BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah khususnya SMA sangatlah kompleks. Hal ini disebabkan karena kondisi remaja itu sendiri dalam proses perkembangan psiko-seksualitas maupun mental-intelektualnyalah yang menyebabkan mereka cenderung melakukan hal-hal diluar kontrol yang pada akhirnya menyebabkan kerugian bagi dirinya sendiri. Pada diri anak sendiri, akan timbul bermacam pertanyaan-pertanyaan dilematis seperti kemana akan melanjutkan sekolah, apakah mampu bersaing dalam seleksi, bagaimana masa depan setelah itu, apakah cukup tahan mengikuti studi lanjutan, apakah mungkin mendapatkan lapangan pekerjaan, dan masih banyak lagi pertanyaan yang menyebabkan anak sulit untuk mengambil keputusan dalam menentukan masa depan karirnya dan bagaimana ia dapat mempersiapkan studinya dan juga bagaimanakah ia dapat menghilangkan hal-hal yang mengganggu pikirannya. (Leo Nora & Erica M.Cohen, 1993). Bagi guru, pertanyaan-pertanyaan tersebut cukup dilematis karena karena para guru dituntut bertanggungjawab untuk mendidik dan membimbing para siswa dalam kelanjutan studi mereka. Biasanya guru bidang studi atau wali kelas sering memberikan motivasi kepada siswa untuk berpacu dalam nilai pada mata pelajarannya tanpa melihat potensi siswa. Hal ini menyebabkan anak menjadi merasa tertekan dan mengalami kondisi stress dalam belajar, akhirnya mengakibatkan anak bingung dalam memilih jurusan ataupun menentukan masa depan karirnya terutama pada memilih jurusan di

2 perguruan tinggi..selain guru bidang studi dalam membimbing siswanya kearah yang positif dalam perkembangan intelektual siswa ada guru pembimbing (konselor sekolah) yang dibebani untuk membina siswa kearah kematangan pribadinya dan kematangan berpikirnya, namun hasil bimbingannya belum memperlihatkan perubahan yang nyata. Menurut Ivey dalam Christ Hatcher (1977) konselor atau guru pembimbing harus benar-benar sangat aktif dalam membantu sekolah dan mengajarkan / memberikan contoh-contoh yang positif kepada yang lainnya, dan mampu mengidentifikasi 4 langkah dalam membantu pengembangan sekolah antara lain : 1. Terfokus pada pembinaan dalam jangka waktu yang panjang dari pada pembinaan sesaat. 2. konselor/guru pembimbing dapat membantu membuat rancangan belajar bagi siswa yang mandiri yang dapat dievaluasi melalui hasil belajar. 3. dapat mengorganisasikan terapi melalui konseling secara efektif dengan menggunakan tehnik konseling REBT lebih baik dari pada menggunakan satu tehnik/cara dalam membantu siswa menyelesaikan masalahnya (Alschuler, 1973) 4. turut membantu proses perkembangan sekolah/institusi, dengan memberikan masukanmasukan kepada kepala sekolah. Konselor / guru pembimbing turut bertanggungjawab dan sebagai konsultan sekolah baik memberikan bantuan kepada sesama guru, menjadi sponsor dalam training pembelajaran bagi guru menuju kepada tujuan belajar yang mengacu pada life skill siswa. (Healy, 1982). Pendekatan secara behaviouristik tidak lagi dapat diandalkan namun perlu modifikasi tehnik-tehnik lainnya dalam perubahan perilaku siswa. Menurut Ivey (1976)

3 konselor/guru pembimbing dalam menjalankan terapinya harus melihat secara keseluruhan termasuk faktor orang tua/keluarga siswa, teman dekatnya, per-grupnya, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Ini penting untuk melihat penyebab dari permasalahan yang dihadapi anak. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) berada pada masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa muda yang penuh tantangan. Pada tahap ini mereka membutuhkan perhatian, kasih sayang, bimbingan dan sentuhan-sentuhan psikologis dari pihak-pihak tertentu seperti orangtua, guru, teman-teman, baik di sekolah maupun di luar sekolah tentang berbagai hal berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan dan kualitas pribadi tertentu sebagai bekal untuk hidup mereka di masa yang akan datang dan bagaimana mereka dapat mengatasi masalahnya problem emosional, karena sangat mengganggu proses belajar mereka dan lebih jauh lagi akan sangat berpengaruh kepada penjurusannya. Really (1982) dalam bukunya Career Development Counseling Through The Life mengatakan bahwa seorang konselor harus dapat mengarahkan siswanya kepada pola berpikir yang realistik dan mampu mengarahkan siswa tidak hanya mau belajar dan menekuni satu bidang saja tetapi harus lebih dari satu (multiple) pelajaran. Disini terlihat jelas bahwa guru Bimbingan dan Konseling dituntut untuk dapat melakukan suatu perubahan pada prilaku siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari berpola pikir statis menjadi dinamis dan rasional dalam pengambilan keputusan karir.pembimbingan di sekolah dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan konseling. Melihat permasalahan yang cukup kompleks yang dihadapi siswa dengan segala aspek yang menyebabkan kondisi emosionalnya terganggu sehingga berpengaruh kepada cara berpikirnya dan lebih jauh lagi dalam priulaku pengabilan keputusan

4 tentang dirinya khususnya tentang masa depan dirinya atau karire masa depannya, maka disini tidak hanya cukup hanya diberikan sebuah bimbingan saja namun diperlukan kegiatan konseling yang berupa rangkaian konseling secara individu ataupun kelompok. Konseling yang dilakukan oleh seorang guru Bimbingan dan Konseling sangat berbeda dengan konseling yang dilakukan oleh seorang psychoterapist dalam clinical psychology. Menurut C. Hatcher dalam bukunya New Innovation in Counseling Psychology (1977:145); konseling dalam pendidikan mengembangkan banyak cara dan meningkatkan potensi seseorang antara lain dengan cara pendekatan yang berorientasi pada program-program perubahan prilaku dan usaha-usaha untuk merubah prilaku tersebut, seperti dengan metode memberikan pemikiran kembali antara terbaik atau benar sehingga ia dapat merasakan berbagai jalan penyelesaiannya sehingga akan memiliki konsep-konsep yang lebih bervariasi dan lebih bermutu dalam menentukan pilihannya. Dengan demikian siswa akan merasa lebih dihargai dan dapat menggunakan pilihan yang beragam dalam bersikap, beropini dan berprilaku (Christ Hatcher, 1977). Selanjutnya konseling dalam pendidikan adalah merupakan langkah awal dan lebih bersifat preventif, sedangkan dalam dunia psikologi arti konseling yang sebenarnya adalah merupakan sebuah terapi yang lebih mengarah kepada proses rehabilitasi prilaku. Dalam dunia pendidikan atau sekolah, konseling yang digunakan lebih berfungsi pembentukan cara berpikir klien yang lebih luas dalam memahami keluarganya, teman-temannya, sekolah dan lingkungannya. Dan tehnik yang dilakukan dalam pelaksanaan konseling tersebut, lebih mengacu kepada perkembangan dan sangat aplikasi serta dapat dievaluasi. Sementara Anastasi (1964) dalam bukunya Field of

5 Applied Psychology (International Student) mengatakan bahwa pada umumnya konseling yang dilakukan di sekolah adalah masalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri dan beraneka ragam persoalan yang dimiliki orang-orang yang normal yaitu masih berada pada batas-batas wajar, dan sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh seorang psikolog yang menangani problem secara klinis yang merupakan suatu bentuk psychoteraphy klinis yang mengarah pada rehabilitasi prilaku. Siswa kelas tiga atau kelas XII yang memang dipersiapkan untuk dapat memilih jurusannya di perguruan tinggi sesuai dengan keyakinannya yang realistis, masih memerlukan seorang yang dapat membimbing dan mengarahkan mereka dan sekaligus dapat membantu mereka dalam membuat perencanaan belajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas XII masih mengharapkan bantuan guru, dan guru ini adalah guru pembimbing (BK). Menurut Allyn & Bacon (1992) dalam bukuya Career Development Counseling Through the Life Stages mengatakan bahwa secara individual seorang konselor harus bertanggung jawab dalam pemberian bantuan kepada klien artinya tidak boleh memberikan satu jalan, seperti misalnya : untuk menjadi seorang insinyur, siswa disarankan untuk mahir matematika atau fisika saja, namun seorang konselor perlu memberikan arahan yang tepat dengan memperhatikan potensi dan kekurangan klien. Arahan melalui bimbingan bahkan sampai dengan konseling tentang pemantapan penjurusan wajib dilakukan oleh guru pembimbing / konselor sekolah. Dalam pelaksanaan pemilihan perguruan tinggi ini, diduga ada siswa yang bermasalah dalam penjurusan dan penempatan, yang disebabkan beberapa faktor. Menurut Asmidir Ilyas (2000), kenyataan di lapangan berdasarkan penelitian melalui analisis dokumentasi di dua SMA di Padang, terungkap beberapa isu berkaitan dengan

6 penjuruan siswa dilapangan antara lain 1) penjurusan siswa di sekolah merupakan tugas khusus guru pembimbing, guru lain tidak perlu ikut campur, 2) tanpa keikut-sertaan guru pembimbing, wali kelas dan guru mata pelajaran dapat menempatkan siswa ke jurusan / program tertentu 3) pemilihan jurusan di perguruan tinggi siswa cukup berdasarkan minat siswa yang tinggi pada bidang-bidang yang diminati dan ditekuninya, serta melihat peluang serta kesempatan yang ditawarkan, 4) tes psikologi berguna untuk melihat/mengungkapkan bakat dan minat siswa yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan jurusan di perguruan tinggi, 5) pemilihan jurusan di perguruan tinggi hendaknya berdasarkan kebutuhan siswa dan orang tua dari pada kebutuhan sekolah. Hal ini sangat berpengaruh pada siswa terutama pada pembentukan konsep berpikir, sehingga para siswa yang mengalami kondisi seperti ini sangat rapuh dan tidak memiliki konsep diri yang kuat. Temuan lain hasil rekapitulasi Biro Konsultasi UGM sebagaimana diungkapkan Yapsir (BK ISSN, 2000) menunjukkan bahwa siswa kelas X SMA biasanya mempunyai masalah penjurusan, sedangkan siswa kelas XI lebih banyak menghadapi masalah belajar dan keluarga, sedangkan siswa kelas XII kebanyakan merasa bingung menghadapi persoalan mau melanjutkan ke fakultas dan universitas yang akan dituju. Sebagai remaja, siswa Sekolah Menengah Atas yang sedang menjalani proses belajar mengajar seringkali mengalami masalah yang mereka sendiri kurang mampu untuk mengatasinya dan memerlukan bimbingan dan arahan orang lain untuk memecahkan masalahnya. Dan ini tidak dapat dilayani dengan hanya melalui bimbingan saja/sebuah nasehat dan arahan yang jelas tanpa mengajak siswa untuk turut berpikir tentang dirinya, namun harus melalui keseluruhan proses bimbingan dan konseling. Mengapa

7 demikian? Karena jika hanya melalui proses bimbingan saja, maka tujuan akhir dari pada bimbingan yaitu perwujudan diri atau pengambilan keputusan oleh diri klien itu sendiri tidak akan terwujud. Oleh sebab itu diperlukan proses konseling dalam rangkaian bimbingan tersebut, dimana dengan pemberian konseling individual dapat menanamkan dan merubah keyakinan siswa tentang sebuah realita hidup. Selain itu ada beberapa alasan mengapa BK perlu dilaksanakan karena ada beberapa alasan seperti : a). Ada beberapa masalah dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah yang tidak mungkin diselesaikan oleh guru sebagai pengajar saja. b). guru sebagai pengajar, seringkali terikat tugas yang harus diselesaikan sementara tugas tersebut bertentangan dengan kehendak siswa. c).ada beberapa masalah dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah yang tidak mungkin diselesaikan oleh guru sebagai pengajar saja. d) guru sebagai pengajar, seringkali terikat tugas yang harus diselesaikan sementara tugas tersebut bertentangan dengan kehendak siswa. e).ada beberapa kegiatan dalam rangka mendidik siswa yang harus dilakukan petugas lain yang bukan guru. f). Seringkali terjadi konflik antara siswa dan guru yang pemecahannya memerlukan bantuan pihak ketiga. g). Ada beberapa masalah dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah yang tidak mungkin diselesaikan oleh guru sebagai pengajar saja. h). Guru sebagai pengajar, seringkali terikat tugas yang harus diselesaikan sementara tugas tersebut bertentangan dengan kehendak siswa.

8 i). ada beberapa kegiatan dalam rangka mendidik siswa yang harus dilakukan petugas lain yang bukan guru. Semua permasalahan yang disebut di atas terdapat masalah tingkah laku yang bersumber dari segi rasional maupun segi emosi yang berhubungan dengan konsep diri siswa. Atas dasar permasalahan tersebut, maka penulis ingin mengubah prilaku tersebut dengan menggunakan pendekatan konseling dengan metode REBT. Konseling dengan pendekatan REBT (Rasional Emotive Behaviour Therapy) yang dikemukakan oleh Dr. Albert Ellis seorang ahli Clinical Psychology, yang membuka prakteknya dalam bidang Konseling sangat cocok digunakan di Sekolah. Teori ini merupakan teori yang pada mulanya menggunakan teori psiko-analisa dari Freud, namun dikembangkan lebih lanjut oleh Ellis dalam prakteknya dengan metode pendekatan yang lebih realistis dan rasional (Dewa Ketut S, 1985). Menurut konseling rasional emotif ini, individu merasa dicela, diejek dan tidak diacuhkan oleh individu lain karena ia memiliki keyakinan berpikir bahwa individu lain itu mencela dan tidak mengacuhkan dirinya. Kondisi yang demikian inilah yang disebut cara berpikir yang tidak rasional oleh konseling rasio-emotif. Tujuan dari konseling REBT pada intinya ialah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya, serta menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berpikir yang tidak logis itulah merupakan penyebab gangguan emosionalnya. (Dewa Ketut, 1985 ; 89). B. Permasalahan

9 Sekolah Menengah Atas (SMA) 6, salah satu sekolah favorite di Jakarta Selatan telah melaksanakan program bimbingan konseling dan telah dijalankan dengan baik dan didasarkan pada suatu program yang disusun secara matang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai sekolah tersebut. Upaya bimbingan yang dilakukan guru pembimbing di sekolah adalah melalui layanan orientasi, layanan informasi, layanan penyaluran dan layanan penempatan. Bimbingan dilakukan terhadap semua murid, bukan hanya melayani siswa yang bermasalah saja. Adapun kegiatan bimbingan saja tidak dapat mencapai keberhasilan pendidikan, oleh karenanya diperlukan suatu kegiatan selain kegiatan bimbingan juga kegiatan konseling yang merupakan kegiatan lebih mengarah kepada perubahan prilaku. Kegiatan-kegiatan pokok Bimbingan dan Konseling (BK) di SMA 6 antara lain mengenal siswa dengan segala aspek dan latar belakangnya, membantu siswa membuat perencanaan dan mengambil keputusan-keputusan, serta memberikan kesempatan untuk melaksanakan penilaian terhadap diri sendiri. Selain itu BK juga mengadakan konsultasi dengan orang tua dan guru dan bersama bidang akademis dan wali kelas menentukan penjurusan siswa. Selanjutnya Prayitno (1998) menyatakan bahwa bimbingan dan konseling yang diberikan kepada siswa-siswa baik secara perorangan maupun kelompok dengan harapan agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi mandiri. Kemandirian itu mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dapat dilakukan oleh pribadi yang mandiri yaitu : a. Mengenal dan memahami diri sendiri b. Menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis

10 c. Mengambil keputusan sendiri d. Mengarahkan diri e. Mewujudkan diri. Untuk dapat melaksanakan kelima hal tersebut diatas, diperlukan pemahaman diri sendiri, suatu hal yang sangat penting, bukan saja untuk dapat berinteraksi dengan sesama, tetapi juga agar dapat mengarahkan diri, membuat perencanaan dan keputusan, memecahkan masalah pribadi sosial secara realistis; menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dan juga untuk dapat saling menerima dan menghargai orang lain. BK dilaksanakan di SMA 6 dengan salah satu tujuan agar siswa memperoleh pemahaman mengenai diri sendiri dan orang lain, yang merupakan proses timbal balik karena saling membantu satu sama lain. Dalam hal ini proses kelompok mempunyai manfaat yang besar untuk meningkatkan kesadaran diri (self awareness). Perkembangan pribadi sebagian besar ditentukan oleh interaksi individu dengan orang lain, dan dengan demikian akan mempermudah siswa memperoleh konsep diri yaitu potret diri mental atau keseluruhan pandangan seseorang tentang dirinya sendiri. Konsep diri merupakan hal yang penting karena mempengaruhi setiap aspek pengalaman, pikiran, perasaan, persepsi dan perilaku. Konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri dan penilaian tentang diri sendiri (Calhoun & Acicella dalam Bimbingan dan Konseling, 2000) Orang dengan konsep diri positif akan mampu merancang dan membuat keputusankeputusan serta memiliki harapan-harapan yang realistis, artinya ia mempunyai kemungkinan besar untuk mencapai tujuan tersebut, dengan demikian orang dengan

11 konsep diri positif mempunyai harga diri yang tinggi. Sebaliknya orang dengan konsep diri negatif biasanya merancang pengharapannya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Karena harapannya tidak realistis, maka meraka tidak dapat mencapainya, dan akibat kegagalan tersebut akan merusak harga dirinya. Menurut pengamatan sementara, penulis melihat bahwa banyak siswa SMA 6 yang mengalami permasalahan emosi sebelum mereka menentukan masa depan karir mereka dan ini perlu sebuah tindakan preventif untuk mengatasinya yaitu dengan pembentukan perkembangan konsep diri mereka sehingga mereka dapat memahami dirinya sendiri dan dapat lebih terarah dalam mengambil keputusan sebelum berperilaku. Dengan permasalahan seperti diuraikan di atas ini penulis ingin melakukan serangkaian penelitian mengenai hubungan antara bimbingan dan konseling melalui pendekatan REBT dengan pembentukan konsep diri siswa. Teori ini didasari bagaimana klien dapat mencari dan mempelajari lebih dalam tentang pengalamannya sendiri baik yang positif maupun yang negatif yang mana dapat mempengaruhi proses berpikirnya menjadi rasional, dan kemudian dapat menentukan keputusannya melalui logika berpikirnya. (CH. Paterson, 1986). Sementara Ellis mengasumsikan bahwa setiap orang mempunyai beberapa tujuan dalam hidup ini seperti bertahan hidup, tetap merasa bahagia dalam keadaan apapun, memiliki komunikasi yang baik dengan orang lain, berhubungan baik dengan orang-orang pilihan, memperoleh pendidikan yang baik, mampu menopang diri sendiri dan menikmati perjalanan karir, serta mampu mengendalikan kehidupan dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh kondisi di luar dirinya ataupun kekurangan yang ada dalam dirinya. Terapi dengan menggunakan REBT adalah merupakan sebuah terapi yang membentuk wawasan (insight) yang

12 berasal dari dalam diri, dan wawasan ini tidak terlintas sebelumnya dan dapat menjelaskan mengapa ia berprilaku seperti itu. Dan ada 3 jenis insight yaitu : pertama, yang terdiri dari pengakuan klien atau kondisi prilaku yang kurang wajar yang disebabkan oleh pengalaman masa lampau. Kedua, memahami kondisi masalah yang sebenarnya yang mengganggunya sehingga ia memiliki pemikiran yang irasional, dan yang ketiga insight tentang masih ada cara lain untuk mengatasi masalah yaitu dengan cara senantiasa melakukan observasi, bertanya, dan meningkatkan keyakinannya serta merubah keyakinan irasionalnya menjadi rasional. (CH. Patterson, 1486;13). Dalam penelitian ini penulis ingin melihat apakah setelah diberi REBT konsep diri, dapat berubah ke arah yang lebih yang lebih positif. REBT berasumsi bahwa meskipun kekuatan biologis dan sosial menekan pikiran irasional seseorang, ia masih memiliki pemikiran yang rasional. Problematika yang berkaitan dengan emosi pada kenyataannya pemikiran yang irasional dapat diarahkan kepada pemikiran mau berubah, memahami konsekuensi atas tindakan yang dilakukan, serta merubah kondisi emosional menjadi pemikiran yang lebih logis dan rasional. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu dengan mengambil sampel siswa kelas XI ke yang memiliki problem emosi. Bimbingan Konseling dengan metode REBT diberikan kepada siswa yang memiliki masalah tersebut diatas, dengan asumsi bahwa apakah : 1. Metode REBT dapat membantu siswa dalam pembentukan Konsep Diri, Dengan memiliki konsep diri positif, apakah siswa akan lebih mudah mengenal diri sendiri, menerima diri sendiri dan mengarahkan dirinya sendiri dan lingkungannya secara

13 positif dan dinamis, berani mengambil keputusan, mengarahkan diri dan mengaktualisasi diri? 2. Metode REBT merupakan metode yang tepat untuk menangani kasus-kasus yang memiliki problem emosi? 3. Metode REBT dapat meningkatkan konsep diri siswa? 4. Metode REBT dapat merubah perilaku siswa? 5. Metode REBT dapat membantu siswa dalam keputusan karir Adapun pemilihan penelitian mengenai kompetensi karir siswa melalui bimbingan dan konseling dengan menggunakan metode REBT, berdasarkan pemikiran bahwa meskipun program bimbingan dan konseling telah dilaksanakan sejak lama di sekolah, namun masih banyak ditemui siswa yang tidak mandiri dalam arti siswa tidak berfungsi sebagaimana harusnya. Selain itu ternyata banyak pula siswa yang memiliki masalah yang tidak hanya menyangkut penyelesaian program pendidikan, melainkan juga berkenaan dengan masalah lain seperti penyesuaian sosial, emosional, pemilihan jurusan dan sebagainya, yang semuanya berkaitan dengan konsep diri, harga diri dan percaya diri siswa. Masalah-masalah ini tidak dapat ditanggulangi hanya dengan melakukan administrasi/supervisi dan pelaksanaan pengajaran saja, melainkan sekolah harus melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan siswa dalam arti pelayanan bimbingan dan konseling (BK). B. Rumusan Masalah

14 Secara umum penelitian ini dimaksud untuk memperoleh informasi mengenai pembentukan konsep diri siswa SMA 6 dengan variabelnya setelah diberi bimbingan konseling dengan metode REBT dan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Seperti apakah profil kompetensi karir siswa kelas XI SMA 6 Jakarta 2). Seperti apakah profil kompetensi karir siswa kelas XI SMA 6 Jakarta dilihat dari aspek-aspeknya? 3). Seperti apakah program layanan konseling karir untuk meningkatkan kompetensi karir siswa kelas XI SMA 6 Jakarta tahun pelajaran 2010/2011? 4). Sejauhmana peningkatan kompetensi karir siswa kelas XI SMA 6 Jakarta tahun pelajaran 2010/2011, setelah diintervensi dengan layanan konseling karir? C. Tujuan Untuk menghasilkan program konseling REBT dan untuk mencapai tujuan itu maka perlu lebih dahulu memperoleh informasi tentang : 1. Profil kompetensi karir siswa kelas XI SMA 6 Jakarta. 2. Profil kompetensi karir siswa kelas XI SMA 6 Jakarta dilihat dari aspekaspeknya 3. Program layanan konseling karir untuk meningkatkan kompetensi karir siswa kelas XI SMA 6 Jakarta tahun pelajaran 2010/ Tingkat keefektrifan intervensi layanan konseling karir yang diberikan

15 kepada siswa kelas XI SMA 6 Jakarta dalam meningkatkan kompetensi karirnya D. Manfaat Penelitian Penbelitian ini menghasilkan program konseling karir melalui pendekatan REBT sebagai salah satu intervensi yang diduga efektif untuk meningkatkan pemahaman kompetensi karir siswa. Hasilnya dapat digunakan oleh giuru Bimbingan dan Konseling /Konselor dalam mereduksi gejala rendahnya pemahaman kompetensi karir siswa yang dikembangkan berdasarkan karakteristik dan kebutuhannya, sehingga pada gilirannya nanti dapat membantu kelancaran proses pembelajaran dan hasil yang dicapai oleh siswa. Program konseling karir melalui pendekatan REBT diharapkan dapat diadopsi secara luas dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah. Secara khusus hasil penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat bagi khalayak (stake holders) sebagai berikut : 1). Bagi guru bimbingan dan konseling/konselor, hasil penelitian ini menghasilkan acuan program bimbingan dan konseling karir melalui pendekatan rational emotive behavior therapy (REBT) sebagai salah satu intervensi untuk mereduksi gejala rendahnya kompetensi karir siswa. 2). bagi siswa, hasil penelitian ini memberikan manfaat berupa informasi tentang peta profil kompetensi karirnya 3). bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat meningkatkan efisiensi internal dan menghindari munculnya kebingungan siswa dalam memahami diri dan karirnya dimasa depan serta dapat meningkatkan pemahaman

16 kompetensi karirnya. 4). bagi IPTEK, hasil penelitian ini ialah pengembangan suatu program bimbingan dan konseling karir melalui melalui pendekatan REBT sebagai salah satu intervensi untuk mereduksi gejala rendahnya pemahaman kompetensi karir siswa yang bersifat inovatif dalam penanggulangan masalah-masalah karir siswa pada jenjang SMA, dengan menerapkan program intervensi yang telah terbukti secara empiris keampuhannya dalam menangani berbagai gejala dan fenomena permasalahan karir, termasuk masalah pemahaman kompetensi karir siswa.

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konseling Berbasis Problem Konseling berbasis problem:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.I Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut perubahan sangat pesat, serta muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya. Di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat memasuki dunia kerja, demikian halnya dengan pendidikan di SMA. Kurikulum SMA dirancang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. Beberapa diantaranya mungkin merasa sangat bersemangat dengan pekerjaannya dan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pemenuhan tugas perkembangan tersebut, banyak remaja yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan dari kehidupan individu. Pada fase ini terdapat sejumlah tugas perkembangan yang harus dilalui, untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 2.1 Pengertian Perilaku BAB II KAJIAN TEORITIS Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya interaksi antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan mengembangkan kepribadian dan potensi (bakat, minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan. remaja merupakan pengembangan dan perluasan kemampuan-kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan. remaja merupakan pengembangan dan perluasan kemampuan-kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan dewasa. Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan hidup individu. Hal tersebut diungkapkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Rupublik

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sementara rekomendasi hasil penelitian difokuskan pada upaya sosialisasi hasil

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Sementara rekomendasi hasil penelitian difokuskan pada upaya sosialisasi hasil 244 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan merupakan inferensi dari temuan empiris dan kajian pustaka. Sementara rekomendasi hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologinya. Ideologi yang bersumberkan pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k FOKUS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Suherman, M.Pd. Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi, sosial, budaya masyarakat dewasa ini semakin pesat. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini disajikan kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian. Kesimpulan merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian, sedangkan rekomendasi berkenaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di mana pun dan kapan pun individu berada. Penelitian Levinson (1985) menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan, terutama dalam rentang usia 13 tahun remaja mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan konseling adalah suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka merubah

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI LAYANAN PENGEMBANGAN PRIBADI MAHASISWA Dr. Suherman, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri guna memasuki masa dewasa. Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam mengembangkan bakat, minat dan kemampuanya. Untuk mencapai keberhasilan di masa depan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia terlibat dengan banyak hal, dari yang sepele sampai yang kompleks. Pengambilan keputusan merupakan bagian dari hidup manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri, dewasa, dan juga berprestasi maka setiap siswa diharapkan untuk mempersiapkan diri agar dapat menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai harapan serta cita-cita sendiri yang ingin dicapai. Mencapai suatu cita-cita idealnya memerlukan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik yang dilakukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik yang dilakukan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Penelitian tentang program bimbingan belajar berbasis pendekatan humanistik untuk meningkatkan kemandirian belajar peserta didik yang dilakukan di SMP Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

USAHA YANG DILAKUKAN SISWA DALAM MENENTUKAN ARAH PILIHAN KARIR DAN HAMBATAN-HAMBATAN YANG DITEMUI (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMA N 3 Payakumbuh)

USAHA YANG DILAKUKAN SISWA DALAM MENENTUKAN ARAH PILIHAN KARIR DAN HAMBATAN-HAMBATAN YANG DITEMUI (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMA N 3 Payakumbuh) Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Info Artikel: Diterima01/01/2013 Direvisi12/01/2013 Dipublikasikan 01/03/2013 hlm. 310-316 USAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja yaitu ketika sudah menginjak usia 14-18 tahun. Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

2. Faktor pendidikan dan sekolah

2. Faktor pendidikan dan sekolah BAB IV ANALISIS APLIKASI TERAPI LIFE MAPPING DENGAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR DALAM MENANGANI SISWI YANG MEMBOLOS DI SMA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO A. Faktor yang menyebabkan siswi sering membolos di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat memecahkannya. Ada pula yang dapat menghadapi masalah dan tidak dapat memecahkannya sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia pekerjaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan adalah serangkaian proses progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1980: 2). Manusia selalu dinamis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan. Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Trauma Seorang Remaja

A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan. Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Trauma Seorang Remaja BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI TRAUMA SEORANG REMAJA KORBAN PENCULIKAN DI KELURAHAN KEBRAON KARANG PILANG SURABAYA Pada bab ke empat ini peneliti

Lebih terperinci

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA :

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA : KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA : 081-5687-1604 NB : Materi ini telah TIM RDRM persentasikan di Dinas Kesehatan Kota Semarang 2017 About Me Nama

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V ini dipaparkan hal-hal yang berkenaan dengan simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan penelitian dikemukakan secara sistematis sesuai dengan pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan tantangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan. Diadakannya layanan bimbingan dan konseling di sekolah bukan karena adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di sekolah. Sekolah merupakan salah satu unsur yang dominan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ali dan Asrori (2004) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat utamanya tertuju pada pemilihan

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Pelatihan REBT-MGBK SMK Kabupaten Sleman Rabu, 8 Januari 2014 Sejarah Albert Ellis pendiri dan pengembang REBT Lahir di Pittsburgh tahun 1913 Meninggal tahun 2007 pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Dunia pendidikan merupakan salah satu dari aspek

Lebih terperinci

Model-model Bimbingan

Model-model Bimbingan Model-model Bimbingan Urutan Presentasi Bimbingan Model Parsons Bimbingan Identik dengan Pengajaran Bimbingan Penyaluran dan Penyesuaian Bimbingan Sebagai Proses Klinis Bimbingan Pengambilan Keputusan

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta 1. BK Komprehensif muncul berdasar evaluasi thp sistem sebelumnya 2. Sistem yang lama berorientasi tradisional/konselor 3. Sistim yang lama

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah

PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 2, Mei 2016 ISSN 2442-9775 PENINGKATAN KEMATANGAN KARIER SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Lutiyem SMP Negeri 5 Adiwerna, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan A. Tujuan I. PENDAHULUAN Setelah mempelajari modul ini para konselor diharapkan : 1. Memiliki pemahamam tentang konselor sebagai suatu profesi 2. Memiliki pemahamam tentang kinerja profesional konselor

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Hiemstra yang dikutip Darmayanti (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK

2014 EFEKTIVITAS KONSELING KARIR TRAIT AND FACTOR UNTUK MEREDUKSI KESULITAN MEMBUAT KEPUTUSAN KARIR PESERTA DIDIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembuatan keputusan karir dapat mengakibatkan seseorang mengalami gejala depresi (Walker & Gary, 2012). Gejala depresi muncul akibat disfunctional pemikiran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional. TNI di Desa Sambibulu Taman Sidoarjo

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional. TNI di Desa Sambibulu Taman Sidoarjo BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif dalam Menangani Kecemasan pada Pemuda yang Gagal Tes TNI di Desa Sambibulu Taman Sidoarjo Proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta

Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta Sebuah Rekonseptualisasi Yang Dilatarbelakangi Oleh Sebuah Fakta 1. BK Komprehensif muncul berdasar evaluasi thp sistim sebelumnya 2. Sistem yang lama berorientasi tradisional/konselor 3. Sistim yang lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan pemenuhan kompetensi diberbagai pengembangan. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan pemenuhan kompetensi diberbagai pengembangan. Pada masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan bangsa dan negara di masa yang akan datang adalah yang mampu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karier merupakan salah satu komponen paling penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karier merupakan salah satu komponen paling penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Karier merupakan salah satu komponen paling penting dalam kehidupan seorang manusia. Karier juga dapat menjadi penentu kebahagiaan seseorang, sehingga

Lebih terperinci

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016 EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK RASIONAL EMOSI KEPERILAKUAN UNTUK MENGURANGI PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XII MIPA SMA N 2 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Desi haryanti, Tri Hartini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai pelaksanaan layanan bimbingan karir kelas XII di SMK NU 01 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan konseling dalam kegiatan konseling cenderung mengantarkannya pada keadaan stres. Bahkan ironisnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA 79 BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA A. Analisis Proses Konseling dalam Menangani Depresi Seorang Anak yang Tidak Menerima Ayah Tirinya Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian tentang bimbingan belajar berbasis teknik mind map untuk

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian tentang bimbingan belajar berbasis teknik mind map untuk BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Penelitian tentang bimbingan belajar berbasis teknik mind map untuk meningkatkan daya ingat peserta didik underachiever dengan menggunakan eksperimen kuasi menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia dan kehidupan kita sering mendengar tentang kepemilikan harga diri. Tiap manusia yang ada di dunia ini pasti memiliki harga diri dan tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan 1 BAB I PEMBAHASAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah tempat bagi terselenggaranya proses pendidikan formal. Namun, pada kenyataannya dalam proses pendidikan tersebut tidak selamanya dapat berjalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya. Hal ini berarti bahwa manusia tidak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2) HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI Widanti Mahendrani 1) 2) dan Esthi Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang ABSTRAKSI Penelitian

Lebih terperinci

SULUH Jurnal Bimbingan Konseling, April 2017, Volume 3 Nomor 1 (42-46)

SULUH Jurnal Bimbingan Konseling, April 2017, Volume 3 Nomor 1 (42-46) SULUH Jurnal Bimbingan Konseling, April 2017, Volume 3 Nomor 1 (42-46) http://jurnal.umpalangkaraya.ac.id/ejurnal/suluh PEMILIHAN LAYANAN PENEMPATAN DAN PENYALURAN DALAM PEMILIHAN JURUSAN PESERTA DIDIK

Lebih terperinci