BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI"

Transkripsi

1 26 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI A. Penyerahan (levering) Sebagai Perbuatan Pengalihan Objek Hak 1. Pengertian Penyerahan (Levering) Penyerahan yang juga diistilahkan levering, overdracht, opdracht adalah merupakan tindakan atau perbuatan pemindahan hak kepemilikan atas sesuatu barang atau benda dari seseorang kepada orang lain. Namum perlu dipahami bahwa peralihan atau berpindahnya hak atas kekayaan dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi dengan titel umum dan titel khusus. Mr.N.E.Algra & Mr.K.Van Duyvendijk mengemukakan, kekayaan itu mencakup segala hak dan utang. Peralihan suatu kekayaan, keseluruhan laba dan beban, disebutkan peralihan di bawah perbuatan perdata (titel) umum. Apabila hanya sebagian tertentu dari objek kekayaan itu yang pindah, maka hal itu disebut peralihan dibawah titel khusus. 36 Penyerahan adalah merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang menyatakan; Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Dari 36 Mr.N.E.Algra & Mr K.Van Duyvendijk, Pengantar Ilmu Hukum, Terj.J.T.C. Simorangkir, (Bandung: Binacipta,1983), hal

2 27 ketentuan tersebut di atas jelas disebutkan bahwa penyerahan itu merupakan salah satu cara memperoleh hak milik. Bahkan dari berbagai cara memperoleh hak milik yang disebut dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut di atas, maka sesungguhnya cara penyerahan ini merupakan cara yang paling sering terjadi dalam lalu-lintas hukum di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penyerahan di dalam KUHPerdata sering dipakai istilah-istilah lain, tetapi mempunyai pengertian yang sama dengan penyerahan, yaitu Opdracht, Overdracht, Transport (penyerahan atas benda tak bergerak), Cessie (penyerahaan untuk piutang atas nama) dan Inbreng (penyerahan dalam hal warisan). R. Subekti mengemukakan, perkataan penyerahan mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka ( feitelijke levering ). Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain ( juridische levering ). 37 Perbedaan antara kedua jenis penyerahan tersebut tampak dengan nyata pada benda-benda tidak bergerak, dimana hak milik atas benda tidak bergerak diserahkan atau berpindah dengan dilakukannya pencatatan (overschrijving) akta dalam register umum dengan apa yang disebut akta transport (acte van transport), tetapi terlepas daripada itu terdapat juga penyerahan nyata. Sebaliknya pada benda-benda bergerak penyerahan nyata dan penyerahan yurudis pada umumnya berpadu berupa penyerahan nyata. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan, menurut hukum Perdata yang dimaksud dengan penyerahan itu adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau 37 R.Subekti I, Op.cit,hal.71.

3 28 atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu 38. Penyerahan (levering) sebagai suatu perbuatan hukum untuk mengalihkan atau memindahkan hak milik oleh seseorang kepada orang lain bukanlah merupakan suatu perbuatan yang berdiri sendiri melainkan perbuatan hukum penyerahan (levering) merupakan tindak lanjut dari suatu perbuatan hukum yang menjadi dasar atau yang disebut sebagai alas hak (titel) dari penyerahan itu. Dalam hal ini perbuatan hukum yang menjadi dasar atau alas hak (titel) dari penyerahan adalah didasarkan atas persesuaian kehendak yang bermaksud mengalihkan hak milik atas kebendaan itu (obligatoir overeenkomst). Adapun perjanjian-perjanjian obligatoir (obligatoir overeenkomst) yang bertujuan memindahkan hak milik yang diatur dalam KUHPerdata adalah berupa perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar dan perjanjian hibah. Dalam Code civil Perancis, kata penyerahan dikenal dengan nama Delivrance, penyerahan yang dilakukan pada perjanjian jual beli, dianggap merupakan penyerahan kekuasaan belaka saja atas sesuatu benda yang dijualnya, karena hak milik atas barang yang dijual menurut Code Civil Perancis telah berpindah kepada pembeli pada saat terjadinya perjanjian jual beli. Berbeda halnya menurut sistim yang dianut oleh KUHPerdata (BW) justru sebaliknya dimana dengan perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan berpindahnya hak milik dan untuk itu masih diperlukan perbuatan hukum berupa penyerahan (levering). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1459 KUHPerdata yang menyebutkan, Hak milik atas barang yang dijual 38 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal.67.

4 29 tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan Feitelijke Levering dan Juridische Levering Sebagaimana telah dikemukakan bahwa dalam sistim KUHPerdata, beralihnya hak milik dari seorang kepada orang lain adalah pada saat dilakukannya penyerahan (levering) atas benda tersebut, bukan pada saat dibuatnya perjanjian yang menjadi alas hak (titel) dari peralihan hak milik tersebut. Dengan kata lain hak milik atas suatu benda belum berpindah saat perjanjian jual-beli atau tukar-menukar ataupun hibah dibuat, melainkan hak milik atas benda tersebut baru berpindah setelah dilakukan penyerahan ( levering). Oleh karenanya penyerahan (levering) adalah seolah-olah para pihak berjanji lagi untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda. Dalam Hukum Perdata (BW), dikenal dua jenis penyerahan yaitu; 1. Penyerahan secara nyata (feitelijke levering) 2. Penyerahan secara hukum (yuridische levering). Penyerahan secara nyata (feitelijke levering) yaitu perbuatan berupa penyerahan kekuasaan belaka atau penyerahan secara phisik atas benda yang dialihkan yang biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, kecuali barang yang akan diserahkan itu berada dalam suatu gudang, maka penyerahannya cukup dilakukan dengan menyerahkan kunci dari gudang tersebut. Penyerahan secara hukum (yuridische levering) yaitu perbuatan hukum memindahkan hak milik atas suatu benda dari seorang kepada orang lain, perbuatan hukum mana dilakukan dengan membuat surat

5 30 atau akta penyerahan yang disebut akta van transport dan diikuti pendaftaran di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu. H.F.A.Vollmar 39 mengemukakan bahwa penyerahan yuridis adalah perbuatan hukum pada mana dan karena mana hak eigendom (atau salah satu hak harta kekayaan lain) diperalihkan. Dari kedua istilah penyerahan ini, yaitu penyerahan secara hukum (yuridische levering) dan penyerahan secara nyata (feitelijke levering), tentunya mempunyai perbedaan antara satu dengan yang lainnya, perbedaan ini akan tampak jelas dalam penyerahan terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak. Terhadap penyerahan benda bergerak, penyerahan secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (yuridiche levering) jatuh pada saat bersamaan, dalam arti dengan dilakukannya penyerahan secara phisik atas benda itu, maka ketika itu telah berpindah hak milik atas benda itu dalam arti telah terjadi penyerahan yuridis (yuridiche levering) dan tidak diperlukan adanya akta van transport atau akta penyerahan, jadi cukup dilakukan secara dari tangan ke tangan. Untuk penyerahan atas benda bergerak dapat dilihat dalam Pasal 612 KUHPerdata yang menyebutkan ; Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya. 39 H.F.A.Vollmar I, Op.cit, hal.230.

6 31 Penyerahan secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (yuridische levering) nampak dalam penyerahan benda tidak bergerak, dimana pemindahan/pengalihan hak milik atas benda tidak bergerak ini tidak cukup dilakukan hanya penyerahan secara nyata kekuasaan atau phisik atas benda tersebut tetapi justru yang menentukan perpindahan hak milik atas benda itu adalah pada penyerahan secara yuridis (yuridische levering) yang dilakukan yaitu dengan cara membuat akta penyerahan yang disebut akta van transport dan didaftar di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu, misalnya untuk tanah dilakukan balik nama pendaftaran tanah di Badan Pertanahan Nasional. Untuk penyerahan atas benda-benda yang tidak bergerak, misalnya tanah harus dilakukan dengan mendaftarkan akte jual belinya ke Kantor Kadaster (Kantor Balik Nama), hal ini dapat dilihat dari ketentuan bunyi Pasal 616 KUHPerdata: Penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akte yang bersangkutan dengan cara ditentukan seperti dalam Pasal Sistem dan Sahnya Penyerahan (Levering). Berkaitan dengan sistem penyerahan (levering) ini dalam berbagai sistem hukum dikenal apa yang disebut dengan Causal stelsel dan Abstracts stelsel. Di dalam stelsel causal maka kekuatan yang berlaku dari penyerahan ditentukan oleh alas hak atau titel dari penyerahan itu, sedangkan didalam stelsel abstrak maka

7 32 berlakunya penyerahan itu terlepas dari pada apa yang menjadi dasar/ alas hak atau yang menjadi titel dari penyerahan itu. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Abdul Kadir Muhammad mengemukakan ada dua pendapat atau teori 40, yaitu : 1. Teori kausal. Menurut teori ini sah atau tidak pemindahan hak milik tergantung pada sah atau tidak alas hak (perjanjian obligator). Jika alas haknya sah, pemindahan hak milik sah. Teori ini diikuti dalam praktek. Tujuannya untuk melindungi pemilik yang berhak. Penganjur teori ini adalah Paul Scholten. 2. Teori abstrak. Menurut teori ini, sah atau tidak pemindahan hak milik tidak digantungkan pada sah atau tidak alas hak. Jadi pemindahan hak milik dan alas hak itu terpisah sama sekali. Pemindahan hak milik juga sah, walaupun alas haknya tidak sah atau tanpa alas hak. Tujuan teori ini untuk melindungi pihak ketiga yang jujur. Penganjurnya adalah Meyers. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan bahwa sistem hukum yang terbanyak diikuti ialah yang menganut sistem Code Civil, yaitu perpindahan hak atas barang itu terjadi pada saat penutupan perjanjian sedangkan penyerahan merupakan suatu feitelijke-daad saja 41 yang artinya tindakan nyata pemindahan secara pisik atas penguasaan bendanya. Pentingnya membicarakan kedua sistem penyerahan (levering) ini karena kedua sistem ini berkaitan dengan keabsahan perbuatan penyerahan (levering) tersebut dikaitkan dengan keabsahan dari perjanjian obligatoir (obligatoir overeenkomst) yang menjadi dasar dari penyerahan dimaksud. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penyerahan (levering) sebagai suatu perbuatan hukum mengalihkan/memindahkan hak milik bukanlah merupakan perbuatan hukum yang berdiri sendiri melainkan 40 Abdul Kadir Muhammad., Hukum Perikatan,(Bandung, Alumni, 1982), hal Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Loc.cit.

8 33 penyerahan (levering) adalah merupakan perbuatan lanjutan dari suatu perbuatan hukum berupa persesuaian kehendak dari pihak-pihak yang saling mengikatkan diri yang bertujuan mengalihkan/memindahkan hak milik yang disebut sebagai perjanjian obligatoir (obligatoir overeenkomst) yang merupakan alas hak atau titel seperti perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar dan perjanjian hibah. Dengan kata lain apabila perjanjian yang menjadi dasar dari suatu penyerahan (levering) tersebut, misalnya perjanjian jual belinya, atau perjanjian tukar menukarnya ataupun perjanjian hibahnya dikemudian hari dibatalkan karena sesuatu hal, apakah serta-merta berakibat batalnya perpindahan/peralihan hak milik yang telah dilakukan tersebut atau apakah sebaliknya walaupun perjanjian obligatoirnya yaitu perjanjian jual beli, tukar-menukar atau hibahnya dibatalkan tidak serta merta membawa akibat kepada pembatalan peralihan hak milik tersebut. Berkaitan dengan sistem yang dianut KUHPerdata mengenai pemindahan atau pengalihan hak milik yang terdiri atas dua tahapan yaitu tahap obligatoire overeenkomst dan tahap zakelijke overeenkomst 42.Maka persoalan yang penting dalam hal ini adalah bagaimana keterkaitan antara kedua tahapan atau perbuatan hukum tersebut. Dengan kata lain berkaitan dengan hal tersebut timbul pertanyaan apakah sah pembalikan nama dalam jual beli atas benda tidak bergerak tersebut tergantung pada sah atau tidak sahnya perjanjian obligatoir? Ataukah harus dipandang terlepas dari obligatoir overeenkomst itu. Pertanyaan ini penting baik bagi pembeli yang telah menerima/memiliki benda tersebut terutama juga bagi pihak 42 R. Subekti I, Op.cit, hal. 72

9 34 ketiga yang telah memperolehnya kemudian dari pihak pembeli misalnya pembeli tersebut kemudian menjualnya lagi kepada orang lain (pihak ketiga), karena ada kemungkinan perjanjian jual beli yang pertama tadi dibatalkan atas gugatan orang lain dengan dasar misalnya bahwa penjual tidak berhak menjual benda tersebut. Contohnya; A menjual sebidang tanah kepada B yang telah diikuti dengan penyerahan bendanya dan telah dibalik-namakan atas nama B. Kemudian B menjual tanah tersebut kepada C. Atas gugatan X, pengadilan memutuskan membatalkan jual beli antara A dengan si B dengan alasan bahwa A tidak berhak menjual benda tersebut. Timbul pertanyaan apakah pembalikan nama yang telah dilakukan oleh B menjadi tidak sah dan bagaimana pula hak yang diperoleh oleh C dalam hal tersebut? 43 Terhadap contoh tersebut di atas, maka menurut sistem causal ( causal stelsel ) dengan dibatalkannya perjanjian jual beli tersebut, maka secara otomatis batallah juga peralihan hak milik tersebut, sedangkan menurut sistem abstrak (abstact stelsel) peralihan hak milik tersebut tetap sah walaupun perjanjian jual belinya dibatalkan. R.Subekti menyatakan bahwa menurut pendapat yang lazim dianut oleh para ahli hukum dan para hakim, dalam BW berlaku apa yang dinamakan causal stelsel, dimana memang sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu digantungkan pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir 44, misalnya, perjanjian jual beli atau 43 R. Subekti I, Op.cit, hal Ibid.

10 35 perjanjian schengking dan sebagainya. Dalam sistem ini dititik beratkan pemberian perlindungan pada si pemilik, dengan mengorbankan kepentingan orang-orang pihak ketiga. KUHPerdata menganut sistem causal (causal stelsel) yaitu suatu sistem yang menggantungkan sahnya penyerahan (levering) itu pada dua syarat ; 1. Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya penyerahan (levering); 2. Penyerahan dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas (beschikkingsbevoegd) terhadap barang yang diserahkan. Adapun dasar hukum dianutnya sistem causal ini dalam KUHPerdata adalah ketentuan yang diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata, pada kalimat yang menyatakan; karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas atas kebendaan itu. Ketentuan Pasal 584 KUHPerdata tersebut mensyaratkan bahwa yang memindahkan hak milik itu haruslah orang yang berwenang (pemilik) sebagaimana disimpulkan dari Pasal 584 KUHPerdata yang menentukan bahwa penyerahan itu haruslah dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas atas kebendaan itu yang berarti haruslah sebagai pemilik, kecuali mengenai benda bergerak terdapat penyimpangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1977 KUHPerdata yang menentukan bahwa mengenai benda bergerak, bezitter dianggap sebagai pemilik dan karenanya berhak memindahkan hak milik secara sah. R.Subekti mengemukakan sistim abstrak yaitu sistem yang dianut di Jerman Barat. Menurut sistem ini levering (yang dikonstruksikan sebagai suatu zakelijke overenkomst ) sudah dilepaskan hubungannya dengan perjanjian obligatoirnya dan

11 36 berdiri sendiri. Dengan demikian maka kalau di Prancis obligatoir dan zakelijke overeenkomst diperas menjadi satu, di negeri Belanda merupakan dua peristiwa yang interdependen, maka di Jerman Barat zakelijke overeenkomst itu dipandang sebagai dan dijadikan suatu perbuatan hukum (Rechtsgeschaft) tersendiri 45. Mengingat penyerahan (levering) adalah merupakan suatu perbuatan hukum yaitu perbuatan memindahkan atau mengalihkan kepemilikan atas sesuatu benda dari seseorang kepada orang lain, maka sangatlah penting untuk dipahami mengenai sahnya penyerahan (levering) dimaksud. Dari ketentuan Pasal 584 KUHPerdata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa menurut KUHPerdata untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu : a. Berdasar atas suatu peristiwa perdata yang dalam hal ini disebut sebagai alas hak atau titel. b. Dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas yang dalam hal ini yang berwenang untuk memindahkannya. ad. a. Berdasar atas suatu peristiwa perdata dimaksudkan adalah bahwa penyerahan itu didasarkan atas suatu alas hak yang sah yaitu berupa perjanjian antara pihak-pihak berdasar atas persesuaian kehendak yang bermaksud untuk mengalihkan hak milik atas barang tersebut, perjanjian mana disebut sebagai perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang baru pada tahap menimbulkan kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas benda yang bersangkutan, misalnya perjanjian jual beli, perjanjian tukar menukar dan perjanjian hibah. Agar tindakan pengalihan hak milik tersebut sah secara hukum maka 45 R. Subekti III, Op.cit, hal.13.

12 37 disyaratkan bahwa perjanjian obligatoir yang menjadi alas hak penyerahan itu haruslah dibuat secara sah pula. Hal ini berarti bahwa sahnya penyerahan digantungkan kepada sahnya perjanjian yang menjadi dasar dari penyerahan dimaksud yaitu perjanjian jual beli, perjanjian tukar menukar ataupun perjanjian hibah. ad. b. Dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas yang dalam hal ini yang berwenang untuk memindahkannya. Penyerahan (levering) tersebut harus dilakukan oleh orang-orang yang berhak berbuat bebas (beschikkings bevoged) terhadap barang-barang yang dialihkan kepemilikannya tersebut. Hal ini berarti bahwa orang yang akan mengalihkan hak milik atas sesuatu benda kepada orang lain disyaratkan bahwa orang tersebut haruslah berkuasa atau berwenang penuh atas benda tersebut untuk mengalihkan atau memindahkan hak kepemilikannya. Jadi sekiranya seseorang hanya mempunyai hak yang terbatas atas suatu benda misalnya hanya mempunyai hak menyewa atau memakai, maka orang yang demikian tidaklah orang yang berhak berbuat bebas atas benda tersebut dan oleh karenanya bukanlah orang yang berwenang untuk mengalihkan hak milik atas benda yang disewa atau dipakainya. Ketentuan yang mensyaratkan bahwa penyerahan haruslah dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas atas bendanya adalah sesuai dengan asas yang menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat menyerahkan sesuatu lebih daripada apa yang menjadi haknya. Asas ini dikenal dengan sebutan nemo plus regel.

13 38 Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa dalam KUHPerdata dianut ajaran bahwa untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu : a. Alas hak (rehtstitel) b. Perjanjian kebendaan yang diikuti dengan perbuatan penyerahan (pendaftaran) dan penerbitan sertifikat. c. Wewenang menguasai (beschikkings bevoegheid) 46 Adapun cara penyerahan (levering) adalah tergantung pada jenis benda yang akan diserahkan yaitu sebagai berikut : 1. Penyerahan Benda Bergerak. Penyerahan benda bergerak diatur dalam Pasal 612 KUHPerdata, yang berbunyi: Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya. Dari ketentuan pasal tersebut di atas menyatakan bahwa cara pelaksanaan penyerahan atas benda bergerak dilakukan secara nyata (feitelijke) dari tangan ke tangan tanpa adanya suatu formalitas tertentu berupa akte penyerahan. Bahkan jika yang akan diserahkan tersebut berupa benda yang berada dalam suatu gudang, maka penyerahan benda tersebut cukup dengan penyerahan kunci gudang tersebut. Sekiranya benda yang akan diserahkan tersebut telah berada dalam penguasaan seseorang yang akan menerima 46 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 40

14 39 penyerahan benda tersebut sebagai houder misalnya penyewa, maka dalam hal demikian tidak perlu lagi dilakukan penyerahannya melainkan dengan terjadinya perjanjian yang menjadi dasar dari penyerahan tersebut, hak milik atas barang tersebut otomatis berpindah. Penyerahan yang demikian dinamakan tradition brevi manu atau levering met de korte hand atau yang disebut penyerahan secara tangan pendek. Mr.N.E.Algra & K.Van Duyyendijk mengemukakan; sehubungan dengan pertanda luar, maka undang-undang bertitik tolak demikian nyata dari pasal ini, bahwa untuk penyerahan milik mengenai barang bergerak melalui pengadaan penguasaan, harus terjadi sesuatu yang dapat dilihat: memberikan barang itu, menyerahkan kunci 47. Atas peraturan pokok ini undang-undang memberikan suatu pengecualian, yang memungkinkan pertukaran penguasaan yang tidak kelihatan. Pasal 612 ayat 2 KUHPerdata; Penyerahan itu tidak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan dengan alasan hak lain misalnya alasan hak sewa, pinjam pakai telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya. Dengan lain perkataan apabila seseorang kepada siapa milik barang itu harus diserahkan, telah menguasai barang itu (misalnya berdasarkan alasan hak hukum pinjam pakai atau sewa), maka penyerahan itu tidak perlu dilakukan. Dari apa yang dikemukakan oleh Mr.N.E.Algra tersebut di atas bahwa penyerahan akan kebendaan bergerak tersebut terjadi secara nyata, melalui pengadaan penguasaan yang dapat dilihat yaitu dengan memberikan barang itu atau menyerahkan kunci, kecuali jika barang yang akan 47 Mr.N.E.Algra & K.Van Duyvendijk, Op.cit, hal. 240.

15 40 diserahkan itu sebelumnya telah berada dalam penguasaan oleh pihak yang akan memerimanya maka pengalihan hak itu tidak kelihatan. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hak milik atas sesuatu barang hanya dapat berpindah secara sah, jika seseorang memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut yaitu pemiliknya. Akan tetapi dapat dimaklumi bahwa kelancaran lalu-lintas hukum akan sangat terkendala bila dalam setiap perjanjian yang bermaksud mengalihkan barang bergerak misalnya dalam jual beli, pihak pembeli tersebut harus terlebih dahulu menyelidiki apakah pihak penjual tersebut sungguh-sungguh mempunyai hak milik atas barang tersebut. Guna kepentingan lalu lintas hukum itulah maka Pasal 1977KUHPedara menetapkan mengenai barang bergerak si penjual dianggap sudah cukup membuktikan hak miliknya dengan mempertunjukkan bahwa ia menguasai barang itu seperti seorang pemilik, yaitu bahwa menurut keadaan yang tampak keluar barang itu seperti kepunyaannya sendiri (bezit). Selengkapnya Pasal 1977 KUHPerdata menyebut; Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Jadi seseorang yang hendak mengalihkan benda bergerak tersebut tak perlu ia memperlihatkan cara bagaimana ia mendapatnya (titel-nya), tak perlu ia memperlihatkan tanda bukti tentang hak miliknya, cukuplah ia mempunyai bezit menurut pengertian hukum. Dan sipembeli yang percaya pada adanya bezit dipihak si penjual ia akan dilindungi oleh undang-undang, dan jika kemudian ternyata bahwa si penjual itu bukan pemilik, melainkan misalnya hanya seorang pemakai

16 41 berdasar pinjam pakai, maka si pembeli tetap sebagai pemilik baru atas barang itu. Oleh karenanya Pasal 1977 KUHPerdata tersebut memberi perlindungan hukum bagi pembeli, dan mengorbankan kepentingan pemilik yang sejati. Jika dikaji dari sisi keadilan dan kepastian hukum maka ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata tersebut sudah mencerminkan keadilan dan kepastian hukum, namum penerapan Pasal 1977 KUHPerdata tersebut tidak berlaku bagi barang yang berasal dari hasil pencurian. Orang yang kecurian berhak meminta kembali barangnya dari tiap orang yang memegangnya. Menurut Mariam Darus Badrulzaman Pasal 1977 KUHPerdata dengan asas Bezit geldt als volkomen titel telah merubah peranan dari syarat-syarat penyerahan (levering) khususnya wewenang menguasai 48. Pasal ini menghapuskan syarat wenang menguasai yang disebut dalam pasal 584 KUHPerdata. Mariam Darus Badrulzaman menyimpulkan, ada beberapa cara penyerahan benda bergerak/berwujud sebagai berikut : a. Dengan penyerahan nyata (feitelijke levering) Pasal 612 KUHPerdata dengan perkataan lain dari tangan ke tangan. b. Penyerahaan simbolis (tradition simbolica) Pasal 612 KUHPerdata misalnya dengan penyerahan kunci dari gudang. c. Penyerahan dengan cara pendek (tradition brevi manu), Pasal 612 KUHPerdata terjadi dalam hal benda yang akan diserahkan dengan alas hak yang lain telah berada dalam penguasaan orang yang berhak menerimanya. d. Penyerahan dengan cara panjang (tradition longa manu), terjadi jika benda yang akan diserahkan berada dalam penguasaan pihak ketiga. e. Constitutum possessorium, terjadi jika benda yang akan diserahkan berada dalam tangan pemilik semula Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal Ibid, hal. 70

17 42 2. Penyerahan untuk benda tidak bergerak (on roerende zaken). Mengenai penyerahan (levering) benda tidak bergerak ini haruslah memperhatikan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria yang diatur dalam UU Nomor 5 tahun 1960, dimana penyerahan atas tanah tidak berlaku lagi ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata melainkan yang mengaturnya adalah ketentutan Undang- Undang Pokok Agraria. Dalam ketentuan KUHPerdata penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616. Yang menyatakan; Penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan cara pengumuman akta-akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620 KUHPerdata. Sedangkan Pasal 620 KUHPerdata tersebut menyatakan: Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan membukukannya dalam register. R.Subekti mengemukakan; penyerahan-mengenai benda tidak bergerak- harus dilakukan dengan pembuatan suatu tulisan yang dinamakan akte van transport (surat penyerahan), yang dibuat secara resmi (authentiek), di depan notaris 50. Akte tersebut berupa suatu keterangan timbal-balik yang ditandatangani bersama oleh si penjual dan si pembeli, yang secara pokok berisi disatu pihak penjual menyerahkan hak milik atau benda yang bersangkutan. Biasanya 50 R.Subekti I, Op.cit, hal.72.

18 43 si penjual itu bersama-sama menghadap pegawai pengurusan pembalikan nama (Overschrijvings ambtenaar, sekarang Pegawai Kadaster) untuk bersama-sama melaksanakan pembalikan nama. Tetapi menurut pendapat yang lazim dianut, sipembeli itu juga dapat menghadap sendirian saja, jika ia sudah memegang akte van transport, karena itu berarti ia telah mendapat kuasa dari si penjual untuk melaksanakan sendiri pembalikan nama itu. 3. Penyerahan benda tidak bertubuh (onlichamelijk zaak) Untuk penyerahan benda tidak berwujud (bertubuh) diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang menyatakan: Penyerahan akan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akte autentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat-bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat-tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endossemen. Dari ketentuan tersebut di atas maka yang disebut dengan benda yang tidak berwujud atau atau tidak bertubuh adalah terdiri dari ; 1. Piutang atau tagihan atas nama (op naam) 2. Piutang Surat-bawa (aan toonder) 3. Piutang Surat-tunjuk (aan order).

19 44 ad. 1. Penyerahan piutang atau tagihan atas nama (op naam) ini disebutkan dalam Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata tersebut, yaitu dilakukan dengan cessie yaitu dengan cara membuat akta otentik ataupun di bawah tangan dengan mana dinyatakan bahwa piutang itu telah dipindahkan kepada seseorang. H.F.A.Vollmar 51 menyatakan dengan cessie ini hakekatnya adalah penggantian kreditur yang semula (cedent) oleh orang lain (cessionaries) maka ini adalah mengenai sesuatu soal yang sebagian juga termasuk dalam hukum perutangan, lebih dimana penyerahan tersebut selain pihak-pihak, juga selalu orang ketiga tersangkut, yaitu debitur. Dalam proses penyerahan secara cessie ini kreditur lama disebut dengan cedent debitur disebut dengan cessus dan kreditur baru yakni terhadap siapa piutang itu diserahkan atau dialihkan disebut dengan cessionaris. Syarat utama penyerahan piutang atau tagihan atas nama (op naam) ini di dalam Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata tersebut diatas disebutkan harus dibuat dengan suatu akta otentik ataupun akta dibawah tangan, sehingga penyerahan secara lisan tidaklah sah. Selanjutnya agar peralihan itu atau cessie ini berlaku terhadap debitur, maka hal ini harus diakui olehnya secara tertulis atau apabila debitur menolak untuk mengakui, maka penyerahan tersebut harus diberitahukan kepadanya secara resmi (betekenen). ad. 2. Penyerahan piutang surat-bawa (aan tonder) diatur dalam Pasal 613 ayat 3 KUHPerdata, dimana dilakukan dengan cara penyerahan nyata (feitelijke levering). 51 H.F.A.Vollmar II, Op.cit, hal 98.

20 45 ad. 3. Penyerahan piutang atas-tunjuk (aan order) diatur dalam Pasal 613 ayat 3 KUHPerdata, yaitu dilakukan dengan penyerahan dari surat itu disertai dengan endossemen. Endossemen dimaksudkan yaitu dengan menuliskan di balik surat piutang itu yang menyatakan kepada siapa piutang tersebut dipindahkan. Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan, Endosemen adalah pernyataan penyerahan (overdrachts verklaring) yang ditanda-tangani kreditur (endosan) yang bertindak sebagai pemberi dan harus memuat nama pemegang 52. B. Konsepsi Jual Beli Tanah. 1. Jual Beli Menurut KUHPerdata Perjanjian jual beli sebagai suatu perjanjian pertama-tama harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa : untuk sahnya sebuah perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Empat syarat tersebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata itu adalah syarat yang pokok dari suatu perjanjian, tanpa syarat itu perjanjian dianggap tidak sah secara hukum. Dua syarat yang pertama pada point (1) dan (2) disebut dengan syarat subjektif, karena mengenai orang atau para pihak dalam suatu perjanjian. Sedangkan 52 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 96.

21 46 dua syarat yang berikutnya pada point (3) dan (4) disebut sebagai syarat objektif, karena mengenai objek perjanjiannya sendiri atau mengenai objek dari suatu perjanjian yang dilakukan. ad.1. Dengan sepakat dimaksudkan bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian harus ada saling sepakat, setuju, serta seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu di dalam memberi persetujuannya harus berdasar kehendak bebas tanpa ada unsur paksaan atau tekanan dari pihak manapun juga dan tidak diberikan karena kekhilafan ataupun karena penipuan. Oleh karenanya tidak ada tercapai kata sepakat, apabila kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan, paksaan dan penipuan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang menyebutkan; Tidak ada sepakat yang syah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Selanjutnya mengenai kekhilafan ini dijelaskan dalam Pasal 1322 KUHPerdata, yang membagi kekhilafan itu dalam 2 (dua) jenis yaitu kekhilafan mengenai hakekat benda yang menjadi pokok perjanjian yang disebut dengan error in substansia dan kekhilafan mengenai orangnya atau subjeknya yang disebut dengan error in persona. Kekhilafan mengenai hakekat benda yang diperjanjikan maksudnya adalah kekhilafan itu ditujukan atau mengenai sifat benda yang merupakan tujuan sesungguhnya bagi kedua belah pihak dalam mengadakan perjanjian, misalnya seseorang yang beranggapan bahwa ia telah

22 47 membeli lukisan hasil karya Basuki Abdullah, ternyata yang dibelinya itu adalah tiruan. Kekhilafan mengenai orangnya dimaksudkan bahwa kekhilafan itu harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal itu dianya tidak akan menyetujuinya, misalnya seseorang yang mengadakan suatu kontrak dengan orang yang dikiranya sebagainya penyanyi terkenal, padahal bukanlah orang itu yang dimaksudkan yang kebetulan namanya saja yang bersamaan. Paksaan adalah paksaan terhadap badan (pisik) dan paksaan terhadap jiwa (psikis) dan paksaan yang dilarang oleh undang-undang 53. Paksaan psikis adalah paksaan biasa yang hanya dapat membatalkan sebagian dari perjanjian, karena pihak yang dipaksa tersebut masih dapat melaksanakan kehendaknya walaupun kehendaknya itu dipengaruhi oleh suatu ancaman. Sedangkan paksaan pisik adalah paksaan keras, yang menyebabkan perjanjian itu batal secara mutlak, karena pihak yang dipaksa tidak mempunyai kehendak sama sekali, sehingga yang dipaksa tidak mungkin untuk melakukan yang lain daripada itu, misalnya orang yang dipegang tangannya oleh orang lain yang lebih kuat untuk membubuhkan tanda tangannya atas sesuatu kontrak. Dengan penipuan dimaksudkan apabila mempergunakan perbuatan tipu muslihat sehingga bagi pihak lain ditimbulkan suatu gambaran yang tidak benar tentang suatu hal yang diperjanjikan, demikian dikatakan oleh Pasal 1328 KUHPerdata. Suatu penipuan tidak hanya sangkaan melainkan harus 53 Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Materil (Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), hal. 80.

23 48 dibuktikan. Penipuan juga merupakan suatu alasan untuk pembatalan suatu perjanjian. ad. 2. Syarat kedua untuk syahnya suatu perjanjian adalah kecakapan dari subjek yang mengadakan perjanjian. Yang dimaksudkan adalah orang atau para pihak yang mengadakan perjanjian itu haruslah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum. Dalam Pasal 1329 KUHPerdata dikatakan; Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Pada umumnya seseorang itu dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai usia 21 tahun. Demikian diisyaratkan oleh Pasal 1330 KUHPerdata yang menyatakan tidak cakap membuat persetujuan-persetujuan adalah; 1. Orang yang belum dewasa. 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan. 3. Orang-orang perempuan, dalam hal ini yang di tetapkan oleh undangundang pada umumnya semua orang kepada siapa undang-ndang telah melarang membuat perjanjian tersebut. Yang disebut orang yang belum dewasa adalah diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yang menyebutkan; Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Sedangkan yang ditaruh dibawah pengampuan adalah diatur dalam Pasal 433 KUHPerdata yang menyebutkan; Setiap orang dewasa,

24 49 yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh dibawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya ad. 3. Sebagai syarat yang ke 3 (tiga) adalah suatu hal tertentu atau biasa juga disebut dengan objek tertentu. Suatu hal tertentu merupakan objek perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai suatu hal yang harus dilaksanakan oleh pihak yang berjanji atau dalam hal para pihak saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu dalam perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya dan jumlah boleh tidak ditentukan (disebutkan) tetapi asal dapat dihitung dan ditetapkan, demikian ditentukan oleh Pasal 1333 KUHPerdata. Kemudian oleh Pasal 1332 KUHPerdata dikatakan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat dijadikan objek perjanjian. ad. 4. Sebagai yang terakhir yang ke 4 (empat) dari syarat syahnya suatu perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Kata sebab adalah terjemahan kata causa yang berasal dari bahasa latin, dalam bahasa Belanda disebut oorzaak. Wirjono Prodjodikoro menterjemahkan kata causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan itu 54. Di lain pihak R. Subekti mempunyai pendapat yang hampir sama, bahwa oleh 54 Wirjono Prodjodikoro, Op.cit, hal. 35.

25 50 beliau yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian, adalah isi dari pada perjanjian itu sendiri 55. Perjanjian jual beli pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut mengenai unsur esensialia dan aksidentalia dari perjanjian tersebut. Perjanjian jual beli pada umumnya dikatakan merupakan perjanjian konsensual karena ada juga perjanjian jual beli yang termasuk perjanjian formal, yaitu yang mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis yang merupakan akta otentik, yakni jual beli barang-barang tidak bergerak. Dalam suatu proses jual beli terdapat dua sisi hukum perdata, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Dikatakan sebagai hukum kebendaan karena dalam hal jual beli melahirkan hak pada masing-masing pihak atas tagihan (penjual dan pembeli), yang berupa penjual menerima penyerahan pembayaran harga jual dari pihak pembeli sedangkan pembeli menerima penyerahan hak atas kebendaan. Sedangkan dari sisi hukum perikatan, jual beli melahirkan kewajiban kepada masing-masing pihak. Dimana penjual wajib menyerahkan hak atas kebendaan yang dijual kepada pembeli sedangkan pembeli wajib membayar harga atas barang yang dibeli tersebut 56. Menurut ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata menyatakan bahwa: jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Dari bunyi pasal tersebut terlihat bahwa, yang menjadi unsur hal R.Subekti II, Op.cit, hal Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi, Jual Beli (Jakarta: Raja Grafindo Perada, 2003),

26 51 perjanjian jual beli adalah mengenai barang dan harga, hal ini relevan dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian jual beli itu telah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat diantara para pihak mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. R.Subekti mengemukakan; unsur pokok ( essentialia ) perjanjian jual beli adalah barang dan harga 57. Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga. Begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi: Jual beli dianggap telah terjadi diantara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang barang dan harga meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayàr. Salah satu sifat yang penting lagi dari jual beli menurut sistem KUHPerdata, adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya obligatoir saja, artinya jual beli itu belum memindahkan hak milik. Ia baru memberikan hak dan meletakkan kewajiban pada kedua belah pihak yaitu memberikan kepada si pembeli hak untuk menuntut 57 R.Subekti III, Op.cit, hal. 2.

27 52 diserahkannya hak milik atas barang yang dijual. Sifat ini nampak jelas dari Pasal 1459 KUHPerdata, yang menerangkan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang bersangkutan. 58 Wirjono Projodikoro 59 menyatakan persetujuan jual beli hanya mempunyai sifat obligatoire artinya tidak berdaya langsung mengenai kedudukan barangnya. Jadi jual beli tersebut tidak langsung mengenai kedudukan benda (zaakelijk) hanya mengikat (obligatoir). Dalam perjanjian jual beli, penjual berkewajiban : a. Menyerahkan barang yang dijual dalam keadaan baik, artinya benda yang diserahkan itu harus sesuai dengan yang diperjanjikan. b. Menjamin kenikmatan tenteram bagi pembeli atas penguasaan benda tersebut sebagai konsekwensi bahwa penjual adalah benar sebagai pemilik atas benda itu. c. Menanggung barang yang diserahkan atas cacad yang tersembunyi. Sedangkan kewajiban pembeli adalah : a. Membayar harga barang dengan sejumlah uang sesuai dengan yang disepakati; b. Memikul biaya yang timbul dari perjanjian jual beli seperti ongkos antar, biaya surat-surat atau akta dan sebagainya, kecuali diperjanjikan lain oleh kedua belah pihak. 58 R.Subekti III, Op.cit, hal Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan (Bandung, Alumni, 1981), hal. 18. Tertentu,

28 53 Bahwa perjanjian jual beli belumlah memindahkan hak milik sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1459 KUHPerdata yang menyebutkan: Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada sipembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612,613 dan Jual Beli Tanah Menurut UUPA Jual beli tanah memiliki corak khusus, sehingga berbeda dengan jual beli pada umumnya yang diatur dalam KUHPerdata. Sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria dan oleh karenanya terdapat dua pengaturan mengenai jual beli tanah, yaitu jual beli tanah menurut hukum barat dalam hal ini KUHPerdata dan menurut hukum adat. Namun sejak berlakunya UUPA maka terjadilah inifikasi hukum agraria sehingga pengaturan jual beli tanah tunduk kepada UUPA. Jual beli dengan objek hak atas tanah, juga dilakukan dengan perjanjian untuk lebih memberikan kepatian hukum, karena hak atas tanah termasuk objek perjanjian yang secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dalam hal ini UUPA, dimana setiap perbuatan hukum yang menyangkut tentang hak atas tanah terikat atau harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam UUPA. Namun perlu dipahami bahwa walaupun perbuatan jual beli terkait dengan hak atas tanah tanah tunduk kepada UUPA namum dalam hal jual beli tanah sebagai suatu perbuatan hukum yaitu perjanjian, maka sebagai suatu perjanjian haruslah memenuhi syaratsyarat yang diatur dalam KUHPerdata sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian.

29 54 Dalam UUPA tidak ada dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan jual beli tanah itu, namun walaupun demikian mengingat hukum agraria kita sekarang ini berdasar atas hukum adat, maka pengertian jual beli tanah sekarang ini harus pula diartikan menurut konsep pengertian hukum adat yaitu sebagai perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual. 60 Dalam UUPA istilah jual beli hanya diatur dalam satu pasal yaitu Pasal 26 dan dalam pasal lainnya disebutkan sebagai dialihkan. Pasal 26 UUPA menyebutkan; Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah. Oleh karenanya jual beli sebagai perbuatan untuk memindahkan hak milik atas tanah diawasi dan diatur dalam Peraturan Pemerintah, artinya Pemerintah turut campur dalam hal perbuatanperbuatan hukum yang bermaksud untuk memindahkan hak milik atas tanah, dalam hal ini khususnya perbuatan jual beli tanah. Istilah lain dari jual beli tanah dalam UUPA yaitu sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar dan hibah wasiat. Namun dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa hukum tanah nasional kita adalah hukum adat maka jual beli tanah dalam UUPA adalah sesuai dengan hukum adat. 60 Effendi Perangin-angin, Op.cit, hal. 13.

30 55 Menurut hukum adat jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak atas tanah tersebut dilakukan dihadapan Kepala Adat yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan pemindahan hak atas tanah tersebut diketahui oleh umum. Tunai makudnya bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan serentak. Oleh karena dibayar kontan atau baru dibayar sebagian (dianggap tunai) dan kekurangan pembayaran dianggap sebagai hukum utang piutang. 61 Menurut Efendi Parangin mengemukakan sifat jual beli tanah adat adalah : 62 1) Contant atau Tunai. Contant atau Tunai, artinya harga tanah yang dibayar itu bisa seluruhnya, tetapi bisa juga sebagaian. Tetapi biarpun dibayar sebagain, menurut hukum dianggap telah dibayar penuh. Pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat bersamaan. Pada saat itu jual beli menurut hukum telah selesai. Sisa harga yang belum dibayar dianggap sebagai hutang piutang kepada bekas pemilik tanah (penjual). 2) Terang. Terang artinya jual beli tanah tersebut dilakukan dihadapan Kepala Desa (Kepala Adat) yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi dalam kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa jual beli tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku. Jual beli tanah menurut hukum adat merupakan suatu perbutan hukum permindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli pada saat dibayarnya harga tanah secara tunai (contant) oleh pembeli kepada penjual. Jual beli tanah menurut hukum adat bukan merupakan suatu perjanjian keperdataan sesuai dengan KUHPerdata. 61 Sorjono Soekanto, Hukum Adat Indoneia (Jakarta: Rajawali, 1983), hal Efendi Perangin, Op.cit, hal. 16.

31 56 Sebagaimana dikemukakan Urip Santoso 63 bahwa jual beli menurut hukum adat bukanlah merupakan perjanjian jual beli sebagaimana ditegakan dalam pasal 1457 BW, melainkan suatu perbuatan hukum yang dimakudkan untuk memindahkan hak atas tanah dari pemegang hak (penjual) kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang secara tunai (contant) dan dilakukan di hadapan Kepala Desa/Kepala Adat setempat (bersifat terang). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pelakana atas UUPA yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah dirobah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Terkait dengan apa yang diamanatkan dalan Pasal 26 UUPA tersebut diatas yang menyatakan bahwa setiap perbuatan yang bermaksud untuk mengalihkan hak milik atas tanah (dalam hal ini jual beli) termasuk pegawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka ketentuan peraturan pemerintah dimaksud adalah antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah dirobah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemidahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dari ketentuan tersebut diatas menunjukkan bahwa pengalihan hak atas tanah berdasar jual beli terdiri dari tahapan perbuatan hukum sebagai berikut : a). tahap perjanjian jual belinya yaitu tahap obligatoir yang melahirkan hak dan kewajiban, hal ini terlihat dari rumusan yang menyebut :-----,,melalui jual beli, tukar menukar Urip Santoso, Op.cit, hal. 362.

32 57 b). tahap perbuatan hukum pemindahan hak yaitu tahap zakelijk yang harus dibuat dengan akta PPAT, hal ini terlihat dari rumusan yang menyebut : ,,peralihan hak atas tanah c). tahap pendaftaran, dimana pendaftaran ini hanya bisa dilakukan apabila perbuatan hukum pemindahan itu dibuat dengan PPAT. Hal ini terlihat dari rumusan : ,,hanya dapat didaftar Ketentuan pasal tersebut menimbulkan pertanyaan yaitu apakah perjanjian jual beli atas tanah tersebut juga harus dibuat dengan akta PPAT? Atau apakah hanya akta pengalihannya yang dibuat dengan akta PPAT? Pasal 37 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jual beli harus dilakukan dihadapan PPAT yang kemudian dibuktikan dengan Akta Jual Beli yang dibuat PPAT. Akta jual beli yang dibuat PPAT tersebut digunakan sebagai bukti bahwa telah dilakukan perbuatan hukum berupa perbuatan jual beli atas sebidang tanah antara penjual dan pembeli dan kemudian akta tersebut digunakan sebagai syarat untuk melakukan pendaftaran dan perpindahan hak atas tanah tersebut. Dengan dilakukannya jual beli dihadapan PPAT, dipenuhi syarat terang bukan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Akta jual beli ditandatangani oleh para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari pihak penjual kepada pihak pembeli dengan disertai pembayaran harganya telah memenuhi syarat tunai (contant) dan hal ini menunjukkan secara nyata dan riil perbuatan hukum yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan

33 58 hukum yang dilakukan merupakan perbuatan pemindahan hak, maka akta tersebut menunjukkan bahwa pembeli sebagai penerima hak yang baru. 64 Jual beli tanah yang tidak dilakukan dihadapan PPAT bukanlah jual beli yang mengakibatkan pemindahan hak atas tanah kepada pembeli, tegasnya perbuatan tersebut bukanlah melahirkan jual beli tanah, namun hal itu baru pada tahap pengikatan yang melahirkan hak dan kewajiban yang nantinya harus dilakukan jual beli yang sebenarnya yaitu perjanjian jual beli yang harus dilakukan dihadapan PPAT, jika memang dikehendaki bahwa haknya akan beralih kepada pihak yang telah membayar harga tanahnya, karena setiap peralihan hak atas tanah harus dilakukan dihadapan PPAT guna memperoleh akta jual beli tanah sebagai bukti untuk mengalihkan dan mendaftarkan peralihan hak atas tanah di kantor pertanahan dimana tanah itu berada. 3. Tanah Sebagai Objek Hak Dalam Jual Beli. Tentang apa yang dimaksud dengan hak atas tanah, UUPA tidak memberikan defenisi atau rumusan yang spesifik, tetapi ada disebut semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 6) dan secara tegas dinyatakan bahwa hak atas tanah apa pun yang ada pada seseorang tidaklah boleh dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya 65 Dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA disebutkan: Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimakud dalam pasal 2 ditentukan adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi, yang 64 Budi Harsono, Hukum Agraria Indoneia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi Dan Pelakanaannya (Jakarta: Djambatan, 2003), hal Sudargo Gautama, Op.cit, hal. 20.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu barang. Dalam pandangan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu barang. Dalam pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia senantiasa mengadakan hubunganhubungan hukum seperti mengadakan transaksi-transaksi ataupun perjanjian-perjanjian yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan usaha-usaha yang dapat menghasilkan barang-barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERJANJIAN SEBAGAI ALAS HAK (TITEL) PENGALIHAN HAK MILIK

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERJANJIAN SEBAGAI ALAS HAK (TITEL) PENGALIHAN HAK MILIK BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERJANJIAN SEBAGAI ALAS HAK (TITEL) PENGALIHAN HAK MILIK A. Pengertian Perjanjian Di dalam KUHPerdata rumusan pengertian perjanjian yang oleh undang-undang disebutkan (diistilahkan)

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sering dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan bagian harta kekayaan yang sangat penting bagi seseorang, dimana tanah tersebut antara lain dipergunakan untuk bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia 16 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan Pelaksanaan Jual Beli Tanah di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah 2.1.1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian Manusia adalah makhluk sosial yang kodratnya harus

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian dan Syarat Sahya Perjanjian Sebelum membahas lebih jauh mengenai

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH 1. Jual Beli Hak Atas Tanah Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perbuatan hukum yang hampir setiap hari dilakukan oleh manusia adalah jual beli. Jual beli merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

CESSIE SEBAGAI BENTUK PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA

CESSIE SEBAGAI BENTUK PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA CESSIE SEBAGAI BENTUK PENGALIHAN PIUTANG ATAS NAMA Oleh: AKHMAD BUDI CAHYONO Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam dunia bisnis perputaran modal merupakan indikasi

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47 BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH A. Jual Beli Tanah 1. Jual Beli Tanah Menurut KUHPerdata Jual beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dimana pihak yang satu

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI 15 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI A. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas pengertian jual beli, ada baiknya mengetahui pengertian perjanjian secara umum terlebih dahulu. Perjanjian adalah hal

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli Sebelum menguraikan tentang perjanjian jual beli, maka terlebih dahulu penulis akan mengemukakan beberapa defenisi perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan verbintenis, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN

BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN 1 BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN 2.1. TINJAUAN UMUM SURAT KUASA 2.1.1. Pengertian Perjanjian Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro SH menyatakan bahwa perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-Jenis Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Untuk membuat suatu perjanjian hendaknya kita lebih dulu memahami arti dari perjanjian tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT)

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) A. DASAR-DASAR PERIKATAN 1. Istilah dan Pengertian Perikatan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi, maupun arti istilah Perikatan.

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS 1. Syarat Sahnya Jual-Beli Tanah Hak Milik Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Argaria, LNRI Tahun 1960

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

07/11/2016 SYARAT DALAM CESSIE. Pengalihan Hak dalam Kontrak (cessie) & Pengalihan Kewajiban (delegasi) CESSIE

07/11/2016 SYARAT DALAM CESSIE. Pengalihan Hak dalam Kontrak (cessie) & Pengalihan Kewajiban (delegasi) CESSIE Pengalihan Hak dalam Kontrak (cessie) & Pengalihan Kewajiban (delegasi) Disusun oleh : 1. Bambang Arif Dermawan Katili 156010200111087 (35) 2. Cesari Harnindya Mukti 156010200111021 (07) 3. Hamzah Ibnu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1 BAB II TINJAUAN UMUM A. Pengertian Pengalihan Hak Dalam ketentuan pasal 19 UUPA itu jelas bahwa tujuan pendaftaran tanah di indonesia adalah untuk kepentingan pemerintah dalam rangka memberikan jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI BAB II PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TENTANG PERJANJIAN. A. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian

BAB II TENTANG PERJANJIAN. A. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian BAB II TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata : Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1 PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Oleh : Deasy Soeikromo 1 A. PENDAHULUAN Jual beli bagi manusia sudah merupakan bagian dari aktivitas keseharian untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN GADAI DAN PEGADAIAN. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN GADAI DAN PEGADAIAN. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN GADAI DAN PEGADAIAN A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Menurut Pasal 1233 KUHPerdata, perjanjian melahirkan perikatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau

Lebih terperinci