PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENAMBAHAN SCRIPTAID PADA APLIKASI TRANSFER INTI SEL SOMATIS. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENAMBAHAN SCRIPTAID PADA APLIKASI TRANSFER INTI SEL SOMATIS. Abstract"

Transkripsi

1 30 PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENAMBAHAN SCRIPTAID PADA APLIKASI TRANSFER INTI SEL SOMATIS Abstract The low efficiency of reproductive cloning is one of the reasons to explore the use of Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT) for biomedical purpose, specifically through nuclear transfer Embryonic Stem Cell (ntesc) production. Cloned embryos undergo DNA hypermethylation, which is thought to be one of the causes of sub-optimal growth. The objective of the research is to study the development of SCNT technique by adding Scriptaid as an inhibitory enzyme HDAC (histone deacetylase). The methods used include superovulation, enucleation, nuclear transfer, activation and in vitro culture. The first experiment determined the cumulus cell cycle using flow cytometry, while the second experiment was designed to evaluate the success rate of enucleation and nuclear transfer. The third experiment assessed the effect of Scriptaid on in vitro culture of cloned embryos. The results show that cumulus cells used as nuclei donors are in the G0/G1 cell cycle phase. The cumulus cells measure at 5-7 µm in diameter and accounts for 70,84% of the total isolated cumulus cell population. The enucleation process could achieve an efficiency rate of 49%, while the nuclear transfer achieves a 40,8% efficiency rate. The addition of Scriptaid successfully increase the embryonic cloning at the blastocyst stage s success rate to 10,8%. This efficiency rate is three times higher compared to the control, which only shows a 3,2% success rate. Keywords: Cloning, Scriptaid, mice cloned embryo, cell cyle Abstrak Tingkat efisiensi kloning reproduksi yang relatif sangat rendah menjadi salah satu alasan menjajaki pemanfaatan TISS untuk kepentingan biomedis yaitu memproduksi ntesc. Embrio kloning mengalami hipermetilasi DNA yang diduga merupakan salah satu penyebab perkembangannya tidak bisa optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengembangan teknik TISS dengan perlakuan penambahan Scriptaid sebagai senyawa penghambat enzim HDAC (histones deacetylases). Metode yang digunakan meliputi superovulasi, enukleasi, transfer inti, aktivasi, kultur in vitro. Penelitian pertama, menentukan tahap siklus sel kumulus dengan menggunakan analisa flowcytometri. Penelitian kedua, mengetahui tingkat keberhasilan enukleasi dan transfer inti. Penelitian ketiga, mempelajari pengaruh Scriptaid terhadap perkembangan in vitro embrio kloning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel kumulus yang dipakai sebagai donor inti berada pada tahap siklus sel G 0 /G 1. Sel kumulus ini yang berukuran 5-7µm dan populasinya sebesar

2 31 70,84% dari total sel kumulus yang diisolasi. Tahap enukleasi dapat mencapai tingkat efisiensi sebesar 49%, sedangkan tahap transfer inti dapat mencapai tingkat efisiensi 40,8%. Penambahan Scriptaid berhasil meningkatkan efisiensi embrio kloning yang mencapai tahap blastosis menjadi 10,8%. Tingkat efisiensi tersebut naik lebih dari 3 kali lipat dibandingkan dengan kontrol (3,2%). Kata Kunci: Kloning, Scriptaid, embrio kloning mencit, siklus sel Pendahuluan Tingkat efisiensi kloning reproduksi yang relatif sangat rendah menjadi salah satu alasan menjajaki pemanfaatan Transfer Inti Sel Somatis (TISS) untuk kepentingan biomedis yaitu memproduksi ntesc (nuclear transfer Embryonic Stem Cell). Sel embrio hasil TISS dikultur secara in vitro hingga mencapai tahap blastosis, namun tidak diimplantasikan melainkan diisolasi (Inner Cell Mass) ICM-nya dan kemudian dikultur sebagai sel lestari ntesc (Hochedlinger & Jaenisch 2003). Pemanfaatan ntesc dalam terapi berbasis sel (cell replacement therapy) berpotensi dapat mengatasi permasalahan penolakan sistem imunitas karena memiliki genom yang sama dengan sel-sel dari individu yang sakit (Moon et al. 2006). Keunggulan utama ntesc bila dibandingkan dengan sumber Embryonic Stem Cell (ESC) yang lain adalah masih memiliki sifat pluripotensi, ekpresi MHC (Major Histocompatibilty Complex) kelas I yang masih rendah, dan berkarakter immune-compatible stem cells (Hochedlinger & Jaenisch 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ntesc yang berasal dari inti sel somatis mempunyai sifat pluripoten dan dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel, seperti dopaminergic & seronergic neuron dan germ cells (Wakayama et al. 2001). Namun ntesc masih berpotensi memiliki beberapa karakter yang berbeda dengan ESC alami (bukan hasil TISS). Hal ini diduga dipengaruhi oleh memori epigenetik yang tidak sepenuhnya dapat dihapus dalam proses nuclear reprogramming (Ng & Gurdon 2005). Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya indikasi bahwa penyebab rendahnya efisiensi pada sel embrio hasil kloning adalah proses nuclear reprogramming belum diketahui secara sempurna, sehingga inti sel belum sepenuhnya dapat berubah pola ekspresi genetiknya menjadi seperti pola perkembangan embrionik (Hochedlinger & Jaenisch 2003). Beberapa hal yang menjadi permasalahan utama dalam proses nuclear reprogramming adalah genomic imprinting dan X-chromosome inactivation. Kedua fenomena tersebut secara dominan mempengaruhi modifikasi epigenetik dan pola ekspresi genetik pada sel embrio hasil TISS (Latham 2005). Berbagai pengembangan teknik TISS telah dilakukan, namun hingga saat ini belum diperoleh hasil yang memuaskan. Selain itu aplikasi TISS pada manusia masih menjadi perdebatan dalam masalah etika, sehingga pengembangan teknik ini lebih banyak dikaji pada hewan coba (Murti et al. 2008).

3 32 Salah satu pengembangan teknik TISS yang telah dilakukan adalah dengan perlakuan penambahan senyawa penghambat enzim HDAC (histones deacetylases) pada saat proses nuclear reprogramming inti sel donor. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan Trichostatin A (TSA) berhasil meningkatkan keberhasilan perkembangan embrio kloning mencapai tahap blastosis (Enright et al. 2003; Kishigami et al. 2006; Li et al. 2008). Scriptaid merupakan senyawa inhibitor deasetilasi histon yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan TSA, yaitu toksisitas yang lebih rendah dan dapat memfasilitasi aktivasi transkripsional (Monneret 2005). Penelitian ini akan mengkaji pengembangan teknik TISS dengan perlakuan penambahan Scriptaid sebagai senyawa penghambat enzim HDAC, sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi embrio kloning mencit. Donor Inti Sel Metode Penelitian Isolasi sel kumulus dilakukan menurut Kishigami et al. (2006) dan Wakayama et al. (1998) dengan sedikit modifikasi. Sel-sel kumulus dipisahkan dengan penambahan hyaluronidase 0.1% (Sigma, H4272, St. Louis, MO, USA) dalam medium M2 (Specialty media, MR-015P-D, Phillipsburg, New Jersey, USA). Perlakuan tersebut dilakukan selama 10 menit. Lalu 2!l dari suspensi sel-sel kumulus dipindahkan ke dalam 10!l CZB-tanpa glukosa yang mengandung polyvinylpyrrolidone (M r 360 x 10 3 ; Sigma, PVP360, St. Louis, MO, USA) 10% (w/v). Sel kumulus yang dipilih sebagai donor untuk transfer inti adalah yang berukuran 5-7 µm. Sel-sel kumulus dikultur dalam CZB PVP pada suhu 37 C dengan kadar CO 2 5% selama minimal 1 jam sebelum perlakuan lebih lanjut. Karakterisasi Siklus Sel Donor Inti Distribusi fase siklus sel dianalisa menurut Nour & Takahashi (2006) menggunakan pengukuran kandungan DNA masing-masing sel kumulus dengan sedikit modifikasi. Sel-sel kumulus dicuci dengan medium DPBS tanpa Ca 2+ dan Mg 2+, lalu dilakukan setrifugasi dengan kecepatan 290g pada suhu 4 C. Pelet yang dihasilkan lalu difiksasi dengan alkohol 70% dan disimpan pada suhu -20 C. Sebelum dilakukan analisa flowcytometri, sel-sel kumulus tersebut dicuci dengan medium DPBS tanpa Ca 2+ dan Mg 2+ dan diinkubasi dalam 200µg/mL Rnase A yang dilarutkan dalam larutan DW (distilled water) selama 30 menit pada suhu 37 C. Sel-sel kumulus diwarnai dengan 50µg/mL propidium iodide (Sigma), lalu difilter menggunakan filter jenis nylon ukuran 50µm menjelang dilakukan analisa flowcytrometri. Sel-sel kumulus dianalisa menggunakan FACs Calibur (Becton Dickinson, San Jose, CA).

4 33 Resipien Sel Superovulasi dilakukan menurut Kishigami et al. (2006) dengan sedikit modifikasi. Oosit diisolasi dari mencit betina galur ddy yang berumur 8-12 minggu. Mencit betina distimulasi untuk mengalami superovulasi dengan menyuntikan hormon Pregnant Mare s Serum Gonadotrophin/PMSG (Intervet International BV, Folligon, Boxmeer, Holland) 7.5 IU dan human Chorionic Gonadotrophin/ hcg (Intervet International BV, Chorulon, Boxmeer, Holland) 7.5 IU menggunakan syringe (Terumo, SS+01T2613, Philippines) 1ml dengan interval waktu jam. Enam belas jam setelah penyuntikan hcg, COC diisolasi dari oviduct dengan menggunakan mikroskop stereo (Nikon, SMZ-2T, Japan). Setelah diisolasi dari sel kumulus maka oosit dikultur dalam medium CZB tanpa glukosa yang mengandung BSA (Sigma, A3311, St. Louis, MO, USA) 1mg/ml, ditutup dengan mineral oil (Sigma, M8410, St. Lois, MO, USA) dan disimpan dalam suhu 37 C dan kadar CO 2 5% di dalam inkubator (Sanyo, MCO-95, Japan). Manipulasi Embrio Mencit Pembuatan Pipet Mikromanipulasi Injeksi dan Holding Bahan pipet mikromanipulasi adalah tabung borosilikat gelas kapiler tanpa filamen (Sutter Instrument, B ). Pipet mikromanipulasi injeksi dibuat dengan menggunakan alat micro-puller (Sutter Instrument, P-87) dan micro-forge (Narishige, MF-79, Japan). Ujung pipet mikromanipulasi injeksi berdiameter bagian luar ~ 15!m untuk enukleasi dan 5-6!m untuk transfer inti. Mercury (Madespa MA, 0561, Spain) dimasukkan ke dalam pipet mikromanipulasi injeksi melalui bagian belakang menggunakan syringe (Terumo, SS+01T2613, Philippines) 1ml. Ujung pipet mikromanipulasi holding berdiameter bagian luar !m dan berdiameter dalam 20-30!m (Kishigami et al. 2006). Enukleasi Kromosom MII dari Sel Oosit Enukleasi dilakukan menurut Kishigami et al. (2006) dan Wakayama et al. (2001) dengan sedikit modifikasi. Sel-sel oosit (biasanya berjumlah 20) dipindahkan ke dalam drop medium M2 (± 10!l) yang mengandung cytochalasin B (Sigma, C6762, St. Louis, MO, USA) 5!l/ml dan sukrosa 3%. Tutup cawan petri 35mm (Nunc, , Roskilde, Denmark) digunakan sebagai tempat membuat drop medium untuk mikromanipulasi. Mikroskop inverted (Olympus, IX70, Japan) dengan Thermoplate (Tokai Hit, MATS- U55R30, Japan) dan satu perangkat micromanipulator (Narishige, Japan) digunakan untuk melakukan manipulasi oosit. Oosit diposisikan tidak bergerak dengan ditahan menggunakan pipet holding. Zona pelusida sel oosit lalu ditembus dengan menggunakan Piezo (Prime Tech, PMAS-CT150, Japan) yang menggetarkan ujung pipet mikromanipulasi injeksi yang digunakan untuk enukleasi (dengan diameter bagian dalam ± 15!m). Komplek benang spindel kromosom MII, dapat ditandai sebagai spot yang dapat ditembus cahaya di

5 34 dalam ooplasma dengan perbesaran 20x Optik Hoffman Modulation Contrast (Modulation Optics Inc, Greenvale, New York, USA). Kromosom MII dihisap dengan mikropipet injeksi dan hanya sedikit cairan ooplasma yang terhisap. Setelah itu, pipet ditarik dengan halus dan perlahan hingga melewati zona pelusida. Konfirmasi keberadaan inti/kromosom MII dilakukan dengan cara mewarnai oosit pasca enukleasi dengan Hoechst (Invitrogen, H1399, Eugene, USA) 10!g/ml dalam PBS (Gibco, , Grand Island, NY, USA) tanpa serum selama 10 menit, lalu oosit diletakkan ke dalam sumursumur di dalam cawan Terazaki dan diamati di mikroskop fluorescent (Nikon, E600, Japan) dengan panjang gelombang 380nm. Oosit yang masih berinti akan terlihat lebih berpendar karena Hoechst akan berikatan dengan DNA inti. Setelah dipilih yang enukleasinya berhasil, maka sel oosit dipindahkan ke dalam CZB tanpa cytochalasin B dan disimpan selama lebih dari 2 jam pada 37 C dan kadar CO 2 5%. Transfer Inti Transfer inti dilakukan menurut Wakayama et al. (2001) dengan sedikit modifikasi. Pipet mikromanipulasi injeksi digunakan untuk menarik ke dalam dan keluar sebagian kecil sel kumulus hingga membran plasma rusak, dengan pengamatan menggunakan perbesaran 40x Optik Hoffman Modulation Contrast (Modulation Optics Inc, Greenvale, New York, USA). Setelah inti dapat dihisap ke dalam pipet, maka dengan pipet yang sama digunakan untuk mengisolasi inti dari sel-sel yang lain. Dalam hitungan menit beberapa inti tersebut diletakkan secara urut dalam sebuah pipet. Inti sel donor (sel kumulus) disuntikan satu per satu ke dalam oosit yang telah dihilangkan intinya (enukleasi). Semua manipulasi tersebut dilakukan pada suhu kamar (25 29 C). Inti harus disuntikan dalam waktu sekurang-kurangnya 10 menit setelah diisolasi dari selnya. Oosit yang telah disuntik kemudian dipindahkan dan disimpan dalam media CZB pada suhu 37 C selama 1 3 jam sebelum perlakuan aktivasi. TSA dan Scriptaid sebagai Penghambat Enzim HDAC Sebagai perlakuan, media kultur bagi embrio pasca transfer inti adalah CZB yang ditambah Scriptaid (Sigma, S7817, St. Louis, MO, USA) 5 nm selama 3 jam. Sebagai kontrol positif, media kultur bagi embrio pasca transfer inti adalah CZB yang ditambah TSA (Sigma, T8552, St. Louis, MO, USA) 5 nm selama 3 jam. Sebagai kontrol negatif, media kultur bagi embrio pasca transfer inti adalah CZB tanpa ditambah senyawa penghambat enzim HDAC (Kishigami et al. 2006). Aktivasi dan Kultur Oosit Pasca Transfer Inti Aktivasi dan kultur embrio pasca transfer inti dilakukan menurut Kishigami et al. (2006) dan Wakayama et al. (2001) dengan sedikit modifikasi. Setelah oosit yang dimanipulasi disimpan dalam media CZB selama 1 3 jam (37 C; kadar CO 2 5%), inti yang disuntikan ke dalam tiap oosit akan berubah

6 35 bentuk menjadi kromosom. Embrio kloning diaktivasi selama 6 7 jam dalam media CZB tanpa Ca 2+ mengandung Sr mm (Sigma, , St.Louis, USA) dan cytochalasin B 5!g/ml. Campuran medium aktivasi juga ditambahkan Scriptaid pada kelompok perlakuan Scriptaid. Campuran medium aktivasi juga ditambahkan TSA pada kelompok kontrol positif. Setelah diaktivasi, embrio kloning tersebut diaktivasi dan dikultur dalam media CZB tanpa glukosa hingga mencapai perkembangan 8 sel, lalu dipindahkan ke drop medium CZB yang mengandung D-glukosa 5.55 mm (Merck, , Darmstadt, Germany) hingga mencapai tahap blastosis. Penentuan Siklus Sel Donor Inti Rancangan Percobaan dan Analisis Data Sebanyak sepuluh ribu sel kumulus dianalisa siklus sel dengan menggunakan perangkat lunak Cell Quest (Becton Dickinson). Parameter tunggal yang dipilih adalah kandungan DNA pada masing-masing sel kumulus yang telah diwarnai dengan propidium iodide. Populasi sel kumulus tersebut lalu diklasifikasikan dalam beberapa tahapan siklus sel yaitu G 0 /G 1 (mengandung 2C DNA), S (mengandung antara 2C hingga 4C DNA), dan G 2 + M (mengandung 4C DNA). Prosentase dihitung berdasarkan jumlah sel yang sesuai dengan tahapan kandungan DNA-nya dibandingkan dengan jumlah total seluruh populasi sel kumulus. Data hasil analisa flowcytometri disajikan dalam grafik plot scatter. Enukleasi dan Transfer Inti Pada tahap ini, variabel respon yang diukur adalah keberhasilan aplikasi teknik enukleasi sel oosit sebagai sel resipien dan transfer inti sel kumulus sebagai donor inti sel. Aplikasi teknik enukleasi dan transfer inti dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali. Penambahan Scriptaid pada Aplikasi TISS Pada tahap ini, variabel respon yang diukur adalah jumlah keberhasilan sel embrio mencit kloning hasil TISS untuk mencapai tahap dua sel, tahap empat sel, tahap delapan sel, tahap morula dan tahap blastosis. Perlakuan yang digunakan adalah (1) penambahan senyawa Scriptaid; (2) penambahan senyawa Trichostatin A (TSA); (3) kontrol negatif/ tanpa penambahan scriptaid dan TSA setelah transfer inti pada medium setelah transfer inti.

7 36 Hasil dan Pembahasan Penentuan Siklus Sel Donor Inti Pada teknik transfer inti, salah satu faktor yang harus diperhatikan dari sel donor inti adalah jumlah kromosom (Kato & Tsunoda 1993). Sel somatis pada tahap G0/G1 mempunyai kromosom diploid (2n), tahap G2 mempunyai kromosom tetraploid (4n) karena telah mengalami replikasi DNA pada tahap S, dan tahap S mempunyai jumlah kromosom yang bervariasi antara diploidtetraploid (2n-4n) karena bergantung pada posisi awal (sebelum replikasi) atau akhir (setelah replikasi). Pada penelitian ini oosit diisolasi pada tahap MII oleh karena itu agar jumlah ploidi sel embrio kloning normal (2n) maka diperlukan inti sel somatis yang memiliki kandungan inti (2n). Pada gambar 7 terlihat bahwa mayoritas populasi sel kumulus berada pada tahap siklus sel G0/G1, sedangkan sisanya berada pada tahap siklus sel S dan G2/M. Hasil analisa perangkat lunak Cell Quest dapat menunjukkan hasil yang lebih detil yaitu prosentase populasi tiap tahapan siklus sel (tabel 5). Sebanyak 70,84% dari populasi sel kumulus berada pada tahap siklus sel G0/G1. Berdasarkan pengamatan morfologi sel kumulus setelah diisolasi dari COC sebagian besar berukuran kecil yaitu antara 5-7 µm. Pemilihan sel kumulus sebagai donor inti dapat dilakukan berdasarkan ukuran morfologinya (gambar 8). FSC-H cumulus SSC-H Counts G0/G1 cumulus FL2-H Gambar 7. Grafik hasil analisa flowcytometri sel kumulus setelah isolasi Inti donor pada tahap G0, dan G1 yang masing-masing jumlah kromosomnya diploid (2n) bila ditransfer ke dalam oosit resipien pada MII akan terjadi PCC pada kromatid tunggal, lalu mengalami Nuclear Reformation (2n) dan akan terjadi replikasi DNA (menjadi 4n) kemudian akan membelah menjadi dua sel dengan masing-masing kromosom diploid (Campbell et al. 1996). S G2/M

8 37 Tabel 5. Siklus sel kumulus sebagai donor inti setelah isolasi Siklus Sel Prosentase (%) G 0 / G 1 70,84 S 11,76 G 2 +M 15,70 Pada transfer inti dengan resipien pada tahap MII, konsentrasi MPF yang tinggi dapat menyebabkan inti donor mengalami NEBD (Nuclear Envelope Breakdown) dan PCC (Premature Chromosome Condensation). Menurut Campbell et al. (1993) semua inti sel pada semua tahap siklus sel akan mengalami NEBD dan PCC bila ditansfer ke sitoplasma oosit yang konsentrasi MPFnya tinggi. Namun bagaimana efek PCC terhadap proses nuclear reprogramming belum diketahui secara tuntas hingga saat ini. A B Gambar 8. A. Sel-sel kumulus yang masih mengelilingi oosit. B. Populasi sel kumulus yang sudah disolasi. Bar = 100 µm. Perbedaan kandungan protein yang terekspresi pada tiap tahap siklus sel, menjadi faktor penentu untuk memprogram kembali inti sel donor (Dinnyes & Szmolenszky 2005). Oosit yang telah mengalami ovulasi biasanya berada pada metafase II tahap M (MII). Pada tahap tersebut konsentrasi MPF/ Maturation Promoting Factor (cyclin B-Cdk1) mencapai tingkatan maksimal. Selain itu CSF (Cytostatic Factor) juga memegang kendali regulasi siklus sel dengan mempertahankan kondisi stabil pada MII dan menghambat masuk ke tahap anafase (Schimidt et al. 2006). Konsentrasi MPF sitoplasma oosit pada tahap MII juga dapat dipengaruhi oleh aktivasi (Campbell et al. 1993). Enukleasi dan Transfer Inti Enukleasi dan transfer inti merupakan tahapan dalam aplikasi TISS sebelum dilakukan aktivasi. Pada tahap enukleasi, materi genetik oosit dikeluarkan dari sitoplasma. Sedangkan pada tahap transfer inti, materi genetik sel kumulus dimasukkan ke dalam sitoplasma oosit yang telah dienukleasi.

9 38 Rata- rata oosit yang berhasil dienukleasi adalah 49%, sedangkan rata-rata oosit yang berhasil dilakukan transfer inti adalah 40,8% (tabel 6). Dengan tingkat efisiensi enukleasi dan transfer inti yang masih rendah maka untuk aplikasi TISS diperlukan jumlah oosit yang relatif banyak sebagai sel resipien. Tabel 6. Hasil enukleasi dan transfer inti pada produksi embrio kloning mencit Ulangan # oosit Enukleasi Transfer Inti (45,54%) 44 (39,29%) (50%) 52 (41,27%) (51,94%) 54 (41,86%) Rata-rata 60,33 (49%) 50,0 (40,8%) Keterangan: Prosentase diperoleh dari membandingkan dengan kolom # oosit. Penambahan Scriptaid pada Aplikasi TISS Aplikasi TISS yang meliputi enukleasi, transfer inti dan aktivasi akan menghasilkan embrio kloning yang kemudian dikultur secara in vitro untuk melihat perkembangan tahapan praimplantasi. Dalam penelitian ini menggunakan perlakuan penambahan senyawa HDACi (histones deacetylases inhibitor) yaitu TSA dan Scriptaid yang berfungsi untuk menurunkan hipermetilisasi DNA dan deasetilasi histon pada embrio kloning. Salah satu faktor penyebab rendahnya keberhasilan kloning adalah perubahan pola metilasi DNA dan asetilasi histon (Yang et al. 2007). Pada tabel 7 terlihat bahwa tingkat keberhasilan perkembangan embrio kloning untuk mencapai tahapan blastosis masih cukup rendah yaitu berkisar antara 7-10%, sedangkan pada kontrol hanya mampu mencapai efisiensi 3,2% (tabel 4). Secara umum embrio kloning yang dihasilkan dengan penambahan Scriptaid dan TSA menunjukkan perkembangan yang lebih baik daripada embrio kloning kontrol (gambar 8). Tabel 7. Perkembangan embrio kloning mencit secara in vitro Perlakuan Aktivasi Embrio Kloning Tahap Pembelahan Embrio Kloning (%) dua sel empat sel delapan sel morula blastosis TSA a 26 a (68,4) 9 a (23,7) 5 a (13,2) 3 a (7,9) Scriptaid a 24 a (64,9) 11 a (29,7) 7 a (18,9) 4 a (10,8) Keterangan: Prosentase diperoleh dari membandingkan dengan kolom dua sel. Angka di dalam tanda kurung merupakan angka prosentase.

10 39 Berdasarkan hasil penelitian ini diduga TSA dan Scriptaid berperan dalam proses nuclear reprogramming dengan cara mengurangi level metilasi DNA dan deasetilasi histon. Urutan DNA yang mengalami metilasi, yaitu adanya gugus metil (CH3) yang berikatan dengan atom C nomor lima pada cytosine sedangkan pada histon justru kebalikannya yaitu apabila kehilangan gugus acetyl maka struktur kromatin akan mengalami kompaksi. Kromatin yang mengalami kompaksi dapat membuat gen-gen yang terkandung di dalamnya tidak dapat diekspresikan dengan normal. Hal ini sama seperti pada urutan DNA yang mengalami metilasi, maka gen-gen tidak dapat diekspresikan. Pada perkembangan embrionik, banyak gen-gen yang terlibat dalam sintesa protein yang diperlukan pada setiap tahapan pembelahan sel. Apabila protein yang diperlukan tidak tersedia maka pembelahan/ perkembangan embrio dapat berhenti (Yang et al. 2007). Gambar 9. Tahapan perkembangan kultur in vitro embrio kloning. A. Anak panah menunjukkan Pseudopronucleus yang diploid, B: Embrio kloning tahap dua sel, C: Embrio kloning tahap empat sel, D: Embrio kloning tahap delapan sel, E: Embrio kloning tahap morula, F: Embrio kloning tahap blastosis. Bar = 100 µm. Simpulan Sel kumulus yang dipakai sebagai donor inti berada pada tahap siklus sel G0/G1. Sel kumulus ini yang berdiameter 5-7 µm dan populasinya sebesar 70,84%. Tahap enukleasi dapat mencapai tingkat efisiensi sebesar 49%, sedangkan tahap transfer inti dapat mencapai tingkat efisiensi 40,8%. Penambahan Scriptaid berhasil meningkatkan efisiensi embrio kloning yang mencapai tahap blastosis menjadi 10,8%. Penambahan HDACi (Scriptaid dan

11 40 TSA) dapat meningkatkan tingkat efisiensi hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan kontrol.

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis 3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan oosit mencit hasil superovulasi dengan penyuntikan hormon PMSG dan hcg secara intraperitonial. Produksi embrio kloning menggunakan teknik TISS yang

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KULTUR IN VITRO EMBRIO KLONING DAN EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT. Abstract

PRODUKSI DAN KULTUR IN VITRO EMBRIO KLONING DAN EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT. Abstract 18 PRODUKSI DAN KULTUR IN VITRO EMBRIO KLONING DAN EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT Abstract Cloned embryo and parthenogenetic embryo are a potential source of stem cells for regenerative medicine. Stem cells

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS HARRY MURTI

PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS HARRY MURTI PRODUKSI EMBRIO KLONING MENCIT DENGAN PENGEMBANGAN TEKNIK TRANSFER INTI SEL SOMATIS HARRY MURTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio partenogenetik memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan etika pada penelitian rekayasa embrio. Untuk memproduksi embrio partenogenetik ini, sel telur diambil dari individu

Lebih terperinci

Perkembangan Praimplantasi Embrio Mencit dengan Materi Genetik yang Berasal dari Parental, Maternal, dan Inti Sel Somatik

Perkembangan Praimplantasi Embrio Mencit dengan Materi Genetik yang Berasal dari Parental, Maternal, dan Inti Sel Somatik Jurnal Veteriner Maret 2014 Vol. 15 No. 1: 1-10 ISSN : 1411-8327 Perkembangan Praimplantasi Embrio Mencit dengan Materi Genetik yang Berasal dari Parental, Maternal, dan Inti Sel Somatik (PRE-IMPLANTATION

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 17 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

http://aff.fkh.ipb.ac.id Lanjutan EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Konsep Organiser, yang menjelaskan tentang proses

Lebih terperinci

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2014 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 April 2012

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2014 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 April 2012 Hal. 1 dari 7 Dokumen nomor : 0301402 Tanggal : 23 April 2014 Mengganti nomor : 0301401 Tanggal : 26 April 2012 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201400 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRAIMPLANTASI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT (MUS MUSCULUS ALBINUS) DENGAN PERLAKUAN TRICHOSTATIN A DAN SCRIPTAID PADA MEDIUM AKTIVASI

PERKEMBANGAN PRAIMPLANTASI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT (MUS MUSCULUS ALBINUS) DENGAN PERLAKUAN TRICHOSTATIN A DAN SCRIPTAID PADA MEDIUM AKTIVASI PERKEMBANGAN PRAIMPLANTASI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT (MUS MUSCULUS ALBINUS) DENGAN PERLAKUAN TRICHOSTATIN A DAN SCRIPTAID PADA MEDIUM AKTIVASI ADKHILNI UTAMI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari September 2006 sampai dengan Mei 2007, di Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 18 MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Definisi & Tujuannya - Pembelahan sel reproduksi sel, pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN BIOTEKNOLOGI HEWAN Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN BIOTEKNOLOGI HEWAN Untuk mengisolasi, identifikasi dan karakterisasi gen agar dapat mempelajari fungsinya Untuk membantu menyiapkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultur Primer Cardiomyocyte Cardiomyocyte yang digunakan dalam kultur primer dikoleksi dari jantung mencit neonatal umur 1-3 hari. Pemakaian sumber jantung mencit neonatal dikarenakan

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Tugas Akhir SB 091351 Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Ika Puspita Ningrum 1507100059 DOSEN PEMBIMBING: Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si N. D. Kuswytasari,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE

PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE PENGEMBANGAN METODE KULTUR EMBRYONIC STEM CELLS DARI EMBRIO HASIL FERTILISASI DAN PRODUKSINYA DARI EMBRIO PARTENOGENETIK MENCIT THOMAS MATA HINE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM History 1908 kata stem cell diperkenalkan oleh Alexander Maksimov 1981 isolasi stem cell pada embrio 1998 aplikasi sel punca untuk kloning 2007 nobel tentang sel punca dan

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Viabilitas berdasarkan morfologi zigot dan blastosis Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap morfologi zigot sebelum dan setelah vitrifikasi tunggal (Gambar 3) dan morfologi

Lebih terperinci

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi Distribusi kumpulan kromosom yang identik ke sel anak PROKARIOTA : Tidak ada stadium siklus sel, duplikasi kromosom dan distribusinya ke sel generasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN II) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

II. MATERI A. NUKLEUS

II. MATERI A. NUKLEUS BAB IV NUKLEUS I. PENDAHULUAN Bab ini menerangkan struktur, komponen dan fungsi nukleus, nukleolus, materi genetik di dalamya. Bagaimana transport molekul terjadi dalam nukleus juga diterangkan dalam bab

Lebih terperinci

Vol 31, No 3 Juli 2007 Subpasase dan starvasi serum fibroblas pada sel 155 B. SISWANTO

Vol 31, No 3 Juli 2007 Subpasase dan starvasi serum fibroblas pada sel 155 B. SISWANTO Vol 31, No 3 Juli 07 Subpasase dan starvasi serum fibroblas pada sel 155 Pengaruh Subpasase dan Starvasi Serum Fibroblas sebagai donor Nukleus pada keberhasilan perkembangan sel rekonstruksi (Suatu upaya

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN BIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012 TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOLOGI 1. Saat praktikum berlangsung

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL EFFICIENCY OF CUMULUS CELL ON CULTURE MEDIUM IN VITRO ONE CELL STAGE IN MICE EMBRYOS E. M. Luqman*, Widjiati*, B. P. Soenardirahardjo*,

Lebih terperinci

Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian:

Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian: Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN 0854-0675 Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian: 183-189 Agregasi Embrio Tahap Pembelahan 8 Sel pada Medium Kultur KSOMaa untuk Menghasilkan Embrio Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

Regulasi Siklus Sel: Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer

Regulasi Siklus Sel: Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer : Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer Ibssz!Nvsuj 2-3 -!!Bsjfg!Cpfejpop 3 -!Cpfokbnjo!Tfujbxbo 2 -!Gfssz!Tboesb 2 2 Ejwjtjpo!pg!Tufn!Dfmm-!Tufn!Dfmm!boe!Dbodfs!Jotujuvuf-!Kblbsub!24321-!Joepoftjb/

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN Halaman : 1 dari 5 METODE PREPARASI KROMOSOM HEWAN DENGAN METODE SQUASH 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk penentuan jam pembelahan sel dan jumlah kromosom. 2. ACUAN NORMATIF Amemiya, C.T., J.W.

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN (Fertilization and Development of Oocytes Fertilized in Vitro with Sperm after Sexing) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN, SYAHRUDDIN

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 06Fakultas Psikologi MENSYUKURI ANUGERAH KEHIDUPAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M KILAS BERITA : Di sebuah rumah sakit di London utara, para ilmuwan

Lebih terperinci

Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT

Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT Hasil Penelitian Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT Nfmjob!Tfujbxbo-!!Dbspmjof!Ubo!Tbsekpop-!!Gfssz!Tboesb Tufn!Dfmm!Ejwjtjpo-!!Tufn!Dfmm!boe!Dbodfs!Jotujuvuf-!!Lbmcf!Qibsnbdfvujdbm!Dpnqboz!Kblbsub-!!Joepoftjb

Lebih terperinci

EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS. Kholifah Holil

EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS. Kholifah Holil EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS Kholifah Holil Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

Metode Isolasi Jumlah ICM Total sel ICM Profil sel ICM

Metode Isolasi Jumlah ICM Total sel ICM Profil sel ICM ISSN : 1411-8327 Produksi Embryonic Stem Cells dari Inner Cell Mass Blastosis yang Diisolasi dengan Metode Enzimatik dan Immunosurgery (PRODUCTION OF EMBBRYONIC STEM CELLS FROM INNER CELL MASS OF BLASTOCYST

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SETELAH FERTILISASI MENGGUNAKAN METODE INTRACYTOPLASMIC SPERM INJECTION (ICSI) DAN AKTIVASI DENGAN STRONTIUM MUHAMMAD GUNAWAN

PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SETELAH FERTILISASI MENGGUNAKAN METODE INTRACYTOPLASMIC SPERM INJECTION (ICSI) DAN AKTIVASI DENGAN STRONTIUM MUHAMMAD GUNAWAN PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SETELAH FERTILISASI MENGGUNAKAN METODE INTRACYTOPLASMIC SPERM INJECTION (ICSI) DAN AKTIVASI DENGAN STRONTIUM MUHAMMAD GUNAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KLONING SEL SOMATIK SUAMI MANDUL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KLONING SEL SOMATIK SUAMI MANDUL BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KLONING SEL SOMATIK SUAMI MANDUL Hukum kloning manusia haram menurut Islam, karena dianggap bahwa anakanak produk kloning dihasilkan melalui cara yang tidak alami dan

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI

DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI DIFERENSIASI EMBRYONIC STEM CELLS MENCIT MENJADI NEURON MENGGUNAKAN CONDITIONED MEDIUM RIRIS LINDIAWATI PUSPITASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301101 Tanggal : Mengganti nomor : 0201100 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP SIKLUS & PEMBELAHAN SEL Suhardi S.Pt.,MP Proses reproduksi aseksual dimulai setelah sperma membuahi telur. PEMBELAHAN SEL Amitosis (Pembelahan biner) Pada umumnya bakteri berkembang biak dengan pembelahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009 MITOSIS DAN MEIOSIS TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009 SIKLUS SEL G1(gap 1): periode setelah mitosis, gen-gen aktif berekspresi S (sintesis): fase sintesis DNA (replikasi), kromosom

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 21 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 2014 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia, Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor selama 3 bulan, terhitung

Lebih terperinci

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp. METODE Alur Penelitian Alur penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 tahapan, yaitu: peremajaan bakteri Salmonella sp., verifikasi bakteri Salmonella sp., isolasi fage,

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3 MEMPELAJARI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MANUSIA MELALUI BIOTEKNOLOGI Bioteknologi berkebang sangat pesat. Produk-produk bioteknologi telah dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Sampel Penelitian Dan Bahan Uji Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel kanker skuamosa mulut

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENCIT SWISS WEBSTER BERSUPERKEHAMILAN DAN MEMELIHARA ANAKNYA

KEMAMPUAN MENCIT SWISS WEBSTER BERSUPERKEHAMILAN DAN MEMELIHARA ANAKNYA KEMAMPUAN MENCIT SWISS WEBSTER BERSUPERKEHAMILAN DAN MEMELIHARA ANAKNYA T 599. 323 3 SIM ABSTRAK Mencit Swiss Webster dewasa dapat dirangsang untuk bersuperovulasi, tetapi tidak diketahui apakah semua

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama lima bulan, mulai bulan Januari 2011 sampai Mei 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi

TINJAUAN PUSTAKA. Superovulasi. Perkembangan Embrio Praimplantasi TINJAUAN PUSTAKA Superovulasi Superovulasi adalah usaha meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan dengan stimulasi hormon. Superovulasi pada mencit dapat dilakukan dengan menyuntikkan hormon gonadotropin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

DNA & PEMBELAHAN SEL?

DNA & PEMBELAHAN SEL? DNA & PEMBELAHAN SEL?? SIKLUS SEL Sel postmitotik suatu seri kejadian untuk replikasi sel 1 arah, irreversible Fase S (sintesis) Fase G2 Fase M (mitosis) terdiri atas : Profase Metafase Anafase Telofase

Lebih terperinci

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis BIOTEKNOLOGI Victoria Henuhili, MSi *)., Jurdik Biologi FMIPA UNY Sub Topik : FUSI PROTOPLAS KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan mitosis dan meiosis pada tanaman Sub Pokok Bahasan :

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 8 Dokumen nomor : 0301301 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Maret 2012. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase kerusakan, viabilitas, dan abnormalitas sel yang dipapar etanol pada kultur sel

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA

POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Imunologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pemeliharaan dan intervensi hewan coba

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar Superoksida Dismutase (SOD) dan Malondialdehide (MDA)

Lebih terperinci

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME TIPE 1 Sel Sperma ( haploid/ n) Sel telur (haploid/ n) Fertilisasi Zigot (Diploid/ 2n) Cleavage Morfogenesis Individu Sel Sperma ( haploid/

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental (experimental research) yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 7. PERTUMBUHAN A. Pembelahan Sel Bakteri Pembelahan transversal/biner. Dalam persiapan pembelahan, sel memajang disebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu perkolasi.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN

ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN 1 ANALISIS MEIOSIS PENDAHULUAN Latar Belakang Stadium haploid dari siklus seksual dihasilkan dari proses pembelahan inti yang disebut meiosis. Meiosis berlangsung pada sel-sel yang terdapat di dalam jaringan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci