BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada wanita, kehamilan dan masa nifas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya tromboemboli (TE). TE pada kehamilan dan masa nifas ini sebenarnya merupakan kejadian yang jarang ditemui tetapi apabila terjadi dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan sampai pada kematian ibu dan atau janin. Beberapa penelitian di negara barat seperti yang dikutip oleh Lindqvist, dkk. (1999) menyebutkan bahwa TE yang berhubungan dengan kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal. TE dalam kehamilan dan masa nifas mencakup trombosis vena superfisial (TVS), trombosis vena dalam (TVD) dan emboli paru (EP). Ramsay (1983) seperti yang dikutip pula oleh Lindqvist, dkk. (1999) menyebutkan bahwa jika diagnosis hanya berdasarkan manifestasi klinik saja ternyata 2 dari 3 kasus TE dalam kehamilan sebenarnya tidak memerlukan terapi antikoagulan sehingga selalu diperlukan pemeriksaan obyektif sebagai sarana diagnostik. Pemeriksaan obyektif tersebut umumnya berupa pemeriksaan radiologis maka perlu pertimbangan untung rugi secara medis karena berpotensi berdampak buruk bagi janin. Demikian halnya juga jika diperlukan terapi antikoagulan, disamping pilihan yang tersedia sangat terbatas juga harus mempertimbangkan kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Sebagai contoh coumarin dapat menyebabkan embriopati pada janin, heparin dan low-molecular weight heparin (LMWH) walaupun dinyatakan aman bagi janin tetapi dapat menyebabkan osteoporosis dan trombositopeni pada ibu. Selain itu karena diberikan secara parentral dan dalam jangka panjang maka sangat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana menegakkan diagnosis TE dalam kehamilan, penatalaksanaannya dan

2 yang terpenting adalah pencegahan bagi wanita yang berisiko tinggi TE disamping risiko akibat kehamilan dan masa nifasnya. I.3. Tujuan Penulisan I.3.1. Memahami cara menegakan diagnosis dan tatalaksana TE pada kehamilan. I.3.2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran. I.3.3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. I.4. Metode Penulisan Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi Trombosis adalah pembentukan massa bekuan darah dalam sistem kardiovaskuler yang tidak terkendali ( Robin & Kumar, 1995 ). Emboli adalah oklusi beberapa bagian sistem kardiovaskuler oleh suatu masa (Embolus) yang tersangkut dalam perjalananya ke suatu tempat melalui arus darah (Robin dan Kumar, 1995). Tromboembolisme adalah gangguan trombosis dan embolisme (Robin & Kumar,1995). II.2. Insidensi Barbour (1999) menyatakan bahwa kehamilan dan masa nifas meningkatkan risiko 5 kali lipat untuk terjadinya TE dibanding pada wanita tidak hamil dalam golongan umur yang sama. Dahulu TE dikenal sebagai kejadian unik yang hanya terjadi pada masa nifas tetapi sekarang ini justru kejadian TE pada masa nifas cenderung berkurang. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh 2 hal yaitu pertama diterapkannya secara luas konsep mobilisasi dini pada masa nifas dan yang kedua kemungkinan karena peningkatan kejadian TE pada masa antepartum. American College of Obstetricians and Gynecologists (2000) bahkan menyatakan bahwa dengan menggunakan kriteria diagnosis yang obyektif, kejadian Trombosis Vena Dalam (TVD) antepartum sama besar dengan pada masa nifas dan frekuensi kejadian antepartum tiap trimester pun tidak jauh berbeda. Khusus untuk Emboli paru (EP) angka kejadiannya tetap lebih tinggi pada masa nifas. Variasi atau perbedaan angka kejadian TE dalam kehamilan dan masa nifas oleh berbagai penelitian umumnya disebabkan karena perbedaan cara melakukan diagnosis. Secara keseluruhan kejadian TE dalam kehamilan dan masa nifas kurang lebih sebesar 0.5%. Risiko Trombosis Vena Superficial (TVS) dan TVD meningkat berturut-turut menjadi 1.0% dan 0.14% pada masa nifas. 56% dari TVD pada masa nifas ini terjadi pada 3 hari pertama postpartum. TVS lebih sering diderita oleh wanita dengan varises vena dan kejadiannya tidak dipengaruhi

4 oleh intervensi obstetrik yang traumatik. Sebaliknya TVD sangat dipengaruhi oleh intervensi obstetrik, sebagai contoh kejadiannya meningkat menjadi % setelah tindakan bedah caesar % penderita dengan TVD yang tidak tertangani dengan baik akan mengalami embolisasi trombus pada pembuluh darah paru (EP) dan 12 25% dari jumlah tersebut akan berakibat fatal. Pemberian antikoagulan yang adekuat dapat menurunkan kejadian EP menjadi 4.5% dengan angka kematian 0.7%. II.3. Faktor Risiko Faktor risiko umum terjadinya tromboemboli : Tromboemboli herediter (mutasi factor ) Riwayat tromboemboli sebelumnya Penggunaan katup jantung artificial Fibrilasi atrial Sindroma antifosfolipid Faktor risiko khusus yang meningkatkan kecenderungan tromboemboli adalah : Bedah kebidanan,( SC) Persalinan pervaginam dengan tindakan Usia lanjut ibu hamil dan melahirkan Dupresi laktasi dengan menggunakan preparat estrogen Sickle cell disease Riwayat tromboflebitis sebelumnya Penyakit jantung Immobilisasi yang lama Obesitas Infeksi maternal dan insufisiensi vena kronik Multipara Varises Infeksi nifas Faktor risiko penting terjadinya tromboemboli : Merokok

5 Preeklamsia Persalinan lama Anemia Perdarahan II.4. Patogenesis Sejak tahun 1848, Virchow telah menyebutkan bahwa terjadinya trombosis selalu melibatkan 3 faktor yang saling berhubungan yaitu : (1). Perubahan koagulasi, (2). Perubahan aliran darah (stasis vena) dan (3). Perubahan dinding pembuluh darah (trauma endotel vaskuler). Ketiga faktor ini dikenal dengan Virchow s triad dan merupakan dasar dalam patogenesis trombosis dalam kehamilan. 1. Perubahan koagulasi selama kehamilan. Pada kehamilan terjadi hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan karena perubahan kadar faktor-faktor pembekuan. Faktor I, II, VII, VIII, IX dan X kadarnya meningkat setelah trimester pertama yang diikuti peningkatan kadar faktor V, VII dan X pada saat persalinan. Faktor VIII kadarnya juga akan meningkat 2 kali lipat saat persalinan dan tetap tinggi pada masa nifas, sedangkan kadar faktor XI dan XIII justru menurun. Kadar fibrinopeptida A dan monomermonomer fibrin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya terjadi aktivasi sistem pembekuan selama kehamilan. Plasenta dan cairan amnion merupakan sumber dari tromboplastin jaringan (faktor III). Pengeluaran semua material ini dalam persalinan, akan merangsang jalur ekstrinsik pembekuan darah. 2. Statis vena Selama kehamilan sangat mungkin terjadi statis aliran darah vena. Hal ini disebabkan oleh karena : terjadi penurunan secara bertahap aliran darah vena dari kaki ke paha ; obstruksi yang bermakna dari vena cava akibat penekanan oleh uterus yang membesar terutama mulai pertengahan kehamilan ; turunnya tonus vena pada anggota gerak bawah yang dimulai sejak awal kehamilan ; dilatasi vena panggul dan kemungkinan terjadinya disfungsi daun katup vena. Kesemuanya mempunyai potensi untuk meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan trombosit (platelet clumping) dan pembentukan fibrin. Jika trombus telah

6 terbentuk maka akan terjadi statis aliran darah yang progresif dengan akibat trombus yang makin luas. Keadaan ini dapat diperberat dengan tirah baring yang lama (prolonged bed rest) dan proses persalinan dengan tindakan. 3. Trauma endotelium vaskuler Endotelium vaskuler merupakan barier fisiologis terhadap trombosis diantaranya dengan menghasilkan prostasiklin yang berfungsi mencegah terjadinya agregasi dan aktivasi trombosit. Pada kehamilan, dapat terjadi perubahan serat elastik tunika media dan kerusakan tunika intima akibat tingginya kadar estrogen. Demikian juga tindakan pembedahan dapat menyebabkan trauma atau kerusakan secara langsung pada sel endotel sehingga merangsang produksi fibrin dan agregasi trombosit. Akibat pembedahan, lebih lanjut dapat terjadi inokulasi bakteri sehingga trauma endotel menjadi lebih berat dengan segala konsekwensinya. Disamping perubahan-perubahan mendasar seperti tersebut di atas, diketahui terdapat beberapa faktor risiko umum terjadinya TE, yaitu : Trombofilia herediter (mutasi faktor V Leiden, defisiensi AT-III, defisiensi protein C, defisiensi ptotein S, hiperhomosistein dan mutasi gen protrombin), riwayat TE sebelumnya, penggunaan katup jantung artifisial, fibrilasi atrial dan sindroma antifosfolipid. Secara khusus faktor risiko dalam kehamilan dan masa nifas yang meningkatkan kecenderungan terjadinya TE adalah : bedah caesar, persalinan pervaginam dengan tindakan, usia ibu yang tinggi saat hamil dan bersalin, supresi laktasi dengan menggunakan preparat estrogen, sickle cell disease, riwayat tromboflebitis sebelumnya, penyakit jantung, immobilisasi yang lama, obesitas, infeksi maternal dan insufisiensi vena kronik. Biswas & Perloff (1994) menambahkan beberapa faktor risiko penting terjadinya TE dalam kehamilan dan masa nifas ini yaitu : merokok, preeklampsia, persalinan lama (prolonged labor), anemia dan perdarahan. Trombosis vena umumnya terjadi pertama kali pada vena-vena kecil daerah betis (calf) dan meluas ke proksimal sampai vena femoralis atau iliaka, jarang sampai pada vena cava inferior. Daerah yang juga sering mengalami trombosis pada masa nifas adalah vena-vena pelvis karena kurangnya aliran darah akibat hipertrofi vena uterus. Trombosis dapat meluas ke vena iliaka dan dapat diikuti dengan terjadinya EP yang fatal. Jika terjadinya bekuan darah dalam vena

7 tanpa didahului oleh inflamasi sebelumnya keadaan ini disebut sebagai flebotrombosis. Bekuan darah umumnya tidak melekat erat dan hanya menyebabkan oklusi yang parsial, sedangkan jika trombosis terjadi akibat adanya peradangan dinding vena sebelumnya disebut dengan tromboflebitis. TVS merupakan jenis TE vena yang paling sering dalam kehamilan dan masa nifas terutama pada varises vena daerah betis sedangkan TVD (yang dapat merupakan akibat lanjut dari TVS) lebih sering terjadi pada trimester ketiga atau beberapa hari setelah persalinan. II.5. Gejala dan manifestasi klinis Tromboemboli pada masa nifas pada umumnya sering ditandai dengan : 1. Manifestasi klinik klasik yang disebut dengan phlegmasia alba dolens atau milk yaitu berupa edema tungkai dan paha 2. Disertai rasa nyeri yang hebat 3. Sianosis local 4. Demam yang terjadi karena terlibatnya vena dalam dari kaki sampai region illeofemoral. Derajat nyeri tidak berhubungan dengan risiko terjadinya emboli karena banyak penderita emboli paru yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda tanda trombosis vena. TVS ( thrombosis vena superficial) 1. Pelviotrmboplebitis : 1) Nyeri pada perut bagian bawah dan atau bagian samping, timbul hari keduatiga masa nifas dengan atau tanpa panas. 2) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran : Menggigil berulangkali, menit dengan interval hanya beberapa jam dan kadang-kadang 3 hari. Penderita hamper tidak panas. Suhu badan naik turun secara tajam ( 36 menjadi 40) yang diikuti dengan penurunan suhu dalam 1 jam. Penyakit dapat berlangsung 1 3 bulan Cenderung berbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama paru paru 3). Gambaran darah :

8 terdapat leukositosis untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob. Pada periksa dalam hamper tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah vena ovarika, yang sukar dicapai pada pemeriksaan dalam 2. Tromboplebitis femoralis 1) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 sampai 10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira kira pada hari ke 10 20, yang disetai dengan menggigil dan nyeri sekali. 2) Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda tanda sebagai berikut : Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dank eras pada paha bagian atas Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha Reflektori akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak,tegang, putih, nyeri dan dingin dan pulsasi menurun. Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah keatas Nyeri pada betis, yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles. TVD (thrombosis Vena dalam) Kira kira 50% tidak menimbulkan gejala. Dapat diduga jika terdapat nyeri yang menjalar atau nyeri tekan pada vena yang terkena. Sering terjadi pada kaki kiri. Jika bekuan tidak merusak pembuluh darah maka klien tidak merasakan nyeri. Biasanya terjadi pada 2 minggu setelah persalinan. Gejala gejala terdiri atas : 1. Nyeri di kaki bila berjalan

9 2. Kadang kadang dapat dilihat bahwa kaki membengkak sedikit 3. Kemungkinan suhu badan agak naik Emboli paru menimbulkan gejala gejala : 1. Dispnea 2. Pleuritis 3. Tachypnea 4. Stridor 5. Nyeri dada 6. Batuk 7. Sinkop 8. hemoptisis II.6. Diagnosis Pemeriksaan obyektif yang dapat dilakukan meliputi : 1. Pemeriksaan invansif (venografi) 2. Pemeriksaan non invansif ( compression ultrasound = CUS, impedance phletysmography = IPG dan magnetic resonance venography = MRV). Venografi merupakan gold standar untuk diagnosis TVD. CUS salah satu cara cara pemeriksaan untuk TVD proksimal. 3. Jika hasil pemeriksaan non invasive negative sedangkan secara klinis tetap diduga terjadi TVD. 4. Ultrasonografi dan ultrasonografi dopler secara akut dapat mengidentifikasi thrombosis vena proksimal. 5. Computed tomografi atau CT dipertimbangkan sebagai pemeriksaan yang paling akurat dalam mengidentifikasi TVD panggul dan abdomen. 6. Angiografi paru merupakan gold standar untuk diagnosis EP II.7. Diagnosis banding 1. Pielonefritis 2. Appendixcitis 3. Hematoma ligament yang luas 4. Torsi adneksa

10 5. Abses pelvis 6. Nefrolitiasis 7. Demam obat 8. Sindrom viral II.8. Komplikasi 1. TVS Pelviotromboplebitis Komplikasi pada paru-paru : infark, abses, pneumonia Komplikasi pada ginjal sinistra : nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria Komplikasi pada persendian, mata dan jaringan subcutan tromboflebitisseptik 2. TVD Kadang-kadang thrombosis menutup vena femoralis dengan akibat timbulnya edema yang padat pada kaki dan nyeri yang sangat hebat. Sesudah keadaan menjadi tenang, bias tertinggal sindroma pasca flebitis, terdiri atas edema, varices, eksema dan ulkus pada kaki. Emboli paru 3. Emboli paru Emboli paru besar dapat menutup arteria pulmonalis serta menimbulkan syok dan kematian. Emboli paru menimbulkan gawat darurat kardiovaskuler dan sindrom pernafasan berat yaitu adanya dyspnea, nyeri dada dan sianosis. II.9. Penatalaksanaan 1. TROMBOSIS VENA SUPERFISIAL TVS bukanlah suatu keadaan yang mengancam kehidupan (life threatening) dan tidak akan berlanjut menjadi EP tetapi apabila tidak segera mendapat penanganan yang tepat TVS dapat meluas ke vena dalam.

11 Terapi TVS meliputi penatalaksanaan untuk nyeri (analgesik), thermal blanket dan elevasi anggota gerak bawah untuk memperbaiki sirkulasi. Tidak diperlukan antikoagulan hanya kadang perlu diberikan anti inflamasi (walaupun hal ini juga masih kontroversial). Phenylbutazone kontraindikasi untuk diberikan karena pada percobaan binatang terbukti embriotoksik. Analgesik anti inflamasi non steroid seperti indomethacin dan naproxen jika dipertimbangkan sangat perlu diberikan misalnya pada TVS yang berat, sebaiknya setelah trimester kedua karena diduga keduanya dapat menyebabkan konstriksi prematur duktus arteriosus yang akan terus bertambah sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Setelah tirah baring selama 5 7 hari, penderita mulai dapat mobilisasi secara bertahap. Dianjurkan untuk menggunakan elastic stocking dan tidak berdiri dalam waktu yang lama guna mencegah terjadinya infeksi berulang yang sering terjadi pada masa kehamilan dan segera setelah persalinan. 2. TROMBOSIS VENA DALAM DAN EMBOLI PARU Pada TVD, tujuan terapi yang utama adalah untuk mencegah perluasan trombus, EP dan postphlebitic syndrome. Khususnya pada kehamilan dan masa nifas dalam memberikan terapi perlu dipertimbangkan tentang keamanan obat bagi ibu dan janin, efektifitas dan terapi untuk keadaan akut atau tidak serta waktu kapan diberikan (apakah dalam masa kehamilan, persalinan atau masa nifas). Obat yang dapat digunakan dalam terapi TVD dalam kehamilan dan masa nifas adalah : 1. Heparin Heparin merupakan obat terpilih (drug of choice) untuk terapi awal trombosis vena akut dalam kehamilan. Obat ini merupakan anionic mucopolysaccharide dengan berat molekul Dikarenakan ukuran molekulnya, heparin tidak masuk ke dalam plasenta dan sirkulasi janin atau air susu ibu. Tempat metabolisme utama adalah di hepar dan sistem retikuloendotel serta diekskresikan lewat urin. Fungsinya sebagai antitrombosis akan efektif bila berikatan dengan cofaktor antitrombin III. Waktu paruh heparin rata-rata 90 menit (dengan rentang 30 menit 2.5 jam) setelah diberikan secara intravena. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi dengan heparin pada kehamilan adalah efek sampingnya

12 bagi ibu yaitu berupa perdarahan, osteoporosis dan trombositopeni selain nyeri di tempat injeksi. 2. Low-Molecular-Weight Heparin (LMWH) LMWH mempunyai berat molekul antara (rata-rata 4500). Waktu paruhnya lebih lama dibanding heparin (kurang lebih 4 jam) juga bioavailabilitasnya lebih tinggi dibanding heparin jika diberikan secara subkutan. Secara primer kerja dari LMWH adalah menghambat faktor Xa tetapi efek antikoagulannya yang dominan adalah lewat hambatan pada trombin. Seperti halnya heparin, LMWH juga tidak masuk ke dalam plasenta dan sirkulasi janin, tempat metabolisme yang utama adalah di ginjal. Preparat LMWH hanya sedikit berpengaruh terhadap APTT dan thrombine time sehingga umumnya tidak diperlukan monitoring terapi dengan pemeriksaan APTT atau aktifitas faktor Xa. Selain itu penggunaan LMWH akan mengurangi risiko efek samping pemberian heparin seperti perdarahan, osteoporosis dan trombositopeni. 3. Antikoagulan oral Antikoagulan oral merupakan senyawa organik dengan berat molekul rendah yang secara cepat diabsorbsi dari traktus gastrointestinal. Obat-obat antikoagulan oral ini akan masuk ke dalam plasenta sehingga penggunaannya dalam kehamilan perlu dipertimbangkan. Umumnya golongan antikoagulan oral dikontraindikasikan secara absolut bila diberikan pada trimester pertama dan kontraindikasi relatif pada trimester kedua dan ketiga dikarenakan obat-obat ini dapat menyebabkan skeletal embryopathy berupa epifises yang cepat menutup, hipoplasia nasal dan ekstremitas superior pada janin jika diberikan pada usia kehamilan 6-12 minggu. Penggunaan pada pertengahan kehamilan dapat menyebabkan atropi optik, mikrosefali dan pertumbuhan terhambat. Risiko perdarahan pada janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan sehingga menyebabkan angka kegagalan kehamilan yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut antikoagulan oral hanya diberikan pada keadaan tertentu (dengan tanpa mempertimbangkan risiko pada janin) yaitu : 1. jika penderita menggunakan katup jantung artifisal, 2. kelainan katup mitral dengan tanda-tanda embolisasi dan 3. jika terdapat kontraindikasi pemberian heparin. Antikoagulan oral bekerja dengan cara menghambat efek vitamin K dalam sintesis faktor II, VII, IX dan X di

13 hepar. Dikenal 2 jenis golongan obat antagonis vitamin K ini yaitu : coumarin dan derivat indanedione. Jenis yang paling banyak digunakan adalah sodium warfarin, dicumarol, ethyl biscoumacetate dan phenindione. Efek antikoagulan oral ini terhadap pembekuan darah dipantau dengan pemeriksaan prothrombin time (PT) dan nilai yang diharapkan adalah sama dengan pada wanita tidak hamil yaitu kali kontrol. Tromboprofilaksis dalam kehamilan Tromboprofilaksis dalam kehamilan adalah pemberian antikoagulan karena risiko tinggi kemungkinan terjadinya TE. American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG) (2000) membuat klasifikasi pemberian rejimen antikoagulan profilaksis pada kehamilan dan masa nifas sebagai berikut: Low-dose prophylaxis, yaitu pemberian antikoagulan dengan dosis tertentu 1 2 kali sehari tanpa monitoring rutin perpanjangan activated partial thromboplastin time (APTT). Adjusted-dose prophylaxis, yaitu pemberian antikoagulan untuk profilaksis sampai mencapai efek terapeutik, diberikan 2 3 kali sehari dengan monitoring laboratorium untuk memastikan perpanjangan APTT 1.5 sampai 2.5 kali dari kontrol. Heparin Low-dose prophylaxis : U every 12 hours during the first trimester U every 12 hours during the second trimester U every 12 hours duirng the third trimester unless APTT is elevated. The APTT may be cheked near term and the heparin dose reduced if prolonged. OR U every 12 hours throughout pregnancy Adjusted-dose prophylaxis : ³ U twice a day to three times a day to achieve APTT of Low-Molecular-Weight Heparin (LMWH) Low-dose prophylaxis : Dalteparin, U once or twice daily, OR Enoxaparin, 40 mg once or twice daily.

14 Adjusted-dose prophylaxis : Dalteparin, U every 12 hours, OR Enoxaparin, mg every 12 hours Umumnya cukup diberikan dosis yang rendah (low-dose prophylaxis) tetapi pada beberapa keadaan tertentu seperti tersebut di bawah ini diperlukan adjusted-dose prophylaxis heparin : - Penggunaan katup jantung artifisial (beberapa merekomendasikan terapi dengan warfarin setelah trimester pertama) - Defisiensi antitrombin-iii (AT-III) - Sindroma antifosfolipid (beberapa mengajurkan low-dose prophylaxis bila tidak ada riwayat TE sebelumnya) - Riwayat penyakit jantung rematik dengan fibrilasi atrial - Homozigot mutasi faktor V Leiden - Homozigot mutasi protrombin G20210A - Mendapat terapi antikoagulan jangka lama karena TE yang rekuren. Penderita yang diketahui sebagai karier trombofilia herediter lain tetapi tidak empunyai riwayat trombosis sebelumnya dan penderita non-karier tetapi mengalami TE sebelum kehamilan, merupakan kandidat untuk mendapat lowdose prophylaxis. Wanita dengan riwayat trombosis idiopatik, trombosis yang luas atau mengancam jiwa, trombosis rekuren, trombosis yang berhubungan dengan tingginya kadar estrogen atau mempunyai dasar / kecenderungan trombofilia atau postthrombotic syndrome akan berisiko tinggi terjadi rekurensi saat hamil sehingga perlu mendapat tromboprofilaksis yang dimulai dari trimester pertama sampai 6 minggu setelah persalinan. Belum jelas manfaatnya apakah pada wanita yang pernah mengalami TE akibat faktor trombogenik yang tidak menetap (seperti misalnya komplikasi akibat pembedahan) dan tidak ada faktor risiko lain perlu diberikan profilaksis antepartum. Dikarenakan kecenderungan terjadinya TE lebih tinggi dibanding populasi maka pada kelompok ini dianjurkan untuk diberikan profilaksis postpartum dengan warfarin.

15 Terapi TVD akut dan EP dalam kehamilan Pada keadaan TVD akut dalam kehamilan perlu segera diberikan heparin bolus intravena dengan dosis U (80 U / Kg) sebagai loading dose yang diikuti drip intravena sekurang-kurangnya U dalam waktu 24 jam (15 25 U / Kg / jam). Witilin & Mercer (1998) mengutip hasil penelitian Raschke, dkk (1993) menyebutkan bahwa perhitungan dosis terapi heparin berdasarkan berat badan mempunyai hasil yang lebih baik dibanding dengan rejimen standar (5000 U bolus kemudian drip 1000 U / jam). Penderita yang mendapat dosis heparin berdasarkan berat badan, 97% mencapai batasan terapi yang diharapkan dalam waktu 24 jam dibanding hanya 77% pada penderita yang mendapat dosis heparin standar. Terapi intravena heparin ini diberikan minimal selama 5 7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan adjusted-dose secara subkutan tiap 8 jam. APTT diperiksa kali pertama dalam waktu 6 jam setelah terapi awal dan diulang dalam waktu 24 jam setelah terapi untuk menentukan tercapainya therapeutic response. Pemeriksaan APTT kemudian dilakukan 2 kali sehari sampai stabil dan 1 kali sehari selama pemberian heparin. Terapi heparin secara subkutan diteruskan sekurang-kurangnya selama 3 bulan setelah periode akut kemudian setelah itu dapat diberikan dosis yang lebih kecil atau tetap diberikan dengan dosis dan cara pemberian yang sama sampai sisa waktu umur kehamilan. Permasalahan yang timbul selain efek samping terapi heparin adalah TE yang rekuren. Rekurensi umumnya terjadi akibat : keterlambatan diagnosis, keterlambatan dalam memberikan terapi heparin, dosis heparin bolus yang tidak adekuat, tidak tercapainya tujuan terapi dalam 24 jam pertama dan keterlambatan dalam pemeriksaan APTT. LMWH dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk terapi TVD akut. Bates & Ginsberg (2002) bahkan merekomendasikan LMWH sebagai pilihan pertama pada keadaan ini yaitu diberikan dosis inisial yang disesuaikan dengan berat badan penderita (weight-adjusted dose) : enoxaparin 1 mg / Kg 2 kali sehari atau 1.5 mg / Kg sekali sehari ; dalteparin 100 U / Kg setiap 12 jam atau 200 U / Kg setiap 24 jam atau tinzaparin 175 U / Kg sekali sehari. Kemudian diberikan dosis yang sama selama masa kehamilan atau dosis disesuaikan dengan berat badan penderita yang semakin bertambah.

16 Terapi antikoagulan saat persalinan dan masa nifas Penderita yang telah mendapat terapi adjusted-dose heparin dalam masa kehamilan dan penderita TE yang menggunakan katup jantung artifisial maka terapi perlu diubah dengan heparin intravena saat persalinan dan kemudian setelah persalinan diberikan warfarin. Terapi heparin dan warfarin haruslah overlapped selama 5 7 hari postpartum sampai international normalized ratio (INR) mencapai Penderita yang mendapat adjusted-dose prophylaxis, heparin dihentikan saat mulai timbul tanda-tanda persalinan. Empat sampai 8 jam setelah persalinan normal (tanpa komplikasi) heparin dapat diteruskan lagi dan warfarin diberikan pada keesokan harinya. Penderita yang mendapat low-dose prophylaxis heparin ( U, subkutan 2 kali sehari) sebelum persalinan dapat meneruskan terapi selama proses persalinan berlangsung. Tidak ada bukti yang menunjukkan peningkatan risiko terjadinya perdarahan postpartum pada penderita dengan terapi ini. Terapi low-dose heparin diteruskan sampai 6 minggu postpartum. Bila persalinan harus diakhiri dengan bedah caesar, terdapat perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya dilakukan anestesi spinal atau epidural karena belum ada kepastian tentang keamanan heparin, LMWH dan antikoagulan oral jika diberikan sebelum tindakan dilakukan. Witilin & Mercer (1998) menyatakan bahwa anestesi epidural tidak boleh dilakukan (kontraindikasi absolut) pada wanita yang sebelumnya mendapat terapi heparin karena risiko terjadinya hematom epidural. Hematom epidural atau spinal yang terjadi dapat menyebabkan jejas pada saraf dengan akibat paralisis yang lama atau bahkan permanen. The American Society of Regional Anesthesia merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat LMWH dosis tinggi (terutama enoxaparin, 1 mg / Kg, 2 kali sehari) tidak diperkenankan dilakukan blok neuraksia dalam waktu 24 jam setelah pemberian LMWH, sedangkan penderita yang mendapat LMWH low dose, sekali sehari, tindakan anestesi dilakukan sekurang-kurangnya jam setelah terapi diberikan. Wanita yang mengalami fase akut TVD proksimal pada masa nifas, perlu diterapi dengan heparin dosis tinggi kurang lebih selama 7 14 hari dan kemudian terapi diganti dengan antikoagulan oral selama 3 bulan. Jika TVD hanya terbatas pada daerah betis (TVD distal) terapi untuk fase akut adalah sama tetapi antikoagulan oral hanya diberikan selama 6 minggu sepanjang tidak

17 didapat tanda-tanda perluasan TVD ke proksimal. Bila terapi antikoagulan merupakan kontraindikasi yaitu terutama pada penderita yang mengalami perdarahan selama terapi atau kemungkinan risiko tinggi terjadi perdarahan bila diberikan antikoagulan maka salah satu alternatif adalah pemasangan filter vena cava. Pemasangan filter ini merupakan pendekatan yang rasional bagi wanita dengan kontraindikasi sementara (transient contraindication) terapi antikoagulan misalnya kecenderungan terjadinya TVD dekat waktu persalinan. Antikoagulan yang dihentikan sebelum dan segera setelah persalinan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya perdarahan akan meningkatkan risiko perluasan trombi dan embolisasi sehingga pada periode ini pemasangan filter dapat melindungi kemungkinan terjadinya EP. Saat risiko terjadinya perdarahan dengan pemberian antikoagulan dapat ditoleransi (acceptable) maka filter dapat dilepas..

18 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN III.1. Kesimpulan Wanita dalam masa kehamilan dan nifas mempunyai risiko 5 kali lebih tinggi terjadinya tromboemboli (TE) dibanding wanita tidak hamil pada golongan umur yang sama. Diagnosis TE terutama dalam kehamilan haruslah akurat karena terapi yang cepat dan adekuat akan mencegah terjadinya emboli paru (EP) yang dapat berakibat fatal. Terapi TE dalam kehamilan ini perlu mempertimbangkan beberapa hal penting yaitu keamanan obat baik bagi ibu dan janin, efektifitas, tujuan terapi dan waktu dalam kehamilan saat terapi diberikan. Heparin, dengan alternatif low-molecular-weight heparin (LMWH), masih merupakan drug of choice untuk keadaan TE yang akut baik pada kehamilan maupun masa nifas. Antikoagulan oral digunakan terutama pada masa nifas. Penggunaanya pada kehamilan dikontraindikasikan kecuali pada keadaan tertentu saja. Tindakan terpenting adalah pencegahan dengan terapi profilaksis bagi wanita dengan risiko tinggi. Dikenal dua rejimen tromboprofilaksis yaitu low-dose dan adjusted dose prophylaxis yang penerapannya disesuaikan dengan faktor risiko yang dihadapi. III.2. Saran Dengan adanya referat tromboemboli pada kehamilan ini, diharapkan kepada para dokter, mahasiswa kepaniteraan klinik bagian kebidanan dan kandungan, dan tenaga medis lainnya untuk lebih mengetahui serta memahami tentang tromboemboli pada kehamilan, serta tanda gejala juga penatalaksanaannya. Tromboemboli harus ditangani secara tepat dan cepat agar tidak memperburuk keadaan pasien.

19 DAFTAR PUSTAKA Abdul Bari Saifudin,SpOG,MPH,dr,prof, Buku Acuan Nasional Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal, 2000, JNPKKR-POGI,Jkarta American College of Obstetricians and Gynecologists. Antiphospholipid syndrome: ACOG Practice Bulletin No. 68. Obstet Gynecol. 2005;106 (5 pt 1): Friederich PW, Sanson BJ, Simioni P, et al. Frequency of pregnancyrelated venous thromboembolism in anticoagulant factor-deficient women: implications for prophylaxis [published corrections appear in Ann Intern Med. 1997;127(12):1138, and Ann Intern Med. 1997;126(10):835]. Ann Intern Med. 1996;125(12): Gherman RB, Goodwin TM, Leung B, Byrne JD, Hethumumi R, Montoro M. Incidence, clinical characteristics, and timing of objectively diagnosed venous thromboembolism during pregnancy. Obstet Gynecol. 1999;94(5 pt 1): Ginsberg JS, Greer I, Hirsh J. Use of antithrombotic agents during pregnancy. Chest. 2001;119(1 suppl):122s 131S. Greer IA, Thomson AJ. Thromboembolic disease in pregnancy and the puerperium: acute management. Guidelines and Audit Committee of the Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, Guideline no orrevision.pdf. Hanifa Wiknjosastro,(1991), Ilmu Kebidanan,Yayasan Bina Pustaka Sarwono P, Jakarta

20

BISMILLAHI WABIHAMDIHI ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAH WABAROKATUHU

BISMILLAHI WABIHAMDIHI ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAH WABAROKATUHU BISMILLAHI WABIHAMDIHI ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAH WABAROKATUHU ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA KASUS TROMBOEMBOLI D I S U S U N O L E H R I A N I N O V I A R D I A N A I S L A N H A R D I Y A N T

Lebih terperinci

Jenis TE Masa dalam kehamilan Angka kejadian (%)

Jenis TE Masa dalam kehamilan Angka kejadian (%) Wanita dalam masa kehamilan dan nifas mempunyai risiko 5 kali lebih tinggi terjadinya tromboemboli (TE) dibanding wanita tidak hamil pada golongan umur yang sama. Diagnosis TE terutama dalam kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem hemostasis dalam upaya menjaga homeostasis tubuh terhadap terjadinya perdarahan atau trombosis. 1 Trombosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan kondisi mengancam nyawa yang membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat di ICU memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

Dr. Indra G. Munthe, SpOG

Dr. Indra G. Munthe, SpOG Dr. Indra G. Munthe, SpOG PENDAHULUAN Suatu kumpulan gejala berupa trombosis vena atau arteri disertai peninggian kadar antibodi anti post polipid (APA). SAF mengakibatkan kegagalan kehamilan yg berubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam keselamatan jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai

Lebih terperinci

Yayan Akhyar Israr, S.Ked

Yayan Akhyar Israr, S.Ked Author : Yayan Akhyar Israr, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Trombosis adalah terbentuknya masa dari

Lebih terperinci

Infeksi melalui traktus genital pasca persalinan suhu 38 C terjadi antara hari 2-10 post partum

Infeksi melalui traktus genital pasca persalinan suhu 38 C terjadi antara hari 2-10 post partum INFEKSI NIFAS PRINSIP DASAR Infeksi melalui traktus genital pasca persalinan suhu 38 C terjadi antara hari 2-10 post partum PREDISPOSISI - Malnutrisi - Anemia - Higiene jelek - Persalinan macet / bermasalah

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai antikoagulan oral untuk terapi tromboembolisme vena dan untuk mencegah emboli sistemik

Lebih terperinci

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Hipertensi dalam kehamilan Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmhg sistolik atau 90 mmhg diastolik pada dua kali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Perinatal merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia. AKI di Indonesia masih merupakan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DVT. tidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil

PENATALAKSANAAN DVT. tidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil PENATALAKSANAAN DVT Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman bermakna terapi yang diberikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya pemberian antikoagulan harus diupayakan tidak sampai

Lebih terperinci

Pengertian trombosit dan Vena

Pengertian trombosit dan Vena 1 Pengertian trombosit dan Vena Lailatul Munawaroh TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas browsing artikel dari internet OLEH LAILATUL MUNAWAROH NIM: G0C015012 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep A. DEFENISI Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID/DIC) adalah suatu sindrom

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Definisi Emboli Cairan Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kehamilan Risiko Tinggi Kehamilan berisiko adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar, baik terhadap ibu maupun terhadap janin

Lebih terperinci

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN 1.1 Definisi Definisi hipertensi pada kehamilan berdasarkan nilai tekanan darah absolut (sistolik 140 atau diastolik 90 mmhg) dan dibedakan antara kenaikan tekanan darah ringan

Lebih terperinci

RANGKUMAN. Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun

RANGKUMAN. Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun 1 RANGKUMAN Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun skrotum yang dapat menyebabkan rasa nyeri, atrofi testis dan menyebabkan infertilitas. 5 Anatomi dan Histologi a. b. Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia merupakan new onset hipertensi dengan proteinuria setelah kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG) membagi preeklampsia menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat mungkin terjadi atau dapat dikatakan mengancam jiwa pasien. Pasien sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat mungkin terjadi atau dapat dikatakan mengancam jiwa pasien. Pasien sakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sakit Kritis Sakit kritis adalah suatu kondisi atau suatu penyakit dimana kematian sangat mungkin terjadi atau dapat dikatakan mengancam jiwa pasien. Pasien sakit kritis adalah

Lebih terperinci

Olahraga pada Kehamilan. Kesehatan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia

Olahraga pada Kehamilan. Kesehatan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia Olahraga pada Kehamilan Kesehatan Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia Rasional Meningkatkan kesadaran akan keuntungan berolahraga secara teratur. Olahraga

Lebih terperinci

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Pertumbuhan Janin Terhambat Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo

ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo RSUP DR KARIADI-FK UNDIP Klasifikasi ANTIKOAGULAN Cara Pemberian Parenteral Oral Target Thrombin Thrombin, FXa FXa Thrombin FXa Others

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. uterus ketika usia kehamilan melebihi 28 minggu (Saxena, 2010). Angka kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN. uterus ketika usia kehamilan melebihi 28 minggu (Saxena, 2010). Angka kejadian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksio sesarea adalah suatu persalinan melalui insisi pada abdomen dan uterus ketika usia kehamilan melebihi 28 minggu (Saxena, 2010). Angka kejadian seksio sesarea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik pada ibu maupun bayi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksio sesaria adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian dan kesakitan Ibu masih merupakan masalah kesehatan yang serius di negara berkembang. World Health Organisation (WHO) mencatat sekitar delapan juta perempuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehamilan 1. Definisi Kehamilan adalah dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu ) dihitung dari hari pertama sampai terakhir.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembentukan bekuan darah adalah proses fisiologis yang lambat tapi normal terjadi sebagai akibat dari aktivasi jalur pembekuan darah. Respon alamiah yang timbul untuk

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA NIKEN ANDALASARI Pengertian Eklampsia Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang (Helen varney;

Lebih terperinci

A. ETIOLOGI B. PATOFISIOLOGI

A. ETIOLOGI B. PATOFISIOLOGI A. ETIOLOGI Emboli Paru (Pulmonary Embolism)adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Trias klinik klsasik yang merupakan predisposisi tromboemboli

Lebih terperinci

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan.

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan. EMBOLI AIR KETUBAN A. Pengertian Emboli air ketuban adalah terdapatnya air ketuban dalam aliran darah ibu (Maclean,2003:25). Emboli air ketuban merupakan komplikasi tidak dapat diduga,sangat berbahaya

Lebih terperinci

PERDARAHAN ANTEPARTUM

PERDARAHAN ANTEPARTUM PERDARAHAN ANTEPARTUM Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu PLASENTA PREVIA Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi atau tertanam pada segmen bawah

Lebih terperinci

PERSALINAN PRETERM. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

PERSALINAN PRETERM. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM PERSALINAN PRETERM Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM Tujuan Definisi dan insiden Etiologi Diagnosis Penatalaksaan - Persalinan lama

Lebih terperinci

INFEKSI NIFAS MEGA WAHYUNINGSIH

INFEKSI NIFAS MEGA WAHYUNINGSIH INFEKSI NIFAS MEGA WAHYUNINGSIH PRINSIP DASAR Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas. Suhu 38 0 C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 post partum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki angka kematian ibu (AKI) tertinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI (yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian bayi di Indonesia masih tinggi. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia merupakan yang tertinggi ASEAN dengan

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN. dr.pom Harry Satria,SpOG

EMBOLI CAIRAN KETUBAN. dr.pom Harry Satria,SpOG EMBOLI CAIRAN KETUBAN dr.pom Harry Satria,SpOG PENDAHULUAN Definisi emboli cairan ketuban: Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung secara cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

Oleh : Devi Setiyana P

Oleh : Devi Setiyana P Oleh : Devi Setiyana P2.06.20.2.10.008 Pengertian Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. Solusio plasenta (abruptio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin

Lebih terperinci

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang Definisi Sindroma koroner akut adalah spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005; BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Preeklamsia sangat berhubungan dengan 5-7% morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal di seluruh dunia. Preeklamsia juga merupakan penyebab 15-20% mortalitas

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

Perdarahan Antepartum No Revisi 0/0. Batasan. Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan >20 minggu sampai sebelum janin lahir. I.

Perdarahan Antepartum No Revisi 0/0. Batasan. Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan >20 minggu sampai sebelum janin lahir. I. RSUD PROVINSI KEPULAUAN RIAU Jl. Indun Suri Simpang Busung No. 1 Telp. ( 0771 ) 482655 ; 482796 Fax. ( 0771 ) 482795 No.Dokumen RSUDTUB.KEB.G02.028 Batasan Perdarahan Antepartum No Revisi 0/0 Halaman :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses kehamilan merupakan mata rantai yang bersinambung yang terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia memperkirakan bahwa angka persalinan dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua proses persalinan negara negara berkembang.

Lebih terperinci

PENYAKIT KATUP JANTUNG

PENYAKIT KATUP JANTUNG PENYAKIT KATUP JANTUNG DEFINISI Kelainan katup jantung adalah kelainan pada jantung yang menyebabkan kelainan kelainan pada aliran darah yang melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit dapat

Lebih terperinci

Prinsip Umum Kegawadaruratan Maternal Neonatal. Sendy Firza Novilia T, S.S.T.Keb

Prinsip Umum Kegawadaruratan Maternal Neonatal. Sendy Firza Novilia T, S.S.T.Keb Prinsip Umum Kegawadaruratan Maternal Neonatal Sendy Firza Novilia T, S.S.T.Keb ANGKA KEMATIAN IBU DI KAB. WONOSOBO ANGKA KEMATIAN BAYI Th. 2012 (12.98/1.000 KH) 15.35 15.84 13.47 13.67 12.98 13.1 TARGET

Lebih terperinci

IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA

IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA ASUHAN KEPERAWATAN ASUHAN IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA For better health Oleh Ni Ketut Alit Armini School Of Nursing Faculty Of Medicine Airlangga University MOLA HIDATIDOSA

Lebih terperinci

Disusun oleh : Intiyaswati. membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein didalam urine

Disusun oleh : Intiyaswati. membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein didalam urine SINOPSIS RENCANA TESIS EFEKTIFITAS METODE ROLL OVER TEST (ROT) DAN METODE PEMERIKSAAN PROTEIN URINE CELUP TERHADAP DETEKSI DINI PRE EKLAMPSIA PADA IBU HAMILTRIMESTER II DAN III DI BKIA RS.WILLIAM BOOTH

Lebih terperinci

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH Jadwal kunjungan di rumah Manajemen ibu post partum Post partum group Jadwal Kunjungan Rumah Paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas, dilakukan untuk menilai keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. para ibu ingin melaksanakan fungsi ini dengan cara yang mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. para ibu ingin melaksanakan fungsi ini dengan cara yang mereka BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Melahirkan merupakan fungsi yang bersifat fisiologis. Wajar apabila para ibu ingin melaksanakan fungsi ini dengan cara yang mereka pertimbangkan paling tepat. Anggapan

Lebih terperinci

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014

Asuhan Kebidanan Koprehensif..., Dhini Tri Purnama Sari, Kebidanan DIII UMP, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan kebidanan komprehensif merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara lengkap dengan adanya pemeriksaan laboratorium dan konseling. Asuhan kebidanan komprehensif

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari dan memahami golongan darah. 2. Untuk mengetahui cara menentukan golongan darah pada manusia. II. Tinjauan Pustaka Jenis penggolongan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE Oleh: Kelompok : 1A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN 2014 SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok bahasan : Mobilisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retensio Plasenta 1. Definisi Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir 30 menit setelah bayi lahir pada manajemen aktif kala tiga. 1 2. Patologi Penyebab retensio plasenta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan, tekanan darah mencapai nilai 140/90

Lebih terperinci

GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD

GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin * E-mail:Emmahelvina@ymail.com ISSN: 20863454 Dede

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di mulai dari kehamilan, persalinan bayi baru lahir dan nifas yaang secara berurutan berlangsung secara fisisologis dan diharapkan ibu pasca melahirkan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi Kematian Maternal Kematian maternal merupakan kematian dari setiap wanita selama masa kehamilan, bersalin atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan bidang kesehatan modern mencakup berbagai macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah sectio caesaria. Di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah serta tingkat kompleksitasnya. 2. penyakit jantung semakin meningkat. 3 Di Washington, Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah serta tingkat kompleksitasnya. 2. penyakit jantung semakin meningkat. 3 Di Washington, Amerika Serikat, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian secara umum dan merupakan penyebab tersering kematian pada kehamilan di negara berkembang. 1 Angka kejadian penyakit

Lebih terperinci

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN Niken Andalasari PENGERTIAN Hipoglikemia merupakan keadaan dimana didapatkan penuruan glukosa darah yang lebih rendah dari 50 mg/dl disertai gejala autonomic dan gejala neurologic.

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum. Niken Andalasari

Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum. Niken Andalasari Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Niken Andalasari Periode Post Partum Periode post partum adalah masa enam minggu sejak bayi baru lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum PENGARUH PEMBERIAN HEPARIN SUBKUTAN SEBAGAI PROFILAKSIS TROMBOSIS VENA DALAM (TVD) TERHADAP NILAI D-DIMER PADA PASIEN SAKIT KRITIS DI ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai

Lebih terperinci