PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI Co-PVDF NANOFIBER KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE ELEKTROSPINNING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI Co-PVDF NANOFIBER KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE ELEKTROSPINNING"

Transkripsi

1 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI Co-PVDF NANOFIBER KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE ELEKTROSPINNING Herlan Herdiawan 1, Juliandri 2, Muhammad Nasir 3 1,2 Laboratorium Kimia Anorganik, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA. Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jalan Sangkuriang/Cisitu No. 21/154 D Kompleks LIPI Bandung, Jawa Barat ABSTRAK PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI Co-PVDF NANOFIBER KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE ELEKTROSPINNING. Polivinilidin fluorida (PVDF) merupakan suatu material polimer semikristalin utama untuk membuat mikrofiber, nanofiber, dan hollowfiber dalam berbagai aplikasi industri seperti sel bahan bakar, membran elektrolit, produksi hidrogen dan lainnya. Tujuan penelitian ini membuat Co-PVDF nanofiber komposit dengan menggunakan teknik elektrospinning. PVDF dicampur Co(Ac) 2, kemudian dilarutkan di dalam pelarut 1-metil-2-pirolidon (NMP). Terhadap larutan tersebut dilakukan elektrospinning dengan beberapa parameter diantaranya perbedaan konsentrasi PVDF dan Co(Ac) 2, tegangan, laju alir, dan jarak kolektor. Struktur dan sifat fisik dan kimia nanofiber dikarakterisasi dengan mikroskop cahaya, SEM, EDX, FTIR dan XRD. Hasil sintesis nanofiber yang paling baik diperoleh pada konsentrasi 21%, tegangan 21 kv, kecepatan alir 0,05 ml/menit, Jarak 12 cm dimana morfologi permukaan seratnya halus, seragam, kontinyu, serta tidak ada beads. Hasil analisa FTIR menunjukan bahwa Co-nanofiber komposit telah terbentuk dengan adanya pergeseran puncak serapan pada 879,54 cm -1 menjadi 881,47 cm -1 dan adanya serapan khas Co(Ac) 2 pada 1670,35 cm -1. Kata kunci: PVDF, Co, elektrospinning, nanofiber ABSTRACT SYNTHESIZE AND CHARACTERIZATION CoPVDF NANOFIBER COMPOSITES VIA ELECTROSPINNING METHODE. Polyvinylidene Fluoride (PVDF) is semicrystalin polimer for fabrication of microfiber, nanofiber, and hollowfiber applied for such as fuell cell, electrolyte membrane, hydrogen generation, etc. The aim of this research is to synthesize nanofiber composites PVDF/Co via elecrospinning method. PVDF was mixed with Co(Ac) 2, then dissolve in 1-metyl-2- pyrrolidone (NMP solvent). The nanofiber composites were prepared by electrospinning methode with some parameters including different concentration of PVDF and Co(Ac) 2, voltage, flow rate, and collector distance. The structure physical and chemical properties of nanofiber are characterized with microscope, SEM, EDX, FTIR, dan XRD. The Result is good nanofiber required in concentration 21 %, voltage 21 kv, feed rate 0,05 ml/menit and distance 12 cm due to smooth, uniform, continued and non beading morphology of fiber. In FTIR, shifment peaks in 879,54 cm -1 to 881,47 cm -1 has meaning Co- PVDF nanofiber composites was formed and peak in 1670,35 cm -1 for Co(Ac) 2. Key words: PVDF, Co(Ac) 2, electrospinning, nanofiber. 1. PENDAHULUAN Pada abad sekarang kemajuan teknologi semakin cepat berkembang. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan beragam memacu para peneliti dari bidang akademik maupun peneliti dari dunia industri untuk menemukan jenis teknologi baru yang sangat efektif dan efisien serta menghasilkan keuntungan yang besar baik dari segi manfaat maupun dari segi 110

