Pengawasan dalam rangka Perlindungan dan Pelestarian: Studi Kasus Situs Bawah Air Perairan Karang Heluputan Kepulauan Riau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengawasan dalam rangka Perlindungan dan Pelestarian: Studi Kasus Situs Bawah Air Perairan Karang Heluputan Kepulauan Riau"

Transkripsi

1 Pengawasan dalam rangka Perlindungan dan Pelestarian: Studi Kasus Situs Bawah Air Perairan Karang Heluputan Kepulauan Riau Oleh : Rakhmad Bakti Santosa, SS A. Pendahuluan Negara kepulauan Indonesia sudah sejak lama menjadi destinasi kapal-kapal mancanegara seperti Tiongkok, Jepang, Belanda, Portugis dan lainnya, baik untuk keperluan dagang maupun hanya untuk sekedar transit. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat posisi kepuluan Indonesia yang sangat strategis dan menjadi jalur perdagangan dunia. Sofian (2010) bahkan menyebut bahwa sejak masa prasejarah dan milenium pertama masehi, kepulauan Indonesia terutama wilayah pantai timur Sumatra merupakan jalur perdagangan laut yang menghubungkan Asia Barat dan Asia Timur. Posisi yang strategis ini menjadikan kepulauan Indonesia bagian barat menjadi tempat persilangan budaya dan jalur perdagangan melalui laut sehingga sering disebut sebagai jalur sutra maritim. Kapal-kapal dagang dari Asia Barat, Asia Selatan dan Asia Timur harus melewati Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia jika ingin ke China maupun ke India serta Arab, sehingga wilayah laut menjadi ramai dengan aktivitas perdagangan dan pelayaran laut. Di sepanjang garis pantai timur dan barat Sumatera serta Semenanjung Malaysia banyak berdiri pelabuhan-pelabuhan tempat bersandarnya kapal dan melakukan aktivitas perdagangan. Teknologi navigasi kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia pada masa lalu belumlah secanggih teknologi pada masa sekarang. Pada saat ini, para pelaut sangat dimudahkan oleh beberapa fitur kendali kapal dan peta yang sudah dalam format digital. Teknologi tersebut sangat memungkinkan para pelaut terhindar dari beragam risiko pelayaran. Keterbatasan teknologi kapal pada masa lampau sangat berperan pada karamnya kapal-kapal di sebagian besar wilayah perairan Indonesia. Sebut saja kapal Forbes yang diduga karam karena menabrak gosong di perairan Belitung Timur. Faktor lain yang cukup berperan pada proses karamnya kapal adalah penguasaan geografi kelautan, cuaca, peperangan, dan kelalaian manusia (Utomo, 2008). Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, sekarang Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah melakukan pendataan keberadaan kapal karam kuno yaitu sebanyak +

2 463 titik yang tersebar di beberapa wilayah perairan Indonesia. Menurut penelitian laporan VOC terdapat 274 lokasi kapal tenggelam di Indonesia. Sejarahwan Cina menyatakan terdapat kapal tenggelam yang berada di perairan Indonesia. (Helmi. 2010). Hal tersebut menjadikan Negara Indonesia sebagai Negara yang memiliki potensi sumber daya budaya dan kelautan berupa situs bawah air yang sangat penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah, dan budaya Indonesia dan juga mungkin ekonomi. Potensi yang sedemikian besar tersebut justru menjadi tantangan bagi pemerintah karena sejak tahun 1983 hingga sekarang perairan Indonesia tidak henti-hentinya menjadi ladang perburuan harta karun yang cukup menggiurkan. Luasnya perairan Indonesia menjadi salah satu factor yang menyebabkan para pemburu harta karun sedikit mudah bergerak untuk menghindari aparat keamanan pada saat melakukan aksinya. Minimnya anggaran dan jumlah kapal patroli di laut juga turut berpengaruh pada minimnya pengawasan. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi cagar budaya bawah air adalah perairan Provinsi Kepulauan Riau. Pada tulisan ini, penulis mencoba mengangkat isu terkait upaya pelestarian melalui perlindungan terhadap lokasi kapal karam di sekitar perairan Karang Heluputan, Kepulauan Riau berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan. Perlindungan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya pelestarian karena tanpa adanya perlindungan maka semua itu akan kurang berarti. Para ahli arkeologi yang bergelut di bidang pelestarian selalu mewacanakan pentingnya pelestarian namun tidak diimbangi upaya perlindungan yang maksimal. Dalam tulisan ini penulis sengaja menyebut istilah cagar budaya bawah air dengan sebutan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT) dengan pertimbangan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsi, kami menggunakan istilah BMKT. B. BMKT di Perairan Kepulauan Riau 1. Jejak Michael Hatcher Eksistensi perairan kepulauan riau dalam panggung harta karun bermula dari sebuah lelang BMKT yang diadakan di Balai Lelang Christie Amsterdam pada tahun Adalah Michael Hatcher, pria asal Inggris yang tumbuh besar di Australia, yang memasok barangbarang bersejarah hasil pengangkatan di sebuah kapal karam dari dasar laut perairan

