BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah surga bahasa, terkenal sebagai negara dengan jumlah bahasa dan budaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah surga bahasa, terkenal sebagai negara dengan jumlah bahasa dan budaya"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah surga bahasa, terkenal sebagai negara dengan jumlah bahasa dan budaya terbanyak di dunia. Jumlah bahasa daerah di seluruh kepulauan Indonesia yang berhasil diidentifikasi oleh para pemerhati bahasa, hingga kini belum ditetapkan secara pasti. Berdasarkan publikasi oleh badan bahasa, Depdikbud (2013:177) daridari daerah pengamatan sebagai sampel penelitian, diinventarisasikan sejumlah 442 bahasa, danjumlah ini belum termasuk bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara. Kajian linguistik diakronis terhadap bahasa-bahasa Austronesia di wilayah Timur Indonesia, khususnya di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),dikatakan jauh tertinggal dan masih sangat langka, hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang telah disumbangkan para peneliti mancanegara dan lokal terhadap bahasa-bahasa di wilayah Indonesia Barat. Akibatnya tidaklah heran apabila dikatakan kemajuan kajian linguistik Austronesia secara diakronis tentang bahasa-bahasa daerah di wilayah Indonesia Barat jauh lebih unggul, dibandingkan dengan kajian linguistik di Indonesia bagian Timur (Fernandez,1996:2-3). Penelitian linguistik historis komparatif ini membahas secara historis dan budaya,bahasa Tetun (selanjutnya disingkat Ttn), Dawan (selanjutnya disingkat Dwn), dan Rote (selanjutnya disingkat Rt)di pulau Timor dengan asumsi, bahwa bahasa-bahasa tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dapat ditilik dari bahasa dan latarbelakang budayanya. Sebagai upaya memahami perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan bahasa-bahasanya, maka, kajian

2 2 linguistik bandingan Nusantara (Comparative Linguistics) sangat bermanfaat karena membantu memahami persamaan antara bahasa-bahasa di Nusantara (Bawa dan Pastika, 2002:3). Bahasa Tetun, Dawan, Rote, Helong, Kemak, Bunakdan beberapa bahasa lainnyaadalahanggota subkelompok bahasa Ambon-Timor, yang dalam klasifikasi bahasa serumpun termasuk bahasa Austronesia (AN) bagian tengah (Central AN)(Keraf, 1984:2013; Fernandez, 2012, Dyen 1971 :15; Collins, 1983:8). Capell (1943:55)mengelompokkan bahasabahasa di Timor ke dalam dua kelompok (berdasarkan karakter khusus linguistik yang dimiliki), yaitu kelompok Melayu Polinesia dan kelompok bahasa Papua (non-austronesia). Bahasabahasa yang tergolong dalam kelompok bahasa Papua (non-austronesia) misalnya, bahasa Pantar, bahasa Alor, bahasa Bunak dan sejumlah bahasa di Timor Leste, sedangkan bahasa Ttn, Dwn, dan Rt tergolong dalam kelompok Melayu-Polinesia (Autronesia). Parera (1994;47) menginformasikan bahwa masyarakat Dwn berkerabat dengan masyarakat Ttn. Kedatangan masyarakat Ttn dalam migrasinya mencapai wilayah sekitar gunung Mutis yang diduga terjadi pada sekitar abad ke -15 menyusuli kedatangan yang lebih awal dari masyarakat Dwn ke daerah pedalaman, dan diduga penamaan Dawan sebagai suku pedalaman (Atoni) berasal dari suku Ttn. Bahasa Ttnadalah bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari di wilayah Kabupaten Belu dan berkedudukan sebagai bahasa nasional masyarakat Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Meskipun pada umumnya kedua bahasa ini sama, namun yang membedakan adalah adanya unsur-unsur serapan dari bahasa lain. Bahasa Ttn di RDTL banyak terpengaruh bahasa Portugis, sedangkan bahasa Ttn di wilayah Kabupaten Belu dipengaruhi oleh bahasa Indonesia.Penyebaran bahasa Ttn merata, dimulai dari Selatan Barat hingga menjelajahi

3 3 wilayah tengah dan menembus ke Selatan arah ke Timur berbatasan langsung dengan penutur bahasa-bahasa kecil yang digunakan di RDTL (Sanda, 2010:5). Masyarakat Dwn merupakan kelompok suku terbesar yang mendiami daratan pulau Timor, meliputi Kabupaten Kupang, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU), dan sebagian Kabupaten Belu. Masyarakat ini menyebut diri mereka sebagai Atoni (Atoni Meto).KataAtoni berasal dari ata orang + uni pedalaman terdapat kaidah sandi yang menyatukan vokal /a/ pada ultima (ata) dan vokal /u/ pada penultima (uni) > (menjadi) /o/ sehingga berbentuk atoni yang bermakna orang pedalaman. Bahasa Dwn atau Uap- Metomemiliki lima dialek, yaitu dialek Amfoan-Fatule u-amabi, dialek Amanuban-Amanatun, dialek Mollo-Miamafo, dialek Biboki-Insana, dan dialek Kusa-Manlea, yang secara umum terletak diwilayah pesisir pantai dan pedalaman dengan topografi dataran, bukit, dan pegunungan serta berbatasan dengan daerah-daerah sebaran bahasa yang lain. Wilayah Rote-Ndao, terletak di lepas pantai ujung barat daya pulau Timor dan terkenalsebagai pulau terselatan di Nusantara.Bahasa Rt memiliki enam dialek, yaitu dialek Ringgou, Karbafo, Pada, Baa, Dengka, dan Thie (Pusat Bahasa, 2013). Nama bahasa Rote diambil dari nama pulau itu, yang memiliki variasi Roti, Rotti, dan Lote. Istilah Roti digunakan oleh para peneliti luar yang berbahasa Inggris. Dalambahasa Inggris, fonem /e/ diucapkan /i/, sehingga ortografi Indonesia menggunakan istilah Rote, dan Inggris menggunakan Roti. Sedangkan, istilah Rotti terdapat fonem /t/gandamengikuti sistem penulisan Belanda, yakni Rottineesche yang dalam bahasa Inggris Rotinese. Namun, bagi masyarakat Rote, hanya terdapat dua variasi, yakni Rote dan Lote. Bagi daerah yang ciri linguistiknya menggunakan bunyi [r], maka digunakan istilah Rote, sedangkan daerah yang memiliki ciri linguistik [l], maka digunakan istilah Lote (Balukh, ).

4 4 Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, berikut inidilampirkan bukti beberapa contoh leksikon yang memperlihatkan adanya kemiripan, serta variasifonologi dan leksikon antara bahasa Ttn, Dwn, dan Rt. Tabel 1 Daftar Contoh Leksikon No Glos Tetun Dawan Rote 1 Mata mata-n mata-f mata-k 2 Dagu timir timi timi 3 Bapak ama ama ama 4 Mati mate maet mate 5 Rumah uma ume uma 6 Api ha i ai ai 7 Kutu utu hutu utu 8 abu ahu afu afu 9 Tuak tua tua tuak 10 Anjing asu asu busa 11 Mabuk lanu mafu mafu 12 Ayam manu manu manu 13 Muntah muta loʷat muta 14 Menyusu masusu nasusu nasusu 15 Kapas kabas abas abas Pada tabel daftar leksikon diatas,ditemukan banyak persamaan kognat, seperti pada data nomor 1-9, 12, 14,dan 15. Pada data no 4 yakni glos mati ditemukan adanya metatesis mate dalam bahasa Ttn, menjadi maetdalam bahasa Dwn. Kemiripan antara bahasa Rt dan Dwn pada nampak pada data nomor 2, 6, 8, 11, 12, 14, dan 15, sedangkankemiripan antarbahasa Ttn dan Rtnampak pada data nomor 4, 5, 6, 12, 13,dan 14. Dari segi leksikon contoh diatas, disimpulkan bahwa bahasa Ttn, Dwn, dan Rt merupakan bahasa yang diturunkan atau diwariskan dari bahasa awal yang sama, baik pada tingkat meso bahasa (proto Ttn, Dwn, Rt/PTDR) maupun dari proto bahasa Austronesia (PAN).

5 5 Berdasarkan deskripsi latar belakang serta beberapa contoh yang membuktikan adanya kemiripan dari segi bahasa yang tentunya turut berpengaruh pada budaya ketiga bahasa tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian studi perbandingan yang sangat menarik. Adapun yang menjadi latar belakangfokus penelitian bahasa Ttn, Dwn, dan Rt ini,didasari oleh beberapa hal berikut. 1. Penelitian-penelitian bahasa di wilayah pulau Timor selama ini relatif minim, jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap bahasa-bahasa di daerah NTT lainnya seperti Flores, Sumba, dan Alor. 2. Penelitian-penelitian bahasa di pulau Timor, khususnya yang memfokuskan pada bahasa Ttn, Dwn, dan Rt secara sinkronis dan diakronis belum maksimal, oleh karena adanya perbedaan dan pertentangan antara penelitian yang satu dan yang lainnya. Kemungkinan perbedaan ini diakibatkan oleh banyak hal seperti ketidaktepatan dan ketidaktelitian dalam menggunakan teknik leksikostatistik atau dialektometri, hingga data penelitian yang minim atau kurang valid. 3. Penelitian relasi kekerabatan bahasa yang melibatkan perbandingan unsur budaya antar penutur bahasa Ttn, Dwn, dan Rt, belum pernah dilakukan sebelumnya oleh karena itu, penelitian ini menarik untuk dilakukan. 4. Adanya keyakinan bahwa bahasa adalah kekayaan budaya yang perlu dilestarikan, sehingga penelitian-penelitian guna mengetahui status kekerabatan bahasa di NTT khususnya di pulau Timor, perlu dilakukan secara mendalam.

6 6 1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Berdasarkan ruang lingkup permasalahan diatas, maka penelitian ini diarahkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah kajian struktur fonologi dan leksikonsecara sinkronis antarabahasa Ttn, Dwn, dan Rt? 2. Bagaimanakah relasi kekerabatan bahasa Ttn, Dwn, dan Rt secara kuantitatif, berdasarkan teknik leksikostatistik? 3. Bagaimanakah hubungan kekerabatan bahasattn, Dwn, dan Rt secara kualitatif, jika diamati dengan teknik rekontruksi berdasarkan metode komparatif? 4. Bagaimanakah hubungan kekerabatan bahasa Ttn, Dwn, dan Rt bila ditinjau dari perbandingan budayanya? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan struktur fonologi dan leksikon secara sinkronis antara bahasa Ttn, Dwn, dan Rt. 2. Mendeskripsikan relasi kekerabatan bahasa Ttn, Dwn, dan Rt secara kuantitatif berdasarkan teknik leksikostatistik. 3. Mendeskripsikan relasi kekerabatan bahasa Ttn, Dwn, dan Rt secara kualitatif dengan teknik rekontruksi berdasarkan metode komparatif. 4. Mendeskripsikan hubungan kekerabatan bahasa Ttn, Dwn, dan Rt bila ditinjau dari perbandingan budayanya.

7 7 1.4 Manfaat Penelitian Ada dua manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: a. Manfaat Teoretis Adapun manfaat teoretis dari penelitian ini adalah, dapat memberikan pemahaman tambahan berupa informasi atau masukan, terkait ciri-ciri elemen kebahasaan yang terdapat pada bahasa Ttn, Dwn, dan Rt. Manfaat lainnya yakni, penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka kajian Linguistik Komperatif bagi pemetaan kekerabatan bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya antara bahasa Ttn, Dwn, dan Rt. b. Manfaat Praktis Penelitian ini sebagai salah satu wujud peran serta melestarikan bahasa-bahasa daerah di wilayah Timur Indonesia, melalui penyumbangan pemikiran tentang situasi kebahasaan di NTT khususnya di pulau Timor yang dikaji secara sinkronis dan diakronis, dengan turut menyertakan perbandingan budaya di dalamnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberi pemahaman terkait hubungan kebudayaan bahasa Ttn, Dwn, dan Rtyang diharapkan berdampak pada peningkatan kesadaran dan solidaritas kehidupan bersama antara masyarakat Belu, Timor, dan Rote. 1.5 Tinjauan Pustaka Sebagai salah satu wilayah multilingual, bahasa-bahasanusa Tenggara Timur (NTT) selalu menarik bagi para linguis untuk diteliti.berikut, akan diuraikan beberapa penelitian bahasa khususnya yang terkait dengan bahasa-bahasa di pulau Timor dan sekitarnya yang menjadi acuan penelitian ini. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan 200 daftar Swadesh oleh Dyen (1971:15-17) terhadap bahasa-bahasa yang termasuk dalam kelompok Maluku, ia menempatkan

8 8 beberapa bahasa di Flores, Timor, Sumba dan Maluku kedalam satu kelompok. Untuk bahasabahasa di Timor, Dyen menempatkan bahasa-bahasa di Timor Barat (NTT) maupun Timor- Timur (RDTL) kedalam sub kelompok Ambon-Timor (Keraf, 1996:213). Pernyataan serupa juga dibuktikan dari hasil penelitian lanjutannya (dalam Poedjosoedarmo, t.t.:27; Collins, 1983:16) yang mengungkapkan bahwa terdapat kekerabatan yang lebih erat antarbahasa di Timor yang adalah kelompok Ambon (Ambic Group).Namun kajian ini bersifat kuantitatif oleh karena itu, perlu pembuktiansecara kualitatif. Masih terkait dengan pembagian kelompok bahasa di Nusantara, Brandes dalam Lauder, et al.(2000:9), dalam kajiannya mengenai bahasa-bahasa Austronesia, menetapkan sebuah garis pemisah yang dikenal dengan nama Garis Brandes yang mengelompokkan bahasa-bahasa di Nusantara atas kelompok Nusantara Barat dan dan Timur. Oleh Brandes, bahasa-bahasa yang termasuk dalam kelompok bahasa Nusantara Barat (Bima-Sumba), meliputi bahasa-bahasa di kabupaten Sika, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, dan Sumba Barat, sementara yang termasukkelompok bahasa Nusantara Timur (Ambon-Timor), meliputi bahasa-bahasa di Flores Timur, Alor, Belu, Timur Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, dan Kupang. Namun, hasil penelitian ini dibantah oleh Fernandez (1996:175) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa,penetapan garis Brandes tidak relevan, dengan pengelompokkan bahasa-bahasa sekerabat di Flores, karena tidak menggunakan kriteria yang tepat sesuai dengan tuntutan yang harus dipenuhi dalam usaha pengelompokkan bahasa sekerabat. Lauder, et al. (2000) dalam penelitian kekerabatan dan pemetaan bahasa-bahasa daerah di NTT, berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik dengan 200 kosakata dasar Swadeshmenyimpulkan di NTT terdapat enam kelompok bahasa, yaitu kelompok bahasa-bahasa Flores dengan tujuh sub-kelompok bahasa, yaitu sub-kelompok bahasa komodo; Kloang-

9 9 Manggarai-Wangka, Ngada-Ende-Lio; Palue; Klowe Iwang-Sikka Krowa, Lamaholot-Adonara dan Kedang. Kelompok bahasa-bahasa Sumba memiliki dua sub-kelompok bahasa, yaitu subkelompok bahasa Kambera-Tabundung dan Kodi. Kelompok bahasa-bahasa Timor Barat mempunyai tiga sub-kelompok bahasa, yaitu sub-kelompok bahasa Timor-Dawan; Karbofo-Baa, dan Sabu. Kelompok bahasa Timor Timur (RDTL) hanya diwakili oleh satu sub-kelompok, yaitu bahasa Bunak. Kelompok-kelompok bahasa Pantar memiliki dua sub-kelompok bahasa, yaitu sub-kelompok bahasa Pantar dan sub-kelompok bahasa Retta. Bahasa-bahasa Alor hanya diwakili oleh satu sub-kelompok bahasa, yaitu bahasa Kui. Namun penelitian ini hanya bersifat kuantitatif dan bersifat umum tanpa ada pembuktian secara kualitatif. Terkait bahasa-bahasa di Flores, Fernandez (1996) dalam kajiannya terhadap sembilan bahasa di Flores dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, menyimpulkan bahasa-bahasa di Flores: Manggarai, Rembong, Komodo, Ngadha, Lio, Palu e, Sika, Lamaholot dan Kedang adalah satu kelompok bahasa sekerabat yang disebut kelompok bahasa Flores dan merupakan anggota kelompok bahasa Austronesia Tengah (Central Malayo-Polynesian).Dari bukti kuantitatif diperoleh persentase kognat bahasa-bahasa di Flores sebesar 61,5% sementara persentase kekerabatan dengan bahasa-bahasa disekitarnya rata-rata hanya 20,5%. Sementara itu, dari bukti kualitatif ditemukan inovasi bersama secara fonologi yang menyatakan bahasa-bahasa sekerabat itu mengalami sejarah perkembangan fonologi yang sama. Berdasarkan bukti-bukti ini maka Fernandez membagikelompok bahasa di Flores menjadi dua kelompok yaitu, subkelompok Flores Barat (Manggarai, Ngadha, dan Lio) dan sub-kelompok Flores Timur (Sika, Lamaholot, dan Kedang). Karena hubungan kekerabatan Ngadha dan Lio sebagai anggota subkelompok Flores Barat lebih erat maka keduanya membentuk sub-kelompok Ngadha-Lio yang

10 10 sejajar dengan Lio. Hasil penelitian ini sekaligus membantah pendapat Brandes yang memisahkan bahasa-bahasa di Flores atas dua kelompok yang berbeda. Terkait dengan bahasa-bahasa di pulau Timor,Putrayasa (1998:180) dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Kekerabatan Bahasa Tetun, Rote, dan Dawan. dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif ia membandingkan bahasa Ttn, Rt, dan Dwn dengan lima bahasa disekitarnya yakni bahasa Bima, Kambera, Mambai, dan Kisar. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa, bahasa Ttn, Rt, dan Dwn adalah satu kelompok yang terdiri atas kelompok bahasa Ttn, dan kelompok bahasa Rote-Dawan, yang termasuk dalam kategori Language of a family dengan persentase kognat rata-rata 75%.Sementara itu, dalam pembuktian secara kualitatif ditemukan adanya inovasi bersama berupa seperangkat kata yang tidak diditemukan pada bahasa kerabat atau kelompok bahasa yang lain.namun oleh Mandala penelitian ini dinilai sebagai penelitan lepas karena tidak dihubungkan dengan kelompok bahasa atau relasi kekerabatan bahasa-bahasa tersebut. Mandala (2012:6), dalam penelitian lanjutannya mencoba membuktikan kembali kekerabatan bahasa-bahasa di Timor, dalam tulisannya Relasi Genetis Bahasa-Bahasa di Timor dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, ia mengkajitujuh bahasa yang memiliki relasi genetis yakni bahasa Tokodede, Kemak, Mambae, Dawan, Rote, Tetun, dan Helong. Dari hasil penelitiannyadisimpulan bahwa ketujuh bahasa ini memiliki hubungan kekerabatan meskipun beberapa bahasa tersebut diklasifikasikan sebagai bahasa Non-Austronesia. Menurutnya, bahasa-bahasa di pulau Timor terdiri atas tiga subkelompok yakni subkelompok Tokodede, Kemak, dan Mambae (TKM), subkelompok Dwn, Rt, dan Ttn (DRT), dan subkelompok Helong (H1). Untuk subkelompok DRT, berbeda dengan penelitian Putrayasa, dengan pendekatan kuantitatif Mandala menggolongkannya dalam Families of stock dengan

11 11 persentase kognat rata-rata 30% dan merincinya menjadi sub.tr dan Dawan. Keakuratan pengelompokan bahasa-bahasa di Timor dibuktikan dalam pendekatan kualitatif dengan ditemukannya Proto Timor dalam bentukproto fonem (melalui rekontruksi fonologi) dan dalam bentuk protokata (melalui rekontruksi leksikon). Kajian struktural terhadap bahasa-bahasa di NTT,selama ini telah banyak dilakukan. Tarno, et al (1992) mendeskripsikan fonologi, morfologi dan sintaksis bahasa Dawan melalui karya yang berjudul Tata Bahasa Dawan. Informasi terkait bahasa Ttn sebagai salah satu bahasa masyarakat Belu, diinformasikan oleh Monteiro (1985) melalui karyanya berupakamus Tetun- Indonesia. Selanjutnya, Troeboes, et al (1987) yang mengkaji bahasa Ttn melalui karyanya yang berjudul Struktur Bahasa Tetun, adapula Taryono, et al (1993) yang mengkaji beberapa aspek khusus bahasa Ttn melalui karyanya yang berjudul Morfosintaksis Bahasa Tetun. Saliwangi, et al (1991) yang menulis tentang Sistem Morfologi Kata Kerja (Verba) Bahasa Tetun, serta Soedjiatno, et al (1992) menulis tentangsistem Morfologi Kata Tugas Bahasa Tetun. Untuk kajian strukturalbahasa Rote,Fanggidae, et al (1998) mencoba mendeskripsikan fonologi, kelas kata, dan morfologi bahasa Rote melalui karya berjudulmorfologi Bahasa Rote. Hingga saat ini belum ditemukan literatur kajian yang mengkaji hubungan kekerabatan bahasa-bahasa melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang turutmenyertakan perbandingan latarbelakang budaya dari masyarakat penuturnya.

12 Landasan Teori Beberapa ciri hakiki bahasa adalah sifatnya yang arbiter,dinamis, dan universal. Dikatakan bersifat arbiter dan dinamiskarena,bahasa selalu berubah-ubah mengikuti perubahan disekitarnya,sehinggamenjadi tidak tetap dan tidak statis.bersifat universal artinya,bahasa memiliki ciri-ciri yang sama, yang dimiliki oleh setiap bahasa di dunia, teristimewa apabila dimiliki oleh sejumlah bahasa dalam satu rumpun atau satu golongan (Chaer, 2003:53). Oleh karenasifat bahasa dapat berubah dari masa ke masa dengan berbagai cara yang mirip dan pantas ditelaah(crowley, 2010:23) menjadikan kajian linguistik historis komparatif sebagai kajian linguistik yang paling banyak dilakukan pada abad ke-19 (Verhaar, 1996:15). Linguistik historis komparatif adalah cabang linguistik (teoretis) yang menyelidiki perkembangan bahasa dari masa ke masa, serta menyelidiki perbandingan satu bahasa dengan bahasa lain (Mahsun, 2007:5).Hal senada juga dijelaskan oleh Keraf (1996:22), bahwa linguistik historis kompratif adalah satu cabang dariilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tertentu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan menggunakan kerangka teori linguistik historis komparatif pada dasarnya bertujuan membandingkan bahasa-bahasa kerabat untuk menetapkan peringkat hubungan kekerabatan antar bahasa dalam satu rumpun bahasa. Kajian linguistik dikatakan sebagai kajian historis komparatif, apabila memenuhi beberapa kriteria yakni, apabila objek kajian difokuskan pada satu bahasa tertentu maka orientasi penelaahannya difokuskan pada deskripsi perbedaan bahasa dari kurun waktu tertentu ke kurun waktu lainnya. Sedangkan apabila objek kajian difokuskan pada lebih dari satu bahasa, maka orientasi penelaahannya di fokuskan pada relasi kekerabatan yang terdapat pada bahasa-bahasa tersebut (Mahsun, 2007:5).

13 13 Kajian sinkronis (deskriptif) adalah kajian yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi dalam satu masa yang terbatas, dan tidak melibatkan perkembangan historis (Kridalaksana, 2011:198). Pemahaman lainnya dari Suwadji, D.S dan Sudira (dalam Taembo, 2013:21) yang menyebutkan bahwa, tujuan analisis konstrastif atau sinkronis adalahmengamati sistem kebahasaan bahasa-bahasa yang dibandingkan dengan baik. Adapun, kajian sinkronis ini akan diperkuat lagi dengankajian diakronis dalam memberikan evidensi-evidensi mengenai relasi kekerabatan antarbahasa. Hal senada juga disampaikan oleh Saussure, bahwa kajian bahasa secara sinkronis adalah mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu, sedangkan telaah bahasa secara diakronis adalah telaah bahasa sepanjang masa, keduanya adalah satu kesatuan yang saling melengkapi untuk melihat kekerabatan bahasa (Crowley, 2010:3; Chaer, 2003:347). Kajian diakronis (historis) penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dimaksudkan untuk melihat kemiripan-kemiripan bahasa yang diteliti dengan membandingkan kata-kata seasal dengan menggunakan teknik leksikostatistik untuk melakukan pengelompokkan bahasa. Leksikostatistik adalah teknik yang digunakan untuk menentukan peringkat kekerabatan dengan membandingkan kosakata dari bahasa, dan menentukan tingkat kesamaan antara mereka.melalui teknik ini dapat ditetapkan hipotesis kerja untuk melakukan rekontruksi proto bahasa pada tingkat mesobahasa atau proto bahasa (Crowley 1992:168). Keraf (1984:126) mengemukakan bahwa, dalam penerapan teknik leksikostatistik, ada empat langkah yang harus dilakukan yaitu: 1. Mengumpulkan kosa kata dasar bahasa kerabat 2. Menentukan kognat atau perangkat kata sama asal

14 14 3. Menghitung persentase kognat sesuai rumus Jumlah kata berkerabat Jumlah glos yang dibandingkan x100% 4. Menentukan tingkat hubungan kekerabatan bahasa. Lebih jauh, Crowley (1992:170) memberikan tingkat hubungan kekerabatan bahasabahasa berdasarkan persentase kekognatannya seperti pada tabel 2 berikut. Tabel 2 Hubungan Persentase Kekognatan dengan Kategori Kekerabatan Tingkat Pengelompokan Persentase Kekognatan Perbedaan dialek dalam satu bahasa % Perbedaan bahasa dalam satu keluarga bahasa 36-81% Perbedaan kelompok bahasa dalam satu rumpun 12-36% Hubungan mikrofilum 4-12% Hubungan mesofilum 1-4% Hubungan makrofilum 0-1% Fernandez (1996:21) mengatakan bahwa hubungan antarbahasa sekerabat dalam telaah komparatif pada prinsipnya dapat dibuktikan berdasarkan unsur warisan dari bahasa asalnya atau protobahasa. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan lanjutan dari pendekatan kuantitatif. Hakikat pendekatan kualitatif adalah korespondensi bunyi yang dimiliki bahasa-bahasa berkerabat,unsur inovasi (pembaharuan) bersama serta unsur retensi (kesamaan/pemertahanan) baik pada tataran fonologi, leksikon, maupun secara ekslusif gramatikalnya yang diperlihatkan oleh bahasa-bahasa yang dibandingkan.

15 15 Dengan metode pengelompokan kualitatif digunakan evidensi pengelompokan berupa inovasi bersama secara ekslusif baik pada tataran fonologi maupun leksikon. Bahasa-bahasa kerabat yang mempunyai evidensi bersama secara ekslusif memperlihatkan tingkat kekerabatan yang erat dalam sebuah kelompok dan dapat dibedakan dengan kelompok lain. Rekontruksi dapat dilakukan dengan rekontruksi dari bawah keatas (bottom-up reconstruction) dan rekontruksi dari atas ke bawah (top-down reconstruction). Rekontruksi dari bawah keatas bertujuan untuk merekontruksi protobahasa yang terdapat pada objek kajian, sedangkan rekontruksi dari atas ke bawah bertujuan untuk memerikan keterwarisan, baik secara linear maupun perubahan (Mbete, 2002:38). Rekontruksi ini disebut rekontruksi eksternal yang bahasa awalnya adalah proto bahasa. Adapun rekontruksi internal berlaku bagi dialek-dialek dalam suatu bahasa yang menurunkan bahasa-bahas kerabat secara diakronis yang disebut pra-bahasa. Greenberg (1957:49) memberikan pengertian yang berbeda antara retensi dan inovasi. Menurutnya retensi merupakan unsur warisan dari bahasa asal yang tidak mengalami perubahan pada bahasa sekarang dan dapat terjadi secara mandiri tanpa melalui suatu masa perkembangan yang sama. Akan tetapi, inovasi bersama yang dialami bahasa sekerabat secara eksklusif pada umumnya melalui suatu masa perkembangan bersama. Inovasi merupakan pembaruan yang memperlihatkan kaidah yang berlaku. Di bidang fonologi pembaruan itu bertalian dengan kaidah perubahan yang teratur, dan perubahan yang tidak teratur yang disebut kaidah sekunder atau sporadis. Wujud perubahan yang menyangkut kaidah sporadis antara lain berupa fenomena paragoge seperti pelepasan (delesi), paduan (merger), pembelahan (split), dan penambahan (excrescence) (Crowley, 1992). Pendekatan melalui perbandinganbudaya (comparative culture) digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan antara bahasa Ttn, Dwn, dan Rtdan hasil perbandingan inisebagai bukti

16 16 pendukung asumsi hasil analisis diakronis kekerabatan ketiga bahasa tersebut.crowley (1992: ), menyatakan bahwa terdapat sebuah sistem yang terlibat dalam rekonstruksi budaya asal, yang dapat direkonstruksi dengan cara yang sama dengan merekonstruksi protobahasa, danmetode ini dikenalsebagai metode perbandingan budaya (comparative culture). Pendekatan perbandingan budaya (comparative culture) memandang adanya kemungkinan pola penyebaran menyilang (criss-cross pattern) yang melibatkan area-area tertentu. Pola penyebaran menyilang ini terjadi karena adanya migrasi silang di masa lalu, dan untuk menyelidiki kemungkinan adanya penyebaran menyilang ini, perlu dilakukan analisis terhadap bukti-bukti budaya berupa folklore yang dimiliki oleh masyarakat yang diteliti. 1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas tiga tahapan, yaitu (1) metode penyediaan data, (2) metode analisis data, (3) metode penyajian hasil analisi data (Mahsun, 2007:127; Sudaryanto, 1993:57; Wijana, 2008:103) Tahap penyediaan data Tahap penyediaan data ini akan menggunakan metode cakap dan metode simak. Metode cakap dilakukan dengan teknik cakap semuka, yaitu peneliti mendatangi setiap lokasi penelitian dan melakukan percakapan secara langsung dengan informan. Percakapan akan bersumber pada pancingan berupa daftar pertanyaan (daftar Swadesh dan daftar Holle). Metode simak dilakukan dengan teknik sadap dan diikuti dengan teknik lanjutan berupa teknik catat dan teknik sadap. Selanjutnya, dilakukan teknik catat yakni peneliti mencatat hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian. Metode pustaka juga digunakan dalam penelitian ini hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi terkait objek penelitian.

17 17 a. Penetapan daerah pengamatan Penetapan daerah pengamatan baik kecamatan, desa atau dusun, hendaklah sesuai kriteria berikut; daerah pengamatan terletak jauh dari kota besar, memiliki mobilitas penduduk yang rendah, penduduk maksimal berjumlah jiwa dan daerah pengamatan berusia minimal 30 tahun (Mahsun, 2005:138). Daerah pengamatan penelitian ini adalah, Kabupaten Belu untuk daerah pengguna bahasa Ttn, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) untuk daerah pengguna bahasa Dwn, dan Kabupaten Rote-Ndao untuk daerah pengguna bahasa Rt. Oleh karena penutur ketiga bahasa tersebut sangat luas, maka lokasi penelitian dibatasi menjadi, penutur bahasa Ttn di Desa Silawan di Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, penutur bahasadwn di Desa Bena di Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), dan untuk penutur bahasadwn, dan penutur bahasa Rt didesa Batu Tua di Kecamatan Rote Barat Daya Kabupaten Rote-Ndao.Alasan dipilihnya ketiga desa ini sebagai daerah titik pengamatan karena,secara geografis terletak jauh dari pusat kota, mobilitas penduduknya yang tidak begitu tinggi, pertimbangan bahasa yang digunakan masyarakatnya masih asli/tua serta latar belakang kemiripan budaya. b. Penetapan informan Penetapan informan sangat penting saat sebuah penelitian hendak dilakukan.oleh karena itu, saat memilih informan hendaklah memenuhi persyaratan-persyaratan (Mahsun, 2007:141)sebagai berikut. a. Berjenis kelamin pria atau wanita. b. Berusia antara tahun (tidak pikun).

18 18 c. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya. d. Berpendidikan maksimal pendidikan dasar (SD). e. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya. f. Pekerjaan bertani atau buruh. g. Dapat berbahasa Indonesia, dan h. Sehat jasmani dan rohani (sehat jasmani berarti tidak cacat organ bicaranya dan sehat rohani dalam pengertian tidak gila atau pikun). c. Instrumen penelitian Instrumen penelitian digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari informan melalui pengisian instrumen berupa kosakata dasar (200 kosakata Swadesh dan Daftar Holle) dilapangan.sementara itu, data sekunder diperoleh dari hasil-hasil penelitian terdahulu yang bermanfaat bagi keperluan analisis Metode analisis data Data yang telah ditabulasi akan dianalisis sesuai rentetan permasalahan dalam penelitian ini. Mula-mula data dianalisis secara sinkronis melalui metode deskripsi. Pendeskripsian meliputi aspek fonologi dan leksikon ketiga bahasa tersebut. Selanjutnya, menjawab permasalahan kedua, dilakukan analisis diakronis melalui metode kuantitatif dengan teknik leksikostatistik yang dihitung dari daftar Swadesh dan Holle. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam perhitungan leksikostatistik adalah sebagai berikut. a. Mengumpulkan data-data yang diyakini valid.

19 19 b. Menetapkan glos yang berkerabat atau kognat. c. Membuat persentase kerabat d. Menyusun silsilah kekerabatan dalam bentuk bagan. Langkah berikutnya adalah menjawab rumusan masalah ketiga, yaitu dengan menggunakan metode komparatif melalui rekontruksi dari bawah ke atas (bottom-up reconstruction), untuk merekontruksi protobahasa dari bahasa Ttn, Dwn, dan Rt yang bertujuan, memberi tambahan evidensi fonologi dan leksikon pemisah ataupun penyatu bahasa Ttn, Dwn, dan Rt. Rekontruksi selanjutnya, rekontruksi dari atas kebawah (top-down reconstruction) melalui rekontruksi eksternal untuk melihat relasi kekerabatan bahasa Ttn, Dwn, dan Rt. Rekontruksi eksternal ini akan mendeskripsikan refleks-refleks fonem dan etimon PAN berupa inovasi dan retensi fonologi dan leksikon bahasa Ttn, Dwn, dan Rt. Langkah terakhir adalahmembandingkan kebudayaan yang dimiliki ketiga penutur bahasa tersebut. Hal ini bertujuan untuk membuktikan dan melengkapi hasil kajian sinkronis dan diakronis bahwa ada kekerabatan yang erat antarbahasa Ttn, Dwn, dan Rote yang ditinjau dari sudut pandang yang berbeda (perbandingan budaya). Data-data budaya berupa folklore (upacara adat, syair, cerita rakyat, tarian dan sebagainya) dikumpulkan dan dibandingkan melalu metode deskripsi. Hal ini untuk menjawab permasalahan keempat penelitian ini Tahap penyajian hasil analisis data Hasil analisis data pada penelitian ini disajikan melalui dua cara, yaitu menggunakan metode informal berupa perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis, dan metode formal berupa perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang (Mahsun, 1995:148).

20 Sistematika Penyajian Demi kesempurnaan maka penyajian hasil penelitian ini akan disusun dan diuraikan dalam lima bab dengan perincian sebagai berikut; Bab I Pendahuluanberisi: latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.bab II gambaran umum wilayah penelitian, meliputi: keadaan geografis, histori, dan sosial budaya masyarakat setempat.bab III kajian sinkronis, meliputi deskripsi sistem fonologi dan leksikon bahasa Ttu, Dwn dan Rt. Bab IV pembahasan dan analisis, terdiri dari kajian diakronis(meliputi deskripsi hubungan kekerabatan antara bahasa Ttn, Dwn dan Rt yang diteliti secara kuantitatif dan kualitatif) dan menampilkan hubungan kebudayaan masyarakat penutur bahasa Ttn, Dwn, dan Rt. Bab V Penutup yang memuat simpulan dan saran.

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Linguistik Historis Komparatif Linguistik historis komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau kelompok masyarakat untuk bekerja sama dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1983: 17), dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para linguis historis komparatif Indonesia selama ini pada umumnya lebih tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama diakui bahwa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Alor. Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah perbatasan antara wilayah tutur bahasa-bahasa Austronesia dengan wilayah tutur bahasa-bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini diawali dengan pendeskripsian data kebahasaan aktual yang masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia sudah banyak dilakukan. Namun tidak demikian penelitian mengenai ragamragam bahasa dan dialek.

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah

BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah BAB II KERANGKA TEORETIS Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai masalah ini. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah hasil kajian Dempwolff

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sepanjang pengetahuan peneliti permasalahan tentang Kajian Historis Komparatif pada Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak belum pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia, maka amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang perlu dikaji

Lebih terperinci

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK Jurnal Skripsi Oleh : Nursirwan NIM A2A008038 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab 8.1 Simpulan BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat

Lebih terperinci

GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR

GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR Suparman 1, Charmilasari 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi 180 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kajian relasi kekerabatan bahasa-bahasa di Wakatobi memperlihatkan bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi sebagai bahasa tersendiri dan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster angin selatan dan kata Greek 1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek nêsos "pulau". Para

Lebih terperinci

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Jurnal Skripsi Oleh: Kurnia Novita Sari NIM A2A008030 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa mengalami perubahan dan perkembangan dari bahasa Proto (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto

Lebih terperinci

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk BAB IX TEMUAN BARU Berdasarkan penyajian dan analisis data yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya, berikut ini disajikan kristalisasi hasil penelitian sekaligus merupakan temuan baru disertasi ini. 9.1

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN. penelitian Wakidi dkk. dengan judul Morfosintaksis Bahasa Blagar dan La Ino

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN. penelitian Wakidi dkk. dengan judul Morfosintaksis Bahasa Blagar dan La Ino BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan tulisan ini, terutama dengan objek penelitian ini masih sangat jarang dilakukan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU 2.1 Konsep Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang menyangkut objek, proses, yang berkaitan dengan penelitian. Dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan, Metode, dan Jenis Penelitian 3.1.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif yaitu pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedekatan hubungan dalam suatu komunitas dapat ditelusuri dengan mengamati kesamaan bahasa yang digunakan di komunitas tersebut. Bahasa, selain digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rumus-rumus perhitungan tingkat kekerabatan serta usia bahasa

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rumus-rumus perhitungan tingkat kekerabatan serta usia bahasa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Suatu penelitian akan dikatakan berhasil apabila menggunakan metode yang relevan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistika bahasa

Lebih terperinci

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. BAB X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA

PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 365-351 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kridalaksana (1984:106), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh manusia sangat penting peranannya dalam masyarakat, karena tanpa bahasa manusia akan sulit untuk menyampaikan ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotografi essai menceritakan sebuah kisah. Antara lain, menceritakan pentingnya pelestarian lingkungan dan topic lainnya. Gambar-gambar yang dipilih bias dibuat ditempat

Lebih terperinci

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14 K A N D A I Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14 KEKERABATAN BAHASA TAMUAN, WARINGIN, DAYAK NGAJU, KADORIH, MAANYAN, DAN DUSUN LAWANGAN (Language Kinship of Tamuan, Waringin, Dayak Nguji, Kadorih, Maanyan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat dipisahkan dari pengembangan bahasa nasional. Salah satu upaya untuk mengembangkan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa terjadi karena antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak memiliki hubungan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur

BAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1 Sejarah Singkat Penutur Bahasa Austronesia Penutur bahasa Austronesia diperkirakan telah mendiami kepulauan di Asia Tenggara sekitar 5000 tahun yang lalu. Mereka diduga berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode pengelompokan bahasa adalah leksikostatistik. Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administratif BAB IV GAMBARAN UMUM Secara astronomi Provinsi Nusa Tenggara Timur terletak antara 8 0 12 0 Lintang Selatan dan 118 0 125 0 Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

INVENTARISASI BAHASA-BAHASA DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI BAHASA-BAHASA DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Inyo Yos Fernandez Inventarisasi HUMANIORA Bahasa-bahasa Daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur VOLUME 19 No. 3 Oktober 2007 Halaman 241 247 INVENTARISASI BAHASA-BAHASA DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian yang mencakup desain penelitian, partisipasi dan tempat penelitian, pengumpulan data, dan analisis data. Adapun pemaparan

Lebih terperinci

RILIS HASIL PSPK2011

RILIS HASIL PSPK2011 RILIS HASIL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik BPS PROVINSI NTT Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA 1 KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA Oleh La Ode Rely (Ketua) Fatmah AR. Umar (Anggota 1) Salam (Anggota 2) Universitas Negeri Gorontalo Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan

Lebih terperinci

RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif

RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh I Gede Budasi FBS Undiksha-Singaraja Abstrak Makalah ini bertujuan: (1) mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pekerjaan penetapan dan penegasan batas daerah di laut akan mencakup dua kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia (Chaer dan Agustina,2010:11). Bahasa Jawa (BJ) merupakan salah satu

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011 No. 05, 7 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011 AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT 2,69% Angkatan kerja NTT pada Agustus 2011 mencapai 2.154.258 orang, bertambah 21,9 ribu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

IDENTITAS GENETIS BAHASA BARANUSA DI NTT BERDASARKAN REFLEKSNYA TERHADAP PROTO-AUSTRONESIA

IDENTITAS GENETIS BAHASA BARANUSA DI NTT BERDASARKAN REFLEKSNYA TERHADAP PROTO-AUSTRONESIA IDENTITAS GENETIS BAHASA BARANUSA DI NTT BERDASARKAN REFLEKSNYA TERHADAP PROTO-AUSTRONESIA Yunus Sulistyono 1 Inyo Yos Fernandez 2 1 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam dialek. Istilah dialek merupakan sebuah bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi. BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Penelitian Bagian ini menjelaskan konsep dialek, dialektometri, isoglos dan berkas isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbriter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,1983).

Lebih terperinci

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419 SILABUS 1. Identitas Mata Kuliah Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419 Bobot SKS : 4 SKS Semester/Jenjang : 6/S1 Kelompok Mata Kuliah : MKKA Program Studi : Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini termasuk dalam penelitian lapangan (field study) baik penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam masa perjuangan kemerdekaan, bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut bahasa Or dan linguistik

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut bahasa Or dan linguistik BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Beberapa hasil penelitian yang relevan patut dikaji berkaitan dengan objek penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut

Lebih terperinci

JEJAK BAHASA MELAYU (INDONESIA) DALAIV- BAHASA BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (TINJAUAN LEKSIKOSTATISTIK)

JEJAK BAHASA MELAYU (INDONESIA) DALAIV- BAHASA BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (TINJAUAN LEKSIKOSTATISTIK) LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL JEJAK BAHASA MELAYU (INDONESIA) DALAIV- BAHASA BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (TINJAUAN LEKSIKOSTATISTIK) PENANGGUNGJAWAB PROGRAM Dr. Hj. Nurhayati, M. Hum. Dibiayai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian ini diuraikan (1) lokasi dan subjek penelitian, (2) desain penelitian, (3) metode penelitian, (4) definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan

Lebih terperinci

Rendi Rismanto* ABSTRAK

Rendi Rismanto* ABSTRAK Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh Rendi Rismanto* 180110080010 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Kekerabatan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO. Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM

WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO. Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM 13010113130065 Program Studi S-1 Bahasa dan Sastra Indonesia UNDIP INTISARI Waktu pisah dan kean

Lebih terperinci

RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO. Gitit I.P. Wacana*

RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO. Gitit I.P. Wacana* RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO Gitit I.P. Wacana* ABSTRACT Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan relasi historis kekerabatan yang terdapat dalam bahasa Pamona, Bada dan Napu

Lebih terperinci

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Simalungun atau Sahap Simalungun adalah bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Simalungun merupakan salah

Lebih terperinci

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU Oleh Dr. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd., Sri Wiyanti, S.S.,M.Hum., Yulianeta, M.Pd. Dra. Novi Resmini, M.Pd., Hendri Hidayat, dan Zaenal Muttaqin FPBS Abstrak

Lebih terperinci

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia Telepon: , Faksimile.

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia Telepon: , Faksimile. KEKERABATAN BAHASA-BAHASA ETNIS MELAYU, BATAK, SUNDA, BUGIS, DAN JAWA DI PROVINSI JAMBI: SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF YUNDI FITRAH DAN RENGKI AFRIA Program Studi Sastra Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. manusia akan alam, menjadi suatu refleksi pribadi, yang kemudian di sharingkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. manusia akan alam, menjadi suatu refleksi pribadi, yang kemudian di sharingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alam merupakan bagian yang integral dengan hidup manusia. Pengalaman manusia akan alam, menjadi suatu refleksi pribadi, yang kemudian di sharingkan kedalam komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang beranekaragam baik suku, budaya, bahasa, dan lain-lain. Keadaan geografis dari suku-suku yang berbeda

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang

Lebih terperinci

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 OUT LINE PAPARAN 1. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 2. PENGELOLAAN PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 69 TAHUN 1958 (69/1958) Tanggal: 9 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 69 TAHUN 1958 (69/1958) Tanggal: 9 AGUSTUS 1958 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 69 TAHUN 1958 (69/1958) Tanggal: 9 AGUSTUS 1958 (JAKARTA) Sumber: LN 1958/122; TLN NO. 1655 Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Kondisi Fisik Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 1.192 pulau, 432 pulau mempunyai nama dan 44 pulau berpenghuni.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan mengenai bahasa yang digunakan di Indramayu tidak terlepas dari pembicaraan tentang sejarah yang melatarbalakanginya. Indramayu, sebagai salah satu kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Minangkabau merupakan bahasa yang masuk ke dalam kelompok bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa Melayu Standar, Serawai,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialekto syang berarti varian

Lebih terperinci

II. GAMBARAN BUNYI YANG TERWARIS DALAM PROTO- AUSTRONESIA DAN BAHASA KARO

II. GAMBARAN BUNYI YANG TERWARIS DALAM PROTO- AUSTRONESIA DAN BAHASA KARO DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN UJIAN... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 69 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT II DALAM WILAYAH DAERAH- DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGGARA TIMUR PRESIDEN, Menimbang : a. Bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Untuk menulis suatu karya ilmiah, bukanlah pekerjaan yang mudah dan gampang. Seorang penulis harus mencari dan mengumpulkan data-data yang akurat serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti menggambarkan gejala bahasa di daerah pengamatan berupa variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan antara lain bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci

KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS 2010

KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS 2010 No. 01 Desember KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun dilaksanakan dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Februari dan.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No14/02/53/Th.XVIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) Provinsi Nusa Tenggara Timur 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang saat ini. Perkembangan tersebut merata keseluruh penjuru daerah yang ada di Indonesia. Salah satu daerah

Lebih terperinci

2 (Pasir) 1 di Provinsi Kalimantan Timur. Hal yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian terhadap bahasa Paser (selanjutnya disingkat PSR). Kal

2 (Pasir) 1 di Provinsi Kalimantan Timur. Hal yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian terhadap bahasa Paser (selanjutnya disingkat PSR). Kal 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki kekayaan yang sangat luar biasa, termasuk kekayaan aneka ragam bahasa yang dimiliki ditiap daerahnya. Menutur penelitian

Lebih terperinci

UU 69/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT II DALAM WILAYAH DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGGARA TIMUR *)

UU 69/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT II DALAM WILAYAH DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGGARA TIMUR *) UU 69/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT II DALAM WILAYAH DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGGARA TIMUR *) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:69 TAHUN 1958 (69/1958)

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014 No. 06/11/53/Th. XV, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,26% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus 2014 mencapai 3,26

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci