BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP 1. Definisi Sikap Sikap menurut Thurstone, Likert dan Osgood (dalam Azwar, 2005) adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. LaPierre (1934 dalam Azwar, 2005) mengatakan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa sikap adalah suatu respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Azwar (2005) mendefinisikan sikap merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif. Hal ini senada dengan tiga komponen sikap yang diungkapkan oleh Mann (Azwar, 2005), yaitu: komponen kognitif merupakan persepsi kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki oleh individu mengenai sesuatu, komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi serta komponen konatif berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak dan beraksi terhadap sesuatu dengan cara yang tertentu. Sikap seseorang terhadap suatu objek atau perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaaan tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972 dalam Azwar 2005). Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu apabila 11

2 12 individu dihadapkan pada suatu stimulus yang mengkehendaki adanya respons. Ketiga, sikap merupakan suatu skema triadik (triadic scheme). Menurut pemikiran ini sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap sesuatu objek. Berdasarkan penjelasan mengenai beberapa definisi sikap tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap merupakan perasaaan yang mendukung ataupun tidak mendukung pada situasi, kesiapan untuk merespon suatu situasi terhadap suatu objek dengan cara tertentu sesuai dengan komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku pada suatu objek. 2. Komponen Sikap Mann (1969, dalam Azwar 2005) menjelaskan sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang, yaitu: a. Komponen Kognitif Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Seringkali komponen sikap ini disamakan dengan pandangan atau stereotype tertentu terhadap suatu hal ataupun isu dan masalah-masalah yang dianggap kontroversial. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat ataupun telah kita ketahui. Berdasarkan dari apa yang dilihat kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia

3 13 akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu. b. Komponen Afektif Komponen afektif merupakan perasaan individu terkait masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini dapat disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud. c. Komponen Konatif Komponen konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Individu berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu yang banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap suatu stimulus. Berdasarkan penjelasan dari komponen sikap tersebut bahwa ketiga komponen tersebut selaras dan konsisten, hal ini dikarenakan karena apabila dihadapkan pada suatu objek sikap yang sama, maka ketiga komponen itu harus harus mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila ketiga komponen tersebut

4 14 tidak konsisten satu sama lain maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebakan timbulnya mekanisme perubahan sikap. 3. Faktor yang mempengaruhi sikap Azwar (2005) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu : a. Pengalaman pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Individu bereaksi terhadap pengalaman saat ini biasanya jarang terlepas dari pengalamannya dimasa lalu. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others) akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap seseuatu. Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tesebut.

5 15 c. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita terbiasa hidup dalam budaya yang memiliki norma longgar maka sangat mungkin sikap yang kita miliki akan cenderung sama dalam budaya tersebut. d. Media massa Media massa sebagai sarana komunikasi memiliki pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa sedikit banyaknya berarti dalam pembentukan sikap. e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. f. Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap dinyatakan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Terkadang suatu bentuk sikap didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme dari pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

6 16 4. Karakteristik Sikap Sax (1980, dalam Azwar 2005) menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi) sikap, yaitu sebagai berikut : a. Sikap mempunyai arah Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif, sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai yang memiliki sikap negatif. b. Sikap memiliki intensitas Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sestuatu belum sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya. Bisa saja orang pertama tidak setuju, tetapi orang kedua sangat tidak setuju. c. Sikap memiliki keluasan Kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Misalnya, seseorang memiliki sikap favorabel terhadap program keluarga berencana sedangkan oranglain mungkin mempunyai sikap positif yang lebih terbatas dengan

7 17 hanya setuju pada aspek-aspek tertentu saja pada kegiatan program keluarga berencana tersebut. d. Sikap memiliki konsistensi Kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap yang dimaksud. Kosnsitensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. e. Spontanitas Spontanitas sikap menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan terlebih dahulu agar individu mengemukakannya. 5. Pengukuran Sikap Salah satu yang menjadi aspek penting dalam memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement). Dalam defenisi sikap terdahulu telah dikatakan bahwa sikap merupakan respon evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Hal ini berarti bahwa dalam sikap terkandung adanya prefensi atau rasa suka dan tidak suka terhadap sesuatu sebagai objek sikap.

8 18 Sikap dapat dipahami lebih dari sekedar seberapa favorable dan unfavorable perasaan seseorang, lebih daripada sekedar seberapa positif atau negatif pandangan seseorang. Sikap dapat diungkapkan dan dipahami dalam dimensi yang lain. Azwar (2005) menguraikan beberapa metode pengungkapan sikap, antara lain : a. Observasi Perilaku Untuk dapat mengetahui sikap seseorang, kita dapat melakukan observasi terhadap perilakunya karena perilakunya merupakan indikator sikap dari individu tersebut. b. Penanyaan langsung Untuk dapat melihat bagaimana sikap seseorang kita dapat menanyakan langsung (direct questioning) pada yang bersangkutan. Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung dalam pengungkapan sikap adalah bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakan oleh dirinya. c. Pengungkapan langsung Metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal maupun dengan menggunakan aitem ganda (Ajzen, 1988). Prosedur pengungkapan langsung dilakukan dengan cara meminta responden menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda

9 19 setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian respons dilakukan secara tertulis yang memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur. d. Skala sikap Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self report yang hingga kini dianggap sebagai yang paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut sebagai skala sikap. Skala sikap (attitudes scale) berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Dari respons subjek pada setiap pernyataan dapat kita simpulkan arah dan intensitas sikap seseorang. Brannon (1976, dalam Azwar 2005) meringkaskan faktor yang dapat menghambat pencurahan sikap melalui skala sikap yang berisi pernyataanpernyataan, yaitu : a. Setiap jawaban yang memiliki alternatif tertentu dan terbatas akan membatasi pula keleluasaan individu dalam mengkomunikasikan sikapnya. Respons sebenarnya yang ingin dikemukakan mungkin tidak terdapat diantara alternatif jawaban sehingga individu cenderung memilih satu yang termirip diantaranya. b. Bahasa standar yang dapat diterima umum yang digunakan dalam skala sikap mungkin tidak mampu mengungkapkan reaksi asli dan tipikal. Terdapat beberapa istilah formal yang seringkali tidak mudah dicerna dan diasosiasikan oleh responden.

10 20 c. Pertanyaan standar dan formal tidak mampu mengungkapkan kompleksitas, nuansa-nuansa ataupun yang sesungguhnya dari sikap individu yang sebenarnya. Setiap individu merasakan bahwa sikapnya memiliki tingkat kompleksitas, intensitas dan indvidualitas yang tidak sama yang tidak dapat dicerminkan oleh isi pertanyaan dan pernyataan standar yang umumnya terdapat dalam skala sikap. d. Terdapat kumpulan respons yang mengalami kekeliruan ataupun error. Pada pernyataan sikap, error dapat terjadi berupa kekeliruan respondens dalam membaca, memahami ataupun menafsirkan pernyataan yang disajikan. Kekeliruan juga mungkin dilakukan oleh pihak yang mencatat, memproses ataupun menganalisis jawaban dari respondens. e. Jawaban respondens dipengaruhi oleh hasrat dan keinginan mereka sendiri akan penerimaan sosial, persetujuan sosial (social approval) dan keinginan untuk tidak keluar dari norma yang dapat diterima oleh masyarakat. f. Sikap pada saat interview sebelum pengukuran, situasi sewaktu penyajian skala, karakteristik pertanyaan sebelumnya, harapan subjek mengenai tujuan pengukuran itudan banyak lagi aspek yang ada dalam situasi pengungkapan sikap yang dapat mempengaruhi respons yang diberikan oleh indvidu. Berdasarkan hal tersebut, pengukuran sikap bukanlah suatu hal yang sederhana. Penggunaan skala sikap yang diakui sebagai metode pengungkapan sikap yang lebih unggul.

11 21 B. E-learning 1. Definisi E-learning Terminologi e-learning cukup banyak dikemukakan dalam berbagai sudut pandang, namun pada dasarnya mengarah pada pengertian yang sama. Huruf e pada e-learning berarti elektronik yang kerap disepadankan dengan kata virtual (maya) atau distance (jarak). Dari hal ini kemudian muncul istilah virtual learning (pembelajaran di dunia maya). Sedangkan kata learning sering diartikan dengan belajar pendidikan (education) atau pelatihan (training). Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Dalam pelaksanaannya e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer ataupun kombinasi dari ketiganya. E-learning juga berarti proses transformasi pembelajaran dari instructor Centric ke Learner Centric (Effendi, 2006 dalam Munir 2008). E-learning merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet (Isjoni dan Firdaus, 2007). E-learning sering dikatakan sebagai penggunaan jaringan teknologi informasi didalam proses belajar dan mengajar. e-learning juga dapat digambarkan sebagai cara belajar secara online termasuk didalamnya virtual, jaringan dan pembelajaran berbasis web. Pada dasarnya e-learning mengarah pada proses belajar dan mengajar yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memenuhi ansynchronous dalam proses belajar dan mengajar. Istilah e-learning dapat diartikan lebih dari sekedar pembelajaran online, proses belajar virtual dan jaringan serta pembelajaran berbasis web. E-learning

12 22 menggabungkan semua kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok yang dilakukan secara online maupun offline serta individu maupun kelompok secara synchronous ataupun ansynchronous melalui jaringan ataupun komputer standalone dan perangkat elektonik lainnya. Berbagai model kegiatan pembelajaran e-learning (Romizowski, 2004) dapat dilihat pada gambar: Gambar. 1 Model E-learning Individualized self paced e-learning online Individualized self paced e-learning offline Group based e-learning shyncronously Group based e-learning ansynchronously Sumber : Naidu, Som. (2006). E-learning. A Guidebooks of Principles, Procedures and Practices. (hal.1) Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa (1) individual self-paced e-learning online, yaitu proses belajar e-learning mengarah pada situasi dimana individu mengakses sumber belajar secara online melalui internet dan intranet. (2) individual self-paced e-learning offline, yaitu proses belajar e-learning secara offline dimana individu mengarah pada situasi sumber belajar tidak terhubung melalui internet dan intranet (3) group based e-learning synchronously; dimana sekelompok siswa secara bersama-sama belajar melalui internet dan intranet di waktu yang bersamaan (4) group based e-learning ansynchronously dimana

13 23 proses belajar mengacu pada situasi dimana kelompok belajar melalui intranet atau internet yang mana terjadi proses pertukaran pada waktu yang tertunda. Berdasarkan dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa e-learning pada hakikatnya adalah proses belajar yang memanfaatkan teknologi, jaringan, virtual dan pembelajaran berbasis web. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru kepada siswa dilakukan secara online. Namun, proses belajar e-learning tidak hanya dikategorikan sebagai proses belajar secara online, Romizowski (2004) membagi model pembelajaran e- leaning kedalam 4 (empat) model. Selain pembelajaran secara online, pembelajaran e-learning juga dapat dilakukan secara offline dan secara synchronously dan ansynchronously. Sehingga dapat disimpulkan bahwa e-learning merupakan proses belajar yang memanfaatkan jaringan dalam proses belajar mengajar, namun proses belajar e-learning dapat juga dilakukan secara offline. Pembelajaran e-learning memiliki pengembangan model pembelajaran dengan memadukan proses belajar konvensional dan proses belajar secara online. hal ini dikenal dengan konsep blended learning yang mana proses belajar dilakukan secara online dengan tidak meninggalkan pola bimbingan dari guru. 2. Blended Learning Secara etimologi istilah blended learning terdiri dari dua kata yaitu blended dan learning. Kata blend berarti campuran atau penyelarasan kombinasi ataupun perpaduan, sedangkan learning memiliki makna umum yakni

14 24 belajar, dengan demikian blended learning mengandung makna pencampuran antara satu pola dengan pola yang lainnya. Blended learning merupakan proses pengembangan dalam pembelajaran yang mengintegrasikan kemajuan teknologi dari pembelajaran online dan pembelajaran tradisional secara tatap muka (Thorne, 2003). Blended learning merupakan gabungan dari multimedia teknologi, CD Room video streaming, kelas virtual, dan voic . Bhonk dan Graham (2006 dalam Cepi 2012) menjelaskan bahwa blended learning adalah gabungan dari dua sejarah model perpisahan belajar dan mengajar yang mana sistem pembelajaran tradisional dan sistem penyebaran pembelajaran yang menekankan peran dari teknologi berbasis komputer dalam blended learning. Menurut Mosa (2006, dalam Cepi 2012) menjelaskan bahwa pola yang dicampurkan adalah dua unsur utama, yakni pembelajaran di kelas (classroom lessons) dengan online learning. Gambar 2. Unsur dari Blended Learning Classrooms lessons Online learning Sumber : Riyana, Cepi, dkk. (2012). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Mengembangkan Profesionalitas Guru. (Hal 242).

15 25 Classroom lessons merupakan proses belajar yang terjadi antara guru dan siswa yang dilakukan melalui tatap muka. Dalam hal ini proses belajar dilakukan didalam kelas, melakukan diskusi dan tanya jawab antara guru dan siswa. Pada pembelajaran blended learning, classroom lessons bisa dicontohkan sebagai pembelajaran didalam kelas (tatap muka) dengan menggunakan media elektronik untuk membantu proses pembelajaran. Sementara itu, Online learning yaitu proses belajar yang terjadi antara guru dan siswa dilakuan secara online dengan memanfaatkan internet sebagai media pembelajaran. Jadi, pendekatan blended learning dapat dikatakan sebagai pembelajaran tatap muka dimana siswa di kelas tetapi kegiatan belajar yang dilakukan terjadi selama waktu kelas dapat dilalukan secara online. Proses belajar tersebut dilakukan antara siswa dan guru melalui chatroom, dan website sekolah (Pennstate, 2009). 2.1.Karakteristik Blended Learning Menurut Sharpen et.al (2006, dalam Cepi 2012) karakteristik blended learning adalah: a. Ketetapan sumber suplemen untuk program belajar yang berhubungan selama garis tradisional sebagian besar, melalui institusional pendukung lingkungan belajar virtual. b. Transformatif tingkat praktik pembelajaran didukung oleh rancangan pembelajaran sampai mendalam. c. Pandangan menyeluruh tentang teknologi untuk mendukung pembelajaran.

16 26 Berdasarkan karakteristik tersebut blended learning adalah sumber suplemen dengan pendekatan tradisional yang mendukung lingkungan belajar virtual melalui suatu lembaga, rancangan pembelajaran yang mendalam pada saat perubahan tingkatan praktek pembelajaran dan pandangan tentang teknologi yang digunakan untuk mendukung pembelajaran Komponen Blended Learning Blended learning merupakan model pembelajaran campuran yang mana proses pembelajaran secara tatap muka dipadukan dengan proses pembelajaran berbasis komputer dengan pembelajaran online. Dalam pembelajaran online terdapat pembelajaran berbasis internet yang didalamnya terdapat pembelajaran berbasis web. Hal tersebut menjelaskan bahwa dalam pembelajaran blended learning proses belajar tatap muka beririsan dengan blended e-learning beserta komponen yang berbasis komputer dan pembelajaran online berbasis web untuk pembelajaran.

17 27 Gambar. 3 Komponen Blended Learning Blended Learning Face to face learning Internet based learning Web based learning Computer based learning Online learning E-learning Sumber: (Hadjerrouit, 2007 dalam Cepi dkk, 2012) Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Mengembangkan Profesionalitas Guru. (Hal 246) Berdasarkan gambar tersebut nampak bahwa blended learning beririsan dengan pembelajaran face to face dan pembelajaran berbasis komputer yang didalamnya menjelaskan bahwa proses belajar blended learning mencakup proses pembelajaran online berbasis web dan internet yang berpadu dengan proses pembelajaran tatap muka Model pengembangan blended learning Menurut Haughey (1998, dalam cepi 2012) tentang pengembangan blended e-learning bahwa terdapat tiga kemungkinan dalam pengembangan sistwm pembelajaran berbasis internet, yaitu :

18 28 1. Web course, yaitu penggunaan internet sebagai kepeluan pendidikan yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar,diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Model pembelajaran ini menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh. Bagi guru model pembelajaran seperti ini dapat meningkatkan knowledege dan skill yang dapat memperkuat pengetahuan tentang materi pembelajaran dan dapat memperkuat pemahaman siswa melalui metodologi pembelajaran yang disajikan melalui internet misalnya video streaming, video call dan lainnya. 2. Web centric course yaitu penggunaan internet yang memadukan antar belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui internet dan sebagian lagi melalui tatap muka. Dalam model ini guru dapat memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran melalui web. Dalam tatap muka, guru dan siswa lebih banyak berdiskusi mengenai temuan materi yang telah mereka pelajari melalui internet tersebut. 3. Web enhanced course, yaitu pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan dikelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik, anggota kelompok dan peserta didik dengan narasumber lain sehingga guru dituntut untuk dapat menguasai teknik mencari informasi di internet,

19 29 membimbing dan menemukan situs-situs yang relevan yang menunjang materi pembelajaran siswa Metode blended learning dalam pembelajaran berbasis web Blended learning merupakan proses mempersatukan beragam metode belajar yang dapat dicapai dengan menggabungkan sumber virtual dan fisik. Driscoll mendefinisikan blended learning sebagai pengintegrasian atau penggabungan program belajar yang berbeda dalam mencapai tujuan umum. Blended learning merupakan sebuah kombinasi dengan berbagai pendekatan didalam pembelajaran sehingga dapat dikatakan bahwa blended learning merupakan metode belajar yang menggabungkan dua atau lebih metode pendekatan didalam pembelajaran. Blended learning dimulai dengan penyampaian materi secara prerequisite secara ansynchronous yang kemudian penyampaian materi dilakukan dilakukan didalam kelas virtual. C. SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Pendidikan kejuruan merupakan sarana strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang siap pakai. Salah satu yang termasuk dari pendidikan kejuruan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pendidikan Kejuruan menurut Rupert Evans (1978, dalam Sudirtha 2006) mendefinisikan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistim pendidikan yang mempersiapkan

