PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS HARRY MURTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS HARRY MURTI"

Transkripsi

1 PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS HARRY MURTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Produksi Embrio Kloning Mencit dengan Pengembangan Teknik Transfer Inti Sel Somatis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Harry Murti NIM B

4 RINGKASAN HARRY MURTI. Produksi Embrio Kloning Mencit dengan Pengembangan Teknik Transfer Inti Sel Somatis. Dibimbing oleh ARIEF BOEDIONO, MOKHAMAD FAHRUDIN dan MOHAMAD AGUS SETIADI. Sel punca embrionik pada umumnya diperoleh dari embrio hasil fertilisasi, namun sekarang dilaporkan bahwa embrio juga dapat diperoleh dari hasil Transfer Inti Sel Somatis (TISS). Prosedur ini diharapkan dapat mengatasi masalah etik dalam penggunaan embrio yang sebelumnya dihasilkan untuk tujuan reproduksi. Tingkat efisiensi kloning reproduksi yang relatif sangat rendah menjadi salah satu alasan menjajaki pemanfaatan TISS untuk kepentingan biomedis yaitu memproduksi ntesc. Embrio kloning mengalami hipermetilasi DNA yang diduga merupakan salah satu penyebab perkembangannya tidak bisa optimal Penelitian memiliki lima tujuan utama, yaitu: (1) melakukan optimasi perlakuan superovulasi, metode aktivasi, dan enukleasi pada mencit sebagai hewan model; (2) untuk memproduksi embrio kloning, embrio partenogenetik, dan embrio fertilisasi in vivo mencit; (3) mempelajari tahapan perkembangan praimplantasi pada kultur in vitro; (4) menentukan tahap siklus sel kumulus dengan menggunakan analisa flowcytometri; (5) mengkaji pengembangan teknik TISS dengan perlakuan penambahan Scriptaid sebagai senyawa penghambat enzim HDAC (histones deacetylases). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis PMSG dan hcg 7,5 IU dapat meningkatkan jumlah oosit pada aplikasi superovulasi. Perlakuan dengan medium CZB & CB & SrCl 2 (medium segar) selama enam jam (perlakuan C) merupakan metode aktivasi yang paling optimal dan dapat mencapai tingkat aktivasi 97,21%. Penambahan sukrosa 3% dapat meningkatkan keberhasilan enukleasi. Hasil menunjukkan bahwa aplikasi TISS dapat menghasilkan embrio kloning yang mampu berkembang hingga mencapai tahap blastosis (3,2%). Embrio partenogenetik yang dihasilkan oleh aktivasi buatan dapat berkembang hingga tahap blastosis (8,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel kumulus yang dipakai sebagai donor inti berada pada tahap siklus sel G0/G1. Sel kumulus ini yang berukuran 5-7µm dan populasinya sebesar 70,84% dari total sel kumulus yang diisolasi. Tahap enukleasi dapat mencapai tingkat efisiensi sebesar 49%, sedangkan tahap transfer inti dapat mencapai tingkat efisiensi 40,8%. Penambahan Scriptaid berhasil meningkatkan efisiensi embrio kloning yang mencapai tahap blastosis menjadi 10,8%. Tingkat efisiensi tersebut naik lebih dari 3 kali lipat dibandingkan dengan kontrol (3,2%). Optimasi terhadap perlakuan superovulasi, enukleasi, dan metode aktivasi dapat meningkatkan efisiensi aplikasi TISS untuk memproduksi embrio kloning mencit. Sel kumulus yang digunakan sebagai donor inti telah dipastikan pada tahap siklus sel G 0 atau G 1. Embrio kloning mencit dapat dihasilkan melalui aplikasi TISS. Perkembangan praimplantasi secara in vitro embrio fertilisasi dan partenogenetik masih lebih baik dibandingkan dengan embrio kloning. Penambahan HDACi (Scriptaid dan TSA) dapat meningkatkan tingkat efisiensi hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan kontrol. Kata kunci: superovulasi, enukleasi, activasi, embrio kloning, scriptaid

5 SUMMARY HARRY MURTI. Production of mice cloned embryo by development of Somatic Cell Nuclear Transfer Technique. Supervised by ARIEF BOEDIONO, MOKHAMAD FAHRUDIN and MOHAMAD AGUS SETIADI. Embryonic stem cells can be obtained from an embryo generated through fertilization, recently it has been reported that an embryo can also be generated asexually through Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT). This procedure will overcome the ethical issue regarding the usage of embryo that was initially generated for reproductive purposes. The low efficiency of reproductive cloning is one of the reasons to explore the use of SCNT for biomedical purpose, specifically through nuclear transfer Embryonic Stem Cell (ntesc) production. Cloned embryos undergo DNA hypermethylation, which is thought to be one of the causes of sub-optimal growth. This study has five main objective that include the following: (1) to obtain an optimized oocyte superovulation, activation method, and enucleation using mice oocytes as a model; (2) to produce mouse cloned embryo, parthenogenetic embryo, and in vivo fertilized embryo; (3) to study the stages of pre-implantation development in vitro culture; (4) to determined the cumulus cell cycle using flow cytometry; (5) to study the development of SCNT technique by adding Scriptaid as an inhibitory enzyme HDAC (histone deacetylase). This study showed that using doses of 7.5 IU PMSG and hcg hormones can increase the oocyte cell production optimization through superovulation treatment. The most optimal method of activation is medium CZB & CB & SrCl 2 (fresh medium) for six hours (method C) to activate oocyte cells until it reaches the level of activation of 97.21%. The addition of 3% sucrose able to increase the enucleation rate. The result of the research indicated that SCNT application is able to produce cloned embryos which are capable to develop to blastocyst stage (3,2%). In addition artificial activation of oocytes could produce parthenogenetic embryos which are capable to develop up to the blastocyst stage (8,6%). The results show that cumulus cells used as nuclei donors are in the G0/G1 cell cycle phase. The cumulus cells measure at 5-7 µm in diameter and accounts for 70,84% of the total isolated cumulus cell population. The enucleation process could achieve an efficiency rate of 49%, while the nuclear transfer achieves a 40,8% efficiency rate. The addition of Scriptaid successfully increase the embryonic cloning at the blastocyst stage s success rate to 10,8%. This efficiency rate is three times higher compared to the control, which only shows a 3,2% success rate. Optimization of the superovulation treatment, enucleation, and the activation method could improve the efficiency of SCNT application to produce cloned mice embryos. Cumulus cells were used as donor nuclei has been confirmed at G 0 or G 1 stage of the cell cycle. Embryos cloned mice could be generated through the SCNT application. Preimplantation development of fertilized and parthenogenetic embryos still better than the cloned embryos. The addition of Scriptaid and TSA could increase the level of efficiency of up to threefold compared with controls. Keywords: superovulation, enucleation, activation, cloned embryo, scriptaid

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS HARRY MURTI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi Reproduksi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc Drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MP, Ph.D. Penguji pada Ujian Terbuka: Prof. Amin Soebandrio W.K. Ph.D, dr., Sp.MK (K) Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc

9

10 PRAKATA Assalamu alaikum warrohmatullohi wabarokatuh, Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini merupakan hasil dari penelitian jenjang doktoral yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. drh. Arief Boediono selaku ketua komisi pembimbing, Dr. drh. Mokhamad Fahrudin dan Prof. Dr. drh. M. Agus Setiadi selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh ketulusan memberikan arahan dan saran selama penulis melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc dan Drh. Ni Wayan Kurniani Karja, MP, Ph.D selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup, Prof. Amin Soebandrio W.K. Ph.D, dr., Sp.MK (K) dan Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc, selaku penguji luar komisi pada Ujian Terbuka, atas segala kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk menyempurnakan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Ketua Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Ketua Program Studi, staf pengajar dan staf administrasi Biologi Reproduksi, serta seluruh staf Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi di IPB serta membantu kelancaran proses penyelesaian studi penulis. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada jajaran direksi PT. Kalbe Farma, Tbk. yang telah memberikan ijin studi dan dukungan finansial (beasiswa) dalam rangka penyelesaian studi penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. drh. Ita Djuwita, M. Phil, sebagai Kepala Laboratorium Embriologi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Depertemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan menggunakan berbagai fasilitas yang ada di laboratorium tersebut, kepada drh. Kusdiantoro Muhammad, drh. Wahono Esti Prasetyaningtias, M.Si, atas dukungan dan bantuan dalam bentuk informasi ilmiah yang diterima penulis selama studi di Bogor. Kepada rekan-rekan senior, Dr. Ir. Thomas Mata Hine, MS, Dr. drh. I Wayan Batan, MS, Bayu Rosadi, S.Pt, M.Si atas segala dukungan dan bantuannya. Kepada laboran, Mas Wahyu dan Ibu Yani atas segala kebaikan dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Embriologi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Owner dan Founder PT. Kalbe Farma, Tbk. Yaitu Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam bentuk beasiswa selama menempuh studi di SPs IPB. Kepada kolega di Stem Cell and Cancer Institute (SCI) yaitu Indra Bachtiar Ph.D, Yuyus Kusnadi Ph.D, Ahmad Utomo Ph.D, Andi Utama Ph.D, Drs. Sie Djohan Apt., drg. Ferry Sandra Ph.D., dr. Caroline Tan Sardjono Ph.D., Fernandina Stella Setiawan BSc, Maurin Merlina S.Si, Yurista Septiani Dewi Apt., MSi, Halida Widyastuti BSc, Sonya A. Tandy Apt., Wara

11 Noveka, Wireni Ayuningtyas S.Si atas dukungan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan program doktor di SPs IPB. Kepada rekan-rekan saya, Dwi Agustina, S.Si, M.Si, Dini Budiharko, S.Si, M.Si, Riris Lindiawati Puspitasari, S.Si, M.Si, Dr. Enny T. Setiatin, Nuril Farizah, S.Pi, M.Si, Sigit Prastowo, S.Pt, M.Si, Adkhilni Utami, S.KH, dan Dr. Irma Andriani, S.Pi, M.Si. Kepada rekan satu angkatan BRP 2008 yaitu Dr. drh. Sri Wahyuni, M.Si, Dra. Ekayanti M. Kaiin, M.Si, Dr. Tatan Kostaman, S.Si, MP serta semua rekan-rekan mahasiswa BRP atas hubungan baik dan kerjasamanya selama studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Drs. Mardjoko Muljono, ibunda drg. Djauhar Harini, istri tercinta Laura Angelia, Amd., adinda Handaka Murti & Bayu Murti, keluarga besar bapak Ferry Firdaus Salindeho & ibu Komala Gandasamita, keluarga besar Alm. Widyoharsono & Alm. Moh. Tarom serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Wassalamu alaikum warrohmatullohi wabarokatuh Bogor, Juli 2013 Harry Murti

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xiii xiv xv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Transfer Inti Sel Somatis 3 Siklus Sel Resipien dan Donor Inti 4 Sinkronisasi Siklus Sel dan Aktivasi 5 Modifikasi Epigenetik pada Embrio Kloning 6 Perkembangan Embrionik Praimplantasi 7 OPTIMASI SUPEROVULASI, METODE AKTIVASI, DAN ENUKLEASI PADA PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS 8 Abstract 8 Abstrak 8 Pendahuluan 9 Metode Penelitian 10 Hasil dan Pembahasan 12 Simpulan 17 PRODUKSI DAN KULTUR IN VITRO EMBRIO KLONING DAN EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT 18 Abstract 18 Abstrak 18 Pendahuluan 19 Metode Penelitian 21 Hasil dan Pembahasan 24 Simpulan 29

13 PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENAMBAHAN SCRIPTAID PADA APLIKASI TRANSFER INTI SEL SOMATIS 30 Abstract 30 Abstrak 30 Pendahuluan 31 Metode Penelitian 32 Hasil dan Pembahasan 36 Simpulan 39 PEMBAHASAN UMUM 41 SIMPULAN DAN SARAN 44 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN 51 RIWAYAT HIDUP 56

14 DAFTAR TABEL 1. Perlakuan superovulasi untuk menghasilkan sel oosit Perlakuan metode aktivasi sel oosit Keberhasilan enukleasi inti oosit (sel resipien) Tahapan perkembangan kultur embrio secara in vitro Siklus sel kumulus sebagai donor inti setelah isolasi Hasil enukleasi & transfer inti pada produksi embrio kloning mencit Perkembangan sel embrio kloning mencit secara in vitro 38

15 DAFTAR GAMBAR 1. Sel oosit mencit hasil superovulasi Sel oosit setelah diaktivasi Enukleasi dengan menggunakan sukrosa 3% Isolasi sel oosit dan sel cumulus Aplikasi Transfer Inti Sel Somatik Tahapan perkembangan embrio kloning Grafik hasil analisa flowcytometri sel kumulus setelah isolasi Sel kumulus setelah isolasi Tahapan perkembangan kultur in vitro embrio kloning 39

16 DAFTAR LAMPIRAN 1. Komposisi larutan stok CZB Larutan stok CZB- PVA Larutan stok kalsium Larutan stok strontium Larutan stok cytochalasin B Larutan stok hyaluronidase Resep Medium CZB Resep medium M2 55

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan teknik Transfer Inti Sel Somatis (TISS) telah menjadi tren baru dalam kemajuan ilmu embriologi dan biomedis (McLaren 2000). Aplikasi ini menjadi sangat populer setelah terungkap dari beberapa hasil studi yang meneliti tentang kemungkinan pemanfaatan teknik transfer inti untuk memproduksi ntesc (nuclear transfer Embryonic Stem Cell) dan pemanfaatannya untuk terapi penyakit degeneratif (Hochedlinger & Jaenisch 2003). Teknik TISS pada dasarnya meliputi enukleasi (pengeluaran inti oosit resipien), transfer inti (inti sel somatis dimasukkan ke dalam sitoplasma oosit resipien), dan aktivasi (menginduksi oosit hasil rekontruksi untuk mengalami nuclear reprogramming dan berkembang seperti embrio yang normal) (Colman 2000). Aplikasi TISS untuk memproduksi ntesc memberi harapan baru dalam pengembangan therapeutic cloning sebagai alternatif pengobatan berbagai penyakit degeneratif. Secara teoritis ntesc memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sel punca (stem cell) dari sumber yang lain. Transplantasi ntesc yang bersifat autologous diharapkan mampu mengatasi masalah penolakan sistem imun pada penderita (Cibelli et al. 2001). Ketidakcocokan karakter HLA (Human Lymphocyte Antigen), antara sel donor dengan sel pasien menyebabkan sel donor dianggap sebagai substansi asing yang dapat menimbulkan reaksi penolakan yang dikenal dengan graft versus host diseases (Wobus & Boheler 2005). Pemanfaatan ntesc dalam terapi berbasis sel (cell replacement therapy) berpotensi dapat mengatasi permasalahan penolakan sistem imunitas tersebut karena memiliki genom yang sama dengan sel-sel dari individu yang sakit (Moon et al. 2006). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa ESC dapat diarahkan menjadi sel-sel neuron (Wakayama et al. 2001), ginjal (Hipp & Atala 2004), otot jantung (Kodifis et al. 2004), dan pankreas (Paek et al. 2005). Keberhasilan kloning dengan teknik TISS telah mengubah pandangan tentang pola ekpresi gen yang ternyata bersifat reversibel. Inti sel somatis yang telah memiliki pola ekspresi gen tertentu sesuai dengan jenis dan fungsinya, setelah mengalami nuclear reprogramming dapat mengalami perubahan pola ekspresi gen menjadi seperti pada tahap perkembangan embrionik (Wilmut et al. 2002). Perumusan Masalah Salah satu kendala pada aplikasi TISS baik untuk memproduksi ntesc maupun hewan kloning adalah rendahnya tingkat efisiensi perkembangan embrio hasil TISS hingga tahap blastosis dan keberhasilan kultur sel lestari ntesc (Gurdon et al. 2003). Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya indikasi bahwa penyebab rendahnya efisiensi pada embrio hasil kloning adalah proses nuclear reprogramming belum berjalan secara sempurna, sehingga inti

18 2 sel belum sepenuhnya dapat berubah pola ekspresi genetiknya menjadi seperti pola perkembangan embrionik (Hochedlinger & Jaenisch 2003). Berbagai pengembangan teknik TISS telah dilakukan, namun hingga saat ini belum diperoleh hasil yang memuaskan. Selain itu aplikasi TISS pada manusia masih menjadi perdebatan dalam masalah etika, sehingga pengembangan teknik ini lebih banyak dikaji pada hewan coba (Murti et al. 2008). Materi genetik (genom) dan urutan DNA pada sel somatik yang menyusun satu individu pada dasarnya sama. Dinamika perubahan gen yang aktif dan non aktif merupakan penyebab terjadinya modifikasi epigenetik. Teknik kloning dapat memfasilitasi modifikasi epigenetik yaitu memprogram kembali sel yang telah berdiferensiasi (sel somatik) menjadi ke tahapan awal embrionik yang bersifat totipoten (Wang et al. 2007). Modifikasi epigenetik diduga memegang peranan penting pada proses nuclear reprogramming, walaupun hingga saat ini mekanisme pemrograman belum diketahui (Humpherys et al. 2001). Pada embrio kloning telah diketahui bahwa setelah aktivasi, akan terjadi peningkatan hipermetilasi DNA dan deasetilasi histon (Wang et al. 2007). Asetilasi histon juga berperan dalam modifikasi epigenetik karena dapat mempengaruhi metilasi DNA dan ekspresi protein (Enright et al. 2003). Penelitian ini akan mengkaji pengembangan teknik TISS meliputi optimasi superovulasi, optimasi enukleasi, optimasi metode aktivasi, penentuan siklus sel donor inti, dan perlakuan penambahan Scriptaid sebagai senyawa penghambat enzim HDAC (histones deacetylases), sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi perkembangan embrio kloning hasil TISS. Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknik TISS dengan perlakuan penambahan Scriptaid untuk meningkatkan efisiensi produksi embrio kloning pada mencit. Tujuan khususnya adalah: 1. Melakukan optimasi superovulasi, enukleasi dan metode aktivasi untuk pengembangan aplikasi TISS 2. Menentukan tahap siklus sel donor inti 3. Memproduksi embrio kloning dengan menggunakan aplikasi TISS 4. Mempelajari perkembangan embrio kloning secara in vitro dibandingkan dengan embrio partenogenetik dan embrio fertilisasi in vivo 5. Mempelajari pengaruh penambahan Scriptaid dan Trichostatin A terhadap perkembangan embrio kloning pada tahapan praimplantasi Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teknik TISS untuk meningkatkan efisiensi produksi embrio kloning mencit. Aplikasi TISS pada mencit juga dapat dikembangkan sebagai model dalam penelitian biomedis dan konservasi satwa langka.

19 3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan oosit mencit hasil superovulasi dengan penyuntikan hormon PMSG dan hcg secara intraperitonial. Produksi embrio kloning menggunakan teknik TISS yang meliputi: enukleasi, transfer inti dan aktivasi. Sel resipien adalah oosit pada tahap metaphase II sedangkan sel donor inti adalah sel kumulus. Optimasi dilakukan untuk menentukan dosis hormon PMSG dan hcg, metode aktivasi, dan enukleasi yang paling efektif. Siklus sel donor inti dianalisa dengan menggunakan teknik flowcytometri. Perkembangan praimplantasi embrio kloning secara in vitro dibandingkan dengan embrio hasil fertilisasi in vivo dan embrio partenogenetik. Penambahan senyawa inhibitor enzim Histone Deacetylase yaitu Scriptaid dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi aplikasi teknik TISS dalam menghasilkan embrio kloning yang mampu berkembang hingga tahap blastosis. TINJAUAN PUSTAKA Transfer Inti Sel Somatis Pada tahun 1997, Wilmut dan koleganya di Roslin Institute telah berhasil memanfaatkan teknik TISS untuk memproduksi domba kloning yang pertama di dunia. Domba Dolly adalah mamalia pertama yang dihasilkan bukan dari proses fertilisasi, namun berasal dari inti sel somatis yang ditransfer ke oosit dan selanjutnya dapat melakukan perkembangan embrionik seperti embrio normal. Ada tiga fakta baru yang terungkap dari hasil penelitian tersebut, yaitu (1) sel somatis yang telah berdiferensiasi masih menyimpan potensi untuk dilakukan reprogramming setelah dikultur selama kurun waktu tertentu, (2) sel somatis yang dikultur dengan kondisi rendah/tanpa serum dapat masuk ke dalam tahap G 0 dalam siklus sel, dan (3) aplikasi teknik TISS dapat memprogram inti sel somatis dewasa kembali ke perkembangan tahap embrionik (Wilmut et al. 1997). Keberhasilan kloning Dolly memacu aplikasi TISS pada hewan mamalia lainnya. Beberapa mamalia yang telah berhasil dikloning adalah mencit (Wakayama et al ), babi (Tomii et al. 2005), sapi (Kasinathan et al. 2001), ferret (Li et al. 2003; Li et al. 2005), anjing (Lee et al. 2005), tikus (Iannacone et al. 2001), dan kambing (Baguisi et al. 1999). Tingkat efisiensi hasil kloning yang relatif sangat rendah (<5%) menjadi salah satu alasan menjajaki pemanfaatan TISS untuk kepentingan biomedis yaitu memproduksi ntesc. Embrio hasil TISS dikultur secara in vitro hingga mencapai tahap blastosis, namun tidak diimplantasikan melainkan diisolasi ICM-nya dan kemudian dikultur sebagai sel lestari ntesc (Hochedlinger & Jaenisch 2003). Keunggulan utama ntesc bila dibandingkan dengan sumber ESC yang lain adalah masih memiliki sifat pluripotensi, ekspresi MHC kelas I yang masih rendah, dan berkarakter immune-compatible stem cells (Hochedlinger &

20 4 Jaenisch 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ntesc yang berasal dari inti sel somatis mempunyai sifat pluripoten dan dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel, seperti dopaminergic & seronergic neuron dan germ cells (Wakayama et al. 2001). Namun ntesc masih berpotensi memiliki beberapa karakter yang berbeda dengan Embryonic Stem Cell (ESC) alami (bukan hasil TISS). Hal ini diduga dipengaruhi oleh memori epigenetik yang tidak sepenuhnya dapat dihapus dalam proses nuclear reprogramming (Ng & Gurdon 2005). Siklus Sel Resipien dan Donor Inti Keberhasilan nuclear reprogramming pada TISS sangat dipengaruhi oleh sinkronisasi tahapan siklus sel antara sel somatis sebagai donor inti dan sel oosit sebagai resipien. Hal ini menjadi faktor penting karena interaksi antara inti sel somatis dengan sitoplasma oosit merupakan kunci sukses pada awal perkembangan embrionik (Stice et al. 1998). Pada teknik transfer inti, salah satu faktor yang harus diperhatikan dari sel donor inti adalah jumlah kromosom (Kato & Tsunoda 1993). Sel somatis pada tahap G 0 /G 1 mempunyai kromosom diploid (2n), tahap G 2 mempunyai kromosom tetraploid (4n) karena telah mengalami replikasi DNA pada tahap S, dan tahap S mempunyai jumlah kromosom yang bervariasi antara diploidtetraploid (2n-4n) karena bergantung pada posisi awal (sebelum replikasi) atau akhir (setelah replikasi). Perbedaan kandungan protein yang terekspresi pada tiap tahap siklus sel, menjadi faktor penentu untuk memprogram kembali inti sel donor (Dinnyes & Szmolenszky 2005). Oosit yang telah mengalami ovulasi biasanya berada pada metafase II tahap M (MII). Pada tahap tersebut konsentrasi Maturation Promoting Factor (MPF) yaitu kompleks cyclin B-Cdk1 mencapai tingkatan maksimal. Selain itu Cytostatic Factor (CSF) juga memegang kendali regulasi siklus sel dengan mempertahankan kondisi stabil pada MII dan menghambat masuk ke tahap anafase (Schimidt et al. 2006). Konsentrasi MPF sitoplasma oosit pada tahap MII juga dipengaruhi oleh aktivasi (Campbell et al. 1993). Setelah oosit diaktivasi baik secara elektrik maupun secara kimiawi dengan SrCl 2 maka konsentrasi MPF akan menurun secara drastis. Hal ini diduga disebabkan oleh osilasi ion Ca 2+ intraseluler (pasca aktivasi) menginduksi serangkaian reaksi biokimia sehingga CSF akan terdegradasi oleh sistem ubiquitin/ proteosome (Schimidt et al. 2006). CSF yang inaktif akan menyebabkan Anaphase Promoting Complex (APC) aktif dan menghancurkan cyclin A dan B sehingga MPF menjadi tidak aktif (konsentrasi menurun) (McGowan 2003). Sinkronisasi Siklus Sel dan Aktivasi Dalam satu siklus sel secara normal, materi genetik (DNA) harus mengalami satu kali replikasi dan hanya terjadi sekali tahap mitosis. Hingga saat ini belum diketahui secara jelas mekanisme yang menyebabkan hal tersebut (Campbell et al. 1996). Namun beberapa hasil penelitian,

21 5 menunjukkan bahwa diduga membran inti mempunyai andil dalam terjadinya replikasi DNA (Campbell et al. 1993). Pada transfer inti dengan resipien pada tahap MII, konsentrasi MPF yang tinggi dapat menyebabkan inti donor mengalami Nuclear Envelope Breakdwon (NEBD) dan Premature Chromosome Condensation (PCC) (Wakayama & Yanagimachi 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua inti sel pada semua tahap siklus sel akan mengalami NEBD dan PCC bila ditansfer ke sitoplasma oosit yang konsentrasi MPFnya tinggi (Campbell et al. 1993). Namun bagaimana efek PCC terhadap proses nuclear reprogramming belum diketahui secara tuntas hingga saat ini (Sung et al. 2006). Inti donor pada tahap G 0, dan G 1 yang masing-masing jumlah kromosomnya diploid (2n) bila ditransfer ke dalam oosit resipien pada MII akan terjadi PCC pada kromatid tunggal, lalu mengalami Nuclear Reformation (2n) dan akan terjadi replikasi DNA (menjadi 4n) kemudian akan membelah menjadi dua sel dengan masing-masing kromosom diploid (Campbell et al. 1996). Inti donor pada tahap G 2 yang jumlah kromosomnya tetraploid (4n) bila ditransfer ke dalam sel oosit resipien pada MII akan terjadi PCC pada kromatid ganda, lalu mengalami Nuclear Reformation (4n) dan akan terjadi replikasi DNA (menjadi 8n) kemudian akan membelah menjadi dua sel dengan masing-masing kromosom tetraploid (4n). Hal ini menunjukkan bahwa inti donor tahap G 2 tidak sinkron apabila ditransfer pada tahap MII oosit resipien (Campbell et al. 1996). Pada transfer inti ke dalam sel oosit dengan MPF rendah (menurun drastis setelah diaktivasi), menunjukkan bahwa inti donor sel tahap G 0, G 1, dan S akan mengalami replikasi DNA, sehingga sel anakan mempunyai kromosom diploid (2n). Sedangkan inti donor tahap G 2 tidak melakukan replikasi DNA, sehingga pada kromosom sel anakannya menjadi 2n. Hal ini juga memperkuat dugaan bahwa faktor yang mempengaruhi replikasi DNA bukan sekedar karena membran inti yang pecah dan terjadi kondensasi prematur (PCC), tapi diduga juga disebabkan oleh kandungan DNA (kromosom) pada inti donor (Campbell et al. 1996). Ada beberapa cara untuk memperoleh kultur sel pada tahap-tahap tertentu dalam siklus sel. Untuk memperoleh sel pada tahap G 0 /G 1, dapat dilakukan dengan cara mengkultur sel dengan medium tanpa/rendah serum (Wakayama & Yanagimachi 2001). Sinkronisasi tahap G 2 dapat dilakukan dengan cara menambahkan cycloheximide pada medium kultur (Campbell et al. 1993). Tahap metafase dapat diperoleh dengan menambahkan demecolcine (Li et al. 2005) atau nocodazole (senyawa penghambat polimerisasi mikrotubuli) pada medium kultur (Ono et al. 2001). Tahapan penting pada aplikasi TISS adalah pada saat terjadi nuclear reprogramming. Inti sel somatis yang telah ditransfer ke dalam sitoplasma sel oosit akan mengalami perubahan baik secara morfologi maupun molekuler (Choi et al. 2004). Beberapa hipotesis menyatakan bahwa perlakuan aktivasi pada oosit pasca transfer inti merupakan awal dari proses nuclear reprogramming (Loi et al. 2003).

22 6 Oosit pada tahap metafase II (MII) digunakan sebagai resipen setelah dikeluarkan intinya. Pada tahap MII, oosit akan tetap berada dalam kondisi stabil dan bertahan pada kondisi tersebut karena adanya pengaruh dari CSF (cytostatic factor) (Schimidt et al. 2006). CSF juga menghambat aktivitas APC (Anaphase-Promoting Complex) yang berperan memicu masuk ke tahap anafase (Heuvel 2005). MPF (Maturation Promoting Factor) mencapai konsentrasi tertinggi pada tahap MII (Piotrowska et al. 2000). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa semua inti donor sel somatis yang ditransfer ke dalam sitoplasma sel oosit pada saat konsentrasi MPF tinggi akan mengalami NEBD (Nuclear Envelope Breakdown) dan PCC (Premature Chromosome Condensation) (Campbell et al. 1993). Pecahnya membran inti sel donor akan menyebabkan materi genetik yang terkandung di dalamnya kontak langsung dengan sitoplasma oosit (Chung et al. 2002). MPF aktif yang merupakan kompleks cyclin B-Cdk1 yang terfosforilasi dan dapat menginduksi sel masuk ke tahap pembelahan mitosis atau meiosis, menyebabkan NEBD, kondensasi kromosom dan perubahan pada sitoskeleton dan morfologi sel (Campbell et al. 1996). Aktivasi pada oosit tahap MII merupakan modifikasi dari proses fertilisasi secara alami. Osilasi ion Ca 2+ intraseluler mutlak diperlukan untuk menginduksi proses aktivasi (Vincent et al. 1992). Pada fertilisasi, masuknya sperma ke dalam oosit akan menginduksi sinyal Ca 2+ (Schimidt et al. 2006). Pada aplikasi TISS, aktivasi oosit tahap MII dapat dilakukan secara elektrik maupun secara kimiawi dengan SrCl 2 maka konsentrasi MPF akan menurun secara drastis. Hal ini diduga disebabkan oleh osilasi ion Ca 2+ intraseluler (pasca aktivasi) menginduksi serangkaian reaksi biokimia sehingga CSF akan terdegradasi oleh sistem ubiquitin/proteosome. CSF yang inaktif akan menyebabkan APC aktif dan menghancurkan cyclin A dan B sehingga MPF menjadi tidak aktif (konsentrasi menurun) (Elzen & Pines 2001). Setelah aktivasi, inti sel somatis akan berinteraksi dengan faktor-faktor di sitoplasma dan terjadi proses reformasi inti. Selanjutnya akan terbentuk Pseudopronucleus (ppn). Penambahan Cytochalasin B merupakan upaya untuk mencegah terbentuknya polar body II (PBII) (Wakayama & Yanagimachi 2001). Hal ini perlu dilakukan untuk mempertahankan jumlah kromosom tetap diploid (2n). Keberhasilan nuclear reprogramming sangat menentukan pola ekspresi genetik selama proses perkembangan dan pertumbuhan embrio kloning (Piedrahita et al. 2004). Modifikasi Epigenetik pada Embrio Kloning Materi genetik (genom) dan urutan DNA pada sel somatik yang menyusun satu individu pada dasarnya sama. Dinamika perubahan gen yang aktif dan non aktif merupakan penyebab terjadinya modifikasi epigenetik. Teknik kloning dapat memfasilitasi modifikasi epigenetik yaitu memprogram kembali sel yang telah berdiferensiasi (sel somatik) menjadi ke tahapan awal embrionik yang bersifat totipoten (Wang et al. 2007). Salah satu pengembangan teknik TISS yang telah dilakukan adalah dengan perlakuan penambahan senyawa penghambat enzim HDAC pada saat

23 7 proses nuclear reprogramming inti sel donor. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan Trichostatin A (TSA) berhasil meningkatkan keberhasilan perkembangan embrio kloning mencapai tahap blastosis (Enright et al. 2003; Kishigami et al. 2006; Li et al. 2008). Scriptaid merupakan senyawa penghambat deasetilasi histon yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan TSA, yaitu toksisitas yang lebih rendah dan dapat memfasilitasi aktivasi transkripsional (Monneret 2005). Perkembangan Embrionik Praimplantasi Pada Mencit Siklus sel yang pertama setelah terjadi baik secara fertilisasi (alami) maupun aktivasi (pada aplikasi TISS) akan menghasilkan tahap pembelahan 2 sel dengan terbentuk 2 blastomer (Ng et al. 2004). Tahap ini sangat penting untuk perkembangan embrionik pada mencit karena terjadi transisi dari genom maternal menjadi genom embrionik (Hogan et al. 1986). Proses yang terjadi meliputi berkurangnya mrna maternal, genom embrionik mulai aktif melakukan transkripsi, dan terjadi perubahan pola sintesis protein. Khusus pada mencit, peristiwa gagalnya proses perkembangan pada tahap 2 sel sering disebut dengan two cell block (Heindryckx et al. 2001). Setelah melewati pembelahan tahap 8 sel, embrio mamalia umumnya akan mulai mengalami kompaksi (morula). Perkembangan embrio mencit akan mencapai tahap morula pada interval waktu 2-3 hari setelah fertilisasi (Hogan et al. 1986). Embrio akan terus membelah dan diikuti terbentuknya rongga yang berisi cairan yang disebut blastosol. Tahapan sel tersebut adalah blastosis. Secara morfologi embrio pada tahap blastosis dibedakan menjadi dua jenis sel yaitu inner cell mass (ICM) di bagian dalam dan trofoblas di bagian luar. Pada perkembangan pasca implantasi, sel-sel trofoblas akan membentuk plasenta, sedangkan ICM akan berkembang menjadi seluruh jaringan tubuh (Kalthoff 2001).

24 8 OPTIMASI SUPEROVULASI, METODE AKTIVASI, DAN ENUKLEASI PADA PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS Abstract Embryonic stem cells can be obtained from an embryo generated through fertilization, recently it has been reported that an embryo can also be generated asexually through Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT). This procedure will overcome the ethical issue regarding the usage of embryo that was initially generated for reproductive purposes. The aim of this study was to obtain an optimized oocyte superovulation, activation method, and enucleation using mice oocytes as a model. Mouse oocytes were produced by superovulation method with IU Pregnant Mare s Serum Gonadotropin (PMSG) and IU human Chorionic Gonadotropin (hcg) intraperitoneal (i.p.) injection. Treatment combination for oocytes activation methods were (A) activation in CZB & SrCl 2 (prepared in stock) for two hours and in CZB & CB for four hours; (B) activation in CZB & SrCl 2 (fresh medium) for two hours and in CZB & CB for four hours; (C) activation in CZB & CB & SrCl 2 (fresh medium) for six hours. The optimation of enucleation was conducted with sucrose addition in the enucleation medium. Results showed that using doses of 7.5 IU PMSG and hcg hormones can increase the oocyte cell production optimization through superovulation treatment. The most optimal method of activation is medium CZB & CB & SrCl 2 (fresh medium) for six hours (method C) to activate oocyte cells until it reaches the level of activation of 97.21%. The addition of 3% sucrose able to increase the enucleation rate. Keywords: superovulation, activation, enucleation, oocyte Abstrak Sel punca embrionik pada umumnya diperoleh dari embrio hasil fertilisasi, namun sekarang dilaporkan bahwa embrio juga dapat diperoleh dari hasil Transfer Inti Sel Somatis (TISS). Prosedur ini diharapkan dapat mengatasi masalah etik dalam penggunaan embrio yang sebelumnya dihasilkan untuk tujuan reproduksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi perlakuan superovulasi, metode aktivasi, dan enukleasi pada mencit sebagai hewan model. Oosit mencit diproduksi menggunakan teknik superovulasi dengan penyuntikan Pregnant Mare s Serum Gonadotropin (PMSG) IU dan human Chorionic Gonadotropin (hcg) IU secara intraperitoneal (i.p.). Kombinasi perlakuan untuk metode aktivasi oosit adalah (A) aktivasi di medium CZB & SrCl 2 (medium stok) selama dua jam dan di medium CZB & CB selama empat jam; (B) aktivasi di medium CZB & SrCl 2 (medium segar) selama dua jam dan di medium CZB & CB selama

25 9 empat jam; (C) aktivasi di medium CZB & CB & SrCl 2 (medium segar) selama enam jam. Optimasi teknik enukleasi dilakukan dengan penambahan sukrosa ke dalam medium. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dosis PMSG dan hcg 7,5 IU dapat meningkatkan jumlah oosit pada aplikasi superovulasi. Perlakuan dengan medium CZB & CB & SrCl 2 (medium segar) selama enam jam (perlakuan C) merupakan metode aktivasi yang paling optimal dan dapat mencapai tingkat aktivasi 97,21%. Penambahan sukrosa 3% dapat meningkatkan keberhasilan enukleasi. Kata kunci: superovulasi, aktivasi, enukleasi, oosit Pendahuluan Tahapan penting pada aplikasi SCNT adalah pada saat terjadi nuclear reprogramming. Inti sel somatis yang telah ditransfer ke dalam sitoplasma oosit akan mengalami perubahan baik secara morfologi maupun molekuler (Choi et al. 2004). Beberapa hipotesis menyatakan bahwa perlakuan aktivasi pada oosit pasca transfer inti merupakan awal dari proses nuclear reprogramming (Loi et al. 2003). Oosit pada tahap metafase II (MII) digunakan sebagai resipien setelah dikeluarkan intinya. Pada tahap MII, oosit akan tetap berada dalam kondisi stabil dan bertahan pada kondisi tersebut karena adanya pengaruh dari cytostatic factor (CSF) (Schimidt et al. 2006). CSF juga menghambat aktivitas Anaphase Promoting Complex (APC) yang berperan memicu masuk ke tahap anafase (van den Heuvel 2005). Maturation Promoting Factor (MPF) mencapai konsentrasi tertinggi pada tahap MII (Piotrowska et al. 2000). Menurut Campbell et al. (1993) Nuclear Envelope Breakdown (NEBD) dan Premature Chromosome Condensation (PCC) akan dialami oleh semua inti donor sel yang ditransfer ke dalam sitoplasma sel oosit pada saat konsentrasi MPF tinggi. Mekanisme tersebut dapat menyebabkan membran inti sel donor pecah dan materi genetik yang terkandung didalamnya berinteraksi dengan sitoplasma sel oosit (Chung et al. 2002). MPF aktif yang merupakan kompleks cyclin B-Cdk1 yang mengalami fosforilasi. Konsentrasi Cdk1 cenderung stabil, namun konsentrasi cyclin B yang bervariasi (Campbell et al. 1996). Aktivasi pada oosit tahap MII merupakan modifikasi dari proses fertilisasi secara alami. Osilasi ion Ca 2+ intraseluler mutlak diperlukan untuk menginduksi proses aktivasi (Vincent et al. 1992). Pada fertilisasi, masuknya sperma ke dalam oosit akan menginduksi sinyal Ca 2+ (Schimidt et al. 2006). Pada aplikasi SCNT, aktivasi oosit tahap MII dapat dilakukan secara elektrik maupun secara kimiawi dengan SrCl 2 maka konsentrasi MPF akan menurun secara drastis. Hal ini diduga disebabkan oleh osilasi ion Ca 2+ intraseluler (pasca aktivasi) menginduksi serangkaian reaksi biokimia sehingga CSF akan terdegradasi oleh sistem ubiquitin/ proteosome. CSF yang inaktif akan

26 10 menyebabkan APC aktif dan menghancurkan cyclin A dan B sehingga MPF menjadi tidak aktif (konsentrasi menurun) (den Elzen and Pines 2001). Setelah aktivasi, inti sel somatis akan berinteraksi dengan faktor-faktor di sitoplasma dan terjadi proses reformasi inti. Selanjutnya akan terbentuk Pseudopronucleus (ppn). Penambahan Cytochalasin B merupakan upaya untuk mencegah terbentuknya polar body II (PBII) (Wakayama and Yanagimachi, 2001). Hal ini perlu dilakukan untuk mempertahankan jumlah kromosom tetap diploid (2n). Keberhasilan nuclear reprogramming sangat menentukan pola ekspresi genetik selama proses perkembangan dan pertumbuhan sel embrio kloning (Piedrahita et al., 2004). Penyiapan Sel Oosit Metode Penelitian Superovulasi dilakukan menurut Kishigami et al. (2006) dengan sedikit modifikasi. Oosit diisolasi dari mencit betina galur ddy yang berumur 8-12 minggu. Mencit betina distimulasi untuk mengalami superovulasi dengan menyuntikan hormon Pregnant Mare s Serum Gonadotrophin/PMSG (Intervet International BV, Folligon, Boxmeer, Holland) 7.5 IU dan human Chorionic Gonadotrophin/ hcg (Intervet International BV, Chorulon, Boxmeer, Holland) 7.5 IU menggunakan syringe (Terumo, SS+01T2613, Philippines) 1ml dengan interval waktu jam. Enam belas jam setelah penyuntikan hcg, COC (Cumulus Oocyte Complexes) diisolasi dari oviduct dengan menggunakan mikroskop stereo (Nikon, SMZ-2T, Japan). Setelah diisolasi dari sel kumulus maka oosit dikultur dalam medium CZB tanpa glukosa yang mengandung BSA (Sigma, A3311, St. Louis, MO, USA) 1mg/ml, ditutup dengan mineral oil (Sigma, M8410, St. Lois, MO, USA) dan disimpan dalam suhu 37 C dan kadar CO 2 5% di dalam inkubator (Sanyo, MCO-95, Japan). Manipulasi Embrio Mencit Pembuatan Pipet Mikromanipulasi Injeksi dan Holding Bahan pipet mikromanipulasi adalah tabung borosilikat gelas kapiler tanpa filamen (Sutter Instrument, B ). Pipet mikromanipulasi injeksi dibuat dengan menggunakan alat micro-puller (Sutter Instrument, P-87) dan micro-forge (Narishige, MF-79, Japan). Ujung pipet mikromanipulasi injeksi berdiameter bagian luar ~ 15!m untuk enukleasi dan 5-6!m untuk transfer inti. Mercury (Madespa MA, 0561, Spain) dimasukkan ke dalam pipet mikromanipulasi injeksi melalui bagian belakang menggunakan syringe (Terumo, SS+01T2613, Philippines) 1ml. Ujung pipet mikromanipulasi holding berdiameter bagian luar !m dan berdiameter dalam 20-30!m (Kishigami et al. 2006).

