PEMIKIRAN TAMANSISWA TENTANG PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PADA MASA PRA KEMERDEKAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMIKIRAN TAMANSISWA TENTANG PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PADA MASA PRA KEMERDEKAAN"

Transkripsi

1 48 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 1, Juni 2010 PEMIKIRAN TAMANSISWA TENTANG PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PADA MASA PRA KEMERDEKAAN Yuliati Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Malang Abstract: Tamansiswa is a cultural institution in the field of education. Founded by Suwardi Suryaningrat on 3 July 1922 and later known as Ki Hajar Dewantara, a multi talent person. In its curriculum, Tamansiswa gave balance between intelectual education, character and physical education. Character education was given to students of Tamansiswa because it has great benefits, especially for girls as their behavior guidance. Key Words: Tamansiswa, Suwardi Suryaningrat, cultural institution education. Pelajaran budi pekerti dalam sejarah pendidikan di Indonesia pasca kemerdekaan pernah diberikan sebagai suatu mata pelajaran yang harus ada, bersanding dengan pelajaran lain. Akan tetapi sajian mata pelajaran ini kemudian menghilang atau digabung dengan pelajaran lain yang memiliki kemiripan. Setelah melihat dampak pada pada siswa, para ahli pendidikan merasa perlu kembali memikirkan pemberian kembali mata pelajaran budi pekerti yang kini lebih dikenal sebagai pendidikan karakter. Pendidikan budi pekerti jauh sebelum negara ini merdeka telah diajarkan oleh Perguruan Tamansiswa. Pemberian pelajaran budi pekerti diberikan karena kegunaannya yang besar untuk membentuk pribadi seorang siswa. Para pamong di Tamansiswa telah berfikir jauh ke depan, bahwa seorang siswa tidak saja harus dididik sebagai seorang yang mempunyai tingkat intelek tertentu dan beraga sehat, akan tetapi juga harus dibekali budi pekerti positif yang digali dari adat istiadat bangsa Indonesia. Tulisan ini mengkaji pengalaman Tamansiswa yang memikirkan pentingnya pendidikan budi pekerti untuk siswa, yang disesuaikan dengan jiwa jamannya. Profil Pendiri Tamansiswa Di Yogyakarta pada awal abad ke-20 telah berdiri bermacam organisasi yang bergerak di berbagai bidang, misal di bidang sosial keagamaan seperti Muhammadiyah, dan organisasi lain yang bergerak di bidang budaya dan pendidikan seperti Tamansiswa. Tamansiswa yang nama lengkapnya ialah Perguruan Nasional Tamansiswa didirikan pada 3 Juli Istilah perguruan dipakai untuk memberi ciri lain dari perkataan sekolah yang kala itu dianggap sebagai pabrik yang menghasilkan siswa yang tidak berjiwa (Pranata, 1959: 57). Digunakan pula istilah Nasional dimaksudkan oleh para pendiri perguruan ini sebagai lawan dari sekolah - sekolah yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda yang bercorak kolonial (Soerjomihardjo, 1990: 21). Tamansiswa didirikan oleh seorang nasionalis, jurnalis, pendidik, budayawan keturunan bangsawan Pakualaman, yakni Suwardi Suryaningrat yang pada usia genap usia lima windu mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara. Lahir pada 2 Mei 1889, yang hingga kini hari kelahirannya diperingati sebagai hari pendidikan Nasional Indonesia, tidak lain adalah sebagai cara menghormati bangsa ini kepada jasa beliau

2 Yuliati, Pemikiran Tamansiswa Tentang Pendidikan Budi Pekerti. 49 yang telah memikirkan, memajukan pendidikan di Indonesia. Ayah Suwardi, yakni Pangeran Suryaningrat adalah putera sulung dari Paku Alam III dengan permaisuri, sehingga pangeran ini memiliki hak untuk menggantikan ayahnya sebagai penguasa Kadipaten Pakualaman. Pangeran Suryaningrat adalah sosok yang gemar terhadap hasil seni budaya Jawa misalnya karawitan dan sastra Jawa di samping pertunjukkan wayang kulit. Kecintaan Pangeran Suryaningrat terhadap seni tradisional Jawa diwarisi oleh Suwardi, yang juga mencintai pertunjukan wayang kulit, selain tembang dan tarian Jawa. Kecintaannya kepada wayang kulit, membuat Suwardi kecil telah mempunyai karakter pujaan, seorang satria Pandawa yang memiliki sifat jujur, adil, pecinta kedamaian, tidak suka berkelahi dan tokoh yang menghargai janji, yaitu Yudistira. Walaupun karakter Yudistira adalah karaktr wayang yang penuh kelembutan, namun jika menghadapi lawan sanggup untuk berperang dan dapat menjelma menjadi tokoh raksasa yang mempunyai kesaktian dan disegani Kurawa. Tokoh Yudistira sangat menginspirasi Suwadi, sehingga pada usia 12 tahun telah diciptakan sebiah tembang yang menyanjung tokoh ini (Pranata, 1959: 35). Karakter wayang idola lain adalah titisan dewa Wisnu, yang merupakan politikus cerdas, bijaksana dan luas pengetahuannya, yaitu Kresna. Kedua sifat yang dimiliki oleh tokoh wayang idolanya ini, Suwardi menemukan kecocokan pada sifat, watak dan kekayaan rohani yang perlu diteladani olehnya. Bekal pendidikan yang diperoleh di lingkungan keluarga kemudian dilanjutkan di sekolah formal. Pendidikan dasar ditempuh di ELS (Europeesche Lagere School) yakni sekolah Dasar Belanda yang menerima murid anak kelas atas, yakni bangsawan dan priyayi. Pendidikan dasar dituntaskan tahun 1904 dilanjutkan kesekolah guru (Kweekschool) selama setahun.akan tetapi diploma gurunya tidak digunakan untuk menjadiseorang pendidik, namun Suwardi meneruskan pendidikannya justru ke jalur yang berbeda dengan masuk STOVIA di Batavia tahun 1905 (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen), sekolah dokter Jawa dengan beasiswa karena kecerdasannya. Sekolahnya di STOVIA tidak ditamatkan oleh Suwardi, karena beasiswanya dicabut pada tahun 1909 dengan alasan sering sakit yang mengganggu kelancaran belajarnya. Meskipun kberasal dari keluarga bangsawan, keluarga Pangeran Suryaningrat tidak dapat membantu banyak untuk kelancaran studi Suwardi di Batavia, karena bangdawan Pakualaman ini hanya berhaji f. 250,-, setara dengan gaji seorang pensiunan saat itu (Hadi Soewito, 1985: 14). Keluar dari STOVIA Suwardi Suryaningrat bekerja di pabrik gula Bojong di Purbalingga, yang hanya dijalani selama setahun kemudian kembali ke Yogyakarta pada tahun 1911 bekerja di bidang kesehatan sebagai pembantu apoteker di Apotek Rathkamp. Selain bekerja di kantor, Suwardi Suryaningrat mulai tertarik di bidang jurnalistik dan bekerja di dua koran yang berbeda, yang pertama koran berbahasa Jawa Sedyatama, dan Midden Java yang berbahasa Belanda, dari tahun Karir di dunia jurnalistik semakin berkembang ketika tahun 1912 bertemu Douwes Dekker yang memintanya mengelola surat kabar De Expres di Bandung, selain menjadi anggota redaksi harian Kaum Muda, pembantu umum Utusan Hindia, pembantu harian Cahaya Timur dan pengasuh Het Tijdschrif di Bandung pimpinan Douwes Dekker. Kerjasama di bidang jurnalistik disertai

3 50 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 1, Juni 2010 kecocokan pemikiran politik antara Suwardi dan Dauwes Dekker membuahkan Indische Party setelah bertemu dengan Cipto Mangunkusumo. Dunia jurnalistik bagi Suwardi Suryaningrat merupakan media untuk menyalurkan bakat menulisnya dan mengenalkan kepada publik pemikiran- pemikirannya, dan tulisan pertama yang dimuat di koran De Express berjudul Kemerdekaan Indonesia merupakan curahan hatinya yang mencitacitakan kemerdekaan tanah airnya ( Tauhid, 1963: 19). Karir di bidang politiknya diawali dengan bergabung di Budi Utomo, setelah tahun 1912 diteruskan di Sarekat Islam dan pernah menjadi pimpinan cabang Sarekat Islam Bandung, namun tidak lama kemudian pada tanggal 6 September 1912, Suwardi Suryaningrat bersama-sama dengan Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo mendirikan Indische Party, suatu organisasi politik yang sifatnya terbuka untuk umum yang tujuannya untuk mencapai Indonesia merdeka. Pada tahun 1913 terjadi sebuah peristiwa penting yang mengubah cara perjuangan Suwardi Suryaningrat untuk mencapai kemerdekaan bagi negaranya. Pada tahun itu pemerintah kolonial Belanda akan merayakan kemerdekaan Belanda lepas dari jajahan Perancis yang ke-100 di Hindia Belanda dan biaya perayaan dibebankan kepada rakyat jajahan. Rencana ini mendapat protes dari Suwardi Suryaningrat yang menulis sebuah brosur Als ik eens Nederlands was (Andaikan aku seorang Belanda). Isi brosur ini menunjukkan keberanian yang luar biasa bagi pemuda usia 24 tahun yang mengkritik dengan sindiran halus kepada pemerintah kolonial Belanda. Brosur yang berisi tuntutan kemerdekaan bagi Hindia Belanda dan ketidak layakan Belanda memperingati kemedekaannya di tanah jajahan. Kritik dari Suwardi Suryaningrat ini disusul oleh Cipto Mangunkusumo yang menulis di harian De Expres pada 26 Juli 1913 dengan judul Kracht of Vrees (Kekuatan atau Ketakutan), dua hari kemudian tanggal 28 Juli 1913 Suwardi Suryaningrat menulis di harian yang sama bertajuk Een voor Allen, maar ook allen voor Een ( Satu untuk semua, tetapi juga semua untuk satu). Douwes Dekker yang baru datang dari Belanda memberi apresiasi kepada kedua temannya dalam sebuah tulisan di De Expres pada 5 Agustus 1913 berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en R.M. Soewardi Suryaningrat (Dua Pahlawan kita: Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat). Dampak dari tulisan itu ketiganya ditangkap dan diputuskan untuk diasingkan di dalam negeri, Cipto diasingkan ke Banda, Suwardi Suryaningrat ke Bangka dan Douwes Dekker di Kupang. Atas permintaan sendiri ketiganya memilih diasingkan ke negeri Belanda. Selama masa pembuangan di negeri Belanda, bidang pendidikan didalami hingga memperolah akta mengajar tahun Tokoh- tokoh pendidikan dikenal Suwardi seperti Frobel, Maria Montessori, Rabindranath Tagore, John Dewey dan Kerschensteiner. Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 18 agustus 1917 mengakhiri masa pengasingan Suwardi Suryaningrat, namun tidak dapat segera kembali karena Perang Dunia I masih berlangsung, baru pada 6 September 1919 Suwardi Suryaningrat sekeluarga tiba di tanah air. Sebelum pulang Suwardi Suryaningrat menulis sebuah artikel Terug naar het front, kembali ke medan perjuangan artinya ia kembali ke tanah air

4 Yuliati, Pemikiran Tamansiswa Tentang Pendidikan Budi Pekerti. 51 melanjutkan perjuangan untuk bangsa dan negaranya. Artikelnya dimuat di harian Het Volk dan De groene Amsterdammer pada 15 September 1917 keduanya terbit di Belanda Langkah pertama adalah bergabung dengan National Indische Party sebagai sekretaris partai kemudian menjadi ketua pengurus besar partai berkedudukan di Semarang di samping sebagai redaktur majalah De Beweging, Persatuan Hindia, pemimpin harian De Expres yang terbit kembali kemudian memimpin surat kabar berbahasa Jawa Penggugah yang diserahkan kepadanya dari Cipto Mangukusumo yang dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda berdiam disurakarta karena dapat membahayakan kepentingan umum. Selama berkegiatan di Semarang, Suwardi Suryaningrat masuk penjara dua kali. Pertama ditahan selama 6 bulan di penjara Mlaten Semarang kemudian dipindah ke Pekalongan karena pidatonya yang dianggap menghina pemerintah kolonial Belanda, kedua selama 3 bulan karena pelanggaran pers. Baginya ancaman pembuangan, masuk penjara bukan membuatnya jera, namun membuatnya sadar untuk memikirkan cara dan jalan lain selain cara politis untuk menyebarkan benih jiwa merdeka. Mendirikan Perguruan Tamansiswa Pada tahun 1921, Suwardi Suryaningrat menetap kembali ke Yogyakarta, setelah tinggal selama delapan belas bulan di Semarang. Di Yogyakarta bergabung dalam Paguyuban Selasa Kliwon yang terdiri dari Sutatmo Suryokusumo, tokoh Budi Utomo, Ageng Suryomentaram, Suryoputro, Pronowidigdo, Cokrodirjo, Sutopo Wonoboyo, Prawirowiworo, Subono dan Suwardi Suryaningrat. Akhirnya diputuskan untuk menebarkan benih jiwa merdeka di masyarakat dilaksanakan dengan cara pendidikan bangsa Indonesia akan terlepas dari penjajahan. Untuk mewujudkan gagasan ini, Paguyuban Selasa Kliwon mengadakan pembagian tugas Ageng Suryomataram diberi tugas melaksanakan pendidikan untuk orang dewasa, Suwardi Suryaningrat diberi tugas melaksanakan pendidikan anak-anak. Suwardi Suryaningrat mewujudkan tugasnya dengan mendirikan perguruan diberi nama National Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Tamansiswa pada 3 Juli 1922 dengan candra sengkala Lawan Sastra Ngesti Mulya artinya dengan ilmu pengetahuan mencapai kemuliaan yang bertepatan dengan tahun Caka Dengan berdirinya sekolah Tamansiswa Paguyuban Selasa Kliwon dibubarkan dan Suwardi Suryaningrat telah mengesampingkan pendekatan politik beralih ke bidang pendidikan dalam perjuangannya. Di bidang pendidikan karir Suwardi Suryaningrat dimulai sebagai guru di sekolah Adidharma milik kakaknya, Suryopranoto. Sekolah ini adalah bagian usaha perkumpulan Adidharma yang bergerak di bidang sosial dan merupakan sekolah swasta pertama yang berbentuk HIS (Hollandsch Inlandsche School) (Surjomihardjo, 1990: 97). Dengan modal sebuah kelas milik kakaknya, Suwardi Suryaningrat mendirikan sekolah yang sesuai cita-citanya yaitu sekolah yang memberikan pendidikan jiwa merdeka pada muridnya. Untuk mencapai programnya Suwardi Suryaningrat mencanangkan suatu semboyan terug naar het nationale atau kembali ke nasional, artinya Tamansiswa dalam menghadapi ilmu pengetahuan Barat bertindak selektif dan adaptif, artinya diseleksi dan disesuaikan dengan situasi kondisi masyarakat Indonesia.

5 52 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 1, Juni 2010 Pendidikan Budi Pekerti Pendidikan yang dirancang oleh Ki Hajar Dewantara berdaya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anakanak secara terpadu agar memperoleh kesempurnaan hidup ( Dewantara, 2004: 14). Ketiga komponen ini harus ada dalam setiap aspek pendidikan, dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai pendidikan budi perkerti, kedua pendidikan intelektuil, dan ketiga pendidikan jasmani. Pemikiran Suwardi Suryaningrat mengenai tiga komponen pendidikan, maka budi pekerti merupakan pendidikan yang paling diperhatikan. Pendidikan budi pekerti harus diutamakan untuk membentuk tabiat anak, dan dimulai ketika masih dalam kandungan. Oleh sebab itu pendidikan waktu dalam kandungan juga perlu diperhatikan karena jiwa, fikiran dan perbuatan orang tuanya mempunyai pengaruh kepada tabiat anak. Petuah orang tua kepada anaknya terutama anak perempuan agar senantiasa berfikir sebelum bertindak, berkata benar, menjaga kesucian lahir dan batin, sabar dan tawakal, serta sopan santun, sebab hal ini menjadi pokok pendidikan anak ( Soerip, 1935: 130). Budi pekerti atau watak dalam bahasa asingnya disebut karakter. Budi pekerti itu sendiri berasal dari dua kata. Budi yang berarti fikiran, kemauan, dan pekerti itu artinya tenaga. Jadi budi pekerti itu sifatnya jiwa manusia mulai angan-angan hingga terjelama sebagai tenaga. Dapat pula berarti bersatu gerak, fikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan, yang menimbulkan tenaga. Pendidikan budi pekerti diutamakan Tamansiswa dengan tujuan agar anak/siswa berbudi luhur, berkepribadian, luwes dalam bermasyarakat, memiliki jiwa humanis, bermoral, beragama dan memiliki jiwa toleransi terhadap agama, selain cinta tanah air, bertata tertib dan cinta damai, di samping berbudaya. Pengaruh budi pekerti bagi perempuan, adalah agar perempuan sebagai pribadi memiliki keluhuran budi dalam cipta, rasa dan karsa, dan kehalusan budi dalam seni, dan kesucian budi dalam kehidupan batin. Juga mengingat kewajiban perempuan di lingkungan Tamansiswa untuk menjaga dan memelihara kesucian keluarga Taman siswa. Untuk kewajiban yang berat itu hidup rohani perempuan harus diperbaiki, bukan hanya hati saja yang suci, tetapi suci dalam segala perbuatannya (Tamansiswa 30 Tahun, 1952: 98). Oleh karena pertimbangan budi pekerti pula, maka Tamansiswa pernah melarang gadis remaja menjadi panitia amal a la Eropa karena gadis-gadis tersebut dijadikan pajangan sebagai penarik para donatur. Panitia menggunakan para gadis hanya sebagai penerima tamu bukan karena potensi yang dimiliki, namun lebih kearah menjual kecantikan lahiriah untuk menarik minat para donatur memberi sumbangan derma. Ketua Tamansiswa pertama, yakni Ki Sutatmo Suryokusumo mengajukan usul bahwa acara amal boleh diadakan jika sesuai dengan tata cara ketimuran dan tidak meninggalkan adat ketimuran, yaitu hanya anak-anak maksimum berusia 12 tahun dan perempuan yang sudah matang usianya yang diijinkan melayani para donatur, sedang para gadis hanya diijinkan melayani tamu undangan spesial, yaitu para tamu yang sudah dikenal kepribadiannya (Poesara, 1931: 46). Para gadis Indonesia yang bertindak dan berfikir seperti masyarakat Barat seperti yang mereka lihat, karena mereka tidak pernah melihat dan merasakan seperti apa dan bagaimana perempuan kelas atas Eropa

6 Yuliati, Pemikiran Tamansiswa Tentang Pendidikan Budi Pekerti. 53 bergaul, hanyalah cara pergaulan perempuan Eropa biasa yang diketahui (Wasita, 1935: 127). Di lingkungan bangsa Eropa yang memperhatikan sopan santun, orang tidak boleh berdansa, bercakap dengan keras, mandi (berenang) bersama orang laki-laki, dan pergi pada waktu malam. Di kalangan ini diajarkan musik, berbicara dan menggerakkan badan dengan lemah gemulai dan kesantunan bahasa amat diperhatikan. Jika tentang hal ini dibandingkan dengan keadaban kita, nyata bahwa kerugian di fihak kita. Orang tua, pendidik dan masyarakat memiliki kewajiban untuk mengenyahkan segala bahaya yang akan dapat merendahkan derajad para perempuan Indonesia, terutama para gadisnya, disamping memajukan pendidikannya, pemberian pendidikan budi pekerti dan menjaga jangan sampai mengkuti arus kyang dianggap mereka modern tanpa batas (Tjokrodirdjo, 1935 : 127). Jika seorang perempuan mempunyai keluhuran, kehalusan dan kesucian budi, mereka telah memiliki bekal untuk menentukan pilihan hidup. Kejadian lomba busana lurik di pasar malam Semarang tahun 1935 dapat dijadikan contoh bagaimana perempuan yang tidak memiliki keluhuran budi dengan mudah dimanfaatkan pemodal untuk mencari uang ( Dewantara, 1935; ). Para peserta yang ikut harus mempertunjukkan kebolehannya di depan publik pasar malam, sedang penilaian juri diberikan tidak hanya mengenai rupa pakaian lurik, namun soal keserasian pakaian dan pemakai juga dinilai. Hal ini terbukti juga, karena diantara peserta terdapat juga para ronggeng dan perempuan yang kurang memiliki reputasi baik ikut bertanding diantara para perempuan terhormat, dan salah satunya menjadi pemenang (Dewantara, 1935 : 147). Protes yang timbul di Semarang menjadi bukti bahwa kaum perempuan dengan dukungan dan persetujuan dari kaum kebangsaan, mampu melakukan pembelaan diri ketika para pemodal akan mempermainkan mereka sebagai sarana kesenangan, dan alat pencari uang yang berkedok meningkatkan perekonomian atau industri lurik nasional. Prinsip kaum perempuan yang protes tersebut karena mereka menganggap antara lomba-lomba perempuan itu dengan prostitusi hanya sedikit bedanya, yang keduanya dapat hidup karena dapat perlindungan pemodal. Dari peristiwa protes lomba lurik di Semarang itu menjadi bukti bahwa derajad perempuan adalah suatu faktor yang terpenting untuk kemajuan bangsa, karena kesadaran dan kegiatan kaum perempuan adalah salah satu komponen tanda kemajuan dari bangsa Indonesia. Kesimpulan Perguruan Tamansiswa adalah sebuah institusi di bidang pendidikan. didirikan oleh seorang tokoh yang multi talenta, yaitu Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Setelah berbagai peristiwa politik yang dihadapinya, muncul kesadaran bahwa untuk mencapai sebuah kemerdekaan bagi Indonesia tidak harus selalu dengan jalan politik, namun masih terbuka jalan lain, misalnya melalui bidang pendidikan. Pembuangan di negeri Belanda yang harus dipikulnya sebagai dampak aktivitas politiknya di dalam negeri, digunakan oleh Suwardi Suryaningrat untuk menimba ilmu pendidikan sampai mendapat ijasah. Di dalam benaknya, melalui pendidikan para siswa akan ditanamkan jiwa merdeka yang menjadi modal penting untuk membentuk negara merdeka. Idenya ini direalisasikan oleh Suwardi Suryaningrat setelah kembali ke

7 54 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 1, Juni 2010 Indonesia. Langkah awalnya adalah dengan mendirikan sekolah yang diberi nama Perguruan Tamansiswa tahun Kurikulum sekolah digali dari kekayaan budaya Indonesia yang meliputi bidang intelektual, budi pekerti dan jasmani. Daftar Rujukan Dewantara, Ki Hadjar Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian I. Pendidikan. Cet. kedua. Yogyakarta: Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa.. Agoestoes Berkobarnya Rasa Kehormatan dan Rasa Kebangsaan dalam Wasita, Tahoen ke-i, No. 7. Hadi Soewito, Irna H.N Soewardi Soerjaningrat dalam Pengasingan. Jakarta: Balai Pustaka. Poesara. Oktober Jilid I. No SSP, Pranata Ki Hadjar Dewantara Perintis Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Notosusanto, Nugroho (eds. Pemutakhiran) Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. Soerip, Juli 1935 Perempuan sebagai Pendidik. Wasita. Tahoen Ke I. No. 6. Surjomihardjo, Abdurrahman (peny.) Tamansiswa dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan (Kumpulan Tulisan Terpilih). Jakarta: Pengurus Besar Majelis Taman Siswa. Tauhid, Mochammad Perjuangan dan Adjaran Hidup Ki Hadjar Dewantara. Jogjakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Tigapuluh Tahun Tamansiswa Djogjakarta: Majelis Luhur Taman Siswa. Tjokrodirdjo, Ki Pendidikan Oentoek Gadis-Gadis Kita. Wasita. Tahun ke I. No.6. Wirjosentono, Moesman dan Harijadi (peny.) Buku Ketamansiswaan untuk Taman Madya, Taman Karya, Taman Guru Muda Tamansiswa. Cet. kedua. Yogyakarta : Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 1 Mei TENTANG KI HADJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 1 Mei TENTANG KI HADJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 1 Mei 1996 TENTANG KI HADJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko "Sungguh, seandainya aku seorang Nederlander, tidaklah

Lebih terperinci

Ki Hadjar Dewantara. Mulai bersekolah dan menjadi wartawan

Ki Hadjar Dewantara. Mulai bersekolah dan menjadi wartawan Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai pelopor pendidikan untuk masyarakat pribumi di Indonesia ketika masih dalam masa penjajahan Kolonial Belanda. Mengenai profil Ki Hajar Dewantara

Lebih terperinci

Perjuangan Soewardi Soerjaningrat dalam bidang pers tahun

Perjuangan Soewardi Soerjaningrat dalam bidang pers tahun Perjuangan Soewardi Soerjaningrat dalam bidang pers tahun 1912-1920 Oleh : Esa Nur Hidayat K 4402508 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Dalam berbagai segi kehidupan, komunikasi sangat penting

Lebih terperinci

Dengan Kecerdasan Jiwa Menuju ke Arah Kesejahteraan

Dengan Kecerdasan Jiwa Menuju ke Arah Kesejahteraan 1 of 7 10/12/2015 09:27 AM Sowing The Seed of Liberation Dengan Kecerdasan Jiwa Menuju ke Arah Kesejahteraan Taman Siswa adalah sebuah nama untuk sebuah Perguruan Nasional yang berdiri pada 3 Juli 1922,

Lebih terperinci

PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA. Taat, Nasionalisme dan Jatidiri Bangsa,

PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA. Taat, Nasionalisme dan Jatidiri Bangsa, PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA Budi Utomo Tanda-tanda lahirnya gerakan nasional yang teratur mulai tampak saat Budi Utomo mucul pada tahun 20 Mei 1908. Perkumpulan ini beranggotakan kaum intelektual

Lebih terperinci

Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko

Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari 2000 KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko "Sungguh, seandainya saja aku ini seorang Nederlander,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun tidak lepas dari intrik-intrik politik dan memiliki tujuan didalamnya, hal yang pada awalnya

Lebih terperinci

BAB II BIOGRAFI DAN KARYA KI HADJAR DEWANTARA. Ki Hadjar Dewantara merupakan figur yang selalu menjadi kebanggaan

BAB II BIOGRAFI DAN KARYA KI HADJAR DEWANTARA. Ki Hadjar Dewantara merupakan figur yang selalu menjadi kebanggaan BAB II BIOGRAFI DAN KARYA KI HADJAR DEWANTARA Ki Hadjar Dewantara merupakan figur yang selalu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia terutama di dunia pendidikan, sebagai tokoh yang mempunyai jiwa pejuang

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA A. Biografi Ki Hajar Dewantara Raden Mas Soewardi Soeryaningrat terlahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1330 H dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara

BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. 1 Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang keturunan

Lebih terperinci

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB II AWAL BERDIRI MADRASAH MU ALLIMIN DAN PERGURUAN TAMAN SISWA. A. Latar Belakang Sejarah Madrasah Mu allimin

BAB II AWAL BERDIRI MADRASAH MU ALLIMIN DAN PERGURUAN TAMAN SISWA. A. Latar Belakang Sejarah Madrasah Mu allimin 16 BAB II AWAL BERDIRI MADRASAH MU ALLIMIN DAN PERGURUAN TAMAN SISWA A. Latar Belakang Sejarah Madrasah Mu allimin Pendidikan di nusantara sebenarnya telah ada sebelum pemerintah kolonial Belanda mencetuskan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA Rohmatun Nurul Hidayah Jurusan Tarbiyah, Skolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Email : h_day240990@yahoo.com ABSTRAK Pendidikan anak usia dini pada

Lebih terperinci

BAB 6: SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL

BAB 6: SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL www.bimbinganalumniui.com 1. Kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1904 1905 membuktikan bahwa Jepang sanggup menyamai bahkan melebihi salah satu negara Barat. Kemenangan Jepang tahun 1905 menyadarkan

Lebih terperinci

BAB III PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HADJAR DEWANTARA

BAB III PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HADJAR DEWANTARA BAB III PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HADJAR DEWANTARA A. Biografi Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. 1 Beliau adalah putra kelima dari Soeryaningrat

Lebih terperinci

Kajian IPS Mengenai Zaman Pergerakan Nasional

Kajian IPS Mengenai Zaman Pergerakan Nasional Kajian IPS Mengenai Zaman Pergerakan Nasional Oleh: Didin Saripudin Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Konsep IPS-Sejarah dalam Memaknai Zaman Pergerakan Nasional di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang menjadi kesimpulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 berlakulah dualisme hukum di Indonesia, yaitu di samping berlakunya hukum Belanda kuno

Lebih terperinci

ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL

ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL Faktor ekstern dan intern lahirnya nasionalisme Indonesia. Faktor ekstern: Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905 yang menyadarkan dan membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA

PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERGERAKAN KEBANGSAAN Politik DRAINAGE Belanda mengeruk kekayaan dari negara Indonesia untuk kepentingan dan kesejahteraan negara

Lebih terperinci

Bab 1. Jurnalis dari Masa ke Masa. Sang Wartawati Pertama

Bab 1. Jurnalis dari Masa ke Masa. Sang Wartawati Pertama Bab 1 Jurnalis dari Masa ke Masa Sang Wartawati Pertama Nama Rohana Kudus mungkin masih sedikit asing untuk anak muda jaman sekarang. Perempuan asal Koto Gadang ini dijuluki sebagai Wartawati Perempuan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA A. Pencetus Sistem Among Sistem among adalah hasil pemikiran dari Ki Hajar Dewantara, Ki hajar dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat pada

Lebih terperinci

Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sebelum dan Setelah Abad 20

Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sebelum dan Setelah Abad 20 Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sebelum dan Setelah Abad 20 Anggota kelompok 3: 1. Ananda Thalia 2. Budiman Akbar 3. Farrel Affieto 4. Hidayati Nur Trianti Strategi Perlawanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka

Lebih terperinci

BAB III GURU PROFESIONAL MENURUT KI HAJAR DEWANTARA. dilahirkan hari kamis legi tanggal 2 puasa 1303 H, atau pada tanggal 2 Mei

BAB III GURU PROFESIONAL MENURUT KI HAJAR DEWANTARA. dilahirkan hari kamis legi tanggal 2 puasa 1303 H, atau pada tanggal 2 Mei BAB III GURU PROFESIONAL MENURUT KI HAJAR DEWANTARA A. Biografi Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara yang nama aslinya Suwardi Surya Ningrat dilahirkan hari kamis legi tanggal 2 puasa 1303 H, atau pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN Saya siswa kelas 5A Siap Belajar dengan Tenang dan Tertib dan Antusias Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur. Diantaranya adalah Portugis, Spanyol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Foto Ki Hadjar Dewantara

Lampiran 1. Foto Ki Hadjar Dewantara LAMPIRAN 104 Lampiran 1. Foto Ki Hadjar Dewantara Sumber: Buku Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa pada tahun 1977. 105 Lampiran 2. Azas-azas

Lebih terperinci

MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA

MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Manajemen Dosen Pengampu: Dr. A. Siswanto, M.SEM. Disusun Oleh: Sumini NIM. 2016081073 Swesti Intan Pramesti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan. dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan saat ini ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan. dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan saat ini ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan Pendidikan sudah dimulai sejak adanya manusia. Pendidikan itu diperoleh dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tingkat kemajuan harus menempuh pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tingkat kemajuan harus menempuh pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sudah dimulai sejak adanya manusia. Setiap manusia bila ingin mencapai suatu tingkat kemajuan harus menempuh pendidikan. Apakah pendidikan itu diperolehnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Pendidikan juga dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Pendidikan juga dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Pendidikan sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan sarana ataupun alat untuk mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum yang berlaku dalam satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori a. Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei tahun 1889 dengan nama R.M Suwardi Suryaningrat. Masa

Lebih terperinci

BAB III PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. Hadjar Dewantara yaitu sosok yang selalu menjadi kebanggaan bangsa

BAB III PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. Hadjar Dewantara yaitu sosok yang selalu menjadi kebanggaan bangsa BAB III PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA Bangsa Indonesia pastinya tidak asing terhadap penokohan dari Ki Hadjar Dewantara yaitu sosok yang selalu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gerakan yang lahir dan mengakar di bumi Nusantara merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gerakan yang lahir dan mengakar di bumi Nusantara merupakan bagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan yang lahir dan mengakar di bumi Nusantara merupakan bagian terpadu dari gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang membentuk Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

SEBAB MUNCULNYA NASIONALISME

SEBAB MUNCULNYA NASIONALISME NASIONALISME Nasionalisme diartikan sebagai perangkat nilai atau sistem legitimasi baru yang mendasari berdirinya sebuah negara baru Dekolonisasi diartikan sebagai proses menurunnya kekuasaan negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini terlihat dari keberagaman suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. potensi sumber daya manusia dipandang sebagai industri jasa yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. potensi sumber daya manusia dipandang sebagai industri jasa yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki potensi sumber daya manusia dipandang sebagai industri jasa yang mempunyai pelanggan-pelanggan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu perwujudan dari seni dengan menggunakan lisan maupun tulisan sebagai medianya. Keberadaan sastra, baik sastra tulis maupun bentuk

Lebih terperinci

PENELITIAN KELOMPOK A. Judul Penelitian B. Latar Belakang Masalah

PENELITIAN KELOMPOK A. Judul Penelitian B. Latar Belakang Masalah PENELITIAN KELOMPOK A. Judul Penelitian Peranan Ibu Rumah Tangga dalam Bidang Pertanian di Kabupaten Sleman Yogyakarta. B. Latar Belakang Masalah: Peranan wanita dalam pembangunan mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI A. Persamaan Konsep Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara dengan Al- Ghazali 1. Persamaan Konsep

Lebih terperinci

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. 13. Mata Pelajaran Sejarah Untuk Paket C Program IPS A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau

Lebih terperinci

FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN SENI RUPA

FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN SENI RUPA Kegiatan Belajar 2 FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN SENI RUPA A. Pendidikan Seni Rupa Sebagai Penunjang Kebudayaan Pendidikan Seni Rupa di negara kita harus berakar pada budaya Indonesia. Dalam konteks pendidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2010 PENDIDIKAN. Kepramukaan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5169) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mewujudkan semua potensi diri manusia dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan dan membudayakan serta memberdayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan Tamansiswa, yaitu melaksanakan sepenuhnya ketentuan dari sistem pendidikan nasional dengan tetap mengamalkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan PENDIDIKAN KARAKTER LATAR BELAKANG Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 2025 (UU No 17 Tahun 2007) antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA DAN TANTANGAN- TANTANGAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA DEWASA INI. Disusun Oleh:

KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA DAN TANTANGAN- TANTANGAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA DEWASA INI. Disusun Oleh: KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA DAN TANTANGAN- TANTANGAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA DEWASA INI Disusun Oleh: Bartolomeus Samho, SS, M.Pd Oscar Yasunari, SS, MM LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak tahun 1920-an Ki Hajar Dewantara telah mengumandangkan pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya adalah memanusiakan manusia dalam artian menjadikan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2 SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2 1. Perjalanan hidup Ki Hajar Dewantara benar-benar ditandai dengan perjuangan dan pengabdian pada kepentingan bangsa dan negara. Ki Hajar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA NAMA : GATOT AGUNG NUGROHO NIM : 11.11.4677 KELOMPOK : C PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN PANCASILA JURUSAN : TEKNIK

Lebih terperinci

MATERI LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS )

MATERI LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS ) MATERI LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS ) A. Pendahuluan Tujuan nasional Indonesia, seperti yang tercantum pada Pembukaan Undangundang Dasar 1945, adalah melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Peristiwa tersebut adalah sebuah akumulasi sebuah perjuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memperoleh pendidikan merupakan hak setiap manusia karena pendidikan memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang. Dengan adanya

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang membahagiakan ini, ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

SOEGIJA DI MATA SAYA. Seminar Mahasiswa Universitas Sanata Dharma 17 Nopember 2012

SOEGIJA DI MATA SAYA. Seminar Mahasiswa Universitas Sanata Dharma 17 Nopember 2012 SOEGIJA DI MATA SAYA Seminar Mahasiswa Universitas Sanata Dharma 17 Nopember 2012 Saya, orang Banyak (Anda-anda sekalian) Di mana Anda di tengah hiruk pikuk SOEGIJA? Sejauh mana Anda (pernah) mengenal

Lebih terperinci

1.1.1 Peristiwa Penting dalam Perkembangan Bahasa Indonesia

1.1.1 Peristiwa Penting dalam Perkembangan Bahasa Indonesia Mengenal suatu bangsa, salah satunya lewat cermin bahasanya, merupakan pepatah yang tidak pernah terbantahkan. Mengenal bangsa Indonesia melalui bahasa Indonesia merupakan kewajiban yang patut diwariskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan Pemerintah Hindia-Belanda , karena adanya penderitaan

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan Pemerintah Hindia-Belanda , karena adanya penderitaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbentuknya pergerakan nasional kepada masyarakat merupakan suatu hal penting bagi kehidupan di Sumatera Timur khususnya di kota Medan. Hal ini berkaitan dengan penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karakter sebagian pemuda-pemudi saat ini sehubungan dengan pendidikan karakter atau kodratnya sebagai makhluk sosial, dapat dikatakan sangat memprihatinkan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Abdullāh Nāṣiḥ Ulwān dilahirkan pada tahun 1928 di kota Halab. Ayahnya Haji Sa id Ulwān. Pada tahun 1945 lulus dari studinya di sekolah lanjut tingkat atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Adicita itu pulalah yang merupakan dorongan para pemuda Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Adicita itu pulalah yang merupakan dorongan para pemuda Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persatuan dan kesatuan bangsa dalam negara kesatuan yang adil dan makmur, materiil dan spiritual serta beradab merupakan adicita Bangsa Indonesia yang mulai

Lebih terperinci

NASKAH IDENTIFIKASI NASKAH CUT 1

NASKAH IDENTIFIKASI NASKAH CUT 1 NASKAH IDENTIFIKASI NASKAH 1. Nama Program : Apresiasi Sastra 2. Judul Program : Novel Sebagai Sumber Sejarah 3. Topik : Novel sebagai Sumber Inspirasi Penulisan Sejarah 4. Judul Karya yang diulas : Layar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya dan karakter bangsa kini mendapat perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya dan karakter bangsa kini mendapat perhatian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persoalan budaya dan karakter bangsa kini mendapat perhatian dari banyak pihak.persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pers cetak atau surat kabar merupakan media komunikasi massa yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pers cetak atau surat kabar merupakan media komunikasi massa yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pers cetak atau surat kabar merupakan media komunikasi massa yang cukup efektif dalam penyebaran paham, pemikiran, gagasan, dan nilai-nilai suatu gerakan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia telah menikmati kemerdekaan selama 72 Tahun, kemerdekaan atas diri sendiri, kemerdekaan beragama, kemerdekaan berkumpul dan berserikat, dan

Lebih terperinci

PERJUANGAN EMANSIPASI ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA DI YOGYAKARTA TAHUN

PERJUANGAN EMANSIPASI ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA DI YOGYAKARTA TAHUN PERJUANGAN EMANSIPASI ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA DI YOGYAKARTA TAHUN 1922-1945 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas

Lebih terperinci

MEMAHAMI HAKIKAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL

MEMAHAMI HAKIKAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL MEMAHAMI HAKIKAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL Oleh INDRIYANTO Saya menyampaikan selamat memperingati hari pendidikan nasional yang ke-54 tanggal 2 Mei 2013 kepada seluruh warga Negara Indonesia di manapun

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPRD KABUPATEN KEBUMEN P A D A MALAM TASYAKURAN HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI KE 72 TAHUNREPUBLIK INDONESIA Rabu, 16 Agustus 2017

SAMBUTAN KETUA DPRD KABUPATEN KEBUMEN P A D A MALAM TASYAKURAN HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI KE 72 TAHUNREPUBLIK INDONESIA Rabu, 16 Agustus 2017 SAMBUTAN KETUA DPRD KABUPATEN KEBUMEN P A D A MALAM TASYAKURAN HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI KE 72 TAHUNREPUBLIK INDONESIA Rabu, 16 Agustus 2017 Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat Malam, Salam Sejahtera bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi, menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi, menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi, menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan yang memiliki fungsi membimbing serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan karakter sesungguhnya telah lama menjadi roh dan semangat dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, kebijakan pendidikan memang diarahkan

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. Haryanto FIP Universitas Negeri Yogyakarta ( HP:

PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. Haryanto FIP Universitas Negeri Yogyakarta (  HP: PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA Haryanto FIP Universitas Negeri Yogyakarta (e-mail: haryan62@yahoo.co.id; HP: 08122762981 Abstract: Ki Hajar Dewantara s Concept of Character Education.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak mungkin ada orang tua yang berharapan jelek terhadap anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Tidak mungkin ada orang tua yang berharapan jelek terhadap anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harapan orang tua terhadap anak-anak mereka yaitu menginginkan anaknya menjadi orang yang baik, sopan santun, berbudi pekerti luhur, penuh tanggung jawab, patuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA - 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA I. UMUM Salah satu tujuan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis

BAB I PENDAHULUAN. siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia, khususnya siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis (Renstra) Depdiknas

Lebih terperinci

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap tidak sopan dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BENDARA KLIWON KACANGAN

BENDARA KLIWON KACANGAN BENDARA KLIWON KACANGAN Pada masa Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang diperintah oleh Pakubuwono X, hidup seorang Kyai yang sangat terkenal namanya di daerah Kerajaan Surakarta, Kyai tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merupakan cerminan dari seseorang. Seseorang bisa dikatakan baik atau buruk, sopan atau tidak, semua tercermin dari karakter dan tindakan yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA Modul ke: PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri www.mercubuana.ac.id DR. Rais Hidayat, M.Pd Kompetensi Mahasiswa dapat mengetahui sejarah Pancasila Mahasiswa

Lebih terperinci

PANDANGAN POLITIK TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA REPUBLIK

PANDANGAN POLITIK TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA REPUBLIK PANDANGAN POLITIK TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA REPUBLIK ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Program Studi Pendidikan Sejarah Pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data Paparan data temuan penelitian adalah pengungkapan dan pemaparan data maupun temuan yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan

Lebih terperinci