BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Korosi Definisi dari korosi adalah penurunan mutu material akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungan sekitar [Trethewey,1991]. Bila ditinjau dari interaksi yang terjadi, korosi adalah proses transfer elektron dari logam ke lingkungannya. Logam bertindak sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungan bertindak sebagai penerima elektron (katoda). Sedangkan penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara fisik bukan disebut korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan keausan. Dengan bereaksi ini sebagian logam akan hilang, menjadi suatu senyawa yang lebih stabil. Di alam, logam pada umumnya berupa senyawa, karena itu peristiwa korosi juga dapat dianggap sebagai peristiwa kembalinya logam menuju bentuknya sebagaimana ia terdapat di alam. Dan ini merupakan kebalikan dari proses extractive metallurgy, yang memurnikan logam dari senyawanya. Dalam hal ini korosi mengakibatkan kerugian karena hilangnya sebagian hasil usaha manusia memurnikan logam Korosi Merata Korosi merata adalah korosi yang terjadi pada seluruh permukaan metal ketika bereaksi dengan lingkungan sekitar [Black, 1988]. Korosi merata merupakan korosi yang paling banyak terjadi pada logam dan merupakan jenis korosi yang seharusnya tidak berbahaya selama pengurangan ketebalan metal masih bisa ditolerir. Lapisan pasif pada logam-logam yang sangat reaktif merupakan produk dari korosi merata. Contohnya adalah Titanium memiliki laju korosi yag paling rendah jika dibanding dengan Stainless Steel dan paduan Cobalt Chromium. Tapi

2 6 adanya serum protein dapat bereaksi dengan Cromium dan Nikel, sehingga menaikkan korosi merata 2 hingga 10 kali lipat [Black, 1988] Korosi Galvanik Korosi ini terjadi akibat perbedaan makroskopik pada potensial elektrokimia, biasanya merupakan dampak dari berdekatannya metal yang berbeda [Jacobs,1998]. Contohnya adalah penggunaan metal yang tidak seharusnya, seperti halnya kawat Stainless Steel yang mengalami kontak metalik dengan femoral stem paduan Cobalt atau Titanium, paduan Cobalt femoral head mengalami kontak metalik dengan paduan Titanium femoral stem, dan baut paduan Titanium mengalami kontak metalik dengan lempengan Stainless Steel [Griffin,1983] Korosi Sumuran Korosi Sumuran adalah penembusan yang cepat pada daerah kecil pada tempat yang berlainan. Sumuran ini sangat kecil dan mudah tertutup oleh korosi. Demikian pula serangan yang dilokalisir biasanya terlindung oleh celah yang ada pada bagian logam dibawah endapan antara metal dengan metal yang lain. Sumuran ini dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang tapi pada kasus tertentu sumuran tersebut tidak dapat dilihat, dan berbahaya karena dapat menyebabkan bentuk stress corrosion cracking (SCC). Sumuran terukur ketika sisi anodik menjadi bagian bagian yang kecil dari permukaan dikarenakan pecahnya lapisan pasif. Perbedaan kadar oksigen menyebabkan perbedaan dari potensial elektrokimia antara sumuran dengan logam sekitar Korosi Celah Korosi ini terjadi bila ada salah satu sisi yang terlindungi dari lingkungan. Biasanya hal ini ditemukan pada bagian bawah dari kepala mur yang menahan plat implant atau pada lokasi yang

3 7 serupa sebagai contoh daerah pertemuan antara komponen dari dua benda. Hal penting yang membuat terjadinya korosi ini adalah terjadinya celah, baik celah yang sempit, retakan dalam juga pada pertemuan antara dua jenis alat seperti pada plat dan kepala mur, atau defect seperti fatique crack. Mekanisme dari korosi celah adalah mula-mula terjadi korosi merata pada permukaan logam (pada celah), lalu oksigen yang ada dicelah habis untuk korosi merata sehingga tidak terbentuk lagi ion hidroxil. Selanjutnya adalah terjadinya peristiwa otokatalitik, yaitu masuknya ion ion negatif dari lingkungan kedalam celah melalui proses difusi sehingga akan terjadi serangan korosi yang lebih hebat lagi Korosi Fatigue Korosi fatique adalah jenis kegagalan dari logam yang terjadi dari kombinasi dari reaksi elektrokimia dan beban siklik. Ketahanan terhadap korosi fatique sangat penting untuk alat implant atau untuk logam yang digunakan untuk aplikasi gerakan siklis. Secara normal kegagalan mungkin tidak dapat diukur, tetapi keretakan dapat muncul dari dalam logam, kerusakan permukaan, serangan kimiawi dan sebab yang lain. Lingkungan korosif dapat menyebabkan serangan korosi lokal. Serangan ini dipengaruhi oleh tipe larutan, larutan ph, kandungan oksigen dan temperatur. Lingkungan dari cairan tubuh akan menurunkan dari ketahanan fatique dari implant. Striasi dari fatique dapat diketahui pada logam yang patah dengan garis pantai yang menandakan adanya korosi fatique. Keberadaan dari sumuran akan menambah kecepatan terjadinya korosi fatique.[sivakumar,1994] Korosi Fretting Korosi fretting terjadi bila dua permukaan yang berbeda seperti plat tulang dan kepala mur dari alat prosthetic bergesekan satu sama lain secara kontinue dalam lingkungan tubuh. Korosi

4 8 ini terjadi sebagai hasil dari gerakan yang kecil antara permukaan yang saling kontak dalam lingkungan korosif, bahkan ketika tidak adanya medium korosif korosi ini dapat terjadi. Gesekan ini dapat menyebabkan partikel-partikel logam produk dari korosi ikut kedalam jaringan sekitar, atau dapat menyebabkan inisiasi dari retakan dan kegagalan patahan dari implant tersebut [Syrett,1978]. Korosi fretting pada plat tulang dan paku pada panggul dapat menyebabkan korosi lelah. Yang dapat diketahui dari lubang mur. 2.2 Polarisasi Ketika suatu logam tidak berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, potensial elektrodanya berbeda dengan potensial korosi bebas dan selisih antara keduanya disebut polarisasi. Besar polarisasi dinyatakan dengan satuan overvoltage (η) yang menyatakan besarnya polarisasi terhadap potensial equilibrium elektroda. Polarisasi aktivasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh salah satu tahap siklus reaksi elektrokimia yang terjadi pada antar-muka logam dan elektrolit. Pada tahap ini dibutuhkan energi aktivasi untuk menghadapi energi barrier yang menghambat kelangsungan proses. Polarisasi konsentrasi adalah reaksi elektrokimia yang dikendalikan oleh proses difusi ion dalam elektrolit. Polarisasi ini dapat diilustrasikan dengan proses difusi ion hidrogen ke permukaan logam membentuk gas hidrogen berdasarkan reaksi evolusi hidrogen. Dalam hal ini, konsentrasi ion hidrogen rendah dalam elektrolit, dan laju reduksi ion hidrogen dipermukaan logam dikendalikan oleh difusi hidrogen ke permukaan logam tersebut. Pada polarisasi konsentrasi, sejumlah perubahan dalam sistem yang meningkatkan laju difusi ion dalam elektrolit akan mengurangi pengaruh polarisasi konsentrasi dan peningkatan laju reaksi. Adukan pada elektrolit akan mengurangi gradien konsentrasi ion positif dan meningkatkan laju reaksi.

5 9 2.3 Passivasi Passivasi logam adalah rintangan korosi akibat pembentukan produk korosi sebagai lapisan protektif yang menghambat kelangsungan reaksi. Dengan definisi lain bahwa pasifasi logam merupakan peristiwa kehilangan reaktifitas reaksi logam akibat keberadaan kondisi lingkungan tertentu. Sejumlah logam dan paduan teknik menjadi pasif dan bahkan sangat tahan korosi dalam lingkungan oksidator sedang sampai kuat. Contoh logam yang memiliki sifat pasivasi adalah Baja Tahan Karat (Stainless Steel), Nikel dan sejumlah paduan Nikel, Titanium dan paduannya, Aluminium dan paduannya. Ada dua teori berkaitan dengan lapisan pasif, yakni teori lapisan oksida dan teori adsorpsi. Menurut teori lapisan oksida, lapisan pasif adalah lapisan barrier difusi pada produk korosi yang memisahkan logam dengan lingkungan sehingga reaksi terhambat atau berhenti. Menurut teori adsorpsi, lapisan pasif logam pasif yang dilapisi oleh lapisan chemisorbed oksigen. Keberadaan lapisan ini dimaksudkan untuk mengadsorpsi molekul H 2 O sehingga menghambat pelarutan di anoda. Dua teori tersebut menjabarkan maksud yang hampir sama bahwa lapisan protektif yang terbentuk pada permukaan logam menciptakan kondisi pasif dan terjadi peningkatan ketahanan korosi logam. Pasivasi logam yang dinyatakan dalam laju korosi diilustrasikan dengan kurva polarisasi pada Gambar 2.1. Kurva polarisasi menunjukkan hubungan antara potensial logam dengan rapat arus. Perilaku pasivasi logam M dinyatakan sebagai rapat arus. Pada titik A, logam dalam kondisi potensial equilibrium dan rapat arus i o. Ketika potensial logam menjadi lebih positif, logam berperilaku sebagai logam aktif, rapat arus i c dan laju reaksi meningkat secara eksponensial. Ketika potensial logam lebih positif sampai mencapai E pp dan rapat arus i passif, laju korosi menurun drastis. Pada potensial E pp, terbentuk lapisan protektif pada permukaan logam dan menurunkan reaktifitas logam. Jika

6 10 potensial logam makin positif, rapat arus masih tetap i passif sampai batas daerah pasif. Peningkatan potensial lebih lanjut melampaui daerah pasif menyebabkan logam menjadi aktif kembali dan rapat arus meningkat dalam daerah transpasif. 2.4 Hubungan Pasivasi dan Polarisasi Kurva polarisasi sangat berguna untuk menggambarkan fenomena pasifasi dari logam seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3.Gambar ini menunjukkan nilai nilai atau besaran yang terdapat dalam kurva polarisasi logam aktif pasif, yaitu : E corr = Potensial korosi bebas pada saat kesetimbangan. E pp = Potensial awal pada saat lapisan pasif akan dan mulai terbentuk (awal pasifasi) E f = Potensial pada saat lapisan pasif terbentuk sempurna (pasivasi sempurna) E r = Potensial awal pada saat lapisan pasif pecah (breakdown of passivity ) I crit = Rapat arus yang terjadi pada saat lapisan pasif akan dan mulai terbentuk. I p = Rapat arus yang terjadi saat lapisan pasif terbentuk sempurna. Gambar 2.1 Bagian Bagian Kurva Polarisasi

7 11 Dari gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa : 1. Pada potensial yang lebih negatif dari E corr (daerah aktif), reaksi yang terjadi adalah reaksi reduksi yang laju reaksinya mengikuti tipe garis Tafel. 2. Potensial yang lebih positif dari dari E corr, laju reaksi oksidasi yaitu disolusi dari suatu logam M (M M n+ +e n- ) juga mengikuti tipe garis tafel. 3. Pada titik E pp (Primary or Peak Pasivation Potensial) sampai dengan E f potensial menuju keseimbangan antara logam M dan salah satu dari oksida oksida (MO) diikuti dengan semakin lambatnya laju reaksi.pada titik ini metal mulai menjadi pasif.arus yang bersesuaian pada titik ini dinamakan I crit (Critical Pasivatting Current Density) 4. Pada potensial yang lebih besar dari E f, terbentuk lapisan oksida pasif yang sangat tipis pada permukaan, sehingga laju reaksi dari disolusi metal menjadi lambat dan cenderung konstan.arus yang bersesuaian dengan titik adalah Ip sebagai passivation current density.peristiwa korosi disini cenderung berhenti. Kenaikan potensial berikutnya menyebabkan lapisan cenderung rusak oleh disolusi kimiawi atau serangan dari ion agresif seperti ion klorida. 5. Pada potensial yang lebih positif daripada Er yaitu pada daerah transpasif korosi metal mulai terjadi karena pecahnya lapisan oxida atau hidroksida (OH), sehingga oksign kembali bereaksi dengan logam M. 2.5 Hubungan Laju Korosi dan Polarisasi Perbedaan potensial antara katoda dan anoda sangat penting untuk menggambarkan terjadinya korosi. Tetapi hal ini belum dapat menggambarkan laju korosi sebenarnya. Laju korosi yang terjadi juga dinyatakan tergantung pada kerapatan arus yang timbul (current density). Semakin tinggi kerapatan arus yang

8 12 timbul maka korosi semakin hebat begitupun juga sebaliknya. Karena fenomena tersebut korosi dapat disimpulkan dengan pemakain kurva tegangan fungsi arus yang selanjutnya disebut kurva polarisasi. Laju korosi dalam kurva polarisasi dinyatakan dengan adanya E corr dan I corr. E corr dan I corr tidak bisa langsung didapatkan dalam kurva polarisasi, tetapi dimodelkan dengan adanya Tafel Equation dan Buttler Volmer Equation. Tafel Equation : I = I o exp ( ( E E o / b ) (2.1) I = Arus yang terjadi akibat adanya reaksi I o = Exchange Current E = Potensial Electrode. E o = Equilibrium potensial b = Beta Tafel Constant. Tafel Equation hanya berlaku untuk satu reaksi. Dalam proses korosi terjadi dua reaksi yaitu reksi katodik dan anodik. Perumusan Tafel Equation dalam reaksi katodik dan anodik dikenal dengan : Butler Volmer equation : I = I corr (exp(2.303(e-e corr )/ba)exp(-2.303(e-e corr )/bc)) (2. 2) I = Arus terukur (amps) I corr = Corrosion current (amps) E = Electrode potensial E corr = Corrosion potential (volts) ba = Anodic Beta Tafel Constant bc = Cathodic Beta tafel constant Pemodelan tersebut didekati dengan adanya Tafel Analysis yaitu ekstrapolasi garis lurus pada daerah katodik dan anodik sehingga bertemu pada satu titik. Titik ini menyatakan E corr dan I corr (lihat Gambar 2.2).

9 13 Gambar 2.2. Classic Tafel Análisis Perhitungan laju korosi dari Icorr dalam kurva polarisasi dihtung dengan cara ( ASTM vol G02 ) CR = K 1 I corr EW (2.3) ρ CR = Laju Korosi (mm/yr) untuk i corr (μa/cm 2 ) = 3.27 x 10-3 mm g/μa Cm yr K 1 I corr = Rapat arus saat Ecorr (exchange current density) Ρ = density (g/cm 3 ) EW = Equivalent Weight. Sedangkan untuk perhitungan Laju korosi pengujian immerse didapatkan dengan rumus sebagai berikut : Dari nilai weight loss, dapat dihitung nilai corrosion ratesnya dengan menggunakan rumus: Penetration = (2.4)

10 14 Nilai C = 1 untuk mm dan untuk mils Apparent Corrosion Rate = (2.5) 2.6 Perilaku Korosi Aktif Pasif Pasivasi dari suatu logam atau paduan menunjukkan perilaku khusus pada pertambahan polarisasi anodik (ditunjukkan pada Gambar 2.2). Pada potensial karakteristik yang rendah dalam larutan asam teraerasi, laju korosi yang terukur dengan rapat arus anodik yang tinggi akan meningkat sejalan dengan bertambahnya potensial pada daerah aktif. Diatas E pp lapisan pasif menjadi stabil, laju korosi berkurang, di daerah pasif diperkirakan 10 6 kali lebih rendah daripada didaerah aktif pada I c [Jones,1992]. Apabila lapisan film berada pada potensial yang lebih tinggi maka lapisan akan pecah/rusak dan laju korosi bertambah didaerah transpasif. 2.7 Biomaterial Biomaterial adalah penggunaan material yang memiliki kecenderungan tidak bereaksi (inert) sebagai pengganti fungsi dari jaringan tubuh yang kontak langsung dengan cairan tubuh. Disebut sebagai biomaterial yang ideal ketika suatu bahan/material memiliki biokompatibilitas yang baik, sifat mekanik yang baik dan proses manufaktur yang mudah. Properties paling penting yang diperlukan oleh material adalah biokompatibilitas, hal ini dikarenakan adanya hubungan dengan reaksi jaringan, perubahan dari sifat (mekanik, fisik dan kimia) dan juga kemungkinan degradasi material. Ductility, toughness, creep, dan wear resistance adalah properties mekanik yang diperlukan untuk biomaterial sedangkan metode fabrikasi, konsistensi, tingkat kenyamanan dan biaya produksi adalah

11 15 karakter manufaktur yang pada akhirnya menentukan pemilihan penggunaan bahan implant. Biomaterial adalah substansi yang berasal dari alam atau sintetis yang digunakan sebagai peralatan medis. Pada umumnya, peranan biomaterial adalah sebagai pengganti atau tambahan pada komponen biologik. Biokompatibilitas dalam terminologi umum menjelaskan suatu keadaan dimana tak terjadi interaksi yang berbahaya antara material asing atau peralatan dengan tuan rumah biologis. Ada dua hal yang perlu mendapat pertimbangan: (1) efek biomaterial pada tuan rumah biologis dan (2) efek dari sistem biologis pada material. Tujuan dari penelitian in vitro (tidak menggunakan makhluk hidup sebagai mediator) dan in vivo (dalam tubuh makhluk hidup) adalah untuk mengidentifikasi potensi toksisitas dari biomaterial dalam tubuh dan untuk mendeteksi potensi kegagalan dari peralatan tersebut pada penggunaannya secara khusus. Karena implant metalik langsung dipakai sebagai material untuk fiksasi rigid, maka korosi dan perubahan permukaan dari material-material ini hampir selalu terkait dengan respons biologis [Andri,2000]. Terjadinya reaksi dari sistim tubuh terhadap material implant ditentukan dari faktor bisa tidaknya material tersebut diterima dan memenuhi fungsi pada tubuh. Biokompatibilitas merupakan sistim yang mencakup fisik, kimia, biologis, medik dan aspek desain [Spenser, 1998]. Gambar 2.3 Biokompatibilitas dari Variasi Vistim Parameter

12 16 Permukaan merupakan hal yang penting dalam biomaterial, interaksi pada permukaan implant dengan cairan tubuh secara alami menunjukkan adanya penurunan reaksi antara respon tubuh terhadap implant dan perkembangan dari permukaan implant/jaringan. Gambar 2.4 Skema Respon Tubuh pada Permukaan Biomaterial Gambar 2.5 Tahapan Interaksi Implant pada Tulang

13 17 Laporan Tugas Akhir Pengaruh dari permukaan biasanya dominan pada saat proses awal dari respon biologis, bagaimanapun juga diketahui bahwa interaksi biokimia yang pertama pada implant diputuskan dari reaksi dan bentuk akhir jaringan pada permukaan [Spenser,1998]. 2.8 Material untuk Aplikasi Orthophaedi Pengaplikasian biomaterial pada penggunaan implant yang disebut dengan osseointegration (osteosintesis) dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu metal, polimer, keramik dan komposit Metal Metal memiliki cakupan yang luas dalam aplikasiannya, diantaranya fixasi patah tulang, penggantian tulang, external spints, braces dan traction apparatus. Modulus elastis dan titik luluh digabungkan dengan keuletan metal membuat material jenis ini cocok untuk menopang beban tanpa mengakibatkan deformasi. Tiga material yang biasa digunakan adalah Titanium, Stainless Steel dan Paduan Cobalt-Chromium. Titanium dan paduan Titanium memiliki kelebihan yaitu modulus elastisitas rendah dan resistansi korosi tinggi, selain itu juga adanya lapisan oksida pada Titanium memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengintegrasian metal ini pada jaringan tulang. Tabel 2.1 Perbandingan Beberapa Material Implant Prostesis Implant Keuntungan Kerugian Modular Ti6Al4V/CoCrMo (Porous) Lebih mudah untuk mencocokan dengan pasien Memiliki kelebihan Korosi celah pada bagian sambungan Co, Cr, Mo merupakan unsur beracun dirancang berdasar kebutuhan

14 18 CoCrMo (Smooth) CoCrMo (Porous) Ti6Al4V (Porous) dibanding dengan material lain Memiliki modulus yang rendah Penggunaan lapisan dapat dihindarkan Ketahanan penggunaaan tinggi Memiliki toleransi pembedahan yang tinggi Memiliki ketahanan penggunaan yang tinggi Tidak diperlukan lapisan untuk membuatnya menyatu dengan femur Tidak diperlukan lapisan untuk membuatnya menyatu dengan femur Memiliki modulus yang rendah toxicity sangat operasi Dibutuhkan waktu 2 minggu tanpa pembebanan agar terjadi pertumbuhan tulang Bisa menyebabkan reaksi jaringan Co, Cr, Mo merupakan unsur beracun memiliki modulus yang tinggi Co, Cr, Mo merupakan unsur beracun Memiliki modulus yang tinggi Dibutuhkan waktu 2 minggu tanpa pembebanan agar terjadi pertumbuhan tulang Memiliki ketahanan penggunaan yang rendah Dibutuhkan waktu 2 minggu tanpa pembebanan agar terjadi pertumbuhan tulang

15 19 Ti6Al4V (Smooth) Modular Ti6Al4V/Al 2 O 3 316L Stainless Steel (smooth) ZrO 2 Coated Zr or Oxidized Ti- 13%Zr-13%Nb alloy rendah Memiliki toleransi pembedahan yang lebih besar Toksinitas sangat rendah Mudah untuk disesuaikan dengan pasien Alumina memiliki ketahanan penggunaan dan degradasi yang sangat bagus Memiliki modulus yang rendah Harga murah mudah untuk diproduksi Toleransi pembedahan besar Banyak penelitian secara mendalam tentang spesimen ini Modulus rendah Biokompatibilitas tinggi Ketahanan penggunaan tinggi Pelekatan pada Memiliki ketahan penggunaan yang rendah kemungkinan adanya reaksi jaringan Meluruhkan unsur Al Korosi celah pada bola sambungan Dirancang sesuai dengan kebutuhan pembedahan Korosif Mudah mengalami retak lelah Modulus sangat tinggi Memungkinkan adanya reaksi jaringan Harga mahal Sulit untuk difabrikasi Tidak diketahui secara pasti sifat dari interaksi Zn dengan

16 20 Diamond Like Carbon Coated/Surface Nitrided Ti6Al4V Ru-37.5Zr-12.5Pd Coated Ti6Al4V lapisan bagus Modulus rendah Biokompatibilitas tinggi Ketahanan penggunaan tinggi Ketahanan pemakaian dengan sangat tinggi Sifat mekanik yang sempurna Biokompatibilitas sama atau lebih baik dibanding paduan CoCrMo tulang Dalam pengujian pada jaringan hidup, Adanya hidrogen menyebabkan berkurangnya kerekatan pelapisan Sangat mahal kecali hanya digunakan sebagai pelapis Biokompatibilitas secara maksimal belum diteliti [Seaborn, 2000] Perlu diperhatikan dalam penggunaan metal sebagai implant ada beberapa unsur yang sangat dihindari penggunaannya apabila kadarnya melebihi ambang batas dikarenakan unsur tersebut beracun terhadap tubuh. Adapun unsur-unsur tersebut adalah: Tabel 2.2 Batas Toxicity CCR 50 Fe Mn Co Ni Cr V CCR (µg ml -1 ) Nilai CCR 50 ini didefinisikan sebagai kosentrasi dari substrat sel hidup yang mengalami reduksi hingga 50% ketika diuji dengan unsur-unsur diatas.

17 Titanium Jenis metal ini adalah termasuk dalam golongan IV pada tabel periodik, sehingga mempunyai afinitas yang kuat terhadap oksigen. Titanium mempunyai ketahanan korosi yang sangat bagus, hal ini disebabkan karena adanya lapisan oksida tipis yang menyelimuti permukaannya. Titanium komersial sudah tersedia dalam bentuk mill sejak tahun Titanium diproduksi dan digunakan untuk aplikasi pemakaian yang memerlukan kekuatan yang cukup, mampu bentuk yang bagus serta sifat tahan korosi yang bagus. Sifat mekanik Titanium tergantung dari sejumlah kecil dari oksigen dan nitrogen pada keadaan solid solution, sehingga memungkinkan untuk menghasilkan sejumlah tingkatan titanium komersial murni, dengan sifat mekanis yang sesuai untuk berbagai macam penggunaan sehingga material yang dipakai sesuai yang diharapkan. Titanium yang ditemukan di pada tahun 1791 oleh William Gregor (Inggris) adalah unsur kesembilan yang terbesar di bumi. Seiring dengan perkembangan teknologi, Titanium (Ti) telah menjadi material pilihan untuk banyak digunakan dalam implantasi gigi dan bedah tulang. Hal tersebut dikarenakan minimalnya reaksi jaringan yang diakibatkan oleh penanaman material ini dalam tubuh. Pada penanaman material ini terjadi reaksi biologis secara alami yaitu terbentuknya jaringan baru yang kemudian melekat pada lapisan oksida pada permukaan Titanium. Titanium merupakan material allotropik dengan dua bentuk kristalografi yaitu alpha (α) yang mempunyai bentuk hexagonal close packed (HCP) pada temperatur < 882,5 o C dan beta (β) yang mempunyai bentuk body centered cubic (BCC) pada temperatur >882,5 o C.

18 22 Tabel 2.3 Sifat Mekanik Beberapa Jenis Titanium Sifat Mekanik Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4 Tensile Strength (Mpa) Yield Strength (Mpa) Elongation (%) Reduction of Area (%) Modulus of Elasticity (Gpa) Poisson ratio Condition (Wt %) Ti Annealed Annealed Annealed Annealed 99.0 Penggunaan Titanium sebagai implant didasarkan pada densitas yang rendah, ketahanan korosi yang sempurna, modulus mekanikal yang cocok dengan tulang bila dibanding dengan material lain. Berdasarkan jumlah oksigen yang terkandung maka Commercial Pure Titanium dikasifikasikan menjadi 4 grade mulai dari grade 4 dengan kandungan oksigen maksimal 0.4% dan grade 1 minimal 0.18%. Karena biokompatibilitas dan karakteristik fisik yang maksimal ini maka Titanium murni maupun Titanium paduan banyak digunakan pada bidang medis dengan variasi yang beragam mulai dari sambungan tulang, pengganti tulang, implant dental, pembuluh jantung buatan, dll. Dengan adanya lapisan tipis dalam ukuran nm membuat Titanium menjadi material yang sangat terlindung dari korosi. Dengan minimalisnya peluruhan ion sebagai hasil residu pada jaringan tubuh sehingga material ini dapat diklasifikasikan sebagai material inert atau secara elektrokimia merupakan material yang pasif pada semua kombinasi potensial dan ph Lapisan Oksida Titanium Titanium adalah logam yang sangat reaktif, ketika permukaannya terekspose pada udara atau lingkungan yang lain yang mengandung oksigen lapisan oksida tipis dari Titanium terbentuk dimana kandungan utamanya adalah TiO 2. Kehadiran

19 23 lapisan oksida tipis ini membuat Titanium mempunyai ketahanan terhadap korosi yang sangat bagus didalam berbagai jenis media korosif. TiO 2 memiliki sifat pasivasi dan repasifasi yang sangat tinggi dalam segala kondisi ph dan hampir tidak mengalami perubahan pada kondisi biologis tubuh. TiO 2 memiliki konstanta dielektrik yang menyerupai air sehingga lapisan oksida ini dapat bereaksi dengan bagus dengan protein tubuh. Adanya air, meski dalam jumlah sangat kecil, ketika proses pembentukkan selaput sedang berlangsung sangat berpengaruh terhadap kemampuan selaput itu untuk melindungi logam dibawahnya. TiO 2 pada permukaan Titanium komersial murni (CP Ti), secara studi spectroscopic telah didapatkan nilai ketebalan oksida sekitar nm. Struktur memiliki kekasaran permukaan bervariasi dari μm. TiO 2 mengikat molekul maupun atom sebagai lapisan monomolekular. Lapisan pasivasi pada permukaan logam adalah suatu lapisan oksida tipis yang terbentuk pada bermacam-macam tingkat derajat (tergantung pada besar kecilnya tenaga bebas pembentukan oksida-logam dan ketersediaan oksigen di permukaan). Adanya lapisan oksida yang terbentuk secara alami menjadikan Titanium memiliki biokompatibilitas yang sempurna dalam kaitannya dengan tinggi rendahnya daya konduksi elektronik dan memiliki resistansi korosi tinggi. Titanium dan oksidanya menunjukkan pelepasan ion dalam kuantitas rendah didalam lingkungan mengandung air. TiO 2 mempunyai tiga bentuk allotrophic yaitu anatase, brookite dan rutile. Brookite dan anatase adalah bentuk metastabil dan berubah bentuk secara eksotermal dan irreverisible ke rutile akibat fungsi thermal maupun akibat pengerjaan mekanik pada temperatur kamar.

20 24 Tabel 2.4 Sifat Kristalografi Anatase, Brookite & Rutile Properties Anatase Brookite Rutile Crystal structure optical Density, g/cm 3 Hardness, Mohs scale Unit cell Dimensions,nm a b c Tetragonal Uniaxial, (-) D 4 a 19.4TiO Orthorhombic Biaxial (+) D 2 h 15.8TiO Tetragonal Uniaxial (+) D 4 h 12.8TiO Tabel 2.5 Reaksi Perubahan Energi TiCl 4 (g) + O 2 (g) TiO 2 (rutile, solid) + 2Cl 2 (g) Temperature, C ΔH,kJ/mol a ΔG,kJ/mol a Log Kp b Gambar 2.6 Struktur Kristal TiO 2 (Rutile) Studi Cigada menunjukkan bahwa semakin tingginya ketebalan oksida pada paduan titanium atau titanium murni maka mengakibatkan berkurangnya secara drastis kepasifan arus didalam cairan fisiologis sehingga mencegah pelepasan ion titanium didalam cairan badan. Di samping ketebalan, struktur

21 25 oksida juga memiliki peran utama dalam penurunan pelepasan ion. Tingkat pelepasan ion berubah-ubah sesuai dengan kondisi cairan pada lingkungan tubuh dan pengaruh reaksi lebih lanjut antara sel dan implant. Rutile adalah padatan yang memiliki struktur tetragonal dengan kemampuan difusi ion yang lebih baik dibanding anatase, oleh karena itu struktur ini akan memperbaiki resistansi dissolusi [Mueller, 2002] Polimer Polimer adalah rangkaian panjang dari material dengan berat molekul tinggi yang terdiri dari pengulangan unit monomer. Polimer memiliki sifat fisik yang mendekati jaringan halus, oleh karena itu polimer banyak digunakan untuk menggantikan kulit, tendon, tulang rawan, pembuluh darah dll. Polimer mengalami degradasi pada lingkungan tubuh dikarenakan faktor biokimia dan mekanik. Hal ini menyebabkan adanya serangan ion, pembentukan ion hidroksil dan terlarutnya oksigen sehingga terjadi iritasi pada jaringan dan menurunnya properties mekanik Keramik Keramik adalah senyawa inorganik yang dalam biomaterial diklasifikasikan menjadi 5 kategoris berdasarkan karakter makroskopis permukaan ataupun stabilitas kimia pada lingkungan tubuh yaitu : karbon, alumina, zirconia, keramik gelas dan kalsium fosfat. Keterbatasan dari keramik adalah kekuatan tarik dan ketangguhan akan patah yang rendah sehingga aplikasinya terbatas. Hasil dari tes ex-vivo mengindikasikan bahwa keramik gagal berikatan karena lemahnya jaringan yang terbantuk pada sistim [Hench,1982] Komposit Kata komposit memiliki makna yaitu material yang terdiri dari dua ataupun lebih bagian, dimana satu material

22 26 berfungsi sebagai matriks dan material yang lainnya berfungsi sebagai reinforced. Keuntungan dari penggunaann material ini adalah meningkatnya biokompatibilitas tubuh terhadap implant. [Kamachi,2000] 2.9 Diagram E/pH (Pourbaix) Diagram pourbaix adalah diagram yang memperlihatkan kondisi-kondisi dimana logam akan terkorosi, tidak terkorosi atau mengalami pasifasi dalam larutan berpelarut air. Gambar 2.7 adalah diagram pourbaix untuk Titanium. Beberapa perbedaan utama harus diperhatikan bahwa hanya ada satu daerah korosi, dan tiga tahap oksida pasif yang berbeda. Pada diagram ini ditunjukkan bahwa titanium hydride (Tih2) adalah tahap yang stabil ketika ph memiliki nilai potensial kurang dari - 0.8V, hidrogen menyusutkan daerah korosif daerah segi tiga pada gambar dibawah ini dan meningkatkan daerah metal yang pasif. Gambar 2.7 Diagram Pourbaix Titanium-H2O (Daerah arsir menandakan lingkungan interrnal tubuh manusia)

23 Lingkungan Biologi Tubuh manusia adalah lingkungan yang korosif bagi logam dan paduannya karena dapat terjadi reaksi oksigenisasi. Tubuh memiliki larutan dengan kadar garam sekitar 0,9% pada ph~7,4 dengan temperatur 37,1 C. Ketika implant dimasukkan kedalam tubuh manusia maka secara spontan akan di penuhi dengan cairan jaringan extracellular terlihat pada Gambar 2.6 [Pholer 1986]. Semua bahan implant akan mengalami dissolution karena reaksi kimia maupun elektrokimia pada kecepatan tertentu, dikarenakan lingkungan tubuh yang korosif dan kompleks. Cairan tubuh manusia terdiri atas larutan air, senyawa kompleks, larutan cairan dari oksigen dan kandungan yang besar dari sodium (Na + )dan clorine (Cl - ) dan elektrolit lainnya seperti bikarbonat, kandungan kecil dari potassium, kalsium, magnesium dan phosphate, sulfat, asam amino, protein, plasma, limfa. Ion-ion yang ada ditubuh juga memberikan peranan yang penting untuk menjaga ph dan transfer elektron. Keberadaan implant pada dasarnya amat mengganggu dari lingkungan tubuh sebagai contoh terganggunya suplai darah ke tulang dan kesetimbangan dari ion. Permulaan dari terjadinya korosi dapat terjadi karena kondisi yang bervariasi dari permukaan implant yang ditanamkan. Dan implant dikatakan gagal ketika tidak dapat dilepas dari jaringan dikarenakan rasa sakit yang besar, peradangan dan reaksi lainnya seperti korosi dan keausan. Dengan penanaman impant akan menyebabkan kenaikan konsentrasi ion yang ada pada jaringan. Ketika material ditanamkan maka akan terjadi reaksi penolakan dari tubuh dan kehadiran dari implant akan mengurangi sistim pertahanan tubuh sehingga berakibat infeksi yang merupakan keinginan tubuh untuk melepas implant. [Helmus,1995]. Ketika infeksi tidak dapat dikontrol maka jaringan akan merespon dengan rasa nyeri sampai inflamasi yang kronis. Keharusan sebuah implant untuk inert atau memiliki toleransi tubuh yang baik.respon dari tubuh pada material yang

24 28 inert adalah dengan munculnya jaringan serabut serabut kolagen tipis yang membungkus implant dan memisahkan dari jaringan normal. Gambar 2.8 Ketahanan Korosi (0,5% NaCl, ph 7,4) dan Reaksi Jaringan dari berbagai Logam Biomaterial [Steinemann,1985] Hal ini tentunya akan semakin berpengaruh terhadap tubuh dengan fungsi waktu, kapsul yang menyelimuti dapat terdiri atas area dari sel mati yang melekat pada implant yang diselimuti oleh daerah sel yang mulai tumbuh. Pada satu kasus kapsul memiliki bentuk jaringan batas yang bagus akan tetapi pada kasus yang lain kapsul tersebut terbentuk tidak beraturan dan berdifusi pada otot sekitar. Ketebalan dari jaringan serabut tersebut tergantung dari ketahanan implant terhadap korosi. Material yang menghasilkan serabut kolagen yang paling tipis mengindikasikan lebih tahan korosi dan memiliki biokompatibilitas dan yang paling diterima oleh tubuh. Ada standardisasi yang harus dipenuhi oleh sebuah material agar bisa dikatakan layak sebagai bahan implant, salah satunya adalah memiliki nilai corrosion rates yang kurang dari mpy.

25 29 Gambar 2.9 Komposisi ion dari Plasma Darah, Cairan Intersisi dan Cairan Intraselluler [Pholer, 1986]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Korosi Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan prosedur pengujian pada Bab III maka didapatkan hasil pengujian Imersi, Potensiodinamik dan SEM sebagai berikut : 4.1 Hasil Pengujian Immerse Dari hasil

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Sidang TUGAS AKHIR Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Latar Belakang Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 Batasan Masalah Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 PERMASALAHAN Abdul Latif Mrabbi /

Lebih terperinci

BAB II TEORI HIP JOINT

BAB II TEORI HIP JOINT 9 BAB II TEORI HIP JOINT 2.1 Sambungan Tulang Pinggul (Hip Joint) Sambungan tulang pinggul (hip joint) adalah sambungan tulang yang terletak diantara pinggul dan pangkal tulang paha atas. Hip joint pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau alami, yang dapat digunakan untuk setiap periode waktu, secara keseluruhan atau sebagai

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan beberapa tahun terakhir dalam hal material bioaktif, polimer, material komposit dan keramik, serta kecenderungan masa depan kearah sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paduan Co-Cr-Mo Material kobalt merupakan material logam yang berwarna perak keabuabuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paduan Co-Cr-Mo Material kobalt merupakan material logam yang berwarna perak keabuabuan 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paduan Co-Cr-Mo Material kobalt merupakan material logam yang berwarna perak keabuabuan 4. Umumnya paduan kobalt digunakan dalam aplikasi yang berhubungan dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti pada saat ini, banyak orang beranggapan bahwa kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat mahal. Kesehatan seseorang bisa terganggu akibat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Baja Nirkarat Austenitik Kandungan unsur dalam logam mempengaruhi ketahanan logam terhadap korosi, dimana paduan dengan unsur tertentu lebih tahan korosi dibanding logam

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020 SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020 Oleh: Pathya Rupajati (2706 100 039) Dosen Pembimbing: Prof.

Lebih terperinci

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN 63 BAB V PEMBAHASAN 5. 1. KETAHANAN KOROSI SUS 316L 5.1.1 Uji Celup SUS 316L Baja tahan karat mendapatkan ketahanan korosi hasil dari terbentuknya lapisan pasif pada permukaan logam. Lapisan pasif adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai macam sektor industri di Indonesia terutama industri perkapalan. Tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Proses pengujian panas yang dihasilkan dari pembakaran gas HHO diperlukan perencanaan yang cermat dalam perhitungan dan ukuran. Teori-teori yang berhubungan dengan pengujian yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Proses Shot peening Perlakuan shot peening pada material stainlees steel 304 memiliki pengaruh yang dapat dilihat pada gambar 4.1.(a) raw material, material sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

Handout. Bahan Ajar Korosi

Handout. Bahan Ajar Korosi Handout Bahan Ajar Korosi PENDAHULUAN Aplikasi lain dari prinsip elektrokimia adalah pemahaman terhadap gejala korosi pada logam dan pengendaliannya. Berdasarkan data potensial reduksi standar, diketahui

Lebih terperinci

Biokeramik pada Dental Implant

Biokeramik pada Dental Implant Biokeramik pada Dental Implant Latar Belakang Perkembangan ilmu kedokteran tak lepas dari peranan dan kerjasama engineer dalam menciptakan berbagai peralatan canggih yang menunjangnya. Bisa dikatakan bahwa

Lebih terperinci

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA OLEH : NICKY ERSANDI NRP. 4105 100 041 DOSEN PEMBIMBING : DONY SETYAWAN, ST., M.Eng 1. PENDAHULUAN A. Latar belakang Material kapal harus

Lebih terperinci

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC)

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) Korosi merupakan kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl Pandhit Adiguna Perdana 2709100053 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, S.T.,M.Sc.

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau berkurangnya mutu suatu material baik material logam maupun non logam karena bereaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc SIDANG TUGAS AKHIR oleh : Rosalia Ishida NRP 2706 100 005 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc Dalam penggunaannya, baja sering mengalami kerusakan, salah satunya

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1. Metodologi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan diagram alir seperti Gambar 3.1. PEMOTONGAN SAMPEL UJI KEKERASAN POLARISASI DICELUPKAN DALAM LARUTAN DARAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN 4.1.HASIL PENGUJIAN OPTICAL SPECTROSCOPY BAJA DARI SPONGE BIJIH BESI LATERITE T1 22320 QUALITY CQ1 SRK DAN BAJA KARBON Dari pengujian Optical spectroscopy baja dari sponge

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFENISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi merupakan proses merusak yang disebabkan oleh reaksi kimia antara logam atau paduannya dengan lingkungannya. Fenomena ini dapat terjadi

Lebih terperinci

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr Sel Volta A. PENDAHULUAN Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari aspek elektronik dari reaksi kimia. Sel elektrokimia adalah suatu sel yang disusun untuk mengubah energi kimia menjadi energi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Korosi yang terjadi pada industri minyak dan gas umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu: Suhu dan tekanan yang tinggi. Adanya gas korosif (CO 2 dan H 2 S). Air yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Anodizing Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan variasi intensitas arus 0,016A/mm 2, 0,022A/mm 2, 0,028A/mm² dan waktu pencelupan 10 menit, terdapat kegagalan atau

Lebih terperinci

2.1 PENGERTIAN KOROSI

2.1 PENGERTIAN KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 PENGERTIAN KOROSI Korosi merupakan proses degradasi atau penurunan mutu material karena adanya reaksi decara kimia dan elektrokimia dengan lingkungan. Contoh reaksi korosi Perkaratan

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI

PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA 516-70 TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI Material baja karbon A 516 yang telah diklasi klasifikasikan : American Society For Testing

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Korosi

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Korosi BAB II TEORI DASAR 2.1 Korosi Korosi didefinisikan sebagai pengrusakkan atau kemunduran suatu material yang disebabkan oleh reaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Pada metal, korosi dapat dijelaskan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN MEDIA PENDINGINAN TERHADAP KOROSI BAJA COR ACI CF-8M DALAM LINGKUNGAN ASAM SULFAT. Intisari

PENGARUH PERLAKUAN MEDIA PENDINGINAN TERHADAP KOROSI BAJA COR ACI CF-8M DALAM LINGKUNGAN ASAM SULFAT. Intisari PENGARUH PERLAKUAN MEDIA PENDINGINAN TERHADAP KOROSI BAJA COR ACI CF-8M DALAM LINGKUNGAN ASAM SULFAT Agus Solehudin *) Asep Lukman Koswara **) Intisari ACI CF-8M adalah baja cor paduan tinggi Fe(CrNi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi pemesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas konvensional

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA MEDIA NaCl DENGAN VARIASI KONSENTRASI RANDI AGUNG PRATAMA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

STUDI IMPRESSED CURRENT CATHODIC PROTECTION

STUDI IMPRESSED CURRENT CATHODIC PROTECTION TUGAS SARJANA STUDI IMPRESSED CURRENT CATHODIC PROTECTION PADA BAJA AISI 1018 DENGAN MENGGUNAKAN ANODA SCRAP STEEL DAN PENGGUNAAN TEMBAGA SEBAGAI ANODA KEDUA PADA MEDIUM NaCl Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Nama : M.Isa Ansyori Fajri NIM : 03121003003 Shift : Selasa Pagi Kelompok : 3 PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Korosi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PROSES PENYEPUHAN EMAS

LAPORAN PENELITIAN PROSES PENYEPUHAN EMAS LAPORAN PENELITIAN PROSES PENYEPUHAN EMAS Oleh : Anna Kristina Halim (02) Ardi Herdiana (04) Emma Ayu Lirani (11) Lina Widyastiti (14) Trisna Dewi (23) KELAS XII IA6 SMA NEGERI 1 SINGARAJA 2011/2012 BAB

Lebih terperinci

VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Yusep Sukrawan 1

VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Yusep Sukrawan 1 VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK Yusep Sukrawan 1 ABSTRAK VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Pelapisan khromium keras

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda Teknik elektrometri telah dikenal luas sebagai salah satu jenis teknik analisis. Jenis teknik elektrometri yang sering digunakan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( ) SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl Oleh : Shinta Risma Ingriany (2706100025) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono,

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Aisha Mei Andarini. Oleh : Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat.Triwikantoro, M.Sc. Surabaya, 21 juli 2010

SEMINAR TUGAS AKHIR. Aisha Mei Andarini. Oleh : Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat.Triwikantoro, M.Sc. Surabaya, 21 juli 2010 SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI KASUS DESAIN PROTEKSI KATODIK ANODA KORBAN PADA PIPA BAWAH TANAH PDAM JARINGAN KARANG PILANG III Oleh : Aisha Mei Andarini Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat.Triwikantoro, M.Sc Surabaya,

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegagalan pada material logam implant bisa terjadi dengan beberapa mekanisme, diantaranya kegagalan karena korosi, mekanikal, fatigue, korosi jaringan, over loading,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl Saddam Husien NRP 2709100094 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST, M.Sc PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 28 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Operasi Kondisi operasi dan informasi teknis dari sampel sesuai dengan data lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sample dapat dilihat

Lebih terperinci

Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode. Oleh : Fahmi Endariyadi

Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode. Oleh : Fahmi Endariyadi Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode Oleh : Fahmi Endariyadi 20408326 1.1 Latar Belakang Salah satu sumber kerusakan terbesar pada pelat kapal laut adalah karena korosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra 6.2 SEL BAHAN BAKAR Pada dasarnya sel bahan bakar (fuel cell) adalah sebuah baterai ukuran besar. Prinsip kerja sel ini berlandaskan reaksi kimia, bahwa

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RAPAT ARUS TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ELEKTROPLATING SENG PADA BAJA KARBON RENDAH. Nizam Effendi *)

PENGARUH VARIASI RAPAT ARUS TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ELEKTROPLATING SENG PADA BAJA KARBON RENDAH. Nizam Effendi *) PENGARUH VARIASI RAPAT ARUS TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ELEKTROPLATING SENG PADA BAJA KARBON RENDAH Nizam Effendi *) Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi rapat arus terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan bakteri (SRB) dalam medium B.Lewis (komposisi disajikan pada Tabel III.2 ) dengan perbandingan volume medium terhadap volume inokulum

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Proses Penelitian Mulai Preparasi dan larutan Pengujian Polarisasi Potensiodinamik untuk mendapatkan kinetika korosi ( no. 1-7) Pengujian Exposure (Immersion) untuk

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI Oleh BUDI SETIAWAN 04 03 04 015 8 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. H 2 + 2OH - evolusi hidrogen dalam basa M e - M deposisi logam M 3+ + e - M 2+ reduksi ion logam

BAB II DASAR TEORI. H 2 + 2OH - evolusi hidrogen dalam basa M e - M deposisi logam M 3+ + e - M 2+ reduksi ion logam BAB II DASAR TEORI 2.1. KOROSI AQUEOUS BAJA Korosi merupakan proses yang dihasilkan dari reaksi antara material (logam atau paduan) dengan lingkungannya dimana menghasilkan degradasi pada material, baik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a) b) c) d)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a) b) c) d) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan Permukaan Spesimen Shot Peening Spesimen SS AISI 316 yang diberi perlakuan shot peening memiliki pengaruh terhadap permukaan sesuai dengan variasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT PENGENDALIAN KOROSI STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT Kavitasi Bentuk kerusakan yang hampir serupa dengan erosi mekanis, hanya mekanisme penyebabnya berbeda. 1. Terbentuknya gelembung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Aluminium merupakan jenis logam yang banyak digunakan dalam industri maupun rumah tangga. Aluminium banyak dimanfaatkan dikarenakan memiliki kelebihan diantaranya

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES NITRIDASI ION PADA BIOMATERIAL TERHADAP KEKERASAN DAN KETAHANAN KOROSI

PENGARUH PROSES NITRIDASI ION PADA BIOMATERIAL TERHADAP KEKERASAN DAN KETAHANAN KOROSI PENGARUH PROSES NITRIDASI ION PADA BIOMATERIAL TERHADAP KEKERASAN DAN KETAHANAN KOROSI Wirjoadi, Lely Susita, Bambang Siswanto, Sudjatmoko BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Pusat Teknologi Akselerator dan Proses

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, sehingga manusia

Lebih terperinci