BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI"

Transkripsi

1 BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI C. Tinjauan Umum Mengenai Wasiat. 6. Pengertian Wasiat Wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. 60 Tetapi, tidak segala yang dikehendaki oleh seseorang, sebagaimana diletakkan dalam wasiat itu, juga diperbolehkan atau dapat dilaksanakan. Pasal 872 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menerangkan wasiat (testament), tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Pengertian wasiat lainnya ialah pernyataan kehendak oleh seseorang mengenai apa yang dilakukan terhadap hartanya setelah meninggal dunia. 61 Menurut Pasal 171 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, yang dimaksud dengan wasiat adalah pemberian sesuatu kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah meninggal dunia. 62 Pewarisan berwasiat adalah pembagian warisan kepada orang yang berhak menerima warisan atas kehendak terakhir si pewaris (pewasiat) yang dinyatakan 60 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1985), hal Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal Amir Hamzah dan A.Rachmad Budiono, Hukum Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Malang: IKIP, 1994), hal 180

2 dalam bentuk tulisan dalam akta notaris 63. Pada asasnya suatu pernyataan kemauan terakhir itu keluar dari satu pihak saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali, boleh secara tegas atau secara diam-diam. 64 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebut wasiat dengan testament (kehendak terakhir), bahwa apa yang dikehendaki seseorang akan terselengara apabila telah meninggal dunia, dan juga dalam arti surat yang memuat tentang ketetapan hal tersebut. Sehinga testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, yang mana hal tersebut dapat dicabut kembali. 65 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia wasiat adalah pesan terakhir yang disampaikan oleh orang yang meninggal biasanya berkenaan dengan harta kekayaan dan sebagainya. 66 Isi testament tidak terbatas pada hal yang berkaitan dengan harta kekayaan saja, tapi dapat berupa: penunjukkan wali untuk anak-anak yang meninggal, pengakuan anak yang lahir di luar perkawinan, atau pengangkatan executeur testamentair (seorang diberi kuasa mengawasi dan mengatur pelaksanaan wasiat). 67 Suatu testament juga dapat berisi apa yang dinamakan suatu erfstelling yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Orang yang ditunjuk itu dinamakan testamentaire erfgenaam yaitu ahli waris menurut wasiat dan sama 63 Pasal 874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 64 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2008), hal J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, hal Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hal 269.

3 halnya dengan seorang ahli waris menurut undang-undang, ia memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal onder algemene titel. 68 Adapun yang menjadi dasar hukum pengaturan wasiat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata terdapat pada Pasal 874 sampai dengan Pasal 1002 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 7. Kecakapan Untuk Membuat Wasiat atau Menikmati Keuntungan Dari Wasiat. Kecakapan membuat wasiat atau testament dan untuk menariknya kembali diatur dalam Pasal 895 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat pokok bagi seseorang untuk dapat membuat atau cakap membuat wasiat atau testament pada umumnya adalah sama dengan syarat pokok bagi orang untuk melakukan perbuatan hukum yaitu bahwa orang itu harus mampu atau cakap untuk menentukan kemauannya secara bebas atau merdeka. Untuk membuat suatu testament, maka orang tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan antara lain: sudah berumur 18 tahun; sudah dewasa, artinya sudah kawin, meskipun belum berusia 18 tahun; dan berakal sehat. 69 Testament berlaku ketika pewaris sudah meninggal dunia, selama pewaris masih hidup, ia masih berhak untuk merubah atau mencabut wasiatnya, sehingga dapat dikatakan testament akan memiliki kekuatan hukum ketika si pewaris meninggal dunia. 68 Subekti, Op.cit, hal Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hal 272.

4 Pihak-pihak yang dapat menikmati wasiat dan yang tidak diperkenankan menikmati wasiat, yaitu: a. Yang Dapat Menikmati Wasiat Setiap orang dapat membuat surat wasiat, dan dapat mengambil keuntungan dari surat wasiat, kecuali mereka yang menurut ketentuan-ketentuan bagian ini dinyatakan tidak cakap untuk itu. 70 Untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada pada saat pewaris meninggal dengan mengindahkan peraturan yang ditetapkan dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 71 b. Tidak Diperkenankan Menikmati Wasiat Seseorang dianggap tidak pantas atau tidak diperkenankan menikmati wasiat dalam hal sebagai berikut: 72 1) Pasal 901 a) Apabila ia dihukum oleh hakim, oleh karena membunuh si pemberi wasiat (pewasiat). b) Apabila ia dengan paksaan menghalang-halangi si pemberi wasiat (pewasiat) akan mengubah, membuat atau mencabut wasiat atau testament. c) Apabila ia menghilangkan, membinasakan atau memalsukan wasiat atau testament dari pemberi wasiat (pewasiat). 2) Orang yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan maupun hubungan keluarga dengan si pemberi wasiat (pewasiat), tidak diperbolehkan mendapat keuntungan dari wasiat atau testament. Misalnya notaris yang membuatkan surat wasiat itu beserta saksi-saksinya: a) Dokter serta perawat yang merawat si pemberi wasiat (pewasiat) selama sakit. 70 Pasal 896 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 71 Pasal 899 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 72 Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

5 b) Perkawinan suami isteri dan pada saat suami atau isteri wafat masih dapat dibatalkan, oleh karena untuk perkawinan itu tidak ada izin yang diperlukan antara/dengan anak yang belum dewasa. c) Seorang yang belum dewasa meskipun sudah berumur 18 tahun, dilarang memberi suatu barang secara testament kepada walinya, kecuali wali itu adalah orang tua nenek sendiri. 3) Anak diluar perkawinan tidak boleh menerima hibah wasiat yang melebihi bagiannya, kecuali kalau ada testament atau wasiat. Hal ini adalah untuk menghindari anak luar kawin lebih beruntung dari pada anak yang sah. 4) Salah seorang suami isteri, apabila ada dilakukan suatu perzinahan (overspel) yaitu seorang suami atau isteri bersetubuh dengan orang lain dan hal zina ini ditentukan telah terjadi oleh hakim. Maka mereka melakukan zina itu tidak boleh saling memberi hibah wasiat. Selain itu wasiat juga tidak dapat diberikan kepada juru, atau ahli obat, dan guru agama. Akibat dari ketentuan-ketentuan inilah, maka semua perbuatan dari penerima wasiat atau penerima testament, yang tidak pantas atau yang tidak diperkenankan itu menikmati harta atau benda yang diwasiatkan adalah batal. 8. Bentuk-Bentuk Wasiat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga macam cara membuat wasiat, yaitu: testament rahasia, testament umum, testament ditulis sendiri. 73 a. Wasiat rahasia (Geheim Testament) Syarat-syarat wasiat rahasia ini diatur dalam Pasal 940 dan 941 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata wasiat rahasia ini ditulis sendiri oleh si pewaris atau menyuruh orang lain untuk menulisnya. Jadi harus ditulis sendiri dan ditanda tangani sendiri. Tulisan ini ditutup dalam sampul dan sampulnya disegel, diserahkan kepada 73 Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hal 100.

