BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT. Untuk memahami lebih jelas mengenai CBT, pada BAB II akan dipaparkan Sejarah CBT, Hakekat CBT, Pendekatan CBT, Karakteristik CBT dan Teknik CBT, PROSES cbt. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut: a. Kapan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) muncul? b. Siapa yang mempelopori lahirnya Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)? c. Apa yang dimaksud dengan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)? d. Bagaimana proses terjadinya Cognitive-Behavioral Therapies (CBT)? 3. Tujuan Masalah Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini adalah berusaha untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam rumusan masalah yang ditanyakan. 1

2 4. Metode Penulisan Bentuk penelitian ini adalah berupa kajian pustaka (library research). Kajian pustaka berusaha mengungkapkan konsep-konsep baru dengan cara membaca dan mencatat informasi-informasi yang relevan dengan kebutuhan. Selain itu juga, penulis mendapatkan sumber informasi yang dibutuhkan melalui internet berupa website. 2

3 BAB II Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) 1. Sejarah Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) Pada tahun 1960-an, seorang psikiatris dan psikoterapis Amerika bernama Aaron T. Beck dalam analitis terapinya, menemukan bahwa setiap klien yang diobservasinya cenderung selalu melakukan dialog internal yang terjadi antara klien dengan dirinya sendiri. Sebagai contoh: Terapist ini tidak banyak berbicara, apa dia merasa terganggu olehku? pikiran seperti ini mungkin akan menimbulkan perasaan khawatir dalam diri klien terhadap terapist yang melakukan terapi terhadap dirinya. Jika kemudian klien merespon kembali pikirannya dengan pikiran lain, seperti terapist ini mungkin lelah, atau mungkin aku banyak berbicara hal yang tidak penting. maka yang terjadi adalah berubahnya perasaan klien terhadap terapist yang ada dihadapannya. Beck percaya bahwa hubungan antara pikiran dan perasaan merupakan hal yang sangat penting. Dia menemukan istilah Automatic Thought untuk menggambarkan emotion-filled atau panasnya pikiran yang mungkin akan terus meningkat dalam benak. Beck menemukan bahwa manusia tidak selalu menyadari beberapa pikiran secara penuh, tetapi dapat belajar untuk mengidentifikasi dan melaporkan pikiran itu. Jika seorang individu merasa bingung dalam beberapa arah, pikiran biasanya menjadi negatif baik realistik maupun manfaatnya. Beck juga menemukan bahwa mengidentifikasi pikiran merupakan kunci dari pemahaman klien dan kesulitan klien. Beck menyebutnya terapi kognitif karena betapa pentingnya hal ini berada dalam pikiran. Sekarang hal ini lebih dikenal dengan istilah CBT karena terapinya menggunakan teknik behavioral. CBT telah melakukan percobaan ilmiah di 3

4 banyak tempat dengan tim yang berbeda. Dan telah digunakan untuk macammacam masalah secara luas. 2. Hakekat Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) Hakekat Cognitif-Behavioral Therapy (CBT) terdiri atas pengertian, ruang lingkup, dan manfaat dari digunakannya terapi ini. a. Pengertian CBT Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran. Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan. Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy thinking. Sedangkan terapi tingkah laku membantu membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat. 4

5 Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat membawa individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti depresi, trauma, dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif pada dasarnya diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional. Oleh sebab itu dalam terapi, pikiran dan perilaku yang disfungsional harus direkonstruksi sehingga dapat kembali berfungsi secara normal. CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, siswa terlibat aktivitas dan berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44). Teori Cognitive-Behavior pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, di mana pemikiran yang irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku yang menyimpang, maka CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, siswa diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka CBT adalah pendekatan terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun 5

6 psikis. CBT merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Terapi ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Sedangkan, pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Tujuan dari CBT yaitu mengajak individu untuk belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan CBT diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak. b. Ruang Lingkup CBT Secara empirik CBT merupakan sebuah dukungan pengobatan yang fokus pada pola-pola pikiran seperti maladaptive dan kepercayaan-kepercayaan yang mendasari beberapa pemikiran. Sebagai contoh, seorang individu yang depresi mungkin memiliki kepercayaan, saya tidak berharaga, dan seorang individu dengan masalah phobia mungkin memiliki kepercayaan, aku dalam keadaan bahaya. Sementara Individu yang dalam keadaan distress (kesukaran) sepertinya memegang beberapa kepercayaan dengan pendirian yang baik, dengan bantuan terapist, individu doidorong untuk menunjukan setiap kepercayaan sebagai hipotesis daripada kenyataan dan untuk tes luar beberapa kepercayaan dengan percobaan yang sedang berlangsung. CBT merupakan kombinasi dengan pharmacotherapy (menggunakan obat), hal ini merupakan satu dari dua terapi efektif yang digunakan untuk menghilangkan depresi hebat dan ringan. 6

7 CBT merupakan sebuah bentuk laporan singkat psikoterapi yang digunakan dalam pengobatan terhadap orang dewasa dan anak-anak yang mengalami depresi. CBT adalah kombinasi antara teknik terapi kognitif yang melakukan restrukturisasi pada pemikiran klien, dengan melakukan perlakuan terhadap perilaku dan perubahannya. Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) mempunyai dua componen: pertama, menolong merubah pola pikir, atau pemikiran yang ada setelah peristiwa trauma. Kedua, mencoba mengurangi situasi kecemasan dalam keadaan yang mengundang. Orang yang digambarkan memiliki masalah khusus sangat sesuai bagi CBT, karena CBT fokus pada pekerjaan yang spesifik dan tujuan. Hal ini mungkin kurang sesuai untuk seseorang yang merasa kurang bahagia atau kurang terpenuhi, tetapi siapa yang tidak memiliki simptomp masalah atau aspek khusus kehidupan untuk tetap melanjutkan kerja. Hal ini seperti menjadi lebih membantu untuk setiap orang yang dapat berhubungan pada gagasan-gagasan CBT, pendekatan problem-solving dan kebutuhan untuk praktek selfassignments. Orang-orang cenderung memillih CBT jika mereka menginginkan lebih banyak percobaan secara praktik, di mana perolehan pengertian bukan pada tujuan pokok. CBT dapat menjadi terapi yang efektif untuk sejumlah permasalahan: Anger management (Manajemen Marah) Anxiety and panic attacks Child and adolescent problems (masalah-masalah anak dan remaja) Chronic fatigue syndrome (Sindrom kronik kelelahan) Chronic pain (perasaan sakit kronik) Depression 7

8 Drug or alcohol problems (masalah obat-obatan atau alkohol) Eating problems (masalah makan) General health problems (masalah kesehatan umum) Habits, such as facial tics Mood swings Obsessive-compulsive disorder (penyakit obsessive-compulsive) Phobias Post-traumatic stress disorder Sexual and relationship problems Sleep problems CBT tidak menuntut kemampuan untuk mengobati seluruh masalah yang tersebut di atas. Sebagai contoh, hal ini tidak menuntut agar CBT mampu mengobati perasaan sakit kronis atau berbagai penyakit seperti sindrom kelelahan kronis. c. Manfaat CBT CBT memiliki keuntungan berjangka panjang, tidak seperti obat yang berguna pada saat digunakan. CBT menolong orang-orang belajar meninggalkan ketakutan mereka dan menjauhi perilaku itu, serta terjadinya pembelajaran baru: mempelajari relative safety dalam hubungan terhadap situasi ketakutan asli. there is benefit in adding exposure techniques to the treatment of an individual already on medication, and less value in adding medication to the treatment of an individual engaged in CBT. d. Tujuan CBT Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior yaitu mengajak siswa untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor 8

9 diharapkan mampu menolong siswa untuk mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri siswa dan secara kuat mencoba menguranginya. Dalam proses terapi, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam terapi. Oleh sebab itu CBT dalam pelaksanaan terapi lebih menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT tetap menghargai masa lalu sebagai bagian dari hidup siswa dan mencoba membuat siswa menerima masa lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada pola pikir masa kini untuk mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari status kognitif negatif menjadi status kognitif positif. 3. Karakteristik Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) Berikut akan disajikan mengenai karakteristik CBT: a. CBT didasarkan pada model kognitif dari respon emosional. CBT didasarkan pada fakta ilmiah yang menyebabkan munculnya perasaan dan prilaku, situasi dan peristiwa. Keuntungan dari fakta ini adalah seseorang dapat mengubah cara berpikir, cara merasa, dan cara berprilaku dengan lebih baik walaupun situasi ridak berubah. b. CBT lebih cepat dan dibatasi waktu. CBT merupakan terapi yang memberikan bantuan dalam waktu yang relative lebih singkat dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Rata-rata sesi terbanyak yang diberikan kepada siswa hanya 16 sesi. Berbeda dengan bentuk terapi lainnya, seperti psikoanalisa yang membutuhkan waktu satu tahun. Sehingga CBT memungkinkan terapi yang lebih singkat dalam penanganannya. c. Hubungan antara siswa dengan terapis atau konselor terjalin dengan baik. Hubungan ini bertujuan agar terapi dapat berjalan dengan baik. Konselor 9

10 meyakini bahwa sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan dari siswa. Namun, hal ini tidak cukup bila tidak diiringi dengan keyakinan bahwa siswa dapat belajar mengubah cara pandang atau berpikir sehingga akhirnya siswa dapat memberikan konseling bagi dirinya sendiri. d. CBT merupakan terapi kolaboratif yang dilakukan terapis atau konselor dan siswa. Konselor harus mampu memahami maksud dan tujuan yang diharapkan siswa serta membantu siswa dalam mewujudkannya. Peranan konselor yaitu menjadi pendengar, pengajar, dan pemberi semangat. e. CBT didasarkan pada filosofi stoic (orang yang pandai menahan hawa nafsu). CBT tidak menginformasikan bagaimana seharusnya siswa merasakan sesuatu, tapi menawarkan keuntungan perasaan yang tenang walaupun dalam keadaan sulit. f. CBT mengunakan metode sokratik. Terapis atau konselor ingin memperoleh pemahaman yang baik terhadap hal-hal yang dipikirkan oleh siswa. Hal ini menyebabkan konselor sering mengajukan pertanyaan dan memotivasi siswa untuk bertanya dalam hati, seperti Bagaimana saya tahu bahwa mereka sedang menertawakan saya? Apakah mungkin mereka menertawakan hal lain. g. CBT memiliki program terstruktur dan terarah. Konselor CBT memiliki agenda khusus untuk setiap sesi atau pertemuan. CBT memfokuskan pada pemberian bantuan kepada siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Konselor CBT tidak hanya mengajarkan apa yang harus dilakukan oleh siswa, tetapi bagaimana cara siswa melakukannya. h. CBT didasarkan pada model pendidikan. CBT didasarkan atas dukungan secara ilmiah terhadap asumsi tingkah laku dan emosional yang dipelajari. Oleh sebab itu, tujuan terapi yaitu untuk membantu siswa belajar meninggalkan reaksi yang tidak dikehendaki dan untuk belajar sebuah reaksi yang baru. Penekanan bidang pendidikan dalam CBT mempunyai nilai tambah yang bermanfaat untuk hasil tujuan jangka panjang. i. CBT merupakan teori dan teknik didasarkan atas metode induktif. Metode induktif mendorong siswa untuk memperhatikan pemikirannya sebagai 10

11 sebuah jawaban sementara yang dapat dipertanyakan dan diuji kebenarannya. Jika jawaban sementaranya salah (disebabkan oleh informasi baru), maka siswa dapat mengubah pikirannya sesuai dengan situasi yang sesungguhnya. j. Tugas rumah merupakan bagian terpenting dari teknik CBT, karena dengan pemberian tugas, konselor memiliki informasi yang memadai tentang perkembangan terapi yang akan dijalani siswa. 4. Pendekatan Cognitive-Behavioral Therapies (CBT) Beberapa pendekatan CBT, meliputi: Rational Emotive Behavior Therapy, Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy. Dan Dialectic Behavior Therapy. 1. Rational Emotive Behavior Therapy Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) ditemukan oleh Albert Ellis pada tahun Dimulai dengan pelatihan ekstensif dan pengalamannya dalam psikoanalisis, Ellis memulai pada soal kemanjuran dan keefisienan metode analitik klasik. Dia mengobservasi bahwa penekanan pasiennya terhadap ketetapan dalam terapi untuk periode waktu dan frekuensi mengganggu teknik psikoanalitik seperti asosiasi bebas dan analisis mimpi. Selanjutnya, pertanyaan Ellis apakah pengetahuan individu yang diasumsikan menunjuk pada perubahan terapetik menurut teori psikoanalitik menghasilkan perubahan perilaku yang bertahan lama. Inti dari REBT adalah asumsi bahwa pikiran dan emosi manusia adalah saling berhubungan secara signifikan. Menurut Ellis metode ABC. Consequences (C) ditentukan oleh sistem kepercayaan seseorang Beliefs (B) mengenai fakta-fakta yang menggerakan pengalaman atau peristiwa Activating (A). Tujuan terapi adalah untuk mengidentifikasi dan menantang kepercayaan irasional yang merupakan akar dari gangguan emosional. REBT berasumsi 11

12 bahwa individu memiliki pembawaan lahir dan memperoleh kecenderungankecenderungan berpikir dan berperilaku irasional. Untuk menjaga kesehatan emosional, individu harus secara konstan memonitor dan menantang sistem dasar kepercayaannya. REBT menggunakan pendekatan multidimensional yang memasukan teknik kognitif, emotive, dan behavioral. Meskipun, alat terapetik utamanya tetap metode logico-empirical pertanyaan ilmiah, tantangan, dan debat di design untuk membantu individu-individu dalam melepaskan kepercayaan irasionalnya. Para terapist REBT sangat selektif dalam menggunakan macammacam teknik yang meliputi: memonitor pemikiran diri, biblioterapi, bermain peran, modeling, pengkondisian operan, dan pelatihan kemampuan. Penekanan REBT terhadap pilosopinya telah membedakan pendekatan ini dengan pendekatan CBT lainnya. Ellis dalam hal ini, lebih mengarah pada tujuan pokok REBT: self-interest, self-direction, toleransi terhadap diri dan orang lain, fleksibel, penerimaan ketidaktentuan, komitmen terhadap vital interest, penerimaan diri, pemikiran ilmiah, dan perspektif hidup yang bukan khayalan. 2. Rational Behavior Therapy 3. Rational Living Therapy RLT menekankan dua hal, kemampuan terapis dan kemampuan rasional selfcounseling klien. Pendekatran ini menggunakan kekuatan teknik-teknik persuasif untuk membantu mengurangi daya tahan kesadaran terhadap kesuksesan sugesti yang diberikan terapist dalam terapi. RLT merupakan motivasi tinggi. Jika kamu tidak suka menyerah kepada klien, dan berharap bahwa terdapat beberapa jalan untuk mendorong beberapa klien untuk membuat perubahan, RLT ideal untukmu. Hal ini di bentuk untuk mengetuk keinginan klien dengan menggunakan teknik Rational Motivational interviewing. 12

13 RLT sangat instruktif. Kealamian instruktif RLT membantu menghasilkan hasil jangka panjang untuk klien. RLT selalu fokus pada asumsi-asumsi pokok. Untuk melakukan itu, Terapi lebih mendalam membuat hasil jangka panjang. 4. Cognitive Therapy Faktor kognitif dalam depresi: Self-evaluation Identification of Skill Deficits Evaluation of Life Experiences Self-talk Automatic thoughts Irrational Ideas and Beliefs Overgeneralizing or Catastrophizing Cognitive Distortions Pessimistic Thinking Evaluasi Diri Evaluasi Diri merupakan proses yang sedang berlangsung. Kita mengevaluasi bagaimana kita sedang mengatur tugas kehidupan, dan kita mengevaluasi apakah kita sedang melakukan apa yang kita inginkan, mengatakan apa yang kita inginkan, atau mempraktikan suatu jalan yang diinginkan. Dalam depresi, Evaluasi Diri merupakan hal negative dan kritikan secara umum. Ketika suatu kesalahan terjadi, kita berpikir aku bersalah, aku tidak baik dalam melakukan segala sesuatu. Ini semua kesalahanku. 13

14 Mengidentifikasi Kekurangmampuan Ketika dalam keadaan negatif, seseorang lebih suka mengidentifikasi karakteristik pribadi yang negatif, dan sedikit melihat segi positifnya. Hasilnya adalah aku tak bagus dalam tugas itu. atau kesalahan yang kuperbuat. para psikolog membantu orang yang terkena depresi mengidentifikasi kemampuan deficit sosial mereka, dan selalu membantu mereka mengembangkan rencana dalam memperbaiki keampuannya itu. Pada bagian ini terapi kognitif lebih behavioral, sebagai seorang psikolog mengajar orang depresi bagaimana untuk mengatur masalah kehidupan mereka lebih baik. Evaluasi Dari Pengalaman Hidup Ketika tertekan atau mengalami depresi, seseorang akan memusatkan pada aspek kecil yang negative dari pada aspek positif yang pernah dialaminya. Sebagai contoh, setelag berlibur ke pantai, seseorang yang mengalami depresi akan lebih mengingat hari yang dilanda hujan dibanding hari-hari yang cerah akan sinar matahari. orang yang tertekan mengevaluasi/ menilai keseluruhan pengalaman hidupnya sebagai suatu kegagalan, atau sebagai suatu hal pengalaman hidup yang negatif. Sebagai hasilnya, memorinya/ ingatannya hampir selalu negative. Keadaan Ini merefleksikan terhadap harapan yang tidak realistis. Keadaan hidup itu tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Jika kita mengharapkan kesempurnaan, kita akan selalu selalu mengalami kekecewaaan. Psikolog membantu kita untuk selalu bisa mengembangkan harapan yang realistic tentang hidup dan membantu kamu untuk menentukan apa yang kamu butuhakan dan apa yang kamu inginkan. Dalam keadaan tertekan semua harapan akan hilang. Self Talk Self-Talk adalah suatu jalan/cara menguraikan semua hal, kita berkata kepada diri kita sepanjang hari ketika kita menghadapi rintangan, membuat keputusan, 14

15 dan memecahkan permasalahan. Secara harfiah self talk itu bukan berbicara kepada diri sendiri. walaupun itu kadang-kadang melibatkan bicara ke luar ( tergantung pada orang). Ada suatu dongeng, bahwa ketika kamu berbicara kepada diri sendiri, ini merupakan suatu tanda kegilaan" atau sakit mental. Gagasan itu berasal dari " suara" atau halusinasi pengalaman indera pendengar dalam bentuk sakit mental yang menjengkelkan, seperti skizofrenia. Manakala seseorang mendengar suara, dia berpikir bahwa orang lain mengatakan seseuatu kepada dia. Self-Talk yang sedang kita uraikan di sini tidak seperti itu semua. Kita semua mulai bekerja dengan self-talk. " arus kesadaran." Ketika kita dihadapkan dengan permasalahan, atau pilihan, kita mungkin berpikir, bagaimana cara aku menangani ini?' atau " Ini kelihatannya seperti sulit, aku lebih baik meminta bantuan." atau " Aku mengetahui bagaimana cara menentukan/ menyelesaikan ini!" Self talk itu tidak jelek, atau salah, atau suatu tanda dari permasalahan psikologis. Itu suatu yang normal. Akan tetapi, self-talk yang negatif dapat mencegah kita dari pemecahan permasalahan, dan dapat berkontribusi bagi berbagai permasalahan psikologis, mencakup tekanan (depresi). Manakala berhadapan dengan suatu masalah, jika self-talk kita adalah hal negatif, itu dapat melumpuhkan kita. " Aku tidak bisa lakukan ini." psikolog membantu menekan individu yang tertekan (depresi) mengidentifikasi hal self-talk negatif, dan juga memberi pengajaran kepada mereka tentang bagaimana cara menghadapi tantangan statemen negatif ini, dan bagaimana cara menggantikannya dengan self-talk positif. Pemikiran Otomatis Pemikiran otomatis merupakan suatu yang berulang, self-statements otomatis bahwa kita selalu berkata kepada diri kita di dalam situasi tertentu. dapat positif atau negatif. Permasalahan psikologis berkembang manakala pemikiran otomatis kita negatif secara konsisten. Mereka otomatis, sebab mereka bukan suatu hasil 15

16 dari analisa masalah, mereka a " knee-jerk" reaksi ke situasi spesifik. Sebagai contoh, di dalam situasi sosial, apakah kamu selalu mengira orang lain tidak menyukai kamu, atau berpikir kamu dungu? Manakala pemikiran otomatis mengendalikan tanggapan emosional kita terhadap orang lain, permasalahan, dan peristiwa, kita mengabaikan bukti yang membantah pikiran yang otomatis itu. Jika kita tidak bisa mengabaikan itu, kita menjelaskan bukti dalam kaitan dengan pikiran yang otomatis itu. Sebagai contoh, jika kita berbicara kepada seseorang dan mereka tersenyum, sebenarnya mereka menertawakan kita, bukannya sedang senang untuk melihat kita. pemikiran Yang otomatis menciptakan suatu pengharapan yang negatif. Karena banyak hal dalam hidup samar-samar, dan dapat ditafsirkan banyak cara, kita belajar bagaimana secara negatif mengevaluasi dunia, maka itu setuju dengan pemikiran otomatis negatif kita. Psikolog membantu kamu untuk mengidentifikasi pemikiran otomatis negatif mu, dan bagaimana cara mengembangkan hal positif dalam menghadapi tantangan yang gagasan negatif. Keyakinan Dan Ide Yang Irrasional Albert Ellis pertama kali memperkenalkan gagasan di mana kepercayaan tidak logis adalah inti dari kebanyakan permasalahan psikologis. Kita juga dapat menyebutnya kepercayaan yang tidak realistis, salah, atau maladaptive. Psikolog juga telah mengusulkan bahwa ide ini tidak logis sebab mereka tidak logis, atau didasarkan pada asumsi yang salah. Beberapa contoh dari kepercayaan yang tidak logis: Aku tidak bisa bahagia kecuali jika semua orang menyukai aku. Jika aku melakukan apa yang diharapkan oleh diri aku, hidup ku akan menjadi sangat bagus. Hal-Hal tidak baik tidak terjadi kepada orang yang baik. Hal-Hal yang baik tidak terjadi kepada orang yang tidak baik. Pada akhirnya, orang yang tidak baik akan selalu mendapatkan hukuman. 16

17 Jika aku cerdas, Aku akan jadi orang yang sukses. Apa yang menyebabkan ide irasional, atau maladaptive, atau adalah kepercayaan bahwa mereka selalu benar. Pastinya, bekerja keras akan meningkatkan kesempatan untuk berhasil, tetapi sukses tidak bisa dijamin. Tetapi, manakala kita melakukan segalanya dengan benar, dan kita tetap tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Untuk sebagian orang, ini mengarahkan ke arah kesimpulan bahwa mereka malas, tidak baik, tidak cakap/ahli, atau lemah. Hasilnya adalah hilangnya harga diri, dan kadang-kadang, tekanan (depresi). Psikolog membantu kamu untuk mengidentifikasi ide irrasional/ tidak logis mu, dan juga bagaimana cara mengevaluasi gagasan yang tidak logis dan mana yang logis. Akhirnya, gagasan perlu untuk diubah untuk mencerminkan dunia nyata. Overgeneralizing atau Catastrophizing Catastrophizing adalah suatu overgeneralisasi yang negatif. Sebagai contoh: " Seseorang di tempat kerja tidak suka kamu, dan menceritakan kepada kamu, maka kamu mengetahui itu bukanlah salah mengira/ pertimbangan. Kamu kemudian mengasumsikan tak seorangpun di tempat kerja suka kamu, atau kamu berasumsi bahwa kamu harus menjadi seorang yang mengerikan jika dia tidak suka kamu. " Kamu membuat suatu kekeliruan kecil pada suatu proyek, dan berasumsi bahwa kamu akan jadi dicela; dicela manakala boss menemukannya. " Kamu menguji kesanggupan mu pada suatu kegemaran baru, dan itu tidak berhasil dengan baik. Kamu menyimpulkan, " Aku merupakan orang yang tidak pandai dalam hal apapun." Kita semua membuat kekeliruan. Jika kamu overgeneralize satu, atau bahkan beberapa sedikit kekeliruan, kepada kesimpulan bahwa kamu tidak baik, tidak cakap, atau sia-sia, kamu mungkin menjadi tertekan (depresi). Bantuan psikolog 17

18 membantu kamu mengidentifikasi dan merubah negatif. overgeneralizations yang Penyimpangan Kognitif Penyimpangan kognitif adalah jalan lain untuk menggambarkan gagasan yang tidak logis, overgeneralizing dari kekeliruan yang sederhana, atau mengembangkan asumsi yang salah tentang apa yang orang lain pikirkan tentang kita, atau harapkan dari kita. Kita membelokkan kenyataan dengan basabasi kita mengevaluasi suatu situasi. Konsep penyimpangan kognitif menyoroti pentingnya persepsi, pertimbangan dan asumsi di dalam mengatasi dunia. Bantuan psikolog membantu kita menentukan apa yang dievaluasi adalah penyimpangan dengan menyediakan umpan balik sasaran tentang evaluasi kita terhadap dunia, dan dengan mengajari kita bagaimana cara merubah jalan/ cara yang kita merasakan dan mengatasi permasalahan. Pemikiran Pesimistis Pemikiran pesimistis tidak menyebabkan tekanan (depresi), tetapi itu nampak seperti lebih mudah untuk menjadikan tertekan jika kamu cenderung untuk memandang dunia dengan pertimbangan yang pesimisme. Begaimanapun, pesimisme adalah suatu kecenderungan untuk berpikir bahwa hal-hal yang dikerjakan tidak seperti yang kamu inginkan/ harapkan, bahwa kamu tidak akan mendapatkan apa yang kamu ingin. Pesimisme disebabkan oleh penyimpangan kognitif dan self-talk yang negatif. Pada sisi lain, optimisme nampaknya untuk menciptakan beberapa perlindungan dari tekanan. Keputusasaan adalah suatu bentuk pusat tekanan (depresi), bersama dengan ketakberdayaan. Jika kamu memandang dunia mu sebagai suatu yang tidak baik, diisi dengan permasalahan, dan tidak berpikir kamu dapat melakukan segalanya tentang permasalahan, kamu akan merasakan tanpa pengharapan. Jika kamu tidak percaya hidup mu akan bisa diperbaiki, jika kamu berpikir masa depan suram, 18

19 akhirnya kamu akan memulainya dengan perasaan yang sia-sia/ tanpa harapan. Pesimisme mendorong penilaian yang negatif tentang hidup mu. Optimisme mencegah kamu dari keadaan yang telah dijelaskan di atas. Sesungguhnya, psikolog sudah meneliti jalan untuk belajar bagaimana cara jadilah lebih optimis, sebagai jalan/cara melawan tekanan (depresi). Ringkasan dari Pendekatan kognitif Psikoterapi Pertama, ingat bahwa kita tidak bisa menyajikan kognitif psikoterapi di dalam satu halaman web, atau dalam beberapa paragrap. Tetapi, inti sari kognitif therapy adalah asumsi bahwa keyakinan pikiran yang tidak logis, overgeneralisasi hal negatif peristiwa, suatu pandangan pesimistis pada hidup, suatu kecenderungan untuk memusatkan pada atas kegagalan dan permasalahan, dan penilaian diri yang negatif, seperti halnya penyimpangan kognitif lainnya, mempromosikan perkembangan dari permasalahan psikologis, yang terutama tekanan (depresi). Psikolog menggunakan kognitif therapy untuk membantu kamu mengidentifikasi dan memahami bagaimana penyimpangan kognitif ini mempengaruhi hidup mu. kognitif Therapy membantu kamu untuk berubah, sedemikian hingga isu ini tidak akan mengelilingi hidup mu. Jika kamu sedang merasakan memikul beban, dan kamu tidak mengetahui harus berbuat apa berikutnya, berbicaralah kepada seseorang yang dapat membantu, berkonsultasilah kepada psikolog. 5. Dialectic Behavior Therapy. DBT merupakan pengobatan psikososial yang dikembangkan oleh Marsha M Linehan secara spesifik untuk mengobati individu-individu dengan Borderline Personality Disorder (BPD). Terdapat dua bagian esensial pengobatan, dan tanpa bagian tersebut terapi tidak benar-benar dipertimbangkan pengikut DBT 19

20 1. komponen individu dimana terapis dan klien mendiskusikan isu-isu yang muncul selama seminggu, merekam pada kartu diary dan mengikuti target pengobatan secara hierarki. Merugikan diri sendiri dan perilaku bunuh diri menjadi prioritas utama, diikuti oleh campur tangan terapi behavior. Selama terapi individual, terapis dan klien bekerja pada kemampuan menggunakan perbaikan. 2. sebuah kelompok, dimana biasanya bertemu sekali seminggu untuk beberapa jam, belajar menggunakan kemmapuan spesifik yang dibagi kedalam 4 model: core mindfulness skills, emotion regulation skills, interpersonal effectiveness skills and distress tolerance skills. 5. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor atau terapis untuk membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang terpenting dalam Cognitive-Behavior Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan kebutuhan siswa, di mana konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu, berstruktur, dan berpusat pada siswa. Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa. Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: ) yaitu: a. Manata keyakinan irasional. b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan. c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor. d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril. 20

21 e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada saat ini dengan skala f. Menghentikan pikiran. Siswa belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif. g. Desentisisasi sistematis. Digantinya respons takut dan cemas dengan respon relaksasi yang telah dipelajari. h. Pelatihan keterampilan sosial. i. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak tegas. j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi terapi. k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan memasuki situasi tersebut. 6. Proses Terapi Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck (Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Berikut akan disajikan proses terapi cognitive-behavior. Tabel 2.1 Proses Terapi Berdasarkan Teori Cognitive-Behavior No. Proses Sesi 1. Assesmen dan Diagnosa Pendekatan Kognitif Formulasi Status Fokus Terapi Intervensi Tingkah Laku Perubahan Core Beliefs Pencegahan

22 Oemarjoedi (2003: 12) Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003: 12) mengungkapkan beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya: a. Terlalu lama, sementara siswa mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya. b. Terlalu rumit, di mana siswa yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi mengikuti program terapi yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas. c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan terapi menjadi sedikit demi sedikit. d. Menurunnya keyakinan siswa akan kemampuan terapisnya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan terapi. Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan terapi cognitive-behavior di Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan terapi yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai perbandingan Oemarjoedi (2003: 24) mengungkapkan efisiensi terapi bisa dilakukan hingga menjadi 5 sesi. Efisiensi terapi menjadi 5 sesi diharapkan dapat memberikan bayangan yang lebih jelas dan mengundang kreativitas yang lebih tinggi. Berikut akan disajikan tahapan terapi yang diungkapkan oleh Oemarjoedi: 22

23 Tabel 2.2 Proses Terapi Cognitive-Behavior yang Telah Disesuaikan Dengan Kultur di Indonesia No. Proses Sesi 1. Assesmen dan Diagnosa 1 2. Mencari Emosi Negatif, Pikiran Otomatis dan Keyakinan Utama Yang Berhubungan Dengan Gangguan 2 3. Menyususn Rencana Intervensi Dengan 3 Memberikan Konsekwensi positif-negatif Kepada Siswa 4. Formulasi Status, Fokus Terapi, Intervensi 4 Tingkah Laku 5. Pencegahan 5 Oemarjoedi (2003: 24-26) 7. Contoh Kasus Mike adalah seorang pria berumur 38 tahun yang menderita penyakit depresi - beberapa saat dalam hidupnya- yang menyebabkan dirinya membuat beberapa perubahan karir. Dua kali dia mencoba bunuh diri. Dia selalu menderita dari kesepakatannya dengan kecemasan dan stres, memiliki beberapa masalah minum dan menemukan masalah ini sulit untuk mengontrol kemarahannya, khususnya ketika sedang minum. Mike ditunjuk untuk melakukan CBT setelah suatu episode dia mengalami stres saat bekerja. Pertama kali dia bertemu dengan terapisnya, Mike sudah mengetahui apa yang dia inginkan terhadap berjalannya pekerjaan. Dia memiliki 23

24 perasaan kegagalan pada sejarah depresi dan apa yang dia sebut kekurang suksesan dalam karirnya ( aku sangat kacau ). Dia gelisah tentang prospek kerjanya. Dia merasa tidak menarik dan khawatir kehilangan daya tarik tubuhnya. Dia merasa sangat marah, dalam keadaan bahaya sehingga dapat kehilangan kontrol. Dalam terapi, Mike belajar untuk memonitor geraknya dan respon emosionalnya. Dia memulai untuk merencanakan aktivitas yang diberikan bosnya dan sepakat dengan situasi yang telah dia jauhi yaitu ketakutan. Dia belajar untuk mengidentifikasi ketika dia mulai menjadi extrem atau menjadi bias dari pikirannya. Dia menjadi lebih baik pada penjalanan tugas emosi pikirannya dan mempertimbangkan pemikirannya keluar dari itu semua dia mendapatkan sesuatu hal didalam perspektif yang tepat. Dia mulai melihat ke dalam prospek kerja, dengan merencanakan pilihan karir yang lebih realistik. Dia membangun cukup hubungan dengan partner kerjanya. Dia sepakat dengan situasi sosial, danpa meminta perhatian dan perlakuan spesial dari temannya. Mike telah mampu menyelesaikan permasalahannya, seperti sikap perfeksionis dan meminta hal yang tidak beralasan pada orang disekitarnya. Tapi Mike memiliki motivasi tinggi untuk menghadapi krisis hidupnya dengan mencari alternatif. 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG SINDROM TRAUMA DAN COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG SINDROM TRAUMA DAN COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG SINDROM TRAUMA DAN COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY A. Kajian Sindrom Trauma Dalam kehidupan, manusia pasti mengalami suatu kejadian yang membuatnya berkesan. Pengalaman itu baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. C. Tujuan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. C. Tujuan Pembahasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, banyak persoalan yang mengitarinya. Persoalan-persoalan individu ada yang bersifat pribadi dan

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di Indonesia

Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di Indonesia Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di Indonesia Oleh Idat Muqodas * Abstract: Cognitive-Behavior Therapy (CBT) is a counseling approach, which emphasize on deviation of cognitive

Lebih terperinci

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK www.mercubuana.ac.id MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK Aaron Beck adalah psikiater Amerika yang merintis penelitian pada psikoterapi dan mengembangkan terapi kognitif. Ia dianggap sebagai bapak cognitive

Lebih terperinci

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand?

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? Rational Emotive Behavior Therapy Nanang Erma Gunawan nanang_eg@uny.ac.id Albert Ellis Lahir di Pittsburgh

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konseling Berbasis Problem Konseling berbasis problem:

Lebih terperinci

REDUKSI SINDROM TRAUMA TSUNAMI MELALUI COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY 1

REDUKSI SINDROM TRAUMA TSUNAMI MELALUI COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY 1 Prosiding International Seminar & Workshop Post Traumatic Counseling tanggal 6-7 Juni 2012 di STAIN Batusangkar REDUKSI SINDROM TRAUMA TSUNAMI MELALUI COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY 1 2 Dr. Nandang Rusmana,

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

Oleh Nandang Rusmana, M.Pd

Oleh Nandang Rusmana, M.Pd APLIKASI COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY DALAM KONSELING TRAUMATIK Oleh Nandang Rusmana, M.Pd Ciri-ciri Individu yang Mengalami Trauma (1) Fisik : Sesak napas, gangguan pencernaan, mudah sakit, dan mudah lelah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendekatan kognitif dan behavioral atau yang lebih dikenal dengannama cognitive-behavioral therapy menjadi suatu praktek yang terkenal dalam psikologi konseling. Sebagai

Lebih terperinci

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.

Lebih terperinci

KONSELING TRAUMATIK Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy

KONSELING TRAUMATIK Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy KONSELING TRAUMATIK Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy Etty Setiawati Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Email: ettysetawati81@yahoo.com Abstract Indonesia is one of the countries that are frequently

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan manusia, tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA

BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA 2.1. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas penggunaan CBT dalam mereduksi sindrom trauma tsunami. Metode penelitian yang

Lebih terperinci

2. Faktor pendidikan dan sekolah

2. Faktor pendidikan dan sekolah BAB IV ANALISIS APLIKASI TERAPI LIFE MAPPING DENGAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR DALAM MENANGANI SISWI YANG MEMBOLOS DI SMA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO A. Faktor yang menyebabkan siswi sering membolos di

Lebih terperinci

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA 79 BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA A. Analisis Proses Konseling dalam Menangani Depresi Seorang Anak yang Tidak Menerima Ayah Tirinya Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 09 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut akan sesuatu yang terkadang tidak mengidap sesuatu adalah lucu dan aneh, tetapi bagi orang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

Cognitive Behavior Modification. Disiapkan oleh : Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi

Cognitive Behavior Modification. Disiapkan oleh : Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi Cognitive Behavior Modification Disiapkan oleh : Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi Pokok bahasan Definisi Cognitive Behavior Definisi Cognitive Behavior Modification Macam-macam Cognitive Behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai BAB IV ANALISIS ISLAMIC COGNITIVE RESTRUCTURING DALAM MENANGANI KONSEP DIRI RENDAH SEORANG SISWA KELAS VIII DI SMP KHADIJAH SURABAYA A. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Seorang Siswa Kelas VIII Mengalami

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. data-data yang sudah diperoleh dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Analisis

BAB IV ANALISIS DATA. data-data yang sudah diperoleh dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Analisis BAB IV ANALISIS DATA Pada bab ini, konselor selaku konselor akan melakukan analisis terhadap data-data yang sudah diperoleh dan dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Analisis ini dimaksudkan agar dapat menyintesikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Teknik Cognitive Restructuring 1. Pengertian Teknik Cognitive Restructuring Beck mengatakan bahwa terapi kognitif meliputi usaha memberikan bantuan kepada konseli

Lebih terperinci

Teknik lainnya dalam modifikasi perilaku

Teknik lainnya dalam modifikasi perilaku Modul ke: 12 Rizka Fakultas Psikologi Teknik lainnya dalam modifikasi perilaku Restrukturisasi kognisi, relaksasi, dan desensitisasi Putri Utami, M.Psi Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Restukturisasi

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 116 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Teknik Permainan Dialog untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa MI Ma arif NU Pucang Sidoarjo Dalam bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO dalam

Lebih terperinci

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan MediaBimbingan dan Konseling Dosen Pengampu Prof.Edi Purwanta, M.Pd & Dr.Ali Muhtadi Oleh: Liza Lestari (16713251041)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut perubahan sangat pesat, serta muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. Di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Halusinasi adalah perubahan sensori dimana pasien merasakan sensasi yang tidak ada berupa suara, penglihatan, pengecapan,dan perabaan (Damaiyanti, 2012). Menurut Valcarolis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 12 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Ide Dasar Terapi Rasional Emotif merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam psikoterapi. Terapi Rasional

Lebih terperinci

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Konseling Kelompok Salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut: BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis data, analisis data ini dilakukan peneliti untuk memperoleh suatu hasil penemuan dari lapangan berdasarkan fokus

Lebih terperinci

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan 1 BAB I PEMBAHASAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah tempat bagi terselenggaranya proses pendidikan formal. Namun, pada kenyataannya dalam proses pendidikan tersebut tidak selamanya dapat berjalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan, terutama dalam rentang usia 13 tahun remaja mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. spiritual terhadap penurunan tingkat stress remaja di LPKA Kelas I Blitar.

BAB V PEMBAHASAN. spiritual terhadap penurunan tingkat stress remaja di LPKA Kelas I Blitar. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dan keterbatasan yang ditemui selama proses penelitian berlangsung. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM. Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di

BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM. Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di BAB IV ANALISIS PENANGANAN KLEPTOMANIA DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM Dalam kehidupan, yang namanya masalah besar maupun kecil harus di selesaikan, sebab setiap permasalahan akan berdampak pada psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang harmonis, tentram,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang harmonis, tentram, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang harmonis, tentram, nyaman, aman, dan bahagia. Untuk mencapai kehidupan tersebut mereka berusaha menghindari kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT BAB I PENDAHULUAN Konseling atau Terapi Gestalt dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin ilmu yang sangat berbeda, yaitu Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih, Fenomenologi Eksistensialisme

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional KONSEP DASAR Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Pelatihan REBT-MGBK SMK Kabupaten Sleman Rabu, 8 Januari 2014 Sejarah Albert Ellis pendiri dan pengembang REBT Lahir di Pittsburgh tahun 1913 Meninggal tahun 2007 pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) NAMA KELOMPOK 6 A4E : 1. Made Udayati (10.321.0864) 2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858) 3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859) 4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Problem Solving Counseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive 121 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka di sini peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan cognitive

Lebih terperinci

Sunardi, plb fip upi

Sunardi, plb fip upi Sunardi, plb fip upi TERAPI PSIKOANALITIK TERAPI HUMANISTIK TERAPI PSIKOLOGIS TERAPI KOGNITIF TERAPI TINGKAH LAKU TERAPI KELOMPOK TRITMEN TERAPI OBAT-OBATAN INTERVENSI MEDIS T. ELEKTROKONVULSIF TERAPI

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Alat Ukur Liebowitz Social Anxiety Scale for Children and Adolescents Petunjuk: Untuk setiap situasi, isilah dengan angka berikut yang menunjukkan seberapa besar ketakutan yang

Lebih terperinci

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok merupakan kesatuan unit yang terkecil dalam masyarakat. Individu merupakan kesatuan dari kelompok tersebut. Anggota kelompok tersebut merupakan individu-individu

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat beresiko terkena kanker. Kanker

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP KAKAKNYA DI DESA KEMAMANG BALEN BOJONEGORO Setelah menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah khususnya SMA sangatlah kompleks. Hal ini disebabkan karena kondisi remaja itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi setiap individu. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id

INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id dita.lecture@gmail.com INTERVENSI? Penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang mengalami masalah-masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

INTERVENSI ORGANISASI PADA MASALAH KESEHATAN KERJA KARYAWAN

INTERVENSI ORGANISASI PADA MASALAH KESEHATAN KERJA KARYAWAN INTERVENSI ORGANISASI PADA MASALAH KESEHATAN KERJA KARYAWAN By Zulkarnain Masalah Kesehatan Mental Kecemasan Depresi Kecemasan Kecemasan merupakan suatu gangguan yang biasa didapati pada pekerja. Dilaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komponen utama proses pendidikan adalah belajar, berpikir, mengingat, dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior

Lebih terperinci