BAB II PENENTUAN LAHIRNYA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA HIBAH WASIAT YANG DAPAT DIKENAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENENTUAN LAHIRNYA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA HIBAH WASIAT YANG DAPAT DIKENAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN"

Transkripsi

1 31 BAB II PENENTUAN LAHIRNYA HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA HIBAH WASIAT YANG DAPAT DIKENAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN A. Hibah Wasiat menurut Hukum Perdata di Indonesia. 1. Pewarisan berdasarkan Wasiat (Testament). Menurut Klaassen-Eggens, hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang perpindahan harta kekayaan dan terjadinya hubungan-hubungan hukum sebagai akibat kematian seseorang dengan atau tanpa perubahan. 54 Dalam ketentuan Pasal 131 juncto Pasal 163 IS (het Indische Staatsregelling) penduduk dibagi dalam 3 (tiga) golongan dan menetapkan hukum perdata yang berlaku pada masing-masing golongan penduduk yakni sebagai berikut 55 : 1. Golongan Eropah atau yang disamakan, 2. Golongan Timur Asing yang dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu golongan Timur Asing Cina dan golongan Timur Asing Bukan Cina. 3. Golongan Bumiputra. Pembagian golongan penduduk tersebut membuat perbedaan hukum waris yang diterapkan. Bagi golongan Eropah atau yang dipersamakan dan Golongan Timur Asing Cina berlaku hukum waris yang ditentukan dalam Buku II Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Bagi golongan Timur Asing Bukan Cina berlaku hukum 54 R.Soetojo Prawirohamidojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Surabaya: Airlangga University Press, 2000), hal Asis Safioedin, Beberapa hal tentang Burgerlijk Wetboek, (Bandung:PT. CitraAditya Bakti, 1994), hal 7 31

2 32 waris adatnya masing-masing dan sepanjang pengaruh agama lebih dominan dalam kehidupan mereka sehari-hari, maka diberlakukan hukum waris yang ditentukan oleh hukum agamanya itu. Bagi golongan Bumiputra berlaku hukum waris adat menurut lingkungan hukum adatnya masing-masing. Hukum waris diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai benda, karena mempunyai hubungan erat dengan pandangan dari Pasal 528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menunjukkan hak-hak apa saja yang dapat dimiliki atas suatu benda, antara lain hak waris. Pasal 528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi atas benda, orang dapat memiliki hak bezit, hak eigendom, hak waris, suatu vruchtgenot, hak erfdienstbaarheid, hak pand atau hipotek, dan oleh karenanya hal tersebut memberikan kesan seakan-akan hak waris ini adalah suatu hak kebendaan. 56 Jika dilihat dari unsur-unsur harta benda dalam hukum waris bukan merupakan unsur satu-satunya, akan tetapi masih terdapat unsur-unsur lain, yaitu pewaris, ahli waris, dan perbuatan-perbuatan hukum tertentu dari pewaris pada masa hidupnya yang menyebabkan seseorang yang bukan ahli waris menjadi ahli waris. Perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang mengakibatkan seseorang yang bukan ahli waris menjadi ahli waris meliputi pengakuan anak, pengangkatan anak atau adopsi dan testamen Ibid, hal.1 57 Anisitus,Amanat, Membagi warisan berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal.4-5

3 33 Dalam hukum waris Perdata Barat, hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dalam hukum waris tersebut berlaku pula asas bahwa apabila seseorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya. 58 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prinsip pewarisan adalah : 1. Harta warisan baru terbuka atau dapat diwariskan kepada pihak lain apabila terjadi suatu kematian ( Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). 2. Adanya hubungan darah antara pewaris dengan ahli waris, kecuali untuk suami atau istri pewaris (Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dengan ketentuan mereka masih terikat dengan perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya apabila mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/istri tersebut bukan merupakan ahli waris Untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada saat pewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 899 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Ahli waris adalah mereka-mereka yang menggantikan kedudukan si pewaris dalam bidang hukum kekayaan, karena meninggalnya pewaris. Warisan adalah kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan passiva si pewaris yang pindah kepada 58 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta:PT.Intermasa,1980),hal Irma Devita Purnama Sari, Kiat-kiat cerdas, Mudah dan Bijak memahami masalah Hukum Waris, (Bandung:PT Mizan Pustaka, 2012), hal.3

4 34 para ahli waris. Kompleks aktiva dan passiva yang menjadi milik bersama beberapa orang ahli waris disebut boedel. 60 Dalam Hukum Waris Perdata Barat terdapat 2 (dua) macam ahli waris, yaitu: 1. Ahli Waris Ab-Intestato Ahli waris Ab-intestato ialah ahli waris menurut Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin, dan si suami atau istri yang hidup terlama. Suami atau istri yang hidup terlama maksudnya adalah suami atau istri yang hidup lebih lama daripada suami atau istri yang mati (janda atau duda yang masih hidup), yang diatur dalam Pasal 852a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehingga pada asasnya, menurut Undang-Undang, untuk dapat mewaris orang harus mempunyai hubungan darah dengan si pewaris. Hubungan darah tersebut dapat sah atau luar kawin, baik melalui garis ibu maupun garis bapak. Hubungan darah yang sah adalah hubungan darah yang ditimbulkan sebagai akibat dari suatu perkawinan yang sah. Hubungan darah yang tidak sah timbul sebagai akibat hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dan pengakuan anak secara sah. 2. Ahli Waris Ad-Testamento Ahli Waris Ad-Testamento ialah ahli waris menurut wasiat atau testament. Jadi, ahli waris testamenter ditetapkan dengan adanya surat wasiat yang merupakan kehendak dari si pewaris, yang dibuat sebelum si pewaris meninggal dunia. 60 J.Satrio, Hukum Waris, (Bandung:Alumni, 1992), hal. 8

5 35 Perbedaan penting antara ahli waris menurut Undang-Undang (ab-intestaat) dengan ahli waris yang diangkat dengan suatu testament (ad-testamenter), yaitu : 1. Pewarisan testamenter tidak mengenal penggantian tempat (plaatsvervulling). Akibatnya adalah jika seorang yang sedianya mendapat warisan berdasarkan testament meninggal lebih dahulu dari si pewaris, maka warisan tersebut sepanjang mengenai bagian dari orang yang meninggal lebih dahulu dari pewaris, tidak dapat dilaksanakan (gugur). Dalam pewarisan testamenter juga dikenal adanya asas yang mengatakan bahwa dalam hal si pewaris dan si penerima wasiat meninggal dalam kecelakaan yang sama tanpa diketahui terlebih dahulu siapa di antara mereka yang telah meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap mati pada saat yang sama dengan akibat tidak terjadi perpindahan warisan karena wasiat atau testament. 2. Ahli waris testamenter tidak menikmati inbreng. Wasiat (testament) juga merupakan perbuatan hukum yang sepihak. Hal ini erat hubungannya dengan sifat herroepelijkheid (dapat dicabut) dari ketetapan wasiat (testament) itu. Disini berarti bahwa wasiat (testament) tidak dapat dibuat oleh lebih dari satu orang karena akan menimbulkan kesulitan apabila salah satu pembuatnya akan mencabut kembali wasiat (testament). Hal ini seperti ternyata dalam Pasal 930 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa dalam satu-satunya akta, dua orang atau lebih tidak diperbolehkan menyatakan wasiat mereka, baik untuk mengaruniai seorang ke tiga, maupun atas dasar penyataan bersama atau bertimbal balik.

6 36 Ketetapan dalam wasiat (testament) memiliki 2 (dua) ciri, yaitu dapat dicabut dan berlaku berhubung dengan kematian seseorang. 61 Bagi ketetapan kehendak yang memiliki dua ciri itu maka bentuk testament adalah syarat mutlak. Menurut Kamus Hukum, wasiat (testament) merupakan surat yang mengandung penetapan-penetapan kehendak si pembuat wasiat atau pesan-pesan yang baru akan berlaku pada saat si pembuatnya meninggal. 62 Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testament ialah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali. 63 Kehendak terakhir adalah suatu pernyataan kehendak yang sepihak dan suatu perbuatan hukum yang mengandung suatu beschikkingshandeling (perbuatan pemindahan hak milik) mengenai harta kekayaan si pewaris yang dituangkan dalam bentuk tertulis yang khusus, yang setiap waktu dapat dicabut dan berlaku dengan meninggalnya si pewaris serta tidak perlu diberitahukan kepada orang yang tersangkut. 64 Kehendak terakhir memang tidak secara langsung tertuju pada orang-orang tertentu. Orang yang diuntungkan karena suatu surat wasiat mungkin baru mengetahui adanya kehendak terakhir si pewaris beberapa lama setelah si pewaris meninggal dunia (dari seorang notaris). Oleh karena itu, daya kerja suatu kehendak 61 Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit, hal. iv 62 R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramitha, Cetakan ke- 12,1996), hal Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 64 Hartono Soerjopratiknjo, Op. cit., hal. 18

7 37 terakhir tidak tergantung pemberitahuannya kepada pihak lainnya. Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa kehendak terakhir merupakan kehendak yang benar-benar sepihak. Dalam kehendak terakhir tersebut, si pewaris benar-benar berkehendak dan harus ternyata tentang apa yang telah dikehendaki sebenarnya. Menurut J. Satrio, unsur-unsur wasiat (testament) ada 4 (empat), antara lain sebagai berikut : Suatu wasiat (testament) adalah suatu akta. Akta menunjuk pada syarat bahwa wasiat (testament) harus berbentuk suatu tulisan atau sesuatu yang tertulis. Surat wasiat (testament) dapat dibuat baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta otentik. Namun, mengingat bahwa suatu wasiat (testament) mempunyai akibat yang luas dan baru berlaku setelah si pewaris meninggal, maka suatu wasiat (testament) terikat pada syarat-syarat yang ketat. 2. Suatu wasiat (testament) berisi pernyataan kehendak, yang berarti merupakan suatu tindakan hukum yang sepihak. Tindakan hukum sepihak adalah pernyataan kehendak satu orang yang sudah cukup menimbulkan akibat hukum yang dikehendaki. Jadi, wasiat (testament) bukan merupakan suatu perjanjian karena dalam suatu perjanjian mensyaratkan adanya kesepakatan antara dua pihak, yang berarti harus ada paling sedikitnya dua kehendak yang saling sepakat. Namun wasiat (testament) menimbulkan suatu perikatan, dan karenanya ketentuan- 65 J.Satrio, Hukum Waris, Op.Cit, hal.16.

8 38 ketentuan mengenai perikatan berlaku terhadap testament, sepanjang tidak secara khusus ditentukan lain. 3. Suatu wasiat (testament) berisi mengenai apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia. Artinya wasiat (testament) baru berlaku kalau si pembuat wasiat (testament) telah meninggal dunia. Itulah sebabnya seringkali suatu wasiat (testament) disebut kehendak terakhir karena setelah meninggalnya si pembuat wasiat (testament) maka wasiatnya tidak dapat diubah lagi. 4. Suatu wasiat (testament) dapat dicabut kembali. Unsur ini merupakan unsur terpenting karena syarat inilah yang pada umumnya dipakai untuk menetapkan apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk akta wasiat (testament acte) atau cukup dalam bentuk lain. Isi ketentuan dari yang diwasiatkan harus lebih didahulukan pelaksanaannya daripada menyampaikan hak ahli waris menurut ketentuan Undang-Undang. Hal tersebut dengan tegas dinyatakan di dalam Pasal 874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli waris menurut Undang-Undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketentuan yang sah. Dapat dijelaskan maksud Pasal tersebut adalah bahwa aturan yang tetap mula-mula sekali, isi maksud dari wasiat pewaris dilaksanakan, sesudah itu diadakan pembagian harta untuk para ahli waris. Dari ketentuan demikian akan mungkin sekali kalau misalnya pelaksanaan

9 39 wasiat diselenggarakan sehingga mereka yang menurut Undang-Undang yang ditentukan sebagai ahli waris sekalipun tidak mendapatkan apa-apa. 66 Satu-satunya alat bukti berupa petunjuk tertulis yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa seorang pewaris memang ada atau tidak ada meninggalkan surat wasiat yang dibuatnya semasa hayatnya menurut sistem hukum yang berlaku di Indonesia, adalah Surat Keterangan dari Kepala Seksi Daftar Pusat Wasiat Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta. Keterangan tertulis berupa jawaban itu diterima oleh yang menanyakannya ke Daftar Pusat wasiat dalam bentuk Surat Resmi yag diterbitkan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pihak yang menanyakan dapat ahli waris sendiri (dengan melampirkan bukti bahwa yang bersangkutan memang benar ahli waris peninggal harta) maupun Notaris yang jasanya diminta untuk melaksanakan akta penyelesaian warisan dengan melampirkan akta kematian yang relevan. 67 Keterangan tertulis dari Kepala Seksi Daftar Pusat wasiat ini berisi substansi atau menerangkan bahwa mendiang yang disebutkan ada atau tidak-ada meninggalkan wasiat. Bila dinyatakan ada meninggalkan surat wasiat, sekaligus diterangkan disana wasiat itu dibuat dihadapan Notaris mana, dengan akta tanggal berapa dan nomor berapa sekaligus nomor repertorium dari akta Notaris yang berkenaan untuk memudahkan pencarian minuta akta untuk urusan selanjutnya. Selanjutnya dengan menggunakan wasiat yang ada itu dapat ditelusuri apa yang 66 Ahmad Kuzari, Sistem Asabah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 19). hal Hasbalah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan Menurut hukum waris Islam di Indonesia, (Bandung:Ciptapustaka Media, 2014),hal.48.

10 40 dikehendaki pewaris dalam rangka upaya mencari cara penyelesaian atas warisan yang ditinggalkannya. 68 Testamen atau surat wasiat itu hanya berisi janji yang baru dilaksanakan setelah pembuat surat wasiat wafat, maka testament dapat didefenisikan sebagai pemberian atau penunjukan atau pemecatan atau pencabutan hak sebagai ahli waris yang dilakukan semasa pewaris masih hidup dan baru bisa berlaku efektif setelah pembuat surat wasiat meninggal dunia. Oleh karena testament itu hanya berisi janji, maka tidak otomatis bisa dilaksanakan setelah pembuat surat wasiat meninggal dunia. Penyebab tidak bisa dilaksanakannya janji dalam surat wasiat bisa bersumber dari pembuat surat wasiat itu sendiri dan bisa bersumber dari ketentuan Undang-Undang yang melarang dipenuhi atau dilaksanakannya isi atau janji yang tercantum dalam testamen. 69 Penyebab-penyebab tidak bisa dilaksanakannya janji atau isi dalam testamen yang bersumber dari pembuat testamen sendiri meliputi: Testamen yang telah dibuat sebelumnya dicabut kembali oleh pembuat testamen berdasarkan testamen atau akta notaris yang dibuat kemudian (Pasal 992); 2. Harta kekayaan yang diberikan kepada orang lain berdasarkan penunjukan surat wasiat kemudian dialihkan hak miliknya oleh pembuat surat wasiat kepada orang lain (Pasal 996). Namun kalau harta kekayaan yang telah ditunjuk dalam testamen itu suatu saat kembali lagi menjadi milik pembuat testamen karena dibeli kembali misalnya, maka isi testamen masih bisa dilaksanakan sepanjang tidak ada halangan lain berdasarkan ketentuan Undang-Undang. 68 Ibid 69 AnisitusAmanat, op.cit, hal Ibid,hal.83

11 41 3. Testamen yang telah dibuat sebelumnya bertentangan isinya dengan testamen yang dibuat kemudian (Pasal 994). Penyebab-penyebab tidak bisa dilaksanakan testamen karena ketentuan Undang-Undang meliputi : Penerima testamen telah menolak harta warisan pemberi testamen secara resmi (Pasal 1001). 2. Wasiat yang diberikan kepada teman hidup bersama tanpa ikatan perkawinan sah (Pasal 901). 3. Penerima wasiat meninggal lebih dulu dari pemberi wasiat (Pasal 899). 4. Penerima wasiat adalah anak luar kawin yang telah diakui secara sah oleh pemberi wasiat (pewaris). 5. Penerima wasiat telah dihukum karena membunuh si pembuat wasiat, telah membinasakan atau memalsukan surat wasiat atau penerima wasiat telah memaksa dengan kekerasan mencegah si pembuat wasiat mencabut atau mengubah wasiat. 6. Penerima wasiat adalah kawan zina (Pasal 909). 7. Penerima dan pemberi wasiat meninggal dunia bersama dengan tidak diketahui siapa diantara keduanya yang meninggal dunia terlebih dahulu (Pasal 894). 8. Wasiat dari anak yang belum dewasa (Pasal 330). 9. Wasiat kepada anak yang belum dewasa kepada guru yang seasrama atau serumah dengannya (Pasal 905 ayat 2). 10. Wasiat yang diberikan pewaris ketika ia dirawat menjelang kematiannya kepada siapa saja yang merawatnya selama sakit (Pasal 906). 11. Pembuat akta wasiat dan saksinya (Pasal 907). 12. Pemberian wasiat yang merugikan legiteme portie (Pasal 920). 13. Wasiat kepada anak tiri. 14. Wasiat kepada orang perantara dengan tidak terdapat penyebab-penyebab diatas, baik bersumber dari pewaris sendiri maupun karena ketentuan Undang-Undang maka ahli waris dengan wasiat berhak akan harta warisan sebagaimana ahli warisnya secara Undang-Undang. Menurut Pasal 931 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa suatu wasiat hanya boleh dinyatakan, baik dengan akta tertulis sendiri atau olografis, baik dengan akta umum, ataupun akta rahasia atau tertutup. Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan 71 Ibid

12 42 bahwa Undang-Undang pada dasarnya mengenal 3 (tiga) macam bentuk wasiat (testament), yaitu : 1. Testament Terbuka atau Umum (Openbaar Testament). Testament ini dibuat dihadapan seorang Notaris. Orang yang akan meninggalkan warisan menghadap pada Notaris dan menyatakan kehendaknya. Kemudian Notaris membuat suatu akta dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi. Notaris dalam hal ini mengawasi isi testament tersebut agar isinya tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Bagi Timur Asing Bukan Cina berlaku ketentuan menurut Stb. 1924/556 Pasal (4) bahwa orang-orang Timur asing selain Tionghua tidak dapat menyatakan kehendak terakhir mereka selain dengan akta umum yang terbuka menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam Pasal 938 dan Pasal 939 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kecuali dalam hal-hal luar biasa yang diuraikan dalam Pasal 946, 947 dan 948 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penarikan kembali terhadap surat wasiat hanya dapat dilakukan dengan akta yang bersifat umum yang dibuat dalam bentuk yang sama. 2. Testament Tertulis (Olographis Testament). Testament ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri (eigenhandig) dan harus diserahkan sendiri kepada notaris untuk disimpan (gedeponeerd). Penyerahan testament tersebut juga harus disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Sebagai tanggal testament berlaku maka diambil tanggal akta penyerahan (acte van depot). Penyerahannya dapat dilakukan secara tertutup maupun terbuka. Jika diserahkan tertutup, maka bila si

13 43 pewaris meninggal, testament harus diserahkan oleh notaris pada Balai Harta Peninggalan (BHP), yang kemudian akan membuka testament tersebut. Jika si pembuat testament hendak menarik kembali testamentnya, ia cukup meminta kembali surat wasiat yang disimpan oleh notaris dan notaris mengusahakan agar pengembalian tersebut dibuktikan dengan akta otentik. 3. Testament Tertutup atau Rahasia. Testament ini juga dibuat sendiri oleh si pewaris, tetapi tidak diharuskan ia menulis dengan tangannya sendiri. Testament ini harus selalu tertutup dan disegel. Penyerahannya kepada notaris harus dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pewarisan selain dengan Undang-Undang dapat juga melalui wasiat (testament). Testemen yang merupakan suatu akta yang berisikan pernyataan kehendak terakhir yang dibuat secara sepihak dan mengandung beschikkingshandeling (perbuatan pemindahan hak milik) mengenai harta kekayaan si pewaris yang dituangkan dalam bentuk tertulis yang khusus. Akan tetapi pemindahan hak milik tersebut tidak secara otomatis terjadi sejak pewaris (pembuat wasiat) menandatangani wasiat atau terstamentair tersebut karena dua hal yaitu : a. Testemant tersebut akan berlaku jika meninggalnya si pewaris dan, b. Testament tidak dapat dilaksanakan yang disebabkan oleh pembuat testamen sendiri atau ketentuan Undang-Undang. 2. Hibah Wasiat sebagai salah satu jenis pewarisan melalui wasiat

14 44 Berdasarkan isinya, wasiat (testament) digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : a. Wasiat (testament) yang berisi erfstelling atau wasiat pengangkatan waris. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 954 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa : Suatu wasiat, dengan mana si yang mewasiatkan, kepada seorang atau lebih, memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti misalnya, setengahnya, sepertiganya. Erfstelling diberikan dengan alas hak umum, artinya suatu pemberian meliputi hak-hak (aktiva) maupun kewajiban-kewajibannya (pasiva) pewaris, tidak harus meliputi seluruh warisan, asal penunjukan tersebut besarnya meliputi suatu bagian yang sebanding dengan warisan. Dan orang yang mendapat erfstelling tersebut benar-benar merupakan ahli waris. b. Wasiat (testament) yang berisi hibah (hibah wasiat) atau legaat. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 957 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa : Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus, dengan nama si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa barangbarangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya. Suatu hibah wasiat atau legaat diberikan dengan alas hak khusus, artinya bahwa barang- barang yang dihibah wasiatkan disebutkan secara tegas dan jelas, karena disyaratkan adanya penunjukan barang-barang tertentu atau semua barang-

15 45 barang dari jenis tertentu. Legataris (orang yang menerima hibah wasiat) menerima legaatnya dengan alas hak khusus sehingga ia hanya menerima aktiva tertentu saja, dan ia tidak menanggung pasivanya. Apabila si pembuat wasiat menamakan suatu hibah wasiat prae-legaat maka ini dapat berarti bahwa si pewaris menghendaki agar hibah wasiat tersebut terakhir sekali menjadi objek dari pemotongan sebab mungkin saja bahwa harta warisan tidak mencukupi untuk memenuhi semua atau seluruh legaat. Jadi pewaris dapat menentukan bahwa apabila harta warisan tidak mencukupi untuk membayar semua legaat maka satu atau beberapa legaat harus dibayar terlebih dahulu, jadi paling akhir dikenakan pemotongan atau pengurangan. Legaat yang didahulukan tersebut disebut Prae-legaat. 72 Sublegaat adalah legaat yang memberati legataris (penerima hibah wasiat). Meskipun Undang-Undang tidak menggunakan istilah sublegaat tetapi dikenal juga pengertian itu, sebagaimana ternyata dari Pasal 959 ayat (1) BW dan Pasal 999 ayat(2) BW sublegaat terdiri dari hal-hal yang serupa dengan legaat. Jadi obyek legaat dapat terdiri dari sejumlah benda yang dapat diganti dan barang tertentu dari harta peninggalan. Contohnya jika legaat kepada A seluruh perpustakaan akan tetapi seluruh buku hukum diberikan kepada B, maka dalam kedua peristiwa itu B menjadi Sublegataris Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit Ibid, hal

16 46 Hibah wasiat yang dibuat dapat gugur sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 999 sampai dengan Pasal 1001 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Disebutkan oleh Undang-Undang dua sebab bagi gugurnya hibah wasiat yaitu tidak adanya benda yang diberikan dan tidak adanya orang yang diuntungkan. 74 Suatu hibah wasiat akan gugur, apabila sebelum meninggalnya pewasiat benda yang diwasiatkan itu musnah sama sekali. Apabila benda itu musnah sebahagian, maka hibah wasiat itu tetap berlaku untuk bagian yang tersisa. Hibah wasiat juga akan gugur, apabila benda yang dihibah wasiatkan itu musnah sesudah meninggalnya pewasiat tanpa bantuan debitur (biasanya ahli waris), bahkan saat debitur (ahli waris) lalai untuk menyerahkan benda yang dihibahkan sedangkan benda itu jikalau ia berada dalam tangan legataris, juga akan musnah. Untuk benda yang musnah diadakan penggantian. Akan tetapi Pasal ini bersifat hukum pengatur (regelend recht). Pewaris dapat menetapkan dalam wasiatnya, bahwa kalau benda yang diberikan itu musnah, legataris berhak atas penggantiaannya. Hal ini dapat dicantumkan dalam wasiat dengan kata-kata yang tegas. 75 Suatu pemberian akan gugur apabila orang yang diuntungkan menolak atau dianggap tidak mampu untuk menikmatinya. Tidak mampu berarti juga tidak pantas (onwaardig) dan meninggal lebih dahulu Hibah Wasiat (Legaat) Bukan Merupakan Suatu Cara Untuk Memperoleh Hak Milik. Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan : 74 Hartono Soerjopratiknjo, Op.cit, hal Ibid, hal Ibid

17 47 Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan baik menurut Undang-Undang maupun menurut surat wasiat dan karena penunjukan atau penyerahan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Menurut Pasal tersebut pewarisan berdasarkan surat wasiat merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda. Walaupun dalam Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebutkan dengan jelas bahwa hibah wasiat merupakan cara memperoleh hak milik atas suatu benda akan tetapi hibah sebagai salah satu pewarisan menurut surat wasiat maka hibah wasiat dapat dikatakan merupakan suatu cara memperoleh hak milik suatu kebendaan. Dalam memberikan penafsiran terhadap Pasal 584 KUH Perdata menyebabkan adanya perbedaan yang ditimbulkan oleh hibah wasiat mengenai apakah hibah wasiat merupakan suatu cara memperoleh hak milik. Mengenai hal ini terdapat 2 (dua) pendapat yang berbeda, yaitu : 1. Menganut pendapat Hoge Raad dalam arresnya tanggal 19 April 1861 Nomor W.226 dan Nomor 3765 dan tanggal 04 Maret 1881 Nomor W.4622 sebagaimana diikuti vonisrecht Brenda tertanggal 29 Januari 1865 Tijds.Rg.XI hal.12lv, berpendapat bahwa kata-kata testamentair erfoploving (dalam Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) harus diberi arti luas sehingga mencakup hibah wasiat (legaat) sehingga dengan meninggal dunianya pemberi hibah wasiat, legataris memperoleh hak-hak milik atas barang-barang yang dilegateer padanya. Dengan demikian untuk memperoleh

18 48 hak milik atas benda tersebut tidak diperlukan adanya penyerahan (levering). Penyerahan yang dimaksud dalam Pasal 959 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya dimaksudkan untuk memperoleh bezit (penguasaan atas benda yang dilegateer. Pendapat Hoge Raad tersebut mendasarkan pada argumen bahwa Pasal 711 Code Civil yang pernah berlaku di Nederland secara tegas menyebutkan bahwa hibah wasiat sebagai cara untuk memperoleh hak milik. Walaupun asas hukum yang berlaku di Nederland sekarang berbeda dengan asas hukum Prancis, tidak boleh diabaikan bahwa asal mula Pasal mengenai perolehan hak milik Pasal 639 BW (lama) Nederland atau Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak ternyata adanya penyimpangan dengan asas hukum Nederland (lama) dan Prancis Pendapat umum (heersende leer) mengatakan bahwa hibah wasiat (legaat) bukan merupakan suatu cara untuk memperoleh hak milik (een wijze van eigendom verklaring), bukan memberikan suatu hak kebendaan (zakerlijk recht) melainkan hanya memberikan kepada legataris suatu hak perorangan (personlijk recht) yaitu hak untuk menuntut penyerahan barang yang dihibah wasiatkan dari para ahli waris (atau pelaksana wasiat yang diberi bezit atas harta warisan). 78 Hal tersebut pada dasarnya merupakan ketentuan Pasal-Pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu : 77 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung:PT.Citra Aditya Bakti, 2008), hal Albertus, Sutjipto Budiharjoputra, Penyerahan Hibah Wasiat, Majalah Triwulan, Media Notariat Edisi Oktober-Desember 2001, Ikatan Notaris Indonesia, Pendekar Lima, Jakarta.

19 49 a. Pasal 958 :..memberikan hak kepada mereka yang dihibah wasiati, semenjak hari meninggalnya si yang mewasiatkan, untuk menuntut kebendaan yang dihibah wasiatkannya hak mana menurun kepada sekalian ahli waris atau pengganti hak-haknya. b. Pasal 959 : Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itu kepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan barang yang dihibahkan itu. Ia berhak atas hasil dan bunganya sejak hari kematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahan dilakukan dalam waktu satu tahun sejak hari tersebut, atau bila penyerahan itu dilakukan secara sukarela dalam jangka waktu yang sama. Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, ia hanya berhak atas hasil dan bunganya saja, terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu c. Pasal 972 : Bila warisan tidak seluruhnya atau sebagian diterima, atau bila warisan itu diterima dengan hak khusus atas perincian harta peninggalan,dan harta yang ditinggalkan ini tidak mencukupi untuk memenuhi hibah-hibah wasiat seluruhnya, maka hibah-hibah itu harus dikurangin, sebanding dengan besarnya masing-masing, kecuali bila pewaris menetapkan lain mengenai hal itu. d. Pasal 999 :..si waris atau orang-orang lain yang harus menyerahkan barang tadi... e. Pasal 1039 : Para penerima hibah wasiat taklah dapat menuntut dipenuhinya hibahhibah mereka, selainnya setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam Pasal 1036 KHUPerdata (tiga bulan) dan sesudahnya dilakukan pembayaran yang disebutkan dalam Pasal 1037 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (pelunasan kepada para kreditor). Dari Pasal-Pasal tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penerima hibah wasiat hanya merupakan post concurrente crediteur yang mempunyai hak

20 50 perorangan, yaitu hak menagih penyerahan hibah wasiat dan baru menjadi milik setelah adanya penyerahan. 79 Perbedaaan pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Tan Thong Kie tentang hibah wasiat ada dua pendapat, yaitu : 80 a. Menurut pendapat pertama, penerima hibah wasiat adalah pemilik barang yang dihibahwasiatkan segera setelah pewaris meninggal dunia, sama seperti para ahli waris yang segera setelah pewaris meninggal dunia menjadi pemilik warisan. b. Menurut pendapat kedua, suatu warisan, termasuk hibah wasiat yang terkandung di dalamnya, demi Undang-Undang menjadi milik para ahli waris, sedangkan legataris (penerima hibah wasiat) mempunyai tagihan pribadi (persoonlijk vordering), terhadap mereka untuk menyerahkan apa yang dihibahwasiatkan kepadanya (Pasal 959 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Jadi hak seorang legataris dapat disamakan dengan hibah sewaktu hidup yang diberikan kepada seseorang, tetapi belum diserahkan kepadanya. Menurut Tan Thong Kie terhadap kedua pendapat di atas, yang dianut di Indonesia adalah pendapat kedua. Sehingga sebelum pembagian dan pemisahan diadakan, hibah wasiat itu harus diserahkan oleh semua ahli waris kepada penerima hibah wasiat dengan suatu akta penyerahan. Oleh karena itu hibah wasiat bukan merupakan suatu cara untuk memperoleh hak milik karena tidak melahirkan hak kebendaan (zakerlijk recht) melainkan hanya memberikan kepada legataris suatu hak perorangan (personlijk recht) yaitu hak untuk menuntut penyerahan barang yang dihibah wasiatkan dari para ahli waris (atau pelaksana wasiat yang diberi bezit atas harta warisan) 79 Herlien Budiono,Ibid, hal Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku II, Cetakan Kedua, (Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve, 2000), hal. 133.

21 51 4. Penyerahan Legaat (Hibah Wasiat). Dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selalu memperinci suatu proses pemindahan hak milik menjadi dua tahapan yaitu tahapan Obligatoir dan tahapan Zakelijke overseenkomst (yaitu leveringnya). 81 Vollmar berpendapat bahwa cara-cara untuk mendapatkan eigendom dalam Pasal 584, yang terpenting adalah penyerahan dan diatur dalam Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 82 Subekti mengemukakan penyerahan yang sering juga disebut dengan istilah levering atau overdracht mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka ( feitelijke levering ). Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (juridische levering ). Penyerahan adalah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya atas namanya kepada orang lain sehingga orang lain itu memperoleh hak kebendaan atas benda itu. Misalnya dalam jual beli, jual beli tersebut baru ditaraf menimbulkan hak dan kewajiban saja (obligatoir), tetapi belum mengalihkan hak mililk. Hak milik baru beralih kepada pembeli setelah dilakukan penyerahan benda itu oleh penjual kepada pembeli. Jadi penyerahan adalah perbuatan yuridis mengalihkan atau memindahkan hak milik (transfer of ownership). 83 Penyerahan (levering) dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Code Civil Prancis tidak mengenal penyerahan (levering). Hak milik langsung beralih 81 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung:PT.Citra Aditiya Bakti,1995), hal H.F.A.Vollmar I., Hukum Benda, (Bandung: Tarsito, 1987), hal Abdul Kadir Muhammad., Hukum Perikatan, (Bandung :Alumni, 1982), hal. 156

22 52 pada saat terjadinya perjanjian terjadi. Dengan demikian dalam jual beli hak milik atas benda yang dijual langsung beralih kepada pembeli ketika perjanjian jual beli itu terjadi (sah). 84 Kedua pengertian tersebut akan tampak lebih jelas dalam pemindahan hak milik atas benda tak bergerak, karena pemindahan hak milik atas benda itu tidak cukup hanya dilakukan dengan pengalihan atau pengoperan kekuasaan atas bendanya tetapi harus dibuat surat penyerahan yang disebut akte van transport dan harus didaftar di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu. 85 yaitu : 86 Penyerahan (Levering) adalah sah bila memenuhi beberapa syarat, 1. Harus ada perjanjian yang zakelijk(kebendaan). Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang mana menyebabkan pindahnya hak-hak kebendaan misalnya hak milik, bezit, hipotek, gadai. Dari perjanjian yang zakelijk ini tidak bisa timbul verbintenis, berbeda dengan perjanjian yang terdapat dalam Buku III BW. Perjanjian dalam Buku III itu umumnya bersifat obligatoir perjanjian yang menimbulkan perikatan (verbintenis) yaitu perjanjian yang salah satu pihak harus memberikan prestasi dan yang lain berhak atas prestasi. Perjanjian obligatoir tidak menimbulkan atau menyebabkan pindahnya hak kebendaan, melainkan hanya menimbulkan hak persoonlijk. 2. Harus ada titel (alas hak). Alas hak dari pemindahan hak milik. Titel atau alas hak adalah hubungan hukum yang mengakibatkan peralihan benda dalam jual-beli, tukar-menukar. Pasal 583 BW mensyaratkan suatu penyerahan sebagai akibat dari suatu alas hak dari pemindahan eigendom, artinya dalam penyerahan eigendom dianggap adanya suatu kewajiban obligatoir untuk itu. Pengertian alas hak dalam Pasal 584 BW ialah adanya hubungan hukum untuk penyerahan eigendom. 3. Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda-benda tersebut. 84 Ibid. 85 R.Subekti I., Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Intermasa, 1980), hal Sri Soedewi, op.cit,hal.72.

23 53 Kewenangan Berhak (beschikkingsbevoegdheid). Dalam Pasal 584 BW mensyaratkan suatu penyerahan sebagai akibat adanya suatu alas hak berpindahnya eigendom yang berasal dari yang berhak atas eigendom-nya. Di samping suatu titel yang sah juga disyaratkan adanya beschikkingsbevoegdheid dari orang yang memindahkan itu sebagai suatu syarat untuk sahnya suatu penyerahan. Syarat ini tidak lain dari pelaksanaan suatu asas hukum yaitu asas nemoplus, bahwa seseorang itu tidak dapat mengalihkan hak melebihi apa yang menjadi haknya. Dan, lazimnya yang wenang untuk menguasai benda itu adalah pemilik. 4. Penyerahan nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (juridische levering). Penyerahan nyata, yaitu penyerahan dari tangan ke tangan. Pada benda bergerak, penyerahan yuridis dan penyerahan nyata biasanya jatuh bersamaan, sedangkan pada benda tidak bergerak, kedua macam penyerahan tersebut terpisah, penyerahan nyata dengan cara penyerahan kunci rumah sedangkan penyerahan yuridis pada saat dibuatnya akta perpindahan hak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Perbuatan penyerahan atas sesuatu benda bukanlah suatu perbuatan yang berdiri sendiri melainkan merupakan suatu perbuatan yang mengikuti perbuatan yang mendahuluinya yang disebut sebagai peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di atas yang menyatakan bahwa berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa hibah wasiat merupakan suatu perbuatan perdata yang berlaku bila pemberi hibah meninggal dunia. Melalui testament atau surat wasiat merupakan perbuatan pemindahan hak yang diikuti oleh perbuatan penyerahan secara yuridis dari pelaksana wasiat (executrice testamentair) atau para ahli waris kepada penerima hibah wasiat (legataris) melalui akta penyerahan legaat. Pelaksana wasiat (executeur testamentair) merupakan nama yang

24 54 diberikan Undang-Undang kepada orang yang diangkat sebagai pelaksana surat wasiat yang mempunyai tugas utama untuk melaksanakan kehendak terakhir seseorang yang membuat wasiat. 87 Dasar pembuatan akta penyerahan legaat adalah Pasal 959 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yaitu Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itu kepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan barang yang dihibahkan itu. Ia berhak atas hasil dan bunganya sejak hari kematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahan dilakukan dalam waktu satu tahun sejak hari tersebut, atau bila penyerahan itu dilakukan secara sukarela dalam jangka waktu yang sama. Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, ia hanya berhak atas hasil dan bunganya saja, terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu. Berdasarkan Pasal tersebut maka dapat dikatakan bahwa cara untuk memperoleh hak milik berdasarkan hibah wasiat diharuskan dengan adanya penyerahan (levering ) terlebih dahulu dari pelaksana hibah wasiat atau dari para ahli waris kepada penerima hibah (legataris). berikut : 88 Penyerahan (levering) suatu hibah wasiat (legaat) dilakukan sebagai 1. Jika legaat tersebut terdiri atas barang bergerak yang berwujud, hanya dengan penyerahan barangnya. 2. Jika terdiri atas barang bergerak tidak berwujud, diperlukan akta yang harus ditandatangani oleh yang menyerahkannya dan yang menerimanya, sehingga perjanjian itu harus diberitahukan secara resmi kepada debitor. 87 Tan TiongKie, Op.Cit, hal Gregor Van der Burght,diterjemahkan oleh Tengker, Seri Plito, Hukum Waris Buku Kesatu, (Bandung:PT.Citra Aditya Bakti), hal.109

25 55 3. Jika terdiri atas barang tidak bergerak, diperlukan akta dengan memperhatikan aturan khusus untuk penyerahan harta tetap yang berkenaan. Ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan legaat tersebut diatas dapat dilihat dasar hukumnya yaitu : 1. Leegaat barang bergerak berdasarkan Pasal 612 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa penyerahan barang-barang bergerak kecuali yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada. 2. Legaat atas barang bergerak tak berwujud berdasarkan Pasal 613 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata bahwa penyerahan yang demikian itu baru mempunyai akibat sejak saat diadakan pemberitahuan kepadanya atau disetujui secara tertulis atau diakuinya. 3. Legaat atas benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616 sampai Pasal 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akan tetapi Pasal tersebut tidak pernah berlaku karena menurut Peraturan Peralihan Perundang-undangan (S.1848 Nomor 10) yang tetap berlaku adalah Ordonansi Baliknama (S.1834 Nomor 27). Kemudian berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria penyerahan hak milik atas Tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 19 dalam Peraturan Pemerintah ini maka setiap perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri

26 56 Agraria. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 telah direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tetang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Berdasarkan uraian diatas penyerahan (levering) hibah wasiat dengan objek hibah wasiat adalah tanah dan bangunan dapat dibuat melalui dua alternatif yaitu akta yang dibuat oleh Notaris atau akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta penyerahan ini juga berperan dalam hal balik nama di Badan Pertanahan Nasional dan hal tersebut diatur dalam Pasal 111 dan Pasal 112 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun Lahirnya Hak atas Objek yang diwasiatkan bagi Legataris. Menurut Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa pewaris hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Dan pada saat itu pula para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan pembagian warisan, karena dengan meninggalnya perwaris maka seluruh aktiva atau

27 57 seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau seluruh hutang-hutangnya secara otomatis akan jatuh atau beralih kepada ahli waris yang ada. Bagi ahli waris ab intestato Pasal diatas dijelaskan kembali dalam Pasal 833 ayat (1), bahwa : Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal. Peralihan hak dan kewajibannya dari yang meninggal dunia kepada ahli warisnya disebut saisine yaitu ahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia, tanpa memerlukan suatu tindakan tertentu, bahkan juga apabila ahli waris tersebut belum mengetahui tentang kematian pewaris. Asas yang berlaku dalam Pasal 833 ayat 1 tersebut tidak saja berlaku bagi pewaris ab intestato saja tetapi berlaku juga untuk ahli waris ad testemento,berdasarkan Pasal 955 KUH Perdata bahwa: Pada waktu pewaris meninggal dunia, baik para ahli waris yang diangkat dengan wasiat maupun mereka yang oleh Undang-Undang diberi sebahagian harta peninggalan itu, demi hukum memperoleh besit atas benda-benda yang ditinggalkan. Hak saisine yang dalam aturan Prancis kuno terkenal dengan istilah let mort saisit le vif yang artinya orang yang mati menguasai orang yang hidup, si mati digantikan oleh orang yang hidup juga berlaku pada pewarisan ad testamento. 89 Hal tersebut ditegaskan kembali melalui Pasal 874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu 89 A.Pittlo, Hukum Waris (Jakarta: PT.Intermas, 1986), hal 18-19

28 58 Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli waris menurut Undang-Undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah. Sehingga sejak pewaris meninggal dunia maka semua ahli waris, apakah terpanggil untuk mewaris oleh Undang-Undang atau oleh testament, mempunyai hak yang sama, mereka sama-sama mengantikan kedudukan si pewaris. Oleh karena itu ahli waris Ab Intestato dan ahli waris Ad Testamento sama-sama mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris. Peristiwa terbukanya warisan itu memerlukan perhatian dan tindakan hukum dari segenap para ahli waris secara bersama-sama untuk melakukan penyelesaian atas warisan yang sudah terbuka menurut hukum waris yang berlaku, lebih khusus lagi apabila atas kekayaan yang menjadi harta warisan yang ditinggalkan pewaris itu terkait atau ada hubungannya dengan pihak-pihak lain. Selain hak-hak dari sesama (para) ahli waris atau teman sesama ahli waris atau teman sewarisan, atas harta peninggalan atau harta warisan yang sudah terbuka itu turut berhak legataris, maupun kreditur ataupun instansi pemerintah (kantor pelayanan pajak). 90 Pada umumnya seluruh sistem hukum yang ada hanya mengenal peristiwa hukum kematian sebagai dasar untuk menentukan ukuran terbukanya warisan. 91 Peristiwa kematian menurut hukum mengakibatkan terbukanya warisan dan sebagai konsekuensinya seluruh harta kekayaan pewaris menjadi hak ahli waris. Bila 90 Syahril Sofyan, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), (Medan:Pustaka Bangsa Press, 2012), hal Hasbalah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan Menurut hukum waris Islam di Indonesia, (Bandung:Ciptapustaka Media, 2014),hal.9.

29 59 berkaitan dengan pewarisan dengan menggunakan wasiat yang berisikan hibah wasiat maka sejak terbukanya warisan maka penerima hibah wasiat (legataris) mempunyai hak terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Jika objek tersebut dalam bentuk benda tidak bergerak yaitu bangunan dan atau tanah maka sejak saat kematian pewaris, lahir hak legataris terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Hak tersebut lebih kepada hak untuk menuntut penyerahan karena hibah wasiat bukan merupakan suatu cara untuk memperoleh hak milik karena tidak melahirkan hak kebendaan (zakerlijk recht) melainkan hanya memberikan kepada legataris suatu hak perorangan (personlijk recht) yaitu hak untuk menuntut penyerahan barang yang dihibah wasiatkan dari para ahli waris (atau pelaksana wasiat yang diberi bezit atas harta warisan). Hal tersebut didasarkan pada pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain Pasal 959 yang berisikan bahwa (legataris) harus meminta barang yang dihibahkan itu kepada para ahli waris atau penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan barang yang dihibahkan itu. Oleh karena itu sejak meninggalnya legater maka saat tersebut lahir hak legataris terhadap objek yang dihibah wasiatkan. Hak tersebut adalah hak untuk menuntut penyerahan objek yang dihibah wasiatkan sehingga masih memerlukan lagi penyerahan dari para ahli waris atau pelaksana wasiat kepada legataris yang merupakan proses peralihan hak lebih lanjut. B. Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan melalui Hibah Wasiat. Terdapat 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak atas tanah, yakni :

30 60 1. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang mendapatkan suatu hak milik. 2. Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pada Pasal 22, yaitu: a. Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali dengan hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan Kepala Desa. Dengan dibukanya tanah tesebut, belum berarti orang tersebut langsung memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut memanfaatkan tanah yang telah dibukanya, menanami dan memelihara tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang berupa pengakuan dari pemerintah. b. Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak

31 61 yang sudah ada. Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha menjadi Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai menjadi Hak Milik. Bila ada kehendak yang disengaja dan disepakati atas sebidang tanah, maka didalamnya ada pengalihan hak atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahn 1997 dapat dilakukan melalui perbuatan hukum seperti jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum lainnya yang dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Hak atas Tanah dan Bangunan Di dalam Burgerlijk Wetboek (yang selanjutnya disebut BW) ada dua istilah, yaitu benda (zaak) dan barang (goed). 93 Pengertian yang paling luas dari istilah zaak ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Disini benda berarti objek sebagai lawan dari subjek atau orang dalam hukum. Ada perkataan benda itu dipakai dalam artian sempit, yaitu sebagai barang yang terlihat saja, juga dipakai dengan maksud kekayaan seseorang. Jika perkataan benda dipakai dalam arti kekayaan seseorang maka perkataan itu meliputi barang-barang yang tak terlihat yaitu hak, misalnya hak piutang atau penagihan Mhd.Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung:CV.Mandar Maju,2010), hal Mariam Darus, Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Alumni:Bandung, 2010) hal Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty,1981)hal.14

32 62 Pengertian tentang benda diatur pada Pasal 499 BW bahwa yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Secara garis besar jenis-jenis benda yang dikenal BW adalah sebagai berikut : 95 a. Benda berwujud dan benda tak berwujud (lihat Pasal 503 BW); b. Benda bergerak dibedakan atas benda bergerak karena sifatnya menurut Pasal 509 BW, yang kedua benda bergerak karena ketentuan Undang-Undang menurut Pasal 511 BW, dan benda tidak bergerak dibedakan atas tak bergerak menurut sifatnya dan tak bergerak karena tujuannya ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik, selanjutnya ialah tak bergerak karena memang demikian, diatur dalam Pasal 507 BW, dan tak bergerak menurut ketentuan Undang-Undang ini berwujud hak-hak atas benda yang tak bergerak, misal: hak memungut hasil atas benda tak bergerak, hak memakai atas benda tak bergerak, hipotik dan lain-lain. c. Benda habis pakai dan Benda tidak habis pakai terdapat dalam Pasal 505 BW Perbedaan antara benda bergerak dengan benda tidak bergerak penting karena adanya ketentuan-ketentuan hukum yang berbeda antara benda yang tidak bergerak dan benda bergerak yang berkaian dengan bezit, levering (penyerahan), verjaring (lewat waktu atau kadaluwarsa), dan bezwaring (pembebanan). 95 Usanti, Trisadini P., et.al., Buku Ajar Hukum Perdata,( Surabaya: FH Universitas Airlangga. 2012) hal.40

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu barang. Dalam pandangan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu barang. Dalam pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia senantiasa mengadakan hubunganhubungan hukum seperti mengadakan transaksi-transaksi ataupun perjanjian-perjanjian yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA A. Sekilas KUHPerdata Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan

Lebih terperinci

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu 8 B AB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wasiat Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Warisan dapat diartikan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari masyarakat

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK

BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK 1. Karakteristik Klausul Pinjam Pakai dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Perjanjian pinjam pakai merupakan salah satu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan usaha-usaha yang dapat menghasilkan barang-barang

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI C. Tinjauan Umum Mengenai Wasiat. 6. Pengertian Wasiat Wasiat atau testament

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak kebendaan ditinjau dari

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM WARIS HAK-HAK KHUSUS PARA AHLI WARIS. Dosen Pengampu : NURFAUZIAH, SH. MH

MAKALAH HUKUM WARIS HAK-HAK KHUSUS PARA AHLI WARIS. Dosen Pengampu : NURFAUZIAH, SH. MH MAKALAH HUKUM WARIS HAK-HAK KHUSUS PARA AHLI WARIS Dosen Pengampu : NURFAUZIAH, SH. MH Disusun Oleh : ZULKAFLI NIM. 1600874201008 RISKY AMELIA NIM. 1600874201050 FAROUK ASYROF FAHREZA NIM. 1600874201395

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1 BAB II TINJAUAN UMUM A. Pengertian Pengalihan Hak Dalam ketentuan pasal 19 UUPA itu jelas bahwa tujuan pendaftaran tanah di indonesia adalah untuk kepentingan pemerintah dalam rangka memberikan jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

HUKUM KEBENDAAN PERDATA

HUKUM KEBENDAAN PERDATA HUKUM KEBENDAAN PERDATA Hukum Kebendaan Perdata Barat (HPE 20103) I. Posisi Hukum Kebendaan dlm KUHPerdata Pembidangan hukum perdata: 1. KUHPerdata Buku I : Tentang Orang Buku II : Tentang Benda Buku III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2 KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia 16 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan Pelaksanaan Jual Beli Tanah di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah 2.1.1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian Manusia adalah makhluk sosial yang kodratnya harus

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sering dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan bagian harta kekayaan yang sangat penting bagi seseorang, dimana tanah tersebut antara lain dipergunakan untuk bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA. A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA. A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Sesuai dengan judul di atas yaitu sekilas tentang Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata),

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT 31 BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT A. Akta Wasiat Sebagai Akta Notaris Sebagaimana ditentukan dalam

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 EKSISTENSI SURAT KUASA TERHADAP PERALIHAN HAK ATAS TANAH DITINJAU DARI KUHPERDATA 1 Oleh : Steviyanti Veronica Mongdong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya mengalami 3 peristiwa penting, yaitu peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya mengalami 3 peristiwa penting, yaitu peristiwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya mengalami 3 peristiwa penting, yaitu peristiwa pada saat ia dilahirkan, menikah, dan saat ia meninggal dunia. Pada fase-fase inilah, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1 PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Oleh : Deasy Soeikromo 1 A. PENDAHULUAN Jual beli bagi manusia sudah merupakan bagian dari aktivitas keseharian untuk memenuhi

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA A. Hibah dan Hibah Wasiat Sebagai Peristiwa Hukum Anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH 1. Jual Beli Hak Atas Tanah Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUTANG PEWARIS DALAM HUKUM ISLAM DAN KUH PERDATA. A. Pengertian Hutang Pewaris menurut Hukum Islam dan KUH Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUTANG PEWARIS DALAM HUKUM ISLAM DAN KUH PERDATA. A. Pengertian Hutang Pewaris menurut Hukum Islam dan KUH Perdata BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUTANG PEWARIS DALAM HUKUM ISLAM DAN KUH PERDATA A. Pengertian Hutang Pewaris menurut Hukum Islam dan KUH Perdata Utang pewaris sebenarnya bukan termasuk dalam lingkup hukum

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI 26 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI A. Penyerahan (levering) Sebagai Perbuatan Pengalihan Objek Hak 1. Pengertian Penyerahan (Levering)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT A. Dasar Hukum Wasiat Wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pada

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Perkawinan a. Pengertian perkawinan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi

Lebih terperinci