3 Karang Heluputan Kepulauan Riau untuk dilelang di Balai Lelang Christie Amsterdam. Kapal karam tersebut bernama De Geldermalsen, sebuah kapal dagang VOC buatan tahun 1746 yang karam pada tahun Hatcher melakukan kegiatan pengangkatan pada tahun dan berhasil mengangkat 126 batangan emas lantakan serta 160 ribu keramik Dinasti Ming ( ) dan Qing ( ). Lelang tersebut mampu menghasilkan uang mencapai 15 juta dolar AS dan tidak ada sepeserpun yang masuk ke pemerintah Indonesia (Tempo, 2010; Ternyata bukan kali itu saja Hatcher melakukan pengangkatan BMKT secara illegal dari perairan Kepulauan Riau. Pada tahun 1981, berbekal sponsor dari Soo Hin Ong seorang pengusaha asal Singapura, Hatcher melakukan aksinya pada titik lokasi yang tidak jauh dari lokasi karamnya kapal Geldermalsen. Di titik tersebut, Hatcher berhasil mengangkat muatan kapal berupa keramik sejumlah 23 ribu buah. Hasil tersebut kemudian dilelang di Balai Christie pada awal 1984 dan menghasilkan uang senilai 2,3 juta dolar AS. Kiprah Michael Hatcher tersebut rupanya menjadi awal mula maraknya bisnis pengangkatan BMKT secara legal maupun illegal di Indonesia. Sebut saja Anwar Fuadi, Tommy Suharto, Budi Prakoso dan pengusaha besar lainnya yang tertarik untuk terjun dalam dunia perburuan BMKT yang dilatarbelakangi oleh tingginya nilai jual BMKT pada balai lelang internasional. Pengangkatan BMKT termasuk dalam bisnis yang berisiko cukup tinggi karena diperlukan biaya yang sangat mahal namun tidak ada kejelasan dalam penjualannya. 2. Nelayan pun tergoda Aksi pencarian BMKT rupanya bukan hanya menjadi domain para pengusaha yang bermodal besar. Kelompok nelayan pun ternyata juga mempunyai andil yang cukup besar mulai dari proses penemuan hingga pengangkatan BMKT. Setidaknya terdapat dua kategori pelaku pada kasus pencarian, jual beli titik lokasi, pengangkatan, hingga jual beli BMKT yaitu : a. Nelayan murni Pelaku mendapatkan titik lokasi BMKT secara tidak sengaja misalnya jaring tersangkut BMKT. Kejadian ini merupakan hal paling sering terjadi. Selanjutnya BMKT diserahkan ke penadah atau penampung BMKT. Penadah kemudian menjual kepada pedagang BMKT yang sifatnya parsial hingga sampai ke tangan kolektor kecil atau menengah, dan berakhir di tangan kolektor besar / asing.

4 b. Nelayan berprofesi ganda Pelaku pada kategori ini tidak jauh berbeda dengan model pelaku nelayan murni. Yang membedakan adalah bahwa di samping tugas pokoknya mencari ikan di laut, nelayan juga secara sengaja melakukan pencarian titik lokasi BMKT antara lain dengan bantuan GPS dan fish finder. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, informasi mengenai BMKT seperti misalnya penemuan titik lokasi dan jual beli BMKT cukup masif mengalir di lingkungan nelayan. Bahkan beberapa nelayan dapat mengidentifikasi/menganalisa mengenai asal usul sebuah BMKT hingga perkiraan harga jualnya. Pada umumnya para nelayan sudah memiliki jaringan dengan para pengusaha yang berkecimpung di dunia BMKT. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya laporan penemuan titik lokasi yang masuk ke Sekretariat Panitia Nasional BMKT (Pannas BMKT). Dalam surat laporan tersebut tercantum nama nelayan yang menemukan titik lokasi dan kemudian menyerahkan atau menguasakan kepada pihak perusahaan untuk dilakukan survey dan pengangkatan. Penyerahan titik lokasi BMKT dari nelayan ke perusahaan tentu saja tidak gratis. Transaksinya mencapai jutaan rupiah tergantung kondisi muatan kapal. Apabila kondisinya bagus, muatannya banyak, dan mungkin jenisnya jarang ditemukan, nilainya akan lebih tinggi lagi. Nelayan yang menemukan titik lokasi pun tidak serta merta begitu saja memberikan titik koordinat kepada calon pembeli. Biasanya si penemu akan meminta uang DP (down payment) terlebih dahulu sebelum mengantarkan si pembeli ke titik lokasi yang dimaksud. Jual beli akan selesai setelah dilakukan penyelaman untuk mengecek kondisi BMKT di bawah laut dan dibarengi dengan pembayaran lanjutan. Kasus pengangkatan BMKT secara illegal yang terbaru di tahun 2014 adalah yang terjadi di perairan Karang Heluputan Kepulauan Riau. Kasus tersebut melibatkan nelayan dan bukan nelayan. Kemungkinan kapal tersebut disewa oleh pihak yang bermaksud mengangkat BMKT dari dasar laut. C. Pengawasan oleh Ditjen PSDKP KKP 1. Dasar hukum Kisah pengangkatan BMKT secara illegal oleh Michael Hatcher di perairan Kepulauan Riau cukup membuat pemerintah Indonesia gusar. Nilai ekonomis yang tinggi menjadikan BMKT sebagai bisnis baru. Untuk mencegah terulangnya kembali kegiatan pengangkatan BMKT secara illegal, maka pada tahun 1989 dibentuklah

5 sebuah Panitia Nasional (Pannas BMKT) yang khusus menangani masalah BMKT mulai dari survey, pengangkatan, hingga pemanfaatan melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1989 dengan ketuanya yaitu Menkopolhukam. Tahun 2000 terjadi perubahan dalam tubuh Pannas BMKT dari yang semula diketuai oleh Menkopolhukam dialihkan ke Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Keputusan Presiden No. 107 Tahun Berdasarkan Keppres No. 19 Tahun 2007 dan diperbarui dengan Keppres No. 12 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Keppres No. 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam, Pannas BMKT terdiri dari 15 (lima belas) anggota yang berasal dari Kementerian dan Lembaga pemerintah salah satunya adalah Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan yang memiliki tugas dalam bidang pengawasan. Tugas dan fungsi Ditjen PSDKP diperkuat dengan SK Dirjen PSDKP Nomor KEP.56/DJ-PSDKP/2011 tentang Pengawasan Pengelolaan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT). Menurut Keppres No. 19 Tahun 2007, BMKT adalah benda berharga yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi yang tenggelam di wilayah perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia, dan landas kontinen Indonesia paling singkat berumur 50 (lima puluh) tahun. Istilah BMKT jelas sekali tidak terdapat di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya maupun peraturan pendahulunya yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Undang-undang cagar budaya mendefinisikan cagar budaya sebagai warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan Perbedaan definisi antara BMKT dengan cagar budaya memang tidak berbeda jauh dan mungkin dapat dikatakan tumpang tindih. Satu hal yang membedakan antara kedua istilah tersebut hanya terletak pada aspek ekonomi pada BMKT, sedangkan

6 cagar budaya tidak berorientasi pada unsure nilai ekonomi. Terlepas dari hal tersebut, Ditjen PSKDP KKP dalam melaksanakan tugasnya memposisikan diri sebagai anggota Pannas BMKT sehingga objek pengawasannya tentu saja BMKT. Pengelolaan BMKT juga diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Pasal 19 ayat (1) huruf g menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulaupulau kecil untuk kegiatan pengangkatan benda muatan kapal tenggelam wajib memiliki izin pengelolaan. Akan tetapi di dalam peraturan ini tidak diberikan penjelasan mengenai definisi benda muatan kapal tenggelam. Penulis beranggapan bahwa yang dimaksud dalam pasal tersebut mengacu pada istilah BMKT sebagaimana yang terdapat pada Keppres No. 19 Tahun 2007 tentang Pannas BMKT. Selain undangundang tentang PWP3K, peraturan terbaru yaitu Undang-undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan juga memasukkan BMKT sebagai salah satu bagian Jasa Maritim yang berfungsi mendukung kebijakan ekonomi kelautan. 2. Pengawasan dalam rangka perlindungan Ditjen PSDKP melaksanakan tugas pengawasan BMKT berdasarkan rambu-rambu yang tercantum dalam SK Dirjen PSDKP. Keputusan tersebut mengatur beberapa objek yang dijadikan sasaran pengawasan antara lain : a. Kegiatan survey BMKT; b. Kegiatan pengangkatan BMKT; c. Kegiatan pengangkutan BMKT; d. Dan kegiatan pemanfaatan BMKT lainnya yang tidak berijin (illegal) Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Ditjen PSDKP menggunakan tiga pendekatan yaitu : a. Pre-Emptive Pre-emptive merupakan upaya pengawasan yang lebih mengarah pada penataan secara sukarela dari berbagai aturan pemanfaatan BMKT. Upaya ini ditujukan kepada semua stakeholders yaitu masyarakat pesisir, aparat pemerintah, dan pelaku usaha. Pre-emptive dilakukan melalui kegiatan : - Sosialisasi kepada aparat penegak hukum, pengawas, stakeholder dan masyarakat; - Bimbingan teknis kepada pengawas perikanan;

7 - Peningkatan apresiasi kepada pengawas dan masyarakat; - Kerjasama dengan berbagai pihak terkait; - Bimbingan dan konsultasi dengan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). b. Preventive Pengawasan secara preventif dilakukan sebagai upaya untuk mencegah para pelaku melakukan pelanggaran pemanfaatan BMKT dengan cara sebagai berikut : - Identifikasi veirifikasi data/informasi; - Operasi lapangan secara rutin, berkala, dan insidentil; - Kerjasama operasi pengawasan dengan aparat penegak hukum, Pemda, dan instansi terkait; - Kerjasama dan peningkatan pengawasan dengan dan oleh masyarakat/pokmaswas. c. Represive Pengawasan secara represive dilakukan apabila diketahui terjadinya pelanggaran yang dikategorikan sebagai tindak pidana. Hal ini dilaksanakan bekerjasama dengan Instansi terkait yaitu dengan melakukan : - Penyelidikan / Pulbaket (pengumpulan bahan keterangan); - Penyidikan; - Penegakan hukum. Pengawas Ditjen PSDKP diberikan kewenangan untuk melakukan operasi pengawasan di laut dengan menggunakan Kapal Pengawas Perikanan atau kapal lainnya dengan sasaran perairan yang diperkirakan memiliki potensi BMKT. Tujuannya adalah dalam rangka menciptakan tertib pelaksanaan pengelolaan BMKT dan memberikan perlindungan kepada titik-titik yang mengandung BMKT. Hal ini tentu sejalan dengan aspek perlindungan cagar budaya sebagaimana terkandung dalam Undang-undang tentang Cagar Budaya. Atmojo (2011) menjelaskan bahwa perlindungan adalah unsur terpenting dalam sistem pelestarian cagar budaya, unsur ini mempengaruhi unsur-unsur lain yaitu pengembangan dan pemanfaatan yang pada akhirnya diharapkan menghasilkan umpan balik pada upaya perlindungan. Jadi, pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen PSDKP secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada pemerintah berupa upaya perlindungan dalam rangka pelestarian cagar budaya maupun yang diduga sebagai cagar budaya bawah air. Undang-undang

8 tentang cagar budaya menjelaskan bahwa pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara salah satunya adalah perlindungan. Perlindungan dapat dilakukan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya. Sejak tahun 2013, wilayah perairan Kepulauan Riau dijadikan daerah prioritas sasaran pengawasan baik melalui pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) maupun gelar operasi di laut dengan melibatkan instansi terkait. Di tahun 2013 telah dilakukan beberapa kali operasi pengawasan menggunakan kapal pengawas perikanan milik Ditjen PSDKP dengan melibatkan Polri sebagai tindak lanjut laporan dari masyarakat sekitar mengenai adanya kegiatan pengangkatan BMKT secara illegal. Beberapa wilayah perairan Kepulauan Riau yang diduga terjadi kegiatan pencurian BMKT antara lain di sekitar Karang Heluputan, Pulau Numbing, Pulau Mantang, Pulau Mapur, Pulau Buaya, dan Pulau Abang. Dari 4 (empat) kali operasi pengawasan di laut yang dilakukan pada tahun 2013, pengawas tidak menemukan adanya kegiatan pengangkatan BMKT maupun kapal-kapal yang diduga akan melakukan pengangkatan BMKT. Gambar 1. Posisi titik lokasi penangkapan Ditjen PSDKP kembali meningkatkan intensitas pengawasan BMKT di perairan Kepulauan Riau pada tahun Berawal dari penangkapan pelaku pencurian BMKT

9 oleh kapal patroli TNI Angkatan Laut di sekitar perairan Karang Heluputan pada bulan Januari, menjadi titik tolak bahwa harus dilakukan pengawasan yang lebih intens dalam rangka pengamanan titik lokasi. Dalam sebuah operasi pengawasan yang dilakukan oleh Kapal Pengawas Hiu 010 pada tanggal 13 Maret 2014, dilakukan tangkap tangan terhadap KM. Penyu yang sedang melakukan pengangkatan BMKT secara illegal pada titik koordinat 00º N - 105º E. Kapal tersebut beranggotakan 12 (dua belas) orang yang semuanya merupakan warga Negara Indonesia. Barang bukti yang ditemukan berupa keramik utuh sebanyak buah dan fragmen sebanyak 327 buah. Kapal tersebut dilengkapi dengan berbagai peralatan selam diantaranya kompresor, baju selam, tabung selam, dan kamera digital. Gambar 2. Penangkapan KM. Penyu oleh Kapal Pengawas Ditjen PSDKP (dok. Ditjen PSDKP) Penangkapan yang dilakukan oleh kapal patroli Ditjen PSDKP maupun TNI Angkatan Laut ternyata tidak cukup memberikan efek jera. Setelah penangkapan oleh kapal patroli TNI AL pada bulan Januari, Mei, dan Juli, Ditjen PSDKP kembali melakukan tangkap tangan pada bulan September pada titik lokasi yang sama dengan penangkapan sebelumnya baik yang dilakukan oleh TNI AL maupun Ditjen PSDKP. Kali ini penangkapan dilakukan oleh Kapal Pengawas Perikanan Hiu 009 pada tanggal 12 September 2014 terhadap KM. Imman Rabia. Kapal motor yang beranggotakan 12 (dua belas) orang berkebangsaan Indonesia tersebut tidak dilengkapi dokumen perijinan baik dokumen kapal maupun dokumen kegiatan pengangkatan BMKT dari pejabat yang berwenang sehingga diputuskan untuk dilakukan adhoc ke dermaga Satker PSDKP Batam untuk diproses lebih lanjut.

10 Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Ditjen PSDKP terhadap kedua kasus tersebut di atas adalah dengan melakukan penyidikan. Para tersangka dijerat dengan Pasal 75A Jo Pasal 19 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.Pasal tersebut menyatakan bahwa Setiap orang yang memanfaatkan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki izin pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (dua miliar rupiah). D. Tantangan Perlindungan BMKT / Situs Bawah Air Pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen PSDKP merupakan salah satu upaya dalam rangka memberikan perlindungan terhadap titik-titik yang di bawahnya terdapat kapal karam beserta muatannya yang memiliki nilai sejarah dan budaya (cagar budaya), dan bahkan ekonomi (BMKT). Perlindungan merupakan salah satu bagian kecil pada sebuah upaya yang pada akhirnya mengarah pada tujuan pelestarian. Tanpa adanya perlindungan, mungkin upaya pelestarian hanya akan sia-sia. Gambar 3 dan 4. Pelaku pengangkatan BMKT secara illegal beserta barang bukti (dok. Ditjen PSDKP) Situs kapal karam di perairan Karang Heluputan, sebut saja situs Karang Heluputan II untuk membedakan dengan lokasi De Geldermalsen yang juga berada di perairan Karang Heluputan, merupakan salah satu contoh tantangan bagi pemerintah, khususnya yang menangani kebudayaan, dalam melakukan pelestarian situs. Pelestarian situs antara yang di darat dan yang berada di lautan/bawah air tentu akan sangat berbeda dalam tantangan

11 dan penanganannya. Situs yang berada di bawah air pun kondisinya akan sangat berbeda antara situs yang berada di dekat pantai atau pesisir dengan yang berada jauh dari pesisir. Situs Karang Heluputan II adalah salah satu contoh situs yang berada jauh dari garis pantai. Situs ini terletak kurang lebih 24 mil laut dari garis pantai pulau terdekat dengan kedalaman sekitar 30 meter. Situs USAT Liberty yang berada di Tulamben Bali barangkali dapat dijadikan sebagai contoh pengelolaan situs bawah air yang terletak di pinggir pantai. Situs ini dikelola dengan dijadikan sebagai salah satu tempat wisata penyelaman favorit di pulau Bali. Masyarakat setempat diberdayakan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan dan menjadi sumber penyumbang perekonomian masyarakat setempat, sehingga ada perasaan memiliki yang pada ujungnya timbul kesadaran di masyarakat untuk melestarikannya. Masyarakat setempat menerapkan peraturan yang dikenal dengan nama awig-awig untuk melindungi kelestarian situs dari kerusakan (Noerwidi, 2007). Pengamanan atau pengawasan situs bawah air yang berada di pantai / pesisir mungkin sedikit lebih mudah karena untuk menjangkaunya tidak terlalu membutuhkan biaya yang besar dibandingkan dengan situs yang berada jauh dari pesisir. Jika situs dikelola dengan baik, maka pengamanannya dapat melibatkan masyarakat setempat yang mendapatkan manfaat dari keberadaan situs bawah air seperti yang terjadi di situs USAT Liberty Tulamben. Permasalahannya adalah bahwa hampir sebagian besar pengangkatan BMKT secara illegal terjadi pada titik lokasi yang keberadaanya sangat jauh dari pesisir, misalnya situs Karang Heluputan II, Situs Cirebon, situs Blanakan, dan lainnya. Tentu saja aparat penegak hukum yang memiliki kapal patroli tidak dapat setiap saat berada di lokasi situs dalam rangka pengamanan. Dalam melakukan sekali operasi di laut pun juga membutuhkan anggaran yang cukup besar. Situs Karang Heluputan II dapat dikatakan dalam kondisi terancam. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa sudah banyak muatan kapal di situs Karang Heluputan II yang telah diangkat secara illegal dan mungkin telah keluar Indonesia. Berapa banyak data arkeologi yang hilang, yang seharusnya dapat digunakan untuk merekonstruksi sebuah situs secara utuh. Seperti yang telah dijelaskan di atas, penangkapan berkali-kali pada titik lokasi yang sama yang dilakukan TNI AL dan Ditjen PSDKP KKP seolah tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku. Ketertarikan masyarakat terhadap situs

12 Karang Heluputan II ini kemungkinan karena situs ini berisi barang-barang yang bagus dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Melihat kondisi demikian, maka diperlukan penanganan yang cepat khususnya dari instansi pemerintah yang menangani masalah kebudayaan. Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan dalam rangka penyelamatan situs Karang Heluputan II dan mungkin situs lainnya antara lain: a. Pendokumentasian / Perekaman Data Barangkali pendokumentasian merupakan langkah yang paling awal yang harus segera dilakukan. Pendokumentasian adalah upaya perekaman data dengan cara pendeskripsian, pengukuran, penggambaran, dan pemotretan terhadap kondisi aktual situs di dasar laut untuk mendapatkan data sebanyak mungkin dalam bentuk verbal, pictorial, serta visual dan audio visual (anonym, 2013). Kapal karam kuno merupakan sumber daya arkeologi dan sumber daya pesisir yang tidak dapat pulih dan rawan terhadap kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun manusia (Ridwan dkk, 2013). Oleh karena itu diperlukan pendokumentasian secara menyeluruh baik terhadap artefak maupun lingkungannya yang bertujuan untuk menyelamatkan data, sehingga apabila pada suatu saat terjadi perubahan maka masih dapat dilacak data awalnya. b. Ekskavasi penyelamatan Ekskavasi penyelamatan merupakan salah satu jenis ekskavasi yang dilakukan dalam rangka menyelamatkan data-data penting pada suatu situs. Biasanya ekskavasi penyelamatan dilakukan sebagai respon adanya ancaman terhadap kelestarian situs yang datang dari misalnya rencana pembangunan, bencana alam, ataupun ulah manusia. Ekskavasi penyelamatan sudah banyak dilakukan pada situs-situs yang berada di darat dan mungkin belum pernah sama sekali dilakukan pada situs bawah air di Indonesia. Oleh karena itu, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah karena kegiatan ini membutuhkan dana yang sangat besar dan juga sumber daya manusia yang berkompeten. c. Sosialisasi Walaupun cara ini merupakan langkah yang sangat klasik, namun hal ini cukup penting dilaksanakan agar masyarakat paham dan mengerti bahwa kegiatan pengangkatan BMKT secara illegal adalah salah satu pelanggaran hukum. Kelompok nelayan maupun masyarakat pesisir dapat dijadikan sasaran dari kegiatan sosialisasi mengingat para pelaku sebagian besar adalah nelayan.

13 d. Memperkuat Penegakan Hukum Baik undang-undang tentang cagar budaya maupun undang-undang tentang pengelolaan wilayah pesisir sudah secara tegas mengatur pemanfaatan BMKT dan cagar budaya. Kuncinya terletak pada keberanian dan ketegasan penegak hukum pada saat menangani kasus. Direktorat Peninggalan Bawah Air mencatat sejak tahun 2005 hingga saat ini telah terjadi 11 (sebelas) kasus pelanggaran yang ditangani oleh instansi yang berwenang. Dari 11 (sebelas) kasus pelanggaran yang dilakukan proses hukum, ternyata hanya 2 (dua) kasus yang sampai di meja pengadilan dan sudah berkekuatan hukum tetap (Widiati, 2011). Sisanya tidak jelas. e. Kerjasama Pengawasan dengan Instansi Terkait Kegiatan pengawasan merupakan hal yang vital dan merupakan konsekuensi dari keberadaan situs kapal karam yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan. Pengawasan sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa situs berada dalam kondisi yang aman. Terdapat beberapa instansi pemerintah yang mempunyai kewenangan melaksanakan operasi di laut antara lain TNI AL, Polri, dan juga Ditjen PSDKP KKP. Oleh karena itu perlu ditingkatkan koordinasi antar instansi terkait untuk semakin memantapkan kegiatan pengawasan terutama di titik-titik lokasi kapal karam maupun pada wilayah perairan yang potensial dan rawan pelanggaran. Ego sektoral sudah semestinya ditinggalkan karena hanya akan berdampak pada terbengkalainya situs bawah air. Satu hal yang paling penting adalah adanya kepastian bahwa situs bawah air yang terletak jauh dari pesisir mendapat perlakuan pengawasan dan perlindungan yang sama dengan situs bawah air yang berada di pinggir pantai atau pesisir, atau paling tidak mendapatkan perlakuan yang hampir sama. Apabila dibiarkan, bukan tidak mungkin lambat laun situs-situs bawah air tersebut akan rusak bahkan musnah. E. Penutup Pemerintah sudah seharusnya mulai membuka mata bahwa situs bawah air bukan hanya ada di pinggir pantai atau pesisir. Akan tetapi jauh di sebelah sana terhampar ratusan bahkan ribuan situs bawah air yang terancam dan menjadi ladang jarahan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah harus konsisten pada upaya pelestarian dengan memberikan perlindungan penuh. Masyarakat mungkin dapat memaklumi pemerintah kekurangan dana dan sumber daya manusia yang mumpuni. Namun jika ada keseriusan bukan tidak mungkin hal tersebut dapat tercapai. Tentu masyarakat Indonesia tidak ingin jika pada suatu saat nanti artefak-artefak bersejarah dari dasar laut perairan

14 Indonesia berjajar rapi menghiasi rak-rak menunggu pembeli di Balai Lelang Internasional seperti yang pernah terjadi tahun 1986 silam. Pustaka Anonim Pendokumentasian cagar budaya : deskripsi, pengukuran, dan penggambaran. Disampaikan dalam Bimtek Pendaftaran Cagar Budaya di Makassar 22 Juli Atmojo, Junus Satrio Perlindungan Warisan Budaya Daerah Menurut Undang-Undang Cagar Budaya, dalam Helmi, Surya Warisan Budaya di Dasar Laut, Data Arkeologi yang dilupakan. Presentasi pada Seminar Semarak Arkeologi Direktorat Peninggalan Bawah Air. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Noerwidi, Sofwan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir pada Pelestarian Situs Bangkai Kapal USS Liberty, Tulamben, Bali, dalam Berkala Arkeologi Tahun XXVII Edisi No. 1/Mei Yogyakarta :Balai Arkeologi Yogyakarta. Ridwan, Nia Naelul Hasanah, Dkk USAT Liberty Tulamben : Ancaman Lingkungan, Manusia, dan Rekomendasi Upaya Pelestariannya, dalam Varuna Jurnal Arkeologi Bawah Air Vol. 7 / Jakarta : Direktorat Peninggalan Bawah Air.. Sofian, Harry Octavianus Permasalahan Arkeologi Bawah Air Di Indonesia, dalam Jurnal Kapata Arkeologi, Jurnal Arkeologi Wilayah Maluku dan Maluku Utara Vol. 6/2010. Ambon : Balai Arkeologi Ambon. Tempo Mengejar Sampai Stuttgart. Jakarta. Utomo, Bambang Budi (Editor) Kapal Karam Abad Ke-10 Di Laut Jawa Utara Cirebon. Jakarta : Pannas BMKT. Widiati Pengelolaan Tinggalan Budaya Bawah Air di Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undan-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tenang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya Keppres No. 12 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Keppres No. 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam

15 Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam Keputusan Dirjen PSDKP Nomor KEP.56/DJ-PSDKP/2011 tentang Pengawasan Pengelolaan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT)

I. PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian lahirnya

I. PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian lahirnya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan tentu memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.862, 2013 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Wilayah Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Status. Kapal Tenggelam.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Status. Kapal Tenggelam. No.440, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Status. Kapal Tenggelam. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.06/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS

Lebih terperinci

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN DITJEN PSDKP SDKP TAHUN TA. 2018 2017 Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP OUTLINE 1. 2. 3. 4. ISU STRATEGIS IUU

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA A. Kasus Pencurian Ikan Di Perairan Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1983 (KEHAKIMAN. WILAYAH. Ekonomi. Laut. Perikanan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.57/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT DIREKTORAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat menunjukkan identitas bangsa. Pencarian akar budaya di masa lampau dan upaya perlindungan atasnya merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan

BAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan BAB IV PENUTUP Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan perdagangan lokal dan global masa lalu. Adanya kapal karam dengan muatannya (BMKT) yang ditemukan di wilayah perairan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM OLEH PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA - 1 - KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk pengangkatan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA PADA PERANGKAT DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 101 Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG KEMENTERIAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Gedung Mina Bahari III Lantai 15, Jakarta 10110 Telepon (021) 3519070, Facsimile (021) 3520346 Pos Elektronik ditjenpsdkp@kkp.goid

Lebih terperinci

I Gede Budiarta Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali

I Gede Budiarta Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali ISSN 0216-8138 17 PENEGAKAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN BAKU MUTU LIMBAH CAIR HOTEL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 SEBAGAI ANTISIPASI KEMEROSOTAN KUALITAS LINGKUNGAN PANTAI DI BALI I Gede Budiarta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Letak Indonesia yang sangat strategis, telah dimanfaatkan sejak dahulu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Letak Indonesia yang sangat strategis, telah dimanfaatkan sejak dahulu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Letak Indonesia yang sangat strategis, telah dimanfaatkan sejak dahulu sebagai jalur pelayaran perdagangan internasional. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KABUPATEN BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa sebagai kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA Kementerian Kelautan dan Perikanan 2017 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGAWASAN IKAN TERUBUK DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BARUMUN KABUPATEN LABUHANBATU SUMATERA UTARA

PENGAWASAN IKAN TERUBUK DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BARUMUN KABUPATEN LABUHANBATU SUMATERA UTARA PENGAWASAN IKAN TERUBUK DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BARUMUN KABUPATEN LABUHANBATU SUMATERA UTARA Oleh : Benardo Nababan, S.Pi, M.Si (Pengawas Perikanan pada Stasiun PSDKP Belawan Satwas SDKP Asahan)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR Harry Octavianus Sofian (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Belitung island surrounded by two straits, the

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.12/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI SUNGAILIAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PENCEMARAN AIR YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI TAHU A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA) Sumber: LN 1989/11; TLN NO. 3391 Tentang: TELEKOMUNIKASI Indeks: PERHUBUNGAN. TELEKOMUNIKASI.

Lebih terperinci

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Peningkatan kesejahteraan rakyat dan Pembanguna n Nasional. Tahun 1989 dibentuk Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT

Peningkatan kesejahteraan rakyat dan Pembanguna n Nasional. Tahun 1989 dibentuk Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT 1 2 Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT) Peningkatan kesejahteraan rakyat dan Pembanguna n Nasional Tahun 1989 dibentuk Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT Maraknya pencurian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009 PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009 A. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan 1. Perkembangan UU Perikanan di Indonesia Bangsa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

Lampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap 49 Lampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Uraian Jumlah INVESTASI Kapal (umur teknis 10 tahun) 80 000 000 Alat Tangkap (umur teknis 1 tahun) 3

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERIZINAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU 134 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ketentuan Hukum Internasional dan Legislasi Nasional dalam Upaya Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau Ketentuan hukum internasional dalam upaya pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 11 /PER-DJPSDKP/2017. TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Rapat Koordinasi BKPRN tingkat Es. II Rabu, 12 Maret

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORATJENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.15 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021) 3519070 ext 1524/1526,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENERBITAN SURAT-SURAT KAPAL, SURAT KETERANGAN KECAKAPAN, DISPENSASI PENUMPANG DAN SURAT IZIN BERLAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KOORDINASI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TINGKAT NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci