BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi tertulis pertama mengenai tromboemboli dan ulserasi vena dijumpai pada masa 1550 SM pada Papyrus of Eber, sedangkan kasus tromboemboli pertama yang tertulis jelas dijumpai pada abad ke 13. Pada abad ke 18 Hunter mengajukan hipotesis bahwa trombosis vena disebabkan oleh penyumbatan vena oleh bekuan darah, dan pada paruh kedua abad ke 19, Virchow mengajukan postulat faktor trias Virchow sebagai penyebab utama trombosis vena yaitu kerusakan pada dinding vena, stasis dari aliran vena dan perubahan pada komponen darah yang menyebabkan hiperkoagulabilitas pada kasus trombosis post partum FAKTOR RISIKO Penyebab tromboemboli vena dikemukakan oleh Rudolph Virchow dengan trias Virchow (stasis vena, cedera vaskular dan hiperkoagulabilitas). Faktor risiko terjadinya tromboemboli vena dapat dibagi menjadi 3 kelompok risiko, yaitu faktor tindakan bedah, faktor medikal dan faktor herediter/pasien. 15 TABEL 2.1. FAKTOR RISIKO TROMBOEMBOLI VENA 15 Faktor pasien Usia >40 thn Kehamilan Immobilisasi Masa nifas Obesitas Terapi estrogen dosis tinggi Riwayat menderita DVT/PE Varises vena Faktor Medikal/Surgikal Tindakan bedah mayor Gagal nafas akut Malignansi (khususnya pelvik, Gagal jantung kongestif abdominal, metastasis) Inflammatory bowel disease Infark miokard Sindroma nefrotik Stroke Penggunaan pacemaker

2 Fraktur pelvik, ekstremitas bawah Polisitemia Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria Faktor Hiperkoagulasi Antibodi Antifosfolipid, Lupus Antikoagulan Homocysteinemia Disfibrinogenemia Gangguan Myeloproliferatif Defisiensi Antithrombin Faktor V Leiden Disseminated intravascular coagulation (DIC) Paraproteinemia Sindroma Behcet s Gangguan plasminogen dan aktivasinya Heparin induced thrombocytopenia (HIT) Defisiensi protein C Defisiensi protein S Sindroma hiperviskositas Mutasi gen protrombin 20210A Kanker (malignansi) adalah faktor risiko yang paling sering dan penting untuk terjadinya tromboemboli vena. Lee dan Levine memperkirakan insidensi annual tromboemboli vena pada pasien kanker adalah 1 dari 200 orang. Dua puluh persen kasus tromboemboli vena terjadi pada pasien yang menderita kanker. Pada seluruh penderita kanker, 15% akan menderita tromboemboli vena simptomatik, 50% menderita tromboemboli vena asimptomatik dan 50% dijumpai tromboemboli vena pada saat otopsinya. 16 Tabel 2.2 Faktor risiko tromboemboli vena dengan tingkatannya 16 Tingkatan Risiko Karakteristik Tinggi (Odds ratio >10) Tindakan bedah dengan institusionalisasi Trauma Penggantian lutut atau total hip Cedera medulla spinalis Sedang (Odds ratio 2-9) Institusionalisasi

3 Rendah (Odds ratio <2) Malignansi dengan kemoterapi Pemasangan CVC atau pacemaker Trombosis vena superfisial sebelumnya Malignansi tanpa kemoterapi Penyakit neurologis dengan paresis ekstremitas Penyakit hati berat Tirah baring >3 hari Duduk lama Obesitas Peningkatan usia Karena rendahnya kepatuhan terhadap protokol profilaksis tromboemboli dan kesulitan klinisi dalam menentukan stratifikasi faktor risiko menurut panduan yang ada sekarang ini, maka Joseph A. Caprini dan timnya mengembangkan suatu Risk Assessment Models (RAMs) untuk dengan tegas menggunakan perhitungan faktor risiko. 2.2 PATOFISIOLOGI Sistem koagulasi terdiri dari dua komponen, yaitu komponen seluler dan komponen molekuler. Komponen seluler adalah trombosit, sel endotel, monosit dan eritrosit, sedangkan komponen molekuler adalah faktor-faktor koagulasi dan inhibitornya, faktor fibrinolisis dan inhibitornya, protein adhesif (cth von Willebrand factor, vwf), protein interseluler, acute-phase proteins, immunoglobulin, ion kalsium, fosfolipid, prostaglandins dan beberapa sitokin lain. Meskipun begitu, protein-protein koagulasi adalah komponen inti dari sistem hemostasis. 18

4 Tabel 2.3 VTE Risk Assessment Model 17 Tabel 2.4 Prophylaxis Decision Making Tools Berdasarkan Skoring Faktor Risiko 17 Berikut ini adalah jalur (pathway) koagulasi yang berdasarkan waktu (timebased): Inisiasi ; Tissue factor (TF) yang diekspresikan oleh vaskular yang rusak mengikat FVIIa (yang bersirkulasi dalam jumlah kecil), yang kemudian

5 memicu koagulasi dengan mengaktivasi FIX menjadi FIXa dan FX menjadi Fxa. Fxa kemudian mengikat FII, menghasilkan thrombin (FIIa) dalam jumlah kecil. Pada reaksi yang lebih lambat, FIXa mengikat dan mengaktivasi FX menjadi FXa. Kebanyakan proses koagulasi invivo diinisiasi oleh tissue factor, sedangkan aktivasi kontak (aktivasi FXII) masih belum jelas perannya secara klinis, akan tetapi kemungkinan diduga karena RNA dari sel yang rusak menjadi aktivator FXII invivo. 2. Amplifikasi ; Karena pada tahap inisiasi thrombin yang dibentuk masih sedikit untuk dapat mengaktivasi fibrinogen menjadi fibrin, maka ada beberapa mekanisme amplifikasi umpan balik. Yang pertama, pembentukan FVIIa ditingkatkan oleh aktivasi FVII yang terikat pada tissue factor oleh FVIIa, FIXa dan Fxa. Thrombin kemudian mengaktivasi kofaktor non enzymatik FV dan FVIII, yang mengakselerasi aktivasi FII oleh Fxa dan Fxa oleh FIXa secara berurutan. Pada umpan balik berikutnya, thrombin juga mengaktivasi FXI menjadi FXIa yang meningkatkan pembentukan FIXa. 3. Propagasi ; Untuk mempertahankan pembentukan thrombin kontinu, memastikan pembentukan bekuan yang besar, sejumlah besar FXa diprodukasi oleh aktivasi FX oleh FIXa dan FVIIIa (intrinsic tenase complex). FIXa utamanya dari aktivasi FIX oleh kompleks FVIIa/TF. 4. Stabilisasi ; pembentukan thrombin maksimal terjadi setelah pembentukan monomer-monomer fibrin. Hanya setelah itu terjadi maka jumlah trombin cukup untuk mengaktivasi FXIII, sebuah tranglutaminase, yang kemudian mengcross-link monomer-monomer fibrin menjadi jaringan fibrin yang stabil. Sebagai tambahan, thrombin kemudian mengaktivasi thrombinactivatable-fibrinolysis-inhibitor (TAFI) yang melindungi bekuan fibrin dari aktifitas fibrinolisis. Tindakan bedah sering menganggu keseimbangan sistem ini yang dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya trombosis ataupun perdarahan. Selain tindakan bedah, banyak faktor risiko klinis lain yang dapat menyebabkan gangguan yaitu immobilisasi, infeksi, kanker (keganasan) dan obat-obatan, dan

6 juga berbagai macam faktor perioperatif seperti hipotermia, asidosis metabolik, penggunaan volume expander dan sirkulasi ekstrakorporeal. Beberapa jam setelah operasi terdapat peningktan tissue factor, tissue plasminogen activator, plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan vwf yang menyebabkan hiperkoagulasi dan hipofibrinolitik. 18 Sedangkan mekanisme bagaimana kanker dapat menyumbang risiko besar pada tromboemboli vena belum dapat sepenuhnya dimengerti, akan tetapi ada beberapa faktor yang telah diidentifikasi: tipe kanker tertentu, terapi terhadap kanker, usia, indeks massa tubuh dan genetik. Secara umum dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor intrinsik (sel tumor dan microenvironment) dan ekstrinsik (intervensi teraupetik). 19 Sel tumor dapat menyebabkan upregulasi banyak faktor koagulasi, down regulasi sistem protein fibrinolitik dan mengekspresikan beberapa sitokin atau protein regulator yang berkaitan dengan pembentukan trombus, sehingga rentan terhadap keadaan protrombotik. Keadaan ini menyebabkan gangguan keseimbangan sistem koagulasi/antikoagulasi, kerusakan endotel pembuluh darah dan mengaktivasi trombosit. Profil dari tumor juga berpengaruh, karena beberapa jenis sel tumor mensekresikan faktor koagulasi seperti TFs (faktor III) dan trombin (faktor IIa). Juga dijumpai peningkatan faktor koagulasi dan protein regulator pada peritoneum pasien dengan kanker ovarium (faktor XII, faktor XI, faktor XIII, faktor II-reseptor faktor II, faktor VII, faktor X dan faktor I, fibrin, heparin cofactor II dan reseptor endothelial protein-c. 19

7 Gambar 1. Efek protrombotik sel tumor 16 Protein prokoagulan penting yang dihasilkan oleh sel tumor adalah TF (tissue factor) dan CP (cancer procoagulant), meskipun TF adalah produk sel normal, akan tetapi tidak diekspresikan dalam keadaan normal atau istirahat, dan produksinya distimulasi oleh inflamasi. Sedangkan, sel kanker mengekpresikan TF secara kontinu, sedangkan CP adalah cyteine protease dengan substrat koagulasi faktor X. Tumor juga dapat menimbulkan efek massa/penekanan yang menyebabkan stasis aliran darah vena. 16 Terapi terhadap kanker adalah faktor ekstrinsik pencetus tromboemboli vena. Beberapa obat antineoplastik dapat menyebabkan upregulasi protein prokoagulan, downregulasi antikoagulan (antithrombin, protein C dan protein S), menekan aktifitas fibrinolitik, meningkatkan aktifitas trombosit, meningkatkan adhesi neutrofil dan memicu pelepasan beberapa sitokin dan tumor prokoagulan dari sel tumor yang lisis.tindakan bedah juga meningkatkan risiko tromboemboli vena 2-3 kali lipat pada keganasan ginekologi dibandingkan dengan operasi non malignansi. 16,19

8 Gambar 2. Model koagulasi dan fibrinolisis. FX (1) dan FIX (2) = fase inisiasi, (3) = fase amplifikasi, (4) = stabilisasi. 18 Mayoritas kejadian tromboemboli vena bermula dari deep calf veins, dimana mayoritas trombosis akan menghilang spontan, sekitar 15% akan berlanjut ke vena proksimal yang menyebabkan sumbatan dan rentan terjadi embolisasi. Bila tidak ditata laksana, maka trombosis vena yang terjadi di atas lutut, sekitar lebih dari 50% akan menyebabkan emboli paru DIAGNOSIS Tromboemboli vena dapat bermanifestasi sebagai deep vein trombosis (DVT) ataupun emboli paru. Diagnosis DVT secara klinis sulit dipercaya, karena 75% pasien yang disangkakan DVT ternyata tidak menderita DVT. Diagnosis pasti DVT hanya dapat ditegakkan dengan venografi, dimana sensitifitas dan spesifisitas mencapai 100%. Kelemahan venografi adalah tindakan invasif dan mempunyai efek samping phlebitis dan pembentukan trombosis, oleh karena itu venografi tidak digunakan sebagai alat bantu pertama dalam mendiagnosis DVT. 20

9 D-dimer dapat dipakai sebagai pemeriksaan penunjang, apalagi bila dikombinasi dengan pemeriksaan ultrasonografi dengan nilai prediksi negatif yang baik sehingga hasil negatif benar-benar dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Akan tetapi, pemeriksaan D-dimer tidak begitu akurat pada pasien dengan malignansi dan kehamilan atau pada pasien paska operatif, hal ini disebabkan pada pasien malignansi, hamil dan paska operatif nilai D-dimer dapat meningkat meskipun tanpa adanya DVT. Oleh karena itu, pada pasien dengan malignansi, kehamilan dan paska operatif sangat dianjurkan untuk mengkombinasi pemeriksaan D-dimer dengan ultrasonografi. 12 Dapat juga digunakan pemeriksaan impedance pletysmography dan radiolabeled fibrinogen uptake, akan tetapi karena kompleksitas pemeriksaan ini sudah tidak dipakai lagi dan digantikan dengan pemeriksaan ultrasonografi. 12 Gambar 3. Algoritma penegakan diagnosis DVT Ultrasonografi Duplex

10 Kombinasi dari pencitraan B-mode dan Doppler pada satu instrumen, duplex, awalnya dilakukan sebagai penunjang diagnosis pada pembuluh darah arteri. Selain itu, ternyata ultrasonografi duplex juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya obstruksi dan refluks vena. Selama lebih dari 25 tahun, kualitas teknologi pencitraan B-mode meningkat secara dramatis. Tampilan dengan kode warna juga power doppler banyak terdapat pada hampir semua instrumen, kedua mode ini sangat membantu dalam menentukan lokasi vena dan menegaskan defek intraluminal. 21 Tabel 2.5 Temuan USG Duplex pd penilaian DVT 21

11 Gambar 4. USG Duplex dari vena normal. Vena sepenuhnya dapat dikompresi. 21 Temuan ultrasonografi duplex pada DVT ekstremitas bawah dijabarkan pada 5. Hampir semua laboratorium vaskular menggunakan kriteria pertama, yaitu tidak dapatnya dilakukan pengempisan/kolaps vena dengan penekanan probe usg sebagai metode diagnostik utama. Meta analisis telah menunjukkan bahwa tanda ini sensitifitasnya 95% dan spesifisitasnya 98% untuk DVT proksimal pada ekstremitas bawah. Ketika semua kriteria pada tabel dipakai, maka sensitifitasnya adalah 98% dan spesifisitasnya 94%. 21 Meskipun akurasinya sangat baik, akan tetapi kebanyakan data pada pasien dengan obstruksi vena femoral dan/atau popliteal. Mayoritas pasien dengan DVT simptomatik memiliki trombus pada vena femoral dan popliteal. Pada beberapa kasus, trombus juga dapat melibatkan vena iliaka dan vena calf, dimana pemeriksaan ultrasonografi dupleks pada vena ini tidak begitu akurat. 21

12 Gambar 5. USG Duplex dari DVT akut. Tampak bahwa vena tidak dapat dikompresi. Juga dapat dilihat bahwa vena membesar dan trombus echolucent dan terkompresi sebagian, yang merupakan petanda trombus akut. 21 Sebagai tambahan, ultrasonografi dupleks dapat menyediakan informasi apakah trombus tersebut akut atau kronis. Kriterianya diuraikan pada tabel 6. Temuan trombus yang sebagian terkompresi adalah tanda DVT akut yang dapat dipercaya. Trombus yang mengambang bebas, atau yang tampaknya bergerak pada lumen vena hanya dilihat sesekali. Banyak klinisi yang menggunakan kriteria derajat ekogenisitas dari trombus untuk menentukan usia trombus. Meskipun ekogenisitas trombus meningkat seiring usia, juga bergantung pada setting alat. 21

13 Tabel 2.6 Kriteria USG Duplex untuk menilai trombosis akut atau kronis. 21 Penentuan usia trombus khususnya penting bila klinisi menghadapi pasien dengan riwayat DVT sebelumnya yang tampil dengan gejala nyeri ekstremitas bawah yang baru atau pembengkakan ekstremitas bawah yang baru tanpa adanya pemeriksaan sebelumnya sebagai pembanding. Karena 10-20% DVT akut menjadi kronis, menentukan apakah pasien tersebut memiliki trombus baru atau adanya insufisiensi vena kronis merupakan suatu tantangan tersendiri. Tabel penentuan usia trombus cukup dapat dipercaya, akan tetapi perlu diingat bahwa trombus akut dan kronis dapat terjadi bersamaan. Pada kasus seperti ini harus dicari trombus yang terkompresi parsial (akut) pada ujung proksimal atau distal dari DVT yang lama. 21 Pemeriksaan duplex juga dapat menentukan penyebab nyeri atau pembengkakan ekstremitas bawah ketika DVT tidak ditemukan. Hematoma intramuskular (kadang berkaitan dengan robekan otot), kista Baker's yang ruptur dan tidak ruptur, dan penyakit refluks vena merupakan penyebab yang umum dijumpai dan menyerupai DVT dan juga dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ultrasonografi duplex. 21

14 2.4 TERAPI Terapi tromboemboli vena pada pasien kanker merupakan suatu tantangan tersendiri, dimana terapi harus individual dan disesuaikan dengan tatalaksana yang sedang dilakukan untuk malignansinya. Pasien kanker sering membutuhkan tindakan bedah yang radikal, rentan terhadap infeksi dan mendapat kemoterapi yang mensupresi pembentukan komponen darah seperti trombosit sehingga dapat meningkatkan risiko perdarahan. Oleh karena itu terapi terhadap tromboemboli pada pasien kanker harus diindividualisasi. 20 Terapi standar untuk DVT adalah unfractionated heparin intravena. Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan proses fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral tunggal sebagai terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko tromboemboli disebabkan inaktivasi protein C dan protein S sebelum menghambat faktor pembekuan eksternal. Sasaran yang harus dicapai adalah activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk mengurangi risiko rekurensi DVT, biasanya dapat dicapai dengan dosis heparin U/hari atau >1250 U/jam. Metode yang sering dipakai adalah bolus intravena inisial diikuti dengan infus heparin kontinu. Selain itu metode pemberian subkutan dua kali sehari juga efektif. Pada tahun 1991 Cruikshank dkk mempublikasikan normogram standar untuk dosis heparin. Menurut protokol ini, pasien diberikan bolus inisial 5000 U UFH diikuti dengan 1280 U/jam UFH. Dosis heparin dititrasi menurut nilai aptt selanjutnya. Pada penelitian Cruikshank tersebut nilai aptt sasaran tercapai dalam 24 sampai 48 jam. Untuk sebagian besar pasien dengan DVT, heparin harus diberikan 5 hari dan tidak dihentikan sampai INR (internationalized normalized ratio) pada kisaran terapeutik 2 hari. 22 Low molecular weight heparin (LMWH) juga efektif terhadap DVT, bila dibandingkan dengan UFH, maka LMWH lebih mempunyai keuntungan yaitu pemberian subkutan satu atau dua kali sehari dengan dosis yang sama dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium. Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan

15 risiko perdarahan yang lebih sedikit dan dapat diberikan dengan sistem rawat jalan di rumah tanpa memerlukan pemberian intravena kontinu. 22 Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk tatalaksana jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang menghambat produksi faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek warfarin dimonitor dengan pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan sebagai internationalized normalized ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai segera setelah PTT berada pada level terapeutik, baiknya dalam 24 jam setelah inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah 2.0 sampai 3.0. Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada hari ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai INR. 22 Terapi trombolitik jarang diindikasikan untuk DVT, biasanya diberikan pada pasien dengan DVT iliofemoral yang ekstensif dan risiko rendah terhadap perdarahan. Kontraindikasi absolut untuk terapi trombolitik adalah perdarahan internal aktif, stroke dalam kurun waktu 2 bulan belakangan, abnormalitas intrakranial, hipertensi berat tidak terkontrol dan adanya kelainan diatesis perdarahan. Kontraindikasi relatif terhadap terapi trombolitik adalah tindakan bedah mayor atau persalinan pervaginam dalam kurun waktu 10 hari sebelumnya, riwayat perdarahan gastrointestinal, tekanan darah sistolik >180 mmhg atau diastolik 110 mmhg, kehamilan, usia >75 tahun dan hemorrhagic diabetic retinopathy. 22 Penggunaan filter vena cava inferior pada pasien dengan emboli paru rekuren meskipu sudah diterapi dengan antikoagulan dan pada pasien dimana pemberian antikoagulan merupakan kontraindikasi atau alergi terhadap pemberian antikoagulan. 22 Terapi untuk emboli paru juga menggunakan unfractionated heparin atau LMWH dengan dosis dan cara pemberian yang sama dengan terapi DVT.

16 Trombolitik diindikasikan pada pasien dengan emboli paru masif, adanya syok kardiogenik atau keadaan hemodinamik tidak stabil. Trombolitik yang dipakai adalah streptokinase, urokinase, dan tissue plasminogen activator. Streptokinase diberikan bolus IU diikuti bolus U/jam selama 24 jam. Bila trombolitik gagal, maka dapat dilakukan transvenous catheter embolectomy atau open surgical embolectomy PENCEGAHAN Metode profilaksis tromboemboli vena harus aman, efektif, ekonomis, dan dapat diterima penggunaannya. Strategi pencegahan yang ada sekarang ini adalah ambulasi dini, graduated compression stockings, pneumatic compression devices dan antikoagulan seperti warfarin, UFH subkutan, dan LMWH. 12 Penggunaan regimen profilaksis tertentu harus didasarkan pada pertimbangan klinis dan faktor risiko. Graduated compression stockings dipasang pada ekstremitas bawah dan memiliki profil tekanan yang berbeda sepanjang stocking dengan tujuan mengurangi penumpukan darah vena. Penelitian telah menunjukkan bahwa stocking ini efektif mencegah tromboemboli dengan efek samping minimal. Pneumatic compression devices juga disebut sequential compression devices memanjang sampai ke lutut atau paha dan juga digunakan sebagai profilaksis DVT. Penggunaan pneumatic compression devices mengurangi risiko pembentukan gumpalan darah dengan menstimulasi pelepasan faktor fibrinolisis juga dengan kompresi mekanis dan pencegahan pengumpulan darah vena. Penggunaan pneumatic compression devices akan efektif mencegah DVT bila digunakan intraoperatif dan post operatif sampai 5 hari. Akan tetapi pada beberapa pasien dengan faktor risiko tinggi seperti riwayat DVT sebelumnya, kanker dan usia >60 tahun risiko DVT tetap tinggi meskipun telah menggunakan pneumatic compression devices. 12 Pencegahan DVT secara farmakologis mencakup antagonis vitamin K (warfarin), UFH, dan LMWH. UFH adalah campuran rantai polisakarida dengan berat molekul bervariasi, dari 3000 dalton sampai dalton yang

17 mempengaruhi faktor Xa dan thrombin. LMWH terdiri dari fragmen UFH yang mempunyai respon antikoagulan yang dapat diprediksi dan aktifitas yang lebih terhadap faktor Xa. Pada meta analisis pasien yang mengalami operasi urologi, ortopedi dan bedah umum, disimpulkan bahwa UFH subkutan efektif mencegah DVT pada pasien risiko menengah sampai risiko tinggi, dengan sedikit peningkatan komplikasi perdarahan. Pada pasien ginekologi penggunaan heparin telah dibandingkan dengan kontrol, dimana dijumpai penurunan deteksi DVT pada kelompok yang menggunakan heparin dibandingkan dengan kontrol (3% vs 29%), dengan pemberian 5000 U UFH subkutan 2 jam sebelum operasi dan paska operasi dua kali sehari selama 7 hari. 12 LMWH diperkenalkan sebagai profilaksis dengan beberapa kelebihan seperti pemberian hanya 1 kali sehari dan keuntungan teoretis berkurangnya risiko perdarahan. Beberapa penelitian telah membandingkan penggunaan LMWH dalteparin 2500 U satu kali sehari dengan UFH 5000 U dua kali sehari untuk perioperatif operasi abdominal, dan tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam hal kejadian DVT ataupun episode perdarahan. 12 Terapi antikoagulan dengan UFH dan LMWH mempunyai risiko. Risiko utama adalah perdarahan, osteoporosis (terapi UFH berkepanjangan) dan heparin induced trombocytopenia. Risiko perdarahan dengan UFH tampaknya lebih tinggi dan respon individu yang bervariasi. 12 Terapi inisial menunjukkan bahwa 50% kasus DVT mulai terbentuk pada saat operasi dan 25% terjadi dalam kurun waktu 72 jam setelah operasi. Oleh karena itu, penting untuk memulai profilaksis sebelum dilakukan induksi anestesi pada pasien risiko menengah sampai risiko tinggi. Graduated compression stocking dan pneumatic compression devices dapat dipasang sebelum operasi. Pemberian LMWH atau UFH juga dapat diberikan sebelum operasi pada pasien risiko tinggi. Adanya peningkatan risiko perdarahan selama operasi tidak banyak dibuktikan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan. 12

18 Pemilihan metode profilaksis bergantung pada penilaian risiko tromboemboli, apakah risiko ringan, sedang ataupun risiko tinggi. American College of Chest Physicians Evidence Based Clinical Practice Guidelines membagi beberapa tingkatan risiko menderita tromboemboli yang dapat dilihat pada tabel Tabel 2.7 Tingkat risiko tromboemboli dan tromboprofilaksis yang direkomendasikan 10 Tabel 2.8 Kategori risiko thrombosis vena dalam (DVT-deep vein thrombosis) dan profilaksis yang dianjurkan 12 Risiko Rendah (low risk) Bedah minor (cth : ligasi tuba bilateral), tanpa tambahan faktor risiko lain Profilaksis : tidak diperlukan secara khusus, dapat digunakan stocking elastic dengan kompresi gradual atau ambulasi dini Risiko Sedang (intermediate risk) Bedah minor dengan tambahan faktor risiko lain

19 Bedah mayor pada pasien usia thn (cth : histerektomi total) tanpa tambahan faktor risiko lain Profilaksis : pneumatic compression devices atau LMWH atau UFH. Risiko Tinggi (high risk) Bedah mayor (cth : debulking kanker ovarium) dengan tambahan faktor risiko lain Profilaksis : LMWH, UFH subkutan 3x/hari dan pneumatic compression devices. Risiko Sangat Tinggi (very high risk) Bedah mayor (cth : exenterasi pelvis total) dengan faktor risiko multiple Riwayat tromboemboli Riwayat thrombophilia Dengan kanker Profilaksis : LMWH 1x/hari, UFH subkutan 3x/hari, pertimbangkan kombinasi dengan LMWH dan pneumatic compression devices atau stoking elastic dengan kompresi gradual dan LMWH.

20 Gambar 6. Algoritma profilaksis tromboemboli pada pasien kanker 23

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem hemostasis dalam upaya menjaga homeostasis tubuh terhadap terjadinya perdarahan atau trombosis. 1 Trombosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heparin Heparin adalah salah satu jenis obat golongan antikoagulan yang mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan kondisi mengancam nyawa yang membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat di ICU memiliki

Lebih terperinci

Mekanisme Pembekuan Darah

Mekanisme Pembekuan Darah Mekanisme Pembekuan Darah Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat mungkin terjadi atau dapat dikatakan mengancam jiwa pasien. Pasien sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat mungkin terjadi atau dapat dikatakan mengancam jiwa pasien. Pasien sakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sakit Kritis Sakit kritis adalah suatu kondisi atau suatu penyakit dimana kematian sangat mungkin terjadi atau dapat dikatakan mengancam jiwa pasien. Pasien sakit kritis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam keselamatan jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA DAN SUBKUTAN TERHADAP KADAR PPT DAN PTTK PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS

PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA DAN SUBKUTAN TERHADAP KADAR PPT DAN PTTK PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA DAN SUBKUTAN TERHADAP KADAR PPT DAN PTTK PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS LAPORAN AKHIR PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti

Lebih terperinci

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanisme Hemostasis Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vaskular. Penyakit ginjal kronik (PGK) menjadi masalah global didunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. vaskular. Penyakit ginjal kronik (PGK) menjadi masalah global didunia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi merupakan bagian dari proses hemostasis tubuh dalam hal mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi darah setelah terjadinya kerusakan vaskular. Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sangat mungkin (possible) atau mengancam jiwa (impending).pasien sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sangat mungkin (possible) atau mengancam jiwa (impending).pasien sakit 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasien Sakit Kritis 2.1.1 Definisi Sakit kritis merupakan suatu kondisi atau suatu penyakit dimana kematian adalah sangat mungkin (possible) atau mengancam jiwa (impending).pasien

Lebih terperinci

Yayan Akhyar Israr, S.Ked

Yayan Akhyar Israr, S.Ked Author : Yayan Akhyar Israr, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Trombosis adalah terbentuknya masa dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. 15 Trombus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. 15 Trombus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trombosis Vena Dalam (TVD) 2.1.1. Definisi Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH

PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH (CLOTTING TIME) Oleh : KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2015 PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN ( CLOTTING TIME ) A. Faal Hemostasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

Dr. Indra G. Munthe, SpOG

Dr. Indra G. Munthe, SpOG Dr. Indra G. Munthe, SpOG PENDAHULUAN Suatu kumpulan gejala berupa trombosis vena atau arteri disertai peninggian kadar antibodi anti post polipid (APA). SAF mengakibatkan kegagalan kehamilan yg berubungan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN DAN INTRAVENA TERHADAP KADAR FIBRINOGEN PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN DAN INTRAVENA TERHADAP KADAR FIBRINOGEN PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN DAN INTRAVENA TERHADAP KADAR FIBRINOGEN PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir

Lebih terperinci

MAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test)

MAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test) MAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test) I. Tujuan trombosit. Untuk mengetahui ketahanan /kerapuhan dinding pembuluh darah serta jumlah dan fungsi II. Prinsip Vena dibendung sehingga

Lebih terperinci

Pengertian trombosit dan Vena

Pengertian trombosit dan Vena 1 Pengertian trombosit dan Vena Lailatul Munawaroh TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas browsing artikel dari internet OLEH LAILATUL MUNAWAROH NIM: G0C015012 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

A. ETIOLOGI B. PATOFISIOLOGI

A. ETIOLOGI B. PATOFISIOLOGI A. ETIOLOGI Emboli Paru (Pulmonary Embolism)adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Trias klinik klsasik yang merupakan predisposisi tromboemboli

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BISMILLAHI WABIHAMDIHI ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAH WABAROKATUHU

BISMILLAHI WABIHAMDIHI ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAH WABAROKATUHU BISMILLAHI WABIHAMDIHI ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAH WABAROKATUHU ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA KASUS TROMBOEMBOLI D I S U S U N O L E H R I A N I N O V I A R D I A N A I S L A N H A R D I Y A N T

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan karena kekurangan hormon insulin. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan indeks sederhana yang berguna untuk menentukan status berat badan seseorang, apabila status berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembentukan bekuan darah adalah proses fisiologis yang lambat tapi normal terjadi sebagai akibat dari aktivasi jalur pembekuan darah. Respon alamiah yang timbul untuk

Lebih terperinci

TROMBOFILIA. Dr Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, SpPK-K. Bag Patologi Klinik FKUP/RSHS Bandung

TROMBOFILIA. Dr Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, SpPK-K. Bag Patologi Klinik FKUP/RSHS Bandung TROMBOFILIA Dr Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, SpPK-K Bag Patologi Klinik FKUP/RSHS Bandung PENDAHULUAN Trombofilia atau keadaan pretrombotik adalah suatu keadaan yang mempunyai dampak luas di masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KANKER OVARIUM 2.1.1. EPIDEMIOLOGI Kanker ovarium adalah penyebab utama kematian akibat kanker di Amerika Serikat, terutama karsinoma jenis epitel. Meskipun mayoritas kanker

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DVT. tidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil

PENATALAKSANAAN DVT. tidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil PENATALAKSANAAN DVT Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman bermakna terapi yang diberikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya pemberian antikoagulan harus diupayakan tidak sampai

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP NILAI D-DIMER PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK. Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK

GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK. Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK 1 GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK 120100031 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 2 GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

I. PATOFISIOLOGI A. Patofisiologi Trombosis Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam pembuluh darah.

I. PATOFISIOLOGI A. Patofisiologi Trombosis Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam pembuluh darah. I. PATOFISIOLOGI A. Patofisiologi Trombosis Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam pembuluh darah. Bekuan darah pada keadaan normal terbentuk untuk mencegah perdarahan. Trombus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN DAN INTRAVENA TERHADAP KADAR D-DIMER PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN DAN INTRAVENA TERHADAP KADAR D-DIMER PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN DAN INTRAVENA TERHADAP KADAR D-DIMER PADA PENCEGAHAN DEEP VEIN THROMBOSIS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir Karya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Cedera Kepala Akibat Trauma Cedera kepala umumnya diklasifikasikan atas satu dari tiga sistem utama, yaitu: keparahan klinis, tipe patoanatomi dan mekanisme fisik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keterkendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat kompleks,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keterkendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat kompleks, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterkendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat kompleks, seringkali sudah disertai dengan komplikasi mikro maupun makrovaskular.

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN INTRAVENA SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

Trombositopenia akibat Heparin

Trombositopenia akibat Heparin Akreditasi PP IAI 2 SKP Trombositopenia akibat Heparin Roveny Dokter Umum RSUK Kembangan, Jakarta, Indonesia; Kolumnis Harian Medan Bisnis ABSTRAK Trombositopenia akibat heparin merupakan komplikasi serius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai antikoagulan oral untuk terapi tromboembolisme vena dan untuk mencegah emboli sistemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di intensive care unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% pada 28 hari pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyakit multifaktoral dengan berbagai penyebab disertai manifestasi mayor, dan penyebab kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Hemostasis Hemostasis berasal dari kata haima yang berarti darah dan stasis yang berarti berhenti, merupakan proses kompleks yang berlangsung secara terus menerus dalam

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok BAB III PEMBAHASAN Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok karena trauma tidak dikatakan sebagai syok hipovolemik, selain itu juga dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo

ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo RSUP DR KARIADI-FK UNDIP Klasifikasi ANTIKOAGULAN Cara Pemberian Parenteral Oral Target Thrombin Thrombin, FXa FXa Thrombin FXa Others

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan

Lebih terperinci

PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH (HEMOSTASIS) Era Dorihi Kale, M.Kep

PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH (HEMOSTASIS) Era Dorihi Kale, M.Kep PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH (HEMOSTASIS) Era Dorihi Kale, M.Kep Pengertian Hemostasis merupakan peristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah atau pencegahan kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kongenital faktor koagulasi di dalam darah. Penyakit ini diturunkan secara X-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kongenital faktor koagulasi di dalam darah. Penyakit ini diturunkan secara X- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hemofilia adalah gangguan koagulasi yang disebabkan defisiensi kongenital faktor koagulasi di dalam darah. Penyakit ini diturunkan secara X- linked recessive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2000 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2000 jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang menjadi ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara global di bidang pembangunan semakin meningkat. Di Indonesia, terutama

BAB I PENDAHULUAN. secara global di bidang pembangunan semakin meningkat. Di Indonesia, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan dunia industri, perdagangan dan perubahan secara global di bidang pembangunan semakin meningkat. Di Indonesia, terutama Bali yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit kardiovaskular merupakan gangguan pada jantung dan pembuluh darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark miokardium, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kemampuan kognitif pada beberapa manusia menurun sesuai pertambahan umur. Hal ini menjadi perdebatan karena pada level individu, dapat menurunkan kualitas hidup dan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI HEMOSTASIS D SAEFUL HIDAYAT DEPARTEMEN FARMAKOLOGI & TERAPEUTIKA USU HEMOSTASIS SISTEM PENGHENTIAN PERDARAHAN, TERGANGGU KEMATIAN 1. PRIMER : PENGHENTIAN PERDARAHAN 2. SEKUNDER: PEMBEKUAN DARAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya trias kematian (hipotermia, asidosis dan koagulopati) yang kini

BAB I PENDAHULUAN. khususnya trias kematian (hipotermia, asidosis dan koagulopati) yang kini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma merupakan permasalahan utama yang dihadapi pada kehidupan moderen saat ini. Secara global, 10% dari seluruh jumlah kematian disebabkan oleh trauma. Perkembangan

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN 1.1 Definisi Definisi hipertensi pada kehamilan berdasarkan nilai tekanan darah absolut (sistolik 140 atau diastolik 90 mmhg) dan dibedakan antara kenaikan tekanan darah ringan

Lebih terperinci

AACE Mengeluarkan Panduan untuk Terapi Hormon Menopause

AACE Mengeluarkan Panduan untuk Terapi Hormon Menopause AACE Mengeluarkan Panduan untuk Terapi Hormon Menopause Menopause didiagnosis pada wanita yang tidak lagi mendapatkan menstruasi dalam 1 tahun. Setelah menopause, lebih dari 85% wanita mengalami gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah bagian dari tubuh yang berbentuk cair dengan jumlah %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah bagian dari tubuh yang berbentuk cair dengan jumlah % BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Darah Darah adalah bagian dari tubuh yang berbentuk cair dengan jumlah 60 80 % dari berat badan, viskositas darah 4,5 kali lebih besar daripada air. Darah terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan volume aliran darah ke jantung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kanker payudara merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., 2009). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Pengertian darah Darah merupakan jaringan cair yang merupakan bagian terpenting dari sistem transportasi zat dalam tubuh. Darah berfungsi mengangkut semua nutrisi,

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Definisi Emboli Cairan Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN. dr.pom Harry Satria,SpOG

EMBOLI CAIRAN KETUBAN. dr.pom Harry Satria,SpOG EMBOLI CAIRAN KETUBAN dr.pom Harry Satria,SpOG PENDAHULUAN Definisi emboli cairan ketuban: Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung secara cepat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 11 Waktu : 50 menit Pokok bahasan : 1. Hemostasis (Lanjutan) Subpokok bahsan : a. Evaluasi hemostasis di laboratorium. b. Interpretasi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien dewasa dengan penyakit jantung bawaan menunjukkan insidensi yang meningkat. Secara umum sekitar 5 10% dari pasien tersebut berkembang menjadi Hipertensi Arteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu observasional, analitik, studi kasus kontrol untuk melihat perbandingan akurasi skor wells dengan skor padua dalam memprediksi

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) >139 mmhg dan/ atau, Tekanan Darah Diastolik (TDD) >89mmHg, setelah dilakukan pengukuran rerata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kanker payudara merupakan masalah kesehatan pada wanita di seluruh dunia. Di Amerika, kanker payudara merupakan kanker dengan frekuensi paling banyak pada wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemostasis Menurut Bakta (2006) faal hemostasis ialah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Hipertensi dalam kehamilan Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmhg sistolik atau 90 mmhg diastolik pada dua kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada wanita, kehamilan dan masa nifas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya tromboemboli (TE). TE pada kehamilan dan masa nifas ini sebenarnya merupakan kejadian

Lebih terperinci