20 30 seseorang agar lebih mampu berkerja pada suatu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang bidang perkerjaan lainnya. Sumeks (dalam Indriani, 2009) menyatakan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan pada jenjang menengah yang lebih menekankan lulusan memiliki bekal keterampilan dan dipersiapkan dalam memasuki dunia kerja. Sekolah menengah kejuruan memiliki peluang yang sangat jelas ketika sudah lulus. Selain itu siswa sekolah menengah kejuruan yang ingin memperdalam ilmu dan keterampilannya bisa melanjutkan studinya ke perguruan tinggi sesuai dengan jurusan dan keahliannya, sehingga keterampilan yang mereka miliki akan semakin meningkat. SMK juga diharapkan mampu mengarahkan para siswanya untuk berwirausaha sesuai dengan minat mereka. Dengan demikian pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sirojuzilam, 2008). Pada pendidikan kejuruan SMK memiliki tujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya serta memiliki kemampuan mengembangkan diri (Sanjaya,2008). Banyaknya program kejuruan yang bervariasi pada Sekolah Menengah Kejuruan salah satu diantaranya adalah kejuruan pada bidang Teknologi Informasi (TI). Sebagai salah satu sekolah

21 31 kejuruan yang mengkhususkan pada bidang TI tentunya pembelajaran siswa merujuk pada pemanfaatan dan pengoptimalan dalam bidang TI. Salah satu aplikasi yang potensial dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam pembelajaran di sekolah kejuruan TI adalah dengan pembelajaran e-learning (Kudwadi, dkk. 2007) Blended learning merupakan proses pengembangan dalam pembelajaran yang mengintegrasikan kemajuan teknologi dari pembelajaran online dan pembelajaran tradisional secara tatap muka (Thorne, 2003). Sebagian materi pembelajaran disampaikan secara online dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini, guru bisa memberikan petunjuk kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, siswa dan guru lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut. Salah satu sekolah yang mengembangkan metode pembelajaran e-learning dengan blended learning adalah SMK Tritech Informatika Medan. Sekolah ini dalam proses pembelajaran sehari-hari memadukan model belajar secara online dan tatap muka (konvensional). Guru memberikan materi, penugasan, diskusi dan pembelajaran melalui media elektronik seperti laptop dan televisi. Siswa dalam proses belajar sehari-hari menggunakan media elektronik yaitu laptop. Guru menerangkan materi pembelajaran kepada siswa melalui laptop yang terhubungkan ke televisi. Setiap siswa belajar menggunakan laptop. Namun,

22 32 pelaksanaan ujian, penugasan dan beberapa diskusi masih menggunakan pembelajaran melalui tatap muka (konvensional). Pembelajaran online yang dilakukan di SMK Tritech Informatika salah satunya dilakukan dengan cara mengunduh materi pembelajaran melalui website sekolah. Situs alamat dari web sekolah di SMK Tritech Informatika Medan yaitu Siswa SMK Tritech Informatika mendapatkan materi pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru melalui website e-learning dari sekolah. Materi pembelajaran yang didapatkan siswa dari website tersebut akan dibahas saat berada dalam ruangan kelas dan dilakukan secara tatap muka antara guru dengan siswa. Proses pembelajaran seperti ini menurut Thorne (2003) sebagai proses pembelajaran dengan model blended learning. Dengan memanfaatkan website ini seluruh siswa dapat mengunduh materi pembelajaran mereka dari guru sebelum proses belajar dikelas dimulai. Siswa juga dapat memanfaatkan website sekolah ini untuk menuangkan pemikiran mereka mengenai sekolah dan pembelajaran lainnya dalam bentuk penulisan artikel. Siswa juga dapat melakukan interaksi kepada guru secara online dalam memanfaatkan penggunaan website sekolah tersebut. D. GAMBARAN SIKAP SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN E-LEARNING DI SMK TRITECH INFORMATIKA Blended learning adalah proses pengembangan dalam pembelajaran yang mengintegrasikan kemajuan teknologi dari pembelajaran online dan pembelajaran

23 33 tradisional secara tatap muka (Thorne, 2003). Blended learning merupakan gabungan dari multimedia teknologi, CD Room video streaming, kelas virtual, dan voic . Bhonk dan Graham (2006 dalam Cepi 2012) menjelaskan bahwa blended learning adalah gabungan dari dua sejarah model perpisahan belajar dan mengajar yang mana sistem pembelajaran tradisional dan sistem penyebaran pembelajaran yang menekankan peran dari teknologi berbasis komputer dalam blended learning. Mosa (2006, dalam Cepi 2012) memperkuat penjelasan diatas dengan memaparkan dua unsur utama dalam blended learning yang telah diterapkan di SMK Tritech Informatika Medan. Adapaun unsur tersebut adalah pembelajaran didalam kelas (classrooms lessons) dengan online learning. kedua unsur blended learning tersebut dimaksudkan bahwa dalam proses belajar mengajar guru tetap berada didalam kelas, hanya saja siswa mendapatkan materi pembelajaran mereka melalui proses belajar online learning yang mana siswa mengunduh sendiri materi pembelajaran mereka melalui website sekolah. Proses belajar siswa di SMK Tritech Informatika Medan juga dilakukan sehari-hari dilakukan dengan menggunakan laptop, siswa juga dapat memanfaatkan jaringan Wireless Fidelity (Wi-Fi) sebagai penghubung siswa ke jaringan internet. Dalam proses belajar mengajar didalam kelas guru juga memberikan arahan kepada siswa untuk mencari materi tambahan melalui internet. Pemberian tugas oleh guru dilakukan dengan memanfaatkan sebagai akses siswa untuk mengumpulkan tugas. Berdasarkan hal tersebut nampak bahwa proses belajar mengajar yang ada di SMK Tritech Informatika Medan sudah menerapkan model pembelajaran blended

24 34 learning, hanya saja beberapa dari siswa nampaknya belum memahami proses belajar tersebut. Hal ini membuktikan bahwa siswa memiliki sikap yang berbeda terhadap proses belajar blended learning tersebut. Menurut Thurstone, Likert dan Osgood (dalam Azwar, 2005) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan baik yang mendukung (favorable) maupun perasaan yang tidak mendukung (unfavorable) pada objek tertentu. Sikap merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif serta nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat yang sangat erat berkaitan dengan sikap (Azwar, 2005). Pertama komponen kognitif yang merupakan persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu, komponen kedua adalah komponen afektif yang merupakan perasaan individu terhadap suatu objek sikap dan menyangkut masalah emosi dan komponen yang terakhir adalah komponen konatif dimana merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau beraksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Mann, dalam Azwar, 2005). Untuk dapat menilai sikap tersebut dapat dijelaskan melalui komponen sikap. Berdasarkan komponen kognitif sikap merupakan persepsi atau kepercayaannya siswa terhadap pembelajaran e-learning di SMK Tritech Informatika dengan model blended learning, misalnya sejauh mana siswa SMK Tritech Informatika dapat menjelaskan model pembelajarn e-learning dengan menjawab pertanyaan mengenai apa yang dipahami dan diyakini oleh siswa mengenai model pembelajaran e-learning. Komponen afektif merupakan sikap siswa yang muncul berdasarkan apa yang dirasakannya terhadap penerapan model

25 35 pembelajaran e-learning yang ada di SMK Tritech Informatika. Komponen ini menjawab pertanyaan mengenai apa yang dirasakan oleh siswa. Misalnya perasaan senang atau tidak senang yang berhubungan dengan penerapan model pembelajaran e-learning di sekolah yang terkait dengan emosional siswa terhadap objek. Komponen ketiga dalam sikap yaitu komponen konatif yang merupakan kecenderungan untuk bertindak sebagai reaksi terhadap penerapan model pemebelajaran e-learning. Pada komponen ini akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan siswa SMK Tritech Informatika untuk bertindak terhadap penerapan dan pelaksanaan model pembelajaran e-learning. Kemungkinan siswa untuk bersikap positif terhadap pembelajaran e-learning mungkin dikarenakan adanya pengalaman individu terhadap model pembelajaran e-learning yang mereka alami sebelumnya, sedangkan sikap negatif siswa terhadap model pembelajaran e-learning mungkin muncul dikarenakan belum adanya pengetahuan ataupun pengalaman pribadi individu mengenai model pembelajaran e-learning. Selain itu pengaruh dari orang lain juga penting dalam penetuan sikap yang positif maupun negatif.

BAB I PENDAHULUAN. siap pakai dan berkualitas. Berkaitan dengan itu, pendidikan diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. siap pakai dan berkualitas. Berkaitan dengan itu, pendidikan diharapkan mampu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penggunaan teknologi dalam bidang pendidikan semakin meluas seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang begitu pesat menuntut untuk dapat

Lebih terperinci

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif STRUKTUR DAN PEMBENTUKAN SIKAP STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif Komponen Kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paradigma lama. Para paradigma baru mahasiswa menjadi active learner. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. paradigma lama. Para paradigma baru mahasiswa menjadi active learner. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada paradigma lama proses belajar mengajar pada umumnya berlangsung di ruang kelas dan ditandai dengan kehadiran pendidik di muka kelas. Pendidik memiliki tanggung

Lebih terperinci

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE)

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Psikologi Umum 2 Bab 1: Sikap (Attitude) 1 BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Bagaimana kita suka / tidak suka terhadap sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku kita. Sikap: - suka mendekat, mencari tahu, bergabung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Definisi persepsi Sensasi yang ditransmisikan ke otak adalah bentuk mentah dari energi yang harus diinterpretasi dan diorganisasi melalui sebuah proses yang disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI

PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI TEKNOLOGI INFORMASI Pengertian Teknologi Menurut Vaza (2007) teknologi adalah suatu proses yang dilaksanakan dalam upaya mewujudkan sesuatu secara rasional, teknologi merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP 1. Definisi Sikap Kata attitude berasal dari bahasa Latin yaitu aptus. Kata ini memiliki arti fit dan siap untuk aksi. Jika mengacu pada definisi ini, maka sikap merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, atau kejadian. Selanjutnya, Lahey (2007) mendefinisikan persepsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia, atau kejadian. Selanjutnya, Lahey (2007) mendefinisikan persepsi 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERSEPSI 1. Definisi Persepsi Atkinson (2000) menyebutkan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sikap. adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sikap. adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap 1. Pengertian Sikap Walgito (2002 ) mendefinisikan sikap adalah organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang sering terjadi, disertai adanya

Lebih terperinci

SIKAP SISWA PADA PEMBELAJARAN PRAKTEK SISTEM BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN HASIL BELAJAR

SIKAP SISWA PADA PEMBELAJARAN PRAKTEK SISTEM BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN HASIL BELAJAR 284 SIKAP SISWA PADA PEMBELAJARAN PRAKTEK SISTEM BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN HASIL BELAJAR Hilman Parid 1, Inu H. Kusumah 2, Tatang Permana 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto, II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya dalam bidang teknologi yang merupakan alat bantu

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya dalam bidang teknologi yang merupakan alat bantu 12 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia pendidikan di zaman modern saat ini telah berkembang dengan sangat pesat, salah satunya dalam bidang teknologi yang merupakan alat bantu dalam proses pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah

BAB II LANDASAN TEORI. Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah BAB II LANDASAN TEORI II. A. SIKAP II.A.1. Definisi Sikap Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial. Sikap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih diandalkan negara kita, karena sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. E-learning 1. Pengertian e-learning E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang berbasis elektronik. Salah satu media yang digunakan adalah jaringan komputer. Dengan dikembangkannya

Lebih terperinci

BLENDED LEARNING. MAKALAH Dipresentasikan pada mata kuliah Tekhnologi Informasi ( IT ) Dalam Pendidikan Agama Islam

BLENDED LEARNING. MAKALAH Dipresentasikan pada mata kuliah Tekhnologi Informasi ( IT ) Dalam Pendidikan Agama Islam BLENDED LEARNING MAKALAH Dipresentasikan pada mata kuliah Tekhnologi Informasi ( IT ) Dalam Pendidikan Agama Islam Dosen Pembimbing: Dr. Ahmad Juhaidi, M.Pd Oleh: F A T H U R R A H M A N NIM : 1402521367

Lebih terperinci

UPI Bandung. Tugas Kuliah Komputer Masyarakat

UPI Bandung. Tugas Kuliah Komputer Masyarakat UPI Bandung Beberapa Definisi Pembelajaran jarak jauh Pembelajaran dengan perangkat komputer Pembelajaran formal vs informal Pembelajaran yang ditunjang oleh para ahli dibidang masing-masing Definisi E-Learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi siswa. Pendidikan juga merupakan suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIKAP MENTAL WIRAUSAHA MAHASISWA DALAM BIDANG OTOMOTIF

KARAKTERISTIK SIKAP MENTAL WIRAUSAHA MAHASISWA DALAM BIDANG OTOMOTIF 9 KARAKTERISTIK SIKAP MENTAL WIRAUSAHA MAHASISWA DALAM BIDANG OTOMOTIF Agil N. Maulida 1, Inu H. Kusumah 2, Tatang Permana 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. MEDIA PEMBELAJARAN 1. Definisi media pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara

Lebih terperinci

WORKSHOP Pelatihan Pembelajaran Online Dosen

WORKSHOP Pelatihan Pembelajaran Online Dosen Fakultas Syari ah Universitas Islam Negeri SMH Banten WORKSHOP Pelatihan Pembelajaran Online Dosen Oleh : Edy Nasri,M.Kom Serang, 26 April 2017 Pembelajaran Online Sistem pembelajaran online adalah hasil

Lebih terperinci

Analisis E-Learning Sebagai Media Bantuan Pengajaran di Lingkungan Kampus

Analisis E-Learning Sebagai Media Bantuan Pengajaran di Lingkungan Kampus Analisis E-Learning Sebagai Media Bantuan Pengajaran di Lingkungan Kampus Rachmat Aulia Jurusan Teknik Informatika Sekolah tinggi Teknik Harapan Medan Jl. HM Joni No 70 A Medan 20152 Indonesia Email :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan oleh setiap negara. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lahey (2007) mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang

BAB II LANDASAN TEORI. Lahey (2007) mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang BAB II LANDASAN TEORI A. Self-Directed Learning 1. Pengertian belajar Lahey (2007) mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen dan terjadi sebagai hasil dari latihan dan pengalaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya bisa dilakukan dalam ruang dan waktu yang terbatas kini dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. hanya bisa dilakukan dalam ruang dan waktu yang terbatas kini dapat dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informatika (TI) dapat begitu cepat mengubah pola interaksi manusia. Interaksi melalui kegiatan berkomunikasi yang pada mulanya hanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORIRIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. kecenderungan sikap yang dimilikinya. Sebagaimana yang kita ketahui,

BAB II KAJIAN TEORIRIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. kecenderungan sikap yang dimilikinya. Sebagaimana yang kita ketahui, BAB II KAJIAN TEORIRIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Sikap Belajar Sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan sangat berpengaruh terhadap hasil

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm. 74-82 PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. E-learning Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai pemanfaatan teknologi internet untuk mendistribusikan materi pembelajaran, sehingga siswa dapat

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok

2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok 21 II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

SIKAP MAHASISWA USU TERHADAP POLA-POLA E-LEARNING SKRIPSI STEVIE DUMA

SIKAP MAHASISWA USU TERHADAP POLA-POLA E-LEARNING SKRIPSI STEVIE DUMA SIKAP MAHASISWA USU TERHADAP POLA-POLA E-LEARNING SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi pesyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh STEVIE DUMA 051301046 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GENAP, 2008/2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan UUD 1945 telah ditegaskan negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satunya dapat diwujudkan melalui pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Bab II Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Bab II Pasal 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Bab II Pasal 3 tentang dasar, fungsi, dan tujuan dijelaskan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

Mengapresiasi e-learning Berbasis MOODLE Basori 1

Mengapresiasi e-learning Berbasis MOODLE Basori 1 Mengapresiasi e-learning Berbasis MOODLE Basori 1 A. Pendahuluan Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat mendorong berbagai lembaga pendidikan memanfaatkan sistem e-learning untuk

Lebih terperinci

BLENDED LEARNING. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ICT Dosen Pembimbing: Saiful Amien, M. Pd

BLENDED LEARNING. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ICT Dosen Pembimbing: Saiful Amien, M. Pd BLENDED LEARNING Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ICT Dosen Pembimbing: Saiful Amien, M. Pd Disusun Oleh Kelompok 4: NASRAN ADZIDZAH HAMZAH 201410010311062 RENDY ORCHIDA TRIHANI 201410010311064

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan dan Sikap 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, melalui telepon, satelit dan sistem-sistem komunikasi yang lain. Internet

BAB I PENDAHULUAN. dunia, melalui telepon, satelit dan sistem-sistem komunikasi yang lain. Internet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya jaman, semakin meningkat pula perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di Indonesia. Hal ini merupakan awal perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sejarah merupakan salah satu proses belajar yang memiliki peran penting, khususnya pada tingkat SMA dalam membentuk kualitas siswa baik dalam segi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:6) Definisi tersebut memunculkan pengertian bahwa tujuan pemasaran adalah untuk

II. LANDASAN TEORI. Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:6) Definisi tersebut memunculkan pengertian bahwa tujuan pemasaran adalah untuk II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti Pentingnya Pemasaran Pemasaran memiliki fungsi untuk menghubungkan antara kebutuhan masyarakat sebagai konsumen akan suatu produk atau jasa dengan organisasi ataupun industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terbagi menjadi beberapa jenis, seperti yang tercantum pada penjelasan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 15,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. hubungan antara sikap terhadap iklan rokok (X1) dan konformitas teman sebaya

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. hubungan antara sikap terhadap iklan rokok (X1) dan konformitas teman sebaya BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari lingkungan pembelajaran telah meningkat secara drastis. Salah

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari lingkungan pembelajaran telah meningkat secara drastis. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam satu dekade terakhir, penggunaan internet di dalam kelas sebagai bagian dari lingkungan pembelajaran telah meningkat secara drastis. Salah satunya disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap dunia

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap dunia pendidikan memberikan dukungan akselerasi pembelajaran semakin efektif dan efisien. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi memberikan berbagai dampak positif bagi kemajuan dunia pendidikan. Teknologi informasi yang dewasa

Lebih terperinci

Implementasi Blended Learning Dr. Sentot Kusairi, M. Si. Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA UM Pendahuluan Dewasa ini perkembangan teknologi

Implementasi Blended Learning Dr. Sentot Kusairi, M. Si. Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA UM Pendahuluan Dewasa ini perkembangan teknologi Implementasi Blended Learning Dr. Sentot Kusairi, M. Si. Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA UM Pendahuluan Dewasa ini perkembangan teknologi komputer dan informasi telah merambah dunia pendidikan. Dengan

Lebih terperinci

II. KELAS MAYA. A. Tujuan Pembelajaran. B. Uraian Materi

II. KELAS MAYA. A. Tujuan Pembelajaran. B. Uraian Materi II. KELAS MAYA Deskripsi Pembelajaran dengan memanfaatkan kelas maya (cyber class) merupakan sebuah upaya untuk mendorong pembelajaran yang dilaksanakan kapan saja dan di mana saja. Pembelajaran dalam

Lebih terperinci

2014 PENYELENGGARAAN PROGRAM PARENTING BERBASIS E-LEARNING D ALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MEND ID IK ANAK

2014 PENYELENGGARAAN PROGRAM PARENTING BERBASIS E-LEARNING D ALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MEND ID IK ANAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat penting sebagai tolak ukur tingkatan sumber daya manusia di suatu negara dan bangsa. Pendidikan mempunyai tugas untuk mempersiapkan sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survey deskriptif, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survey deskriptif, yaitu 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survey deskriptif, yaitu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat, telah mendorong terjadinya perubahan paradigma masyarakat dalam mencari dan memperoleh informasi. Masyarakat sudah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

Kurikulum Berbasis TIK

Kurikulum Berbasis TIK PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus, bahkan dewasa ini berlangsung dengan pesat. Perkembangan itu bukan hanya dalam hitungan tahun, bulan, atau hari, melainkan jam, bahkan menit

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar-3 Belajar Berbasis Aneka Sumber

Kegiatan Belajar-3 Belajar Berbasis Aneka Sumber Kegiatan Belajar-3 Belajar Berbasis Aneka Sumber A. Petunjuk Belajar Perkembangan teknologi informasi yang pesat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap berbagai aktivitas kehidupan manusia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan perilaku siswa meliputi tiga ranah yaitu kognitif,

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan perilaku siswa meliputi tiga ranah yaitu kognitif, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pendidikan merupakan suatu proses pembinaan, pengayoman, pengajaran dan pembentukan karakter manusia baik secara fisik dan mental untuk mencapai

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan mendidik yang didalamnya terjadi interaksi antara guru dan siswa atau antar peserta didik yang memiliki suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. KAJIAN TEORI 1. Kemampuan Koneksi Matematik Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat berupa pendidikan formal dan pendidikan non formal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat berupa pendidikan formal dan pendidikan non formal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat berupa pendidikan formal dan pendidikan non formal. Salah satu bentuk pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah sekolah menengah kejuruan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruangan kelas, dengan kondisi dimana guru atau pengajar mengajar di depan

BAB I PENDAHULUAN. ruangan kelas, dengan kondisi dimana guru atau pengajar mengajar di depan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum kegiatan belajar mengajar harus dilakukan hanya dalam ruangan kelas, dengan kondisi dimana guru atau pengajar mengajar di depan kelas sambil sesekali

Lebih terperinci

Upaya Mengomunikasikan Gagasan atau Konsep Melalui Presentasi Digital Bahan ajar ini dapat diunduh gratis di

Upaya Mengomunikasikan Gagasan atau Konsep Melalui Presentasi Digital Bahan ajar ini dapat diunduh gratis di S i m u l a s i D i g i t a l S M K S e m e s t e r 1 0 SIMULASI DIGITAL PENDAHULUAN Upaya Mengomunikasikan Gagasan atau Konsep Melalui Presentasi Digital Bahan ajar ini dapat diunduh gratis di http://burgerone.wordpress.com

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Dedi Hermawan (2008) dengan judul: Analisis Sikap Konsumen Atas Kualitas

II. LANDASAN TEORI. Dedi Hermawan (2008) dengan judul: Analisis Sikap Konsumen Atas Kualitas II. LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang sikap konsumen terhadap keputusan pembelian dilakukan oleh Dedi Hermawan (2008) dengan judul: Analisis Sikap Konsumen Atas Kualitas Layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di era jaman sekarang pendidikan sangatlah penting. Bukan hanya untuk mendapatkan ijasah namun juga mendapat pengetahuan, pengalaman, serta mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu sistem pendidikan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu sistem pendidikan dalam pendidikan nasional (pendidikan menengah) yang mempersiapkan peserta didik terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paket keahlian Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Paket keahlian Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Paket keahlian Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) merupakan kompetensi yang banyak di buka di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri mauapun SMK Swasta di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

PELATIHAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS WEB KEPADA GURU IPA SMP KOTA MATARAM

PELATIHAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS WEB KEPADA GURU IPA SMP KOTA MATARAM PELATIHAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS WEB KEPADA GURU IPA SMP KOTA MATARAM Muhammad Taufik*, Sutrio, Syahrial A, Hairunnisyah Sahidu, Hikmawati Jurusan Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Mataram *Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. usaha agribisnis di pedesaan, program pengembangan usaha agribisnis pedesaan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. usaha agribisnis di pedesaan, program pengembangan usaha agribisnis pedesaan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Program Usaha Agribisnis Pedesaan Program PUAP adalah program pemberdayaan usaha agribisnis bagi petani di pedesaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, kemandirian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan pengaruh pada seluruh sendi kehidupan manusia, baik secara positif maupun negatif. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sikap Konsumen Setiap orang mempunyai kecenderungan untuk bersikap dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu. Sikap merupakan

Lebih terperinci

BAB III SIKAP (ATTITUDE)

BAB III SIKAP (ATTITUDE) BAB III SIKAP (ATTITUDE) A. Pengertian Sikap atau disebut juga dengan attitude pengertiannya adalah sikap terhadap obyek tertentu yang disertai dengan kecenderungan untuk bertidak sesuai dengan sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad dua puluh satu ini peranan Teknologi Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad dua puluh satu ini peranan Teknologi Informasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam abad dua puluh satu ini peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam dunia pendidikan semakin penting. Pengaruh Teknologi Informasi dan Komunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menjelaskan konsep e-crm, commitment, trust, perceived value,

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menjelaskan konsep e-crm, commitment, trust, perceived value, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan konsep e-crm, commitment, trust, perceived value, satisfaction, perceived service quality, perceived product quality, dan perceived price fairness.

Lebih terperinci

Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah. kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi

Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah. kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi II.A. Sikap II.A.1. Definisi Sikap Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial. Sikap merujuk pada evaluasi

Lebih terperinci

untuk mengembangkan kualifikasi tenaga kesehatan

untuk mengembangkan kualifikasi tenaga kesehatan PJJ& TIK untuk mengembangkan kualifikasi tenaga kesehatan Direktorat Pembelajaran, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, KEMENRISTEKDIKTI, 2017 Uwes A. Chaeruman Pendidikan Jarak Jauh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. outcome dalam pembelajaran, antara lain dengan mengembangkan strategi

BAB I PENDAHULUAN. outcome dalam pembelajaran, antara lain dengan mengembangkan strategi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses, hasil, dan outcome dalam pembelajaran, antara lain dengan mengembangkan strategi pembelajaran,

Lebih terperinci

SKALA PSIKOLOGI. Wahyu Widhiarso

SKALA PSIKOLOGI. Wahyu Widhiarso SKALA PSIKOLOGI Wahyu Widhiarso ELEMEN dalam Skala Psikologi SKALA- seperangkat nomor yang digunakan untuk menjelaskan konstrak psikologis INSTRUMENT- alat yang dipakai untuk menjalakan operasi pengukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teoritis 2.1.1. Pengertian Partisipasi atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas untuk mencapai suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi

Lebih terperinci

Bab IV Rekomendasi IV.1. Analisis Lanjutan

Bab IV Rekomendasi IV.1. Analisis Lanjutan 48 Bab IV Rekomendasi Pada bab ini akan dipaparkan jalannya tahap 3 penelitian (Gambar III.1), yaitu mengenai pembentukan rekomendasi bagi UKM untuk langkah implementasi selanjutnya. Sebagai dasar pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Defenisi Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang keahlian ini terdapat jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). memuat materi pengalamatan jaringan dan subnetting.

BAB I PENDAHULUAN. bidang keahlian ini terdapat jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). memuat materi pengalamatan jaringan dan subnetting. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 15 menyebutkan bahwa salah satu jenis pendidikan di Indonesia adalah pendidikan kejuruan. Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan komponen penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, didefinisikan

Lebih terperinci

Variasi Proses Pembelajaran melalui Penerapan E-learning

Variasi Proses Pembelajaran melalui Penerapan E-learning Variasi Proses Pembelajaran melalui Penerapan E-learning Marfuatun, M.Si Jurdik Kimia FMIPA UNY A. Pendahuluan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai sikap, dan terakhir akan dibahas teori-teori mengenai lingkungan

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai sikap, dan terakhir akan dibahas teori-teori mengenai lingkungan BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi uraian dari beberapa teori tentang persepsi, sikap, dan lingkungan belajar yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Pertama-tama akan dibahas teori-teori tentang persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang terencana, terprogram dan berkesinambungan membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting terhadap kemajuan suatu bangsa di dunia. Pendidikan diproses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi yang saat ini tengah berlangsung, banyak sekali memunculkan masalah bagi manusia. Manusia dituntut untuk meningkatkan kualitas dirinya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi terdesentralisasi membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan, khususnya di tingkat sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta, 2004, hlm. 196.

BAB I PENDAHULUAN. Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta, 2004, hlm. 196. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan sumber daya manusia merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh instansi pendidikan. Berbagai macam cara atau metode-metode pembelajaran telah diupayakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi internet telah banyak dimanfaatkan dalam bidang. memberi dampak besar dalam dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi internet telah banyak dimanfaatkan dalam bidang. memberi dampak besar dalam dunia pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (ICT), khususnya teknologi internet telah banyak dimanfaatkan dalam bidang pendidikan yang akan merubah

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN E-LEARNING MOODLE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI 2 BERAU

PENGARUH PENGGUNAAN E-LEARNING MOODLE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI 2 BERAU PROPOSAL KARYA ILMIAH INOVATIF PEMBELAJARAN GURU PRODUKTIF PENGARUH PENGGUNAAN E-LEARNING MOODLE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI 2 BERAU Ditulis Oleh : Antareja SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI

Lebih terperinci