BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban tidak selalu berarti mampu atau cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya, karena ada golongan tertentu yang tidak cakap bertindak untuk melakukan hak dan kewajibannya tersebut. Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum, ada dua macam hak, yaitu 1 : hak absolut yaitu hubungan hukum antara subjek hukum dengan objek hukum yang menimbulkan kewajiban pada setiap orang untuk menghormati hubungan hukum tersebut. Isi hak absolut ini ditentukan oleh kewenangan pemegang hak. Apabila seseorang memiliki hak absolut, maka orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan pihak ketiga berkepentingan untuk mengetahui eksistensinya sehingga memerlukan publisitas. Bentuk hak yang kedua adalah hak relatif yaitu hak yang berisi wewenang untuk menuntut hak yang hanya dimiliki seseorang terhadap orang-orang tertentu. Akibat hukum yang timbul dengan terjadinya peristiwa kematian seseorang adalah masalah bagaimana pengurusan harta yang dia tinggalkan. Hal ini berkaitan dengan orang-orang tertentu yang mempunyai hak serta 1 Sudikno Mertokusumo, 2007, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta hlm 54 1

2 2 kewajiban sehubungan dengan kematian dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat dari meninggal dunianya. Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris. Hukum waris adalah serangkaian ketentuan yang mengatur perpindahan hak dan kewajiban dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya, mengatur hubungan para ahli waris dan mengatur hubungan ahli waris dan pihak ketiga. Pewarisan adalah suatu peristiwa perpindahan hak dan kewajiban dari seorang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup 2. Ada tiga unsur dalam pewarisan yaitu: Orang yang meninggal dunia yang mempunyai hak dan kewajiban yang akan diwariskan disebut Pewaris (Erflater), orang yang menerima peralihan hak dan kewajiban di sebut Ahli Waris (Erfgenaam), dan harta warisan atau harta peninggalan, atau kewajiban yang beralih 3. Hukum waris terbagi atas dua macam yaitu 4 hukum waris ab intestato dan hukum waris testamenter. Hukum waris ab intestato adalah hukum waris yang berlakunya sudah di tentukan oleh undang-undang dan disebut juga hukum waris karena kematian,sedangkan hukum waris testamenter adalah hukum waris berdasarkan testamen atau wasiat. Dalam perkembangannya dari kedua macam bentuk hukum waris ini yang muncul terlebih dahulu adalah hukum waris ab intestato, karena pada awalnya belum ada pengakuan bahwa 2 J. Satrio, 1992, Hukum Waris, Alumni, Bandung, Hlm 8 3 Ibid 4 Ibid, hlm 16

3 3 seseorang dapat berbuat bebas terhadap hak miliknya. Seiring perkembangannya, muncul pendapat-pendapat yang mengemukakan bahwa seseorang boleh bertindak bebas untuk memberikan harta bendanya, termasuk memberikannya kepada orang yang tidak memiliki pertalian darah dengan pewaris apabila ia meninggal dunia 5. Pewaris diberi kesempatan untuk meninggalkan kehendak terakhirnya mengenai harta peninggalan dengan cara membuat suatu surat wasiat atau disebut testamen. Berdasarkan Pasal 875 KUHPerdata : Surat wasiat adalah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang di kehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi. Adapun unsur-unsur dari surat wasiat yaitu, wasiat berbentuk akta tertulis dan testamen berisi tentang apa yang dikehendaki pewaris setelah ia meninggal tentang hartanya. Wasiat memiliki karakteristik yang khusus yaitu surat wasiat merupakan perbuatan hukum sepihak hanya dilakukan oleh satu orang yaitu pewaris itu sendiri. Selain itu karakteristik yang sangat khas dari testamen adalah bersifat pribadi ( Hus persoonlijk) oleh karena itu segala sesuatu yang berkenaan dengan pembuatan surat wasiat dan tata cara penyimpanan harus dilakukan sendiri oleh pewaris dan bersifat sangat rahasia 6. Dari segi isi, wasiat dapat dibedakan atas dua macam, yaitu wasiat pengangkatan waris (erfsteling) dan hibah wasiat (legaat). Berdasarkan Pasal 954 KUHPerdata, wasiat pengangkatan waris adalah suatu wasiat dengan mana si yang mewasiatkan kepada seorang atau lebih, memberikan harta 5 Ibid, hlm Ibid hlm 181

