BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadinya kerusakan pada kulit yang dapat mempercepat terjadinya penuaan dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadinya kerusakan pada kulit yang dapat mempercepat terjadinya penuaan dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paparan sinar matahari secara berlebih merupakan mediator eksogen utama terjadinya kerusakan pada kulit yang dapat mempercepat terjadinya penuaan dan resiko terjadinya kanker pada kulit. Sinar UV pada dasarnya memiliki manfaat dalam pembentukan vitamin D3 (Cholecalciferol) yang digunakan untuk metabolisme pembentukan tulang dan sistem imun. Selain itu, radiasi sinar UV juga dapat digunakan untuk terapi penyakit tbc, psoriasis, dan vitiligo (Cefali dkk., 2016). Akan tetapi, paparan sinar UV secara terus-menerus justru dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan (Kockler dkk., 2012). Sinar UV dibagi menjadi 3 daerah, yaitu: UV C( nm), UV B ( nm), dan UV A ( nm) dimana sinar UV C dapat tersaring oleh lapisan atmosfer dan tidak dapat sampai ke permukaan bumi, UV B dapat menetrasi lapisan permukaan kulit yang paling atas, dapat menyebabkan terjadinya kerusakan DNA dan terbakar surya, dan sinar UV A yang dapat menetrasi lapisan kulit lebih dalam sampai lapisan dermis, dapat menyebabkan terjadinya penuaan, pigmentasi, eritema, tanning, dan kerusakan DNA akibat adanya senyawa oksigen reaktif atau ROS (Reactive Oxcygen Species). Efek buruk jika terpapar sinar UV terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya kanker kulit, terbakar surya, kerusakan mata seperti katarak dan melanoma, penuaan kulit secara prematur, pigmentasi, eritema, dan kerusakan sistem imun (Cefali dkk., 2016; Kockler dkk., 2012, Kulkarni dkk., 2014). 1

2 2 Kulit manusia pada dasarnya memiliki mekanisme tersendiri untuk melindungi dari bahaya sinar UV, yaitu dengan melakukan pembentukan butirbutir pigmen (melanin) yang akan memantulkan kembali sinar UV. Jika kulit terpapar sinar matahari, maka akan timbul dua tipe reaksi melanin, seperti penambahan melanin secara cepat ke permukaan kulit dan pembentukan tambahan melanin baru. Akan tetapi, apabila kulit terpapar sinar UV secara terusmenerus dapat mengakibatkan hiperpigmentasi yang dapat memicu timbulnya noda hitam pada kulit dan kerusakan kulit lainnya, seperti penuaan dini dan kanker kulit (Trenggono dkk., 2007). Oleh karena itu, untuk menjaga kulit dari efek buruk radiasi sinar UV, maka diperlukan perlindungan menggunakan tabir surya (Balakhrishnan dan Narayanasmamy, 2011). Tabir surya merupakan sediaan kosmetik yang digunakan dengan maksud memantulkan atau menyerap secara aktif cahaya matahari terutama pada daerah dengan emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena sinar UV (Draelos dan Thaman, 2006). Berdasarkan kandungan zat aktifnya, sediaan tabir surya dibedakan menjadi 2 yaitu sunblock dan sunscreen. Sunblock merupakan sediaan tabir surya yang mekanisme kerjanya secara fisik memantulkan sinar UV, sedangkan sunscreen secara kimia menyerap sinar UV agar tidak menyerang sel kulit (Trenggono dkk., 2007). Senyawa yang memiliki aktivitas sebagai pelindung terhadap sinar matahari sangat berguna dalam mengurangi efek buruk radiasi sinar UV pada kulit. Namun, banyak zat aktif pengabsorpsi sinar UV yang dapat menyebabkan

3 3 terjadinya alergi dan iritasi pada kulit. Oleh karena itu, pengembangan formulasi yang mengandung ekstrak tanaman sedang dikembangkan. Kosmetik dari tumbuhan yang biasa digunakan untuk menghindari penuaan yaitu senyawa antioksidan. Senyawa antioksidan dapat digunakan untuk meminimalisir aktivitas radikal bebas dan melindungi kulit dari radiasi sinar UV karena adanya kandungan polifenol dalam senyawa. Senyawa yang mengandung cincin aromatik dapat mengabsorpsi sinar UV khususnya UV A dan UV B pada panjang gelombang nm (Cefali dkk., 2016; Kockler dkk., 2012; Mishra dkk., 2011). Beberapa senyawa aktif antioksidan seperti flavonoid, tannin, antraquinon, sinamat, kurkumin, dan lain-lain telah dilaporkan memiliki kemampuan sebagai pelindung terhadap sinar UV (Singh dkk., 2009; Hogade, 2010; Rasheed dkk., 2012). Tabir surya masih sedikit yang menggunakan zat aktif dari senyawa aktif bahan alam. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk membuat sediaan tabir surya menggunakan senyawa aktif bahan alam yang diambil dari temu mangga (Curcuma mangga Val.). Berdasarkan literatur, temu mangga mengandung senyawa antioksidan, diantaranya kalkon, flavanon, flavon, dan kurkumin yang memiliki gugus kromofor dan cincin aromatik (Lajis, 2007; Suryani, 2009; Hartati, 2010). Gugus kromofor tersebut merupakan sistem aromatik terkonjugasi yang memiliki kemampuan untuk menyerap sinar pada kisaran panjang gelombang sinar UV baik pada UV A maupun UV B (Ismiyana dkk, 2015). Menurut Sri Hartati dalam Majalah Farmasi Indonesia (2010) menyebutkan juga bahwa senyawa aktif yang terdapat pada rimpang temu mangga dapat digunakan

4 4 sebagai senyawa aktif dalam sediaan tabir surya, sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dasar dilakukannya penelitian untuk menguji optimasi formula ekstrak etanol temu mangga sebagai tabir surya. Dari pertimbangan dasar tersebut, peneliti akan melakukan penelitian uji aktivitas ekstrak etanol temu mangga dalam bentuk lotion w/o yang dapat diaplikasikan pada kulit manusia. Formula sediaan lotion dipilih karena sediaan tersebut lebih sering dipakai untuk sediaan topikal tabir surya. Lotion dapat berupa suspensi, emulsi, atau larutan dengan atau tanpa obat yang dimaksudkan untuk penggunaan topikal yang kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas sehingga cepat kering, mudah dioleskan, mudah menyebar, dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen pada permukaan kulit (Ansel, 1989; Jone, 2008). Lotion tipe w/o memiliki beberapa keuntungan yaitu tidak mudah dicuci dengan air dan memiliki daya lekat yang lama sehingga substantivitas dan efektivitasnya jika digunakan menjadi lebih baik (P.Agin, 2006; Rai dan Srinivas, 2007). Sediaan lotion agar dapat memenuhi kriteria perlindungan kulit dengan baik, maka perlu dilakukan optimasi formula lotion w/o tabir surya dengan basis cera alba, setil alkohol, dan gliserin. Cera alba berfungsi untuk meningkatkan konsistensi lotion, setil alkohol berfungsi sebagai emulgator dan emollient yang dapat meningkatkan stabilitas lotion, dan gliserin berfungsi sebagai humektan dan emollient yang dapat mempengaruhi stabilitas dari lotion (Rowe dkk., 2006). Optimasi variasi ketiga bahan tersebut pada jumlah tertentu diharapkan akan menghasilkan lotion dengan sifat fisik yang baik dan nyaman digunakan. Salah

5 5 satu metode optimasi untuk mendapatkan formula lotion w/o tabir surya yaitu dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design. Dengan metode ini dapat dilihat efek konsentrasi tiap-tiap komponen terhadap respon dan bagaimana interaksi dari masing-masing komponen tersebut terhadap respon yang diamati (Bolton, 1997). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diselesaikan pada penelitian ini antara lain : 1. Apakah ekstrak etanol temu mangga mampu menghasilkan nilai SPF sedang menurut FDA? 2. Apakah lotion w/o ekstrak etanol temu mangga yang optimum memiliki sifat fisik dan stabilitas fisik yang baik selama penyimpanan dalam kurun waktu satu bulan? 3. Apakah formula optimum lotion w/o ekstrak etanol temu mangga memiliki aktivitas sebagai tabir surya? C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui konsentrasi ekstrak etanol temu mangga yang mampu menghasilkan nilai SPF sedang menurut Food and Drug Administration (FDA). 2. Mengetahui sifat fisik dan stabilitas fisik formula optimum lotion w/o pada penyimpanan dalam kurun waktu satu bulan. 3. Mengetahui aktivitas tabir surya lotion w/o pada formula optimum secara in vitro menggunakan spektrofotometer UV-Vis

6 6 D. Pentingnya penelitian diusulkan Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan penggunaan bahan alam sebagai zat aktif utama dalam sediaan tabir surya yang lebih aman sebagai pengganti senyawa sintetis, sebab bahan alam memiliki toleransi yang baik pada kulit sehingga tidak menimbulkan alergi dan iritasi pada kulit. E. Keaslian Penelitian Sri Hartati (2010) dalam Majalah Farmasi Indonesia melaporkan bahwa senyawa yang terkandung dalam temu mangga (Curcuma mangga) pada kadar tertentu menunjukkan nilai SPF yang sesuai persyaratan dalam FDA. Sampai saat ini, belum ada laporan penelitian tentang pembuatan kosmetik tabir surya sediaan lotion w/o menggunakan ekstrak etanol temu mangga (Curcuma mangga) dan diuji nilai SPF, persen eritema (%Te), dan persen pigmentasi (%Tp) pada formula optimum secara in vitro menggunakan spektrofotometri UV-Visible. F. Tinjauan Pustaka 1. Taksonomi dan morfologi temu mangga (Curcuma manga Val.) Gambar 1. Rimpang temu mangga (wikipedia.org)

7 7 Temu mangga merupakan tanaman herbal yang termasuk ke dalam sistematika tumbuhan dan diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Zingiberaceae : Zingiberaceae : Curcuma : Curcuma mangga Val. (Gusmaini dkk., 2004) Temu mangga biasa ditemukan di Pulau Jawa, Malaysia, dan Thailand. Temu mangga termasuk dalam tanaman tahunan yang berbentuk rimpang berbatang semu dan memiliki sejumlah anakan. Rimpang temu mangga bercabang, dibagian luar berwarna kekuningan, dan memiliki warna daging berwarna kuning lebih gelap dengan dilingkari warna putih. Daun temu mangga berbentuk elips-obling yang meruncing dibagian ujung daun, dengan panjang cm dan lebar 5-23 cm, berwarna hijau, dan terdapat warna ungu di bagian tangkai daun. Sistem perakaran tanaman termasuk akar serabut. Akar melekat dan keluar dari rimpang induk. Panjang akar sekitar 25 cm dan letaknya tidak beraturan (Gusmaini dkk., 2004). Rimpang dan daun Curcuma mangga Val. mengandung saponin serta flavonoid, daunnya mengandung polifenol (Hutapea dkk., 1993). Kandungan

8 8 kimia lain yang ada pada rimpang meliputi kalkon; flavon; flavanon; (E)-labda- 8(17),12-dien-15,16-dial; (E)-15,16-bisnorlabda8(17),11-dien-13-one; zerumin A; β-sitosterol; kurkumin; demetoksikurkumin; dan bisdemetoksikurkumin (Abas dkk., 2005; Lajis, 2007; Malek dkk., 2011). Hasil analisis HPLC terhadap kandungan senyawa fenolik dalam temu mangga terdiri dari asam galat, katekin, epikatekin, epigalokatekin, epigalokatekin galat, dan galokaterkin galat (Pujimulyani dkk., 2013). Hasil analisis kandungan kurkuminoid dalam temu mangga menggunakan metode HPLC didapatkan kandungan kurkuminoid sebanyak 0,18-0,47 % (Bos dkk., 2007). Temu mangga berkhasiat sebagai penurun panas (antipiretik), penangkal racun (antitoksik), pencahar (laksatif), antioksidan, antiinflamasi, dan antimikroba (Hong dkk., 2015). Khasiat lainnya digunakan untuk mengatasi kanker, sakit perut, mengecilkan rahim setelah melahirkan, mengurangi lemak perut, menambah nafsu makan, menguatkan syahwat, gatal-gatal pada vagina (pruritis), sesak nafas (asma), radang saluran nafas (bronchitis), demam, kembung, dan masuk angin (Hariana, 2006). 2. Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan pada tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenolik dengan struktur dasar C 6 -C 3 C 6 pada tumbuhan yang memegang peran sebagai fotoprotektan dan memiliki kontribusi pada warna tumbuhan (Madhavi dkk., 1985 dan Maslarova, 2001). Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B,

9 9 dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Flavonoid telah dikenal sebagai antioksidan poten dengan aktivitasnya sebagai penangkap elektron, donasi atom hidrogen, atau melalui kemampuannya mengkelat dengan logam berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon (Markham, 1988). Gambar 2. Struktur dasar flavonoid (Kar, 2007) Flavonoid dalam tanaman biasanya terdapat pada permukaan atau dalam sel epidermis daun hijau. Kemungkinan senyawa ini berfungsi melindungi daun dari efek radiasi cahaya UV dan dapat menekan fotoperoksidasi lipid oleh penangkapan anion superoksid yang dihasilkan selama proses peroksidasi dalam kloroplas. Dengan demikian senyawa tersebut diharapkan dapat berfungsi sebagai pelindung kulit manusia dari radiasi sinar UV atau sebagai antioksidan alamiah (Kometani dkk., 1994). Flavonoid memiliki potensi sebagai tabir surya karena adanya gugus kromofor yang umumnya memberikan warna kuning pada tanaman. Gugus kromofor tersebut merupakan sistem aromatik terkonjugasi yang menyebabkan kemampuan untuk menyerap kuat pada kisaran panjang gelombang sinar UV baik pada UVA maupun UVB (Ismizana dkk., 2015).

10 10 Flavonoid adalah komponen senyawa alami yang paling banyak diteliti dengan fungsinya sebagai pelindung sinar matahari. Flavonoid banyak ditemukan pada tanaman buah-buahan maupun sayuran. Adanya cincin aromatik pada struktur flavonoid dapat memberikan kemampuan untuk mengabsorpsi radiasi sinar UV pada panjang gelompang nm, bersifat antioksidan, agen imunomodulator, dan dapat digunakan sebagai senyawa aktif dalam tabir surya. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa senyawa rutin dan quersetin pada tumbuhan memiliki efek perlindungan terhadap radiasi sinar matahari dan dapat digunakan sebagai tabir surya (Cefali dkk., 2016; Choquenet dkk.,2009; Saewan dan Jimtaisong, 2013). 3. Kurkumin Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman Zingiberaceae, khususnya kunyit dan temulawak. Kurkumin termasuk dalam kelompok senyawa fenolik yang terdapat dalam tanaman family Zingiberaceae. Kurkumin merupakan kandungan utama dari kurkuminoid. Selain kurkumin, terdapat senyawa lain yang termasuk dalam anggota kurkuminoid, yaitu demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin. Kurkumin tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida (DMSO). Degradasi kurkumin tergantung pada ph dan berlangsung lebih cepat pada kondisi netral-basa (Sastry,1970).

11 11 Gambar 3. Struktur kimia kurkumin (Dewick, 2009) Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalam larutan, tidak stabil terhadap asam, dan cahaya. Kurkumin sukar larut dalam air, heksana, dan light petroleum, agak larut dalam benzene, kloroform, dan eter, tetapi kurkumin larut dalam alkohol, aseton, dan asam asetat glasial. Kurkumin stabil pada ph di bawah 6,5 dan akan terdegradasi pada ph di atas 6,5. Hal ini disebabkan oleh adanya gugus metilen aktif. Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (ph 7-10) akan menghasilkan asam ferulat dan ferruloil metan. Degradasi kurkumin mengakibatkan terjadinya perubahan pada larutan, yaitu pada ph 1-7 berwarna kuning sedangkan pada ph 7,5 9,1 larutan berwarna merah jingga (Tonnesen dan Karlsen, 1997). Kurkumin yang terdapat pada Curcuma longa akhir-akhir ini banyak diteliti untuk mengetahui semua nutrisi dan efek yang baik pada kurkumin. Kurkuminoid dari Curcuma longa family Zingiberaceae telah dilaporkan memiliki fungsi klinik penting diantaranya sebagai antiinflamasi, antifungi,

12 12 antimikroba, antioksidan, antiproliferasi, dan dapat melindungi kulit dari bahaya radikal bebas (Mishra dkk., 2011). Telah banyak penelitian yang menyebutkan penggunaan kurkumin pada sediaan topikal yang memiliki keuntungan pada kulit. Warna kuning pada senyawa kurkumin dapat menghambat terjadinya pigmentasi pada kulit. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan tetrahidrokurkumin pada sediaan topikal sangat aman dan efektif untuk mencerahkan kulit. Pencerahan kulit dapat membantu menghambat terjadinya hiperpigmentasi atau penggelapan kulit (Singh dkk., 2009). 4. Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu metode penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan, dan beberapa jenis ikan, termasuk biota laut. Ekstraksi dalam penelitian bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI (2000), ekstraksi terdiri dari beberapa jenis salah satunya yaitu ekstraksi secara maserasi. Ekstraksi secara maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000).

13 13 5. Senyawa fenolik sebagai fotoprotektor Fotoprotektor berfungsi menyerap atau menyebarkan sinar matahari sehingga intensitas sinar yang mampu mencapai kulit jauh lebih sedikit dari yang seharusnya (Wasitaatmadja, 1997). Mekanisme fotoprotektan dalam melindungi kulit dari pengaruh sinar UV yaitu secara kompetitif bersaing dengan senyawa yang dapat dirusak oleh sinar matahari. Sebagai contoh cahaya UV dapat memacu pembentukan sejumlah senyawa reaktif atau radikal bebas pada kulit. Senyawa dengan kemampuan antioksidan atau penangkap radikal bebas dapat berkompetisi dengan molekul target dan mengurangi atau mengacaukan efek merugikan (Shaath, 1990). Senyawa fenolik merupakan salah satu fotoprotektor alami. Fenolik adalah senyawa yang memiliki ciri berupa cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil (Harborne, 1987). Fenolik mempunyai aktivitas fotoprotektor karena adanya ikatan rangkap terkonjugasi yang bertanggung jawab dalam penyerapan sinar UV A dan UV B (Bartley dan Scolnik, 1995). Menurut Javanmardi dkk., (2002) senyawa fenolik dapat mengadsorpsi dan menetralkan radikal bebas, meredamkan oksigen singlet dan triplet, dan mendekomposisi peroksida. Senyawa polifenol merupakan senyawa paling baik untuk mencegah efek radiasi sinar UV pada kulit, khususnya flavonoid yang memiliki potensi sebagai fotoprotektan yang dapat mengabsoprsi sinar UV (Saewan dan Jimtaisong, 2013). Untuk itu senyawa fenolik khususnya flavonoid dapat digunakan untuk perlindungan terhadap sinar UV. Flavonoid mengandung polifenol hasil sintesis

14 14 dari jalur metabolisme fenilpropanol dan memiliki manfaat dalam pengobatan (Cefali dkk., 2016). 6. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang terisi diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995). Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 1995): a. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang. b. Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri. c. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%. d. Ekstrak cair, ekstrak yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair. Proses ekstraksi didapat melalui tahap dari pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah

15 15 yang maksimum dari zat aktif dan seminimal mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Depkes RI, 2000). 7.Kromatografi lapis tipis Kromatografi merupakan cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar (Anonim, 1989). Teknik kromatografi umumnya membutuhkan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam) dan yang lainnya bergerak (fase gerak). Kromatografi sendiri terbagi dalam berbagai macam metode, salah satunya yaitu kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis merupakan teknik pemisahan zat secara cepat dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapisi dianggap sebagai kolom kromatografi kolom terbuka, sedangkan pemisahannya didasarkan pada penyerapan, pembagian, atau penggabungan, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Nilai Rf yang didapat diidentifikasi menggunakan 2 bercak yang memiliki nilai Rf kurang lebih sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar senyawa yang terkandung dalam sediaan (Anonim, 1989). Parameter kualitatif dari kromatografi lapis tipis yaitu nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel. Nilai Rf

16 16 didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Dari definisi tersebut, suatu senyawa yang bermigrasi dengan tepi muka pelarut mempunyai nilai Rf = 1, sebaliknya senyawa yang tetap tertinggal pada titik awal mempunyai nilai Rf = 0 (J.Roth dan G.Blascke, 1981). 8. Kulit Gambar 4. Penampang melintang kulit (Burns dkk., 2013) Kulit adalah organ tubuh paling luar yang membatasi dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa kira-kira sekitar 15% dari berat badan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga tergantung pada lokasi tubuh (Djuanda dkk., 1999). Kulit merupakan pelindung atau barrier awal sistem imun tubuh terhadap benda asing dari luar, seperti radiasi sinar UV, bahan kimia, panas, serangan mikroba pathogen dan trauma mekanis. Selain pelindung, kulit juga merupakan organ pengontrol suhu tubuh, yaitu dengan adanya proses berkeringat maupun

17 17 peningkatan dan penurunan aliran darah menuju area pembuluh darah dekat kulit (Standring, 2008). Keberadaan melanin pada sel kulit memberikan perlindungan pada kulit terhadap sinar UV dan juga radikal bebas. Kulit memiliki 3 lapisan seperti pada gambar 4, yaitu : 1. Epidermis Lapisan epidermis merupakan lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Lapisan penyusun epidermis mengalami regenerasi setiap 4-6 minggu. Lapisan ini terdiri dari stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basal. a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit terluar yang terdiri dari sel keratinosit, mudah terkelupas, dan terus berganti. b. Stratum lusidum berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan serta tidak tampak pada kulit tipis. c. Stratum granulosum terdiri dari 3-5 lapis sel poligonal gepeng dengan inti ditengah dan sitoplasma terdiri oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin. Granula ini mengandung protein kaya histidin. d. Stratum spinosum atau lapisan malphigi terdiri dari berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril. Pada lapisan ini terdapat sel langerhans. e. Stratum basal merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit dan diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan. Pada lapisan ini

18 18 terjadi aktivitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan (Djuanda dkk., 1999). Adanya sinar UV dapat membuat melanosit yang berisi melanin yang akan teraktivasi, sehingga menjadi melanosom. Melanosom akan bermigrasi ke keratinosit, sehingga menimbulkan tanning kulit yang berfungsi sebagai fotoprotektif (Standring, 2008). 2. Dermis Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni: a. Pars papilare yaitu bagian tipis mengandung jaringan ikat jarang, yang berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b. Pars retikulare adalah bagian tebal terdiri dari jaringan ikat padat, berisi kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut (Djuanda dkk.,1999). Sebagian besar dermis terdiri dari kolagen yang memberikan 70-80% dari total berat kering dermis. Fungsi kolagen tersebut adalah menambah elastisitas kulit, sehingga tidak mudah robek. Kolagen juga berperan sebagai pelumas dalam pergantian kulit (Burns dkk., 2013). 3. Subkutan/ Hipodermis Lapisan subkutis merupakan lapisan di bawah dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak

19 19 merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Lapisan sel-sel lemak disebut penikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3cm, berbeda dengan daerah di kelopak mata yang sangat sedikit jaringan lemaknya (Djuanda dkk., 1999). 9. Sinar ultraviolet Paparan sinar matahari secara terus menerus dapat membahayakan dan mengakibatkan efek yang buruk pada kesehatan. Sinar UV merupakan sinar matahari yang memiliki komponen kecil dari spektrum elektromagnetik dan memiliki rentan radiasi yang sempit, yaitu pada panjang gelombang nm. Spektrum sinar UV dibagi menjadi 3, yaitu UV C ( nm), UV B ( nm), dan UV A ( nm). Sinar UV A merupakan 90-95% dari sinar ultraviolet yang mampu mencapai permukaan bumi. Sinar UV A memiliki panjang gelombang yang relatif panjang yaitu pada panjang gelombang nm dan tidak terserap oleh lapisan ozon. Sinar UV A dapat menetrasi kulit lebih dalam dan terlibat dalam kerusakan kolagen terlibat dalam terjadinya tanning pada kulit. UV A cenderung menekan fungsi kekebalan tubuh, mengakibatkan terjadinya penuaan dini pada kulit, dan menyebabkan terjadinya eritema, pigmentasi, dan elastisitas kulit karena sinar UV A dapat menetrasi komponen pada lapisan dermis yang terdapat dibawah epidermis. Sinar UV A tidak diabsorpsi oleh molekul DNA, tetapi UV A dapat menyebabkan kerusakan kulit

20 20 akibat adanya senyawa oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species). Sinar UV B sebagian dapat terabsorpsi oleh lapisan ozon sekitar 90% dan memiliki panjang gelombang menengah yaitu nm. Sinar UV B tidak menembus kulit sejauh sinar UV A. Sinar UV B menetrasi pada permukaan kulit sampai bagian epidermis dan merupakan penyebab utama terjadinya terbakar surya dan tanning yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kulit. Sinar UV B juga bertanggung jawab terhadap foto karsinogenik, dan terlibat dalam pembentukan katarak. Sinar UV C memiliki panjang gelombang terpendek di bawah 290 nm dan hampir semuanya diserap oleh lapisan ozon. Sinar UV C walaupun tidak sampai ke permukaan bumi tetapi dapat menyebabkan kerusakan kulit yang lebih parah karena memiliki aktivitas sebagai mutagenik dan karsinogenik. Sekarang ini, lapisan ozon mulai menipis dan mungkin sinar UV C dapat berkontribusi dalam terbakar surya dan penuaan kulit secara prematur (Matts, 2006; Kockler dkk., 2012; Kulkarni dkk., 2014). 10. Tabir surya Menurut Barel dalam buku yang berjudul Handbook of Cosmetic Science and Technology (2009), radiasi sinar matahari pada kulit dikenal sebagai salah satu penyebab utama penyakit kulit. Radiasi sinar matahari jika terpapar langsung oleh kulit dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan terbakar surya, eritema, pigmentasi, kanker kulit, dan kerusakan sistem imun. Tabir surya merupakan sediaan kosmetik yang digunakan dengan maksud memantulkan atau menyerap sinar UV sehingga dapat mengurangi jumlah radiasi UV yang berbahaya pada kulit (Draelos dan Thaman, 2006). Tabir surya

21 21 dapat digunakan untuk melindungi kulit dari efek sinar matahari yang dapat menyebabkan eritema pada durasi pendek dan dapat menyebabkan penuaan dan kanker kulit pada durasi yang lama. Mekanisme kerja tabir surya dibagi menjadi 2, yaitu mengabsorpsi atau menyerap secara kimia dan menghambat atau menghalangi secara fisik. Umumya senyawa yang dapat digunakan sebagai tabir surya memiliki gugus aromatik yang terkonjugasi dengan gugus karbonil, sebab struktur tersebut memungkinkan molekul untuk menyerap sinar UV pada energi yang tinggi dan melepaskannya pada energi rendah sehingga dapat mencegah radiasi sinar UV yang dapat merusak kulit (Lowe, 2006). Idealnya tabir surya harus memiliki nilai SPF yang tinggi, toleran terhadap kulit, menyenangkan ketika digunakan, tidak toksik, efektif melindungi sinar UV A dan UV B, stabil terhadap cahaya, tahan terhadap air, dan ekonomis. Namun tidak ada tabir surya yang benar-benar memiliki persyaratan lengkap. Tabir surya harus digunakan menit sebelum terpapar sinar matahari sehingga produk memiliki kesempatan untuk kontak dan bereaksi dengan kulit. Berlawanan dengan saran umum sediaan tabir surya yang harus diterapkan kembali setiap 2-3 jam, penelitian telah menunjukkan bahwa perlindungan terbaik tercapai dengan aplikasi menit sebelum terpapar sinar matahari dan dilakukan penggunaan kembali jika diperlukan setelah melakukan kegiatan seperti berenang, berkeringat, dan membersihkan muka (Diffey, 2001). Tabir surya awalnya dirancang untuk menyaring atau melindungi kulit dari sinar UV B. Namun karena sekarang ini penetrasi sinar UV A ketika terkena kulit dapat menembus lebih dalam sampai lapisan dermis dan dapat

22 22 menyebabkan terjadinya penuaan dan kerusakan DNA, maka sekarang ini terjadi pergeseran ke arah tabir surya yang memiliki spektrum luas. Tabir surya dengan spektrum luas dapat menghalangi penetrasi sinar UV A dan UV B. Beberapa zat yang memiliki spektrum luas tersebut yaitu zat yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Karena kemampuannya untuk menyerap sinar UV menjadi luas dan kompleks maka perlu diperhitungkan bahwa zat aktif yang digunakan harus stabil oleh sinar UV ( Kockler dkk., 2012). Kosmetik tabir surya agar mampu melindungi kulit terhadap radiasi sinar UV dengan baik, maka FDA merekomendasikan penetapan nilai SPF pada tabir surya minimal 15, dimana SPF 15 tergolong pada perlindungan sedang. Tabir surya dengan nilai SPF 15 mampu menyaring sinar UV B sekitar 93,3% dan untuk SPF dengan nilai 30 mampu menyaring sinar UV B sekitar 96,7% (Draelos dan Thaman, 2006). Nilai SPF hanya berlaku untuk perlindungan terhadap sinar UV B saja. Perlindungan yang diberikan terhadap sinar UV A dalam sediaan tabir surya kimia hanya sekitar 10% dari nilai sinar UV B (Kaidbey dan Gange, 1987). 11. Tabir surya alami Tabir surya dengan bahan aktif menggunakan senyawa sintesis dikhawatirkan dapat menimbulkan toksisitas pada kulit manusia sehingga orang dengan kulit sensitif harus lebih berhati-hati dalam memilih tabir surya, sebab kulit yang hipersensitif tidak dapat menggunakan tabir surya dari zat kimia. Beberapa tahun terakhir ini telah banyak peneliti yang mengklaim bahwa kosmetik yang mengandung komponen dari senyawa herbal lebih cocok untuk

23 23 kulit hiperalergi, karena bahan alam memiliki potensi kecil dalam menimbulkan iritasi dan lebih mudah cocok pada kulit. Tabir surya alami lebih toleran terhadap kulit manusia dan tidak menimbulkan efek samping. Akhir-akhir ini banyak publikasi penelitian tentang manfaat tanaman yang memiliki kandungan senyawa antioksidan, khususnya karotenoid dan flavonoid untuk sediaan tabir surya, karena senyawa tersebut dapat melindungi kerusakan kulit akibat sinar matahari. Senyawa yang mengandung cincin aromatik dapat mengabsorpsi sinar UV khususnya UV A dan UV B pada panjang gelombang nm. Beberapa contoh bahan alam yang dapat digunakan sebagai tabir surya antara lain, kunyit, lengkuas, lidah buaya, mahkota dewa, curcuma longa, dan cabai jawa (Mishra dkk., 2011; Rasheed dkk.,2012; Cefali dkk., 2016). 12. Sun Protecting Factor (SPF) Sediaan tabir surya dapat ditentukan efektivitasnya dengan menggunakan nilai SPF (Sun Protecting Factor) dari sediaan. Nilai SPF menggambarkan kemampuan produk tabir surya dalam melindungi kulit dari eritema (Stanfield, 2003). Nilai SPF hanya khusus digunakan untuk melindungi radiasi sinar UV B dan tidak dapat digunakan untuk melindungi sinar UV A (Serpone dkk., 2007). Semakin tinggi nilai SPF maka semakin besar pula penghambatan terjadinya eritema akibat induksi sinar UV. Sun Protecting Factor merupakan perbandingan antara dosis minimal yang diperlukan untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi oleh sediaan tabir surya dengan kulit yang tidak diolesi sediaan tabir surya. Secara khusus, minimum erytheme dose (MED) ditentukan pada masing-masing panelis

24 24 yang melakukan uji SPF. Nilai MED dapat diperoleh dari dosis atau waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kemerahan pada kulit yang telah disinari menggunakan simulasi sinar UV. Nilai MED akan bervariasi tergantung jenis kulit panelis. Setelah kulit diolesi tabir surya dengan beberapa dosis, kemudian kulit disinari menggunakan simulasi sinar UV. Setelah jam kulit disinari menggunakan simulasi sinar UV, kemudian dilakukan evaluasi dan dicatat pada dosis terendah mulai nampak kemerahan pada kulit (Draelos dan Thaman, 2006). Angka SPF menyatakan berapa kali daya tahan alami kulit seseorang dilipat gandakan sehingga dapat terlindung dari radiasi sinar matahari tanpa terkena luka bakar. Pengujian nilai SPF dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro. Minimum Erythemal Dose (MED) didapat dari uji in vivo, namun uji in vivo membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang lebih lama karena uji in vivo menggunakan subjek manusia atau hewan seperti kelinci atau tikus. Uji in vitro lebih mudah dan lebih hemat biaya. Namun uji in vitro memiliki kekurangan, yaitu uji in vitro tidak dapat memberikan informasi secara kuantitatif terkait perlindungan tabir surya ketika diaplikasikan pada kulit. Meskipun uji in vitro memiliki kekurangan, uji in vitro yang dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan, yaitu lebih murah, reproducible, dan tidak melukai subjek manusia sehat. Selain itu, hasil dari uji in vitro juga dapat memberikan informasi pengganti nilai SPF secara in vivo (Draelos dan Thaman, 2006).

25 25 Food and Drug Administration membagi produk tabir surya berdasarkan nilai SPFnya menjadi 3. Pembagian nilai SPF tersaji pada tabel I. Tabel I. Nilai SPF beserta keterangannya Nilai SPF Keterangan 2-12 perlindungan minimal perlindungan sedang >30 perlindungan tinggi (United States Department of Health and Human Servis, 1999) Food and Drug Administration menyarankan senyawa yang digunakan untuk sediaan tabir surya memiliki nilai SPF lebih dari 2. Bagaimanapun untuk menjamin perlindungan yg cukup dan meminimalisir resiko kerusakan kulit, FDA merekomendasikan penetapan nilai SPF pada sunscreen minimal 15 (Cefali dkk., 2016). 13. Substantivitas tabir surya Substantivitas berhubungan dengan kontak sediaan semipadat dengan kulit. Substantivitas melibatkan mekanisme seperti adsorpsi, pertukaran ion, dan interaksi kimia. Substantivitas tidak hanya diliat dari produknya saja tetapi juga kulit dan sekresi keringat. Kulit sering dianggap sebagai faktor penting karena adanya emulsi sebum, keringat, dan kondisi epidermal permukaan kulit yang akan berpengaruh pada sediaan dan akan memberikan substantivitas yang bervariasi, misalnya jika kosmetik yang telah diaplikasikan pada kulit dicuci dengan sabun dan air atau jika digunakan segera setelah kulit dibersihkan (Abbe, 1974). Substantivitas sediaan dapat masuk ke dalam kulit dengan difusi melalui matriks polimer. Substantivitas merupakan istilah yang berhubungan dengan

26 26 kualitas tabir surya dan kemampuannya untuk bertahan setelah kulit terkena air dan keringat. Keefektifan sediaan topikal ditentukan oleh tingkat ikatan sifat fisik dan kimia sediaan pada permukaan kulit, resistensi terhadap penghapusan atau inaktivasi oleh keringat, berenang, mandi, dan gesekan (Herrmann dkk., 2016). Efektivitas tabir surya tergantung pada nilai SPF dan substantivitas sediaan ketika diaplikasikan pada permukaan kulit. Efektivitas produk tabir surya dapat berkurang akibat adanya keringat, gesekan, air, atau faktor lain yang memiliki potensi untuk menghapus produk dari permukaan kulit. Substantivitas atau ketahanan sediaan terhadap penghapusan oleh air atau keringat bersama dengan daya tahan (daya lekat) atau resistensi terhadap penghapusan oleh pakaian selama beraktivitas merupakan aspek penting dari kinerja tabir surya untuk memberikan perlindungan pada kulit terhadap terbakar surya dan kerusakan kulit akibat efek ultraviolet. Variasi antara individu, substantivitas, daya lekat, dan paparan dari luar dapat berpengaruh terhadap kinerja atau efektivitas dari tabir surya. Semakin tinggi substantivitas suatu sediaan, maka daya lekat sediaan pada kulit akan semakin baik, sehingga sediaan tabir surya akan berkhasiat lebih lama untuk melindungi kulit dari sinar UV (P.Agin, 2006; Rai dan Srinivas, 2007). 14. Lotion Lotion merupakan emulsi yang terbentuk dari dua cairan yang tidak saling campur. Kebanyakan lotion mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut dalam media disperse dan disuspensikan dengan menggunakan zat pensuspensi

27 27 dan zat pendispersi. Lotion rentan terhadap ketidakstabilan seperti mudah terjadi creaming, sedimentasi, flokulasi, peleburan, dan inverse atau berubah tipe dari yang semula bertipe o/w menjadi w/o. Untuk mencegah ketidakstabilan dari emulsi tersebut, maka dalam pembuatannya ditambahkan emulsifier dan pengental dalam jumlah tertentu. Zat pengemulsi atau emulsifier memiliki dua sifat yang menguntungkan, yaitu dapat menurunkan tegangan muka antara kedua cairan yang tidak saling campur dan stabilitas fase dispers terhadap medium dispers. Zat pengental disisi lain dapat menghambat reaksi secara sebagian antara zat yang terkandung dalam emulsi (Moravkova dan Filip, 2014). Lotion digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Lotion dimaksudkan untuk pemakaian yang merata, cepat, segera kering setelah digunakan, mudah dioleskan, mudah menyebar, dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit (Ansel, 1989; Jone, 2008). Selain itu, bentuk sediaan lotion lebih disukai untuk pengobatan pada kondisi lokal karena bentuk larutannya lebih berair dan tidak memerlukan penambahan pengawet (Jone, 2008). 15. Krim Krim merupakan sediaan semipadat yang terdiri dari zat terlarut atau tersuspensi dalam basis air yang mudah tercuci atau emollient. Krim diklasifikasikan dalam 2 tipe yaitu tipe w/o dan o/w yang menggabungkan fase air dan fase minyak secara mekanik atau panas. Baru-baru ini istilah untuk krim dibatasi pada tipe emulsi o/w karena produk tersebut mudah tercuci oleh air,

28 28 lebih nyaman, dan mudah diterima oleh konsumen. Krim lebih banyak dipilih oleh konsumen karena krim cocok atau sesuai untuk pasien yang memiliki kulit sensitif atau kulit kering yang mudah mengalami iritasi. Pasien yang memiliki kulit kering lebih nyaman menggunakan krim dibandingkan dengan gel, sebab krim dapat memberikan efek berminyak ketika diaplikasikan pada kulit (Kumar dkk., 2011). Lotion dan krim sekilas nampak sangat mirip. Lotion dan krim memilliki fungsi yang sama yaitu untuk melembabkan dan menghaluskan kulit serta dapat memberikan rasa nyaman dan mudah dioleskan ketika digunakan (Jone, 2008). Krim dan lotion memiliki sifat rheologi yang berbeda, dimana krim adalah sistem pseudoplastik dengan konsistensi yang lebih besar dibandingkan dengan lotion (Jone, 2008). Perbedaan utama dari lotion dan krim yaitu terletak pada rasio penggunaan minyak dan cairan. Krim merupakan perpaduan antara minyak dan cairan dengan presentase minyak lebih banyak. Biasanya krim terlihat lebih kental dan kandungan pelembab yang terdapat pada krim dapat bertahan lama daripada lotion, sedangkan lotion merupakan perpaduan minyak dan cairan namun lotion sangat ringan dan lebih encer karena mengandung cairan lebih banyak. Dibandingkan dengan krim, lotion memiliki daya serap yang lebih cepat. 16. Emulsi Emulsi merupakan sediaan cair terdispersi yang biasanya terdiri dari dua cairan yang tak bercampur satu sama lain dan salah satunya adalah air. Emulsi

29 29 yang dimaksudkan untuk penggunaan pada kulit dapat disebut linimen (liniment) (Voigt, 1994). Terdapat 2 macam tipe emulsi yaitu : a. Emulsi o/w yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air. b.emulsi w/o yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak (Ansel, 1989). Emulsi w/o atau o/w dapat dipakai keduanya untuk pemakaian pada kulit dan membran mukosa manusia. Proses emulsi memungkinkan bentuk lotion yang memiliki konsistensi mudah diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci, tidak membekas pada pakaian, rupa, bau, warna, dan rasa yang baik (Anief, 1999). 17. Simplex Lattice Design Simplex Lattice Design (SLD) merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan optimasi formula pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan (yang dinyatakan dalam beberapa bagian) dimana jumlah totalnya yaitu sama dengan satu bagian. Profil respon dapat ditentukan melalui persamaan berdasarkan Simplex Lattice Design. Profil tersebut digunakan untuk memprediksi perbandingan komposisi campuran bahan yang memberikan repon optimum (Bolton, 1997). Cara menentukan optimasi formula menggunakan metode Simplex Lattice Design dilakuan dengan menyiapkan beberapa formula yang mengandung kombinasi bahan yang divariasi secara berbeda. Hasil eksperimen yang

30 30 dihasilkan digunakan untuk membuat persamaan polynomial (simplex) dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton, 1997). Metode SLD memiliki beberapa keuntungan, yaitu mudah digunakan dan efisien karena merupakan model yang mempermudah seseorang untuk memprediksi respon dengan variasi minimal. Validitas dari model SLD dapat diuji dengan menambahkan test point. Namun terdapat beberapa kekurangan dari metode SLD, yaitu metode ini membutuhkan test point yang banyak jika banyak komponen yang divariasikan. Oleh karena itu studi polynomial dengan 4 komponen jarang dilakukan (Bolton, 1997). 18. Software Design Expert Software Design Expert adalah perangkat lunak yang digunakan untuk mendesain suatu percobaan, mengoptimasi proses maupun produk, menganalisis data, dan menampilkan hasil analisis dalam bentuk grafik secara cepat. Software ini menyediakan berbagai pilihan desain dan fleksibilitas untuk menangani faktor kategori dan menggabungkannya dengan campuran atau variabel proses. Plot dua dimensi yang diberikan dapat dieksplor untuk identifikasi koordinat campuran tersebut. Software ini memberi plot tiga dimensi yang dapat diputar sehingga mudah menampilkan profil respon dari berbagai profil. Fungsi numerical optimization dalam software memungkinkan sifat-sifat terbaik dari berbagai respon untuk ditentukan secara bersama (Anonim, 2010).

31 Morfologi bahan a. Setil alkohol Formula dari setil alkohol adalah CH 3 (CH 3 ) 14 CH 2 OH. Diperoleh dari spermaceti; ethal; ethol; palmityl alcohol; dan hexadecyl alcohol. Berupa kristal putih dengan titik lebur 49 C, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, kloroform, dan eter. Dalam sediaan kosmetik, setil alkohol berfungsi sebagai emollient. Campuran sebagian setil alkohol dan stearil alkohol digunakan dalam sediaan farmasetik dan salep kulit, juga sediaan kosmetik berupa krim. Aksi dermatologisnya adalah mudah diabsorbsi oleh kulit, memberikan efek perlindungan lapisan seperti kain beludru pada kulit, tidak merupakan iritan primer dan bukan pemicu sensitif pada kulit (Rowe dkk., 2006). b. Mineral oil Minyak mineral merupakan campuran dari cairan hidrokarbon dari petroleum. Sinonim dari minyak mineral yaitu petrolatum cair; parafin cair; minyak parafin; alboline; paroleine; saxol; minyak adepsine; dan glymol. Minyak tidak berwarna,tidak berbau dan tidak berasa. Tidak larut di dalam air atau alkohol. Larut dalam eter dan benzene. Digunakan sebagai lubrikan (Rowe dkk., 2006). c. Gliserin Gliserin memiliki nama lain croderol; E422;glycerine, glycon G-100; kemstrene,;optim; pricerine; 1,2,3-propanetriol; dan trihydroxypropane glycerol. Dalam dunia farmasi, gliserin digunakan sebagai antimikroba, emolien, humektan, pelarut, pemanis, agen tonisitas, dan plasticizer. Fungsi

32 32 gliserin sebagai humektan adalah untuk mempertahankan tingkat kandungan air dalam produk, dengan mengurangi penguapan air selama pemakaian sehingga lotion lebih mudah digunakan dan pembentukan kerak dalam wadah pengemas dapat dihindari (Sweetman, 2002). Tabel II. Fungsi dan konsentrasi gliserin Kegunaan Konsentrasi Pengawet antimikroba <20 Emolien <30 Humektan <30 Formulasi salep mata 0,5 3,0 Plasticizer untuk tablet Variable Pelarut sediaan parenteral <50 Pemanis <20 (Rowe dkk., 2016) Untuk sediaan topikal, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Gliserin memiliki titik didih 290 o C dan titik lebur 17,8 o C. Gliserin larut dalam etanol 95%, methanol, air, dan praktis tidak larut dalam kloroform. Gliserin bersifat higroskopis dan mudah terdekomposisi oleh panas (Rowe dkk., 2006). d. Cera alba Cera alba memiliki nama lain white beeswax, E901, dan bleached wax. Cera alba didapat dari hasil pemutihan cera kuning dan memiliki kegunaan yang sama dengan cera kuning, yaitu sebagai peningkat konsistensi pada krim dan salep, dan stabilitas pada emulsi water in oil. Cera alba memiliki titik lebur pada suhu o C dan ketika dipanaskan pada suhu 150 o C akan terjadi esterifikasi dengan penurunan nilai keasaman dan menaikan titik leburnya. Cera alba larut dalam kloroform, eter, minyak, karbon disulfida,

33 33 sedikit larut pada etanol 95%, dan praktis tidak larut dalam air (Rowe dkk., 2006). e. Propil paraben Propil paraben memiliki nama lain E216; 4-hydroxybenzoic acyd propyl ester, nipasol, propagin, propyl p-hydroxybenzoate, propyl parasep, solbrol P, dan Uniphen P-23. Propil paraben biasanya digunakan sebagai bahan pengawet antimikroba pada kosmetik, makanan, dan formulasi sediaan lain. Propil paraben dapat digunakan secara sendiri atau dikombinasi menggunakan paraben yang lainya atau agen antimikroba lainya. Propil paraben (0,02% w/v) digunakan secara bersamaan dengan metil paraben (0,18% w/v) sebagai preservative. Propil paraben larut dalam etanol 50%, 70%, dan 95%, eter, gliserin, mineral oil, propilengilkol, dan air (Rowe dkk., 2006). f. Metil paraben Metil paraben memiliki nama lain E218, 4-hydroxybenzoic acid metyl ester, methyl p-hydroxybenzoate, nipagin M, dan Uniphen P-23. Metil paraben biasanya digunakan sebagai bahan pengawet antimikroba pada kosmetik, makanan, dan formulasi sediaan lain. Metil paraben dapat digunakan secara sendiri atau dikombinasi menggunakan paraben yang lainnya atau agen antimikroba lainnya. Paraben efektif bekerja pada rentan ph yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas, walaupun lebih efektif untuk membunuh jamur dan kapang. Aktivitas antimikroba meningkat jika terikat pada alkil tetapi dapat menurun jika dalam larutan air,

34 34 sehingga penggunaan paraben biasanya dikombinasi untuk meningkatkan efektivitasnya. Metil paraben biasanya digunakan bersamaan dengan propylparaben (0,02%) jika digunakan untuk pengawet pada formulasi sediaan parenteral. Metil paraben memiliki aktivitas paling rendah dibanding paraben yang lain, sehingga untuk meningkatkan efektivitas antimikrobanya dikombinasi menggunakan paraben lain yang memiliki aktivitas secara sinergis. Metil paraben larut dalam etanol 95%, 50%,70%, eter, gliserin, mineral oil, propilen glikol, dan air (Rowe dkk., 2006). g. Akuades Akuades berupa cairan jernih tidak berwarna dan tidak berbau (Anonim, 1995). Akuades adalah pelarut yang digunakan pada sebagian besar preparat farmasi. Keuntungan akuades sebagai pelarut antara lain ketersediaannya yang melimpah, nilainya relatif lebih murah, tidak toksik untuk penggunaan oral, dan tidak mengiritasi untuk penggunaan eksternal (Winfield dan Richards, 2004). G. Landasan Teori Berdasarkan penelitian terdahulu dalam jurnal Sri Hartati (2010) menyebutkan bahwa ekstrak etanol temu mangga (Curcuma mangga) mengandung senyawa flavonoid dan kurkumin yang diduga memiliki aktivitas sebagai tabir surya. Ekstrak etanol temu mangga pada rentan kadar 10 % sampai 17,5 % memiliki nilai SPF pada rentan 9,94 sampai 27,98. Selain itu juga telah dilakukan penelitian dalam jurnal Arun Rasheed dkk., yang berjudul Formulation, characterization, and in vitro evaluation of herbal sunscreen

35 35 lotion bahwa 5% ekstrak etanol 95% Curcuma longa memiliki nilai SPF 18. Dari hal tersebut peneliti memperkirakan bahwa sediaan lotion w/o ekstrak etanol temu mangga (Curcuma mangga) mengandung senyawa yang dapat digunakan sebagai zat aktif sediaan tabir surya pada konsentrasi tertentu yang memenuhi syarat nilai SPF sedang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh FDA. Ekstrak etanol temu mangga (Curcuma mangga) dijadikan bahan aktif dalam lotion bertipe w/o. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi lotion tipe w/o dengan memvariasikan komposisi setil alkohol, gliserin, dan cera alba menggunakan metode Simplex Lattice Design dengan software Design Expert versi program mixture design. Dari metode Simplex Lattice Design peneliti dapat mengetahui komposisi setil alkohol, gliserin, dan cera alba yang dapat menghasilkan formula optimum dengan sifat fisik yang baik (Bolton, 1997). Parameter pada optimasi formula lotion w/o ini menggunakan sifat fisik lotion w/o yaitu viskositas, daya lekat, dan daya sebar. Kombinasi yang dilakukan yaitu dengan memvariasikan proporsi setil alkohol, gliserin, dan cera alba. Setil alkohol berfungsi sebagai emulgator lemah emulsi tipe w/o yang juga dapat berfungsi sebagai emollient pada rentan konsentrasi 2-5% (Rowe dkk., 2006). Penambahan setil alkohol dapat meningkatkan stabilitas, tekstur, dan konsistensi sediaan lotion. Gliserin pada sediaan topikal digunakan sebagai humektan dan emollient dengan konsentrasi <30% (Rowe dkk., 2006). Cera alba digunakan untuk meningkatkan konsistensi sediaan lotion w/o. Sehingga tujuan

36 36 memvariasikan ketiga bahan tersebut agar didapat formula lotion tabir surya yang acceptable ketika diaplikasikan pada kulit. H. Hipotesis 1. Ekstrak etanol temu mangga (Curcuma mangga) memiliki aktivitas sebagai tabir surya pada konsentrasi tertentu sesuai dengan persyaratan nilai SPF dalam FDA. 2. Komposisi setil alkohol, gliserin, dan cera alba pada formula optimum menghasilkan sediaan tabir surya dengan sifat fisik dan stabilitas fisik yang baik selama penyimpanan dalam kurun waktu satu bulan. 3. Formula optimum lotion w/o ekstrak etanol temu mangga (Curcuma mangga) memiliki aktvitas sebagai tabir surya yang dapat diaplikasikan pada kulit manusia untuk melindungi bahaya dari sinar UV.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama radiasi sinar UV terjadi pembentukan Reactive Oxygen Species

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama radiasi sinar UV terjadi pembentukan Reactive Oxygen Species BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang tahun. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan, tetapi selain mempunyai manfaat sinar matahari juga dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sinar matahari merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup, namun ternyata

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

BAB I PENDAHULUAN. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari adalah sumber utama radiasi sinar ultraviolet (UV) untuk semua sistem kehidupan manusia. Radiasi sinar UV dibagi menjadi tiga kategori, yaitu radiasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. matahari, serta sensitivitas dari seseorang. Apabila seseorang terkena paparan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. matahari, serta sensitivitas dari seseorang. Apabila seseorang terkena paparan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sinar matahari memberikan dampak positif dan dampak negatif untuk makhluk hidup tak terkecuali manusia. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain frekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (sinar UV) yang berlebihan dapat menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (sinar UV) yang berlebihan dapat menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umumnya sinar matahari memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia seperti sebagai sumber cahaya dan energi, untuk mengubah provitamin D menjadi vitamin D, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekeringan, keriput sampai kanker kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kekeringan, keriput sampai kanker kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari, disatu pihak sangat diperlukan oleh makhluk hidup sebagai sumber energi, kesehatan kulit dan tulang, misalnya dalam pembentukan vitamin D dari pro vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya pengaruh lingkungan secara cepat maupun lambat dapat merusak jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek buruk radiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN... PENYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN... PENYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... Halaman I HALAMAN PENGESAHAN...... PENYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI. ABSTRACT.. BAB I PENDAHULUAN.. A. Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar. matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah

Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar. matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah

Lebih terperinci

KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF

KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF Suwarmi, Agus Suprijono Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi YAYASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang umum dijumpai pada masyarakat khususnya bagi yang tinggal di iklim tropis seperti Indonesia, namun banyak dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radikal bebas adalah sebuah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya (Clarkson dan Thompson, 2000)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti

BAB I PENDAHULUAN. organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan seluruh organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sineke et al., (2016) meneliti kandungan fenolik ekstrak etanol tongkol jagung, pada konsentrasi 150 μg/ml total fenolik paling tinggi terdapat pada jagung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik Perbedaan gel dan emulgel? Emulgel merupakan terdiri dari 2 fase yang dimana gabungan antara fase emulsi dan fase gel.sedangkan gel merupakan terdiri dari satu fase saja yaitu terdiri dari basis gel dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

Hidrokinon dalam Kosmetik

Hidrokinon dalam Kosmetik Hidrokinon dalam Kosmetik Kita ketahui bahwa kosmetik sangat beragam jenisnya, mulai dari kosmetik untuk wajah, kulit, rambut, hingga kuku. Namun diantara ragam jenis kosmetik tersebut, yang sering menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan alat tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetika adalah bahan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabir surya adalah zat yang mengandung bahan pelindung kulit terhadap paparan sinar matahari yang dapat menyebabkan gangguan kulit. Sinar UV diketahui memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya dan merupakan suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur khalkon dan asam sinamat

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur khalkon dan asam sinamat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Khalkon merupakan suatu senyawa organik golongan flavonoid yang dapat dengan mudah ditemukan di alam khususnya pada tumbuh-tumbuhan. Senyawa golongan flavonoid termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan sampel Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam keadaan basah yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. Kulit buah naga merah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Jambu Biji Tanaman jambu biji bukan merupakan tanaman asli indonesia. Dari berbagai sumber pustaka menyebutkan bahwa tanaman jambu biji diduga berasal dari Meksiko

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dengan aksinya menangkap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih poten dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dengan aksinya menangkap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang THPGV-0 memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan PGV-0 dan vitamin E dilihat dari nilai IC 50 THPGV-0, PGV-0, dan vitamin E secara berurutan yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai, dimana kulit kering akan terlihat kusam, permukaan bersisik, kasar dan daerah putih kering merata

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i HALAMAN SAMPUL...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii HALAMAN PERNYATAAN...iv

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i HALAMAN SAMPUL...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii HALAMAN PERNYATAAN...iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN SAMPUL...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii HALAMAN PERNYATAAN...iv HALAMAN PERSEMBAHAN...v KATA PENGANTAR...vi DAFTAR ISI...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki intensitas sinar matahari yang tinggi. Sinar matahari dapat memberikan efek yang menguntungkan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama masuknya zat asing dari luar. Paparan sinar ultraviolet berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama masuknya zat asing dari luar. Paparan sinar ultraviolet berlangsung secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh yang berfungsi sebagai pelindung utama masuknya zat asing dari luar. Paparan sinar ultraviolet berlangsung secara terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang kosmetika saat ini sangatlah pesat. Kosmetika berdasarkan penggunaannya dapat digunakan sebagai tata rias dan juga sebagai perawatan kulit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup terutama manusia membutuhkan sinar matahari dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat sinar matahari telah banyak diketahui di antaranya sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah lapidan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah lapidan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dedak padi merupakan hasil samping proses penggilingan padi terdiri dari lapisan sebelah luar butiran padi dengan sebuah lembaga biji, sedangkan bekatul adalah lapidan

Lebih terperinci

Tabir surya. kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar )

Tabir surya. kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar ) Tabir surya Zat yang megandung bahan pelindung Zat yang megandung bahan pelindung kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ultraviolet (UV) dengan cara penebalan stratum korneum dan pigmentasi. Namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ultraviolet (UV) dengan cara penebalan stratum korneum dan pigmentasi. Namun BAB 1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit manusia memiliki sistem perlindungan alamiah dari bahaya sinar ultraviolet (UV) dengan cara penebalan stratum korneum dan pigmentasi.

Lebih terperinci

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING KUNYIT

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING KUNYIT KUNING KUNYIT Kunyit atau Curcuma domestica banyak ditanam di daerah Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Filipina, dan Indonesia. Tanaman ini digolongkan ke dalam keluarga Zingiberaceae. Di berbagai daearah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan dapat dilihat dari perubahan beberapa organ terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan dapat dilihat dari perubahan beberapa organ terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dapat dilihat dari perubahan beberapa organ terutama kulit. Seiring bertambahnya usia, fungsi kulit ikut menurun. Sel kulit yang mati melekat lebih lama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup

Lebih terperinci

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION Megantara, I. N. A. P. 1, Megayanti, K. 1, Wirayanti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pisang merupakan tanaman yang tidak asing lagi di telinga masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pisang merupakan tanaman yang tidak asing lagi di telinga masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pisang merupakan tanaman yang tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Tanaman pisang sangat mudah tumbuh di Indonesia sehingga sering ditemui di lingkungan

Lebih terperinci