27 11 Enukleasi Kromosom MII dari Sel Oosit Enukleasi dilakukan menurut Kishigami et al. (2006) dan Wakayama et al. (2001) dengan sedikit modifikasi. Kumpulan oosit (biasanya berjumlah 20) dipindahkan ke dalam drop medium M2 (± 10!l) yang mengandung cytochalasin B (Sigma, C6762, St. Louis, MO, USA) 5!l/ml. Tutup cawan petri 35mm (Nunc, , Roskilde, Denmark) digunakan sebagai tempat membuat drop medium untuk mikromanipulasi. Mikroskop inverted (Olympus, IX70, Japan) dengan Thermoplate (Tokai Hit, MATS-U55R30, Japan) dan satu perangkat micromanipulator (Narishige, Japan) digunakan untuk melakukan manipulasi oosit. Oosit diposisikan tidak bergerak dengan ditahan menggunakan pipet holding. Zona pelusida oosit lalu ditembus dengan menggunakan Piezo (Prime Tech, PMAS-CT150, Japan) yang menggetarkan ujung pipet mikromanipulasi injeksi yang digunakan untuk enukleasi (dengan diameter bagian dalam ± 15!m). Komplek benang spindel kromosom MII, dapat ditandai sebagai spot yang dapat ditembus cahaya di dalam ooplasma dengan perbesaran 20x Optik Hoffman Modulation Contrast (Modulation Optics Inc, Greenvale, New York, USA). Kromosom MII dihisap dengan mikropipet injeksi dan hanya sedikit cairan ooplasma yang terhisap. Setelah itu, pipet ditarik dengan halus dan perlahan hingga melewati zona pelusida. Konfirmasi keberadaan inti/kromosom MII dilakukan dengan cara mewarnai oosit pasca enukleasi dengan Hoechst (Invitrogen, H1399, Eugene, USA) 10!g/ml dalam PBS (Gibco, , Grand Island, NY, USA) tanpa serum selama 10 menit, lalu oosit diletakkan ke dalam sumur-sumur di dalam cawan Terazaki dan diamati di mikroskop fluorescent (Nikon, E600, Japan) dengan panjang gelombang 380nm. Oosit yang masih berinti akan terlihat lebih berpendar karena Hoechst akan berikatan dengan DNA inti. Setelah dipilih yang enukleasinya berhasil, maka oosit dipindahkan ke dalam CZB tanpa cytochalasin B dan disimpan selama lebih dari 2 jam pada 37 C dan kadar CO 2 5%. Rancangan Percobaan Pada tahap ini, variabel respon yang diukur dalam optimasi produksi oosit adalah jumlah oosit yang dihasilkan dari perlakuan superovulasi dengan dosis PMSG & HCG masing-masing sebesar 5 IU dan 7.5 IU per mencit. Optimasi enukleasi dilakukan dengan perlakuan penambahan sukrosa 3% dengan variabel respon yang diamati adalah terbentuknya spot transparan dan tingkat keberhasilan enukleasi. Sedangkan variabel respon yang diukur dalam optimasi perlakuan aktivasi oosit adalah tingkat aktivasi oosit hingga mengalami pembelahan tahap dua sel berdasarkan perbedaan perlakuan aktivasi yaitu: (1) oosit dikultur dalam kombinasi campuran medium CZB dan SrCl2 (dibuat stok/ bukan medium segar) selama 2 jam, lalu dikultur dalam campuran medium CZB dan Cytochalasin B selama 4 jam; (2) oosit dikultur dalam kombinasi campuran medium CZB dan SrCl2 (dibuat sebelum dipakai/ medium segar) selama 2 jam, lalu dikultur dalam campuran medium CZB dan Cytochalasin B selama 4 jam; (3) oosit dikultur selama 6 jam dalam kombinasi

28 12 campuran medium CZB dan Cytochalasin B (dibuat stok/ bukan medium segar) dan ditambahkan SrCl2 sebelum digunakan. Analisa Data Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Data kuantitatif yang diperoleh lalu diuji secara statistik dengan uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% dan apabila ada beda nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Data kualitatif disajikan dalam bentuk foto atau gambar. Hasil dan Pembahasan Aplikasi TISS (Transfer Inti Sel Somatik) membutuhkan oosit dalam jumlah yang relatif cukup banyak sehingga diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi oosit. Perlakuan yang banyak diterapkan adalah superovulasi, yaitu dengan menggunakan hormon PMSG untuk menginduksi terjadinya folikulogenesis dan hormon hcg untuk menginduksi terjadinya pematangan dan pelepasan oosit dari ovarium ke oviduk. Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa perlakuan superovulasi dengan menggunakan hormon PMSG dan hcg dosis 7.5 IU menunjukkan produksi oosit berkualitas baik lebih tinggi daripada dengan dosis 5 IU. Rata-rata oosit berkualitas baik yang diperoleh dengan dosis 7.5 IU adalah 20.61/ mencit sedangkan dengan dosis 5 IU adalah 11.61/ mencit. Namun penambahan dosis juga mempunyai efek samping yaitu jumlah oosit berkualitas buruk menjadi meningkat secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari prosentasenya yang naik secara signifikan yaitu 9.22% pada dosis 5 IU menjadi 14.27% pada dosis 7.5 IU. Penambahan hormon yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi keseimbangan hormonal yang ada di dalam sistem reproduksi mencit sehingga diperlukan optimasi agar dapat diperoleh hasil superovulasi yang optimal yaitu jumlah oosit yang berkualitas baik meningkat secara signifikan. Tabel 1. Perlakuan superovulasi untuk menghasilkan oosit Dosis PMSG & hcg Jumlah Mencit Total Jumlah Oosit Rata rata (oosit / mencit) Kualitas oosit berdasarkan pengamatan morfologi (%) Baik (oosit / mencit) Buruk (oosit / mencit) 5 IU a (90.78) a 1.18 (9.22) a 7.5 IU b (85.74) b 3.43 (14.27) b Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan signifikan (p " 0.05).

29 13 Menurut Martin-Coello et al. (2008), pada mencit normal jumlah oosit yang diovulasikan berkisar antara delapan hingga dua belas tergantung pada jenis strain. Jumlah tersebut dapat ditingkatkan dengan menggunakan tambahan hormon dari luar (eksogenus). Keberhasilan meningkatkan jumlah oosit dapat menurunkan jumlah hewan yang diperlukan dalam penelitian. perlakuan superovulasi tidak meningkatkan kadar gonadotropin endogenus. Variasi respon ovarium terhadap hormon eksogenus tergantung pada perbedaan genetik di antara strain. Respon perlakuan superovulation dapat dipengaruhi oleh umur, berat badan, status nutrisi, kesehatan, dan kondisi perawatan hewan. Menurut Lim et al. (1985), PMSG tidak meningkatkan jumlah folikel yang berukuran besar, namun PMSG merubah keseimbangan antara folikel yang berkembang dan folikel atresia dengan cara mencegah atau memperlambat proses atresia. Reseptor hormon PMSG (FSH) paling banyak terdapat pada sel-sel granulosa yang ada pada folikel sekunder. Oleh karena itu penambahan FSH akan meningkatkan proliferasi dari sel granulosa sehingga produksi estrogen akan semakin meningkat dan sel oosit akan semakin matang. Perlakuan superovulasi pada mencit mempunyai dampak negatif yaitu dapat menyebabkan perlambatan perkembangan embrionik baik secara in vitro maupun in vivo, dan meningkatkan abnormalitas pembentukan blastosis (Van der Auwera and D'Hooghe 2001). Dalam penelitian aplikasi TISS ini menggunakan sel donor inti yaitu sel kumulus. Pada saat oosit diisolasi dari oviduk, oosit masih dikelilingi oleh sel kumulus (gambar 1), sehingga untuk memisahkan oosit dengan sel kumulus harus menggunakan cara enzimatik yaitu dengan enzim hyaluronidase. Pewarnaan vital Hoechst-PI juga dilakukan untuk menguji apakah oosit yang diisolasi masih hidup dan dapat berfungsi dengan normal. Oosit yang berwarna merah adalah oosit yang sudah mati sehingga pewarna PI mampu menembus membran sel dan mewarnai sitoplasma. Sedangkan oosit yang berwarna biru karena terwarnai oleh Hoechst adalah oosit yang masih hidup dan normal. Oosit juga dipilah berdasarkan morfologinya untuk menentukan kualitasnya (gambar 1C dan 1D). Oosit yang berkualitas baik dapat dilihat dari ukurannya yang normal yaitu sekitar 80 µm, sitoplasma tampak homogen, dan tampak ada Polar Body I.

30 14 A B! C!! D! Gambar 1. Oosit mencit hasil superovulasi. A. Kompleks oosit dengan sel kumulus; B. Pewarnaan vital (Hoechst-PI); C. Oosit yang berkualitas baik; D. Oosit yang berkualitas buruk. Bar = 100µm. Perlakuan aktivasi dalam aplikasi TISS memegang peranan yang sangat vital dalam proses perkembangan embrio kloning sehingga optimasi metode aktivasi perlu dilakukan. Ada tiga metode aktivasi yang diuji pada penelitian ini, yaitu: (A) Aktivasi dengan medium CZB & SrCl2 (telah dipersiapkan dalam stok) selama 2 jam dan dalam medium CZB & CB selama 4 jam (B) Aktivasi dengan medium CZB & SrCl2 (medium baru) selama 2 jam dan dalam medium CZB & CB selama 4 jam (C) Aktivasi dengan medium CZB & CB & SrCl2 (medium baru) selama 6 jam Hasil dari perlakuan metode aktivasi dapat dilihat pada tabel 2 diantara ketiga metode diatas, metode aktivasi C yang menunjukkan tingkat aktivasi hingga 97.21% (oosit yang diaktivasi mampu membelah setelah dua puluh empat jam). Kombinasi medium CZB & CB & SrCl2 (medium baru) mampu menginduksi peningkatan osilasi ion Ca2+ intraseluler sehingga menstimulasi oosit yang sebelumnya berhenti pada tahapan siklus sel metaphase II untuk menyelesaikan tahapan pembelahan sel hingga terbentuk dua sel. Strontium Chloride (SrCl2) merupakan senyawa kimia yang sangat reaktif. Hal ini diduga disebabkan oleh polarisasi inti elektron dari atom strontium sehingga mengakibatkan distorsi pada kerapatan inti elektron yang

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis 3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan oosit mencit hasil superovulasi dengan penyuntikan hormon PMSG dan hcg secara intraperitonial. Produksi embrio kloning menggunakan teknik TISS yang

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENAMBAHAN SCRIPTAID PADA APLIKASI TRANSFER INTI SEL SOMATIS. Abstract

PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENAMBAHAN SCRIPTAID PADA APLIKASI TRANSFER INTI SEL SOMATIS. Abstract 30 PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENAMBAHAN SCRIPTAID PADA APLIKASI TRANSFER INTI SEL SOMATIS Abstract The low efficiency of reproductive cloning is one of the reasons to explore the use of Somatic

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KULTUR IN VITRO EMBRIO KLONING DAN EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT. Abstract

PRODUKSI DAN KULTUR IN VITRO EMBRIO KLONING DAN EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT. Abstract 18 PRODUKSI DAN KULTUR IN VITRO EMBRIO KLONING DAN EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT Abstract Cloned embryo and parthenogenetic embryo are a potential source of stem cells for regenerative medicine. Stem cells

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio partenogenetik memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan etika pada penelitian rekayasa embrio. Untuk memproduksi embrio partenogenetik ini, sel telur diambil dari individu

Lebih terperinci

Perkembangan Praimplantasi Embrio Mencit dengan Materi Genetik yang Berasal dari Parental, Maternal, dan Inti Sel Somatik

Perkembangan Praimplantasi Embrio Mencit dengan Materi Genetik yang Berasal dari Parental, Maternal, dan Inti Sel Somatik Jurnal Veteriner Maret 2014 Vol. 15 No. 1: 1-10 ISSN : 1411-8327 Perkembangan Praimplantasi Embrio Mencit dengan Materi Genetik yang Berasal dari Parental, Maternal, dan Inti Sel Somatik (PRE-IMPLANTATION

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

http://aff.fkh.ipb.ac.id Lanjutan EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Konsep Organiser, yang menjelaskan tentang proses

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN BIOTEKNOLOGI HEWAN Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN BIOTEKNOLOGI HEWAN Untuk mengisolasi, identifikasi dan karakterisasi gen agar dapat mempelajari fungsinya Untuk membantu menyiapkan

Lebih terperinci

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Definisi & Tujuannya - Pembelahan sel reproduksi sel, pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRAIMPLANTASI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT (MUS MUSCULUS ALBINUS) DENGAN PERLAKUAN TRICHOSTATIN A DAN SCRIPTAID PADA MEDIUM AKTIVASI

PERKEMBANGAN PRAIMPLANTASI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT (MUS MUSCULUS ALBINUS) DENGAN PERLAKUAN TRICHOSTATIN A DAN SCRIPTAID PADA MEDIUM AKTIVASI PERKEMBANGAN PRAIMPLANTASI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT (MUS MUSCULUS ALBINUS) DENGAN PERLAKUAN TRICHOSTATIN A DAN SCRIPTAID PADA MEDIUM AKTIVASI ADKHILNI UTAMI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari September 2006 sampai dengan Mei 2007, di Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi,

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan

Lebih terperinci

EFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR

EFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR EFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 06Fakultas Psikologi MENSYUKURI ANUGERAH KEHIDUPAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M KILAS BERITA : Di sebuah rumah sakit di London utara, para ilmuwan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 17 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM History 1908 kata stem cell diperkenalkan oleh Alexander Maksimov 1981 isolasi stem cell pada embrio 1998 aplikasi sel punca untuk kloning 2007 nobel tentang sel punca dan

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH PENAMBAHAN. AIR KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP VIABILITAS KULTUR SEL

KATA PENGANTAR. penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH PENAMBAHAN. AIR KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP VIABILITAS KULTUR SEL KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 MEMPELAJARI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MANUSIA MELALUI BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berkebang sangat pesat. Produk-produk bioteknologi telah dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA

POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi Distribusi kumpulan kromosom yang identik ke sel anak PROKARIOTA : Tidak ada stadium siklus sel, duplikasi kromosom dan distribusinya ke sel generasi

Lebih terperinci

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultur Primer Cardiomyocyte Cardiomyocyte yang digunakan dalam kultur primer dikoleksi dari jantung mencit neonatal umur 1-3 hari. Pemakaian sumber jantung mencit neonatal dikarenakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL EFFICIENCY OF CUMULUS CELL ON CULTURE MEDIUM IN VITRO ONE CELL STAGE IN MICE EMBRYOS E. M. Luqman*, Widjiati*, B. P. Soenardirahardjo*,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian:

Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian: Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN 0854-0675 Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian: 183-189 Agregasi Embrio Tahap Pembelahan 8 Sel pada Medium Kultur KSOMaa untuk Menghasilkan Embrio Hasil

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI INDUSER DAN PENAMBAHAN KOFAKTOR ENZIM TERHADAP PRODUKSI EKSTRAK KASAR ENZIM LIPASE EKSTRASELULER OLEH Pseudomonas aeruginosa

PENGARUH KONSENTRASI INDUSER DAN PENAMBAHAN KOFAKTOR ENZIM TERHADAP PRODUKSI EKSTRAK KASAR ENZIM LIPASE EKSTRASELULER OLEH Pseudomonas aeruginosa PENGARUH KONSENTRASI INDUSER DAN PENAMBAHAN KOFAKTOR ENZIM TERHADAP PRODUKSI EKSTRAK KASAR ENZIM LIPASE EKSTRASELULER OLEH Pseudomonas aeruginosa SKRIPSI JIMMY UTAMI 060802052 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

Regulasi Siklus Sel: Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer

Regulasi Siklus Sel: Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer : Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer Ibssz!Nvsuj 2-3 -!!Bsjfg!Cpfejpop 3 -!Cpfokbnjo!Tfujbxbo 2 -!Gfssz!Tboesb 2 2 Ejwjtjpo!pg!Tufn!Dfmm-!Tufn!Dfmm!boe!Dbodfs!Jotujuvuf-!Kblbsub!24321-!Joepoftjb/

Lebih terperinci

Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT

Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT Hasil Penelitian Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT Nfmjob!Tfujbxbo-!!Dbspmjof!Ubo!Tbsekpop-!!Gfssz!Tboesb Tufn!Dfmm!Ejwjtjpo-!!Tufn!Dfmm!boe!Dbodfs!Jotujuvuf-!!Lbmcf!Qibsnbdfvujdbm!Dpnqboz!Kblbsub-!!Joepoftjb

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

II. MATERI A. NUKLEUS

II. MATERI A. NUKLEUS BAB IV NUKLEUS I. PENDAHULUAN Bab ini menerangkan struktur, komponen dan fungsi nukleus, nukleolus, materi genetik di dalamya. Bagaimana transport molekul terjadi dalam nukleus juga diterangkan dalam bab

Lebih terperinci

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANGG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI YOLANDA FITRIA SYAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SETELAH FERTILISASI MENGGUNAKAN METODE INTRACYTOPLASMIC SPERM INJECTION (ICSI) DAN AKTIVASI DENGAN STRONTIUM MUHAMMAD GUNAWAN

PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SETELAH FERTILISASI MENGGUNAKAN METODE INTRACYTOPLASMIC SPERM INJECTION (ICSI) DAN AKTIVASI DENGAN STRONTIUM MUHAMMAD GUNAWAN PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SETELAH FERTILISASI MENGGUNAKAN METODE INTRACYTOPLASMIC SPERM INJECTION (ICSI) DAN AKTIVASI DENGAN STRONTIUM MUHAMMAD GUNAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS. Kholifah Holil

EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS. Kholifah Holil EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS Kholifah Holil Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)

Lebih terperinci

(Biopotency Test of Monoclonal Antibody Anti Pregnant Mare Serum Gonadotropin in Dairy Cattle)

(Biopotency Test of Monoclonal Antibody Anti Pregnant Mare Serum Gonadotropin in Dairy Cattle) Hayati, September 1998, hlm. 73-78 ISSN 0854-8587 Uji Biopotensi Antibodi Monoklonal Anti Pregnant Mare Serum Gonadotropin pada Sapi Perah Vol. 5. No. 3 (Biopotency Test of Monoclonal Antibody Anti Pregnant

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERUBAHAN BIOKIMIA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon) PADA AWAL PERKECAMBAHAN SKRIPSI. Oleh: Adrian Syawaluddin Siregar NIM

KARAKTERISTIK PERUBAHAN BIOKIMIA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon) PADA AWAL PERKECAMBAHAN SKRIPSI. Oleh: Adrian Syawaluddin Siregar NIM KARAKTERISTIK PERUBAHAN BIOKIMIA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon) PADA AWAL PERKECAMBAHAN SKRIPSI Oleh: Adrian Syawaluddin Siregar NIM 081510501011 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN DAN TOKSISITAS KHITOSAN LARUT AIR DENGAN MENGGUNAKAN TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus ) MUNAWWAR KHALIL

KAJIAN PENGOLAHAN DAN TOKSISITAS KHITOSAN LARUT AIR DENGAN MENGGUNAKAN TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus ) MUNAWWAR KHALIL KAJIAN PENGOLAHAN DAN TOKSISITAS KHITOSAN LARUT AIR DENGAN MENGGUNAKAN TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus ) MUNAWWAR KHALIL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL I. Tingkat maturasi oosit domba dalam suhu dan waktu penyimpanan yang berbeda Tahapan pematangan inti yang diamati pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu GV

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Viabilitas berdasarkan morfologi zigot dan blastosis Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap morfologi zigot sebelum dan setelah vitrifikasi tunggal (Gambar 3) dan morfologi

Lebih terperinci

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP SIKLUS & PEMBELAHAN SEL Suhardi S.Pt.,MP Proses reproduksi aseksual dimulai setelah sperma membuahi telur. PEMBELAHAN SEL Amitosis (Pembelahan biner) Pada umumnya bakteri berkembang biak dengan pembelahan

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi TINJAUAN PUSTAKA Superovulasi Superovulasi adalah usaha meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan dengan stimulasi hormon. Superovulasi pada mencit dapat dilakukan dengan menyuntikkan hormon gonadotropin

Lebih terperinci

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

Metode Isolasi Jumlah ICM Total sel ICM Profil sel ICM

Metode Isolasi Jumlah ICM Total sel ICM Profil sel ICM ISSN : 1411-8327 Produksi Embryonic Stem Cells dari Inner Cell Mass Blastosis yang Diisolasi dengan Metode Enzimatik dan Immunosurgery (PRODUCTION OF EMBBRYONIC STEM CELLS FROM INNER CELL MASS OF BLASTOCYST

Lebih terperinci

Produksi Parthenogenetik Blastosis Mencit Sebagai Sumber Stem Cell Ratih Rinendyaputri, Uly Alfi Nikmah

Produksi Parthenogenetik Blastosis Mencit Sebagai Sumber Stem Cell Ratih Rinendyaputri, Uly Alfi Nikmah NaskahAsli Produksi Parthenogenetik Blastosis Mencit Sebagai Sumber Stem Cell Ratih Rinendyaputri, Uly Alfi Nikmah 1 Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes, Kemenkes RI email: ratihr79@yahoo.com

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 1, Maret 2014 ISSN : 1978-225X PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI The Effect of Pituitary

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. Reproduksi dimulai dengan perkembangan ovum di dalam ovarium (Guyton dan Hall, 2006). Ovum merupakan oosit

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA UJI KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) DAN DOXORUBICIN TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER PAYUDARA T47D Oleh : Ika Trisharyanti Dian Kusumowati,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENCIT SWISS WEBSTER BERSUPERKEHAMILAN DAN MEMELIHARA ANAKNYA

KEMAMPUAN MENCIT SWISS WEBSTER BERSUPERKEHAMILAN DAN MEMELIHARA ANAKNYA KEMAMPUAN MENCIT SWISS WEBSTER BERSUPERKEHAMILAN DAN MEMELIHARA ANAKNYA T 599. 323 3 SIM ABSTRAK Mencit Swiss Webster dewasa dapat dirangsang untuk bersuperovulasi, tetapi tidak diketahui apakah semua

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H0709085 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan mitosis dan meiosis pada tanaman Sub Pokok Bahasan :

Lebih terperinci

DETEKSI FcγRIIb PADA STEM CELL YANG DIISOLASI DARI LIPOASPIRATE

DETEKSI FcγRIIb PADA STEM CELL YANG DIISOLASI DARI LIPOASPIRATE ABSTRAK DETEKSI FcγRIIb PADA STEM CELL YANG DIISOLASI DARI LIPOASPIRATE Albert, 2009. Pembimbing I : Caroline Tan Sardjono, dr. PhD. Pembimbing II : Laella Kinghua Liana, dr. SpPA. MKes. Aplikasi Mesenchymal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009 MITOSIS DAN MEIOSIS TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009 SIKLUS SEL G1(gap 1): periode setelah mitosis, gen-gen aktif berekspresi S (sintesis): fase sintesis DNA (replikasi), kromosom

Lebih terperinci

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME TIPE 1 Sel Sperma ( haploid/ n) Sel telur (haploid/ n) Fertilisasi Zigot (Diploid/ 2n) Cleavage Morfogenesis Individu Sel Sperma ( haploid/

Lebih terperinci

KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA

KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA KAJIAN PORTFOLIO PRODUK TABUNGAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), TBK DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA : KASUS PT BANK MANDIRI AREA SAMARINDA BAYU TRISNO ARIEF SETIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERSENTASE PINDAH SILANG ANTARA LOKUS b DAN cl PADA KROMOSOM II Drosophila melanogester Meigen Strain black-clot

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERSENTASE PINDAH SILANG ANTARA LOKUS b DAN cl PADA KROMOSOM II Drosophila melanogester Meigen Strain black-clot PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PERSENTASE PINDAH SILANG ANTARA LOKUS b DAN cl PADA KROMOSOM II Drosophila melanogester Meigen Strain black-clot SKRIPSI Oleh : Raden Fajar Suharsono Hadi NIM 041810401080

Lebih terperinci

ABSTRAK. Shella Hudaya, 2008 Pembimbing I : Khie Khiong, S.Si,M.Si.,M.Pharm.Sc,Ph.D Pembimbing II : Hana Ratnawati, dr., M.Kes

ABSTRAK. Shella Hudaya, 2008 Pembimbing I : Khie Khiong, S.Si,M.Si.,M.Pharm.Sc,Ph.D Pembimbing II : Hana Ratnawati, dr., M.Kes ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP JUMLAH LIMFOSIT PADA LIMPA MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster YANG DIINOKULASI Listeria monocytogenes Shella Hudaya, 2008 Pembimbing

Lebih terperinci

PENENTUAN AKTIVITAS ANALGESIK SENYAWA O-(3- KLOROBENZOIL) PARASETAMOL TERHADAP MENCIT (MUS MUSCULUS) DENGAN METODE PANAS (HOT PLATE)

PENENTUAN AKTIVITAS ANALGESIK SENYAWA O-(3- KLOROBENZOIL) PARASETAMOL TERHADAP MENCIT (MUS MUSCULUS) DENGAN METODE PANAS (HOT PLATE) PENENTUAN AKTIVITAS ANALGESIK SENYAWA O-(3- KLOROBENZOIL) PARASETAMOL TERHADAP MENCIT (MUS MUSCULUS) DENGAN METODE PANAS (HOT PLATE) FRISCA ANGGRAINI 2443008010 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000

Lebih terperinci

DNA & PEMBELAHAN SEL?

DNA & PEMBELAHAN SEL? DNA & PEMBELAHAN SEL?? SIKLUS SEL Sel postmitotik suatu seri kejadian untuk replikasi sel 1 arah, irreversible Fase S (sintesis) Fase G2 Fase M (mitosis) terdiri atas : Profase Metafase Anafase Telofase

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi Standar Nasional Indonesia Embrio ternak - Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

: Minyak Buah Merah, Panjang Badan Janin, Mencit

: Minyak Buah Merah, Panjang Badan Janin, Mencit ABSTRAK MINYAK BUAH MERAH ( Pandanus conoideus Lam. ) TERHADAP PENURUNAN PANJANG JANIN MENCIT Balb/C Febriana Kurniasari, 2011. Pembimbing I : Sri Utami Sugeng, Dra., Mkes. Pembimbing II : Sijani Prahastuti,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA TERHADAP PERTUMBUHAN. Saccharomyces cerevisiae PADA PRODUKSI PROTEIN SEL TUNGGAL DENGAN MEDIA LIMBAH CAIR TAHU.

PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA TERHADAP PERTUMBUHAN. Saccharomyces cerevisiae PADA PRODUKSI PROTEIN SEL TUNGGAL DENGAN MEDIA LIMBAH CAIR TAHU. PENGARUH KONSENTRASI SUKROSA TERHADAP PERTUMBUHAN Saccharomyces cerevisiae PADA PRODUKSI PROTEIN SEL TUNGGAL DENGAN MEDIA LIMBAH CAIR TAHU Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Caroline Tan Sardjono, dr., Ph.D. Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes.

ABSTRAK. Pembimbing I : Caroline Tan Sardjono, dr., Ph.D. Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes. ABSTRAK DETEKSI Fc RI PADA STEM CELL YANG DIISOLASI DARI DARAH TEPI Cynthia Winarto, 2009. Pembimbing I : Caroline Tan Sardjono, dr., Ph.D. Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes. Penelitian terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada sapi jantan, dimana terdiri dari beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Ovarium

Lebih terperinci

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter)

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2006, VOL. 6 NO. 2, 145 149 Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter) Nurcholidah Solihati, Tita Damayanti Lestari,

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI OLEH : NORI ANDRIAN / 110301190 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci