, ini bisa terjadi apabila voramen ovale di atrium masih ada. Meskipun kelainan faktor lokal masih merupakan penyebab utama, tetapi procoagulant state yang disebabkan oleh kanker atau kelainan herediter akan meninghkatkan risiko thrombosis pada tempat-tempat yang jarang tersebut. Diagnosis kasus di atas semua didasarkan atas pemeriksaan imaging, terapi dengan antikoagulan sama dengan thrombosis ditempat lain. Disamping itu terapi terhadap kelainan lokal juga penting.,2 DIAGNOSIS Sekitar 5 25% dari semua pasien yang dicurigai DVT atau PE terbukti adnya trombosis di sistem vena atau paru. Oleh karena itu proses diagnostic kedua penyakit tersebut mempunyai tujuan yaitu ) untuk eksklusi adanya trombosis secepatnya dan seaman mungkin, kalau memungkinkan tidak invasive, mudah dengan metode yang costeffective; 2) menentukan adanya trombosis pada yang lain dengan imaging yang akurat. Tujuan dari yang pertama adalah menghindari test yang tidak perlu atau menghindari pemberian antikoagulan.,2 Semua gejala dari DVT adalah bengkak, nyeri, kemerahan, dilatasi vena superfisialis dan Homan s sign adalah tidak spesifik dan tidak cukup kuat untuk menyingkirkan atau mendiagnosis penyakit. Gold standard diagnosisnya adalah contrast venography. Meskipun cara ini sangat akurat tetapi memerlukan fasilitas radiologi dan ahlinya, bersifat invasif dan tidak nyaman bagi pasien. Vena yang tidak dapat ditekan dengan ultrasonografi merupakan dasar diagnostik yang mengganti contrast venography. Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan pada thrombosis vena femoralis di groin atau trombosis vena poplitea di daerah fossa poplitea. Test ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas 95 00% pada DVT proximal. Metode ini kurang akurat pada DVT vena di daerah betis. 8 Untuk dapat menyingkirkan adanya DVT dengan cepat dan aman penggunaan test clinical probability dan D-dimer sangat mambantu. Clinical probability dapat dinilai dengan menggunakan tabel dibawah ini dengan kemungkinan hasil DVT likely atau DVT unlikely dan PE likely atau PE unlikely. D-dimer merupakan produk dari degradasi cross-linked fibrin, oleh karena itu D-dimer yang rendah dapat membantu untuk menyingkirkan adanya trombosis.pada kondisi normal hasil D-dimer akan tinggi pada pasien dengan usia diatas 70 tahun, oleh karena itu test ini kurang bermanfaat pada populasi umur tersebut. Sebanyak 30 50% pasien yang dirujuk dengan kecurigaan DVT ternyata mimiliki clinical probability unlikely dan D-dimer normal sehingga pemeriksaan DVT lebih lanjut dapat ditunda dan pemberian antikoagulan juga tidak diberikan. 8,9 Clinical prediction rule Secara umum pendekatan diagnosis VTE menggunakan clinical model dengan menggunakan penilaian klinik yang standar (kombinasi faktor risiko, gejala dan tanda) dan selanjutnya dibuatkan stratifikasi kecurigaan adanya DVT. Meskipun metode ini telah dipakai di pusat pelayanan kesehatan primer maupun sekunder, tetapi metode ini tidak bisa menjamin memberikan hasil yang akurat. 9 Model yang paling umum dipakai adalah model yang dikembangkan ole Wells dan kawan-kawan. Berdasarkan atas presentasi klinis dan faktor risiko penderita dibagi menjadi tiga kelompok seperti low, moderate dan high probability. Kelompok dengan high probability
5 mempunyai risiko thrombosis 85%, kelompok moderate probability mempunyai risiko 33% dan low probability mempunyai risiko 5%. Selanjutnya Wells dan kawan-kawan mengelompokkan penderita hanya menjadi dua yaitu DVT unlikely jika skor dan DVT likely bila skor >. 8 D-dimer assay D-dimer merupakan hasil dari degradasi cross-linked fibrin oleh plasmin. Test ini menunjukkan aktivitas secara umum dari koagulasi dan fibrinolisis. Merupakan biomarker yang terbaik dari suatu VTE. Kombinasi dari clinical probability model dan test D-dimer dapat menyingkirkan sebanyak 25% pasien yang dengan gejala klinis meyerupai DVT tanpa perlu pemeriksaan lebih lanjut. Bahkan pada pasien dengan VTE yang rekuren kombinasi ini (clinical probability dan D-dimer) terbukti cukup baik untuk menyingkirkan adanya trombosis, terutama pada pasien dengan clinical prtetest probabilitynya yang rendah. 0-2 Pemeriksaan D-dimer sangat sensitif (nilainya sampai 95%) tetapi specifisitinya rendah. Nilai negative prediction value D-dimer adalah hampir 00%. Oleh karena itu hasil test D-dimer yang negatif sangat baik untuk menyingkirkan DVT maupun PE. Hasil positif palsu dari D-dimer adalah pada inflamasi, kehamilan, malignansi, usia tua dan kehamilan. Peningkatan D-dimer dapat dipakai seagai prediksi outcome yang buruk pada anak-anak dengan kejadian trombosis yang akut. Negatif palsu dari D-dimer juga bisa terjadi pada penderita yang menggunakan heparin. Oleh karena itu disarankan untuk test D-dimer sebaiknya dilakukan sebelum memberikan heparin. 2,3 Venous ultrasonography Venous ultrasonography merupakan pemeriksaan pilihan pada pasien dengan DVT likely. Bersifat non-invasive, aman, mudah didapat, dan relatif murah. Kriteria ultrasonografi mayor adanya trombosis adalah gagalnya penekanan lumen vena dengan tekanan yang cukup dengan probe USG. Keunggulan lain dari venous ultrasound ini adalah dapat mendeteksi adanya Baker s cyst, hematoma dalam otot atau di daerah yang lebih superfisialis, lymphadenopathy, aneurisma femoralis, tromboplebitis superfisialis dan abses. Pengunaan alat ini memiliki keterbatasan untuk mendeteksi trombus didaerah distal. Penekanan vena dengan probe USG ini memiliki kekurangan pada pasien-pasien yang gemuk, edema, dan nyeri di lokasi vena yang diperiksa. Penggunaan alat USG yang lebih baru seperti compression B-mode ultrasonography dengan atau tanpa color Duplex imaging mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas 96% untuk proximal DVT yang simtomatik. Trombosis di betis memiliki sensitivitas 73%. Pemeriksaan ulang venous ultrasound hanya diindikasikan pada pasien gejala DVT tetapi hasil pemeriksaan awal normal atau pada penderita yang seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan metode lain tetapi mempunyai kontraindikasi untuk pemeriksaan dengan metode tersebut atau fasilitas yang tidak tersedia. Serial ini tidak diperlukan pada pasien yang berdasarkan kriteria Wells unlikely dan test D-dimer negatif. 4,5 Contras venography Venography merupakan test definitif untuk DVT, tetapi sangat jarang dikerjakan karena test non-invasive seperti D-dimer dan venous ultrasound cukup baik dan akurat untuk mendiagnosis DVT. Prosedurnya meliputi pamasangan kanul pada vena, penyuntikan kontras bisanya contrast noniodinated seperti Omnipaque. Pemberian volume contrast yang cukup banyak yang dilarutkan dengan normal salin menghasilkan test yang lebih baik. 6 Tanda utama yang ditemukan pada thrombosis vena ini adalah adanya filling defect pada vena. Tanda lainnya adalah adanya tanda-tanda putusnya gambar kontrast pada vena
6 tiba-tiba. Pemeriksaan trombosis dengan metode ini bersifat invasive, nyeri, terpapar oleh radiasi dan risiko alergi oleh karena kontras. Disamping itu bisa juga terjadi gangguan pada ginjal akibat penggunaan kontras tersebut. DVT yang baru bisa juga di sebabkan oleh karena prosedur venography tersebut yang kemungkinan besar disebabkan oleh iritasi dan kerusakan endotel. Penggunaan contrast yang nonionic mengurangi risiko reaksi alergi dan trombogeniknya. 6 Magnetic resnonance imaging (MRI) Cara ini sangat sensitif untuk mendiagnosis DVT di daerah pelvis, DVT di daerah betis dan DVT didaerah extremitas atas. Cara ini baik juga untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya pada pasien yang DVT. MRI merupakan test pilihan untuk mendiagnosis DVT di daerah vena iliaka atau vena cava inferior pada saat computed tomography venography merupakan kontraindikasi atau diperkirakan secara teknik mengalami kesulitan. Tidak ada radiasi ion tetapi mahal, dan memerlukan ahli radiologi untuk interpretasinya. 7 Algoritme untuk diagnosis DVT Langkah pertama adalah melakukan pretest probability assessment dengan menggunakan Wells score. Jika skornya (DVT unlikely), lakukan pemeriksaan D-dimer. Jika hasilnya negatif maka DVT dapat disingkirkan. Jika hasilnya positif dilakukan venous ultrasound. Jika hasil venous ultrasound negatif maka DVT juga data disingkirkan. Diagnosis DVT hanya dibuat apabila hasil venous ultrasoundnya positif. 4 Jika skor Wells > (DVT likely) maka pemeriksaan selanjutnya adalah venous ultrasound. Jika hasil ultrasoundnya positif maka diagnosis DVT dapat ditegakkan. Bila hasil ultrasound negatif maka dilakukan pemeriksaan D-dimer, apabila D-dimer negatif berarti DVT dapat disingkirkan tetapi apabila hasilnya positif lakukan pemeriksaan ulang ultrasound 6 8 hari lagi atau lakukan venography. Algoritme ini tidak digunakan pada kehamilan, sebab pada kondisi ini biasanya D-dimer tinggi. 4 PENCEGAHAN Mekanikal Metode mekanik untuk mencegah DVT adalah pneumatic intermitent compression (IPC), graduated compression stocking (GCS) atau venous foot pump. IPC akan meningkat aliran vena dalam di betis mencegah stasis vena sehingga dapat mencegah trombosis. Review Cochrane mendapatkan penurunan 50% VTE dengan menggunakan graduated compression stocking. IPC selain dapat mengurangi risiko thrombosis juga dapat meningkatkan aktivitas fibrinolitik endogen dengan mengurangi plasminogen activator inhibitor-. Penggunaan pencegahan DVT dengan metode kombinasi (mekanikal dan farmakologikal) mengurangi risiko trombosis lebih baik dibandingkan dengan metode mekanikal atau farmakologikal dan terutama pada kelompok dengan penderita dengan risiko trombosis yang tinggi. 8 Pencegahan dengan metode mekanik sangat penting pada pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk terjadinya perdarahan dengan penggunaan antikoagulan seperti pada pasien-pasien yang sedang atau baru terjadi perdarahan sauran cerna, stroke perdarahan atau pada pasien dengan gangguan hemostatik seperti pasien dengan trmbositopenia. Kontraindikasi metode mekanik adalah iskemia pada ekstremitas disebabkan oleh peripheral vascular disease. Pemakaian setiap hari dari elastic compression stocking dapat menurunkan insiden postphlebitis syndrome sebanyak 50%. 8,9
7 Farmakologi Unfractionated heparin (UFH), low molecular-weight heparin (LMWH), fondaparinux, obat penghambat trombin oral yang selektif, dan penghambat faktor Xa merupakan obat yang efektif untuk mencegahan DVT. Beberapa studi melaporkan insiden DVT dan PE termasuk PE yang fatal akan menurun dengan pemberian UFH dosis kecil. 4,9 LMWH mempunyai keuntungan tambahan bila dibandingkan dengan UFH (Tabel 2). LMWH dapat diberikan satu atau dua kali sehari tanpa perlu memonitor faal koagulasi. Keuntungan lain seperti efek antikogulan yang dapat diprediksi, kadar LMWH dalam plasma yang dosis dependen, waktu paruh yang panjang, kejadian perdarahan yang kecil, dan insiden heparin induced thrombocytopenia (HIT) yang lebih kecil bila dibandingkan dengan UFH. 9 Risiko osteoporosis yang terkait dengan heparin lebih rendah pada LMWH bila dibandingkan dengan UFH hal ini disebabkan oleh karena LMWH tidak meningkatkan jumlah dan aktivitas osteoklas. Bila dibandingkan UFH, LMWH mempunyai efek yang lebih besar dalam menghambat faktor Xa, dan mempunyai efek yang lebih sedikit terhadap antitrombin III (AT III) yaitu dengan menghambat trombin. Kontraindikasi pemberian LMWH sebagai tromboprofilaksis adalah perdarahan intra kranial, perdarahan yang tidak dapat dikontrol, dan injuri corda spinalis parsial yang berhubungan dengan hematoma pada spinal. 4,9 Fondaparinux merupakan pentasakarida sintetik dan sudah diakui sebagai tromboprofilaksis DVT. Bekerja menghambat secara selektif faktor Xa dengan cara mengikat antitrombin dengan afinitas yang tinggi. HIT tidak dilapokan terjadi pada penggunaan Fondaparinux karena tidak mengganggu fungsi dan agregasi trombosit, Fondaparinux mempunyai respon yang dapat diprediksi. Pemantauan prothrombin time (PT) atau partial thromboplastin time (PTT) tidak diperlukan pada pemberian fondaparinux. Kesimpulannya adalah fondaparinux mempunyai efektivitas yang sama bahkan lebih baik daripada obat yang ada sekarang, mempunyai kelebihan seperti risiko perdarahan yang lebih kecil, tidak perlu pemantauan laboratorium, dan pemberiannya cukup hanya satu kali sehari. 20 Dabigatran merupakan obat penghambat trombin yang baru. Dabigatran diserap secara cepat di saluran pencernaan dengan bioavailabilitas 5-6%. Mempunyai waktu paruh 8 jam setelah dosis pertama dan waktu paruh dapat memanjang sampai 7 jam setelah diberikan beberapa dosis dengan peningkatan kadar mencapai puncak dalam plasma dalam waktu 2 jam. Obat dieksresi melalui ginjal. Dabigatran mempunyai bioavailabilitas yang rendah, mempunyai efek antikoagulan yang dapat diprediksi, dan tidak tidak memerlukan evaluasi koagulasi. Dabigatran sudah mendapat persetujuan dalam prevensi VTE pada operasi ortopedi di Canada dan Eropa. 2 Studi RE-COVER membandingkan dabigatran dan warfarin dalam pengamatan 6 bulan pada pasien dengan VTE akut. Dabigatran mempunyai efektivitas yang sama dengan warfarin dalam mencegah VTE yang berulang, dengan komplikasi perdarahan mayor yang berimbang antara kedua kelompok, dan total kejadian perdarahan yang lebih rendah. Studi lain (RE-NOVATE II) membandingkan efikasi dan keamanan dabigatran dibandingkan dengan enoxaparin subkutan sebagai tromboprofilaksis pada pasien yang akan menjalani total hip arthroplasty (THA). Profilaksis dengan dabigatran 200 mg mempunyai efektivitas yang sama dengan enoxaparin 40 mg dalam menurunkan risiko VTE, dan lebih baik menurunkan risiko VTE mayor bila dibandingkan dengan enoxaparin. Risiko perdarahan sama pada kedua kelompok. 22,23
8 Rivaroxaban merupakan penghambat faktor Xa yang selektif dan poten, mempunyai onset yang cepat dan biovaibilitas yang tinggi (80%), serta waktu paruh 4-2 jam. Studi EINSTIEN-DVT menunjukan rivaroxaban mempunyai efektivitas yang sama dengan LMWH, enoxaparin, fondaparinux, dan warfarin dalam mencegah VTE yang berulang. Hasil dari studi RECORD fase III menunjukan rivaroxaban 0 mg lebih baik dari enoxaparin sebagai profilaksis VTE pada operasi ortopedi. Obat ini juga mempunyai kelebihan seperti merupakan obat oral dengan dosis sekali sehari dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium. Obat lain seperti apixaban dan edoxaban masih dalam proses uji klinis. 24 Antikoagulan oral seperti warfarin dapat dimulai pre-operasi, saat operasi, dan pasca-operasi sebagai pencegahan VTE. Warfarin dikontraindikasikan sebagai tromboprofilaksis pada pasien anterpartum karena dapat melewati barier plasenta dan menyebabkan teratogenik serta perdarahan pada fetus. Obat ini dikatakan aman selama menyusui karena tidak terakumulasi di air susu. Tidak seperti warfarin, heparin aman dan direkomendasi pada kehamilan dan laktasi. 4,25 Penggunaan aspirin tunggal tidak direkomendasikan sebagai tromboprofilaksis terhadap VTE. Beberapa studi menggunakan aspirin sebagai profilaksis DVT menunjukan aspirin memberikan hasil yang beragam dalam mencegah VTE pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Namun studi lain tidak menunjukan hasil yang tidak lebih baik dari obat lain. 4,25 Durasi pemberian tromboprofilaksis tergantung pada risiko VTE. Pada pasien yang akan menjalani THA atau fraktur panggul, pemanjangan durasi pemberian profilaksis VTE direkomendasikan sampai 0 hari atau bisa sampai 35 hari pada pasien dengan risiko tinggi VTE. Pasien dengan sakit berat, pemberian tromboprofilaksis direkomendasikan terus dilanjutkan sampai pasien diperbolehkan pulang. 25 TERAPI Tujuan pengobatan DVT adalah mencegah terjadinya trombus, PE akut, trombosis yang berulang, dan munculnya komplikasi lanjut seperti hipertensi pulmonal dan post thrombotic syndrome (PTS). Terapi awal diharapkan dapat mencapai dosis terapi dengan UFH, LMWH, atau fondaparinux. Studi menunjukan efikasi terapi pada heparin tergantung pada target dosis terapi yang harus dicapai dalam waktu 24 jam, seperti target aptt,5 2,5 kali kontrol. Nilai ini identik dengan kadar heparin dalam darah 0,3 0,7 U/mL. 26 LMWH mempunyai kelebihan dibandingkan dengan UFH dalam pengobatan DVT akut. UFH lebih direkomendasikan pada gangguan ginjal tidak seperti LMWH yang lebih banyak dieksresi melalui ginjal. Heparin yang diberikan bersamaan dengan warfarin, selanjutnya dapat dihentikan setelah pemberian 4-5 hari dengan target International Normalized Ratio (INR) 2 3. Pemberian heparin dan warfarin secara bersamaan pada waktu awal sangat penting, karena faktor II, IX, dan X baru akan terpengaruh oleh warfarin setelah lebih dari 5 hari. Pemanjangan INR biasanya disebabkan oleh penurunan faktor VII dengan waktu paruh 5 sampai 7 jam.,2 Warfarin masih tetap merupakan obat pilihan terapi jangka panjang dalam mencegah pembentukkan clot. LMWH direkomendasikan pada pasien kanker dan kehamilan karena warfarin dikontraindikasikan pada kehamilan. Terapi antikoagulan jangka panjang dengan LMWH lebih efektif daripada warfarin dalam mencegah trombosis vena yang berulang pada pasien kanker tanpa adanya peningkatan kejadian perdarahan yang bermakna. 4 Durasi pemberian antikoagulan tergantung pada episode kejadian DVT, faktor risiko VTE, dan adanya tromboflebitis. Pada pasien yang mengalami DVT pertama kali dan berhubungan dengan faktor risiko yang tidak tetap seperti operasi atau trauma, mempunyai risiko kekambuhan yang rendah durasi pemberian terapi antikoagulan selama 3 bulan
9 dikatakan cukup. Pemberian antikoagulan jangka panjang harus dipertimbangkan pada kondisi trombosis berulang, pasien dengan risiko yang tinggi seperti kanker dan unprovoke DVT atau PE, tidak didapatkan risiko terjadinya perdarahan, dan kontrol terhadap antikoagulan yang baik. 4 Terapi trombolitik Terapi ini jarang diindikasikan. Risiko terjadinya perdarahan mayor seperti perdarahan intra kranial harus dipertimbangkan dengan keuntungan yang didapat dari penghancuran trombus yang cepat. Trombolitik diindikasikan pada masif DVT yang ditandai oleh phlegmasia cerulean dolens dan menyelamatkan tungkai yang terkena. Obat trombolitik yang tersedia seperti tissue plasminogen activator (tpa), streptokinasi, dan urokinase.,2,4 Trombolitik endovaskular merupakan metode yang dilakukan selama ini. Catheterdirected thrombolysis (CDT) dapat digunakan dalam pengobatan DVT sebagai terapi tambahan terapi medikal. CDT sekarang terbukti dapat mengurangi clot yang terjadi, DVT berulang, dan mencegah terjadinya PTS bila dibandingkan dengan pemberian antikoagulan sistemik lain. CDT farmakomekanikal sekarang sering dilakukan pada beberapa tempat sebagai terapi DVT ileofemoral akut. 4 Indikasi trombolitik meliputi pasien usia muda dengan trombosis proksimal akut, mempunyai harapan hidup yang tinggi,dan mempunyai penyakit komorbid yang sedikit. Pada trombosis tungkai yang mengancam juga dapat diggunakan CDT meskipun dikatakan mempunyai angka kematian yang tinggi. Beberapa randomized controlled trials (RCT) mengevaluasi keluaran jangka panjang dari CDT dibandingkan dengan antikoagulan tunggal. 4 Filter vena cava Filter vena cava diindikasikan pada beberapa keadaan seperti adanya kontraindikasi mutlak terhadap antikoagulan, perdarahan yang mengancam nyawa, dan kegagalan terapi dengan antikoagulan yang adekuat. Kontraindikasi mutlak pemberian antikoagulan seperti perdarahan pada sistem saraf sentral, perdarahan saluran cerna, retroperitoneal, hemoptisis masif, metastasis serebral, trauma cerebrovaskular, dan trombositopenia < /ɥL. 27 Studi yang menilai efektivitas filter vena cava menunjukan terjadi penurunan yang bermakna kejadian PE dalam jangka pendek namun tidak menunjukan hasil yang bermakna pada PE secara keseluruhan dan terjadi peningkatan kejadian DVT berulang pada jangka panjang. Komplikasi pemberian filter vena cava inferior berupa hematom pada tempat insersi, DVT pada tempat insersi, migrasi dari filter, filter dapat mengerosi dinding pembuluh darah vena cava inferior, embolisasi filter, dan trombosis/obstruksi pada vena cava inferior. 28 Tabel. Pretest probability assessment (Wells score) 8,9 Point Active cancer (treatment ongoing or within previous 6 month or palliative) Paralysis, paresis, or recent plaster immobilization of the lower extremities Recently bedridden for 3 days or major surgery within 2 weeks requiring general or regional anasthesia Localized tenderness along the distribution of the deep veins Entire leg swollen Calf swelling 3 cm > asymptomatic side (measured 0 cm below tibial tuberosity) Pitting edema limited to the symptomatic leg
10 Collateral superficial veins (non varicose) Previous DVT Alternative diagnosis as likely as more likely than DVT -2 Notes: DVT unlikely ; DVT likely 2 Tabel 2. Keunggulan low-molecular-weight heparin dibandingkan unfractionated heparin 8,9 Greater bioavailability Predictability and dose-dependent plasma level Less risk of bleeding Lower incidence of heparin-induced thrombocytopenia Lower risk of heparin-induced osteoporosis No need for laboratory monitoring Can be safely administered in outpatient Duration of anticoagulant effect is longer, permitting once-or twicedaily administration
11 Gambar. Algorithm diagnosis DVT dengan menggunakan clinical assesment, D-dimer testing, dan venous ultrasonography 8,9 USS: ultrasound. RINGKASAN DVT secara potensial merupakan kondisi klinis yang berbahaya. Alur diagnosis meliputi pre tes probabilitas, pemeriksaan D-dimer, dan pemeriksaan ultrasonografi vena sebagai pemeriksaan yang dapat diandalkan dalam diagnosis DVT. Pencegahan DVT meliputi pencegahan mekanik dan farmakologi yang merupakan modalitas pencegahan pada pasien rawat jalan dan rawat inap yang mempunyai risiko terjadinya VTE. Tujuan dari pengobatan DVT adalah untuk mencegah perluasan dari trombus, PE akut, berulangnya trombosis, dan terjadinya komplikasi lanjut seperti hipertensi pulmonal dan PTS. DAFTAR PUSTAKA. Frits R Rosendaal, Harry R Buller. Venous thrombosis. In: Dan L Longo, editor. Horrison s hematology and oncology. New York: Mc-Grow Hill Company; 200.p Colman RW. Hemostasis and thrombosis: basis principles and clinical practice. 5 th ed. Philadelphian: Lippincott Williams & Wilkins; Silverstein MD, Heit JA, Mohr DN, et al. Trends in the incidence of deep vein thrombosis and pulmonary embolism: a 25-year population based study. Arch Intern Med 998;58(6): PC Malone, PS Agutter. The etiology of deep vein thrombosis. Q J Med 2006;99: Bartine RM. The role of procoagulants and anticoagulants in the development of venous thromboembolism. Thromb Res 2009;23 (suppl 4):S4.
12 6. Brooks EG, Trotman W, Wadsworth MP, et al. Valves of the deep venous system: an overlooked risk factor. Blood 2009;4(6): Kearon C. Natural history of venous thromboembolism. Circulation 2003;07(23 Suppl ): Wells PS, Anderson Dr, Bormanis J, et al. Value of assessment of pretest probability of deep vein thrombosis in clinical management. Lancet 997;350(9094): Oudega R, Hoes AW, Moons KG. The Wells rule does not adequately rule out deep venous thrombosis in primary care patients. Ann Intern Med 2005;43(2): Pabinger I. Biomarkers and venous thromboembolism. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2009;29: Well PS, Anderson DR, Rodger M, et al. Evaluation of D-dimer in the diagnosis of suspected deep vein thrombosis. N Engl J Med 2003;349: Aguilar C, delvillar V. Combined D-dimer and clinical probability are useful for exclusion of recurrent deep venous thrombosis. Am J Hematol 2007;82(): Brotman DJ, Segal JB, Jani JT, Petty BG, Kickler TS. Limitations of D-dimer testing in unselected with suspected venous thromboembolism. Am J Med 2003;4(4): Hirsh J, Lee AY. How we diagnose and threat deep vein thrombosis. Blood 2002;99: Zierler BK. Ultrasonography and diagnosis of venous thromboembolism. Circulation 2004;09(2 Suppl ): Rabinov K, Paulin S. Roentgen diagnosis of venous thrombosis in the leg. Arch Surg. 972;04(2): Fraser DG, Moody AR, Morgan PS, Martel A, Devidson I. Diagnosis of lower-limb deep venous thrombosis: a prospective blinded study of magnetic resonance direct thrombus imaging. Ann Intern Med 2002;36(2): Kakkos SK, Caprini JA, Geroulakos G Nicolaides AN, Stansby GP, Reddy DJ. Combined intermittent pncumatic leg compression and pharmacological prophylaxis for prevention of venous thromboembolism in high-risk patients. Cochrane Database Syst Rev 2008;4:CD Francis CW. Prophylaxis for thromboembolism in hospitalized medical patients. N Engl J Med 2007;356: Bauer KA. Fondaparinux sodium: a selective inhibitor of factor Xa. Am J Health Syst Pharm 200;58 Suppl 2:S4-S7. 2. Weitz Jl, Hirsh J, Samama MM. New antithrombotic drugs: American College of Chest Physicins evidence-based clinical practice guidelines, 8 th ed. Chest 2008;33:234S-256S. 22. Schulman S, Kearon C, Kakkar AK, et al. RE-Cover Study Group. Debigatran versus warfarin in the threatment of acute venous thromboembolism. N Engl J Med 2009;36(24): Eriksson BI, Dahl OE, Huo MH, et al. The RE-NOVATE II study group. Oral dabigatran versus enoxaparin for thromboprophylaxis after primary total hip arthroplasty (RE-NEVATO II). A randomized, double-blind, noninferiority trial. Thromb Haemost. 20;05(4). 24. Chen T, Lam S. Rivaroxaban: an oral direct factor Xa inhibitor for the prevention of thromboembolism. Cardiol Rev 2009;7(4):92-7.
13 25. Greets WH, Bergqvist D, Pineo GF, at al. Prevetion of venous thromboembilism: American College of Chast Physicians evidence based clinical practice guidelines 8 th ad. Chest 2008;33(6suppl):38S-453S. 26. Hirsh J, Raschke R. Heparin and low-molecular-weight heparin the Seventh ACCP conference on antithrombotic and thrombolytic therapy. Chest 2004;26(3 Suppl):88S-203S. 27. Streiff MB. Vena caval filters: a comprehensive review. Blood 200;95(2): Decousus H, Leizorovicz A, parent F, et al. A clinical trial of vena caval filters in the prevention of pulmonary embolism in patients with proximal deep-vein thrombosis. Prevation du Resque d Embolie Pulmonaire par Interruption Cave Study Group. N Engl J Med 998;338(7):409-5.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam keselamatan jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem hemostasis dalam upaya menjaga homeostasis tubuh terhadap terjadinya perdarahan atau trombosis. 1 Trombosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan kondisi mengancam nyawa yang membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat di ICU memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan
Lebih terperinciD-DIMER PADA TROMBOSIS VENA DALAM (DVT) DAN EMBOLI PARU (PE)
D-DIMER PADA TROMBOSIS VENA DALAM (DVT) DAN EMBOLI PARU (PE) Wiyanda Hidayati Patologi Klinik FK.Unair/RSUD. Dr.Soetomo Surabaya Angka kesakitan & kematian Trombosis Vena Dalam atau Deep Vein Thrombosis
Lebih terperinciANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo
ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo RSUP DR KARIADI-FK UNDIP Klasifikasi ANTIKOAGULAN Cara Pemberian Parenteral Oral Target Thrombin Thrombin, FXa FXa Thrombin FXa Others
Lebih terperinciGAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK. Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK
1 GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK 120100031 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 2 GAMBARAN
Lebih terperinciLAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum
PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN DVT. tidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil
PENATALAKSANAAN DVT Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman bermakna terapi yang diberikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya pemberian antikoagulan harus diupayakan tidak sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim
Lebih terperinciLAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum
PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP NILAI D-DIMER PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai
Lebih terperinciPROFIL DAN PERBANDINGAN HASIL DIAGNOSIS KLINIS DENGAN DIAGNOSIS RADIOLOGI DEEP VEIN THROMBOSIS DI RSUP SANGLAH, DENPASAR
PROFIL DAN PERBANDINGAN HASIL DIAGNOSIS KLINIS DENGAN DIAGNOSIS RADIOLOGI DEEP VEIN THROMBOSIS DI RSUP SANGLAH, DENPASAR Kadek Diah Febri Yanti, Ni Nyoman Margiani 2 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Lebih terperinciPERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA DAN SUBKUTAN TERHADAP KADAR PPT DAN PTTK PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA DAN SUBKUTAN TERHADAP KADAR PPT DAN PTTK PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciJURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum
PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR KARIADI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi
Lebih terperinciDr. Indra G. Munthe, SpOG
Dr. Indra G. Munthe, SpOG PENDAHULUAN Suatu kumpulan gejala berupa trombosis vena atau arteri disertai peninggian kadar antibodi anti post polipid (APA). SAF mengakibatkan kegagalan kehamilan yg berubungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA SEBAGAI PROFILAKSIS DVT TERHADAP KADAR D-DIMER PLASMA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA SEBAGAI PROFILAKSIS DVT TERHADAP KADAR D-DIMER PLASMA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu observasional, analitik, studi kasus kontrol untuk melihat perbandingan akurasi skor wells dengan skor padua dalam memprediksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai antikoagulan oral untuk terapi tromboembolisme vena dan untuk mencegah emboli sistemik
Lebih terperinciPengertian trombosit dan Vena
1 Pengertian trombosit dan Vena Lailatul Munawaroh TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas browsing artikel dari internet OLEH LAILATUL MUNAWAROH NIM: G0C015012 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi
BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika
Lebih terperinciJURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum
PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR KARIADI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kongenital faktor koagulasi di dalam darah. Penyakit ini diturunkan secara X-
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hemofilia adalah gangguan koagulasi yang disebabkan defisiensi kongenital faktor koagulasi di dalam darah. Penyakit ini diturunkan secara X- linked recessive
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi
Lebih terperinciYayan Akhyar Israr, S.Ked
Author : Yayan Akhyar Israr, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Trombosis adalah terbentuknya masa dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara global di bidang pembangunan semakin meningkat. Di Indonesia, terutama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan dunia industri, perdagangan dan perubahan secara global di bidang pembangunan semakin meningkat. Di Indonesia, terutama Bali yang merupakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi tertulis pertama mengenai tromboemboli dan ulserasi vena dijumpai pada masa 1550 SM pada Papyrus of Eber, sedangkan kasus tromboemboli pertama yang tertulis jelas dijumpai
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup menyebabkan ditemukannya berbagai penyakit pada usia lanjut yang semakin meningkat seperti penyakit degeneratif dan sistemik. Penyakit
Lebih terperinciDOSIS EFEKTIF ENOXAPARIN DALAM MENCEGAH TERJADINYA TROMBOSIS PADA ANASTOMOSIS ARTERI FEMORALIS TIKUS
ORIGINAL ARTICLE DOSIS EFEKTIF ENOXAPARIN DALAM MENCEGAH TERJADINYA TROMBOSIS PADA ANASTOMOSIS ARTERI FEMORALIS TIKUS I Made Suka Adnyana 1, Iswinarno Doso Saputro 2 1 Program Pendidikan Dokter Spesialis
Lebih terperinciPERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN DAN INTRAVENA TERHADAP KADAR FIBRINOGEN PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN DAN INTRAVENA TERHADAP KADAR FIBRINOGEN PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan
Lebih terperinciABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014
ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Hemoptisis atau batuk darah merupakan darah atau dahak yang bercampur darah dan di batukkan dari saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) melaporkan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI...
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR ARTI SINGKATAN, LAMBANG, DAN ISTILAH... vii BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciRANGKUMAN. Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun
1 RANGKUMAN Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun skrotum yang dapat menyebabkan rasa nyeri, atrofi testis dan menyebabkan infertilitas. 5 Anatomi dan Histologi a. b. Gambar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sangat mungkin (possible) atau mengancam jiwa (impending).pasien sakit
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasien Sakit Kritis 2.1.1 Definisi Sakit kritis merupakan suatu kondisi atau suatu penyakit dimana kematian adalah sangat mungkin (possible) atau mengancam jiwa (impending).pasien
Lebih terperinciABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015
ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA SEBAGAI PROFILAKSIS DEEP VEIN THROMBOSIS TERHADAP KADAR FIBRINOGEN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA SEBAGAI PROFILAKSIS DEEP VEIN THROMBOSIS TERHADAP KADAR FIBRINOGEN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas
Lebih terperinciMAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test)
MAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test) I. Tujuan trombosit. Untuk mengetahui ketahanan /kerapuhan dinding pembuluh darah serta jumlah dan fungsi II. Prinsip Vena dibendung sehingga
Lebih terperinciPENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya
Lebih terperinciPERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA DAN SUBKUTAN TERHADAP KADAR PPT DAN PTTK PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS
PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA DAN SUBKUTAN TERHADAP KADAR PPT DAN PTTK PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS LAPORAN AKHIR PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada anak dan paling sering jadiindikasi bedah abdomen emergensi pada anak.insiden apendisitis secara
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KANKER OVARIUM 2.1.1. EPIDEMIOLOGI Kanker ovarium adalah penyebab utama kematian akibat kanker di Amerika Serikat, terutama karsinoma jenis epitel. Meskipun mayoritas kanker
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama di negaranegara maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan diseluruh dunia, penyakit kardiovaskuler
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).
Lebih terperinciBISMILLAHI WABIHAMDIHI ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAH WABAROKATUHU
BISMILLAHI WABIHAMDIHI ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAH WABAROKATUHU ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA KASUS TROMBOEMBOLI D I S U S U N O L E H R I A N I N O V I A R D I A N A I S L A N H A R D I Y A N T
Lebih terperinciPEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH
PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH (CLOTTING TIME) Oleh : KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2015 PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN ( CLOTTING TIME ) A. Faal Hemostasis
Lebih terperinciABSTRAK KORELASI ANTARA TEKANAN VENA SENTRAL
ABSTRAK KORELASI ANTARA TEKANAN VENA SENTRAL DENGAN COLLAPSIBILITY INDEX VENA KAVA INFERIOR PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG TERAPI INTENSIF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Latar belakang: Status
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein terlarut, yang dapat. ditemukan di dalam plasma, dengan berat molekul 340 kda.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein terlarut, yang dapat ditemukan di dalam plasma, dengan berat molekul 340 kda. Sebagai faktor pembekuan, fibrinogen merupakan
Lebih terperinciRENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN
RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 11 Waktu : 50 menit Pokok bahasan : 1. Hemostasis (Lanjutan) Subpokok bahsan : a. Evaluasi hemostasis di laboratorium. b. Interpretasi hasil
Lebih terperinciGAMBARAN RISIKO TROMBOSIS VENA PROFUNDA (TVP) PADA SALES PROMOTION GIRL (SPG) BERDASARKAN KRITERIA WELLS DI KOTA DENPASAR
GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS VENA PROFUNDA (TVP) PADA SALES PROMOTION GIRL (SPG) BERDASARKAN KRITERIA WELLS DI KOTA DENPASAR Shelly Silvia Bintang 1, Luh Made Indah Sri Handari Adiputra 2 1. Program Studi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat mungkin terjadi atau dapat dikatakan mengancam jiwa pasien. Pasien sakit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sakit Kritis Sakit kritis adalah suatu kondisi atau suatu penyakit dimana kematian sangat mungkin terjadi atau dapat dikatakan mengancam jiwa pasien. Pasien sakit kritis adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kepentingan telah menjadi prosedur rutin di dunia kedokteran seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengunaan kateter vena sentral (Central venous catheter - CVC) untuk berbagai kepentingan telah menjadi prosedur rutin di dunia kedokteran seluruh dunia. Pemasangan
Lebih terperinciDIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA TROMBOEMBOLI PADA KEHAMILAN
Tinjauan Kepustakaan DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA TROMBOEMBOLI PADA KEHAMILAN Muhammad Perdana Airlangga 1 1) Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya - Indonesia Submitted : May 2017
Lebih terperinciA. ETIOLOGI B. PATOFISIOLOGI
A. ETIOLOGI Emboli Paru (Pulmonary Embolism)adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Trias klinik klsasik yang merupakan predisposisi tromboemboli
Lebih terperinci1. Pendahuluan 2. Tinjauan Pustaka 2.1 ETIOLOGI
1. Pendahuluan Emboli paru merupakan suatu kondisi tersumbatnya pembuluh darah pulmonal (atau salah satu cabangnya) oleh bekuan darah, lemak, sel tumor, udara, air ketuban atau benda-benda asing lain.
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Cedera Kepala Akibat Trauma Cedera kepala umumnya diklasifikasikan atas satu dari tiga sistem utama, yaitu: keparahan klinis, tipe patoanatomi dan mekanisme fisik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan umur. Hal ini menjadi perdebatan karena pada level individu, dapat menurunkan kualitas hidup dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang
Lebih terperinciABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG
ABSTRAK GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG Listiyani Halim, 2010, Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes Pembimbing II : Indahwaty,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembentukan bekuan darah adalah proses fisiologis yang lambat tapi normal terjadi sebagai akibat dari aktivasi jalur pembekuan darah. Respon alamiah yang timbul untuk
Lebih terperinciDAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae I. Data Pribadi 1. Nama : Raja Arif Kurnia Manik 2. Tempat dan Tanggal Lahir : Sidikalang, 19 September 1994 3. Jenis Kelamin : Laki-Laki 4. Agama : Islam 5. Warga
Lebih terperinciD DIMER PADA KEGANASAN HEMATOLOGI DI RSUP SANGLAH ABSTRAK
D DIMER PADA KEGANASAN HEMATOLOGI DI RSUP SANGLAH ABSTRAK Trombosis adalah komplikasi utama dan penyebab utama kedua kematan terbesar dari pemderita keganasan. Studi epidemiologis menunjukkan trombosis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP NILAI D-DIMER PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR
PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP NILAI D-DIMER PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR. KARIADI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi
Lebih terperinciPENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK
PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK Oleh : Dr. Edison, MPH Bagian Ilmu Kesehatan Masysarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas EPIDEMIOLOGI : Ilmu yang mempelajari frekuensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada wanita, kehamilan dan masa nifas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya tromboemboli (TE). TE pada kehamilan dan masa nifas ini sebenarnya merupakan kejadian
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010
ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 Indra Pramana Widya., 2011 Pembimbing I : Freddy T. Andries, dr., M.S
Lebih terperinciABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012
ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Christine Nathalia, 2015; Pembimbing : Dani, dr., M.Kes. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plak yang tersusun oleh kolesterol, substansi lemak, kalsium, fibrin, serta debris
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronik yang terjadi pada arteri akibat adanya disfungsi endotel. Proses ini ditandai oleh adanya timbunan plak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
Lebih terperinciABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009
ABSTRAK Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 Fifi, 2010. Pembimbing I: Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes Pembimbing II: Evi Yuniawati,
Lebih terperinciI. PATOFISIOLOGI A. Patofisiologi Trombosis Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam pembuluh darah.
I. PATOFISIOLOGI A. Patofisiologi Trombosis Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam pembuluh darah. Bekuan darah pada keadaan normal terbentuk untuk mencegah perdarahan. Trombus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena sifatnya yang subyektif, terutama pada pasien pasca operasi orthopedi yang merasakan nyeri sangat
Lebih terperinciUrutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di rumah sakit yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor1778/MENKES/SK/XII/2010,
Lebih terperinciTROMBOFILIA. Dr Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, SpPK-K. Bag Patologi Klinik FKUP/RSHS Bandung
TROMBOFILIA Dr Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, SpPK-K Bag Patologi Klinik FKUP/RSHS Bandung PENDAHULUAN Trombofilia atau keadaan pretrombotik adalah suatu keadaan yang mempunyai dampak luas di masyarakat,
Lebih terperinciUKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Stroke telah menjadi penyebab utama kedua terhadap kejadian disabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke telah menjadi penyebab utama kedua terhadap kejadian disabilitas setelah demensia. Setiap tahun, lima belas juta orang di dunia terkena serangan stroke. Data
Lebih terperinciSecondary Brain Tumor
Secondary Brain Tumor Dr. Nurhayana Lubis Dr. Widi Widowati Dr. Semuel Wagio Dr. Teguh AR, SpS (K) Neuro-Onkologi Dept. Neurologi Mei 2006 Pendahuluan Lokasi yang berbeda dari otak mempunyai fungsi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis
Lebih terperinciJenis TE Masa dalam kehamilan Angka kejadian (%)
Wanita dalam masa kehamilan dan nifas mempunyai risiko 5 kali lebih tinggi terjadinya tromboemboli (TE) dibanding wanita tidak hamil pada golongan umur yang sama. Diagnosis TE terutama dalam kehamilan
Lebih terperinciDETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut
DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut Alur Presentasi Pendahuluan Tujuan presentasi Rasional deteksi
Lebih terperinciABSTRAK. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID
ABSTRAK UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID Melisa, 2010, Pembimbing I : Penny S.M., dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling serius dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling sering dijumpai setelah penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu emerging disease dengan insiden yang meningkat dari tahun ke tahun. Data
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu emerging disease dengan insiden yang meningkat dari tahun ke tahun. Data Kementerian Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik pada ibu maupun bayi. Hipertensi
Lebih terperinciDAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR KEASLIAN KARYA TULIS
ABSTRAK PERBEDAAN RERATA JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN MANIFESTASI PERDARAHAN NEGATIF-RINGAN DAN SEDANG-BERAT DI RSUP SANGLAH TAHUN 2015 Trombositopenia adalah salah satu dari
Lebih terperinciDETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN
DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang sampai saat ini masih memberikan masalah berupa luka yang sulit sembuh dan risiko amputasi yang tinggi.
Lebih terperinci