BAB I PENDAHULUAN. sering dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sering dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan bagian harta kekayaan yang sangat penting bagi seseorang, dimana tanah tersebut antara lain dipergunakan untuk bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan hidupnya, ataupun guna mendirikan bangunan tempat tinggal, bahkan tanah merupakan tempat peristerahatan terakhir manakala seseorang itu meninggal dunia. Mengingat begitu bermanfaatnya tanah bagi seseorang maka transaksi-transaksi yang menyangkut tanah seperti jual beli boleh dikatakan sangat sering dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Dalam transaksi atau perjanjian yang bermaksud untuk memperoleh sesuatu barang atau benda tersebut akan diikuti dengan perbuatan berupa menyerahkan dan menerima atas sesuatu barang atau benda di antara kedua belah pihak perbuatan mana dalam hukum disebut penyerahan atau levering. Dalam bahasa sehari-hari atau dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat khususnya yang berkaitan dengan hubungan-hubungan hukum maka istilah levering (penyerahan) ini diartikan secara umum yaitu berupa pemindahan penguasaan pisik atas suatu benda tertentu dari seseorang kepada orang lain dalam arti tidak selalu dimaksudkan pemindahan hak kepemilikan atas benda dimaksud. Pengertian yang demikian itu tidak sama persis dengan pengertian menurut hukum perdata, karena dalam pengertian hukum perdata penyerahan (levering) itu dimaksudkan adalah suatu 1

2 2 momentum peralihan hak atas suatu benda dari seseorang kepada orang lain yang menerimanya. Jadi dalam artian hukum bahwa penyerahan (levering) itu tidak semata-mata peralihan penguasaan secara pisik atas suatu benda tetapi yang lebih hakiki adalah dimana penyerahan itu merupakan perpindahan hak kepemilikan atas suatu benda dari seseorang kepada orang lain. Bahkan secara hukum dapat terjadi bahwa dengan penyerahan ini hak kepemilikan atas bendanya telah berpindah dari seorang kepada orang lain tetapi secara pisik benda tersebut masih tetap dipegang (dikuasai) atau belum berpindah karena ada kesepakatan lain diantara kedua belah pihak. Hal ini dalam istilah hukum disebut Constitutum possessorium. 1 Penyerahan sebagai perbuatan pengalihan hak milik atas suatu benda dari seseorang pemilik semula kepada orang lain dalam sistim hukum perdata Indonesia dapat ditemukan dasar hukumnya dalam Pasal 584 KUHPerdata. Pasal 584 KUHPerdata menyatakan: Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat dan karena penunjukan atau penyerahan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Dari cara-cara perolehan hak milik yang diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut maka yang terpenting dan bahkan yang sering terjadi di masyarakat cara perolehan hak milik itu adalah dengan cara penyerahan (levering). Bahwa cara-cara H.F.A.Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I (Jakarta: CV.Rajawali,1983),hal.

3 3 untuk mendapatkan eigendom dalam Pasal 584, yang terpenting adalah penyerahan dan diatur dalam Pasal KUHPerdata. 2 Penyerahan yang sering juga disebut dengan istilah levering atau overdracht mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka ( feitelijke levering ). Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (juridische levering ) 3. Perbuatan penyerahan atas sesuatu benda bukanlah suatu perbuatan yang berdiri sendiri melainkan merupakan suatu perbuatan yang mengikuti perbuatan yang mendahuluinya yang disebut sebagai peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 584 KUHPerdata tersebut di atas yang menyatakan bahwa berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. Menurut sistim BW, suatu pemindahan hak terdiri atas dua bagian. Pertama suatu obligatoire overeenkomst dan kedua suatu zakelijke overeenkomst. Yang dimaksud dengan yang pertama, ialah tiap perjanjian yang bertujuan memindahkan hak itu, misalnya perjanjian jual beli atau pertukaran, sedangkan yang kedua, ialah pemindahan hak itu sendiri. 4 Hak milik atas barang itu belum berpindah kepada sipembeli sepanjang belum dilakukan penyerahan oleh penjual kepada pembeli. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1459 KUHPerdata yang menyebutkan: Hak milik atas barang yang dijual tidaklah 2 H.F.A.Vollmar, Hukum Benda (Bandung: Tarsito,1987), hal R.Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: PT.Intermasa, 1980), hal Ibid, hal. 72.

4 4 berpindah kepada sipembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612,613 dan 616. Tahap perbuatan pemindahan hak milik yang disebut penyerahan (levering) yang pada tahap ini pihak-pihak seolah-olah bersepakat lagi yaitu untuk memindahkan hak milik, tahap ini disebut perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst). Mengingat penyerahan (levering) tersebut adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan hak milik atas sesuatu barang, maka persoalan penyerahan (levering) menjadi sesuatu hal yang menarik untuk dibahas terutama menyangkut momentum saat beralihnya dan keabsahan peralihannya. Berkaitan dengan tanah sudah ada ketentuan yang mengaturnya yaitu Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA) dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum dibidang pertanahan, karena sebelum keluarnya UUPA ini di Indoneia berlaku dua sistim hukum di bidang pertanahan yaitu berdasar sistim Hukum Adat dan berdasar sistim Hukum Barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Namun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diberlakukan tanggal 24 September 1960 maka terciptalah unifikasi hukum dibidang agraria yang juga disebut hukum pertanahan, dimana dalam Pasal 5 UUPA ditegaskan hukum agraria berdasar hukum adat. Pasal 5 UUPA menyebutkan: Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta

5 5 dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan -perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa hukum adatlah yang berlaku bukanlah hukum adat murni, melainkan hukum adat yang tidak boleh bertentangan dengan : a. kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan persatuan bangsa; b. sosialisme Indonesia; c. ketentuan-ketentuan dalam UUPA; d. peraturan-peraturan lainnya di bidang agraria; e. dengan unsur-unsur agama. Dalam ketentuan UUPA tidak banyak diatur mengenai aturan-aturan yang menyangkut jual beli tanah serta aturan-aturan mengenai penyerahan (levering) hak atas tanah tersebut. Dalam Pasal 26 ayat (1) disebutkan: Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatanperbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UUPA Pasal 23 ayat (1) disebutkan: Hak milik, demikian pula setiap peralihannya, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. Pasal 19 UUPA menyatakan :

6 6 1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. 2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : a. Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, 3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan mayarakat, keperluan lalu lintas sosial dan ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria; 4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftran dimaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Kewajiban pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum dikenal dengan sebutan Rechts Cadaster/Legal Cadaster. 5 Pendaftaran hak dan pendaftaran peralihan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) sub b UUPA, merupakan sebagian dari tugas dan wewenang Pemerintah dibidang pendaftaran tanah. Dibidang ini, pendaftaran hak dan pendaftaran peralihan hak dapat dibedakan atas : 1. Pendaftaran hak atas tanah yaitu pendaftaran untuk pertama kalinya atau pembukuan suatu hak atas tanah dalam daftar buku tanah, 2. Pendaftaran peralihan hak atas tanah. Dengan demikian peralihan hak atas tanah (levering) berdasar jual beli haruslah didaftar di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu. 5 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 2.

7 7 Ketentuan tentang pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dimaksudkan dengan pendaftaran tanah disebut dalam Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan: Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 5 disebutkan bahwa Instansi Pemerintah yang menyelenggarakan pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan Nasional (disebut BPN), dan pada pasal 6 ayat (2) disebutkan dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tidak dapat melaksanakan sendiri, akan tetapi membutuhkan bantuan pihak-pihak lain yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Pejabat lain yang membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu dalam pendaftaran tanah, adalah pejabat dari kantor lelang, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan Panitia Ajudikasi. 6 6 Ibid, hal.24.

8 8 Ketentuan yang mengatur tentang PPAT diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (disingkat PJPPAT). PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Agar dapat didaftar peralihan hak atas tanah dalam hal ini berdasar jual beli maka peralihan itu harus dibuat dalam akta PPAT sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini masih banyak tanah-tanah yang belum dilakukan pendaftarannya sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah dalam konteks UUPA dapat dibedakan atas tanah terdaftar dan tanah tidak/belum terdaftar. Sebagaimana dikemukakan bahwa peralihan hak atas tanah (perbuatan leveringnya) haruslah dibuat dengan akta PPAT, dengan demikian peranan PPAT dalam peralihan hak atas tanah melalui jual beli memegang peranan yang sangat penting, oleh karenanya menjadi persoalan yang menarik untuk diteliti tentang peran dan tanggung jawab PPAT selaku pembuat akta jual beli.

9 9 Bahwa setelah dilakukannya peralihan hak atas tanah yang dibuat dengan akta PPAT, apakah dengan demikian telah terjadi peralihan hak kepemilikan atas tanah tersebut kepada pembeli, sekalipun pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut belum terlaksana di kantor pertanahan dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional dan bagaimana sekiranya Badan Pertanahan menolak pendaftaran dengan alasan misalnya ada syarat yang belum terpenuhi untuk dilakukannya pendaftaran. Oleh karenanya menjadi persoalan yang menarik untuk diteliti bagaimana keabsahan peralihan hak atas tanah yang telah dibuat dalam akta jual beli tetapi akta peralihan itu sendiri belum didaftar dengan kata lain belum dilakukan balik nama atas nama pembeli. Berdasar uraian diatas penulis tertarik untuk membahas tesis ini yang berjudul PROBLEMATIKA HUKUM ATAS LEVERING DARI OBJEK HAK YANG DIBUAT DALAM AKTA JUAL BELI TANAH B. Perumusan Masalah. Berdasar uraian yang dikemukakan dalam latar belakang pemilihan judul tersebut di atas menunjukkan bahwa persoalan penyerahan (levering) dari objek hak yang dibuat dalam akta jual beli tanah adalah sesuatu yang urgen mengingat fungsi penyerahan adalah momentum peralihan hak milik. Oleh karenanya pokok permasalahan yang akan menjadi fokus bahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Kapan berpindah/beralih hak atas tanah kepada si Pembeli dalam jual beli tanah?

10 10 2. Bagaimana keabsahan peralihan hak atas tanah dalam akta jual beli yang tidak diikuti proses balik nama (Pendaftaran) di Badan Pertanahan Nasional (BPN)? 3. Bagaimana peran dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selaku pembuat Akta Jual Beli (AJB) dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah tersebut? C. Tujuan Penelitian. Adapun pembahasan tentang pokok permasalahan tersebut diatas adalah bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui secara jelas saat (momentum) beralihnya hak atas tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli berdasar alas hak jual beli, sehingga kepastian hukumnya menjadi jelas. 2. Untuk mengetahui secara jelas keabsahan peralihan hak atas tanah yang tidak diikuti proses balik nama (pendaftaran) di Badan Pertanahan Nasional (BPN). 3. Untuk mengetahui secara jelas peranan PPAT dalam pelaksanaan pengalihan hak atas tanah berdasar jual beli. D. Manfaat Penelitian. Adapun manfaat penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu menjadi bahan untuk menambah wawasan

11 11 penulis sendiri maupun rekan-rekan mahasiswa sehingga pemahaman akan aspek hukum atas penyerahan (levering) tanah berdasar jual beli menjadi lebih luas. Selain itu pembahasan ini diharapkan dapat memberi manfaat secara praktis bagi masyarakat pada umumnya akan aspek hukum dari penyerahan/pengalihan hak atas tanah berdasar jual beli, mengingat penyerahan di dalam sistim hukum kita merupakan suatu perbuatan hukum yang menentukan beralihnya hak kepemilikan atas suatu benda yang didasarkan pada perjanjian-perjanjian tertentu yang bermaksud untuk memindahkan hak milik atas tanah. E. Keaslian Penelitian Berdasar atas pemeriksaan pada perpustakaan, bahwa penulisan tentang pokok masalah yang dikemukakan di atas belum ada yang ditulis oleh rekan-rekan mahasiswa yang telah menyelesaikan tesisnya, dan sekiranyapun ada yang menulis tentang pengalihan/ penyerahan (levering) atas tanah yang dibuat dalam akta jual beli namun pokok masalah yang dibahas kemungkinan berbeda. F. Landasan Teori dan Konseptual 1. Landasan Teori Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimakud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 7 Kerangka teori adalah 7 Solly lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung: Mandar Maju,1994), hal. 80.

12 12 suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Arti teori adalah suatu proposisi umum yang saling berkaitan dan digunakan untuk menjelaskan hubungan beberapa variable yang di observasi. Karena penelitian ini adalah merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, yang artinya penelitiaan ini berusaha untuk menggambarkan tentang problematika hukum levering atas tanah yang dibuat dalam akta jual beli. Oleh karenanya adapun teori yang dipergunakan untuk membahas permasalahan dalam tesis ini yaitu : 1.1. Teori Tujuan Hukum. Teori tujuan hukum menurut Radbruch adalah hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan, oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bila pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan 8. Dengan adanya kepastian hukum, maka tujuan hukum dari hukum yaitu keadilan akan dapat dicapai. Yang utama dari nilai kepastian hukum adalah adanya peraturan itu sendiri. Tentang apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai hal Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1982),

13 13 kegunaan bagi masyarakat, adalah diluar pengutamaan nilai kepastian hukum. 9 Dalam kaitan dengan levering atau pengalihan hak atas tanah berdasar Akta Jual beli, maka akta jual beli harus dapat memberi tujuan hukum yaitu keadilan bagi para pihak serta adanya kepastian hukum terutama bagi pihak pembeli bahwa hak atas tanah itu telah beralih dan menjadi hak milik pembeli. Teori tujuan hukum dalam penelitian tesis ini dimaksudkan menganalisis perlindungan hukum bagi pihak pembeli atas objek hak yang dibuat dalam akta jual beli tanah. Teori tujuan hukum ini dipergunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan dalam tesis ini Teori Perjanjian. Perjanjian dalam bahasa belanda diistilahkan dengan overeenkomst dan dalam bahasa inggris diistilahkan dengan contract diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata 10. Van Dunne sebagai pencetus teori baru mengartikan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum 11. Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus melihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam pembuatan perjanjian menurut teori hukum baru ini, yaitu: 9 Gustav Radbruch dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2006), hal Tan Tong Kie, Studi Notariat Dan Serba-Serbi Praktek Notaris (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal Handri Raharjo, Hukum Perjanjian Di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 42.

14 14 a. Tahap pracontractual yaitu adanya penawaran dan penerimaan. b. Tahap contractual yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. c. Tahap post contractual yaitu pelaksanaan perjanjian 12 Unsur unsur perjanjian menurut teori lama adalah sebagai berikut : 1. Adanya perbuatan hukum, 2. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang, 3. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan, 4. Perbutan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih, 5. Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain, 6. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum, 7. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik, dan 8. Persesuaian kehendak harus dengan mengigat peraturan perundangundangan. 13 Rumusan Persetujuan diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. R.Subekti, mengemukakan bahwa Perjanjian itu adalah suatu peristiwa, dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 14 Sedangkan R.Wirjono Prodjodikoro, berpendapat perjanjian kini saya artikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 15 Selanjutnya M.Yahya Harahap, berpendapat bahwa perjanjian atau Verbintenis 12 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori & Tehnik Penyusunan Kontrak, cet VIII (Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta, 2011), hal Ibid, hal R.Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT.Intermasa, 1985), hal R.Wirjono Prodjodikoro,Azas-Azas Hukum Perjanjian (Bandung: Sumur,1985),hal. 15.

15 15 mengandung pengertian : suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 16 Bertitik tolak dari pengertian perjanjian atau persetujuan yang dirumuskan oleh para sarjana tersebut di atas dapat penulis tarik kesimpulan, bahwa perjanjian itu adalah persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri sehingga menimbulkan hubungan hukum diantara mereka, hubungan hukum mana melahirkan hak dan kewajiban diantara para pihak dan yang terletak dalam lapangan hukum harta kekayaan. Teori Perjanjian dalam tesis ini dimaksudkan sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan diatas. 2. Landasan Konseptual. Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional. 17 Problematika berasal dari kata Problem yang berarti soal, masalah, tekateki 18. Dengan demikian problematika hukum adalah persoalan hukum atau masalah hukum. 16 M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung: Alumni,1985),hal Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal Audi C, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Indah,1995), hal.191.

16 16 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan menurut hukum Perdata yang dimaksud dengan penyerahan itu adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu 19. Perkataan penyerahan mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka ( feitelijke levering ).Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain ( juridische levering ). 20 Terdapat 2 (dua) hal yang menjadi syarat utama dari penyerahan tersebut yaitu : 1. bahwa penyerahan itu haruslah berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik dan; 2. dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas atas kebendaan itu. Peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik tersebut dimaksudkan adalah perbuatan-perbuatan hukum berupa perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak milik seperti perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian hibah. Perbuatan-perbuatan hukum yang demikian inilah yang menjadi dasar atau alas hak pemindahan hak milik. Penyerahan itu harus dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas dimaksudkan bahwa orang yang akan menyerahkan atau mengalihkan hak milik atas sesuatu benda tersebut harus orang yang berhak untuk mengusai benda itu, ini adalah sama sekali sesuai dengan azas bahwa tidak seorangpun dapat 19 Soedewi Maschoen Sofwan, Op.cit hal R.Subekti I, Op.cit, hal. 71.

17 17 menyerahkan sesuatu lebih daripada apa yang jadi haknya (ini disebut nemo plus regal ) 21. Oleh karenanya Levering (penyerahan) dalam sistim KUHPerdata adalah merupakan perbuatan hukum pemindahan atau penyerahan hak milik atas benda tersebut. Perbuatan pemindahan hak milik atas benda inilah yang dinamakan tahap zakelijke overeenkomst ataupun disebut perjanjian yang bersifat kebendaa Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan, yang dimaksud dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) adalah perjanjian penyerahan benda yang diikuti dengan formalitas tertentu (pendaftaran) 22. Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) ini tidaklah dimaksudkan menimbulkan perikatan dengan kata lain tidak melahirkan hak dan kewajiban sebagaimana halnya dengan perjanjian obligator (obligatoire overeenkomst) yang melahirkan hak dan kewajiban, melainkan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) ini adalah perbuatan hukum memindahkan hak milik itu sendiri. H.F.A.Vollmar mengemukakan menurut Hukum Nederland persetujuan saja tidaklah mengakibatkan beralihnya eigendom dan untuk itu (untuk beralihnya eigendom) masih perlu juga penyerahan barangnya, penyerahan mana pada bendabenda bergerak seperti ternyata seringkali berupa pemberian secara nyata-nyata (Jawa: diulungake), tetapi pada benda-benda tak bergerak disyaratkan adanya sebuah akte dan balik nama penyerahan tersebut dalam daftar-daftar umum. Pada kata yang terakhir ini para pihak jadinya seakan-akan sampailah sekali lagi pada suatu persetujuan, yaitu untuk memperalihkan hak eigendom, dan hal ini lantas disebut perjanjian kebendaan (perjanjian zakelijk) berlawanan dengan perjanjian yang mewajibkan (perjanjian yang obligatoir), yaitu suatu perjanjian, dimana penjual 1983),hal H.F.A.Vollmar II, Op.cit, hal Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistim Hukum Benda Nasional (Bandung: Alumni,

18 18 hanya mengikat diri untuk penyerahannya saja, pada jual-beli barang tak bergerak senantiasa disebut sebagai kontrak jual-beli-sementara 23. Penyerahan di dalam KUHPerdata sering dipakai istilah-istilah lain, tetapi yang mempunyai pengertian yang sama dengan penyerahan, misalnya : 1. Opdracht, 2. Overdracht, 3. Transport ini penyerahan atas benda tak bergerak, 4. Cessie-penyerahaan untuk piutang atas nama, 5. Inbreng-penyerahan dalam hal warisan. 24 Inbreng diartikan sebagai pemasukan (penyerahan) kedalam boedel harta peninggalan yang diberikan kepada ahli waris berupa hibah semasa hidupnya. Yang oleh M.Yamin Lubis 25, inbreng diartikan juga sebagai pemasukan dalam perusahaan. 26 Adapun yang diartikan dengan jual beli dirumuskan dalam Pasal 1457 KUHPerdata yang menyatakan; Jual-beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari bunyi pasal tersebut terlihat bahwa, yang menjadi unsur barang dan harga, hal ini relevan dengan perjanjian jual beli adalah mengenai asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian jual beli itu telah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat para pihak mengenai barang dan 23 H.F.A.Vollmar I, Op.cit, hal Soedewi Maschoen Sofwan, Hukum Benda (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal Mhd.Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah (Bandung : Mandar Maju, 2012), hal Ibid

19 19 harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Unsur pokok ( essentialia ) perjanjian jual beli adalah barang dan harga. 27 Dalam teori Hukum Adat, jual beli khususnya tanah berbeda dengan teori KUHPerdata yang bersifat obligatoir, dimana menurut hukum adat jual beli tanah itu adalah suatu perbuatan hukum untuk mengalihkan hak atas tanah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam sistim hukum adat tahap obligator dan zakelijknya jatuh pada saat bersamaan. Jual beli tanah menurut hukum adat adalah merupakan suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya kepada sipembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga (walaupun baru sebagian) tanah tersebut kepada penjual sejak itu hak tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli. 28 Jual beli tanah menurut Adat harus dilakukan secara : 1) Contant atau tunai. Contant atau tunai artinya harga tanah yang dibayar itu lunas seluruhnya tetapi bisa juga sebagian. Tetapi biarpun dibayar sebagaian, menurut hukum dianggap telah dibayar penuh. Pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat bersamaan. Pada saat itu, jual beli menurut hukum telah selesai. Sisa harga yang belum dibayar dianggap sebagai hutang piutang kepada bekas pemilik tanah (penjual). 2) Terang. Terang artinya jual beli tanah tersebut dilakukan dihadapan kepala desa (kepala adat) yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi dalam kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa jual beli tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku R.Subekti, Aneka perjanjian (Bandung: Alumni,1984), hal K.Wantjik Saleh, Hak atas tanah (Jakarta: Ghalia Indoneia, 1985), hal Effendi Perangin angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktis Hukum (Jakarta: Rajawali, 1989), hal. 16.

20 20 Dalam hukum adat hak milik atas tanah yang dijual telah beralih kepada pembeli sejak saat terjadi jual beli dengan demikian jual beli menurut hukum adat adalah perbuatan pemindahan hak milik atas tanah antara penjual dan pembeli. G. Metode Penelitian Metode adalah merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan 30. Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistimatis, metodologi dan konsisten 31. Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu permasalahan guna mencapai tujuan penelitian berdasarkan metoda tertentu. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan haruslah dilakukan dengan suatu metoda yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Dengan metoda yang ditentukan diharapkan dapat memberikan hasil yang baik atas pemecahan suatu masalah yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Agar penelitian tersebut memenuhi syarat keilmuan, maka diperlukan pedoman yang disebut metoda penelitian. 30 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris (Jakarta: Indoneia- Hill,1990), hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitiaan Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1.

21 21 1. Sifat dan Jenis Penelitian. Berdasar pada pokok permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka sifat penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis, yang berarti adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain. 32 Dengan demikian penelitian dalam tesis ini sifatnya hanya menggambarkan keseluruhan keadaan objek yang diteliti yaitu levering atau peralihan hak milik dari objek hak yang dibuat dalam akta jual beli tanah. Penggambaran dimaksud berupa kajian hukum atas aturan-aturan mengenai peralihan hak atas tanah yang dibuat dalam akta jual beli. Selanjutnya jenis penelitian yang diterapkan adalah mempergunakan metoda pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan penelusuran asas-asas hukum umum, untuk kemudian membuat suatu interpretasi terhadap peraturan hukum umum. Selanjutnya akan dilakukan pengujian hasil interpretasi terhadap teori dan atau prinsip-prinsip hukum umum. 33 Dengan demikian penelitian ini mengacu pada aturan-aturan hukum yang terdapat dalam perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang hal Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997), 33 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2005), hal. 52.

22 22 dipergunakan dalam pengalihan (levering) dari hak atas tanah yang dibuat dalam suatu akta jual beli. 2. Sumber data. Berdasar jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dimana data sekunder tersebut diperoleh melalui sumber kedua, yaitu melalui studi kepustakaan (library research), yaitu dari data-data yang sudah tersedia. Data sekunder terdiri dari : a. Bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanah dan jual beli serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jabatan notaris selaku pejabat pembuat akta. Dalam penulisan tesis ini bahan hukum primer yang akan dipergunakan adalah: (1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; (2). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria. (3). Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; (4). Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

23 23 (5). Peraturan Kepala BPN Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; (6). Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah; (7). Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akte Tanah. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa buku-buku kepustakaan, hasil-hasil penelitian dan karya-karya ilmiah lainya yang relevan dengan pembahasan atas permasalahan dalam penelitian ini. c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus. 3. Teknik Pengumpulan Data. Sebagimana telah dikemukakan bahwa jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, oleh karenanya teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan (library research). Bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan pertamatama dilakukan pemahaman dan mengkaji isinya secara mendalam untuk selanjutnya

24 24 dibuat catatan ssesuai permasalahan yang dikaji baik langsung maupun tidak langsung. Bahan hukum yang relevan dikumpulkan menggunakan teknik sistim kartu (card system) 34, yaitu dengan menelaah peraturan-peraturan yang relevan, buku-buku atau bahan-bahan bacaan serta karya ilmiah atau tesis dan hasilnya dicatat dengan sistim kartu. Kartu yang disusun berdasarkan topik bukan berdasarkan nama pengarang, hal ini dimaksudkan agar lebih memudahkan dalam penguraian, analisis dan membuat kesimpulan. Studi kepustakaan bertujuan untuk memperoleh konsepsikonsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan yang dibahas. 4. Analisa Data. Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipoatesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 35 Analisis atau pengolahan data dilakukan secara analisis kwalitatif yang berarti analisis yang dipakai tidak menggunakan angka maupun rumusan statistika dan matematika namun disajikan dalam bentuk uraian, yaitu dengan melakukan analisis dengan cara menginpretasikan, menelaah dan menilai semua peraturan-peraturan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas, sehingga pada akhirnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika 34 Amiruddin dan H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004), hal Lexy Moleong, Metode Penelitian Kwalitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 101.

25 25 berfikir secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari yang berifat umum ke yang bersifat khusus dan dipaparkan secara deskriptif dengan harapan akan tergambar secara jelas mengenai problematika hukum atas levering dari objek hak yang dibuat dalam akta jual beli tanah.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu barang. Dalam pandangan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian-perjanjian yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu barang. Dalam pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia senantiasa mengadakan hubunganhubungan hukum seperti mengadakan transaksi-transaksi ataupun perjanjian-perjanjian yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti dalam pasal 1457 jo 1458 KUH Perdata Indonesia. Jual-beli tanah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Selain itu tanah mempunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI 26 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI A. Penyerahan (levering) Sebagai Perbuatan Pengalihan Objek Hak 1. Pengertian Penyerahan (Levering)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 EKSISTENSI SURAT KUASA TERHADAP PERALIHAN HAK ATAS TANAH DITINJAU DARI KUHPERDATA 1 Oleh : Steviyanti Veronica Mongdong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB III PPAT SELAKU PEJABAT YANG BERWENANG MEMBUAT AKTA PERALIHAN DAN PENDAFTARAN AKTA PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB III PPAT SELAKU PEJABAT YANG BERWENANG MEMBUAT AKTA PERALIHAN DAN PENDAFTARAN AKTA PERALIHAN HAK ATAS TANAH 63 BAB III PPAT SELAKU PEJABAT YANG BERWENANG MEMBUAT AKTA PERALIHAN DAN PENDAFTARAN AKTA PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. Tentang PPAT 1. Pengertian PPAT Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) mulai dikenal sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik mengenai data fisik maupun data yuridis dikenal dengan sebutan pendaftaran tanah. 1 Ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perbuatan hukum yang hampir setiap hari dilakukan oleh manusia adalah jual beli. Jual beli merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku:

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku: DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku: Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Simposium Hukum Perdata Nasional, Kerjasama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017 JUAL BELI TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Mardalin Gomes 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup, berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia berhubungan dengan tanah. Setiap orang memerlukan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolut dan vital, artinya kehidupan manusia dipengaruhi dan ditentukan oleh eksistensi tanah. Kehidupan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE Mohammad Anis Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH 1. Jual Beli Hak Atas Tanah Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang penting, sebab sebagian besar dari kehidupan manusia tergantung pada tanah. Tanah berfungsi sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara geografis tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas tanah merupakan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Pittlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa,

DAFTAR PUSTAKA. A. Pittlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa, DAFTAR PUSTAKA A. Pittlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa, A.P. Parlindungan, 1973, Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA, Alumni, Abdul R Saliman, 2004, Esensi Hukum Bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S-2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh : JUMIN B4B

RINGKASAN TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S-2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh : JUMIN B4B PERALIHAN PENGUASAAN TANAH NEGARA SECARA DI BAWAH TANGAN DAN PROSES PEROLEHAN HAKNYA DI KANTOR PERTANAHAN JAKARTA UTARA (Studi Kasus di Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja Jakarta Utara) RINGKASAN TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya tanah bagi kehidupan masyarakat mempunyai peranan penting, hal ini menjadikan kebutuhan akan tanah semakin besar. Oleh karena itu untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERJANJIAN SEBAGAI ALAS HAK (TITEL) PENGALIHAN HAK MILIK

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERJANJIAN SEBAGAI ALAS HAK (TITEL) PENGALIHAN HAK MILIK BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERJANJIAN SEBAGAI ALAS HAK (TITEL) PENGALIHAN HAK MILIK A. Pengertian Perjanjian Di dalam KUHPerdata rumusan pengertian perjanjian yang oleh undang-undang disebutkan (diistilahkan)

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya masih bercorak agraris dan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. SUATU PROSES PERALIHAN HAK MILIK KARENA TERJADINYA JUAL BELI 1 Oleh : Reagen A. Maramis 2

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. SUATU PROSES PERALIHAN HAK MILIK KARENA TERJADINYA JUAL BELI 1 Oleh : Reagen A. Maramis 2 SUATU PROSES PERALIHAN HAK MILIK KARENA TERJADINYA JUAL BELI 1 Oleh : Reagen A. Maramis 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsepsi jual beli dan unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS 1. Syarat Sahnya Jual-Beli Tanah Hak Milik Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Argaria, LNRI Tahun 1960

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, Tanah dan bangunan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP JUAL BELI TANAH TANPA AKTA PPAT (WILAYAH KECAMATAN TINOMBO) CICI FAJAR NOVITA / D

TINJAUAN HUKUM TERHADAP JUAL BELI TANAH TANPA AKTA PPAT (WILAYAH KECAMATAN TINOMBO) CICI FAJAR NOVITA / D TINJAUAN HUKUM TERHADAP JUAL BELI TANAH TANPA AKTA PPAT (WILAYAH KECAMATAN TINOMBO) CICI FAJAR NOVITA / D 101 09 422 ABSTRAK Pemindahan hak atas tanah dengan menggunakan akta PPAT mempunyai arti yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya tersedia. Salah

Lebih terperinci

Upik Hamidah. Abstrak

Upik Hamidah. Abstrak Pembaharuan Standar Prosedure Operasi Pengaturan (SOP) Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah Wasiat Berdasarkan Alat Bukti Peralihan Hak Upik Hamidah Dosen Bagian Hukum Administrasi

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL Oleh AHMAD JUARA PUTRA 137011045/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dengan hak-hak yang disediakan oleh Undang-Undang Pokok Agraria,

BAB I PENDAHULUAN. orang dengan hak-hak yang disediakan oleh Undang-Undang Pokok Agraria, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi. Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan panjang dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan mengatur tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian dan Syarat Sahya Perjanjian Sebelum membahas lebih jauh mengenai

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraria, sehingga tanah merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA Judul : AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA SERTIFIKAT DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : GALUH LISTYORINI NPM : 11102115 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat sebagai tempat pembangunan dan juga tempat mata pencaharian masyarakat. Tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak sempat menyelesaikan urusan-urusannya. Dikarenakan kesibukan yang sedemikian rupa, kadangkala

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup,

Lebih terperinci