2 finansial. Berbagai macam bidang industri tidak bisa lepas dari peran teknologi dalam upaya untuk membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan suatu industri. Saat ini kemajuan teknologi sudah bisa dirasakan oleh masyarakat pada berbagai macam bidang seperti bidang elektronik, kesehatan, penerbangan, sumber daya energi dan lain-lain. Namun jumlah material dasar yang berperan sebagai bahan baku pembuatan teknologi baru semakin berkurang keberadaannya di alam dan sulit untuk didapatkan. Teknologi nano sekarang ini telah menjadi daya tarik para peneliti di dunia. Teknologi ini mempunyai arti dan manfaat yang sangat penting karena hal tersebut dapat menciptakan penghematan ruang, bahan baku, proses produksi, energi dan sekaligus akan meminimalkan limbah dan pencemarannya. Dalam pemakaiannnya, teknologi ini juga menciptakan kenyamanan yang benar-benar dinikmati oleh masyarakat. Salah satu bidang nanoteknologi yang sedang banyak dikembangkan adalah pembuatan nanofiber. Nanofiber dari suatu bahan polimer dibuat dan diteliti dikarenakan memiliki sifat serta karakteristik seperti luas permukaannya yang tinggi, ukuran pori yang kecil dan kemungkinannya untuk dibentuk struktur tiga dimensi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai media filtrasi, serat optik, sistem penghantaran obat (drug delivery) dalam bidang farmasi, tissue scaffolds dalam dunia medis, dan pakaian pelindung (protective clothing). Dalam beberapa tahun terakhir, nanofiber dibuat melalui proses elektrospinning. Prinsip kerjanya ialah larutan polimer pada tabung (syringe) disemprotkan dengan kecepatan penyemprotan yang dapat diatur oleh pompa secara konstan (metering pump). Polimer dilewatkan melalui lubang spinneret (jet) dan selanjutnya ditarik menggunakan energi elektrostatik dengan tegangan listrik arus searah (direct current / DC) yang berkekuatan sekitar 30 kva dan seratnya ditampung pada collector screen [1]. Elektrospinning telah dianggap sebagai teknik sederhana dan efektif untuk pembuatan serat polimer, serat anorganik dan komposit serat. Terutama, penggabungan nanopartikel anorganik dan produksi nanofiber fungsional dengan sifat optik, magnetik atau listrik. Nanofiber komposit yang berbeda mengandung berbagai nanopartikel anorganik dalam matriks. Dalam penelitian ini dibuat suatu material nanofiber komposit PVDF/Co menggunakan metode elektrospinning dengan harapan menghasilkan serat berukuran nanometer (1-100 nm), halus, seragam (uniform), kontinyu sehingga memiliki permukaan yang luas, pori kecil, dan bersifat magnetik. 2. TEORI 2.1 Nanofiber Nanofiber didefinisikan sebagai material mempunyai diameter kurang dari satu mikron Wallace. [2] Serat nano atau nanofiber adalah serat yang mempunyai diameter kurang dari 100 nanometer (1 nm = 10-9 meter). Serat nano mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu sangat kuat, rasio permukaan terhadap volume yang besar, dan porous. Sifat-sifat tersebut membuat serat nano menjadi bahan yang sangat menjanjikan untuk dimanfaatkan pada berbagai bidang industri, seperti industri komposit, otomotif, pulp dan kertas, elektronik, tekstil, optik, pertanian, kosmetik, kesehatan, kedokteran, olah raga, farmasi, dan lain-lain. Sifat dari nanofiber itu permukaannya lebih fleksibel dan memilki kekuatan yang tinggi [3]. Nanofiber komposit merupakan pengembangan dari studi nanofiber, yang mana nanofiber dimodifikasi dengan cara menggabungkan unsur logam dengan polimer membentuk nanokomposit. Beberapa logam seperti titanium, perak, nikel Songping, [4] yang digunakan dalam struktur nanokomposit. Logam transisi lebih diminati karena elektron tidak berpasangan pada kulit terluar mereka, yang memasok mereka dengan interaksi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion logam lainnya. 2.2 Elektrospinning Pemintalan elektrik (elektrospinning) adalah sebuah metoda untuk membuat serat (fiber) dengan diameter 10 μm - 10 nm. Serat nano (nanofiber) hasil pemintalan elektrik memiliki karakteristik yang menarik dan unik, seperti luas permukaan yang lebih besar dari volume, memiliki sifat kimiawi, konduktivitas, dan sifat optik tertentu. Teknik pemintalan elektrik adalah proses yang relatif cepat, sederhana, dan murah dalam menghasilkan nanofiber. Keunggulan lain dari teknik ini adalah dapat menghasilkan nanofiber yang cukup panjang (kontinyu) [1]. Elektrospinning adalah proses dimana larutan polimer diberi muatan oleh medan 111

3 listrik. Larutan polimer dialirkan melalui jarum yang melekat pada syringe pada tegangan antara kv dan diendapkan pada bahan konduktif atau yang disebut kolektor, terletak antara cm dari letak jarum. Polimer dikeluarkan dari jarum dengan diameter dalam antara 0,5-1,5 mm. Larutan polimer dikeluarkan dari ujung jarum membentuk nanofiber secara terus menerus akibat ada gaya listrik (potensi tegangan tinggi larutan polimer) mengatasi atau melawan tegangan permukaannya. Pada titik ini tetesan dari larutan polimer diujung jarum membentuk kerucut, biasanya disebut sebagai kerucut Taylor [5]. Parameter yang paling penting yang mempengaruhi proses elektrospinning dapat dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu 1) karakteristik larutan (termasuk viskositas larutan atau konsentrasi, kerapatan muatan larutan, tegangan permukaan, berat molekul polimer, momen dipol, dan konstanta dielektrik), 2) kontrol variabel (tegangan, jarak dari ujung spineret ke kolektor, laju alir, kolektor dan desain ujung jarum), 3) faktor lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan udara). Cara terbaik untuk mendapatkan keseragaman, dan serat yang halus yaitu dengan membuat nanofiber dengan menggunakan variasi parameter diatas sampai tercapai kesempurnaan yang optimum [6]. Lin et.al. [7] karakteristik konsentrasi larutan polimer berbanding lurus dengan viskositas larutan, yang memiliki pengaruh terbesar pada ukuran dan morfologi nanofiber. Jika konsentrasi polimer terlalu rendah maka akan terbentuk nanofiber berbentuk seperti noda bulat atau bintik (beads) pada permukaan nanofiber dan tetesan akibat viskositas yang terlalu rendah. Hal ini juga mungkin diakibatkan beberapa pelarut sampai ke kolektor dan menyebabkan serat menjadi basah sehingga membentuk persimpangan dan bulatan. Peningkatan viskositas larutan secara signifikan, menghasilkan serat yang lebih seragam. Namun, larutan yang terlalu kental proses elektrospinning tidak mungkin bisa dilakukan karena terjadi penyumbatan di ujung jarum (pelarut menguap lebih cepat). Diameter nanofiber juga dipengaruhi oleh konsentrasi larutan polimer. Viskositas yang terlalu tinggi dari larutan menghasilkan serat yang lebih tebal. Larutan yang konduktivitas atau kerapatan muatannya lebih tinggi umumnya membantu untuk menghasilkan serat yang lebih seragam. Konduktivitas dapat ditingkatkan dengan penambahan zat volatil garam (tidak akan tinggal dalam produk akhir), alkohol, atau surfaktan. Medan listrik harus cukup kuat untuk mengatasi tegangan permukaan untuk menginduksi spinning (pemintalan). Di sisi lain, pemintalan pada tegangan rendah memungkinkan untuk menghasilkan serat berbentuk noda bulat atau bintik (beads). Tegangan yang lebih tinggi menyebabkan pancaran dari permukaan cairan dalam ujung (tanpa kerucut Taylor sedang terbentuk) menghasilkan beads [8]. Dalton et.al. [9] laju aliran yang lebih rendah memungkinkan mendapatkan serat seragam dengan diameter yang lebih kecil, sementara laju aliran yang terlalu tinggi menghasilkan serat yang memiliki beads karena tidak cukup waktu bagi pelarut untuk menguap sebelum mencapai kolektor. Jarak antara ujung jarum dan kolektor (jarak antara dua elektroda) harus cukup untuk membiarkan serat mengering sebelum mencapai tujuan akhir yaitu mencapai kolektor. Jarak juga mempengaruhi bentuk dan diameter serat yang diperoleh. Gambar 2.1 Skema Alat Elektrospinning (electrospun) 3. TATAKERJA (BAHAN DAN METODE) 3.1 Bahan Kopolimer polivinilidin fluorida (PVDF), kobalt (II) heksahidrat (CoCl 2.6H 2O), 1-metil-2- pirolidon (NMP), ammonia (NH 3 10 %) natrium hidroksida (NaOH 0,4 N), asam asetat (CH 3COOH) 10%, akuades (H 2O). 3.2 Pembuatan Kobalt Asetat Kobalt (II) klorida heksahidrat dilarutkan dengan 120 ml akuades, diaduk sampai homogen. Ditambah ammonia 20 ml, Kemudian ditambah NaOH sebanyak 30 ml, diaduk sampai homogen. Endapan Co(OH) 2 112

4 disaring. Endapan Co(OH) 2 dilarutkan dalam 20 ml asam asetat, diaduk sampai larut homogen. Dipanaskan sampai jenuh. Kemudian disaring dan dikeringkan didalam oven dengan suhu 50 o C. 3.3 Pembuatan Nanofiber Komposit PVDF/Co Nanofiber komposit PVDF diproduksi melalui metode elektrospinning. PVDF dan Co(Ac) 2 dilarutkan dengan NMP didalam labu erlenmeyer. Lalu diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu ruang selama 24 jam secara konstan. Setelah itu prekursor gel (PVDF/Co(Ac) 2) dimasukan kedalam tabung semprot (syringe) 5 ml yang dilengkapi jarum suntik (needle 0,25 mm). Jarum dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi DC positif (positive terminal) sedangkan sumber tegangan tinggi negatif (negative terminal) dihubungkan dengan aluminum foil (collector screen) sebagai penampung. Elektrospinning dijalankan dengan berbagai variabel-variabel yang berbeda yaitu perbedaan konsentrasi sol-gel PVDF/Co(Ac) 2 (14%, 15%, 19%, 21%), tegangan (10 kv, 15 kv, 17 kv, 21 kv), kecepatan alir (0,01 ml/menit, 0,05 ml/menit, jarak ujung jarum dengan aluminum foil ( 12 cm, 15 cm). Lalu morfologi dan sifat fisika kimia dikarakterisasi menggunakan mikroskop cahaya, SEM, EDX, FTIR, dan XRD. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa mikroskop cahaya dari sintesis Co-PVDF nanofiber komposit menggunakan metode elektrospinning didapatkan kondisi morfologi Co-PVDF nanofiber komposit pada berbagai variasi konsentrasi, tegangan, jarak dan laju alir. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa terdapat perbedaan morfologi fiber komposit yang terbentuk dengan menggunakan metode elektrospinning. Dengan konsentrasi yang berbeda-beda ternyata morfologi fiber juga berbeda. Bertambahnya konsentrasi fiber yang dihasilkan semakin baik. Pada Gambar 4.1 (a) fiber yang terbentuk morfologinya tidak seragam (uniform), terdapat tetesan cairan seperti noda hitam pada celah-celah fibernya yang disebut beads. Seiring bertambahnya konsentrasi tetesan cairan (beads) mulai tereduksi atau hilang sehingga dihasilkan fiber yang lebih baik, halus, seragam, kontinyu (fiber yang dihasilkan cukup panjang) seperti terlihat pada Gambar 4.1 (e). a c e Gambar 4.1 Morfologi Co-PVDF nanofiber variasi konsentrasi (a). 14% (b). 15% (c). 17% (d). 19% (e). 21%. Tegangan 21kV. Jarak 12 cm. Laju Alir 0,05 ml/menit Konsentrasi berbanding lurus dengan kekentalan (viskositas) larutan. Jika kekentalan larutan terlalu rendah, pada saat elektrospinning akan menghasilkan gelembung, dibawah pengaruh medan listrik yang mengakibatkan terbentuknya beads. Beads yang terbentuk pada fiber diakibatkan adanya pengaruh tegangan permukaan larutan, ketika tegangan permukaan mendominasi gaya coloumb medan listrik pada larutan yang memancar (jet) sehingga jet tersebut tidak cukup diregangkan oleh medan listrik, selain itu pelarut pada jet tidak cukup teruapkan karena jumlahnya yang banyak sehingga tetesan polimer sampai ke kolektor. Ketika kekentalan ditingkatkan bentuk beads berubah dari bentuk bola (spherical) menjadi lebih lonjong (spindle) dan akhirnya akan seragam dengan permukaan fiber. Hal ini diakibatkan tegangan permukaannya menurun sehingga jet cukup diregangkan oleh medan listrik dan juga pelarut didalam larutan jet jumlahnya sedikit sehingga cukup teruapkan. Dengan adanya peningkatan kekentalan larutan, daya tahan terhadap putusnya jet juga meningkat b d 113

5 sehingga dihasilkan fiber yang panjang ( kontinyu). merupakan jumlah larutan yang bisa dielektrospinning membentuk fiber dalam satuan waktu. a b a b c d Gambar 4.3 Morfologi Co-PVDF nanofiber variasi laju alir (a). 0,01 ml/menit (b). 0,05 ml/menit. Konsentrasi 21 %. Tegangan 15 kv. Jarak 12 cm. Gambar 4.2 Morfologi Co-PVDF nanofiber variasi tegangan (a). 10 kv (b). 15 kv (c). 17 kv (d). 21 kv. Konsentrasi 19%. Laju alir 0,01 ml/menit. Jarak 12 cm Tegangan merupakan komponen sistem proses elektrospinning yang penting untuk menghasilkan nanofiber. Variasi tegangan yang digunakan menghasilkan bentuk morfologi nanofiber yang berbeda seperti yang terlihat pada Gambar 4.2. Pada Gambar 4.2 (a) tegangan yang diberikan sebesar 10 kv dihasilkan fiber dengan bentuk morfologi kurang baik, tidak seragam, banyak terdapat beads dan tidak halus. Dengan adanya peningkatan tegangan yang digunakan bentuk morfologi fiber menjadi lebih seragam, beads nya hilang dan fiber yang dihasilkan cukup panjang ( kontinyu). Hal itu disebabkan adanya perbedaan daya regang (stretching) jet larutan polimer dari tegangan listrik yang diberikan. Beads muncul pada nanofiber dengan tegangan rendah, hal ini disebabkan oleh kurangnya daya regang jet polimer oleh medan listrik akibatnya beads tidak cukup ditarik menjadi bentuk seperti fiber akibatnya terbentuk tetesan di kolektor membentuk beads Pada saat tegangan listrik dinaikan maka besarnya peregangan jet larutan polimer juga meningkat sehingga beads yang berbentuk bola pada celah-celah fiber akan ditarik menjadi bentuk lurus sehingga fiber yang dihasilkan terlihat lebih seragam (uniform) seperti pada Gambar 4.2 (d). Pada Gambar 4.3 terdapat perbedaan morfologi fiber yang dihasilkan akibat adanya perbedaan laju alir yang diberikan. Laju alir Pada saat laju alir yang diberikan kecil, tetesan yang terdapat pada ujung jarum jumlahnya kecil. Sehingga jumlah polarisasi muatan pada permukaannya juga kecil. Dengan tegangan listrik yang sama, tetesan pada ujung jarum tersebut cukup ditarik menuju kolektor membentuk nanofiber seperti ditunjukan pada Gambar 4.3 (a). Laju alir lebih besar, tetesan pada jung jarum jumlahnya juga besar dan polarisasi muatan pada permukaannya juga semakin banyak. Dengan tegangan yang sama tetesan tersebut akan ditarik menuju kolektor membentuk nanofiber. Tetapi hanya sebagian saja yang ditarik membentuk fiber sebagian lain membentuk tetesan pada kolektor. Hal ini disebabkan banyaknya jumlah polarisasi muatan permukaan pada tetesan di ujung jarum. Tegangan tidak cukup untuk menarik muatan pada tetesan tersebut sehingga sebagian tidak mengalami peregangan membentuk fiber tetapi jatuh ke kolektor dalam bentuk tetesan, seperti pada Gambar 4.3 (b). Untuk hal itu dibutuhkan tegangan yang lebih besar. Supaya muatan permukaan pada tetesan di ujung jarum bisa ditarik dengan serempak dan terjadi peregangan membentuk fiber. Perbedaan jarak ujung jarum dengan kolektor berpengaruh terhadap jarak tempuh jet larutan polimer dan kekuatan medan listrik. Sehingga berpengaruh terhadap morfologi fiber yang terbentuk seperti yang ditunjukan Gambar 4.4. Pada saat jarak diturunkan, maka waktu tempuh larutan polimer juga berkurang dan kekuatan medan listrik yang berperan menarik larutan polimer kekuatannya meningkat membentuk larutan polimer yang lurus dan 114

6 saling berhubungan (interconnected), seperti ditunjukan pada Gambar 4.4 (a). untuk gugus fungsi C=O ( karbonil), yang berasal dari asam asetat yang berikatan dengan logam Co. sehingga bisa dikatakan bahwa Co sudah bergabung dengan PVDF membentuk suatu komposit. 100 %T Gambar 4.4 Morfologi Co-PVDF nanofiber variasi jarak (a). 12 cm (b). 15 cm. Konsentrasi 21 %. Tegangan 21 kv. Laju alir 0,05 ml/menit Ketika jarak dinaikan maka waktu tempuh larutan polimer untuk menuju ke kolektor juga semakin bertambah sedangkan kekuatan medan lsitrik berkurang. Sehingga fiber yang terbentuk terlihat berbelok-belok dan tidak lurus seperti yang ditunjukan Gambar 4.2 (b), karena daya peregangan terhadap larutan polimer berkurang tetapi pelarut didalam larutan polimer cukup teruapkan pada saat perjalanannya menuju kolektor sehingga beads tidak muncul dan nanofiber cukup seragam, halus dan kontinyu pydf Gambar 4.6 Spektrum FTIR Co-PVDF nanofiber komposit. Konsentrasi 21 %, tegangan 21 kv, laju alir 0,05 ml/menit, jarak 12 cm. Selain itu terdapat pula pergeseran gelombang antara spectrum PVDF kopolimer dengan spectrum Co-PVDF nanofiber komposit seperti yang ditunjukan pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Pergeseran Spektrum FTIR /cm 90 %T PVDF Kopolimer 879,54 cm -1 dan 840,96 cm -1 Co-PVDF Nanofiber Komposit 881,47 cm -1 dan 840,96 cm pko Gambar 4.5 Spektrum FTIR PVDF kopolimer Pada Gambar 4.5 terlihat puncak serapan pada 3204,38 cm -1 dan 2981,95 cm -1 khas untuk vibrasi regang C-H viniliden. Puncak serapan pada 1404,18 cm -1, 879,54 cm -1 dan 840,96 cm -1 merupakan serapan khas ikatan C-F [11], sehingga puncak-puncak serapan itu mewakili struktur PVDF itu sendiri. Pada Gambar 4.6 juga terlihat puncak serapan yang mewakili gugus fungsi strukutur PVDF yaitu pada 3020,53 cm -1, 2964,59 cm -1 dan 2926,01 cm -1 khas untuk serapan C-H viniliden serta puncak serapan pada 1406,11 cm - 1, 881,47 cm -1, 840,96 cm -1 khas untuk serapan ikatan C-F. Tetapi pada spketrum ini muncul puncak serapan pada 1670 merupakan khas /cm Adanya pergeseran bilangan gelombang C- F pada sampel disebabkan adanya interaksi antara ikatan C-F pada PVDF pada PVDF dengan Co dari Co(Ac) 2.2H 2O hasil penstabilan pada penstabilan pada proses elektrospinning, sehingga dari penjelasan ini membuktikan bahwa Co-PVDF nanofiber komposit telah terbentuk. 5. KESIMPULAN Hasil sintesis nanofiber yang paling baik diperoleh pada konsentrasi 21%, tegangan 21 kv, kecepatan alir 0,05 ml/menit, Jarak 12 cm dimana morfologi permukaan seratnya halus, seragam, kontinyu, serta tidak ada beads. Hasil analisa FTIR menunjukan bahwa Co-nanofiber komposit telah terbentuk dengan adanya pergeseran puncak serapan pada 879,54 cm -1 menjadi 881,47 cm -1 dan adanya serapan khas Co(Ac) 2 pada 1670,35 cm

7 6. DAFTAR PUSTAKA 1. ZUBAIDI. (2008, Agustus). Nanofiber dan Elektrospinning serta Pemanfaatannya dalam Pembuatan Tekstil Masa Depan. Balai Besar Tekstil. Bandung. 2. WALLACE, G. G., P. C. INNIS., L. A. P. KANE MAUUIRE. (2004, Mei). In Encyclopedia of Nanoscience and Nanotechnology. American Scientific Publishers. Los Angeles. 3. HUANG, Z.M., ZHANG, Y.Z., KOTAKI, M., & RAMAKRISHNA, S. (2003, Desember). A Review On Polymer Nanofibers by Electrospinning and Their Applications In Nanocomposites. Composites science and Technology 2003,63,(15), SONGPING, W. (2007, Desember). Preparationn of Ultra Fine Nickel-Copper Bimetallic Powder for BME-MLCC. Microelectronic Journal 2007, 38, (1), SAUTTER, B.P. (2005, Januari). Countinuous Polymer Nanofiber Using Electrospinning. University of Illinois, Chicago. 6. Doshi, J & RENEKER, D.H Electrospinning Process and Applications Of Electrospun Fibers. J ELECTROSTATICS, 35 (2-3), p LIN, T., WANG, H.X., WANG, H.M. & WANG, X.G. (2004, Mei). The charge effect of cationic surfactants on the elimination of fibre beads in the electrospinning of polystyrene. NANOTECHNOLOGY, 15 (9), p MATTHEWS, J.A., WNEK, G.E., SIMPSON, D.G. & BOWLIN, G.L. (2002, Ferbruari). Electrospinning of collagen nanofibers. BIOMACROMOLECULES, 3 (2), p DALTON, P.D., KLEE, D. & MOLLER, M. (2005, Januari). Electrospinning with Dual Collection Rings. POLYMER, 46 (3), p CHINNAPPAN, A., HYUCK-CHUL, K & HERN, K. (2011, januari). Preparation of PVDF Nanofiber Composites for Hydrogen Generation from Sodium Borohydride. Energy and Environment Fusion Technology Center, Department of Environmental Engineering and Biotechnology. Myongji University. Yongin, Kyonggi-do , Republic of Korea. ENERGY 36 (2011) 755e7s SUPRATMAN, U. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Universitas Padjadjaran. Widya Padjdjaran (2010). 116

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada abad sekarang perkembangan teknologi semakin cepat berkembang. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan beragam memacu para peneliti dari bidang akademik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Industri memiliki potensi sebagai sumber terhadap pencemaran air, tanah dan udara baik secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam pembuatan material dan struktur fungsional maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah, et al., 2008). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limbah dari berbagai industri mengandung zat pewarna berbahaya, yang harus dihilangkan untuk menjaga kualitas lingkungan. Limbah zat warna, timbul sebagai akibat langsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel magnetik adalah partikel yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 nm sampai 100 nm. Ukuran partikel dalam skala nanometer hingga mikrometer identik

Lebih terperinci

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt% BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Pada pembuatan nanofiber Poly(ethylene oxide)(peo)/tio 2, ada beberapa proses yang harus dilewati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri baterai merupakan salah satu sektor industri yang penting dan sangat strategis. Berbagai industri lain memanfaatkan baterai sebagai sumber tegangan. Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material yang diubah ke dalam skala nanometer tidak hanya meningkatkan sifat alaminya, tetapi juga memunculkan sifat baru (Wang et al., 2009). Nanofiber yang memiliki

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polyvinyl alcohol (PVA) merupakan salah satu polimer yang banyak digunakan di kalangan industri. Dengan sifatnya yang tidak beracun, mudah larut dalam air, biocompatible

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanofiber merupakan fiber (serat) berukuran submikron hingga skala nanometer. Sebagai bidang riset yang baru, teknologi nanofiber memiliki potensi aplikasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara merupakan suatu kondisi dengan kualitas udara yang terkontaminasi oleh zat-zat tertentu, baik yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Saat ini nanomaterial seperti nanotubes, nanowires, nanofibers, dan nanobelts banyak mendapatkan perhatian karena nanomaterial tersebut dapat diaplikasikan di berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian yang pernah dilakukan oleh Harti et al. (2009) adalah membahas tentang pengaruh pemberian lendir bekicot terhadap penyembuhan luka.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN SERAT NANO MENGGUNAKAN METODE ELECTROSPINNING

PEMBUATAN SERAT NANO MENGGUNAKAN METODE ELECTROSPINNING PEMBUATAN SERAT NANO MENGGUNAKAN METODE ELECTROSPINNING Oleh: Tatang Wahyudi, Doni Sugiyana Balai Besar Tekstil Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288 E-mail: texirdti@bdg.centrin.net.id

Lebih terperinci

Pembuatan Jaring Serat Komposit PET/TiO2 Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi

Pembuatan Jaring Serat Komposit PET/TiO2 Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Edisi Khusus, Agustus 2009 Pembuatan Jaring Serat Komposit PET/TiO2 Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Ade Yeti Nuryantini (a), Mikrajuddin Abdullah, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Alat Penelitian 1. Mesin electrospinning, berfungsi sebagai pembentuk serat nano.

BAB III METODE PENELITIAN Alat Penelitian 1. Mesin electrospinning, berfungsi sebagai pembentuk serat nano. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan penelitian Bahan penelitian yang digunaka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. PVA gohsenol (polyvinyl alcohol). 2. Aquades. 3. Nano emulsi kitosan ukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia teknologi berkembang tidak dapat terlepas dari Ilmu pengetahuan. Teknologi sendiri merupakan penerapan ilmu pengetahuan untuk menyediakan barang maupun jasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Serat alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu serat alam yang berasal dari tanaman dan hewan. Indonesia memiliki wilayah yang kondisi iklimnya

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Membran Polimer Elektrolit Nanokomposit untuk Aplikasi Baterai Ion- Litium BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Membran Polimer Elektrolit Nanokomposit untuk Aplikasi Baterai Ion- Litium BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Alat yang digunakan: a. Pembuatan Larutan Membran Elektrolit 1. Gelas Beaker 2. Pengaduk merkuri 3. Sendok 4. Gelas arlogi 5. Kaca lembaran ukuran 15

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode dalam proses elektrokoagulasi larutan yang mengandung pewarna tekstil hitam ini

Lebih terperinci

Pembuatan Fiber Dengan Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi

Pembuatan Fiber Dengan Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Vol. 2 No.2, Juli 2009 Pembuatan Fiber Dengan Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Ade Yeti Nuryantini, Adi Bagus Suryamas, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material dewasa ini sedang mengarah pada revolusi nanopartikel dimana dalam periode ini tejadi percepatan luar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

Disusun Oleh : ALIF NUR WIDODO

Disusun Oleh : ALIF NUR WIDODO PENGARUH KONSENTRASI ALOE VERA TERHADAP SIFAT TARIK MEMBRAN SERAT NANO POLIVINIL ALKOHOL (PVA)/ALOE VERA TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Prodi Teknik

Lebih terperinci

FABRIKASI NANOFIBER GELATIN DENGAN METODE ELECTROSPINING DAN EFEK PENAMBAHAN ETHYLENE GLYCOL PADA MORFOLOGINYA

FABRIKASI NANOFIBER GELATIN DENGAN METODE ELECTROSPINING DAN EFEK PENAMBAHAN ETHYLENE GLYCOL PADA MORFOLOGINYA FABRIKASI NANOFIBER GELATIN DENGAN METODE ELECTROSPINING DAN EFEK PENAMBAHAN ETHYLENE GLYCOL PADA MORFOLOGINYA Elly Indahwati Teknik Elektro Universitas Hasyim Asy ari, E-mail: elly_indahwati@ymail.com

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

Sintesis dan Enkapsulasi Partikel Nanomagnetik Nikel dengan Alginat-Kitosan dan Senyawa Aktif Mangosteen

Sintesis dan Enkapsulasi Partikel Nanomagnetik Nikel dengan Alginat-Kitosan dan Senyawa Aktif Mangosteen Research and Development on Nanotechnology in Indonesia, Vol.1, No.2, 2014, pp. 58-63 ISSN : 2356-3303 Sintesis dan Enkapsulasi Partikel Nanomagnetik Nikel dengan Alginat-Kitosan dan Senyawa Aktif Mangosteen

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi minyak bumi yang berlebihan dan kebutuhan akan energi menciptakan masalah baru bagi keberlangsungan bumi, terutama makhluk hidup yang bergantung padanya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra 6.2 SEL BAHAN BAKAR Pada dasarnya sel bahan bakar (fuel cell) adalah sebuah baterai ukuran besar. Prinsip kerja sel ini berlandaskan reaksi kimia, bahwa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK NANOGENERATOR PIEZOELEKTRIK ZnO DOPING

KARAKTERISTIK NANOGENERATOR PIEZOELEKTRIK ZnO DOPING KARAKTERISTIK NANOGENERATOR PIEZOELEKTRIK ZnO DOPING Co3O4 Lukman Nulhakim Program Studi Teknik Mesin Politeknik Enjinering Indorama Email: lukman.mesin@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI 7 AGUSTUS 2014 SARI MEIWIKA S. NRP. 1410.100.032 Dosen Pembimbing Lukman Atmaja, Ph.D Pendahuluan Metodologi Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanokomposit adalah struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun struktur yang berbeda. Bahan nanokomposit biasanya

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung untuk pengambilan biomassa alga porphyridium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan PEG Terhadap Ketebalan Membran Fabrikasi membran menggunakan PES dengan berat molekul 5900, dengan PEG sebagai zat aditif dan menggunakan DMAc sebagai

Lebih terperinci

PERANCANGAN PEMBANGKIT TEGANGAN TINGGI DIRECT CURRENT PADA SISTEM ELECTROSPINNING

PERANCANGAN PEMBANGKIT TEGANGAN TINGGI DIRECT CURRENT PADA SISTEM ELECTROSPINNING PERANCANGAN PEMBANGKIT TEGANGAN TINGGI DIRECT CURRENT PADA SISTEM ELECTROSPINNING Junaedi*, Donny Nurmayady** *Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN **Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN ABSTRAK PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel logam merupakan material dengan ukuran yang sangat kecil yaitu berkisar antara 10 nm sampai 1 µm. Hal tersebut menyebabkan tingginya rasio luas permukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan - Siswa mampu membuktikan penurunan titik beku larutan akibat penambahan zat terlarut. - Siswa mampu membedakan titik beku larutan elektrolit

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pada umumnya peralatan yang digunakan berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan yang berada di Laboratorium

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Industri Pewarnaan Jeans Menggunakan Membran Silika Nanofiltrasi Untuk Menurunkan Warna dan Kekeruhan

Pengolahan Limbah Industri Pewarnaan Jeans Menggunakan Membran Silika Nanofiltrasi Untuk Menurunkan Warna dan Kekeruhan Pengolahan Limbah Industri Pewarnaan Jeans Menggunakan Membran Silika Nanofiltrasi Untuk Menurunkan Warna dan Kekeruhan Disusun oleh: Veny Rachmawati NRP. 3309 100 035 Dosen Pembimbing: Alia Damayanti,

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah mengekstrak polipeptida dari ampas kecap melalui cara pengendapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Untuk keperluan Analisis digunakan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Energi cahaya matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui suatu sistem yang disebut sel surya. Peluang dalam memanfaatkan energi matahari masih

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Surfaktan methyl ester sulfonat (MES) dibuat melalui beberapa tahap. Tahapan pembuatan surfaktan MES adalah 1) Sulfonasi ester metil untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melamin merupakan senyawa kimia bersifat basa yang digunakan terutama sebagai bahan polimer. Tidak ada peraturan yang mengijinkan penambahan langsung melamin ke dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Riset Material dan Pangan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA, UPI. Penelitian ini dilakukan menggunakan sel elektrokoagulasi

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Mensintesis Senyawa rganotimah Sebanyak 50 mmol atau 2 ekivalen senyawa maltol, C 6 H 6 3 (Mr=126) ditambahkan dalam 50 mmol atau 2 ekivalen larutan natrium hidroksida,

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

MEMBRAN SELULOSA ASETAT DARI MAHKOTA BUAH NANAS (Ananas Comocus) SEBAGAI FILTER DALAM TAHAPAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH SARUNG TENUN SAMARINDA

MEMBRAN SELULOSA ASETAT DARI MAHKOTA BUAH NANAS (Ananas Comocus) SEBAGAI FILTER DALAM TAHAPAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH SARUNG TENUN SAMARINDA MEMBRAN SELULOSA ASETAT DARI MAHKOTA BUAH NANAS (Ananas Comocus) SEBAGAI FILTER DALAM TAHAPAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH SARUNG TENUN SAMARINDA CELLULOSE ACETATE MEMBRANE FROM PINEAPPLE CROWN (Ananas Comocus)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 31 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2010 hingga bulan Juni 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset bidang material skala nanometer sangat pesat dilakukan di seluruh dunia saat ini. Jika diamati, hasil akhir dari riset tersebut adalah mengubah teknologi yang

Lebih terperinci