BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung Sebagai daerah yang tengah mengembangkan pariwisatanya, Kabupaten Bandung dapat diklasifikasikan sebagai destinasi pariwisata. Menurut Perda Kabupaten Bandung No. 6 Tahun 2006 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Bandung Tahun 2006 Sampai Dengan Tahun 2016, objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Bandung terdiri dari ODTW situ (danau), waduk/bendungan, curug, kawah, bumi perkemahan, perkebunan dan agro wisata. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa Kabupaten Bandung memiliki potensi daya tarik wisata dan pajak daerah sektor pariwisata yang cukup baik Sarana Prasarana Penunjang Pariwisata Kabupaten Bandung Dikaitkan dengan kegiatan pariwisata yang terdapat di Kabupaten Bandung, maka ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan pariwisata di Kabupaten Bandung antara lain: a. Hotel Hotel yang terdapat di Kabupaten Bandung mayoritas terdiri dari hotel melati dan minoritas hotel berbintang. b. Restoran/Rumah makan Terdapat kegiatan jasa yang bergerak dalam bidang kuliner yang menunjang potensi pariwisata alam dan budaya Kabupaten Bandung. c. Sistem Transportasi 1

2 Transportasi di Kabupaten Bandung menggunakan sistem transportasi jalan raya, seperti angkutan umum, bus, dan jasa transportasi tradisional seperti becak dan delman. 1.2 Gambaran Umum Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Daerah Kabupaten Bandung Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung merupakan salah satu instansi pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengelolaan pendapatan dan keuangan daerah baik selaku Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun selaku Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Sebagai salah satu organisasi perangkat daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 20 Tahun 2007 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bandung dan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, DPPK berkewajiban menyusun laporan kinerja secara periodik untuk mengkomunikasikan capaian kinerja DPPK dalam satu tahun anggaran, dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran serta menjelaskan keberhasilan atau kegagalan tingkat pencapaian yang direncanakan Tugas dan Wewenang Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung Berdasarkan pasal 29 peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 23 Tahun 2012, DPPK Kabupaten Bandung mempunyai tugas pokok merumuskan kebijakan teknis dan melaksanakan kegiatan teknis operasional di bidang pengelolaan pendapatan dan keuangan yang meliputi Pendapatan I, Pendapatan 2

3 II, Anggaran, Perbendaharaan dan Akuntansi serta melaksanakan ketatausahaan dinas. Kewenangan DPPK Kabupaten Bandung selaku SKPKD mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan, memiliki tugas antara lain: a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah; b. Menyusun Rancangan APBD dan Rancangan Perubahan APBD; c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah; d. Melaksanakan fungsi BUD; e. Menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; f. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Bupati. 1.3 Latar Belakang Penelitian Kabupaten Bandung adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Soreang. Kabupaten Bandung termasyur karena tanahnya yang subur di daerah gunung-gunung dan kaya akan sumber air. Oleh karena kekayaan alamnya, Kabupaten Bandung memiliki daya tarik wisata yang cukup besar di Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu penunjang pertumbuhan perekonomian daerah. Berdasarkan data statistik Jawa Barat Dalam Angka 2010, tercatat bahwa Kabupaten merupakan peringkat ke-6 dalam potensi objek dan daya tarik wisata dengan jumlah 34 objek wisata. Bahkan saat ini tercatat bahwa objek wisata di Kabupaten Bandung menjadi 36 objek wisata. (bandungkab.go.id) 3

4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 15 ayat (1) menjelaskan tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah meliputi pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pengalokasian dana perimbangan kepada daerah dan pemberian pinjaman atau hibah kepada daerah. Dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tanggal 1 Januari 2001, pemerintah menetapkan UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 25 tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah, yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan otonomi daerah di negara Indonesia. Pembentukan daerah otonom dimaksudkan untuk memungkinkan daerah bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan, maka untuk kelancaran roda pemerintahan sangat tergantung kepada kemampuan daerah untuk menggali serta memanfaatkan segala potensi sebagai sumber keuangan yang ada didaerahnya. Peranan Pendapatan Daerah sangat penting karena merupakan faktor-faktor yang menentukan volume, kekuatan, dan kemampuan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah. Sesuai dengan pasal 157 UU Nomor 32 Tahun 2004 dan pasal 5 UU Nomor 33 Tahun 2004, ditetapkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah: a. Pendapatan Asli Daerah 1) Hasil Pajak Daerah 2) Hasil Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4

5 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah b. Dana Perimbangan c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Berdasarkan uraian tersebut diatas maka Pajak Daerah di Kabupaten Bandung merupakan salah satu faktor pendukung dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, karena pendanaan dan pembiayaan yang dipungut dari sektor pajak sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung. Pajak Daerah pada umumnya merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah. Berikut ini tabel persentase Target dan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Bandung: Tabel 1.1 Persentase antara Target dan Realisasi Pajak Daerah di Kabupaten Bandung Tahun Anggaran Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Persentase (%) , , , , , , ,04 Sumber: DPPK Kab. Bandung 5

6 Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa dalam kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 realisasi pajak daerah Kabupaten Bandung selalu melebihi target yang ditetapkan, hal ini menunjukkan bahwa pajak daerah Kabupaten Bandung memiliki potensi yang baik. Pada tahun 2009, suatu sumber mengatakan bahwa raihan pajak daerah di Kabupaten Bandung pada 2008 lalu, mengalami kenaikan sekitar Rp 4,78 milyar. Padahal target sebelumnya untuk pajak daerah sekitar Rp 128,78 milyar. Dengan adanya kenaikan tersebut, pajak daerah tetap menjadi sektor yang paling besar dalam memberikan kontribusi kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pajak daerah tersebut terdiri atas pajak hotel dan restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, dan lainnya. Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemerintah Kabupaten Bandung, Edi Sujadi Santana mengatakan, untuk PAD Kabupaten Bandung, pajak daerah memberikan kontribusi sekitar 35,71%. "Untuk pajak daerah, mengalami kenaikan. Pajak daerah sendiri berasal dari pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, reklame, penerangan jalan, parkir, dan lainnya," jelas Edi. Selain dari pajak daerah, lanjutnya, PAD juga didapat dari retribusi daerah sebesar Rp dan dari hasil pengolahan kekayaan daerah sebesar Rp Sedangkan kontribusi terkecil PAD, berasal dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar Rp ,38. Dengan adanya kenaikan PAD ini, tutur Edi, APBD 2008 mengalami kenaikan dari Rp ,08 menjadi Rp Melihat hal tersebut, PAD mampu memberikan kontribusi sebesar Rp , ,08 dan melebihi target asal sebesar Rp ,38. (bandungkab.go.id) Selanjutnya pada tahun 2012, sumber lain mengatakan bahwa selama 2012 total PAD Kabupaten Bandung mencapai Rp 368,1 milyar. Pendapatan tersebut berasal dari pajak, retribusi daerah, dan pajak penerangan jalan umum. Angka ini lebih besar 6

7 dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 275 milyar. Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Daerah (DPPKD) Kabupaten Bandung, Siti Nuraini Alimah mengatakan, ada empat item PAD, yaitu pajak daerah, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan PAD lain-lain. Pajak Daerah paling besar, mencapai Rp 213 milyar. Sedangkan yang kedua dari retribusi sebesar Rp 50,6 milyar, ungkapnya. (jabar.tribunnews.com, Namun, meski penerimaan 2 januari PAD 2013) khususnya pajak daerah terus meningkat setiap tahun, masih terdapat sejumlah hotel di Kabupaten Bandung diketahui menunggak pajak. Ketidakpatuhan para pengusaha tersebut berlangsung sejak 2010 silam. Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan DPPKD, Hasanudin mengatakan, hingga detik ini pemilik hotel masih belum mengindikasikan akan menunaikan kewajibannya. Memang banyak hotel yang masih menunggak pajak. Padahal pajak daerah merupakan salah satu sumber atau penyumbang terbesar PAD, ungkapnya. Hasanudin menyebutkan pajak daerah tersebut berasal dari delapan pos pajak yakni pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, parkir serta pajak air tanah. Dari delapan pos pajak daerah tersebut, pajak hotel termasuk salah satu pos pajak daerah yang menyumbang PAD cukup besar. Tahun 2012 lalu, pajak hotel mampu menyumbang ke kas daerah Kabupaten Bandung sebesar Rp 4 milyar dari rencana target sebesar Rp 3,7 milyar. Akan tetapi, meski target capaian dapat terealisasi, ternyata masih banyak hotel yang belum melunasi kewajibannya membayar pajak. Berdasarkan catatan dari DPPKD, tunggakan pajak hotel yang masih belum tertagih hingga saat ini mencapai hampir Rp 250 juta. Jumlah tersebut merupakan akumulasi jumlah tunggakan para pemilik hotel sejak 2010 hingga Desember Selain pajak hotel, pos pajak daerah lainnya yaitu pajak restoran juga belum seluruhnya tertagih. Puluhan restoran dan rumah makan di Kabupaten Bandung diketahui masih menunggak pajak. Nilainya juga mencapai ratusan juta rupiah. Selain dari kurangnya kesadaran para wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya yakni 7

8 membayar pajak, pihaknya juga menghadapi sejumlah kendala sehingga jumlah tunggakan pajak daerah mencapai ratusan juta rupiah. Salah satu kendala yang dihadapi DPPKD, menurut Hasanudin, yakni minimnya petugas lapangan yang menagih pajak. "Kami hanya memiliki delapan orang petugas sehingga tidak semua wajib pajak tercover," ujarnya. (jabar.tribunnews.com) Adapun jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, adalah: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7. Pajak Parkir Dari beberapa jenis Pajak Daerah pada sektor pariwisata, yang mengalami peningkatan dalam perkembangan setiap tahunnya adalah Pajak Hotel (Lihat Tabel 1.4). Peningkatan ini ditunjang dengan adanya beragam kawasan pariwisata yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung, seperti kawasan pariwisata terpadu dan olahraga, alam, budaya, dan agro. Adapun keterkaitan antara sektor pariwisata dan sektor perpajakan, yakni bahwa didalam sektor pariwisata terdapat sarana penunjang wisata yaitu objek wisata, hotel, restoran, dan keanekaragaman seni dan budaya. Dari setiap penggunaan sarana wisata tersebut dikenakan pajak kepada para penggunanya. Dengan demikian, semakin banyak masyarakat yang melakukan kegiatan pariwisata di Kabupaten Bandung, maka 8

9 semakin besar pula potensi pendapatan bagi sektor pajak. Berikut adalah tabel jumlah wisatawan Kabupaten Bandung. Tabel 1.2 Jumlah Wisatawan di Kabupaten Bandung Tahun Tahun Jumlah Wisatawan Sumber: RPJMD Kab. Bandung Tahun Dikarenakan alasan tersebut, Kabupaten Bandung memiliki fasilitas penunjang pariwisata terutama hotel. Ketersediaan hotel pada Kabupaten Bandung menunjukkan tingkat daya tarik investasi Kabupaten Bandung. Banyaknya hotel dapat menunjukan perkembangan kegiatan ekonomi Kabupaten Bandung dan peluang-peluang yang ditimbulkannya. Setiap balas jasa yang diberikan oleh konsumen kepada hotel, tentunya akan mendatangkan penghasilan bagi pemerintah Kabupaten Bandung dalam bentuk Pajak Daerah. Gambaran umum kondisi Kabupaten Bandung terkait dengan ketersediaan hotel salah satunya dapat dilihat dari jumlah hotel yang mengalami 9

10 peningkatan khususnya pada tahun 2011 hingga tahun 2013, seperti yang terlihat dari tabel berikut: Tabel 1.3 Jumlah Hotel di Kabupaten Bandung Tahun Tahun Jumlah Hotel Melati Jumlah Kamar Hotel Melati Jumlah Hotel Bintang Jumlah Kamar Hotel Bintang Sumber: disparbud.jabarprov.go.id. Menurut penelitian yang dilakukan Nugraha dan Triantoro (2004:379), kontribusi pajak daerah terhadap PAD kota Bandung telah melebihi 50%, dimana kontribusi terbesar berasal dari Pajak Hotel dan Restoran (PHR), akan tetapi persentase perolehannya masih fluktuatif. Hal ini juga terjadi dalam lingkup kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kabupaten Bandung, seperti yang terlihat pada tabel berikut: 10

11 Tabel 1.4 Kontribusi Pajak Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran Jenis Pajak Daerah Realisasi Kontri Realisasi Kontri Realisasi Kontri Realisasi (Rp) busi (Rp) busi (Rp) busi (Rp) Kontri busi Pajak Hotel ,47% ,76% ,94% % Pajak Restoran ,29% ,23% ,90% % Pajak Hiburan ,43% ,44% ,44% % Pajak Reklame ,35% ,34% ,61% % Pajak Penerangan Jalan & Genset ,36 % ,83 % ,38 % % Pajak Parkir ,07% ,05% ,06% % Pajak Pengambilan Air Tanah Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Total ,38% ,35% ,37% % ,06% ,05% ,06% % ,58 % 100% ,95 % % ,24 % 100% % 100% bersambung 11

12 Tabel 1.4 (sambungan) Jenis Pajak Daerah Realisasi Kontri Realisasi Kontri Realisasi (Rp) busi (Rp) busi (Rp) Kontri Busi Pajak Hotel ,37% ,24% ,83% Pajak Restoran ,92% ,70% ,72% Pajak Hiburan ,41% % ,40% Pajak Reklame ,03% % ,96% Pajak Penerangan Jalan & Genset ,71% % ,37% Pajak Parkir ,19% % ,13% Pajak Pengambilan Air Tanah Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan ,26% % ,38% ,08% % ,08% ,03% % ,82% ,30% Total % % % Sumber: DPPK Kab. Bandung (data diolah) 12

13 Dalam melaksanakan pemungutan pajak hotel, petugas Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung berorientasi pada target yang telah disusun sebelumnya. Target ini telah dibuat perbulan, dengan berdasarkan pada penerimaan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Berikut ini data realisasi penerimaan pajak hotel yang mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun Tabel 1.5 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Bandung Tahun Tahun Target Realisasi Sumber: DPPK Kab. Bandung Dalam tabel 1.5 terlihat bahwa target yang telah dibuat selalu melebihi yang telah ditentukan. Ini berarti secara umum tingkat efektivitas pemungutannya baik, akan tetapi tingkat efektivitas ini akan kembali dipertanyakan jika pada kenyataannya realisasi penerimaan pajak hotel masih di bawah potensi yang sebenarnya. Dalam Penelitian Jaya dan Retnaningtyas (2013: 112) menyatakan besar potensi pajak hotel di Surabaya tahun 2010 adalah sebesar Rp ,08 dan pada tahun 2011 sebesar Rp ,339 dan realisasi penerimaan pajak hotel berbintang di 13

14 surabaya belum efektif karena terdapat perbedaan yang signifikan antar potensi dengan realisasinya. Hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2010) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari efektivitas pemungutan pajak hotel secara simultan terhadap penerimaan pajak daerah. Sedangkan secara parsial, efektivitas penerimaan pajak daerah lebih dipengaruhi oleh kontribusi dari efektivitas pemungutan pajak hotel. Mengingat pentingnya Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Bandung, maka penulis berpendapat untuk mengukur seberapa besar pengaruh dari kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan efektivitas dan mengoptimalkan potensi pajak hotel terhadap penerimaan Pajak Daerah, maka penulis merasa perlu untuk meneliti mengenai Potensi Pajak Hotel, Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel, dan Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel terhadap Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Bandung. Maka peneliti mengambil judul: ANALISIS POTENSI, EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN DAN UPAYA PAJAK (TAX EFFORT) HOTEL TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung Tahun Anggaran ) 1.4 Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Bandung pada tahun 2007 sampai tahun 2013? 2. Bagaimana Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Bandung pada tahun 2007 sampai tahun 2013? 3. Bagaimana Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel di Kabupaten Bandung pada tahun 2007 sampai tahun 2013? 14

15 4. Bagaimana Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Bandung pada tahun 2007 sampai tahun 2013? 5. Bagaimana pengaruh secara parsial: a) Apakah terdapat pengaruh antara Potensi Pajak Hotel dengan Penerimaan Pajak Daerah? b) Apakah terdapat pengaruh antara Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel dengan Penerimaan Pajak Daerah? c) Apakah terdapat pengaruh antara Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel dengan Penerimaan Pajak Daerah? 6. Apakah Potensi Pajak Hotel, Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel, dan Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel berpengaruh secara simultan terhadap penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Bandung? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Bandung pada tahun 2007 sampai tahun Untuk mengetahui Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Bandung pada tahun 2007 sampai tahun Untuk mengetahui Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel di Kabupaten Bandung pada tahun 2007 sampai tahun Untuk mengetahui Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Bandung pada tahun 2007 sampai tahun Untuk mengetahui pengaruh secara parsial: a) Untuk mengetahui pengaruh antara Potensi Pajak Hotel dengan penerimaan Pajak Daerah. 15

16 b) Untuk mengetahui pengaruh antara Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel dengan penerimaan Pajak Daerah. c) Untuk mengetahui pengaruh antara Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel dengan penerimaan Pajak Daerah. 6. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan Potensi Pajak Hotel, Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel, dan Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel berpengaruh secara simultan terhadap penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Bandung. 1.6 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dua aspek, yaitu aspek akademis dan praktis: Kegunaan Akademis 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai Potensi Pajak Hotel, Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel, dan Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel serta pengaruhnya terhadap Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Bandung. 2. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya pada bidang kajian yang sama. 3. Instansi Terkait Diharapkan dapat memberi masukan perbaikan, dan dapat dijadikan sebagai sumber tambahan informasi bagi pihak-pihak yang terkait Kegunaan Praktis Diharapkan dapat dijadikan tambahan informasi yang berguna bagi Pengetahuan Potensi Pajak Hotel, Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel, dan 16

17 Upaya Pajak (Tax Effort) Hotel untuk perkembangan yang lebih baik kedepannya. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang diuraikan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan berisi gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Dan Lingkup Penelitian Bab tinjauan dan lingkup penelitian berisi rangkuman teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran teoritis, hipotesis penelitian, dan ruang lingkup penelitian. BAB III Metode Penelitian Bab metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, variabel operasional penelitian, tahapan penelitian, penentuan populasi dan sampel, pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan Bab hasil penelitian dan pembahasan menguraikan keadaan yang diteliti, analisis dan hipotesis, dan pembahasan mengenai pengaruh variable independen terhadap variabel dependen. BAB V Kesimpulan Dan Saran Bab kesimpulan dan saran berisi tentang penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis penelitian dan saran kongkrit yang berpengaruh dalam aspek praktis dan tujuan pengembangan ilmu. 17

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lombok Barat merupakan daerah tujuan wisata di kawasan Provinsi NTB dan merupakan daerah yang diberikan hak otonomi untuk mengelola daerahnya sendiri baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu kemandirian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional, hal yang paling penting adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Repulik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, hal ini terlihat dengan diberikannya keleluasaan kepada kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang

Lebih terperinci

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dijalankannya otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat, dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Sejarah DPPKAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) kabupaten Karanganyar adalah salah satu dari Satuan Kerja Perangkat Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai pendukung keberhasilannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Arditia (2012) Otonomi daerah adalah kewenangan dan kewajiban setiap daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung adalah salah satu kota dan provinsi Jawa Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan pendapatan dan pembangunan daerahnya dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menerapkan peraturan mengenai pemerintah daerah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi, kabupaten dan kota, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan pembangunan, Pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kebutuhan akan dana pembangunan dapat diperoleh dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senatiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan yang adil dan merata, sangat diperlukan sumber dana dan sumber daya yang berasal dari luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kementrian Dalam Negeri (2013) dalam konteks pengembangan ekonomi suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam upaya menggali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai pendukung keberhasilannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat di tentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan untuk membiayai pengeluaran atau kebutuhan negara dalam meningkatkan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian 3.1.1 Kerangka Berpikir Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian, proses penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi mencari sumber

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi mencari sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era Otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia `merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang akan selalu melakukan pembangunan nasional guna mensejahterahkan rakyatnya. Pembangunan yang mensejahterakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Saati ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 diperlukan ketersediaan dana yang besar. Pemerintah sebagai pengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai Negara dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH KEPADA PETUGAS PEMUNGUT PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lahirnya pemikiran untuk melakukan suatu perubahan sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi dalam rangka memberikan harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah merupakan suatu langkah pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah dimaksudkan agar Pemerintah Daerah dapat membangun daerah berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kota Malang dalam segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat merupakan hal besar yang harus mendapatkan perhatianserius dari Pemerintah Kota Malang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah pada saat ini sedang giatnya melakukan pembangunan di segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang melanda Indonesia membawa dampak yang luar biasa, sehingga meruntuhkan fundamental ekonomi negara dan jatuhnya penguasa pada tahun 1998.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penerimaan negara non migas. Berdasarkan sudut pandang fiskal, pajak adalah penerimaan negara yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan iuran wajib masyarakat kepada kas negara yang diatur sesuai undang- undang. Pemungutan pajak dapat dipaksakan oleh setiap warga negara. Hasil dari pembayaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH,, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2011 URUSAN PEMERINTAHAN 0 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terluas di dunia dengan total luas wilayah sebesar 5.193.250 km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar 1.919.440 km²

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola daerah masing-masing. Sebagai administrator penuh, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir pemerintahan orde baru merupakan langkah awal bagi Bangsa Indonesia untuk berpindah kebijakan yang semula kebijakan sentralisasi menjadi kebijakan desentralisasi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004, bahwa program penataan pengelolaan keuangan daerah ditujukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengurus rumah tangga daerah serta pengelolaan sumber daya yang dimiliki dengan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang digunakan oleh pemerintah sebagai sumber pembiayaan dalam menyelenggarakan roda pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjujung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu menempatkan pajak sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Penerimaan Daerah dimanfaatkan untuk mendukung kelancaran pembangunan daerah. Pemerintah Daerah diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi fiskal sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER Jurnal STIE SEMARANG VOL 9 No. 1 Edisi Februari 2017 ( ISSN : 2085-5656) ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan, perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : 1. Laba Usaha Daerah Adalah keuntungan yang diperoleh oleh daerah yang bergerak dibidang usaha barang maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun 2 Daerah merupakan landasan bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Kedua Undang-Undang tersebut juga merupakan bukti nyata bahwa Pemerintah berkomitmen melaksanakan pengembangan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan sebuah negara memerlukan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua potensi

Lebih terperinci