5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 52 Indikator-indikator ketenagakerjaan di Kota Bogor pada tahun 2012 memiliki lima perincian yang terdiri dari Penduduk Usia Kerja (PUK) sebesar jiwa, angkatan kerja yang bekerja sebanyak jiwa, angkatan kerja yang mencari pekerjaan sebanyak jiwa, tingkat pengangguran di Kota Bogor sebanyak 9,33 persen, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 59,49 persen. Perubahan besarnya indikator-indikator utama ketenagakerjaan setiap tahunnya telah tersaji pada Tabel Tabel 19 Indikator-indikator utama ketenagakerjaan Perincian Penduduk Usia Kerja (PUK) Angkatan Kerja Bekerja Mencari Kerja Bukan Angkatan Kerja (BAK) Tingkat Pengangguran (%) 3,64 3,64 10,31 9,33 Tingkat Partisipasi Angkatan 55,83 55,83 61,92 59,49 Kerja (TPAK) % Sumber : BPS Kota Bogor, Pada umumnya penduduk yang bekerja di Kota Bogor terserap pada lapangan pekerjaan Perdagangan dan Jasa. Dengan rincian sebanyak orang bekerja pada lapangan pekerjaan sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel, sedangkan yang bekerja pada lapangan pekerjaan sektor Jasa terdapat sebanyak orang. Tabel 20 Jumlah angkatan kerja yang bekerja menurut lapangan kerja Lapangan Kerja Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Jasa Lain-lain Jumlah Sumber : Bappeda Kota Bogor (2014) 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor Berdasarkan hasil pengolahan data primer yang didapat dari hasil kuisioner, mendapatkan gambaran karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika. PKL di Jalan Dewi Sartika lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (84%) dan berumur diatas 25 tahun (86%) serta berkedudukan sebagai Kepala rumah tangga (80%), dengan tingkat pendidikan rata-rata SMA kebawah (54%). Alasan mereka menjadi PKL karena

2 53 terkena dampak PHK (34%) akibat krisis moneter antara tahun Mayoritas (54%) telah menjadi PKL diatas 10 tahun. Dari sisi komoditi, jenis dagangan yang paling banyak didagangkan antara lain sepatu sandal (22%) dan aksesoris elektronik (38%). Mereka memilih berdagang di Jalan Dewi Sartika dengan alasan ramai pembeli (20%) dan tidak mampu membeli kios resmi (20%). Waktu berjualan dari pukul 7.00 WIB sampai pukul WIB (78%). Lokasi di Jalan Dewi Sartika pada malam hari digunakan oleh PKL yang menjajakan VCD/DVD bajakan. Gambaran umum karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika hampir sama dengan gambaran umum PKL pada penelitian-penelitian sebelumnya (Rakhmawati, 2007; Susilo, 2012; Mubarok 2012). Bahwa PKL cenderung berasal dari kelas pendidikan menengah bawah, berjualan akibat terkena dampak PHK, dan memiliki modal relatif kecil. Preferensi Masyarakat Terhadap Keberadaan PKL di Jalan Dewi Sartika Preferensi masyarakat dapat digambarkan dari hasil pengolahan data primer yang bersumber dari kuesioner masyarakat. Masyarakat banyak yang berbelanja di PKL Jalan Dewi Sartika karena alasan lokasinya mudah dijangkau (49%) dan harganya murah (24,5%). Hal lain yang terungkap dari analisis persepsi masyarakat adalah keberadaan PKL menganggu aktivitas pejalan kaki (40.8%) dan menyebabkan lingkungan tidak rapi/semrawut (24.5%). Hal ini memiliki kesamaan dengan hasil Litbang Kompas tentang PKL di DKI Jakarta (Kompas, 1 September 2014 hal 27). Selain itu, masyarakat menginginkan ada penataan terhadap PKL (98%) dengan melakukan relokasi (50%) dan penataan tempat usaha (29.2%). Strategi Penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Untuk mengetahui faktor-faktor strategi yang berpengaruh terhadap penataan PKL di Kota Bogor, khususnya di Jalan Dewi Sartika (seputar Taman Topi) digunakan analisis faktor internal eksternal. Tahap awal analisis ini adalah mengidentifikasi terlebih dahulu indikator faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan dan indikator faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman dalam penataan PKL di Kota Bogor. Faktor internal dan eksternal ditentukan oleh peneliti melalui studi pustaka, wawancara dengan pihak dinas/instansi yang terkait, anggota legislatif, koordinator PKL, masyarakat dan juga dengan pengalaman penulis sebagai bagian dari Pemerintah Kota Bogor. Identifikasi Faktor Internal Dalam mengidentifikasi faktor internal, maka dijabarkan dalam aspek kekuatan dan kelemahan dalam menjalankan penataan PKL di Kota Bogor. Identifikasi faktor-faktor tersebut, antara lain :

3 54 Kekuatan (Strenght) 1. Penataan PKL Menjadi Prioritas Pembangunan Kota (RPJMD) Selama kurun waktu 10 tahun terakhir, penataan PKL menjadi salah satu prioritas pembangunan di Kota Bogor. Dokumen Rencana Strategis Kota Bogor dan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor , menentapkan penataan PKL menjadi salah satu dari 4 prioritas pembangunan Kota Bogor. RPJMD Kota Bogor tahun , strategi secara umum dalam penataan Pedagang Kaki Lima (sektor informal) adalah mengalokasikan ruang untuk kegiatan sektor informal dengan strategi sebagai berikut : 4. Menata ruang kegiatan sektor informal yang ada 5. Mengalokasikan ruang baru untuk sektor informal 6. Melibatkan masyarakat dalam pengendalian ruang sektor informal. Dalam Rancangan RPJMD Kota Bogor , Penataan dan Pemberdayaan PKL kembali menjadi salah satu dari 5 prioritas pembangunan. Kondisi ini memberi ruang yang besar bagi pemerintah Kota Bogor untuk dapat secara sungguh-sungguh melakukan penataan dan pemberdayaan PKL. Kondisi beberapa lokasi PKL yang belum tertata, termasuk didalamnya ruas Jalan Dewi Sartika (seputar Taman Topi) dapat dilaksanakan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Perlu dilakukan langkah-langkah nyata dalam penataan PKL, sehingga kenyamanaan Kota dapat terus ditingkatkan. 2. Terdapat Peraturan Daerah tentang PKL Pemerintah Kota Bogor telah memiliki peraturan yang berhubungan dengan keberadaan PKL yaitu Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2005 tentang penataan PKL. Perda tersebut antara lain mengatur tentang penertiban, penataan dan pengaturan lokasi PKL di Kota Bogor. Dalam Perda tersebut juga menyebutkan bahwa lokasi PKL ditentukan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk, kecuali untuk lokasi di dalam lingkungan instansi pemerintah, lingkungan sekolah, lingkungan tempat peribadatan, sekitar lokasi pasar, parit dan tanggul, taman kota dan jalur hijau, monumen dan taman pahlawan, di sekeliling Kebun Raya dan Istana Bogor, dan di seluruh badan jalan. Selain itu, ditetapkan bahwa setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada lokasi yang dilarang untuk digunakan PKL. Dalam Perda tersebut, terdapat 3 lokasi prioritas yang harus ditata yaitu, Jalan MA Salmun, Jalan Nyi raja Permas, dan Jalan Dewi Sartika. Kondisi saat ini, Jalan MA Salmun dan Nyi Raja Permas telah dilakukan penataan, sedangkan di Jalan Dewi Sartika belum dilakukan penataan. 3. Alokasi Anggaran untuk PKL Seiring dengan program prioritas pembangunan kota, alokasi anggaran untuk penataan PKL dari APBD Kota Bogor sudah cukup besar. Selama kurun waktu 10 tahun terakhir, alokasi anggaran sudah melebihi angka 10 milyar rupiah. Alokasi anggaran ini terdistribusi pada beberapa SKPD yang terlibat didalam penataan PKL, seperti Kantor UMKM, Dinas Bina Marga, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Satpol PP, dan Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman. Alokasi anggaran untuk PKL dalam 5 tahun kedepan akan tetap dialokasikan dalam APBD. Bahkan berdasarkan rencana Pemerintah Kota Bogor pada

4 55 anggaran perubahan 2014, sisa anggaran (Silpa) akan dialokasi untuk penataan PKL sebesar 100 Milyar untuk membeli lahan sebagai tempat relokasi PKL. 4. Terdapat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Menangani PKL Pada tahun 2014, Pemerintah Kota Bogor telah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah kepada DPRD Kota Bogor dan telah disahkan yaitu tentang perubahan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Salah satu perombakan organisasi adalah meningkatkan OPD yang menangani PKL dari Kantor (setaraf eselon III) menjadi Dinas (setaraf eselon 2), yaitu Dinas UMKM dan Koperasi. Organisasi ini akan efektif diberlakukan pada awal tahun Dengan demikian, faktor keberadaan OPD dinas UMKM dan Koperasi akan memberi penguatan pada penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Bogor. 5. Memiliki Lokasi Pasar dan Aset Lahan di Tengah Kota Lokasi-lokasi yang menjadi prioritas penataan PKL berada di tengah Kota, yang langsung bersentuhan dengan kawasan strategis ekonomi. Dalam RTRW Kota Bogor , salah satu kawasan strategis ekonomi adalah kawasan Pasar Kebon Kembang, Taman Topi, dan Sekitar Stasiun Kereta Api. Saat ini, pasar Kebon Kembang (Pasar Anyar) dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yaitu Perusahaan Daerah Pakuan Jaya. Masih terdapat alokasi ruang untuk penempatan pedagang di dalam pasar. Saat ini pasar sedang dilakukan revitalisasi. Selain keberadaan pasar Kebon Kembang, salah satu lokasi potensial yang dapat dimanfaatkan untuk penataan PKL adalah Plaza Kapten Muslihat (Taman Topi dan Taman Ade Irma Suryani). Lahan seluas 1,8 hektar pada tahun 2018 akan habis masa pengelolaannya oleh PT. Eksotika dan akan diserahkan kepada Pemerintah Kota Bogor. Untuk itu, perlu dilakukan proses perencanaan yang terintegrasi dalam memanfaatkan lahan tersebut, agar beberapa masalah kota seperti ketersediaan ruang publik dan penataan PKL dapat diselesaikan. Kelemahan (Weakness) 1. Lemahnya Penegakan Hukum Hingga saat ini, penataan PKL masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kota Bogor. Pada tahun 2007 dan 2009, telah dilaksanakan proses implementasi Perda melalui penggusuran dan relokasi (LKPJ Walikota Bogor 2007 dan 2009), namun belum mencapai hasil optimal dan tidak ada tindak lanjut dalam hal pemantauan PKL untuk tidak kembali ke lokasi yang sudah ditertibakan. Tindakan penggusuran pada dasarnya bukan merupakan solusi yang efektif meski tindakan tersebut dibenarkan oleh Perda. Lemahnya pengawasan memberi efek pada lemahnya penegakan Perda tersebut. Keterbatasan personil Pol PP menjadi salah satu alasan yang mengemuka untuk melakukan pengawasan di lokasi-lokasi PKL. Jumlah Satpol PP pada tahun 2014 sebanyak 270 personil (Kantor Satpol PP, 2014). Data tersebut menunjukkan belum idealnya jumlah personil Satpol PP dibandingkan jumlah penduduk. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaran Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa 1 orang Satpol PP melayani 400 orang penduduk. Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa jumlah personil Satpol PP di kota Bogor masih belum ideal. Pada

5 tahun 2014 nilai rasio hanya mencapai 0,027 atau satu orang personil Satpol PP melayani penduduk. 2. Koordinasi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masih belum Maksimal Penanganan penataan PKL dilakukan oleh lintas sektor yang dijalankan oleh masing-masing OPD. Secara struktural dan kewenangan serta tugas pokok dan fungsi, penataan PKL di Kota Bogor menjadi tanggung jawab Kantor Koperasi dan UMKM. Dalam pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL, KUMKM berkoordinasi dengan dinas teknis lainnya, seperti Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Kantor Satpol PP, dan Bagian Perekonomian Setda Bogor. Dalam pelaksanaan penataan PKL di Kota Bogor, langkah-langkah koordinasi terlihat belum maksimal. Dukungan terhadap penataan PKL masih bersifat kegiatan yang bersifat sementara, bukan yang bersifat keterpaduan program atau kegiatan sehingga seringkali penataan PKL berjalan tidak permanen tetapi hanya sesaat atau sementara, sehingga hasilnya adalah beberapa kali lokasi penataan PKL kembali dipenuhi PKL hanya dalam waktu singkat setelah penertiban. Penataan PKL memerlukan koordinasi lebih maksimal terkait dengan penegakan aturan lalu lintas, penggunaan badan jalan, penggunaan trotoar, penggunaan taman, dan kondisi kebersihan lingkungan serta penggunaan aset daerah. 3. Efektivitas Penggunaan Anggaran Dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, pemanfaatan anggaran belanja daerah untuk penataan PKL sudah diatas 10 Milyar rupiah, namun belum menunjukkan hasil penataan yang signifikan. Lokasi Jalan Dewi Sartika pernah ditertibkan pada tahun 2007 dan 2009, namun saat ini di lokasi ini masih menjadi tempat berjualan PKL. Penataan trotoar dan drainase yang telah dilakukan seolah menjadi bagian dari penyediaan lahan atau ruang berusaha bagi PKL. Alokasi anggaran penataan PKL, harus diarahkan pada kegiatan yang secara permanen mampu menjawab permasalahan PKL seperti penyediaan tempat relokasi ruang berusaha. Contoh kasus Kota Solo yang menganggarkan pembiayaan PKL dengan membangun tempat usaha atau sentra PKL yang permanen menunjukkan hasil penataan yang dapat menjadi contoh keberhasilan. 4. Belum Terdapat Validitas Data Dasar PKL dan Perencanaan Hal yang klasik dari permasalahan penataan PKL adalah mengenai data akurat mengenai jumlah dan karakteristik PKL, termasuk didalamnya PKL di ruas Jalan Dewi Sartika (seputar Taman Topi). Perubahan jumlah PKL, terutama penambahan sering kali terjadi. Untuk di Jalan Dewi Sartika, data jumlah PKL sebanyak 323 orang. Data ini dinyatakan masih sementara, karena dikhawatirkan ada penambahan jumlah dari PKL yang berada di Jalan Nyi Raja Permas. Pelibatan paguyuban PKL dalam pendataan seharusnya dilakukan, agar data riil dilapangan dapat dibantu sesuai kondisi eksisiting. Tidak akuratnya data PKL menyebabkan pada perencanaan PKL yang kurang komprehensif. Pendekatan perencanaan penataan selama ini lebih banyak menggunakan pendekatan penertiban dengan penggusuran. Rumusan perencanaan disamping aspek ketertiban, keindahan, dan kenyamanan publik, penanganan PKL yang dilakukan harus tetap mempertimbangkan aspek kebutuhan ekonomi 56

6 57 masyarakat, baik kepentingan pelaku PKL maupun kepentingan masyarakat konsumen. 5. Kurangnya kerjasama dengan swasta, akademisi, dan Masyarakat Dalam kurun waktu 10 tahun kebelakang, penanganan penataan PKL seolah hanya menjadi kewajiban pemerintah saja. Indikasi dukungan kepada penataan PKL, baik dari pemerintah, swasta maupun LSM, umumnya masih bersifat parsial (case-by-case). Skala dukungan juga tidak sebanding dengan skala permasalahan yang luar biasa besar sehingga kebijakan yang disusun belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi PKL. Potensi keterlibatan swasta dengan penyediaan ruang-ruang usaha atau program Corporate Social Responsibility (CSR) masih belum diusahakan secara optimal. Selain itu, sumbangan konsep penataan dari akademisi belum disentuh untuk mendapat masukan yang terintegrasi. Pendekatan perencanaan penataan masih bersifat proyek, belum kearah pengambilan solusi secara bertahap dan berkesinambungan. Identifikasi faktor Eksternal Peluang 1. Kebijakan Pusat yang mendorong penataan dan pemberdayaan PKL Dalam penataan PKL Pemerintah Kota Bogor mengacu pada Perda nomor 13 tahun 2005 tentang penataan kaki lima. Secara umum substansi Perda tersebut mengatur tentang penataan dan pengaturan yang terdiri dari penunjukkan lokasi, jenis komoditi, bangunan dan jenis usaha dan waktu berjualan. Selain itu diatur pula mengenai mekanisme perizinan, pajak dan retribusi, hak dan kewajiban, larangan, dan sanksi. Arah kebijakan yang dominan adalah mengenai pendekatan penertiban, walaupun dalam substansi yang diatur adalah mengenai bentuk pembinaan, pemeberdayaan, dan pengembangan. Seiring dengan semakin kompleksnya masalah PKL di perkotaan, Pemerintah pusat merasa perlu mengeluarkan kebijakan untuk penataan dan pemberdayaan PKL di daerah. Melalui Peraturan Presiden nomor 125 tahun 2012 tentang Penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 41 tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, pemerintah pusat berharap bahwa pelaksanaan penataan dan pembinaan PKL dapat terencana dengan sistematis dengan memasukkannya dalam dokumen RPJMD. Selain itu beberapa tujuan penataan dan pemberdayaan antara lain : a. Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukkannya; b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan c. Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaab yang memadai dan berwawasan lingkungan. Pada kebijakan yang baru ini, pemerintah pusat memberikan penguatan pada beberapa hal, antara lain mengenai pendataan, perencanaan penyediaan ruang bagi kegiatan sektor informal, fasilitasi akses permodalan, penguatan kelembagaan, pembinaan dan bimbingan teknis, fasilitasi kerjasama antar daerah, dan mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha. Beberapa substansi ini menjadi peluang bagi Pemerintah Kota Bogor untuk menyesuaikan kebijakan dengan

7 58 arahan pemerintah pusat, agar pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL dapat berhasil secara optimal. 2. Perkembangan Wisata Kota Bogor Beragamnya pengembangan ekonomi kreatif di Kota Bogor turut andil dalam perkembangan wisata Kota Bogor. Walaupun memiliki destinasi wisata yang relatif lebih sedikit dibanding Kabupaten Bogor, peningkatan jumlah wisatawan didukung oleh kelengkapan sarana prasarana, aksesibilitas, akomodasi, dan keragaman kuliner Bogor. Data dinas kebudayaan dan pariwisata, pada tahun 2013 jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Bogor sebanyak orang, yang terdiri dari wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Jumlah wisatawan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menjadi peluang bagi perkembangan PKL yang terbina dengan konsep penjualan komoditi khas Bogor. Sebagai contoh yang dapat diajadikan referensi adalah aktivitas PKL di China Town Singapura. Aktivitas PKL diwadahi dalam satu area ruang berjualan yang tertata dengan koridor pejalan kaki yang nyaman. Aglomerasi PKL seperti ini memungkinkan setiap wisatawan mengunjungi area berjualan PKL dengan nyaman dan menjadi salah satu daya tarik wisata kota. 3. Masih terdapat potensi lokasi milik swasta untuk di beli sebagai alternatif relokasi bagi PKL di dalam Kota Bogor Untuk penyediaan ruang usaha yang layak untuk PKL disekitar Bogor tengah, termasuk didalamnya PKL jalan Dewi Sartika, selain terdapat aset Pemerintah yaitu Plaza Kapten Muslihat, juga terdapat bangunan milik swasta yaitu gedung Muria Plaza. Gedung 5 lantai ini, saat ini terbengkalai tidak digunakan. Posisinya yang berada di kawasan stasiun Kereta Api (depan pintu masuk stasiun di Jalan Mayor Oking), menjadikan posisinya sangat strategis. Dengan luas keseluruhan 6000 meter persegi, lokasi ini akan dapat menampung PKL yang saat ini berada di Jalan Dewi Sartika, Mayor Oking, Paledang, dan Jembatan Merah. Berdasarkan informasi yang didapat, bahwa pemilik gedung akan menjual dengan harga 65 Milyar rupiah. Peluang investasi ini menjadi strategis karena lokasi berada di tengah kota dan berdekatan dengan pusat kegiatan seperti Stasiun, pasar, dan perdagangan jasa. Pemilihan lokasi alternatif bagi PKL yang diletakkan jauh dari pusat kegiatan, sudah secara nyata mengalami kegagalan. Alokasi ruang untuk PKL di Pasar Teknik Umum Kemang yang berlokasi di Cibadak, saat ini lapak-lapaknya dalam keadaan kosong. Demikian juga lokasi alternatif di Pasar Yasmin, yang saat ini tidak terisi sepenuhnya. 4. Kondisi keamanan yang terjamin Kota Bogor menjadi salah satu kota dengan kondisi keamanan yang baik. Tidak pernah ada kerusuhan atau perusakan yang bersifat masif. Nilai-nilai dan budaya saling menghormati dan kebersamaan antar warga terjalin baik. Beberapa even kultural sudah menjadi agenda warga kota, seperti perayaan Cap Go Meh dan Maulid nabi di habib Empang, sehingga memperlihatkan kerukunan warga. Sama halnya dengan proses-proses penataan PKL di Kota Bogor. Sangat jarang diwarnai oleh bentrok fisik yang besar, seperti terjadi di Kota-kota lain. Sebagai contoh terakhir adalah penataan PKL di Jalan MA Salmun yang

8 59 dilakukan 3 Agustus 2014, dengan tema Bogor Bebersih. Dengan gerakan bersama, maka pengananan PKL berjalan secara aman dan kondusif. 5. Keterlibatan Swasta, Akademisi, dan Masyarakat Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, penataan PKL seakan menjadi tanggung jawab Pemerintah saja. Ruang keterlibatan swasta, akademisi, dan masyarakat hampir tidak terlihat, padahal peluang tersebut sangat terbuka lebar. Gerakan Bogor Bebersih dan Jum at bersih mencerminkan bahwa keterlibatan masyarakat, swasta dan akademisi dalam penataan PKL bisa dilakukan secara bersama. Masing-masing berperan sesuai dengan potensi yang ada pada lembaga atau perorangan. Dalam bogor bebersih dalam penataan PKL Jalan MA Salmun, peneliti bertemu dengan berbagai elemen masyarakat seperti Paguyuban Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Bogor Tengah, Koalisi Pejalan Kaki Bogor (KPKb), Bogor Sahabat, unsur Kodim, Polres, OPD, ormas Merah Putih, KNPI, dan sebagainya. Ini menunjukkan potensi yang dapat dijalin secara simultan dari seluruh pemangku kepentingan untuk penataan PKL di lokasi lainnya. Ancaman 1. Meningkatnya Pertumbuhan Angka Pengangguran Penataan PKL yang hanya berorientasi pada penertiban atau penggusuran tanpa memperhatikan kesempatan berusaha bagi PKL akan berdampak pada roda ekonomi kota secara langsung. Angka PKL Kota Bogor pada 2012 mencapai sekitar PKL, dengan tersebar di 51 titik (Kantor Koperasi dan UMKM, 2013). Apabila pendekatan penertiban yang dikedepankan tanpa memberi ruang usaha, maka akan berdampak pada kehilangan pekerjaan sekitar orang. Hal ini memberi peningkatan pada angka pengangguran yang tahun 2012 di Kota Bogor sudah mencapai 9,33% (Bogor Dalam Angka, BPS 2013). 2. Menurunnya Estetika Tata Ruang Kota (Kekumuhan) Keberadaan PKL yang menempati ruang-ruang publik, trotoar dan badan jalan, apabila tidak diberikan perhatian untuk penataan maka akan berdampak pada menurunnya estetika kota yaitu berupa kekumuhan. PKL yang menempati Jalan Dewi Sartika, mayoritas menggunakan saluran, trotoar dan badan jalan untuk berjualan. Kondisi ini diperparah dengan bentuk-bentuk lapak yang kurang bersih dan tidak beraturan. Bangunan semi permanen yang ada saat ini terdiri dari bahan triplek dengan penghubung antar lapak berupa terpal plastik. Kondisi ini sangat mencolok mata karena berada di tengah kota dan diantara pusat kegiatan perdagangan jasa dan stasiun Kereta Api. 3. Menambah titik Kemacetan Lalu Lintas Berdasarkan data DLLAJ Kota Bogor 2014, terdapat 14 titik kemacetan. Penggunaan fasilitas jalan oleh PKL secara nyata memberikan kontribusi pada penambahan titik kemacetan lalu lintas. Hambatan samping yang ditimbulkan oleh aktivitas berjualan PKL membuat tahanan pada laju arus kendaraan. Hal ini diperparah dengan tidak disiplinnya sopir angkot yang mencari dan menurunkan penumpang di lokasi tersebut. Di Jalan Dewi Sartika menjadi salah satu titik

9 60 kemacetan terutama dipertigaan Masjid Agung Bogor. Berbaurnya aktivitas PKL dengan mobilitas angkot dan becak menjadi akar utama masalah.. 4. Munculnya oknum/premanisme dalam Sistem PKL Sistem pasar telah melahirkan aktor-aktor yang berada didalamnya. Berdasarkan amatan peneliti dan wawancara dengan PKL di Jalan Dewi Sartika, terdapat oknum yang menjadikan PKL sebagai ladang untuk mendapat keuntungan. Dengan dalih uang keamanan, setiap PKL harus memberikan pungutan liar antara sebesar rupiah sampai dengan rupiah. Hal ini memberikan gambaran bahwa dalam sistem PKL yang tidak tertata, akan memunculkan oknum/premanisme. 5. Hilangnya Potensi Pendapatan Daerah Saat ini, PKL di Kota Bogor tidak dipungut retribusi oleh Pemerintah Kota. Hasil wawancara dengan koordinator Paguyuban PKL Jalan Dewi Sartika, bahwa apabila mereka difasilitasi sarana berdagang maka mereka bersedia dan sanggup membayar retribusi sebesar 5000 rupiah per hari. Jumlah PKL yang terdata di Jalan Dewi Sartika sebanyak 323 PKL. Jika potensi tersebut dijadikan masukan bagi Kas Daerah, maka akan terkumpul dana sebesar , rupiah dalam sebulan dan , dalam setahun. Jika potensi ini dilihat secara lebih besar lagi dengan angka total jumlah PKL di Kota Bogor, yang kurang lebih sebanyak PKL maka potensi retribusi yang akan didapat sebesar , rupiah. Jumlah besar ini akan dapat digunakan sebagai bagian dari penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Bogor. Anggaran PKL dikembalikan untuk penataan dan pemberdayaan PKL. Analisis SWOT Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor strategis yang mempengaruhi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor digunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) untuk faktor internal dan matriks External Factor Evaluation (EFE) untuk faktor eksternal. Tujuan menggunakan matriks IFE dan matriks EFE ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor strategis internal dan eksternal terhadap keberhasilan penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor. Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor- faktor strategis internal yang mempengaruhi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika setelah diperoleh dari pengumpulan data kuisioner tujuh orang responden untuk penelitian bobot dan rating maka diperoleh hasil perhitungannya pada Tabel 21 Faktor-faktor strategis yang mempengaruhi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika berdasarkan hasil perhitungan bobot dan rating, diketahui bahwa faktor internal yang strategis adalah penataan PKL masuk dalam rencana prioritas pembangunan (RPJMD) dengan nilai sebesar 0.44 dan terdapat Peraturan Daerah tentang penataan PKL dengan nilai Faktor ini mempunyai peringkat sebesar 4 yang berarti faktor tersebut merupakan kekuatan utama dibandingkan dengan faktor lain yang dimiliki bagi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika.

10 61 Selain mengidentifikasi kekuatan internal, matriks IFE juga menunjukkan berbagai kelemahan dalam strategi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika. Faktor internal yang memiliki nilai kelemahan terbesar adalah lemahnya penegakan hukum dan koordinasi lintas OPD yang masih belum maksimal, yang memiliki nilai sebesar Hal ini menunjukkan bahwa dalam penataan PKL di Kota Bogor harus memperkuat faktor penegakan hukum dan penguataan koordinasi kelembagaan di Pemerintah Kota Bogor yang terkait dalam penataan PKL. No Tabel 21 Matrik hasil perhitungan internal factor evaluation Faktor Strategis KEKUATAN : 1 Penataan PKL menjadi Prioritas pembangunan Kota (RPJMD) Bobot 0,11 5 Memiliki Lokasi Pasar dan Aset Lahan di tengah Kota 0,10 3 0,30 JUMLAH 0,52 1,98 KELEMAHAN: 6 Lemahnya Penegakan Hukum 0,10 2 0,20 7 Koordinatasi lintas OPD masih belum maksimal 0,10 2 0,20 8 Efektivitas Penggunaan Anggaran 0,10 1 0,10 9 Data Dasar PKL Penataan PKL dan Perencanaan 0,09 1 0,09 10 Kurangnya kerjasama dengan swasta, akademisi dan masyarakat 0,09 1 0,09 JUMLAH 0,48 0,68 TOTAL 1,00 2,66 Sumber : Hasil pengolahan data (2014) Eksternal Factor Evaluation (EFE) Rating Bobot x Rating Faktor- faktor strategis eksternal yang mempengaruhi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika diperoleh hasil perhitungannya pada Tabel 22. Berdasarkan hasil identifikasi faktor strategis eksternal yang mempengaruhi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika yang terdiri dari peluang dan ancaman, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi faktor eksternal menggunakan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation). Bobot yang diperoleh menentukan tingkat 4 0,44 2 Terdapat Peraturan Daerah tentang PKL 0,11 4 0,44 3 Alokasi Anggaran Untuk Penataan PKL 0,10 4 0,40 4 Terdapat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Menangani PKL 0,10 4 0,40

11 62 kepentingan relatif satu faktor eksternal terhadap faktor eksternal lainnya yang berpengaruh pada penataan PKL di Jalan Dewi Sartika. Berdasarkan analisis EFE diketahui bahwa faktor-faktor kunci eksternal yang memberikan peluang terbesar dalam penataan PKL di Jalan Dewi sartika adalah adanya keterlibatan swasta, akademisi, dan masyarakat dalam proses penataan PKL. Peluang ini mendorong seluruh pemangku kepentingan di Kota Bogor terlibat dalam agenda kota yaitu penataan PKL. Nilai skor terbesar yang dimiliki faktor kunci eksternal ini yaitu sebesar 0,33 dengan bobot 0,11 dan rating sebesar 3. Tabel 22 Matrik hasil perhitungan eksternal factor evaluation No Faktor Strategis Bobot Rating PELUANG : 1 Kebijakan Pusat yang mendorong penataan dan pemberdayaan PKL 2 Perkembangan Wisata Kota Bogor 3 Bobot x Rating 0,10 3 0,3 0,10 3 0,30 Masih terdapat potensi lokasi milik swasta untuk di beli sebagai alternatif relokasi bagi PKL di dalam Kota 0,10 3 0,30 Bogor 4 Kondisi keamanan yang terjamin 0,10 3 0,30 5 Keterlibatan Swasta, Akademisi, dan Masyarakat 0,11 3 0,33 JUMLAH 0,51 1,53 ANCAMAN: 6 Meningkatnya Pertumbuhan Angka Pengangguran 0,10 3 0,30 7 Menurunnya Estetika Tata Ruang Kota (Kekumuhan) 0,10 3 0,30 8 Menambah titik Kemacetan Lalu Lintas 0,10 3 0,30 9 Munculnya oknum/premanisme dalam Sistem PKL 0,09 3 0,27 10 Hilangnya Potensi Pendapatan Daerah 0,10 3 0,30 JUMLAH 0,49 1,47 TOTAL 1,00 3,00 Sumber : Hasil pengolahan data (2014) Faktor eksternal yang memberikan ancaman terbesar bagi penataan PKL di Jalan Dewi sartika adalah menurunnya estetika tata ruang kota, menambah titik kemacetan, dan hilangnya potensi PAD yang ditunjukkan dengan bobot 0,10 dan rating 3 sehingga skornya menjadi Hal ini menunjukkan bahwa dalam penataan PKL harus memperhatikan aspek esetetika kota, jumlah pengangguran, dan PAD Kota Bogor.

12 63 Matriks SWOT Formulasi alternatif strategi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor di peroleh dengan pendekatan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan langkah selanjutnya setelah dilakukan analisis IFE dan EFE, yakni dengan mencocokkan faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan dengan faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman untuk mendapat alternatif strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T dalam penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor. Matriks SWOT tersebut digambarkan pada Tabel 23. Berdasarkan hasil analisis SWOT, diperoleh 4 (empat) alternatif strategi yang dapat digunakan dalam penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor. 1. Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang dalam penataan PKL. Alternatif strategi yang dihasilkan yaitu perlu dilakukan Meninjau ulang (review) Kebijakan PKL di Kota Bogor. Meninjau ulang atau review kebijakan PKL dimaksudkan dengan menelaah kembali substansi yang terdapat dalam Perda 13 tahun 2005 tentang Penataan PKL. Tinjau ulang ini dikarenakan beberapa hal yang diatur dalam Perda tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi lapangan dan belum terpadu dengan Perpres 125 tahun 2012 dan Permendagri 41 tahun 2012 tentang Pedoman Penataan PKL. Kebijakan yang akan menjadi payung hukum dan pedoman perencanaan dan pelaksanaan penataan PKL di Kota Bogor. 2. Strategi S-T adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman yang ada dalam penataan PKL di Jalan Dewi Sartika. Kombinasi kekuatan dan ancaman itu menghasilkan alternatif strategi memfasilitasi Ruang Usaha dan Rasa Aman Berusaha. Pendekatan represif tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan PKL, tetapi justru akan menimbulkan masalah baru berupa hilangnya potensi ekonomi. Langkah persuasif perlu diambil untuk penyelesaian masalah yang lebih komprehensif. Penyediaan ruang usaha bagi PKL dapat menjadi salah satu solusi dalam penataan PKL. Contoh Kota Solo dan Jakarta dapat dijadikan rujukan dalam penyediaan ruang usaha bagi PKL. Selain mendapatkan ruang usaha yang baik, penyediaan ruang tersebut akan mendatangkan rasa aman berusaha bagi PKL, yang akan berdampak pada peningkatan produktivitas PKL dalam berusaha. Penempatan ruang usaha dan rasa aman berpengaruh juga pada kenyamanan dan menjadi daya tarik bagi masyarakat dan pembeli. 3. Strategi W-O adalah strategi yang mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada dalam penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor. Strategi tersebut menghasilkan alternatif strategi meningkatkan kemitraan pemerintah dengan PKL. Pelaksanaan penataan PKL yang diangap hanya sebagai tugas pemerintah saja, terbukti tidak cukup optimal untuk menyelesaikannya. Sebaliknya, kolaborasi atau kemitraan antara pemerintah dan PKL serta masyarakat memberikan hasil baik bagi penataan PKL. Dialog antar pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dengan PKL sebagai pelaku sangat penting. Joko Widodo ketika menjadi Walikota Solo sampai harus berdialog 56 kali dengan PKL, hingga akhirnya dapat bersepakat tentang penataan. Prosesi kirab budaya kepindahan atau

13 64 relokasi PKL di Solo pada saat itu, menjadi catatan bukti keberhasilan bahwa kemitraan Pemerintah dan PKL akan membuahkan hasil penataan yang optimal. Faktor Eksernal Faktor Internal Peluang (O) 1. Kebijakan Pusat yang mendorong penataan dan pemberdayaan PKL 2. Perkembangan Wisata Kota Bogor 3. Masih terdapat potensi lokasi milik swasta untuk di beli sebagai alternatif relokasi bagi PKL di dalam Kota Bogor 4. Kondisi keamanan yang terjamin 5. Keterlibatan Swasta, Akademisi, dan Masyarakat Ancaman (T) 1. Meningkatnya Pertumbuhan Angka Pengangguran 2. Menurunnya Estetika Tata Ruang Kota 3. Menambah titik Kemacetan Lalu Lintas 4. Munculnya oknum/premanisme dalam Sistem PKL 5. Hilangnya Potensi Pendapatan Daerah Tabel 23 Matrik SWOT Kekuatan (S) 1. Penataan PKL menjadi Prioritas Pembangunan Kota (RPJMD) 2. Terdapat Peraturan Daerah tentang PKL 3. Alokasi Anggaran Untuk Penataan PKL 4. Terdapat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Menangani PKL 5. Memiliki Lokasi Pasar dan Aset Lahan di tengah Kota Strategi S-O Meninjau Ulang Kebijakan Tentang PKL di Kota Bogor (S1, S2, S4, S4, O1, O5) Strategi S-T Memfasilitasi Ruang Usaha dan Rasa Aman Berusaha (S1, S3, S5, T1, T2, T4) Kelemahan (W) 1. Lemahnya Penegakan Hukum 2. Koordinatasi lintas OPD masih belum maksimal 3. Efektivitas Penggunaan Anggaran 4. Data Dasar PKL dan Perencanaan Penataan PKL 5. Kurangnya kerjasama Pemerintah Kota Bogor dengan swasta, akademisi dan masyarakat Strategi W-O Meningkatkan Kemitraan Pemerintah dengan PKL ( W1, W2, W4, O1, O2) Strategi W-T Mengoptimalkan Sarana Prasarana Kota (W2, W3, W4, T2,T3)

14 65 4. Strategi W-T adalah strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat bertahan dan ditujukan untuk meminimalisasi kelemahan yang ada serta menghindari ancaman dalam penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor. Berdasarkan analisis strategi alternatif yang dapat di lakukan adalah mengoptimalkan sarana prasana kota sesuai peruntukkannya. Strategi defensif atau bertahan pada penataan PKL yaitu dengan optimalisasi sarana prasarana kota yang tersedia sesuai peruntukkannya. Tentunya strategi ini merupakan strategi jangka pendek agar kondisi penataan PKL tidak lebih parah dan perlu tetap dicarikan solusi jangka panjang yang akan berdampak luas terhadap pembangunan kota. Analitical Hierarchy Process (AHP) Perumusan strategi penataan PKL di Kota Bogor melalui kasus penataan PKL di Jalan Dewi Sartika memerlukan arah dan fokus strategi agar tahapan-tahapan penatan dapat berjalan secara konsisten dan berkesinambungan. Hingga saat ini Pemerintah Kota Bogor belum secara konsisten melaksanakan program dan kegiatan yang berhubungan dengan penataan PKL. Dalam penelitian ini, perumusan strategi prioritas dalam penataan PKL menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan melibatkan unsur Faktor, Aktor, Tujuan, dan Alternatif Strategi. Faktor Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mendukung proses penataan PKL di Jalan Dewi Sartika meliputi faktor kebijakan pemerintah Kota Bogor, Sosial ekonomi, estetika, dan ketertiban umum. Hasil perhitungan AHP dengan metode expert choice bahwa faktor yang paling berpengaruh menurut responden dalam penataan PKL adalah kebijakan pemerintah terhadap penataan PKL (0.474). faktor penting lainnya secara berurutan adalah faktor sosial ekonomi (0.208), faktor ketertiban umum (0.181), dan faktor estetika kota (0.136). Kebijakan pemerintah dalam penataan menjadi pedoman dan payung hukum dalam tahapan pelaksanaan penataan PKL. Dalam koridor perencanaan pembangunan, maka penataan PKL harus masuk dalam RPJMD Kota Bogor. Jika merujuk pada rancangan RPJMD Kota Bogor, Program penataan PKL telah masuk kedalam urusan UMKM. Bahkan menjadi salah satu dari enam prioritas pembangunan. Ini menjadi faktor yang mendukung bagi penataan PKL. Selain itu, keberadaan Perda tentang PKL menjadi payung hukum dalam pembinaan dan penataan PKL di Kota Bogor.

15 66 Gambar 6 Hasil perhitungan AHP pada aspek faktor Aktor Aktor dalam penataan PKL ditentukan oleh tiga pihak, yaitu Pemerintah, PKL, dan Masyarakat. Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dalam proses kebijakan dan pelaksanaan penataan PKL. PKL sebagai pelaku penting dari proses penataan dan pemberdayaan. Sementara masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan yang berinteraksi dan terkena dampak dari keberadaan PKL di Kota Bogor. Dari hasil perhitungan AHP, bobot keterlibatan pemerintah, PKL dan masyarakat cukup berbeda. Pemerintah dianggap memiliki peranan yang sangat penting bagi penataan PKL (0.438), diikuti Masyarakat (0.416), dan PKL (0.146) Gambar 7 Hasil perhitungan pada aspek aktor Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan pemerintah menjadi sangat penting untuk proses penataan PKL di Kota Bogor, hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan dalam menata kota untuk sektor informal yang terorganisir (Winarso, 2008). Peran penting ini harus diiringi dengan konsistensi dalam pelaksanaan perencanaan penataan PKL dan juga komitmen untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam penataan PKL di Kota Bogor. Tujuan Tujuan yang menjadi arahan dalam penataan PKL dalam penelitian ini antara lain meliputi peningkatan penegakan peraturan, peningkatan kesempatan berusaha dan kesejahteraan, dan pengendalian tata ruang kota. Dari hasil perhitungan AHP, responden memilih peningkatan penegakan peraturan menjadi sangat penting untuk proses penataan PKL di Kota Bogor (0.503), kemudian diikuti oleh tujuan

16 67 pengendalian ruang (0.257) dan peningkatan kesempatan berusaha dan kesejehateraan (0.240). Gambar 8 hasil perhitungan AHP pada aspek tujuan Penelitian mengungkapkan bahwa konsistensi pelaksanaan peraturan daerah dalam penataan PKL menjadi harapan besar. Keberadaan Perda nomor 13 tahun 2005, belum sepenuhnya ditegakkan. Hal ini karena masih banyak lokasi PKL yang tidak tertata, salah satunya adalah di Jalan Dewi Sartika. Penegakkan peraturan terutama pada aspek pengawasan dan pengendalian di lokasi-lokasi PKL. Kondisi ini sejalan dengan pendapat penelitian PKL yang menyatakan bahwa lemahnya penegakkan Perda akan berdampak pada semakin menjamurnya PKL di Kota Bogor (Rakhmawati, 2007 dan Ruhyana, 2010). Alternatif Strategi Strategi adalah suatu cara yang dijalankan secara cermat untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Beberapa strategi yang dirumuskan melalui analisa SWOT, dipertanyakan kembali kepada responden untuk mendapatkan hasil srategi prioritas dalam penataan PKL di Kota Bogor. Alternatif strategi tersebut meliputi meninjau ulang substansi kebijakan penataan PKL agar lebih dapat dilaksanakan, meningkatkan kemitraan Pemerintah dengan PKL dan pemangku kepentingan lainnya, memfaslitasi ruang usaha dan rasa aman berusaha, serta mengoptimalkan sarana prasarana kota. Berdasarkan hasil perhitungan AHP dengan menggunakan expert choice, didapatkan hasil bahwa strategi meninjau ulang (review) terhadap kebijakan penataan PKL memiliki nilai tertinggi (0.350), selanjutnya diikuti oleh strategi meningkatkan kemitraan Pemerintah dengan PKL dan pemangku kepentingan lainnya (0.267), memfaslitasi ruang usaha dan rasa aman berusaha (0.218), serta mengoptimalkan sarana prasarana kota (0.165). Gambar 9 Hasil perhitungan AHP pada aspek alternatif Strategi

17 68 Strategi meninjau ulang (review) terhadap kebijakan penataan penataan PKL, secara substansi harus memiliki pendekatan dan proses yang lebih baik dalam penataan PKL di Kota Bogor. Substansi kebijakan harus mengatur hal-hal penting yang belum ada dalam kebijakan sebelumnya seperti pendataan secara periodik dengan sistem data base yang valid, mekanisme perencanaan yang merujuk pada asas SMART (Spesifik, Measurable, Realistic, and timebound), alokasi ruang yang tepat, dan pola pemberdayaan PKL yang baik. Pada tahap analisis dilakukan juga analisis sensitivitas terhadap pilihan alternatif kebijakan. Hasil analisis sensitivitas ditunjukkan pada gambar Gambar 10 Dinamik untuk analisis sensitivitas Berdasarkan gambaran diatas, struktur hiraraki AHP untuk penataan PKL di Kota Bogor dalam kasus Jalan Dewi Sartika tersaji dalam gambar Fokus Strategi Penataan PKL di Kota Bogor Faktor Kebijakan Pemerintah (0.474) Sosial Ekonomi (0.208) Estetika Kota (0.136) Ketertiban Umum (0.181) Aktor Pemerintah (0.438) PKL (0.146) Masyarakat (0.416) Tujuan Peningkatan Penegakan Peraturan (0.503) Peningkatan Kesempatan Berusaha & Kesejahteraan (0.240) Pengendalian Tata Ruang Kota (0.257) Alternatif Strategi Meninjau ulang Kebijakan tentang PKL (0.350) Meningkatkan Kemitraan Pemerintah dengan PKL (0.267) Memfasilitasi Ruang Usaha dan Rasa Aman Berusaha (0.218) Mengoptimalkan Sarana Prasarana Kota (0.165) Gambar 11 Struktur hirarki strategi penataan PKL di Kota Bogor

LAMPIRAN KUISIONER DATA UMUM PKL DI KOTA BOGOR

LAMPIRAN KUISIONER DATA UMUM PKL DI KOTA BOGOR 80 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner untuk KUISIONER DATA UMUM DI KOTA BOGOR A. IDENTIFIKASI RESPONDEN A.1. Nama Responden : A.2. Alamat : A.3. Jenis Kelamin : 1 Laki-laki 2 Perempuan A.4. Umur Bapak/Ibu :.Tahun

Lebih terperinci

6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL

6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL 69 6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL Rancangan Program Berdasarkan alternatif strategi yang didapat dari proses analisis AHP, maka diperlukan penjabaran dari strategi berupa program yang dapat menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Winarti, Jurnal Ilmiah. Danoe Iswanto, Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman ENCLOSUR E Volume 6 No. 2.

Winarti, Jurnal Ilmiah. Danoe Iswanto, Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman ENCLOSUR E Volume 6 No. 2. 33 5 Analisa Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Dari Perspektif Kebijakan Deliberatif 6 Tinjauan Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl), Aspek Pedestrian Area, Dan Parkir Di Kawasan Solo Grand Mall (SGM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB VII STRATEGI PENINGKATAN POSISI TAWAR PASAR TRADISIONAL TERHADAP PEDAGANG DI KOTA BOGOR

BAB VII STRATEGI PENINGKATAN POSISI TAWAR PASAR TRADISIONAL TERHADAP PEDAGANG DI KOTA BOGOR 88 BAB VII STRATEGI PENINGKATAN POSISI TAWAR PASAR TRADISIONAL TERHADAP PEDAGANG DI KOTA BOGOR 7.1 Analisis Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal ditujukan untuk mengidentifikasi faktorfaktor

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional menurut Kotler (2007) pasar merupakan tempat fisik dimana para pembeli dan penjual berkumpul untuk membeli dan menjual barang. Pasar dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alur konflik yang terjadi dalam proyek revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta. Penelitian ini juga ingin mengidentifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun sebuah dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2012-2017. RPJMD merupakan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Latar Belakang

Pendahuluan. Bab Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang sebagai salah satu pusat pertumbuhan di wilayah metropolitan Jabodetabek, yang berada di wilayah barat DKI Jakarta, telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. PEDOMAN TRANSISI Walaupun masa jabatan Walikota Lubuklinggau periode 2013 2018 akan berakhir pada bulan Pebruari 2018, namun pelaksanaan RPJMD Kota Lubuklinggau

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan BAB 6 PENUTUP A. Simpulan Kebijakan pengembangan kawasan industri merupakan kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Karawang dalam menciptakan pusat-pusat pertumbuah ekonomi daerah yang menyediakan lahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang berpotensi untuk dijadikan objek pariwisata. Perkembangan industri pariwisata Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 SALINAN BUPATI

Lebih terperinci

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada pejalan kaki, dan wawancara kepada dinas-dinas terkait, maka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi perlahan-lahan telah mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB III ISU-ISU STRATEGIS.

DAFTAR ISI BAB III ISU-ISU STRATEGIS. BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Landasan Hukum 1.4. Hubungan Hubungan Rencana Strategis (Renstra) Sekretariat Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya 1.5.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN I. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PASAR KOTA MADIUN Isu-isu strategis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 74 BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dikemukakan dalam bagian sebelumnya, studi ini menggunakan 9 (sembilan) responden yang terdiri dari pihak-pihak yang berkaitan langsung (stakeholders)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -100- BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. Arah Kebijakan Pendanaan Pembangunan Daerah Arah kebijakan pembangunan daerah diarahkan dengan memanfaatkan kemampuan keuangan daerah secara efektif, efesien,

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Misi adalah rumusan umum

Lebih terperinci

ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal

ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal VII. ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN 7.1. Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal 7.1.1. Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen Faktor Analisis

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 99 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal sebagai temuan studi yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengelola pembangunan di daerah tanpa adanya kendala struktural yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota dalam pengertian geografis merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian penduduknya bukan petani, di

Lebih terperinci

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah : PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA 12 HLM, LD Nomor 5 SERI D ABSTRAK : - bahwa

Lebih terperinci

B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum

B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum B. Identifikasi Kelemahan (Weakness). Sedangkan beberapa kelemahan yang ada saat ini diidentifikasikan sebagai berikut: Sektor air limbah belum menjadi prioritas. Belum ada strategi pengelolaan air limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung 1.1.1 Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung Sebagai daerah yang tengah mengembangkan pariwisatanya, Kabupaten Bandung dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian ini mengkaji dan menganalisis kegiatan usaha pedagang kaki lima dengan metode SWOT. Adapun fokus lokasi penelitian pada pedagang kaki lima jalan Kapten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang berkembang maju pesat

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang berkembang maju pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang berkembang maju pesat dalam pembangunan, dengan Kota Bandar Lampung sebagai ibukota provinsinya. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR

BAB VII ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR BAB VII ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BOGOR Dalam menganalisis kebijakan pengelolaan PKL di kota Bogor terdapat dua issu penting saling kontradiktif yang perlu dikaji yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh sebab itu manusia tersebut menyatu pada struktur masyarakat guna mencapai tujuan yang di cita-citakan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PKL muncul sebagai salah satu bentuk sektor informal perkotaan. Rachbini dan Hamid (1994) menyebutkan bahwa sektor informal secara struktural menyokong sektor formal.

Lebih terperinci

Indikator Konten Kuesioner

Indikator Konten Kuesioner Indikator Konten Kuesioner No Variabel Pertanyaan 1 Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 1. Bagaimana pendapat anda mengenai lokasi (positioning) kawasan jasa dan perdagangan di Jalan Pamulang Raya, Kecamatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang Kaki Lima dahulu dikenal dengan pedagang emperan jalan dan kemudian disebut pedagang kaki lima. Saat ini, istilah pedagang kaki lima digunakan untuk menyebut

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IV.1. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) TUGAS AKHIR Oleh : RINA NAZLA ULFAH L2D 098 461 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten Lamandau ada beberapa isu strategis yang krusial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDUNG DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDUNG DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDUNG DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 188.342/087-BAG.HUK HAM/2010 188.342/021-DPRD/2010 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH (PROLEGDA) TAHUN

Lebih terperinci

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BAPPEDA KABUPATEN LAHAT Sumber daya Bappeda Kabupaten Lahat

Lebih terperinci