ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal"

Transkripsi

1 VII. ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN 7.1. Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen Faktor Analisis posisi dan peran setiap peubah yang disusun dalam hirarki mengacu pada AHP, khususnya pada hasil pengolahan horizontal. Analisis pengolahan horizontal bertujuan untuk melihat prioritas suatu elemen terhadap tingkat yang persis berada pada satu tingkat di atas elemen tersebut. Hasil pengolahan horizontal ini dibagi ke dalam analisis pengolahan pada tingkat pertama yaitu elemen faktor yang ingin dicapai, tingkat kedua yaitu elemen aktor, tingkat ketiga yaitu elemen solusi yang ingin dicapai, dan tingkat keempat yaitu elemen alternatif strategi. Pengolahan pada tingkat pertama ini untuk melihat prioritas dari faktor yang ingin dicapai dalam melakukan kegiatan strategi solusi permasalahan kemacetan. Hasil pengolahan AHP secara terinci terdapat pada Tabel 14. Tabel 14. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan antar Elemen pada Tingkat Pertama Elemen faktor Bobot Prioritas Aspek Sosial Budaya 0,435 2 Aspek Ekonomi 0,487 1 Aspek Manajemen 0,078 3 Rasio Inkonsistensi 0,01 Sumber : Data Primer, 2011 Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa faktor aspek ekonomi menjadi prioritas yang dipertimbangkan dalam memilih alternatif kebijakan untuk mengatasi permasalahan kemacetan dengan nilai bobot 0,487. Aspek ekonomi merupakan roda pertumbuhan bagi suatu daerah termasuk daerah Kabupaten Sukabumi. Aspek ekonomi menjadi faktor spesifik dan menjadi aspek yang paling 65

2 dipertimbangkan oleh decision maker karena dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Kabupaten Sukabumi. Aspek ekonomi juga dapat menunjang perekonomian masyarakat. Aspek ekonomi pula lah yang menjadi penyebab utama kemacetan sehingga aspek ekonomi menjadi kriteria yang sangat penting dalam pemilihan alternatif kebijakan untuk mengurangi kemacetan. Faktor aspek sosial budaya menjadi prioritas kedua dengan nilai bobot 0,435. Dilihat dari aspek sosial budaya, keberadaan transportasi membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Pola perilaku masyarakat yang terarah dan berkesinambungan dalam berkendara menjadi aspek yang dipertimbangkan oleh decision maker karena aspek ini berhubungan dengan kepatuhan masyarakat saat berkendara terhadap aturan untuk tertib berlalu lintas. Faktor aspek manajemen menjadi prioritas ketiga dalam mengatasi permasalahan kemacetan dengan nilai bobot 0,078. Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Manajemen lalu lintas bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Aspek manajemen menjadi aspek yang dipertimbangkan oleh decision maker karena aspek ini berhubungan langsung dengan jalannya lalu lintas pada transportasi darat. Analisis horizontal antar elemen tingkat pertama ini memiliki rasio inkonsistesi sebesar 0,01. Ini berarti bahwa mutu informasi yang dikumpulkan dari empat responden dapat dipercaya dan diyakini. Jika rasio inkonsistensi lebih besar dari 0,1 maka mutu informasi perlu ditinjau kembali dan jawaban responden tidak cukup meyakinkan dan tidak dapat dipercaya. 66

3 Analisis Posisi Elemen Aktor terhadap Aktor dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan Analisis posisi setiap faktor terhadap aktor yang berperan dalam strategi solusi permasalahan kemacetan mengacu pada hasil pengolahan horizontal AHP. Hasil pengolahan pada tingkat kedua dapat ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horizontal antar Elemen pada Tingkat Kedua Aktor yang Mempengaruhi Elemen Aktor Satlantas Dinas Dinas Perusahaan Perhubungan Pekerjaan RI Umum Aspek Sosial 0,379 0,301 0,124 0,196 0,05 Budaya Aspek 0,250 0,250 0,250 0,250 0,00 Ekonomi Aspek Manajemen 0,312 0,280 0,280 0,127 0,01 Sumber : Data Primer, 2011 Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa aktor Satlantas dapat memenuhi ketiga kriteria faktor di atas terutama dalam hal aspek sosial budaya (0,379). Perilaku sosial dan budaya masyarakat saat berkendara berhubungan erat dengan peran Satlantas dalam mengatur ketertiban lalu lintas agar pengguna kendaraan bermotor tetap berada pada aturan yang berlaku. Aspek manajemen menjadi prioritas kedua dengan bobot 0,312. Satlantas merupakan aktor yang berperan langsung dalam manajemen lalu lintas yang bertugas mengatur jalannya lalu lintas di lapangan. Manajemen yang baik dan tertib membuat kesadaran masyarakat untuk tertib dalam berkendara. Aspek ekonomi menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0,250. Semua aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat tidak luput dari peran Satlantas dalam mengatur jalannya mobilitas pelaku ekonomi dalam mendistribusikan barang dan jasa. Semua peubah yang dianalisis secara AHP dengan pengolahan 67

4 horizontal memiliki tingkat kepercayaan yang baik karena memiliki rasio inkonsistensi (rasio inkonsistensi berada di bawah 0,10) Posisi dan Kekuatan Elemen Solusi terhadap Solusi Permasalahan Kemacetan Analisis terhadap posisi dan kekuatan permasalahan kemacetan dilakukan dengan AHP. Analisis ini dilakukan lebih dalam lagi untuk mengetahui prioritas dari solusi yang ingin dicapai di dalam alternatif strategi mencari solusi permasalahan kemacetan di sepanjang Jalan Cicurug-Parungkuda. Hasil pengolahan pada tingkat ketiga dapat ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horizontal antar Elemen pada Tingkat Ketiga Elemen Solusi Efisien Waktu Solusi yang Ingin Dicapai Peningkatan Peningkatan Penghasilan jumlah wisata Satlantas 0,472 0,444 0,084 0,00 Dinas Perhubungan 0,466 0,433 0,100 0,01 Dinas Pekerjaan Umum 0,481 0,405 0,114 0,03 Perusahaan 0,487 0,435 0,078 0,01 Sumber : Data Primer, 2011 Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa solusi efisien waktu merupakan prioritas utama untuk semua aktor terutama untuk aktor terutama aktor perusahaan dengan bobot nilai 0,487. Perusahaan berperan untuk mengatur distribusi barang, jasa, serta tenaga kerja. Apabila perusahaan dapat melaksanakan perannya dengan baik maka kemacetan dapat berkurang sehingga solusi efisien waktu dapat dicapai. Dinas Pekerjaan Umum menjadi aktor prioritas kedua terhadap solusi efisien waktu dengan nilai bobot 0,481. Dinas Pekerjaan Umum berperan sebagai pemelihara prasarana seperti jalan raya dan aksesorisnya seperti trotoar dan saluran air. Apabila jalan raya sepanjang Cicurug-Parungkuda tergolong pada RI 68

5 kualitas baik, maka kemacetan dapat berkurang sehingga solusi efisien waktu dapat dicapai. Satlantas menjadi prioritas ketiga dalam solusi efisien waktu dengan nilai bobot 0,472. Satlantas berperan sebagai pengatur jalannya lalu lintas serta mengatur seluruh jenis kendaraan baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Satlantas berperan penting untuk mengurangi kemacetan sehingga dapat mengefisienkan waktu. Dinas Perhubungan menjadi prioritas terakhir dengan nilai bobot 0,466. Dinas perhubungan berperan dalam mengatur banyaknya trayek mobil angkutan umum serta trayek mobil barang. Apabila trayek kendaraan tersebut dapat dioptimalkan menurut fungsi dan kegunaannya, maka kemacetan dapat berkurang sehingga pengguna kendaraan bermotor dapat lebih mengefisienkan waktunya. Semua peubah yang dianalisis secara AHP dengan pengolahan horizontal memiliki tingkat kepercayaan yang baik karena memiliki rasio inkonsistensi 0,00-0,03 (rasio inkonsistensi berada di bawah 0,10) Posisi Elemen Strategi terhadap Strategi dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan Strategi permasalahan kemacetan juga dilakukan mengacu pada analisis AHP. Analisis ini dilakukan lebih dalam lagi untuk mengetahui prioritas dari alternatif strategi untuk mengatasi permasalahan kemacetan di sepanjang Jalan Cicurug-Parungkuda. Hasil ini menunjukkan alternatif yang paling diprioritaskan dari yang pertama sampai prioritas yang terakhir. Hasil pengolahan horizontal antar elemen pada tingkat keempat disajikan pada Tabel

6 Tabel 17. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horizontal antar Elemen pada Tingkat Keempat Elemen Strategi Alternatif Strategi yang Mempengaruhi A B C D E F RI Efisien Waktu 0,623 0,026 0,087 0,087 0,089 0,087 0,05 Peningkatan 0,211 0,035 0,189 0,189 0,189 0,189 0,01 Penghasilan Peningkatan jumlah kunjungan wisata 0,564 0,030 0,141 0,088 0,088 0,088 0,06 Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan : A. Pengoptimalan jalur alternatif B. Pembatasan jumlah kendaraan C. Menambah jaringan jalan dan pembuatan jalan-jalan layang D. Perbaikan kualitas dan kuantitas jalan E. Pengaturan jadwal keluar masuk mobil container perusahaan F. Pengaturan jadwal keluar masuk buruh-buruh pabrik industri Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa ketiga elemen strategi memberikan prioritas pertama pada alternatif A yaitu pengoptimalan jalur alternatif terutama solusi efisien waktu dengan bobot 0,623. Kendaraan pribadi yang tidak memiliki trayek dapat melewati jalan alternatif tersebut sehingga kemacetan pun dapat menurun. Adanya jalur alternatif membuat pengendara dapat lebih mengefisienkan waktunya dibanding dengan melewati jalur arteri. Pengoptimalan jalur alternatif memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatasi permasalahan kemacetan karena strategi ini sudah berjalan, hanya saja masih terkendala oleh prasarana yang belum memadai. Oleh karena itu, pengoptimalan jalur alternatif dengan perbaikan dan penyediaan prasarana yang memadai dinilai mampu mengurangi kemacetan di sepanjang jalan Cicurug- Parungkuda. Pembatasan jumlah kendaraan menjadi prioritas terakhir dari ketiga elemen tersebut. Pembatasan jumlah kendaraan umumnya melihat usia kendaraan dan pembatasan jumlah serta trayek angkutan umum. Bila pembatasan jumlah kendaraan dapat dilakukan, maka kemacetan di sepanjang jalan Cicurug- 70

7 Parungkuda dapat menurun. Semua peubah yang dianalisis secara AHP dengan pengolahan horizontal memiliki tingkat kepercayaan yang baik karena memiliki rasio inkonsistensi 0,01-0,06 (rasio inkonsistensi berada dibawah 0,10) Analisis Hasil Pengolahan Vertikal Strategi dalam Mencari Strategi Permasalahan Kemacetan Selain analisis elemen peubah dan elemen pendukungnya dilakukan pengolahan AHP secara horizontal, maka dilakukan pula pengolahan secara vertikal. Pengolahan secara vertikal digunakan untuk menyusun dan melihat prioritas menyeluruh setiap elemen pada tingkat tertentu terhadap sasaran utama hirarki. Hasil pengolahan vertikal pada elemen tingkat satu memberikan hasil yaitu menitikberatkan pada aspek ekonomi dengan bobot nilai sebesar 0,487. Aspek ekonomi yang terjadi di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sukabumi bagian utara dijadikan sebagai daerah industri sehingga daerah Cicurug-Parungkuda menjadi lokasi yang strategis untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan industri. Distribusi barang, jasa dan tenaga kerja merupakan contoh dari bentuk aktivitas ekonomi yang terjadi di kawasan tersebut. Aktivitas ekonomi tersebut mempunyai andil yang sangat besar terhadap kemacetan. Oleh karena itu, aspek ekonomi menjadi prioritas utama dalam mencari kebijakan dalam mengatasi permasalahan kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda. Hasil pengolahan elemen pada tingkat dua yaitu elemen aktor. Aktor yang paling berpengaruh dalam upaya mengatasi permasalahan kemacetan memprioritaskan pada aktor Satlantas dengan nilai bobot sebesar 0,310. Satlantas berperan penting terhadap jalannya perlalulintasan. Satlantas berfungsi untuk 71

8 menegakkan perambu-rambuan serta mengatur semua jenis kendaraan secara langsung di jalan raya baik itu kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Oleh karena itu, Satlantas menjadi aktor prioritas utama dalam mengatasi permasalahan kemacetan. Pengolahan elemen pada tingkat ketiga yaitu untuk mengetahui solusi yang ingin dicapai. Solusi yang menjadi prioritas pertama yaitu efisien waktu dengan nilai bobot sebesar 0,474. Efisien waktu menjadi solusi paling diprioritaskan karena bila kemacetan dapat dikurangi, maka pengguna jalan baik pengguna kendaraan bermotor maupun penumpang dapat menggunakan waktunya untuk kegiatan yang lebih bermanfaat dibanding bila harus terjebak dalam kemacetan. Pengolahan elemen pada tingkat empat diperoleh alternatif strategi pengoptimalan jalur alternatif sangat diprioritaskan oleh para decision maker dalam upaya penurunan kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda dibanding dengan strategi lainnya dengan nilai bobot 0,337. Selama ini, pengoptimalan jalur alternatif telah dapat mengurangi kemacetan hanya saja masih terdapat kendala seperti infrastruktur yang masih belum memadai. Panjang jalan alternatif ini yaitu sekitar sepuluh kilometer dan lebar sekitar empat meter. Jalur alternatif ini mempunyai jarak yang lebih jauh dibanding dengan jalur arteri yang hanya sekitar enam kilometer. Jalur alternatif ini lebih dapat mengefisienkan waktu karena tidak akan terjadi penumpukkan kendaraan di sekitar jalur tersebut yang menyebabkan adanya kemacetan walaupun jaraknya lebih jauh. 72

9 Kondisi jalur alternatif Jalan Tenjoayu dengan pintu masuk Tenjoayu dan dua pintu keluar yakni Koramail dan Pondokaso Landeuh Parungkuda ini belum memadai. Kondisi jalan alternatif ini masih banyak yang rusak dan berlubang. Apabila hujan turun, lubang berubah menjadi kubangan air. Selain itu, jalur alternatif ini masih terkendala oleh minimnya Penerangan Jalan Umum (PJU). Kemampuan jalan hanya dapat dilintasi kendaraan minibus dan colt ini terdapat turunan yang curam dan lebar jalan yang sempit. Pengoptimalan jalur alternatif menjadi prioritas pertama dalam mengatasi permasalahan kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda karena jalur alternatif ini sudah berjalan dan hanya butuh perbaikan infrastruktur yang lebih memadai. Pengoptimalan jalur alternatif ini didukung pula oleh adanya rencana untuk pembangunan jalan tol yang akan terealisasi pada tahun Rencana pembangunan jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) diharapkan dapat mengurai kemacetan yang selama ini terjadi di daerah Cikereteg, Cigombong, Cicurug, Parungkuda, Cibadak, dan Cisaat. Jalan tol Bocimi dengan panjang 54 kilometer ini dibagi dalam empat tahap. Tahap pertama, jalur Ciawi-Cicurug dengan panjang 14,5 kilometer yang akan selesai pada tahun Tahap kedua yaitu jalur Cicurug-Cibadak dengan panjang 11,9 kilometer, ketiga yaitu jalur Cibadak-Sukabumi Barat dengan panjang 13,7 kilometer, dan keempat yaitu Sukabumi Barat dengan Sukabumi Timur. 9 Pengoptimalan jalur alternatif Tenjoayu yang selama ini telah ada diharapkan dapat bersinergi dengan salah satu pintu tol Bocimi sehingga perekonomian di daerah Cicurug-Parungkuda juga dapat berkembang seiring 9 Ahmad Riyadi. Kompas. 21 Desember Hal.21. Investor Jengkel, Sering Terjebak Macet 73

10 dengan penurunan tingkat kemacetan. Bagi masyarakat Cicurug, jalur alternatif Tenjoayu sudah digunakan untuk menghindari kemacetan yang disebabkan adanya pabrik-pabrik industri serta adanya pasar tradisional. Oleh sebab itu, adanya pembangunan jalan tol diharapkan dapat lebih mengoptimalkan jalur alternatif karena jalur alternatif Tenjoayu dapat bersinergi dengan salah satu pintu tol yang terdapat pada jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi. Pembuatan Fly over atau under pass menjadi prioritas kedua dengan nilai bobot 0,160. Pembuatan fly over atau underpass ini dapat mengurangi hambatan persimpangan yang selama ini menjadi penyebab adanya kemacetan karena walaupun membutuhkan dana yang sangat besar, pembuatan fly overs ini akan mengurangi kemacetan dalam jangka panjang. Pembuatan fly overs ini membutuhkan investasi besar di awal namun lebih ringan untuk perawatannya. Pengaturan jadwal keluar masuk mobil container serta buruh-buruh pabrik, dan pelebaran jalan menjadi prioritas ketiga dengan nilai bobot 0,157. Kendaraan operasional perusahaan seperti container diharapkan beroperasi pada malam hari karena pada saat itu volume kendaraan jauh lebih sedikit dibanding siang hari sehingga tidak mengganggu jalannya lalu lintas. Pengaturan jadwal keluar masuk mobil container perusahaan dijadikan alternatif ketiga karena pengaturan jadwal ini lebih mudah diaplikasikan dibanding dengan pengaturan buruh pabrik industri mengingat jumlah container lebih sedikit dibanding dengan jumlah tenaga kerja. Mobil container merupakan mobil barang sehingga pengawasannya masih di bawah pengawasan Dinas Perhubungan walaupun alternatif ini sudah menjadi bagian dari sektor swasta. 74

11 Pengaturan jadwal keluar masuk buruh-buruh pabrik industri menjadi prioritas keempat dengan nilai bobot yang sama yaitu 0,157. Perusahaan yang berdiri di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda menyerap banyak tenaga kerja yang artinya mobilitas tenaga kerja di sepanjang jalan tersebut sangat tinggi. Hampir semua masyarakat termasuk buruh pabrik beraktivitas pada peak hours untuk pergi ke tempat tujuannya seperti tempat kerja dan sekolah. Bila perusahaan menetapkan jadwal keluar masuk buruh pabrik industri tidak pada peak hours, maka kemacetan dapat menurun. Pelebaran jalan juga memiliki bobot yang sama yaitu 0,157. Pelebaran jalan dapat meningkatkan daya tampung jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor. Pelebaran jalan dijadikan prioritas kelima karena para decision maker pelebaran jalan ini memiliki banyak pertimbangan di samping membutuhkan dana yang besar. Pembatasan jumlah kendaraan menjadi prioritas terakhir dengan nilai bobot 0,032. Pembatasan jumlah kendaraan menjadi prioritas terakhir karena alternatif ini mendatangkan banyak efek samping. Apabila kendaraan umum dibatasi, maka tujuan ke arah transportasi publik tidak akan tercapai. Apabila jumlah kendaraan pribadi dibatasi maka perusahaan perakit mobil akan mengalami kerugian besar. Oleh karena itu, pembatasan kendaraan dijadikan alternatif terakhir oleh para decision maker dalam mengatasi permasalahan kemacetan. Aktor Satlantas berperan langsung untuk semua alternatif yang tersedia. Aktor Dinas Perhubungan berperan dalam upaya pembatasan jumlah kendaraan serta pengaturan jadwal keluar masuk mobil container mengingat Dinas 75

12 Perhubungan berperan dalam mengatur jumlah trayek kendaraan umum serta kendaraan-kendaraan barang. Aktor Dinas Pekerjaan Umum berperan dalam pengoptimalan jalur alternatif, pembuatan jalan layang, dan pelebaran jalan. Perusahaan berperan dalam pengaturan jadwal keluar masuk mobil container perusahaan serta buruh pabrik industri. Rasio Inkonsistensi secara keseluruhan yaitu 0,02 dimana nilai tersebut di bawah 0,1 sehingga hasil tersebut dapat dibenarkan karena semakin kecil tingkat rasio inkonsistensi maka semakin aplikatif data yang diperoleh. Penetapan alternatif strategi dalam penelitian ini menggunakan satu metode. Alternatif strategi yang menjadi prioritas utama yaitu pengoptimalan jalur alternatif dengan nilai bobot 0,337. Penelitian Asriyanto (2005) menggunakan dua tahap dan dua metode sehingga lebih banyak menghabiskan waktu. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa alternatif pengelolaan perikanan lemuru berada pada kuadran II yaitu diversifikasi produk. Tahap kedua yaitu menggunakan AHP didapat alternatif pengelolaan perikanan lemuru yang diinginkan yaitu penyempurnaan regulasi, penerapan MCS (Monitoring, Controll, Surveillance), peningkatan ko-manajemen dan pengalihan pola tangkap. Analisis secara vertikal penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini. 76

13 Tujuan Utama Alternatif Kebijakan dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan Faktor Aspek Ekonomi 0,487 Aspek Sosial Budaya 0,435 Aspek Manajemen 0,078 Aktor SATLANTAS 0,310 Dinas Perhubungan 0,275 Perusahaan 0,217 Dinas PU 0,198 Solusi Efisien Waktu 0,474 Peningkatan penghasilan 0,431 Peningkatan jumlah kunjungan wisata 0,095 Alternatif Strategi Pengoptimalan jalur alternatif 0,337 Pembuatan fly over dan underpass 0,160 Pengaturan jadwal keluar masuk mobil container perusahaan 0,157 pengaturan jadwal keluar masuk buruh pabrik 0,157 Pelebaran jalan 0,157 Pembatasan jumlah kendaraan 0,032 Gambar 12. Analisis Hasil Pengolahan Vertikal Strategi untuk Mengatasi Permasalahan Kemacetan 77 38

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan

I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sarana yang dapat menghubungkan manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas

Lebih terperinci

KERUGIAN SOSIAL DAN EKONOMI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT ADANYA KEMACETAN

KERUGIAN SOSIAL DAN EKONOMI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT ADANYA KEMACETAN VI. KERUGIAN SOSIAL DAN EKONOMI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT ADANYA KEMACETAN Kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda sudah menjadi suatu kebiasaan umum bagi pengguna kendaraan bermotor.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada V. GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Keadaan Umum Kecamatan Cicurug Kecamatan Cicurug berada di bagian Sukabumi Utara. Kecamatan Cicurug memiliki luas sebesar 4.637 hektar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas

TINJAUAN PUSTAKA. mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Pengertian transportasi menurut Morlok (1981) adalah memindahkan atau mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas (1987), transportasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek

Lebih terperinci

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan 16. URUSAN PERHUBUNGAN Pembangunan infrastruktur jaringan transportasi mempunyai peran penting dalam pengembangan suatu wilayah serta mendukung pertumbuhan sektor-sektor lain. Ketersediaan aksesibilitas

Lebih terperinci

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan 16. URUSAN PERHUBUNGAN Pembangunan infrastruktur jaringan transportasi mempunyai peran penting dalam pengembangan suatu wilayah serta mendukung pertumbuhan sektor-sektor lain. Ketersediaan aksesibilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman, teknologi yang berkembang pun semakin pesat. Salah satu teknologi tersebut adalah kendaraan roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi pada dasarnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu melayani kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau daerah tertentu. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Namun pada kenyataannya yang terjadi saat ini perkembangan kota selalu lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Namun pada kenyataannya yang terjadi saat ini perkembangan kota selalu lebih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia saat ini semakin pesat dari tahun ke tahun. Perkembangan kota tentunya membutuhkan perkembangan transportasi pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang relatif padat. Jakarta juga dikenal sebagai kota dengan perlalulintasan tinggi karena banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang namanya transportasi, transportasi sudah lama ada dan cukup memiliki peranannya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pendapatan masih menjadi indikator utama tingkat kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. Perkembangan tingkat pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa keuntungan dalam penghematan waktu bagi pelaku perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa keuntungan dalam penghematan waktu bagi pelaku perjalanan BAB I 1.1. Latar Belakang Lalu lintas yang padat merupakan suatu problema yang semakin besar karena pengaruhnya pada perdagangan, kelayakan transportasi umum dan konsekuensi lingkungan yang tidak dapat

Lebih terperinci

KERUGIAN SOSIAL EKONOMI DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN DI SEPANJANG JALAN CICURUG- PARUNGKUDA, KABUPATEN SUKABUMI

KERUGIAN SOSIAL EKONOMI DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN DI SEPANJANG JALAN CICURUG- PARUNGKUDA, KABUPATEN SUKABUMI KERUGIAN SOSIAL EKONOMI DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN DI SEPANJANG JALAN CICURUG- PARUNGKUDA, KABUPATEN SUKABUMI NUZULIA FARHANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan sehari-hari dikota-kota besar di Indonesia. Dalam suatu sistem jaringan

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan sehari-hari dikota-kota besar di Indonesia. Dalam suatu sistem jaringan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem transportasi yang terbentuk dari komponen sarana, prasarana dan manusia adalah bagian hidup masyarakat saat ini. Permasalahan yang timbul seperti kemacetan, kecelakaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Jakarta merupakan Kota Megapolitan yang ada di Indonesia bahkan Jakarta menjadi Ibu Kota Negara Indonesia yang memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu dan transportasi daerah adalah satu kesatuan yang berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan sektor kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I-1

BAB I Pendahuluan I-1 I-1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada

I. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada dibawah kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN

BAB I BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh suatu negara kepada rakyatnya. Transportasi adalah kegiatan pemindahan manusia/barang dari

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang telah dinobatkan sebagai kota pendidikan dan juga merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan faktor pendukung pertumbuhan perekonomian di sebuah wilayah. Menurut Nasution (1996), transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen RI No. 34 Tahun 2006 menyatakan bahwa jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemacetan adalah situasi keadaan tersendatnya atau terhentinya lalu lintas yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemacetan adalah situasi keadaan tersendatnya atau terhentinya lalu lintas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemacetan adalah situasi keadaan tersendatnya atau terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak

Lebih terperinci

BAB IV TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung Tujuan dan sasaran yang ingin diwujudkan oleh Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kereta api merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam mendistribusikan penumpang dan barang antar suatu tempat. Kelebihan

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS KONSTRUKSI ANTARA TIMBUNAN TINGGI DENGAN JEMBATAN PADA KONSTRUKSI JALAN TOL.

PENENTUAN JENIS KONSTRUKSI ANTARA TIMBUNAN TINGGI DENGAN JEMBATAN PADA KONSTRUKSI JALAN TOL. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan Tol atau jalan bebas hambatan adalah suatu jalan yang dikhususkan untuk kendaraan bersumbu lebih dari dua (mobil, bus, truk) dan bertujuan untuk mempersingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan penduduk di Indonesia pada masa saat sekarang ini semakin pesat, bila tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang baik maka bangsa ini akan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan transportasi. Akibatnya terjadilah peningkatan pengguna jaringan. hambatan bila tidak ditangani secara teknis.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan transportasi. Akibatnya terjadilah peningkatan pengguna jaringan. hambatan bila tidak ditangani secara teknis. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertemuan jalan atau yang sering disebut persimpangan jalan merupakan tempat bertemunya arus lalu lintas dari dua jalan atau lebih dan merupakan suatu titik tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan akan transportasi dalam suatu wilayah merupakan kebutuhan akan akses untuk menuju fungsi-fungsi pelayanan kota di lokasi berbeda yang ditentukan oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keamanan, serta pembangunan nasional, harus diselenggarakan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan keamanan, serta pembangunan nasional, harus diselenggarakan dengan tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sebagai urat nadi perekonomian, sosial, politik, pertahanan, dan keamanan, serta pembangunan nasional, harus diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LOMBA TERTIB LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KOTA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LOMBA TERTIB LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KOTA . PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LOMBA TERTIB LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk perkembangan

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KERJA

BAB III AKUNTABILITAS KERJA BAB III AKUNTABILITAS KERJA Pengukuran tingkat capaian kinerja Dinas Perhubungan Kota Malang Tahun 2017 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Antrian adalah suatu proses kegiatan manusia yang memerlukan waktu, tempat dan tujuan yang bersamaan, dimana kegiatan tersebut tidak adanya keseimbangan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR oleh : T A N T A W I L2D 300 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lalu lintas dan angkutan jalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lalu lintas dan angkutan jalan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Metode Penghasilan yang Hilang (Loss of Earnings Methods) Menurut Hufscmidt, et al., (1992), Metode penghasilan yang hilang

KERANGKA PEMIKIRAN Metode Penghasilan yang Hilang (Loss of Earnings Methods) Menurut Hufscmidt, et al., (1992), Metode penghasilan yang hilang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Metode Penghasilan yang Hilang (Loss of Earnings Methods) Menurut Hufscmidt, et al., (1992), Metode penghasilan yang hilang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Manusia sebagai Makhluk Mobile Pada dasarnya manusia memiliki sifat nomaden atau berpindah tempat. Banyak komunitas masyarakat yang suka berpindah-pindah tempat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan studi yang merupakan ringkasan hasil studi yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam melakukan studi, serta saran-saran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang satu pihak bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. GAMBARAN UMUM DISHUBKOMINFO SURAKARTA. a. Sejarah Dishubkominfo Surakarta

BAB I PENDAHULUAN A. GAMBARAN UMUM DISHUBKOMINFO SURAKARTA. a. Sejarah Dishubkominfo Surakarta BAB I PENDAHULUAN A. GAMBARAN UMUM DISHUBKOMINFO SURAKARTA a. Sejarah Dishubkominfo Surakarta Sejarah berdirinya Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Organisasi LLAJR sudah ada sejak jaman penjajahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2008 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan perekonomian daerah yang sedang bertumbuh dan memberikan akses kepadadaerah-daerah yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perhubungan nasional pada hakekatnya adalah pencerminan dari sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan sebagai penunjang utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan berkendara merupakan salah satu masalah yang selalu mendapatkan perhatian serius di setiap negara. Pencanangan Hari Keselamatan Dunia oleh WHO (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat

Lebih terperinci

PENELITIAN TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI LINTASAN KERETA API

PENELITIAN TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI LINTASAN KERETA API PENELITIAN TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI LINTASAN KERETA API Se- JAWA TENGAH Tim Peneliti Balitbang Prov. Jateng Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro Utama 3 Jalan Bintaro Utama 3A Jalan Pondok Betung Raya Jalan Wr

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro Utama 3 Jalan Bintaro Utama 3A Jalan Pondok Betung Raya Jalan Wr BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum merupakan suatu bentuk transportasi kota yang sangat esensial dan komplementer terhadap angkutan pribadi, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat sepenuhnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi di berbagai kota. Permasalahan transportasi yang sering terjadi di kota-kota besar adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang yang digunakan sebagai dasar penelitian, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, kebutuhan data, teknik pengumpulan data,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun Sabtu-Senin, 10-12 Juni KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor sebagai salah satu kota di Provinsi Jawa Barat, memiliki luas wilayah 11.850 Ha dengan jumlah penduduk sebesar 820.707 jiwa, mengalami pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian negara harus ditingkatkan agar tidak terpuruk karena adanya perdagangan bebas, cara untuk memperkuat perekonomian Negara adalah dengan meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Semakin berkembang suatu wilayah maka kebutuhan transportasi akan semakin meningkat dan permasalahan di dalamnya pun akan bertambah. Masyarakat dituntut untuk memiliki mobilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transportasi merupakan fasilitas pendukung kegiatan manusia, transportasi tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek aktivitas manusia tersebut. Transportasi sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang sangat 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang sangat membutuhkan transportasi untuk perputaran roda ekonominya. Pada tahun 2012 tercatat bahwa penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LINDA KURNIANINGSIH L2D 003 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS PROPOSAL

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS PROPOSAL TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS (Studi Kasus Pemgendara Roda Dua di Surabaya Selatan) PROPOSAL DISUSUN OLEH : BELLA TYAS PRATI DINA 0741010039 YAYASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jalan sebagai prasarana dalam sistem transportasi nasional memiliki peranan penting dalam mendukung kehidupan ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah perkotaan mempunyai sifat yang sangat dinamis, berkembang sangat cepat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan daerah perkotaan dapat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan penting dalam menunjang, memperlancar dan meningkatkan pembangunan perekonomian baik regional maupun nasional. Kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maalah Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi yang sekarang selalu dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. transportasi yang sekarang selalu dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu komponen yang penting bagi kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial, politik dan mobilitas penduduk. Permasalahan transportasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan di jalan raya merupakan issue yang sedang berkembang saat ini. Menurut data dari WHO dalam Sutawi (2006) sejak penemuan kendaraan bermotor lebih dari seabad

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6.1 Peningkatan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geometrik Jalan Antar Kota Dalam Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 ini merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

STUDI KONSEP RENCANA DAN STRATEGI PROGRAM BIKE TO SCHOOL DI KOTA BANDUNG

STUDI KONSEP RENCANA DAN STRATEGI PROGRAM BIKE TO SCHOOL DI KOTA BANDUNG STUDI KONSEP RENCANA DAN STRATEGI PROGRAM BIKE TO SCHOOL DI KOTA BANDUNG Ina Helena Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung, 40116

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi yang merupakan salah satu sektor industri yang bersentuhan langsung dengan lalu lintas dinyatakan sebagai salah satu industri dengan tingkat cedera dan

Lebih terperinci

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem transportasi terutama infrastruktur jaringan jalan merupakan salah satu modal utama dalam perkembangan suatu wilayah. Pada daerah perkotaan, terutama, dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan suatu wilayah, yaitu memudahkan interaksi antar wilayah yang akan membawa manfaat ekonomi dan

Lebih terperinci