4 4 kekayaan yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti misalnya, setengahnya, sepertiganya. Pada wasiat pengangkatan waris atau yang disebut dengan istilah erfsteling, pewaris tidak menyebutkan secara spesifik benda atau barang apa yang diberikannya kepada penerima wasiat dan penerima wasiat mempunyai kedudukan yang sama dengan ahli waris ab intestato dan memiliki hak-hak yang sama dengan ahli waris ab intestato. Bentuk yang kedua adalah hibah wasiat, berdasarkan Pasal 957 KUHPerdata Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya, segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya. Penerima hibah wasiat atau disebut legataris mempunyai kedudukan sebagai kreditur sehingga ia harus meminta haknya kepada ahli waris ab intestato dan hanya berhak atas apa yang didapatnya dalam surat hibah wasiat. Pewaris dapat menunjuk seseorang yang diberi tugas untuk melaksanakan apa yang merupakan kehendak terakhirnya yang disebut pelaksana wasiat 7. Surat wasiat harus dibuat dengan akta otentik dan dibuat berdasarkan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan agar dapat dilaksanakan sesuai amanat dari pewaris. Notaris sangat berperan besar dalam 7 A. Pitlo,1979, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan oleh M. Isa Arief, Intermasa, Jakarta, hlm.5

5 5 hal pewarisan berdasarkan testamen ini karena notaris merupakan pejabat yang berwenang membuat akta otentik sesuai yang diamanatkan dalam Undang - Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Selain berperan dalam pembuatan suatu surat wasiat, Notaris/PPAT juga harus menjamin kepastian hukum dalam hal peralihan hak kepada penerima wasiat. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, diatur prosedur pendaftaran peralihan hak berdasarkan hibah wasiat pada Pasal 112 : Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat, maka: 1. Jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan sudah tertentu,maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah dengan melampirkan: a. Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibah sebagaimana dimaksud Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997; b. Surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pemberi hibah wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang; c. Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon, atau b.akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Wasiat tersebut, atau c.akta pembagian waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) yang memuat penunjukan hak atas tanah atau

6 6 Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibahwasiatkan kepada pemohon. d. Surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan permohonan peralihan hak bukan penerima hibah; e. Bukti identitas penerima hibah; f. Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang; g. Bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang. b. Jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagai harta bersama. Proses peralihan hak berdasarkan hibah wasiat harus menggunakan akta PPAT yang dibuat oleh pelaksanaa wasiat yang ditunjuk dalam akta hibah wasiat. Bukan sekedar akta hibah wasiat yang dibuat di hadapan notaris. Berdasarkan akta hibah wasiat tersebut maka pelaksana wasiat dapat menandatangani akta hibah untuk keperluan perlihan hak atas tanah yang diwasiatkan tersebut. Apabila di dalam suatu akta wasiat tidak ditunjuk pelaksana wasiat, maka secara normatif, yang dapat bertindak sebagai pelaksana wasiat adalah para ahli waris dari pewaris 8. Dalam prakteknya, sering terjadi masalah ketika pelaksana wasiat yang ditunjuk dalam akta hibah wasiat tersebut berkeberatan menandatangani akta hibah dikarenakan ada konflik intern dengan penerima wasiat sehingga penerima wasiat tidak dapat melakukan proses balik nama atas objek hak atas 8 Ibid, Hlm 8

7 7 tanah yang didapatnya berdasarkan akta hibah wasiat di Kantor Pertanahan. Pada prakteknya banyak akta hibah wasiat tidak dapat dijalankan karena dianggap tidak memenuhi prosedur administrasi dalam proses pendaftaran peralihannya karena tidak ada akta hibah dari PPAT. Selain itu yang patut dibahas adalah apakah akta hibah wasiat yang dibuat oleh notaris yang merupakan akta otentik dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna tidak dapat menjadi dasar peralihan hak atas tanah dalam proses ganti nama di kantor pertanahan, padahal seorang penerima wasiat dengan hibah wasiat memiliki hak untuk menuntut bagiannya berdasarkan hibah wasiat yang telah diberikan oleh pewaris. Dengan meninggalnya pewaris maka pada saat itulah secara hukum hak atas objek yang diwasiatkan oleh pewaris beralih secara hukum kepada penerima hibah wasiat. Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai Perlindungan Hukum bagi Penerima Hibah Wasiat dalam Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah di Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian yang telah penulis paparkan pada bagian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat kepada penerima hibah wasiat di kota Yogyakarta?

8 8 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi penerima hibah wasiat dalam hal pelaksana wasiat berkeberatan melaksanakan isi wasiat berkaitan dengan pelaksanaan peralihan hak atas tanah di Kota Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, belum pernah ada penelitian yang dilakukan tentang Perlindungan Hukum bagi Penerima Hibah Wasiat dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah di Kota Yogyakarta, namun sebagai bahan referensi keaslian terhadap penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka terdapat beberapa penelitian yang mendekati kemiripan dengan tema yang di teliti oleh penulis, yaitu sebagai berikut: 1. Penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Pelaksanaan Hibah Wasiat (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk Jo Nomor 64/Pdt/2004/PTY Jo Nomor 2075 K/Pdt/2005), Penelitian ini di laksanakan oleh Astriana Dwirosita Anggraini (09/291828/PHK/05925), Program studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, 9 dengan rumusan masalah yang diteliti adalah: 9 Astriana Dwirosita Anggraini, 2014, Tinjauan Yuridis Terhadap Sengketa Pelaksanaan Hibah Wasiat (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk Jo Nomor 64/Pdt/2004/PTY Jo Nomor 2075 K/Pdt/2005), Tesis, Program Pascasarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

9 9 a) Bagaimana dasar pertimbangan hukum yang diterapkan oleh hakim dalam memutus perkara nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk jo nomor 64/Pdt/2004/PTY jo nomor 2075K/Pdt/2005? b) Bagaimana status hibah wasiat berdasarkan putusan nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk jo nomor 64/Pdt/2004/PTY jo nomor 2075K/Pdt/2005? Penelitian ini menghasilkan beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Pada kasus perkara nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk jo nomor 64/Pdt/2004/PTY diketahui bahwa putusan hakim berbeda. Terhadap putusan yang berbeda inilah penulis menganalisa bahwa majelis hakim tingkat pertama mengabaikan penilaian terhadap alat bukti hibah wasiat dalam bentuk surat pernyataan sebagai bahan pertimbangan dalam putusannya, melainkan hanya didasarkan pada bukti latar belakang pembelian tanah sengketa dengan menggunakan uang milik penggugat. Apabila dibandingkan dengan pertimbangan hakim tingkat banding, disini penulis menganalisa bahwa majelis hakim menilai dari sudut pandang bukti surat pernyataan hibah wasiat bukan merupakan alat bukti yang sempurna dan mengikat karena hanya merupakan pernyataan sepihak, sehingga menjadi dasar dibatalkannya putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta. Perbedaan terletak pada penilaian hakim terhadap alat pembuktian. Pada tingkat kasasi dengan perkara nomor 2075 K/Pdt/2005 hakim lebih melihat alasan yang di kemukakan

10 10 pemohon kasasi mengenai surat pernyataan hibah wasiat sebagai proses membuat sertipikat menjadi bukti kepemilikan tidak dapat dibenarkan, karena pengadilan tinggi tidak salah menerapkan hukum mengenai penilaian hasil pembuktian yang mana tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung oleh karena itu hakim memutus menolak pemohonan kasasi. b) Status hibah wasiat berdasarkan putusan nomor 66/Pdt.G/2003/PN.Yk jo nomor 64/Pdt/2004/PTY jo nomor 2075K/Pdt/2005 adalah batal demi hukum ( Nietig) sehingga tidak dapat dilaksanakan dan tidak mempunyai akibat hukum seperti apa yang dikehendaki. Obyek sengketa tetap atas nama bersama yaitu penggugat dan para tergugat atas dasar waris. Hal ini didasarkan pada hibah wasiat tersebut yang hanya dibuat dalam bentuk surat pernyataan tidak sesuai dengan syarat formil pembuatannya yaitu dengan akta otentik. 2. Penelitian dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Pengganti Keturunan Timur Asing Tionghoa dalam Pewarisan di Pengadilan Negeri Yogyakarta Penelitian ini dilakukan oleh Dessy Nakarasima (13/355291/PHK/07828), Program studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada 10, dengan rumusan masalah peneitian sebagai berikut: 10 Dessy Nakarasima, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Pengganti Keturunan Timur Asing Tionghoa dalam Pewarisan di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Tesis, Program Pascasarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

11 11 a) Mengapa hakim dalam menjatuhkan putusan nomor 118/PDT.G/2010/PN.YK tidak sesuai dengan Pasal 834 Kitab Undang-undang Hukum Perdata? b) Apakah putusan Nomor 118/PDT.G/2010/PN.YK telah memberikan Perlindungan Hukum Bagi Ahli Waris Pengganti Keturunan Timur Asing Tionghoa? Hasil Penelitian dari karya ilmiah ini dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Pertimbangan hakim mengenai tindakan dimana yurisprudensi lebih tepat dan lebih unggul nilai hukum dan keadilannya dari peraturan Pasal 834 KUHPerdata, mesti didasarkan atas kepatutan dan perlindungan kepentingan umum. Menurut majelis hakim dalam pertimbangannya harus menguji dan menganalisis secara hemat, bahwa nilai-nilai hukum yang terkandung dalam yurisprudensi yang bersangkutan jauh potensial bobot kepatutan dan perlindungan kepentingan umumnya dibanding dengan nilai yang terdapat dalam rumusan undang-undang. b) Perlindungan hukum yang diberikan kepada penggugat dalam kasus gugatan Nomor 118/Pdt.G/2010/PN.YK belum ada dalam putusan tersebut. Telah terpenuhinya kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan penggugat selaku ahli waris tetapi hal ini belum membuat hak-hak penggugat (ahli waris pengganti) terpenuhi yang seharusnya didapat oleh penggugat.

12 12 Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai persamaan dan perbedaan antara penelitian yang telah ada dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai hibah wasiat dan perlindungan hukum, sedangkan perbedaan dari penelitian oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Penelitian penulis berfokus pada perlindungan hukum bagi penerima hibah wasiat dalam hal pelaksana wasiat berkeberatan melaksanakan tugasnya untuk menjalankan isi wasiat berkaitan dengan pelaksanaan peralihan hak atas objek wasiat di kantor BPN sedangkan penelitian yang telah ada membahasa mengenai suatu putusan kasus pelaksanaan hibah wasiat di bawah tangan dan perlindungan hukum bagi ahli waris pengganti. 2. Penelitian penulis dilakukan pada instansi dan waktu yang berbeda. Dengan demikian berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis menyimpulkan bahwa penelitian dan penulisan ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian asli, yang murni dibuat dan dilakukan sendiri oleh penulis. Apabila ternyata dikemudian hari dilakukan penelitian serupa, maka diharapkan penelitian ini dapat melengkapi, sehingga permasalahan yang belum terpecahkan dalam penelitian sebelumnya dapat terjawab dalam penulisan yang akan penulis bahas dalam karya ilmiah ini.

13 13 D. Faedah Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam kajian mengenai perlindungan hukum bagi penerima hibah wasiat dalam hal pelaksana wasiat berkeberatan melaksanakan isi wasiat berkaitan dengan proses peralihan hak atas tanah di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian-penelitian di kemudian hari yang terkait mengenai judul dari karya ilmiah ini. 2. Bagi Pembangunan Negara dan bangsa Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berkontribusi bagi masyarakat dalam hal pembagian warisan bila terdapat hibah wasiat dari pewaris dan dalam pelaksanaan atas hibah wasiat khusus nya terkait prosedur peralihan hak atas tanah di kantor pertanahan setempat. E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis lebih dalam mengenai proses pelaksanaan, hambatan-hambatan yang ada dan upaya penyelesaiannya dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah wasiat di kota Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis lebih dalam mengenai upaya perlindungan hukum bagi penerima hibah wasiat dalam hal

14 14 pelaksana wasiat berkeberatan melaksanakan isi wasiat berkaitan dengan pelaksanaan peralihan hak atas tanah di Kota Yogyakarta.