6 notaris atau penutupan dan penyegelan itu boleh dilakukan di muka notaris dengan empat orang saksi. 74 Kemudian si peninggal warisan membuat suatu keterangan di muka notaris dan saksi-saksi, bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah wasiatnya atau testamentnya dan ditulis sendiri atau menyuruh orang lain untuk menulisnya dan ditandatangani sendiri. 75 Kemudian notaris membuat akta superscripsi yaitu untuk menyetujui keterangan itu, akta mana dapat ditulis sendiri dalam surat yang memuat keterangan itu sendiri atau pada sampulnya. Akta superscripsi ini harus ditanda tangani oleh notaris. Jika si pewaris tidak dapat menanda tangani, maka hal tersebut harus disebut dalam akta superscripsi itu. Wasiat atau testament rahasia ini harus disimpan oleh notaris bersama-sama dengan aslinya dari akta-akta notaris lain. 76 Dalam hal si pewaris adalah orang bisu, tetapi dapat menulis maka wasiat atau testament tetap harus ditulis, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh pewasiat. Kemudian wasiat atau testament harus ditulis si pewaris di muka notaris dan para saksi, bahwa tulisan yang diserahkan itu adalah wasiatnya. Untuk ini notaris membuat kata superscripsi dan menyebutkan didalamnya bahwa keterangan dari si pewaris itu ditulis di hadapan notaris dan saksi-saksi. 74 Ibid, hal Ibid. 76 Ibid.

7 Suatu wasiat atau testament tidak boleh dibuat oleh dua orang, baik seorang kedua maupun seorang ketiga maupun saling menguntungkan. Dasar larangan ini ialah untuk mempersulit penarikan kembali dari wasiat atau testament itu. b. Wasiat Umum (Openbaar Testament) Pasal 938 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa wasiat atau testament umum atau wasiat tak rahasia ini harus dibuat di muka seorang notaris yang dihadiri oleh dua orang saksi. Si pewaris menyatakan kemauannya kepada notaris secara secukupnya, maka notaris harus menulis atau menyuruh menulis pernyataan itu dalam kata-kata yang terang. Pernyataan yang dibuat dalam Pasal 938 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah untuk menegaskan bahwa notaris tidak perlu menulis semua kata-kata yang diucapkan si pewaris, cukup hanya yang perlu saja menurut notaris, agar yang ditulis itu menjadi terang maksudnya. Wasiat atau testament ini lazim disebut wasiat atau testament lisan juga, sebagaimana orang yang sakit tetapi dapat bicara ingin membuat wasiat, maka kemauannya tersebut dapat ditulis di kertas. Kemudian tulisan ini di baca notaris dengan suara keras dan setelah mendengarkannya, si pewaris menganggukkan kepalanya, maka pernyataan dengan cara ini pun sudah cukup terang dan juga sah.

8 Syarat untuk menjadi seorang saksi sama halnya dengan wasiat atau testament rahasia. Ditambah pula dengan ketentuan siapa-siapa yang tidak boleh menjadi saksi, yaitu: 77 1) Para ahli waris atau orang-orang yang dihibah barang-barang, sanak keluarga mereka sampai tingkat keempat. 2) Anak-anak, cucu-cucu serta anak menantu notaris atau cucu, menantu notaris. 3) Pembantu notaris. Pernyataan si pewaris ini dapat dilakukan kepada notaris di luar hadirnya para saksi, kemudian ditulis pula oleh notaris. Sebelum tulisan notaris itu dibacakan lebih dahulu si pewaris harus menyatakan lagi kemauannya secara singkat di muka para saksi. Barulah tulisan notaris itu dapat dibacakan dan kepada si pewaris ditanyakan, apakah sudah betul yang dibacakan itu kemauannya yang terakhir, hal ini ditegaskan oleh Pasal 939 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kemudian akta itu ditanda tangani notaris, para saksi dan oleh si pewaris tidak dapat atau berhalangan untuk menandatangani maka harus disebut dalam akta notaris dan harus disebutkan bahwa acara selengkapnya harus dilakukan. Bentuk wasiat atau testament umum inilah yang sering atau paling banyak dipakai, karena notaris dapat mengawasi isinya sehingga notaris dapat menasehatkan supaya wasiat atau testament itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Ibid, hal Hasil Wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.

9 c. Wasiat ditulis sendiri (Olographis Testament) Menurut Pasal 932 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa wasiat ini seluruhnya harus ditulis dan ditandatangani oleh orang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri (eigenhanding), kemudian diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan (gedeponered). Penyerahan tersebut harus pula dihadiri oleh dua orang saksi. 79 Pada waktu penyerahan wasiat atau testament itu kepada notaris untuk disimpan, wasiat atau testament sudah tertutup dalam satu sampul yang disegel. Dalam hal ini si pewaris di muka notaris dan para saksi mencatat pada sampul yang menyatakan bahwa dalam sampul dan wasiatnya, dan catatan itu harus ditanda tangani oleh si pewaris. 80 Notaris sendiri harus membuat akta tersendiri dalam hal menerima wasiat atau testament untuk disimpan, akta mana harus ditandatangani oleh notaris, para saksi dan si pewaris. Penyerahan itu mungkin tidak tertutup, jadi tidak rahasia, maka akta penerimaan untuk disimpan tadi oleh notaris ditulis pada wasiat atau testamentnya di bawah tulisan si pewaris yang mengandung kemauan terakhir. Kemudian notaris, para saksi dan si pewaris menandatangani wasiat atau testamentnya, jika berhalangan untuk menandatangani sampul atau akta penerimaan yang dibuat notaris, maka dalam hal ini notaris harus mencatat hal ini serta sebab-sebabnya dia berhalangan. 79 Rahmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal Oemarsalim, op.cit, hal 101.

10 Wasiat olographis, setelah disimpan notaris mempunyai kekuatan yang sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum dan dianggap telah dibuat pada hari pembuatan akta penitipan, tanpa memperhatikan hari penandatanganan yang terdapat dalam surat wasiat itu sendiri. Wasiat olographis yang diterima oleh notaris untuk disimpan harus dianggap seluruhnya telah ditulis dan ditandatangani dengan tangan pewaris tersebut sendiri, sampai ada bukti yang menunjukkan sebaliknya. 81 Maka dengan ini terhindarlah pertengkaran di muka hakim mengenai pembagian kewajiban membuktikan hal sesuatu untuk pertanggung jawaban notaris, maka permintaan kembali itu harus dinyatakan dalam suatu akta otentik, biasanya dengan akta notaris. Dengan demikian wasiat atau testament olographis ini harus dianggap seperti ditarik kembali. Apabila wasiat atau testament olographis itu diserahkan kepada notaris dengan sampul yang disegel, maka notaris tidak berhak membuka segel itu, kecuali jika si pewaris wafat atau meninggal dunia, notaris menyerahkan kepada Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) untuk dibuka seperti wasiat atau testament rahasia, yaitu dengan membuat proses verbal dari pembukaan itu dan wasiat atau testament yang dikemukakan selanjutnya harus dikembalikan kepada notaris. Di samping tiga macam wasiat atau testament tersebut undang-undang mengenal yang dinamakan codicil. Sebagaimana diketahui codicil ialah suatu akta 81 Pasal 933 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

11 dibawah tangan (jadi bukan akta notaris), diberi tanggal dan ditandai tangani oleh pewasiat sendiri. 82 Orang yang akan meninggalkan warisan itu menetapkan hal-hal yang tidak termasuk pemberian atau pembagian warisan. Misalnya: Membuat pesanan-pesanan tentang penguburan mayatnya, juga pengangkatan seorang Executeur Testamentair, 83 pemesanan tentang pakaian-pakaian dan perhiasan. Penarikan kembali kemauan terakhir ini dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan. Surat wasiat ini boleh disimpan sendiri atau ke pihak yang dipercayai. Surat wasiat yang demikian ini hanya sah dengan isi terbatas. Jika yang hendak dihadiahkan itu perhiasan atau permata, harus dicantumkan dengan jelas satu persatu barang-barang apa saja yang akan diberi. Akan tetapi jika yang diwasiatkan itu terdiri dari sejumlah uang, bagaimanapun kecilnya uang itu tidak boleh dimasukkan ke dalam codicil. Penarikan kembali codicil ini sederhana saja yaitu dengan jalan memusnahkannya. Penarikan kembali atau mengubah isi codicil yang baru atau dengan akta wasiat atau akta testament. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengenal wasiat darurat. Wasiat darurat tersebut harus ditandatangani oleh si pewaris dan sekurang-kurangnya seorang saksi, kalau mereka tidak menulis maka hal ini harus disebutkan dalam wasiat atau testament itu Subekti, Op.cit, hal Ibid. 84 Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

12 Pada hakekatnya suatu wasiat atau testament berisi tentang Erfstelling, Legaat, beban (last), Fideicommis. 1) Erfstelling Erfstelling adalah penentuan dalam testament yang maksudnya bahwa seorang tertentu ditunjuk oleh si pewaris untuk menerima seluruh harta warisan atau sebahagian tertentu. Orang yang ditunjuk tersebut dinamakan testamentaire erfgenaam, yaitu ahli waris menurut wasiat, dan sama halnya dengan seorang ahli waris menurut undang-undang, ia memperoleh segala hak dan kewajiban si pewaris under algemene titel. 85 Misalnya seperdua, sepertiga dan sebagainya (Pasal 954 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata). Orang yang menerima atau mendapat erfstelling ini mempunyai kedudukan sebagai ahli waris ab intestato, artinya orang ini tidak hanya mendapat hak-hak yang melekat pada benda itu, akan tetapi ia juga mempunyai kewajiban-kewajiban. Misalnya membayar hutang-hutang si pewaris. Wasiat atau testament seperti ini si pewasiat hanya menentukan siapa-siapa yang menerima atau mendapat wasiat atau testament setelah ia kelak meninggal dunia. Isi wasiat ada kalanya ditentukan berapa bagian masing-masing para penerima wasiat yang telah ditunjuk itu. Apabila si pewasiat tidak menentukan bagian masingmasing maka dianggaplah mereka memperoleh bagian yang sama besarnya. Dari ketentuan tersebut jelaslah bahwa erfstelling itu adalah penunjukan seseorang atau 85 Ibid, hal 107.

13 beberapa orang untuk menjadi ahli waris yang akan menerima seluruh atau sebagian harta dari harta warisannya. 86 2) Legaat Legaat adalah penunjukan seseorang tertentu untuk mewarisi barang tertentu atau sekumpulan barang tertentu seperti misalnya suatu rumah tertentu, atau suatu mobil tertentu atau semua barang bergerak milik si peninggal warisan, atau hak memetik hasil atau seluruh warisan atau sebahagian (Pasal 957 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata). Legaat disebut juga hibah wasiat, yaitu: suatu penetapan wasiat yang khusus dimana si pewaris memberikan beberapa benda dari suatu jenis tertentu kepada seseorang atau lebih. 87 Segala barang yang diserahkan baik barangbarang bergerak maupun barang-barang yang tidak bergerak, misalnya mobil, rumah dan tanah yang luas, serta surat-surat yang berhubungan dengan benda itu haruslah secara jelas dan terperinci dimuat dalam wasiat atau testament. Orang-orang yang menerima barang-barang bergerak dan barang tidak bergerak milik si peninggal warisan, hak memetik hasil seluruh harta warisan atau sebahagian ini dinamakan Legataris. Seorang legataris tidak hanya berhak menerima warisan bahkan legataris berhak dan dapat menuntut dari ahli waris supaya barang tertentu itu dapat diserahkan kepadanya. Jadi kedudukannya adalah seperti kedudukan orang yang berpiutang. Dengan demikian ia tidak bertanggung jawab atas hutang-hutang si pewaris. Apakah seorang Pasal 954 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 87 Effendi Perangin-angin, Hukum Waris, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), hal Ibid.

14 legataris dengan adanya wasiat atau testament itu sejak wafatnya si peninggal warisan menjadi pemilik-pemilik barang yang diberikan, ataukah ia hanya berhak untuk menuntut penyerahan barang itu kepadanya baru sesudah penyerahan itu ia menjadi pemilik. Penerima legaat dapat menerima bunga dan hasil barang-barang yang dihibahwasiatkan untuk keuntungan penerima hibah sejak hari kematian, kapan pun ia menuntut penyerahannya: 89 a. Bila pewaris menyatakan keinginannya untuk itu dalam surat wasiat itu; b. Bila yang dihibahwasiatkan adalah suatu bunga cagak hidup atau suatu uang tunjangan tahunan, bulanan atau mingguan sebagai pemberian untuk nafkah. Ada kalanya seorang legataris yang menerima beberapa benda, diwajibkan memberikan benda itu kepada orang lain yang ditunjuk dalam wasiat atau testament, pemberian ini dinamakan sub legaat. Suatu erfstelling atau suatu legaat dapat juga digantungkan pada suatu syarat atau suatu kejadian di kemudian hari yang pada waktu pembuatan wasiat atau testament belum tentu akan terjadi atau tidak, misalnya seseorang dijadikan ahli waris atau diberikan suatu barang warisan dengan syarat bahwa dari perkawinannya akan dilahirkan seorang anak laki-laki. Namun tidak diperbolehkan suatu syarat yang pelaksanaannya berada di dalam kekuasaannya si waris atau legataris sendiri. 89 Pasal 960 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

15 Misalnya suatu syarat yang berbunyi bahwa si ahli waris atau legataris akan mengadakan pesta. 90 Suatu syarat yang sama sekali tidak mungkin terlaksana juga tidak diperbolehkan dicantumkan dalam suatu wasiat atau testament, maka syarat itu adalah batal artinya dianggap sebagai tidak tertulis dan wasiat atau testament, berlaku seolah-olah tidak mengandung suatu syarat. Suatu legaat dan erfstelling juga dapat digantungkan pada suatu ketetapan waktu. 3) Beban (Last) Pada kemungkinan lain dalam suatu wasiat atau testament dapat ditentukan bahwa seseorang akan diberikan keuntungan dengan suatu beban (last). Beban yang ditentukan dalam wasiat atau testament ini dapat merupakan kewajiban dari ahli waris, dapat pula merupakan kewajiban legataris. Selanjutnya Pasal 962 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa apabila pewaris mewajibkan suatu beban kepada beberapa penerima hibah, maka mereka wajib memenuhinya, masing-masing sebanding dengan besarnya hibah wasiat, kecuali bila pewaris telah menetapkan lain. Kewajiban yang dibebankan kepada legataris, dapat bermacam-macam isinya. Pasal 967 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diperbolehkan seorang legataris diwajibkan melakukan pembayaran uang kepada seorang ketiga, atau untuk membayar hutang-hutang dengan uang kepunyaan si legataris sendiri. Dari ketentuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa beban merupakan suatu kewajiban yang 90 Effendi Perangin-angin, Op Cit, hal 72.

16 apabila beban ini tidak dipenuhi akan mengakibatkan batalnya warisan atau legaat atas permintaan yang berkepentingan. 4) Fideicommis Fideicommis adalah suatu pemberian warisan kepada seorang ahli waris dengan ketentuan bahwa ia diwajibkan untuk menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu tertentu atau apabila si ahli waris itu sendiri telah meninggal dunia warisan itu harus diserahkan kepada orang yang sudah ditetapkan atau ditentukan dalam wasiat atau testament. 91 Orang yang akan menerima warisan ini dinamakan Verwachter oleh karena ia menerima warisan itu dengan melewati semacam Undang-Undang, yang dinamakan Erfstelling Voor De Hand yaitu pemberian warisan secara melangkah. Berdasarkan Pasal 879 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, fideicommis dilarang oleh undang-undang. 92 Alasan larangan ini ialah karena adanya benda-benda yang untuk waktu lama dan tidak tertentu akan disingkirkan dari lalu lintas hukum dan dianggap sebagai suatu rintangan besar bagi kelancaran lalu lintas hukum, kecuali dua macam fideicommis yang diperbolehkan oleh undang-undang yaitu: 93 1) Untuk memenuhi seseorang dan supaya benda itu diwariskan lagi kepada anakanak si ahli waris sendiri. 91 Ibid, hal Ibid, hal Ibid.

17 2) Lazim disebut fideicommis de residuo, ditetapkan bahwa seseorang ahli waris harus mewariskan lagi apa yang dikemudian hari masih ketinggalan dari warisan yang diperolehnya, jadi sisanya saja yang diberikan kepada orang lain. 9. Pencabutan dan Gugurnya Wasiat Jika surat wasiat yang kemudian tidak dengan tegas memuat suatu pencabutan akan wasiat sebelumnya, maka yang demikian hanya membatalkan ketetapanketetapan tersebut tidak dapat disesuaikan dengan yang baru atau yang dahulu bertentangan yang baru. 94 Dapat ditarik kesimpulan bahwa: 95 a. Jika pewaris sudah mengeluarkan lebih dari satu testament, maka semuanya dapat dilaksanakan kecuali testament yang dikeluarkan kemudian mencabut dengan tegas testament terdahulu. b. Testament yang dikeluarkan lebih dahulu (testament senior) hanya dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan isi testament yang dikeluarkan kemudian (testament junior). c. Testament yang dikeluarkan paling akhir harus didahulukan pelaksanaannya dan apabila masih ada sisa boedel setelah testament terakhir dilaksanakan baru diberikan kepada testament terdahulu sampai kepada testament yang paling tua usianya. Pencabutan wasiat dapat dilaksanakan, antara lain: 96 a. Dapat terjadi atas kehendak pewasiat. 94 Pasal 994 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 95 Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hal Effendi Perangin-angin, Op.cit, hal 79.

18 b. Dapat dinyatakan secara: tegas dengan akta dan; diam-diam, dengan membuat testament baru yang bertentangan dengan testament lama. c. Testament batal jika pelaksanaannya tidak mungkin. Di antara pencabutan dan gugurnya wasiat ada perbedaan; pencabutan ialah di dalam hal ini ada suatu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu testament, sedangkan gugur ialah tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal-hal di luar kemauan pewaris. Testament akan menjadi gugur apabila bertentangan dengan syarat-syarat yang ditetapkan di dalamnya, antara lain: 97 a. Barang yang diwasiatkan musnah pada waktu pewaris masih hidup atau terjadi setelah meninggalnya pewaris, tetapi tidak diakibatkan oleh perbuatan atau kesalahan ahli waris. b. Legaat yang berisi bunga, piutang atau tuntutan utang menjadi gugur apabila apa yang menjadi isi legaat tersebut telah dibayarkan kembali kepada pewaris atau penghibah. c. Ahli waris penerima hibah (legataris) ternyata menolak hibah atau mereka tidak cakap untuk menerima legaat. Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung kepada suatu peristiwa yang tak tentu: maka jika si waris atau legataris meninggal dunia, sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hal Pasal 997 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

19 Jika yang ditangguhkan itu hanya pelaksanaannya saja, maka wasiat itu tetap berlaku, kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari wasiat itu Pendaftaran wasiat pada Daftar Pusat Wasiat Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf (j) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ditentukan bahwa, Notaris berkewajiban "mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil berkenaan dengan wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5(lima) hari pada minggu pertama bulan berikutnya. Setelah surat wasiat dibentuk baik berupa Akta Notaris maupun akta dibawah tangan, maka notaris selanjutnya akan mengirimkan daftar akta atau surat yang berkenaan dengan wasiat tersebut ke Daftar Pusat Wasiat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. Jika tidak melaporkannya, maka akta tersebut tidak berlaku sebagai akta otentik, atau dengan kata lain akta tersebut hanya berlaku sebagai akta dibawah tangan, bahkan dapat dinyatakan batal demi hukum. Kelalaian notaris dengan tidak mendaftarkan wasiat ke daftar pusat wasiat mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi 99 Pasal 998 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

20 pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris. 100 Dalam hal pengiriman laporan daftar akta berkenaan dengan wasiat, telah diterapkan online sistem dan telah dilakukan launching di Hotel Bidakara Jakarta pada tanggal 28 Maret 2014, yang dihadiri antara lain oleh Pengurus Ikatan Notaris Indonesia dan para pejabat eselon I, II dan III Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum; 101 Untuk pengiriman laporan berkenaan dengan wasiat terdaftar, dikenakan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp ,- (Seratus ribu rupiah) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia juncto Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun Dengan Pemberlakuan online sistem maka Daftar Pusat Wasiat Subdirektorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata tidak lagi menerima pengiriman laporan daftar akta berkenaan dengan wasiat secara manual Pasal 84 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 101 Surat edaran yang dikeluarkan Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Daulat Pandapotan Silitonga melalui Surat edaran yang dikeluarkan Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Daulat Pandapotan Silitonga melalui Surat edaran yang dikeluarkan Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Daulat Pandapotan Silitonga melalui

21 Jika Notaris melakukan pelaporan berkenaan dengan wasiat secara manual, maka laporan berkenaan dengan wasiat tersebut tidak akan terdata dalam data base wasiat online, sehingga informasi tentang ada atau tidaknya daftar wasiat pada Daftar Pusat Wasiat Subdirektorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata menjadi tidak akurat. 104 Mengingat bahwa Daftar Pusat Wasiat Subdirektorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata secara administratif hanya mendata setiap laporan daftar akta wasiat yang oleh undang-undang diwajibkan dilaporkan oleh Notaris dalam jangka waktu tertentu, maka dampak hukum akibat Notaris tidak memenuhi kewajibannya tersebut menjadi tanggung jawab Notaris yang bersangkutan apabila dikemudian hari menimbulkan permasalahan hukum. 105 D. Kedudukan Akta Wasiat Yang Tidak Diketahui Keberadaannya Oleh Ahli Waris Dan Penerima Wasiat Bagi Golongan Penduduk Pribumi. Akta wasiat memiliki kedudukan yang jelas didalam hukum Indonesia. Pengaturan mengenai wasiat ini berada di Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada prinsipnya pewaris dalam pembuatan wasiat ini harus bebas dari intervensi pihak manapun, sehingga pasal tersebut di atas sangat menekankan pada prosedur pembuatan wasiat guna menjamin bahwa seseorang 104 Surat edaran yang dikeluarkan Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Daulat Pandapotan Silitonga melalui Surat edaran yang dikeluarkan Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Daulat Pandapotan Silitonga melalui

22 membuat wasiatnya sesuai kehendak bebasnya sendiri tanpa dipengaruhi orang lain, termasuk notaris sendiri. Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya setelah meninggal dunia. Harta warisan seringkali menimbulkan berbagai masalah hukum dan sosial, oleh karena itu memerlukan pengaturan dan penyelesaian secara tertib dan teratur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1. Penyebab Ahli Waris Dan Penerima Wasiat Khususnya Golongan Penduduk Pribumi tidak mengetahui adanya wasiat. Penggolongan penduduk merupakan warisan pemerintah Hindia Belanda yang berdasarkan politik hukum diatur melalui Indische Staatsregeling (IS). Pasal 163 IS secara normatif eksplisit mengatur tentang adanya pembagian golongan penduduk di Hindia Belanda ke dalam tiga golongan yaitu golongan Eropa, golongan Bumiputera/Pribumi,dan golongan Timur Asing. 106 Pada tahun 1966, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/IN/12/ 1966 tanggal 27 Desember 1966 yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman dan Dinas Catatan Sipil yang bersifat nasional, untuk tidak 106 Djaja S.Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga, Edisi Revisi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), hal. 24.

23 menggunakan lagi Penggolongan Penduduk berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS). 107 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pembagian golongan penduduk seperti diatas telah dihapuskan. Penghapusan perbedaan golongan penduduk secara tegas diatur juga dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar tahun 1945 Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Penghapusan tentang pembagian golongan penduduk ini pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan secara menyeluruh dibuktikan dengan masih adanya peraturan yang masih memisahkan ketiga golongan penduduk tersebut, salah satunya adalah hukum waris terkait peraturan tentang pembuatan surat keterangan waris. Berdasarkan Surat Keputusan Departemen Dalam Negeri Direktorat Pendaftaran Tanah Nomor DPT/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan juncto pasal 111 ayat 1 C point 4 PMNA No 3 tahun 1997, dibedakan tentang siapa saja yang berwenang untuk membuat keterangan waris untuk tiap-tiap golongan penduduk. Pembagian kewenangan tersebut adalah sebagai berikut: 107 Rahmadi Usman, Op.cit, hal 193

24 a. Untuk penduduk golongan Eropa dan WNI keturunan Tionghoa, keterangan warisnya dibuat di hadapan notaris. b. Untuk penduduk pribumi, keterangan waris cukup dibuat di bawah tangan, yang disaksikan dan dibenarkan (disahkan) oleh lurah dan dikuatkan oleh camat setempat. c. Untuk WNI keturunan Timur Asing (India dan Arab), yang berwenang membuat keterangan warisnya adalah Balai Harta Peninggalan (BHP). Berbeda dengan masyarakat golongan Eropa dan keturunan Tionghoa yang sebelum dibuatnya surat keterangan warisnya notaris berkewajiban mengecek ke Daftar Pusat Wasiat terkait adanya wasiat, masyarakat golongan timur asing bukan tionghoa dan masyarakat pribumi sangatlah rentan terhadap permasalahan tidak diketahui adanya wasiat, dikarenakan dalam pembuatan surat keterangan ahli warisnya tidak dilakukan pengecekan ke Daftar Pusat Wasiat terlebih dahulu, baik oleh pejabat pembuat surat keterangan ahli waris maupun oleh ahli waris itu sendiri. Sehingga hal ini membuka peluang terjadinya sengketa dikemudian hari mengenai pembagian warisnya. Pengecekan adanya wasiat ke Daftar Pusat Wasiat sangatlah penting sehingga memperkecil kemungkinan sengketa dikemudian hari dan membantu terjaminnya kepastian hukum pembagian warisan. Adapun yang menjadi penyebab Ahli Waris Dan Penerima Wasiat khususnya Golongan Penduduk Pribumi tidak mengetahui adanya wasiat adalah: Hasil Wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.

25 a. Pewasiat tidak memberitahukan kepada ahli warisnya ataupun kepada penerima wasiat telah dibuatnya wasiat. Terbuka kemungkinan bagi pewaris (pewasiat) untuk tidak memberitahu ahli warisnya dan orang/pihak yang diberinya wasiat dikarenakan tidak ada keharusan bagi pewaris (pewasiat) untuk memberitahukan kepada ahli waris ab intestato ataupun mendapat persetujuan dari ahli waris ab intestato atas wasiat yang dibuatnya, bila pewaris (pewasiat) memberitahukan niatnya tersebut, ahli waris ab intestato mungkin tidak akan setuju dengan keinginan pewaris (pewasiat) untuk mewasiatkan sebahagian hartanya kepada pihak lain karena akan mengurangi haknya sebagai ahli waris ab intestato, dan bila pewaris (pewasiat) memberitahukan niatnya untuk membuat wasiat tersebut kepada orang/pihak yang akan diberinya wasiat maka akan menimbulkan niat jahat bagi calon penerima wasiat untuk membunuh si pewasiat agar segera mendapatkan harta warisan. Sehingga pada umumnya pewaris (pewasiat) tidak akan memberitahukan kepada ahli warisnya maupun orang yang akan diberinya wasiat akan adanya wasiat yang ia perbuat. b. Surat Keterangan ahli waris Adanya penggolongan terhadap penduduk Indonesia sejak jaman Belanda dahulu juga berdampak terjadinya pembedaan terhadap bentuk dan siapa pejabat yang berwenang untuk membuat keterangan waris.

26 Berdasarkan Surat Keputusan Departemen Dalam Negeri Direktorat Pendaftaran Tanah Nomor DPT/12/63/12/69 juncto Pasal 111 ayat 1 C point 4 PMNA No 3/1997, dibedakan tentang siapa saja yang berwenang untuk membuat keterangan waris. Berbeda dengan Surat keterangan waris yang dibuat oleh notaris, surat keterangan waris yang dibuat oleh Camat maupun yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan, dibuat di bawah tangan dan disahkan lurah dan/atau camat tidak menetapkan berapa jumlah/bagian dari para ahli waris. Bahkan sering terjadi, keterangan waris tersebut dibuat tanpa adanya penelitian sama sekali. Sehingga tidak diketahui secara pasti, berapa sebenarnya jumlah ahli waris dari seorang pewaris. Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadinya sengketa waris karena keterangan waris yang tumpang tindih tersebut. Akibat sering adanya gugatan masalah keterangan waris yang keliru. Problema lain dalam pembuatan surat keterangan waris untuk pribumi adalah tidak dilakukannya pengecekan wasiat terlebih dahulu oleh para ahli waris dan pejabat pembuat surat keterangan ahli waris sebelum dibuatnya pernyataan ahli waris secara di bawah tangan. Pembuatan Surat Keterangan Waris oleh Camat dan/atau Lurah yang tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu ke Daftar Pusat Wasiat akan adanya wasiat yang ditinggalkan oleh si pewaris menjadi alasan utama ahli waris dan penerima wasiat khususnya golongan penduduk pribumi tidak mengetahui adanya wasiat.

27 Kegunaan keterangan dari Daftar Pusat Wasiat adalah untuk pembuatan akta keterangan waris yang akan dibuat oleh notaris. Setelah notaris memperoleh keterangan dari Daftar Pusat Wasiat, maka apabila ahli waris atau yang berkepentingan tidak mempunyai salinan akta wasiat, mereka harus meminta salinan akta wasiat itu kepada notaris yang menyimpan akta wasiat tersebut, dan menyerahkannya kepada notaris yang akan membuat keterangan waris. Oleh karena itu, jika si pewaris ternyata pernah membuat wasiat secara diam-diam maupun terang-terangan di hadapan notaris, namun tidak memberitahukannya kepada ahli warisnya atau orang lain, maka wasiat tersebut tidak akan pernah diketahui oleh ahli waris atau pihak lain yang nantinya akan melakukan pengalihan hak atas harta peninggalan pewaris. Terbuka ketidakpastian hukum atas penjualan pusaka oleh ahli waris sesuai keterangan waris yang sebenarnya sudah diwasiatkan kepada orang lain sama sekali (di luar ahli waris menurut undang-undang). Sehingga pewarisan berdasarkan surat keterangan waris untuk pribumi hampir selalu berdasarkan undang-undang tanpa mempertanyakan ada atau tidaknya wasiat dari pewaris. Kewajiban notaris pembuat akta wasiat terbatas pada kewajiban untuk menyerahkan kepada notaris pembuat keterangan waris berdasarkan ketentuan Pasal 943 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: Tiap-tiap notaris yang menyimpan surat-surat wasiat diantara surat-surat

28 aslinya, biar dalam bentuk apapun juga, harus, setelah si yang mewariskan meninggal dunia, memberitahukan kepada semua yang berkepentingan. Penerapan pasal ini sangat sulit untuk dilaksanakan karena pada dasarnya notaris tidak mengetahui apakah pewasiat tersebut telah meninggal atau masih hidup. Sehingga sulit bagi notaris untuk memberitahukan kepada ahli waris akan adanya wasiat yang pernah dibuat pewasiat. Kondisi tersebut yang dapat menyeret notaris/pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta peralihan hak warisnya dari seorang ahli waris kepada orang yang nama-namanya tercantum dalam surat pernyataan ahli waris menjadi turut tergugat dalam kasus-kasus peralihan hak karena warisan. Karena posisi notaris benar-benar tergantung pada kejujuran para ahli waris yang hadir dan melakukan peralihan hak berdasarkan surat keterangan ahli waris yang dibuat tanpa terlebih dahulu melakukan pengecekan ke Dafta Pusat Wasiat. c. Pelaksana Wasiat (Executeur testamentair) Berdasarkan Pasal 1005 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Seorang pewaris boleh mengangkat seorang atau lebih pelaksana surat wasiatnya, baik dengan surat wasiat maupun dengan akta di bawah tangan seperti yang tercantum pada Pasal 935 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ataupun dengan akta notaris khusus. Ia dapat juga mengangkat beberapa orang, agar pada waktu yang satu berhalangan, yang lain dapat menggantikannya. Dalam hal mewaris dengan testament, pewasiat dapat

29 menentukan siapa-siapa yang dapat menggantikan atas harta kekayaan yang ditinggalkannya. Pewasiat juga dapat mengangkat seseorang sebagai pelaksana wasiat yang bertugas mengawasi bahwa wasiat itu dilaksanakan sesuai dalam surat wasiat. Seorang pelaksana wasiat berkewajiban untuk menyelenggarakan sebaik-baiknya kepentingan ahli waris yang dipercayakan kepadanya oleh si pewaris. 109 Pelaksanaan atas suatu wasiat bagi ahli warisnya dalam suatu kasus, mungkin terdapat masalah, misalkan apakah tindakan pelaksana wasiat dalam suatu kasus telah sesuai dengan isi wasiat. Alasan pengadilan dapat menetapkan pelaksana wasiat berhak untuk menjual obyek wasiat si penerima wasiat. Apapun alasannya, siapapun yang menjadi pelaksana wasiat adalah salah jika pelaksana wasiat melanggar isi dari wasiat dan bertindak atas kemauannya sendiri sehingga merugikan kepentingan si penerima wasiat dan menerima hasil penjualan warisan tersebut untuk kepentingan pribadinya. Sehingga sangat disarankan untuk menentukan seorang pelaksana wasiat yang pada saat si pewasiat meninggal dunia, dapat memberitahu kepada ahli waris dan penerima wasiat atas adanya wasiat yang telah dibuat oleh pewaris dan menjalankan isi wasiat tersebut. Penunjukan seorang pelaksana wasiat dapat mencegah terjadinya ketidaktahuan ahli waris dan 109 Effendi Perangin-angin, Op.cit, hal 77.

30 penerima wasiat khususnya golongan penduduk pribumi terhadap adanya wasiat. 2. Kedudukan Akta Wasiat Yang Tidak Diketahui Keberadaannya Oleh Ahli Waris Dan Penerima Wasiat Bagi Golongan Penduduk Pribumi. Surat wasiat dapat dibuat dalam dua cara yakni dinotariskan atau di bawah tangan. Surat wasiat yang dinotariskan (akta wasiat) akan didaftarkan pada Daftar Pusat Wasiat di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kekuatan hukum akta wasiat ini tidak dapat dibatalkan secara sepihak melainkan harus melalui putusan pengadilan. Wasiat yang melalui akta wasiat lebih menjamin secara hukum, baik bagi yang mengeluarkan wasiat maupun bagi yang menerima wasiat. 110 Surat wasiat yang dibuat di bawah tangan tentunya cukup ditandatangani oleh si pembuat wasiat dan dilengkapi tandatangan para saksi minimal 2 orang. Secara hukum, surat wasiat dibawah tangan ini tidak memberikan jaminan hukum karena dapat dibatalkan secara sepihak cara ini sudah banyak ditinggalkan mengingat rawan terhadap konflik hukum di kemudian hari. Dalam surat wasiat, baik yang dibuat oleh notaris maupun di bawah tangan harus menunjuk seseorang atau lebih sebagai pelaksana dari wasiat tersebut. Kepada para pelaksana wasiat, pewaris dapat memberikan penguasaan atas semua barang dari harta peninggalan, atau sebagian tertentu daripadanya. Seperti 110 Hasil wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.

31 yang tercantum dalam Pasal 1007 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni, penguasaan tersebut demi hukum tidak akan berlangsung selama lebih dari satu tahun, terhitung semenjak hari para pelaksana itu sedianya dapat mengambil benda-benda itu dalam kekuasaannya. Selain penunjukan pelaksana wasiat, surat wasiat juga dapat berguna untuk membuktikan adanya harta pewasiat yang mungkin tidak diketahui oleh ahli waris ab intestato yang diwasiatkannya kepada ahli waris testamenter. Sehingga wasiat juga berfungsi sebagai salah satu alat untuk mengetahui harta-harta pewaris yang hanya diketahui pewaris. Surat wasiat harus dibuat dalam bentuk akta, namun hukum perdata tidak mensyaratkan apakah surat wasiat itu harus dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan atau akta otentik. Namun dalam prakteknya, surat wasiat umumnya dibuat dalam bentuk akta otentik (dibuat di hadapan notaris). Hal ini penting mengingat dalam segi pembuktian akta otentik memiliki nilai pembuktian yang sempurna. 111 Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan suatu akta menjadi batal atau dapat dibatalkan adalah sebagai berikut: a. Ketidakcakapan dan Ketidakwenangan Dalam Bertindak. b. Cacat Dalam Kehendak (Pasal 1322-Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) menetapkan secara limitatif adanya cacat kehendak, yakni kekhilafan/kesesatan, penipuan, dan paksaan. 111 Hasil wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.

32 Dengan demikian, untuk dapat menjadi akta wasiat yang tidak dapat batal dan dibatalkan dipenuhilah formalitas-formalitas yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan akta wasiat secara umum adalah: 112 a. Kehendak terakhir, yang diberitahukan oleh si pembuat wasiat secara lugas kepada seorang notaris, harus ditulis oleh notaris itu dengan kata-kata yang jelas. b. Penyampaian ini harus dilakukan sendiri oleh si pembuat wasiat, tidak dapat dilakukan melalui penuturan orang lain, anggota keluarga, atau seorang juru bicara. c. Dengan dihadiri oleh saksi-saksi. Notaris sendiri harus membacakan akta kepada si pembuat wasiat dan setelah pembacaan itu, notaris harus bertanya kepadanya apakah yang dibacakan itu benar mengandung wasiatnya. d. Akta itu harus ditandatangani oleh si pembuat wasiat, notaris, dan saksi-saksi. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 939 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. e. Jika si pembuat wasiat menerangkan tidak dapat menandatangani atau berhalangan menandatangani akta itu, keterangan si pembuat wasiat serta halangan yang dikemukakan harus ditulis secara tegas dalam akta oleh notaris yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 949 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 112 Hasil wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.

33 f. Bahasa yang ditulis dalam akta wasiat (testament acte) harus sama dengan bahasa yang dipakai oleh si pembuat wasiat pada saat menyebutkan kehendak terakhirnya g. Setelah surat wasiat tersebut dibuat, maka setiap notaris dalam tempo lima hari pertama tiap-tiap bulan wajib melaporkan atas akta wasiat yang dibuat olehnya kepada Daftar Pusat Wasiat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kehendak terakhir memang tidak secara langsung diberitahukan pada orang-orang yang akan menerima keuntungan dari kehendak terakhir itu. Orang yang diuntungkan karena suatu surat wasiat baru mengetahui adanya kehendak terakhir si pewaris beberapa lama setelah si pewaris meninggal dunia misalnya dari seorang notaris. Karena itu, daya kerja suatu kehendak terakhir tidak tergantung pemberitahuannya kepada pihak lainnya. Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa kehendak terakhir merupakan kehendak yang benar-benar sepihak. Dalam kehendak terakhir tersebut, si pewaris benar-benar berkehendak dan harus terjadi tentang yang telah dikehendaki sebenarnya. Kehendak sepihak dari pewaris ini membuka peluang tersembunyinya sebuah wasiat, sehingga para ahli waris tidak mengetahui adanya wasiat. Akta wasiat yang tidak diketahui keberadaannya oleh ahli waris dan penerima wasiat tetap memiliki kekuatan hukum dan kekuatan pembuktian sepanjang dilaksanakan sesuai formalitas pembuatan akta wasiat yang telah ditentukan, tetapi dengan tidak diketahuinya adanya wasiat menjadikan akta

34 wasiat tersebut tidak dapat dijalankan oleh ahli waris dan penerima wasiat bagi golongan penduduk pribumi. Tidak dilaksanakannya isi wasiat menjadikan obyek yang dipersoalkan dalam wasiat dapat beralih kepihak lain. Tidak adanya aturan yang mengatur daluarsanya sebuah akta wasiat mengakibatkan wasiat masih dapat terus dilaksanakan selama wasiat tersebut tidak menjadi gugur sesuai dengan Pasal 997, Pasal 1001 dan Pasal 1004 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 113 Kondisi dimana ahli waris dan penerima wasiat tidak mengetahui adanya wasiat pada saat terbukanya wasiat ini tentunya amat sangat merugikan penerima wasiat dan menimbulkan ketidaknyamanan ahli waris karena hilangnya kepastian hukum dari pembagian warisan sebelumnya. Berdasarkan Pasal 943 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: Tiap-tiap notaris yang menyimpan surat-surat wasiat diantara surat-surat aslinya, biar dalam bentuk apapun juga, harus, setelah si yang mewariskan meninggal dunia, memberitahukan kepada semua yang berkepentingan. Tetapi, Penerapan pasal ini sangat sulit untuk dilaksanakan karena pada dasarnya notaris tidak mengetahui apakah pewasiat tersebut telah meninggal atau masih hidup. Sehingga sulit bagi notaris untuk memberitahukan kepada ahli waris akan adanya wasiat yang pernah dibuat pewasiat dan menjadi sulit untuk melaksanakan isi dari akta wasiat tersebut yang merupakan kehendak terakhir dari pewaris atas harta warisannya yang memiliki kekuatan hukum dan kekuatan pembuktian yang sempurna. 113 Titik Triwulan Tutik, Op.cit, hal. 274.

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT A. Dasar Hukum Wasiat Wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pada

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT ARLIANTI IMARIA SIMANJUNTAK ABSTRACT

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT ARLIANTI IMARIA SIMANJUNTAK ABSTRACT ARLIANTI IMARIA SIMANJUNTAK 1 ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT ARLIANTI IMARIA SIMANJUNTAK ABSTRACT A will is a statement made by

Lebih terperinci

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu 8 B AB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wasiat Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT 31 BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT A. Akta Wasiat Sebagai Akta Notaris Sebagaimana ditentukan dalam

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia. Negara Indonesia memberlakukan tiga macam hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM PEMBAGIAN WARISAN APABILA PADA AKHIRNYA DIKETAHUI ADANYA AKTA WASIAT.

BAB III AKIBAT HUKUM PEMBAGIAN WARISAN APABILA PADA AKHIRNYA DIKETAHUI ADANYA AKTA WASIAT. BAB III AKIBAT HUKUM PEMBAGIAN WARISAN APABILA PADA AKHIRNYA DIKETAHUI ADANYA AKTA WASIAT. C. Akibat Hukum Terhadap Pelaksanaan Akta Wasiat Yang Tidak Diketahui Hukum Waris menurut para sarjana pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF Hukum positif adalah "kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan 104 Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan Pasal 1867 berbunyi, Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan. Pasal 1868 berbunyi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA A. Sekilas KUHPerdata Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI A N A K Dalam Hukum Keluarga, ada beberapa macam penyebutan anak, yaitu : Anak Sah Anak Luar Kawin Anak Angkat (BW : Anak Adopsi) FH UNRI 2 ANAK SAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan maka Undang-undang

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2 KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE RIVERA WIJAYA 1 AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE AHLI WARIS DITINJAU DARI KUHPERDATA (STUDI PUTUSAN NOMOR 188/PDT.G/2013/PN.SMG) RIVERA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL. seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. mengkonstatir harta boedel (mencari tahu isi dari boedel).

BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL. seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. mengkonstatir harta boedel (mencari tahu isi dari boedel). BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL A. PENGERTIAN PENDAFTARAN BOEDEL Boedel ialah suatu pendaftaran dari keseluruhan harta (vermogen) seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. Pendaftaran boedel ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN AKTA WASIAT OLEH NOTARIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

BAB III KEABSAHAN AKTA WASIAT OLEH NOTARIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB III KEABSAHAN AKTA WASIAT OLEH NOTARIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 Wasiat bukan merupakan perjanjian, karena Janji harus dipenuhi (Pacta Sunt Servanda), sedangkan wasiat yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati

Lebih terperinci

5. waris. 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain. 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. 8. penunjukkan pembeli dalam lelang. 9.

5. waris. 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain. 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. 8. penunjukkan pembeli dalam lelang. 9. BPHTB HIBAH WASIAT Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2011 penarikan pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh pemerintah kota/kabupaten. Pengalihan ini merupakan implementasi dari

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D 101 09 389 ABSTRAK Penulisan yang diberi judul Tinjauan Yuridis tentang Penggunaan Surat Keterangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI. - 2 - e. bahwa dalam rangka penagihan bea masuk dan/atau cukai perlu pengaturan khusus dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut dengan UUD 1945 telah menegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Syarat negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN 23 BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN A. Pengertian Umum Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap Warga Negara Indonesia dalam arti hak memperoleh akta autentik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. WASIAT MENURUT KETENTUAN-KETENTUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh: Fiki Amalia Baidlowi 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. WASIAT MENURUT KETENTUAN-KETENTUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh: Fiki Amalia Baidlowi 2 WASIAT MENURUT KETENTUAN-KETENTUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh: Fiki Amalia Baidlowi 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan hukum mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci